Anda di halaman 1dari 16

35

MANIPULASI BUDAYA DALAM POLITIK


PADA PEMEKARAN DAERAH:
Studi Kasus di Toraja, Propinsi Sulawesi Selatan 1

Oleh: Yulianus Pongtuluran 2,


Ichlasul Amal3, Erwan Agus Purwanto 4

ABSTRACT

This research about cultural manipulation in local politic, Toraja, South Sulawesi.
The purpose of this study was to determine the local cultural forms are manipulated by
local political elites to achieve their political objectives. The methodology used in this
study is descriptive qualitative, with the determination of key informants through snowball
sampling. The research results showed there has been manipulation of culture by utilizing
culture (traditional parties, burial ceremonies, traditional houses, houses of worship, and
cultural symbols) as a political instrument to achieve political goals and is used as one
reasons in regional expansion.

Key Words: Cultural manipulation, local politics, regional autonomy.

PENDAHULUAN Toraja berasal dari langit yang diturunkan


• Latar Belakang ke bumi melalui tangga (eran dilangi’)
sehingga manusia harus mematuhinya
Kabupaten Tana Toraja adalah salah
(Palebangan, 2007 : 66). Budaya
satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi
kepercayaan lama (aluk todolo) menjadi
Selatan yang terkenal dengan ritual-
pedoman hidup masyarakat Toraja dan
ritualnya yang unik. Tidak heran bila
sangat berakar dalam menjalani kehidupan
Kabupaten Tana Toraja ditetapkan sebagai
berkeluarga, bermasyarakat dan berbangsa
salah satu tempat pariwisata yang paling
yang diwariskan secara turun temurun.
banyak diminati oleh wisatawan dalam
negeri ataupun wisatawan mancanegara.
Budaya asli Toraja yang dilandaskan pada
pola kepercayaan lama (aluk todolo) di
mana norma-norma dan seluruh aturan
beserta sanksinya, diyakini masyarakat

Artikel ini merupakan ringkasan dari disertasi penulis


2 Staf pada Lemhannas (Lembaga Ketahanan Nasional) Republik Indonesia dan mahasiswa S -3
Ilmu Politik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
3 Promotor disertasi dan gurubesar Universitas Gadjah Mada
4 Co Promotor disertasi dan staf pengajar pada Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
36

Mencermati budaya Toraja tidak lepas dengan kedatangan orang-orang Eropa


dari sejarah asal usul munculnya istilah terutama dari Belanda dan pedagang-
kata Toraja. Toraja dalam kamus bahasa pedagang dari Arab memasuki wilayah
Toraja disebut Toraa atau Toraya. Toraa Sulawesi Selatan, hingga ke Toraja.
terdiri atas dua kata yaitu to berarti orang Kedatangan orang Eropa dan orang Arab
dan raa berarti murah. Jadi Toraa berarti membawa misi yang berbeda. Orang Eropa
orang pemurah hati dan penyayang. Kata khususnya dari Belanda yang disebut
Toraya terdiri atas to yang berarti orang dengan Zending datang membawa agama
dan raya berarti raja atau terhormat, baru yaitu agama Kristen, sementara
sehingga Toraya berarti ”orang terhormat” pedagang-pedagang Arab pada umumnya
atau ”raja”. Itulah sebabnya banyak orang datang membeli hasil bumi yaitu rempa-
berpendapat bahwa Toraa adalah ”manusia rempa disamping menyebarkan agama
yang rendah hati, sederhana, penyayang, Islam. Menguatnya agama Kristen dan
murah hati, demokratis, dan orang besar Agama Islam di Toraja, menyebabkan
atau tempat asal raja-raja” (Kalua, et al, aliran kepercayaan ”Aluk Todolo”
2010 : 5). (kepercayaan lama) berubah makna dalam
Adat istiadat masyarakat Toraja yang pelaksanaannya menjadi adat istiadat atau
berupa ritus-ritus adalah merupakan tradisi yang diwariskan secara turun
warisan budaya yang berasal dari nenek temurun.
moyang mereka yang dulunya merupakan Aluk atau keyakinan mencakup
keyakinan (agama). Budaya yang begitu kepercayaan, upacara-upacara peribadahan
kental dan mendasar tersebut menunjukkan menurut cara-cara yang telah ditetapkan
bahwa masyarakat Toraja memegang teguh berdasarkan ajaran agama yang
budaya yang telah diwariskan sejak dulu. bersangkutan, adat-istiadat, dan tingkah
Seiring dengan meningkatnya pendidikan laku sebagai ungkapan kepercayaan dalam
dan ekonomi serta banyaknya masyarakat kehidupan sehari-hari (Kobong et al, 1992
Toraja yang merantau dan berhasil di luar : 5). Aluk yang telah dimanifestasikan
Toraja, maka pergeseran budaya dalam bentuk ritus-ritus budaya
khususnya dalam ritus-ritus masyarakat diantaranya adalah ritus pesta adat (rambu
mulai berubah. tuka’) dan ritus upacara penguburan
Dalam perkembangannya, budaya (rambu solo’), merupakan bagian yang
Toraja mulai mengalami perubahan seiring tidak terpisahkan dari kehidupan
37

masyarakat Toraja hingga saat ini. Bahkan mempertahankan budaya tradisional yang
ke dua ritus budaya tersebut telah menjadi kental (memiliki kompetensi terbatas).
komoditas politik oleh elit-elit politik lokal Reformasi politik yang terjadi di
untuk mempengaruhi masyarakat dalam Indonesia sejak tahun 1997 telah
mewujudkan ambisi pribadi atau mengubah sistim perpolitikan yang
kelompoknya. Manipulasi budaya yang memberi ruang bagi elit-elit politik lokal di
dilakukan oleh elit-elit politik lokal, saat daerah tampil dengan menyuarakan
ini bukan saja merubah makna budaya itu langsung aspirasi politiknya bersama-sama
sendiri, tapi juga telah merupakan alat dengan masyarakat untuk melakukan
politik untuk mendapatkan posisi atau pemekaran atau pembentukan daerah baru
prestise dalam masyarakat. Masyarakat terpisah dari kabupaten induknya.
dengan mudah dipengaruhi dan diatur oleh Munculnya sistem multi partai dipandang
elit-elit lokal ataupun elit-elit Toraja yang oleh sebagian besar masyarakat sebagai
bermukim di luar Toraja untuk peluang untuk ikut langsung terlibat dalam
mewujudkan tujuan politiknya tanpa berbagai proses demokratisasi dengan
disadari oleh masyarakat. memilih langsung pemimpinnya, atau
Persaingan politik dalam budaya mendirikan partai politik sebagai
khususnya dalam adat tidak sedikit kendaraan menuju kompetisi pemilihan
menimbulkan konflik. Pada umumnya kepemimpinan baik dalam skala lokal
konflik yang muncul adalah konflik yang (daerah) maupun skala nasional.
disfungsional yang menyebabkan Di Tana Toraja beberapa elit politik
perpecahan dalam kelompok masyarakat. yang kurang mendapat tempat di pusat atau
Masyarakat Toraja perantau, menganggap provinsi, memilih untuk kembali ke daerah
dirinya sebagai orang yang berpandangan asalnya masing-masing untuk berkompetisi
politik yang lebih luas dan moderen dan dengan elit-elit lokal yang ada di daerah
mempunyai cukup kemampuan (modal) dalam memperebutkan posisi
untuk bersaing dalam pemilihan kepemimpinan daerah.
kepemimpinan di daerah. Bagi masyarakat
Toraja yang menetap di Toraja • Rumusan Masalah
dianggapnya sebagai masyarakat yang
Berdasarkan uraian-uraian yang
berpandangan sempit dengan
dikemukakan di atas, maka permasalahan
yang diteliti dapat dirumuskan ”Bagaimana
38

budaya lokal dimanipulasi untuk memperkembangkan pegetahuan mereka


mewujudkan tujuan politik?” tentang kehidupan dan sikap-sikap
• Kerangka Teori terhadap kehidupan.
Koentjaraningrat dalam Sudarsono
1. Teori Kebudayaan
dan Ranuwiyanto (1999 : 12) mengatakan
Setiap daerah atau etnik mempunyai
bahwa budaya adalah keseluruhan sistim
kebudayaan masing-masing yang
gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia
mencerminkan cara pandang dalam
dalam rangka kehidupan masyarakat yang
berinteraksi dan menjalani kehidupan
dijadikan milik diri manusia dengan
sehari-hari. Ihromi (1984 : 21 – 22)
belajar. Budaya dapat memberi arah
merumuskan kebudayaan sebagai
kepada masyarakat untuk berfikir dan
seperangkat kepercayaan, nilai-nilai dan
bertindak sesuai dengan norma-norma
cara berlaku (kebiasaan) yang dipelajari
kehidupan yang terpelihara secara turun
dan pada umumnya dimiliki bersama oleh
temurun.
warga dari suatu masyarakat (sekelompok
Berdasarkan defenisi yang
orang) yang tinggal di suatu wilayah dan
dikemukakan di atas, dapat dikatakan
memakai suatu bahasa umum yang
bahwa budaya merupakan sesuatu yang
biasanya tidak dimengerti oleh penduduk
disepakati bersama dan mengandung nilai-
tetangganya. Menurut Ralph Linton yang
nilai luhur sebagai gambaran hidup
dikutip oleh Ihromi (1984 : 17),
bermasyarakat, dan berbangsa. Dapat juga
kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan
dikatakan bahwa budaya mencakup seluruh
dari masyarakat yang manapun dan tidak
norma-norma yang mengatur seluruh aspek
hanya mengenai sebagian dari cara hidup
kehidupan masyarakat dalam suatu
itu yaitu bagian yang oleh masyarakat
komunitas termasuk aturan-aturan yang
lebih tinggi atau lebih diinginkan.
tidak tertulis namun merupakan
Selanjutnya Clifford Geertz (1995 : 3)
kesepahaman masyarakat yang dipegang
mengemukakan bahwa kebudayaan adalah
secara terus menerus. Norma-norma
suatu pola makna-makna yang diteruskan
tersebut antara lain keyakinan, aturan-
secara historis yang terwujud dalam
aturan, hukum, kebiasaan-kebiasaan yang
simbol-simbol, suatu sistem konsep yang
secara turun temurun dijadikan pijakan
diwariskan yang terungkap dalam bentuk-
dalam bertindak, bersikap, dan berperilaku.
bentuk simbolis yang dengannya manusia
berkomunikasi, melestarikan, dan
39

nilai yang ada dalam masyarakat itu sendiri


2. Budaya Politik (Zuhro, 2009 : 33). Oleh sebab itu, dalam
Budaya politik sering dimaknai kehidupan masyarakat selalu dilandasi oleh
sebagai suatu sikap orientasi yang khas intereaksi antar nilai yang mendorong
warga negara terhadap sistim politik dan timbulnya hubungan-hubungan di antara
aneka ragam bagiannya, serta sikap budaya politik dalam suatu kelompok
terhadap peranan warga negara dalam masyarakat. Intereaksi antar nilai-nilai
sistim tersebut (Upe, 2008: 103). Almond dalam masyarakat tersebut mendorong
dan Verba (1990) mengatakan bahwa munculnya proses demokratisasi, sehingga
budaya politik yang muncul di Negara dalam setiap pemecahan selalu didasarkan
Barat sebagai akibat dari pembangunan pada musyawarah mufakat.
politik secara bertahap (berdasarkan
sejarah dan karakteristik budaya warganya) 3. Elit Politik
yang dikembangkan sebagai perpaduan Munculnya istilah elit politik adalah
dari pola dan sikap. Almond dan Verba hasil dari diskusi para ilmuwan seperti
membedakan tiga jenis orientasi warga Schumpeter, Lasswell, C. Wright Mills
negara dalam budaya politik yaitu: (1) yang mengamati berbagai tulisan yang
Parokial (Parochial) yaitu politik yang pernah ditulis oleh para ahli terdahulu dari
belum bergerak (political sleepwalker), Eropa seperti Vilfredo Pareto, Gaetamo,
tidak terlibat (not involved), tidak ada Roberto Michels, Jose Ortega Y. Gasset.
pengetahuan atau kepentingan dalam sistim Bahkan Pareto percaya bahwa setiap
politik domestik (no knowledge or interest masyarakat diperintah oleh sekelompok
in the domestic political system); (2) kecil orang yang mempunyai kualitas-
Subyek (Subject) sudah agak sadar akan kualitas yang diperlukan bagi kehadiran
keberadaan lembaga politik dan aturan- mereka pada kekuasaan sosial dan politik
aturannya (somewhat aware of political penuh (Varma, 2007 : 200). Dari
institution and rules); (3) Partisipasi pemahaman tersebut dapat dikatakan
(Participant) yaitu memiliki pengaruh bahwa masyarakat terdiri dari dua
yang kuat, kompeten dan percaya diri kelompok yaitu kelompok kecil yang
dalam memahami sistim politik. terdiri dari orang-orang yang berkualitas
Perkembangan budaya politik suatu yang menduduki berbagai jabatan dalam
masyarakat dipengaruhi oleh kompleksitas masyarakat yang disebut Pareto sebagai
40

elit yang memerintah (governing elite) dan Sejak reformasi politik tahun 1997 di
kelompok masyarakat besar (umum) yaitu Indonesia yang diperkuat dengan adanya
masyarakat menengah kebawah yang pelimpahan kewenangan pusat ke Daerah
mempunyai jumlah yang banyak (non- (otonomi), memunculkan situasi baru bagi
govrning elite). sistim perpolitikan di Indonesia. Sistim
Kelompok elit yang memerintah (the multi partai yang diberlakukan pemerintah
governing elite) dibedakan lagi dari tokoh membuka peluang bagi elit-elit politik baru
yang termasuk dalam tokoh yang berkuasa untuk ikut bersaing dengan elit-elit politik
(the rulling class) mencakup petinggi senior yang ada. Posisi elit di Toraja
birokrasi pemerintahan yang sedang selama ini dipegang oleh kaum bangsawan
berkuasa, dan kelompok elit strategis yang biasa disebut Puang dan Toparenge’.
(strategic elites) mencakup pengusaha, Puang atau setara dengan Raja di daerah
pemimpin parpol, pemimpin agama, dan lain yang dijadikan simbol kepemimpinan
pemimpin organisasi sosial yang karena kekayaannya. Sementara
mempunyai pengaruh di bidang ekonomi, Toparenge’ lebih berfungsi sebagai
politik, agama, ilmu pengetahuan, pemimpin masyarakat. Peranan kaum
komunikasi massa (Jurdi, 2004 : 30). Hal bangsawan selama ini selalu dominan
senada diungkapkan oleh Gaetano Mosca dalam segala kegiatan kemasyarakatan.
dalam Varma (2007 : 202 – 203) bahwa
dalam semua masyarakat, dari yang paling • Metodologi Penelitian
giat mengembangkan diri serta telah
Metode yang digunakan dalam
mencapai fajar peradaban, hingga pada
penelitian ini adalah deskriptif dengan
masyarakat yang paling maju dan kuat,
pendekatan kualitatif. Adapun data yang
selalu muncul dua kelas dalam masyarakat
digunakan adalah data primer maupun
yaitu kelas yang memerintah yang
sekunder. Data primer dapat berupa
jumlahnya lebih sedikit tetapi memegang
manuskrip, notulen-notulen rapat, catatan
semua fungsi politik, monopoli kekuasaan
pribadi, serta wawancara mendalam
dan menikmati keuntungan-keuntungan
dengan sejumlah responden yaitu tokoh
yang didapatnya dari kekuasaan, kemudian
agama, tokoh adat, tokoh politik, pakar
kelas yang diperintah yang jumlahnya
pendidikan (akademisi), dan masyarakat
lebih besar namun selalu dikontrol oleh
umum. Sementara data sekunder diperoleh
masyarakat yang jumlahnya kecil.
melalui studi kepustakaan, berupa buku-
41

buku, majalah, disertasi, tesis, jurnal dikenal sebagai tana’ bulaan (tongkat
ilmiah, monograf, koran yang memuat emas) karena pada saat itu sudah ada emas
pembahasan dalam kajian ini. dan merekalah yang membawanya
(Palebangan, 2007 : 69-70).
• Budaya Toraja dan Makna budaya bagi masyarakat Toraja
Perkembangannya adalah sebagai identitas untuk
mengekspresikan tentang jati dirinya,
Ditinjau dari perspektif historis,
perasaannya, dan kehidupan sosialnya,
kepercayaan lama (aluk todolo) dan segala
serta agamanya terutama dalam
aturannya mengalami perkembangan
berintereaksi dengan lingkungannya. Oleh
seiring dengan perkembangan zaman.
sebab itu hubungan kekeluargaan atau
Kemajuan di bidang pendidikan, teknologi,
kekerabatan masyarakat Toraja dikenal
dan informasi, banyak mengkikis nilai-
sangat baik, dan terpelihara secara turun
nilai budaya lama yang tidak sejalan
temurun. Hal ini dapat dirasakan dari
dengan perkembangan moderen. Bila
berbagai ungkapan yang halus bila lewat di
disimak dari cerita rakyat sebagaimana
samping rumah dengan kata “manasumo
diceritakan oleh Puang Gau’ Lembang
raka” (arti harpiahnya adalah apakah sudah
dalam Palebangan (2007) mengatakan
masak?) yang dijawab oleh orang dalam
bahwa nenek moyang orang Toraja datang
rumah ”io manasumo ta lendu’ opa (ya
di dalam tiga gelombang yaitu: (1)
sudah masak, mari mampir).
gelombang pertama, disebut To Sama’
Budaya kekeluargaan yang terbina
diturunkan di negeri Tiangka’ (Sangalla’).
sejak dari nenek moyang mereka,
Rombongan ini dikenal dengan tana’
menggambarkan bahwa masyarakat Toraja
karurung (tongkat enaung) yang diambil
sangat menghargai kebersamaan dan
dari pohon ijuk karena pada saat itu belum
memupuk semangat gotong royong serta
ada besi dan emas; (2) gelombang ke dua,
menghargai perbedaan untuk memperkuat
disebut To makaka diturunkan di
persatuan (unity in difference). Secara
Marinding. Kelompok ini adalah penganjur
umum aluk dibagi dalam dua kelompok
aluk (agama) dan dikenal sebagai tana’
besar yaitu ritus pesta adat ( rambu tuka’)
bassi (tongkat besi) karena pada saat itu
dan ritus upacara penguburan (rambu
sudah ada besi namun belum ada emas, (3)
solo’). Adat ini biasa disebut dengan
gelonbang ke tiga, disebut To matasak
upacara yang berpasangan dan bertingkat-
diturunkan di Kandora (Sangalla’) dan
42

tingkat yang teratur mulai dari bawah menurun (aluk rampe matampuk). Upacara
sampai ke puncaknya (aluk simuane penguburan adalah satu bentuk adat yang
tallang, silau’ eran) (Tangdilintin, 1985 : diwariskan dari leluhur secara turun
15). temurun dan merupakan penghormatan
terakhir bagi yang telah meninggal.
a. Ritus Pesta Adat (Rambu Tuka’)
Sesuai dengan ajaran Aluk To dolo Strata Sosial Masyarakat
(kepercayaan lama) bahwa pesta adat Implementasi dari budaya Toraja yang
(rambu tuka’) biasanya dilaksanakan dimanifestasikan dalam bentuk adat
sebagai ungkapan syukur kepada dewa- istiadat tidak lepas dari pengelompokan
dewa atau leluhur yang didewakan atas masyarakat berdasarkan atas status
segala keberhasilan manusia dalam sosialnya. Strata sosial dalam masyarakat
menjalani kehidupan baik atas berkat, Toraja terbagi dalam empat tingkatan strata
kesehatan, pendidikan, maupun hasil yaitu (1) Strata sosial yang paling tinggi
usaha. Ada berbagai jenis dan ragam pesta disebut dengan Tana’ Bulaan atau tongkat
adat yang dilakukan masyarakat, di emas (kelompok bangsawan atau Puang);
antaranya adalah ma’rara banua (pesta (2) Strata sosial yang kedua disebut dengan
pentabisan rumah adat), merok (ucapan Tana’ Bassi atau tongkat besi (kelompok
syukur atas selesainya rumah adat yang bangsawan menengah); (3) Strata sosial
bangun baru atau direnovasi). Rambu tuka’ yang ketiga disebut dengan Tana’
artinya asap yang naik ke atas menuju Karurung atau tongkat rujung enau
langit di sebelah timur laut (aluk rampe (kelompok umum atau masyarakat biasa);
matallo) yang ditempati oleh para dewa. Strata sosial yang paling rendah disebut
Ada berbagai jenis dan ragam pesta adat dengan Tana’ Kua-kua atau tongkat
yang dilakukan masyarakat (namun tidak gelagah (kelompok budak).
dijelaskan semua disini). Dalam perkembangannya, sejak
memasuki abad ke- 20, lapisan masyarakat
b. Upacara Penguburan (Rambu Solo’) bawah (budak) di Toraja yang disebut
Upacara penguburan (rambu solo’) dengan istilah kaunan mulai dihapuskan,
yaitu upacara yang dilaksanakan berkaitan karena larangan dari pemerintah kolonial
dengan orang yang meninggal dan akan dan desakan dari agama yang memandang
dikubur. Rambu solo’ berarti asap yang semua manusia sama dan sederajat.
43

PEMBAHASAN (orang kaya baru) atau masyarakat yang


• Pemanfaatan Budaya sebagai Pranata sudah berhasil di rantau dan kembali ke
Politik Toraja memperlihatkan keberhasilannya
dalam bentuk pesta adat atau upacara
Ada berbagai instrumen yang
penguburan.
dimanfaatkan oleh elit-elit politik lokal
Kondisi demikian menggambarkan
memenangkan kompetisi di antaranya
bahwa elit-elit politik lokal menjadikan
adalah memanfaatkan budaya lokal.
budaya sebagai mesin produksi untuk
Budaya khususnya pelaksanaan pesta adat
mencari keuntungan dengan penuh
dan upacara penguburan telah
perhitungan. Jumlah uang yang
dimanfaatkan oleh elit-elit lokal untuk
diinvestasikan atau disumbangkan kepada
mempengaruhi masyarakat melalui bantuan
masyarakat melalui pesta adat dan upacara
yang bersifat politis. Bantuan politis yang
penguburan ataupun ke rumah ibadah
diberikan kepada masyarakat tidak disadari
diharapkan akan mendapatkan sejumlah
bahwa sifat bantuan ini adalah ikatan
pengikut yang dapat dipengaruhi untuk
moral yang diinvestasikan oleh elit-elit
memilih pasangan kandidat sesuai dengan
lokal dalam mewujudkan tujuan politiknya
arahan elit-elit politik. Kendatipun elit-elit
yaitu menjadi pemimpin masyarakat atau
sudah memberikan sumbangan atau
untuk menduduki posisi puncak bukan
bantuan, tidak ada jaminan bahwa semua
hanya dalam masyarakat tetapi juga dalam
masyarakat yang dibantu baik secara
pemerintahan.
pribadi maupun secara bersama melalui
Motif lain dari pemanfaatan budaya ini
rumah Ibadah dapat memberikan suaranya
adalah meningkatkan citra diri atau
kepada calon yang disodorkan oleh elit-elit
prestise melalui ritual adat istiadat.
politik.
Pengorbanan hewan melampaui ketentuan
Masyarakat sebagai objek dari elit-elit
adat dan strata sosial dalam masyarakat
politik lokal semakin terjepit oleh berbagai
adalah salah satu bentuk manipulasi
tekanan yang dilakukan oleh aktor-aktor di
budaya yang dilakukan oknum masyarakat
lapangan. Masyarakat tidak lagi berfikir
tanpa masyarakat menyadari bahwa ritual-
secara rasional tentang kualitas dalam
ritual yang dilaksanakan telah berubah.
memilih calon pemimpin, tetapi mereka
Pada dasarnya yang banyak melakukan
lebih memilih calon yang dapat
perubahan bentuk adat di Toraja adalah
memberikan bantuan yang tertinggi.
orang-orang yang mapan secara ekonomi
44

Semua bantuan yang diberikan oleh Modifikasi budaya Toraja khususnya


siapapun (aktor atau elit-elit) akan diterima dalam pesta adat dan upacara penguburan
karena pada umumnya masyarakat tanpa diasadari oleh masyarakat dilakukan
mengatakan kami tidak menolak setiap dalam bentuk pesta adat atau upacara
bantuan yang diberikan sepanjang kami penguburan yang meriah, sehingga yang
tidak meminta. Faktor utamanya adalah nampak kelihatan adalah kekaguman
calon pemimpin telah memberikan bayaran masyarakat akan pestanya bukan
lebih tinggi dan sebagai balas jasanya kedukaannya. Disini jelas terjadi
masyarakat akan mendukungnya. perubahan pola dalam implementasinya
yang tidak sesuai dengan norma-norma
a. Pesta Adat (Rambu tuka’) dan adat yang duluhnya merupakan aturan
Upacara Penguburan (Rambu solo’) yang tidak tertulis namun disepakati secara
sebagai Alat Politik. turun temurun.
Budaya Toraja khususnya pada Makin meriah ritual yang
pelaksanaan pesta adat (rambu tuka’) dan dilaksanakan, makin diakui oleh
upacara penguburan (rambu solo’) masyarakat sebagai orang kaya baru.
dipandang oleh sebagian besar orang luar Politik akhirnya masuk juga seperti
Toraja sebagai suatu pemborosan secara nampak dalam pemilihan kepemimpinan.
ekonomi. Hal ini disebabkan karena jumlah Orang-orang kaya baru bersaing dalam
uang yang diinvestasikan dalam mendapatkan dukungan dari masyarakat
pelaksanaan pesta adat ataupun upacara dengan cara melaksanakan upacara
penguburan sangat besar. penguburan secara besar-besaran. Saat ini,
Pada era moderen saat ini justru upacara penguburan (rambu solo’) tidak
budaya khususnya pesta adat dan upacara lagi mengenal strata sosial dalam
penguburan banyak dimanipulasi oleh masyarakat (bangsawan tertinggi,
masyarakat Toraja yang berpendidikan bangsawan memengah, masyarakat umum,
menengah ke atas dan secara ekonomi budak) tetapi siapapun yang mampu secara
telah berhasil dalam kehidupannya. finansial dapat melakukan upacara
Budaya ini juga dimanfaatkan untuk penguburan (rambu solo’) secara meriah
mencari bentuk identitas diri baru atau dan jumlah hewan kurban (kerbau dan
berkompetisi dalam memperebutkan babi) tidak terbatas jumlahnya.
kepemimpinan dalam masyarakat.
45

Upacara yang meriah seperti ini, berkumpul untuk menjalankan ibadahnya.


sering dimanfaatkan oleh elit-elit lokal Aktor atau elit juga adalah bagian dari
untuk ikut aktif dalam pelaksanaan upacara anggota jemaah dalam rumah ibadah
atau memberikan sumbangan besar bagi tersebut. Cara yang digunakan oleh elit-elit
keluarga dalam bentuk hewan atau uang. lokal adalah dengan memberikan bantuan
Bahkan tidak sedikit dari elit-elit politik ke rumah-rumah Ibadah dalam bentuk uang
mengambil peran dalam kepanitiaan dan atau barang (public goods). Pada umumnya
melalukan pendekatan-pendekatan dengan sumbangan dari elit-elit politik ke rumah
caranya sendiri untuk mempengaruhi Ibadah lebih banyak dan lebih besar
masyarakat sekaligus menyampaikan menjelang pemilihan Legislatif atau
berbagai pesan. Secara tidak langsung, elit pemilihan Bupati dan Wakil Bupati.
politik tersebut telah mengikat keluarga Sumbangan yang diberikan itu harus
untuk memilih pada saat pemilihan diumumkan dalam rumah Ibadah tentang
kepemimpinan dilaksanakan. Dengan bentuk dan jumlah sumbangan serta nama
demikian budaya ritus pesta adat dan ritus penyumbang. Bila sumbangan itu tidak
upacara penguburan telah dipolitisir atau diumumkan dalam rumah ibadah, maka
dimanfaatkan sebagai salah satu alat untuk elit-elit politik atau aktor lapangan protes
menwujudkan salah satu tujuan politiknya. ke tokoh-tokoh agama.
Berbagai sumbangan yang diberikan
b. Pemanfaatan Rumah Ibadah Sebagai oleh elit-elit politik ke rumah Ibadah
Instrumen Politik. menjelang dimulainya kompetisi pemilihan
Rumah ibadah seperti Gereja, Masjid, anggota Legislatif atau Bupati dan Wakil
atau Vihara adalah tempat suci dan sakral Bupati menunjukkan bahwa elit-elit politik
bagi pemeluk agama untuk ditempati memandang rumah Ibadah sebagai salah
sebagai tempat pemujaan kepada Tuhan satu sumber suara potensial yang
sesuai dengan keyakinan masyarakat. dibutuhkan dalam kompetisi pemilihan
Rumah ibadah seharusnya bebas dari kepemimpinan. Hal ini dapat dipahami
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang karena rumah Ibadah adalah tempat massa
tidak sejalan dengan ajaran agama berkumpul dan dapat dimobilisasi melalui
termasuk kegiatan politik praktis. Akan tokoh-tokoh agama. Dalam hal ini
tetapi para aktor atau elit memandang masyarakat sebagai objek politik dari elit-
bahwa rumah ibadah adalah tempat massa
46

elit politik diikat secara moral dalam tiga masyarakat yang dikuasainya. Begitu juga
bentuk yaitu: masyarakat yang dikuasainya, datang dan
Pertama, masyarakat sebagai anggota duduk mendengar serta duduk
jemaat, telah mendapat sumbangan dari menyelesaikan masalah mereka itu di
elit-elit politik untuk digunakan dalam tempat penguasa itu tinggal (Tangdilintin,
membangun atau merenovasi rumah 1985 : 47).
Ibadah (investasi terselubung). Kedua, Secara umum Tongkonan dapat
jemaat bila kembali ke tengah-tengah berfungsi sebagai tempat berkumpul dan
keluarga, mendapat bantuan keuangan mendengarkan penerangan/perintah adat
langsung dari elit-elit politik (dibayar) agar dari pemangku adat di Tongkonan itu serta
memberikan suara pilihannya kepada yang tempat melaksanakan ritual pesta adat dan
memberi sumbangan. Ketiga, anggota upacara penguburan. Masyarakat kelas
jemaat sebagai bagian dari komunitas menengah ke atas bila meninggal, biasanya
umum mendapat bantuan dari elit-elit disimpan dalam rumah adat menunggu
politik untuk pembangunan desa atau kota. keluarganya untuk berkumpul dan
Semua jenis bantuan ini secara politis memutuskan waktu yang tepat untuk
mengikat masyarakat untuk memberikan melaksanakan ritus penguburan.
suaranya kepada calon pemimpin tersebut Rumah adat (tongkonan) sering
pada pemilihan kepemimpinan yang akan dimanfaatkan sebagai tempat kampanye
dilaksanakan. secara terselubung melalui syukuran yang
dilaksanakan oleh elit-elit politik
c. Pemanfaatan Simbol Budaya sebagai menjelang pemilihan Legislatif atau
Instrumen Politik pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Pesta
Salah satu simbol budaya yang sering yang dilangsungkan calon atau tokoh
digunakan sebagai alat politik oleh elit-elit politik di tongkonan tersebut tidak
politik lokal adalah rumah adat memungut biaya dari anggota keluarga
(Tongkonan). Dulunya Tongkonan lainnya, namun semuanya ditanggung oleh
dibentuk pada waktu penguasa-penguasa calon atau tokoh politik itu sendiri. Karena
dari luar Toraja menguasai daerah dan semua biaya ditanggung sendiri, maka
menduduki Tana Toraja serta menentukan segala tata cara dan aturan juga ditentukan
tempat tinggalnya atau rumahnya sebagai oleh calon atau tokoh politik itu sendiri.
tempat memberi perintah kepada Masyarakat diuandang untuk hadir dan
47

menikmati makanan sambil mendengarkan Kekuatiran sebagian masyarakat akan


pesan-pesan calon atau tokoh tersebut. terjadinya perpecahan baik budaya maupun
Aktor atau elit lokal juga melakukan persatuan dan kesatuan masyarakat adalah
pendekatan ke masyarakat dengan cara hal yang wajar. Pemekaran akan
menelusuri silsialh keluarga dari rumah memperkuat pendikotomian antara
adat tersebut. masyarakat bagian Utara dan masyarakat di
bagian Selatan bahkan dapat menimbulkan
• Pemekaran Sebagai Perwujudan sentimen kedaerahan. Dengan demikian
Tujuan Politik sebutan “Tondok Lepongan Bulan Tana
Matari’ Allo” (masyarakat yang terbingkai
Pemekaran Tana Toraja diawali dari
dalam suatu kebulatan hidup bersama yang
berbagai pertentangan politik oleh elit-elit
diikat oleh semangat persatuan dan kesatuan
politik yang pro pemekaran dan yang
yang kokoh dan damai di bawah sorotan
kontra pemekaran. Elit-elit yang pro
sinar matahari) hanyalah merupakan simbol
pemekaran dengan giat melakukan lobi-
bahwa masyarakat Toraja pernah bersatu
lobi politik dan berbagai pendekatan secara
padu. Hal lain yang dikuatirkan oleh
intensif kepada masyarakat untuk
masyarakat yang kontra pemekaran adalah
melakukan sosialisasi tentang alasan
munculnya koruptor-koruptor baru di
pemekaran.
daerah karena dalam proses pemilukada
Elit-elit lokal yang tergabung dalam pro
tidak sedikit modal yang dihabiskan oleh
pemekaran memandang bahwa pemekaran
pemangku jabatan dalam memperebutkan
daerah adalah solusi terbaik dalam
posisi puncak.
mempercepat pembangunan daerah dalam
Pro dan kontra terhadap pemekaran di
rangka peningkatkan kesejahteraan rakyat.
Toraja adalah merupakan bagian dari
Belajar dari kegagalan pembentukan
dinamika sistim demokratisasi yang sudah
Provinsi Luwu Raya (Luwu Toraja) karena
berjalan baik dalam masyarakat.
adanya perbedaan kepentingan politik oleh
Masyarakat yang tidak setuju dengan
elit-elit politik dan perbedaan budaya.
pemekaran sudah dapat mengekspresikan
Kekuatiran sekelompok masyarakat Luwu
penolakannya secara langsung melalui
akan terjadinya perubahan budaya bila
berbagai argumen yang rasional. Begitu
bergabung dengan Toraja dalam suatu
juga dengan masyarakat yang
Provinsi adalah hal yang menjadi perhatian
mengiinginkan pemekaran memandang
oleh elit-elit lokal di Toraja.
48

bahwa pemekaran ini sangat penting untuk elit-elit politik lokal untuk tujuan politik
kemajuan masyarakat. baik untuk mencari identitas diri atau
. prestise keluarga, maupun untuk
KESIMPULAN mendapatkan posisi kepemimpinan dalam
Masyarakat Toraja memaknai budaya masyarakat.
khususnya ritus pesta adat (rambu tuka’) Pada umumnya elit-elit poltik
dan ritus upacara penguburan (rambu menggunakan berbagai cara untuk
solo’) sebagai wujud pengabdian dan rasa memanipulasi budaya dalam mewujudkan
cinta kasih oleh anak cucu terhadap orang ambisi pribadi atau kelompoknya sebagai
tua yang meninggal dunia. Ritual seperti figur yang patut dijadikan teladan oleh
ini merupakan kewajiban yang tidak bisa masyarakat. Akibatnya budaya tidak lagi
dihindari dalam kehidupan Masyarakat mencerminkan kemurnian dan kesakralan
Toraja. Salah satu faktor yang memotivasi terutama pada ritus upacara penguburan
masyarakat Toraja untuk bekerja keras dan (rambu solo’) sebagai bentuk wujud cinta
mengumpulkan uang lebih banyak di luar kasih dan pengabdian anak cucu kepada
Toraja (di rantau) adalah karena adanya orang tuanya yang telah meninggal.
ritual pesta adat (rambu tuka’) dan ritual Bahkan budaya dan politik sudah sulit
upacara penguburan (rambu solo’). dipisahkan, karena dalam kegiatan politik
Besarnya biaya yang harus disiapkan oleh selalu memanfaatkan budaya untuk
keluarga dalam melaksanakan pesta adat mewujudkan tujuan politiknya.
atau upacara penguburan, sehingga Begitu juga dalam pemanfaatan rumah
membutuhkan waktu yang panjang untuk Ibadah (Gereja dan Mesjid) untuk tujuan
mencari dan mengumpulkan modal hingga politik, para tokoh agama menyayangkan
mencukupi kebutuhan pelaksanaan ritual perilaku berpolitik oleh elit-elit politik
tersebut. yang berlindung dalam Ibadah, karena
Meningkatnya pengetahuan, ekonomi, sambil beribadah juga mereka menjalankan
dan politik masyarakat, maka dalam kegiatan politiknya baik melalui
pelaksanaan ritual pesta adat (rambu tuka’) sumbangan langsung maupun dengan
maupun upacara penguburan (rambu solo’) meminta waktu untuk menyampaikan
juga mengalami perubahan. Bahkan pesan-pesan politknya dalam rumah
budaya Toraja khususnya pesta adat dan Ibadah. Hal ini menggugah keprihatinan
upacara penguburan telah digunakan oleh dari berbagai kalangan baik dari tokoh
49

masyarakat maupun dari pakar pendidikan Indonesian Local Politics ( a case


study of the 2005 Regional
bahwa budaya seharusnya terpisah dari
Elections in Gowa, South
kegiatan politik. Salah satu wujud dari Sulawesi).
perjuangan politik oleh elit-elit lokal di
Dera, M., Yasi et al. 1996. Aluk Rambu
Kabupaten Tana Toraja adalah pemekaran Solo’ dan Persepsi Orang Kristen
Terhadap Rambu Solo’, Pusbang
Kabupaten Toraja Utara, yang dalam
Gereja Toraja Tana Toraja.
prosesnya penuh diwarnai manipulasi
Greetz, Clifford. 1995. Kebudayaan dan
budaya setempat oleh elit-elit yang
Agama, Refleksi Budaya Kanisius,
bersaing. Yogyakarta.

Huntington, P., Samuel. 2004. Tertib


Politik Pada Masyarakat yang
sedang berkembang (Edisi
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia), RjaGrafindo Jakarta.

Ihromi, T.O. 1984. Pokok-Pokok


Abdullah, Irwan. 2007. Konstruksi dan
Antropologi Budaya, Gramedi,
Reproduksi Kebudayaan, Pustaka
Jakarta.
Pelajar, Yogyakarta.
Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian
Almond A., Gabril, dan Verba, Sydney.
Kualitatif, Gaung Persada (GP
1990. Budaya Politik: Tingkah laku
Press Jakarta.
Politik dan Demokrasi di Lima
Negara, Bumi Aksara, Jakarta.
Kalua, R. Adrial, dkk. 2010. Sejarah, Adat,
dan Budaya Toraja di Tallu
Amal, Ichlasul dan Armawi, Armaidy.
Lembangna, Tallu Lembangna,
1995. Sumbangan Ilmu Sosial
Tana Toraja.
terhadap Konsepsi Ketahanan
Nasional, Gadjah Mada University
Koentjaraningrat. 2007. Manusia dan
Press, Yogyakarta.
Kebudayaan di Indonesia,
Djambatan, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Kobong, Theodorus. 2002. Injil dan
Praktik, Rineka Cipta Jakarta.
Tongkonan, BPK Gunung Mulia,
Jakarta.
Bararuallo, Frans. 2010. Kebudayaan
Toraja, Masa Lalu, Masa Kini, dan
______, et al. 1992. Aluk, Adat dan
Masa Mendatang, Universitas Atma
Kebudayaan Toraja dalam
Jaya Jakarta.
Perjumpaan dengan Injil, Pusbang
Gereja Toraja. Tana Toraja.
Beilharz, Peter. 2005. Teori-Teori Sosial,
Pustaka Pelajar Yogyakarta.
Nordholt, H. Sculte dan Klinken, Van
Gery. 2009. Politik Lokal di
Buehler, Michael and Tan, Paige. 2007.
Party-Candidate Relationships in
50

Indonesia, Yayasan Obor Budaya dan Era Globalisasi


Indonesia, Jakarta. (Bunga Rampai), Wacha Widia
Perdana, Jakarta.
Palebangan, B., Frans. 2007. Aluk, Adat,
dan Adat-Istiadat Toraja, Sulo Susanto, S., Astrid. 1983. Pengantar
Rantepao, Tana Toraja. Sosiologi dan Perubahan Sosial,
Binacipta Jakarta.
Pasanda, A., Arrang. 1995. Pongtiku
Pahlawan Tana Toraja, Pejuang Syaukani., Gaffar, Afan dan Rasyid, M.,
Anti Kolonialisme Belanda 1905- Ryaas. 2009, Otonomi Daerah
1907, Fajar Baru Sinarpratama, dalam Negara Kesatuan, Pustaka
Tana Toraja. Pelajar Offset, Yogyakarta.

Raru, G.G. dkk. 2009. Rekam Jejak Tangdilintin, L.T. 1985. Tongkonan
Pembentukan Kabupaten Toraja (Rumah Adat) Arsitektur & Ragam
Utara, Pemda Tana Toraja. Hias Toraja, Yayasan Lepogan
Bulan (YALBU), Tana Toraja.
Rodee, C., Carlton, dkk. 2009. Pengantar
Ilmu Politik, RajaGrafindo Persada Zuro, R., Siti dan Kawan-Kawan. 2009.
Jakarta. Demokrasi Lokal, Perubahan dan
Kesinambungan Nilai-Nilai Budaya
Soeaidy, Saleh, M. 2007. Otonomi Daerah Politik Lokal, di Jawa Timur,
dan Resolusi Konflik Pusat- Sumatera Barat, Sulawesi Selatan
Daerah; dalam Desentralisasi dan dan Bali Ombak, Yogyakarta.
Otonomi daerah, LIPI Press,
Jakarta. ---------. 2011. Model Demokrasi lokal,
Jawa Timur, Sumatera Barat,
Soekanto, Soerjono. 1984. Teori Sosiologi
tentang Pribadi dalam Masyarakat, Sulawesi Selatan, dan Bali, THC
Ghalia Indonesia.
Mandiri Jakarta.
Sudarsono, Juwono dan Ruwiyanto,
Wahyudi. 1999. Reformasi Sosial

Anda mungkin juga menyukai