SI-3131
Dosen :
Asisten :
15008108
Disusun Oleh:
Fristy Tania
15009107
2011
Disusun Oleh:
Fristy Tania
15009107
Asisten,
NIM. 15008108
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir tugas besar ini
dengan sebaik-baiknya. Laporan akhir ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan mata
kuliah SI-3131 Irigasi dan Bangunan Air pada semester satu Tahun Pelajaran 2011-2012 ini.
Dalam menyusun laporan akhir ini ini, penulis mendapatkan dukungan, baik secara
moral maupun materi dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan keluarga penulis yang senantiasa
memberikan dorongan dan doa, Teuku Radenal Amir sebagai asisten tugas besar yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis, serta pihak-pihak lain yang telah berperan serta
dalam penyelesaian laporan akhir ini.
Seperti kata pepatah <Tak Ada Gading yang Tak Retak=, penulis menyadari bahwa
laporan akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas saran dan kritiknya, penulis mengucapkan terima
kasih.
Penulis,
Fristy Tania
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan............................................................................................................1-1
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
Pertanian merupakan bidang yang sangat krusial dalam pemenuhan kebutuhan pangan
penduduk yang semakin bertambah dari tahun ke tahun. Dalam hal ini, produkifitas lahan
dan air merupakan aspek dari pertanian yang paling utama. Air diperlukan mulai dari masa
penyiapan lahan hingga masa sebelum panen tiba. Kebutuhan air di persawahan pada
dasarnya mengandalkan ketersediaan air hujan. Namun terkadang air hujan belum tentu
bisa mencukupi kebutuhan air yang diperlukan tanaman. Contohnya pada saat musim
kemarau, tanaman akan mengalami kesulitan mendapatkan air hujan. Oleh karenanya
diperlukan suatu cara pengelolaan air hujan yang dapat mengatasi masalah tersebut.
Seiring dengan perkembangan teknologi pertanian serta kenyataan bahwa varietas tanaman
modern menuntut pengelolaan air secara tepat guna, maka seluruh sarana dan prasarana di
daerah-daerah pertanian harus dikembangkan. Untuk lahan pertanian yang baru dibuka,
perencanaan maupun pembangunan jaringan irigasi dan bangunan air harus diperhatikan
sebaik mungkin. Sedangkan lahan pertanian yang masih ada di sekitar pemukiman harus
tetap mendapatkan air agar bisa diolah. Sistem irigasi merupakan salah satu cara yang
digunakan untuk menjamin ketersediaan air bagi tanaman di lahan pertanian. Irigasi yang
dilakukan adalah dengan membendung aliran suatu sungai agar airnya bisa dilimpahkan ke
petak-petak sawah melalui jaringan irigasi.
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang, maksud dan tujuan, ruang
lingkup pembahasan, dan sistematika penulisan.
Dalam bab ini terdapat dasar teori tentang sistem irigasi, teori perencanaan yang
melingkupi petak irigasi, bangunan air dan saluran, teori perhitungan ketersediaan air,
teori kebutuhan air, serta teori keseimbangan air.
Dalam bab ini dijelaskan mengenai lokasi aliran Sungai Ciberes, luas DAS, topografi, data
curah hujan, dan data klimatologi yang digunakan.
Dalam bab ini akan dijelaskan sistem irigasi yang melingkupi peta DAS, skema
bangunan, ketersediaan air, kebutuhan, evaluasi keseimbangan.
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai perhitungan dimensi saluran dan tinggi muka
air yang dibutuhkan dalam sistem irigasi ini.
Dalam bab ini terdapat kesimpulan tentang sistem irigasi daerah Ciberes dan saran yang
diperlukan dalam pengembangan laporan ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Irigasi adalah suatu teknik atau usaha penyediaan, pengaturan, dan penyaluran air dari
suatu sumber air permukaan (sungai, danau, rawa, waduk) ke suatu lahan pertanian atau
lahan budidaya lainnya sesuai kebutuhan tanaman (tepat guna), secara teratur dan tepat
waktu.
Tujuan utama irigasi adalah mengendalikan sistem pemberian air dan pembuangan air dari
sungai dari petak-petak sawah. Selain tujuan tersebut, terdapat beberapa tujuan akan
pentingnya sistem irigasi, diantaranya:
1. Membasahi tanah
Pembasahan tanah dengan menggunakan air bertujuan untuk memenuhi kekurangan
air selama tidak ada atau sedikit curah hujan
2. Merabuk tanah
Membasahi tanah dengan air sungai yang banyak mengandung mineral.
4. Membersihkan tanah
Hal ini bertujuan menghilangkan hama tanaman seperti ulat, tikus, serangga dan lain-
lain.
5. Kolmatase
Merupakan usaha meninggikan muka tanah melalui proses pengendapan bahan-bahan
suspensi dari sungai.
Tanah akan tergenangi oleh air irigasi, hal ini mengakibatkan terjadinya perembesan
yang akhirnya menyebabkan naiknya permukaan air tanah. Dengan naiknya muka air
tanah maka debit sungai pada musim kemarau akan naik.
Sumber air irigasi ada lima sumber, dapat juga dikatakan sumber air bagi pertanian, yaitu:
1. Presipitasi
2. Air atmosfer selain presipitasi
3. Air banjir
4. Air tanah
5. Air irigasi
Salah satu dari sumber diatas tidak boleh diabaikan dalam menentukan perkiraan
kebutuhan air irigasi. Kegagalan maupun kesalahan dalam perhitungan proporsi air bagi
tanaman dapat menyebabkan kegagalan perencanaan irigasi.
Sistem gravitasi merupakan sistem irigasi yang sumber air diambil dari air yang
ada dipermukaan bumi, yaitu dari sungai, waduk, dan danau di dataran tinggi.
Pengaturan dan pembagian air irigasi menuju ke petak-petak yang membutuhkan
air dilakukan secara gravitasi.
b. Sistem pompa
Tipe irigasi ini digunakan apabila pengambilan air secara gravitasi tidak layak
dan membutuhkan biaya yang jauh lebih banyak serata tidak dapat secara teknis.
Sistem ini menggunakan pompa untuk mengambil air dari sumbernya seperti
sungai dan waduk.
c. Sistem pasang surut
Irigasi pasang surut adalah suatu tipe irigasi yang memanfaatkan pengempangan
air sungai akibat peristiwa pasang surut air laut. Daerah yang direncanakan untuk
tipe irigasi ini adalah daerah yang mendapat pengaruh langsung dari peristiwa
pasang surut air laut.
Klasifikasi jaringan irigasi bila ditinjau dari cara pengaturan, pengukuran aliran air dan
fasilitasnya, dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu teknis, semi teknis dan sederhana.
Di dalam irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur sehingga air lebih akan
mengalir ke saluran pembuang. Persediaan air berlimpah dan kemiringan berkisar anata
sedang dan curam. Sehingga tidak diperlukan teknis dalam pembagian air.
Pada jaringan ini terdapat beberapa kelemahan, antara lain; adanya pemborosan air,
terdapat banyak pengendapan, pembuangan biaya akibat jaringan dan penyaluran yang
harus dibuat oleh masing – masing desa, umur bangunan penangkap air berumur pendek
karena tidak permanen.
Pada jaringan teknis, saluran pembawa dan saluran pembuang telah benar – benar
terpisah. Pembagian air pada jaringan teknis adalah paling efisien dengan
mempertimbangkan waktu merosotnya persediaan air. Pada jaringan ini dimungkinkan
adanya pengukuran aliran.
Untuk mengaliri dan membagi air irigasi, dikenal empat cara utama, yaitu:
Pemberian air lewat permukaan tanah, yaitu pemberian air irigasi melalui
permukaan tanah. Cara pemberian air melalui permukaan tanah seperti; wild
flooding, free flooding, check flooding, border strip method, zig zag method,
bazin method, dan furrow method.
Pemberian air irigasi melalui bawah permukaan tanah, yaitu pemberian air irigasi yang
menggunakan pipa dengan sambungan terbuka atau berlubang – lubang, yang ditanam
3 – 100 cm di bawah permukaan tanah.
Pemberian air irigasi dengan pancaran, yaitu cara pemberian air irigasi dalam bentuk
pancaran dari suatu pipa berlubang yang tetap atau berputar pada sumbu vertikal.
Pemberian air dengan cara tetesan, yaitu pemberian air melalui pipa, dimana pada
tempat – tempat tertentu diberi perlengkapan untuk jalan keluarnya air agar
menetes pada tanah. Cara pemberian air irigasi semacam inipun belum lazim di
Indonesia.
Petak irigasi adalah daerah-daerah yang akan dialiri dari sumber air, baik dari waduk
maupun langsung dari sungai, melalui suatu bangunan pengambilan yang bisa berupa
bendung, rumah pompa, atau pengambilan bebas. Perencanaan petak sawah yang
dilakukan adalah perencanaan luas dan batas petak tersier serta tempat penyadapan
airnya.
Petak irigasi dapat dibagi menjadi 3 jenis:
a. Petak primer, yaitu petak atau gabungan petak-petak sekunder yang mendapat air
langsung dari saluran induk. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang
mengambil airnya langsung dari sumber air. Daerah di sepanjang saluran primer
sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari saluran
sekunder. Apabila saluran primer melewati sepanjang garis tinggi, daerah saluran
primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari saluran primer.
b. Petak sekunder, yaitu kumpulan dari beberapa petak tersier yang mendapat air
langsung dari saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari
bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak
sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas, misalnya
saluran pembuang. Luas petak sekunderr bisa berbeda-beda tergantung dari
situasi daerah. Saluran sekunder sering terletak di punggung medan, mengairi
kedua sisi saluran hingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran
sekunder boleh juga direncanakan sebagai saluran garis tinggi yang mengairi
lereng-lereng medan yang lebih rendah saja.
c. Petak tersier, yaitu petak-petak sawah yang mendapat air dari saluran tersier.
Biasanya daluran tersier mendapat air dari bangunan bagi pada saluran sekunder.
Perencanaan dasar yang berkenaan dengan unit tanah adalah petak tersier. Petak
ini menerima air irigasi yang dialirkan dan ddiukur pada bangunan sadap tersier
yang menjadi tanggung jawab dinas pengairran, Bangunan sadap tersier
mengalirkan airnya ke saluran tersier.
Di petak tersier, pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab
petani yang bersangkutan, dibawah bimbingan pemerintah, Ini juga menentukan
ukuran petak tersier. Petak yang terlampau besar akan mengakibatkan pembagian air
tidak efisien. Faktor-faktor penting lainnya adalah jumlah petani dalam satu petak , jenis
tanaman dan topografi. Di daerah-daerah yang ditanami padi, luas petak ideal adalah 60
sampai 100 hektar kadang-kadang sampai 150 hektar.
Petak tersier harus terletak langsung berbatasann dengan saluran sekunder atau primer.
Perkecualian kalau petak-petak tersier tidak secara langsung terletak di sepanjang
jaringan irigasi utama yang dengan demikianmemerlukan saluran muka tersier yang
membatasi petak-petak tersier lainnya, Hal ini harus dihindari. Panjang saluran tersier
sebaiknya kurang dari 1500 meter, tetapi dalam kenyataan kadang-kadang panjang
saluran ini mencapai 2500 meter. Panjang saluran kuarter lebih baik dibawah 500
meter, tetapi pada prakteknya kadang-kadang sampai 800 meter.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan petak, yaitu :
Petak mempunyai batas yang jelas pada tiap petak sehingga terpisah dari petak tersier
yang lain dan sebagai batas petak adalah saluran drainase.
Bentuk petak sedapatnya bujur sangkar, usaha ini untuk meningkatkan efisiensi.
Tanah dalam suatu petak tersier sedapat mungkin haarus dapat dimiliki oleh satu desa
atau paling banyak tiga desa.
Desa, jalan, sungai diusahakan menjadi batas petak
Tiap petak harus dapat menerima atau membuang air, dan gerak pembagi ditempatkan
di tempat tertinggi.
Petak tersier harus diletakkan sedekat mungkin dengan saluran pembawa ataupun
bangunan pembawa.
Air irigasi disalurkan dari sumber air ke petak-petak sawah yang direncanakan dan air
buangan dari petak-petak sawah tersebut disalurkan melalui saluran pembuangan.
Saluran penyalur dan pembangunan ini merupakan saluran atau jaringan irigasi. Dilihat
dari fungsinya saluran irigasi dapat dibagi atas :
a. Saluran pembawa
Saluran pembawa berfungsi membawa air dari sumber ke petak sawah yang akan
diairi. Dilihat dari tingkat percabangannya, saluran pembawa dibagi menjadi 3
jenis:
Saluran primer
Dari saluran primer air disadap oleh saluran-saluran sekunder untuk mengairi
daerah-daerah yang sedapat mungkin dikitari oleh saluran -saluran alam yang
dapat digunakan untuk membuang air hujan dan air yang kelebihan. Jadi luas
petaknya tergantung pada keadaan tanah juga jalan kereta api, jalan raya yang
dapat merupakan batas-batas yang juga dapat sekaligus berfungsi sebagai saluran
inspeksi dari saluran sekunder. Untuk mengairi petak sekunder yang jauh dari
bangunan penyadap, kita gunakan saluran muka supaya tidak perlu membuat
bangunan penyadap.
Fungsi utama dari saluran sekunder adalah membawa air dari saluran primer dan
membagikannya ke saluran tersier. Sedapat mungkin saluran pemberi merupakan
saluran punggung sehingga dengan demikian kita bisa membagi air pada kedua
belah sisi.. Dalam silangan dengan jalan raya atau jalan kereta api maupun yang
lain sedapat mungkin sedikit bangunan saja. Biasanya dibutuhkan bangunan
terjun atau selokan-selokan dengan saluran curam.
Saluran tersier
Fungsi utamanya adalah membawa air dari saluran sekunder dan membagikannya ke
petak-petak sawah. dengan luas petak maksimal adalah 150 Ha. Jika saluran tersier
disadap dari saluran sekunder yang merupakan saluran garis tinggi maka saluran tersier
dapat mengalirkan air dalam dua arah.
b. Saluran pembuang
Fungsinya adalah membuang air yang berlebihan dari petak-petak sawah ke sungai.
Biasanya digunakan saluran lembah yaitu saluran yang memotong atau melintang
terhadap garis tinggi sedemikian rupa hingga melewati titik terendah dari daerah
sekitarnya. Jadi saluran lembah melalui lembah dari ketinggian tanah setempat.
Nama-nama yang diberikan unuk petak, saluran, bangunan air dan daerah irigasi
haruslah jelas, pendek dan tidak mempunyai taksiran ganda. Nama-nama yang dipilih
dibuat sedemikian sehingga jika dibuat bangunan baru, kita tidak perlu mengubah semua
nama yang sudah ada.
a. Daerah irigasi
Nama yang diberikan sesuai dengan nama daerah setempat atau desa terdekat
dengan jaringan bangunan utama atau sungai yang airnya dibendung. Apabila ada
dua pengambilan atau lebih, maka daerah irigasi tersebut sebaiknya diberi nama
sesuai dengan desa-desa terdekat di daerah layanan setempat.
b. Jaringan irigasi utama
Saluran primer sebaiknya diberi nama sesuai dengan daerah irigasi yang dilayani.
Saluran sekunder diberi nama sesuai dengan nama desa dimana petak sekunder
berada. Petak sekunder sebaiknya diberi nama sesuai dengan nama saluran
sekundernya.
c. Jaringan irigasi tersier
Petak tersier diberi nama sesuai bangunan sadap tersier dari jaringan utama.
2.5 Bangunan Air
a. Bangunan utama
pengolak dengan peredam energi satu atau dua pengambilan utama, pintu bilas,
kolam olakan dan (jika diperlukan) kantong lumpur, tanggul banjir dan bangunan
pelengkap.
Bendung atau bendung gerak
Bendung (Weir) atau bendung gerak (Barrage) dipakai untuk meninggikan muka
air di sungai sampai ketinggian yang diperlukan agar air dapat dialirkan ke
saluran irigasi dan petak tersier.
Pengambilan bebas
Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat di tepi sungai yang mengalirkan
air sungai ke dalam jaringan irigasi, tanpa mengatur ketinggian muka air sungai.
Pengambilan dari waduk
Waduk (Reservoir) digunakan untuk menampung air irigasi pada waktu terjadi
surplus air di sungai agar dapat dipakai sewaktu-waktu kekurangan air.
Stasiun Pompa
Bangunan bagi terletak di saluran primer dan sekunder pada suatu titik cabang dan
berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih. Sedangkan bangunan
sadap tersier mangalirkan air dari saluran primer atau sekunder ke saluran tersier
penerima. Bangunan bagi dan sadap mungkin digabung menjadi suatu rangkaian
bangunan.
Box-box di saluran tersier membagi aliran untuk dua saluran atau lebih (tersier,
subtersier, dan kuarter).
Aliran akan diukur di hulu (udik) saluran primer, di cabang saluran jaringan primer dan
di bangunan sadap sekunder maupun tersier. Peralatan ukur dapat dibedakan menjadi
alat ukur aliran batas bebas (free overflow) dan alat ukur bangunan bawah (underflow).
Beberapa dari alat-alat pengukur dapat juga dipakai untuk mengatur aliran air.
Peralatan berikut dianjurkan pemakaiannya :
Untuk aliran besar, alat ukur ambang lebar dipakai untuk pengukuran dan pintu
sorong atau radial untuk alat pengatur.
Pintu Romijn atau jika fluktuasi di saluran besar, dapat dipakai alat ukur Crump-de
Gruyter.
d. Bangunan pembawa
Bangunan pembawa berfungsi untuk membawa air dari ruas hulu ke ruas hilir saluran
aliran melalui bangunan ini bisa superkritis atau subkritis.
Bangunan terjun
Dengan ini, menurunnya muka air (dengan tinggi energi) dipusatkan di satu tempat.
Got miring
Dibuat bila trase saluran terlewati luas medan dengan kemiringan tajam dan
jumlah perbedaan tinggi energi yang besar.
Gorong-gorong
Dipasang di tempat-tempat dimana saluran lewat di bawah bangunan (jalan, rel KA,
dsb) atau bila pembuang lewat di bawah saluran.
b2
EL4 EL5
EL3 EL2
EL1
b1
b3
Gambar 2. 1 Gorong-gorong
Talang
Dipakai untuk mengalirkan air irigasi lewat di atas saluran lainnya, saluran
pembuang alamiah atau cekungan dan lembah-lembah.
Q
i
Sipon
Jembatan Sipon
Yaitu saluran tertutup yang bekerja atas dasar tinggi tekan dan dipakai untuk
mengurangi ketinggian bangunan pendukung di atas lembah yang dalam.
Flume
Ada beberapa tipe yang dipakai untuk mengalirkan air di irigasi melalui situasi-
situai medan tertentu, misalnya :
Flum tumpu (Bench flume) untuk mengalirkan air di sepanjang lereng bukit yang
curam.
Flum elevasi (Elevated flume) untuk menyebrangkan air irigasi lewat di atas
saluran pembuang atau jalan air lainnya.
Flum, dipakai bila batas pembebasan tanah (Rnght of way) terbatas atau jika
bahan tanah tidak cocok untuk membuat potongan melintang saluran
trapezium biasa. 085710013234
Perhitungan kebutuhan air ditujukan untuk mengetahui banyaknya air yang diperlukan
oleh lahan agar dapat menghasilkan secara optimal. Dalam penentuan kebutuhan air
diperhitungkan pula efisiensi dari saluran yang dilalui. Kebutuhan air untuk setiap jenis
tanaman adalah berbeda tergantung pada koefisien tanaman. Ada berbagai unsur yang
mempengaruhi penentuan kebutuhan air yaitu:
a. Evapotranspirasi
dengan:
ET : evapotranspirasi dalam mm/hari
= ( 1 - ) . Rs
Rs = ( 1 - ) . ( 0.25 + n/N ) . Ra
Rnl = f(t).f(ed).f(n/N)
ed : ea . Rh/100
Untuk irigasi tanaman padi, curah hujan efektif bulanan diambil 80% dari curah hujan
rata-rata bulanan dengan kemungkinan tak terpenuhi 20%. Curah hujan efektif ini
didapat dari analisis curah hujan. Adapun analisis curah hujan dilakukan dengan maksud
untuk menentukan :
Jadi yang dimaksud Re adalah curah hujan efektif yang harganya adalah 0.7*R80.
Sedangkan R80 adalah curah hujan dengan kemungkinan 80% terjadi. Cara menentukan
R80 adalah sebagai berikut :
1) Mengumpulkan data curah hujan bulanan selama kurun waktu <N= tahun
dari beberapa stasiun curah hujan yang terdekat dengan daerah rencana
pengembangan irigasi. Minimal diperlukan 3 stasiun curah hujan.
3) Mengurutkan data curah hujan per bulan tersebut dari yang terbesar
hingga terkecil.
4) Mencari R80 dengan acuan R80 adalah data dengan nilai p=80%.
ċ
Rumusan : Ď = × 100%
Ă+1
Dimana
m = nomor urutan
N = jumlah data
p = kemungkinan terjadi.
c. Pola tanam
Dalam membuat pola tanam, yang perlu diperhatikan adalah curah hujan yang
terjadi. Baik curah hujan maksimum ataupun minimum. Dengan melihat kondisi
curah hujan tersebut akan bisa direncanakan berbagai pola tanam dengan masing-
masing keuntungan dan kekurangan.
Biasanya pola tanam yang digunakan adalah pola Unggul – Unggul – Palawija
(UUP), atau Unggul – Unggul – Unggul (UUU). Perbedaan pola tanam akan
mempengaruhi kebutuhan air yang diambil dari bendung.
d. Koefisien tanaman
Perkolasi adalah peristiwa meresapnya air ke dalam tanah dimana tanah dalam keadaan
jenuh. Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Data-data mengenai
perkolasi akan diperoleh dari penelitian kemampuan tanah.
Dari hasil-hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya laju
perkolaasi serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan dan
dianjurkan pemakaiannya. Pada tugas ini digunakan nilai perkolasi rata-rata yaitu 2
mm/hari.
Penggantian lapisan air dilakukan selama setengah bulan pada bulan ke 1,5 dan
bulan ke 2,5. Di Indonesia penggantian air ini sebesar 3.3 mm/hari selama
sebulan.
Untuk petak tersier, jangka waktu yang dianjurkan untuk penyiapan lahan adalah 1.5
bulan. Bila penyiapan lahan terutama dilakukan dengan peralatan mesin, jangka waktu
1 bulan dapat dipertimbangkan.
Kebutuhan air untuk pengolahan lahan sawah (puddling) bisa diambil 300 mm. Ini
meliputi penjenuhan (presaturation) dan penggenangan sawah.
Angka 300 mm diatas mengandaikan bahwa tanah itu bertekstur berat, cocok digenangi
dan bahwa lahan itu belum ditanami selama 2,5 bulan. Jika tanah itu dibiarkan lebih
lama lagi maka diambil 350 mm sebagai kebutuhan air untuk penyiapan lahan.
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan termasuk kebutuhan air untuk persemaian.
Dalam penentuan kebutuhan air, dibedakan yaitu kebutuhan air pada masa penyiapan lahan
dan kebutuhan air pada masa tanam. Penjelasan sebagai berikut:
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum air irigasi
pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk
penyiapan lahan adalah:
Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk menggarap tanah.
Kondisi sosial budaya yang ada di daerah penanaman padi akan mempengaruhi
lamanya waktu yang diperlukan untuk penyiapan lahan. Untuk daerah-daerah
proyek baru, jangka waktu penyiapan lahan akan ditetapkan berdasarkan kebiasaan
yang berlaku di daerah sekitarnya. Sebagai pedoman diambil jangka waktu 1.5 bulan
Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat ditentukan
berdasarkan kedalaman serta porositas tanah di sawah. Untuk perhitungan kebutuhan air
total selama penyiapan lahan digunakan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor
dan Zijlstra (1968). Metode ini didasarkan pada laju air yang konstan l/dt selama periode
penyiapan lahan dan menghasilkan rumus sebagai berikut:
IR = M.ek / (ek - 1)
dengan:
IR = kebutuhan air total dalam mm/hari
M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di
sawah yang sudah dijenuhkan .
M = Eo + P
Eo = 1.1 * Eto
P = perkolasi
K = M.T/S
S = 300 mm
Adapun kebutuhan air total untuk penyiapan lahan sawah dihitung dengan prosedur
sebagai berikut :
a. Menghitung kebutuhan air total seperti yang sudah diterangkan diatas (LP).
DR = ( LP - Re ) / ( 0.64 * 8.64 )
dengan:
0.64 adalah perkalian harga efisiensi saluran tersier, sekunder dan primer.
Menentukan perkolasi (P), jangka waktu penyiapan lahan (T). dan kebutuhan
penjenuhan (S).
Eo = 1.1 * Eto
Menghitung M = Eo + P
Menghitung k = M * T/S
NFR = EtcLP - Re
dengan
EtcLP = ( M * ek)/(ek - 1)
IR = NFR/0.64
DR = IR/8.64 (l/dt/ha)
1) Untuk padi
Secara umum unsur-unsur yang mempengaruhi kebutuhan air pada masa tanam adalah
sama dengan kebutuhan air pada masa penyiapan lahan. Hanya ada tambahan yaitu
penggantian lapisan air.
Setelah pemupukan, diusahakan untuk menjadwalkan dan mengganti lapisan air menurut
kebutuhan. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu maka dilakukan penggantian air
sebanyak 2 kali masing-masing 50 mm (atau 3.3 mm/hari selama 0.5 bulan) selama sebulan
dan 2 bulan setelah transplantasi.
Perhitungan kebutuhan pada masa tanam diuraikan secara mendetail secara berikut
sehingga dapat dilihat perbedaannya pada perhitungan kebutuhan air pada masa penyiapan
lahan, yaitu:
a. Menghitung curah hujan efektif (Re) dengan cara seperti yang sudah diterangkan
diatas.
2) Untuk palawija
Kebutuhan air untuk palawija diperhitungkan dari harga Etc dan Re, dalam hal ini langkah
pengerjaannya sama seperti pada padi. Jadi yang mempengaruhi adalah evapotranspirasi
dan curah hujan efektif saja, tanpa ada perkolasi dan penggantian lapisan air.
Pada palawija, Re yang digunakan adalah Re50, bukan Re80 seperti pada padi.
Pada perencanaan saluran terbuka, dikenal beberapa macam bentuk saluran yaitu saluran
persegi, saluran setengah lingkaran, trapesium, segitiga, dan kombinasi. Untuk
perencanaan irigasi tugas besar ini, nantinya saluran irigasi yang digunakan adalah
saluran dengan penampang trapesium, dan berasal dari tanah. Rumus yang digunakan
adalah rumus Manning. Berikut ini adalah data dan perhitungan yang diperlukan untuk
mendesain saluran irigasi.
a. Luas layanan pada petak sawah (ha), didapat dari peta irigasi.
c. Efisiensi saluran, e. Nilainya akan berbeda untuk saluran primer, sekunder dan
tersier.
Q m n K
0,15 – 0,3 1 1 35
0,3 – 0,5 1 1 – 1,2 35
0,5 – 0,75 1 1,2 – 1,3 35
0,75 – 1 1 1,3 – 1,5 35
1 – 1,5 1 1,5 – 1,8 40
g. Nilai perbandingan b/h, atau disebut juga n, diperoleh dari tabel 2.3.
b
h=
n
k. Luas penampang basah, A, dihitung dengan rumus:
A = h2 (n + m)
l. Keliling basah penampang, P, dihitung dengan rumus:
P = b + 2h 1 + m2
m. Jari-jari hidrolis, R, dihitung dengan rumus:
A
R=
P
n. Kecepatan air, V, dihitung dengan rumus Strickler.
V = k R2/3 I1/2
o. Debit rencana, Q’, dihitung dengan rumus:
Q′ = V A
p. Iterasi dengan menggunakan spreadsheet, dimana Q/Q’ harus sama dengan 1,
dengan mengubah nilai lebar dasar saluran, b.
BAB III
Sungai yang dimanfaatkan untuk mengairi petak sawah daerah irigasi pada tugas ini adalah
sungai Ciberes. Sungai ini terbentang di utara kota Cirebon. Jawa Barat dan bermuara di pantai
utara pulau Jawa. Hulu sungai Ciberes terletak didaerah Ambit dan hilirnya menuju utara pulau
Jawa terus hingga ke laut Jawa. Sungai Ciberes ini merupakan salah satu sungai yang memiliki
peran penting dalam proses irigasi di kota Cirebon.
Pada dasarnya DAS merupakan daerah dimana air mengalir menuju ke sungai yang berada di
daerah tersebut. Titik-titik yang menjadi batas DAS biasanya merupakan titik-titik tinggi yang
membatasi perbedaan ketinggian dari suatu daerah tertentu. Dengan menggunakan
planimetri, telah didapatkan luas DAS sungai Ciberes adalah 11.225 km2.
Data curah hujan yang tercatat oleh stasiun pengukuran hujan sangat dibutuhkan dalam
perancangan irigasi. Diperlukan tiga stasiun pengukuran hujan terdekat dari DAS yang
sungainya akan dijadikan sebagai sumber air utama bagi saluran irigasi. Tiga stasiun tersebut
harus mampu merepresentasikan DAS Ciberes. Dalam hal ini, tiga stasiun yang telah
ditentukan adalah sebagai berikut:
1. Stasiun Cihirup
Stasiun ini berlokasi di selatan DAS Ciberes dan terletak pada ketinggian 187 m dari
permukaan laut. Stasiun ini memiliki kode 84a dan memiliki luas daerah pengaruh pada
DAS Ciberes sebesar 0.842 km2.
Ć1 × Ć2 Ć1 × Ć3
+ +⋯
Ć2 Ć3
Ć1 =
Č
Dengan;
R1 = Data curah hujan stasiun 1 R1 = rerata curah hujan stasiun 1
R2 = Data curah hujan stasiun 2 R2 = rerata curah hujan stasiun 2
R3 = Data curah hujan stasiun 3 R3 = rerata curah hujan stasiun 3
n = Jumlah stasiun hujan
BAB IV
10 tahun, ternyata terdapat ketidaklengkapan data (data hilang). Oleh karena itu, data curah
hujan yang hilang harus dicari terlebih dahulu.
Ć1 × Ć2 Ć1 × Ć3
+ +⋯
Ć2 Ć3
Ć1 =
Č
Dengan,
R 1 , R 2 , R 3 = rerata stasiun 1 yang dicari
n = jumlah stasiun selain stasiun yang dicari
R 1 , R 2 , R 3 = curah hujan masing − masing stasiun
Apabila data salah satu stasiun tersebut hilang semuanya dalam satu tahun, maka perbaikan
data curah hujan dapat dilakukan dengan mencari rata-rata jumlah curah hujan pada stasiun
yang sama tiga tahun sebelumnya.
Contoh perhitungan pada bulan Febuari tahun 1974 di Stasiun hujan Tersana Baru:
Ć1 × Ć2 Ć1 × Ć3
+ +⋯
Ć2 Ć3
Ć1 =
Č
ĆĒăĐđÿČÿ × ĆĄăĀ ĆĒăĐđÿČÿ × ĆĄăĀ ĈÿĒć
āć ĆćĐēĎ đăăČą
+
Ćāć ĆćĐēĎ ĆĈÿĒć đăăČą
ĆĄăĀ ĒăĐđÿČÿ =
3
204.43 × 405 204.43 × 335
+
ĆĄăĀ = 192.5 180.92
ĒăĐđÿČÿ
3
R ĆĄăĀ ĒăĐđÿČÿ = 404 ċċ
dengan
A1, A2, A3 : luas DAS yang dipengaruhi masing-masing stasiun
R1, R2, R3 : data curah hujan pada masing-masing stasiun
dengan
R1, R2. R3 : data curah hujan pada masing-masing stasiun
N : banyaknya curah hujan
Tabel curah hujan yang telah diperbaiki dan rerata regional metoda thiessen dan aritmatik
dilampirkan pada lampiran A yang disertakan di lembar lampiran.
Selain itu, untuk data curah hujan yang bernilai nol, tidak perlu diikutkan dalam perhitungan
error checking.
Setelah diperoleh error checking Thiessen dan aritmatik untuk masing-masing tahun, jumlahkan
nilai error Thiessen tersebut, dan juga jumlahkan total error aritmatiknya. Metode yang lebih
bagus digunakan adalah metode yang memiliki error checking yang nilainya lebih kecil,
4.1.5 Mencari R80 dan Q80 (Probabilitas curah Hujan 80% dan debit 80%)
Mencari R80 dapat dilakukan dengan interpolasi tabel.
Q80 dapat dihitung menggunakan metode rasional, yaitu :
ą = ÿĀý
dengan
C = koefisien pengaliran
I = intensitas hujan
A = luas daerah tangkapan hujan (DTH/DAS)
Data yang digunakan dalam menetukan curah hujan efektif adalah curah hujan dari stasiun yang
letaknya paling dekat dengan petak sawah. Dalam hal ini stasiun Jati Seeng merupakan stasiun
yang letaknya paling dekat dengan petak sawah daerah Sungai Ciberes.
Data curah hujan dari stasiuntersebut kemudian diurutkan serta dicari nilai probabilitynya
menggunakan metode Weilbull.
Dengan,
P = Probabilitas (%)
n = Jumlah Data
m = Rangking
Kemudian, setelah data curah hujan tersebut diurutkan menurut rankingnya dan dicari
probailitasnya, tentukan nilai R50 serta R80 dari interpolasi tabel tersebut. Setelah itu, tentukan
nilai curah hujan efektif harian dengan mengalikan konstanta efektivitas 0,7 dan mengubah
satuan hujannya ke dalam mm/hari (dengan membaginya dengan 30)
Contoh perhitungan Eto dengan cara Penman Modifikasi untuk bulan Januari :
a. Diketahui data klimatologi:
Temperatur : T =25.52°C
Kelembaban udara : Rh = 84.75%
Penyinaran matahari : n/N = 50%
Kecepatan angin : U = 5.86 knots = 260.34 km/hari
b. Tekanan uap jenuh (ea). Dengan data temperatur 25.52oC, di dapatkan nilai ea
melalui interpolasi sebesar 32.693 mbar
c. Faktor penimbang suhu dan elevasi daerah (W) didapat dari interpolasi sebesar 0.73
h. Dengan data :
Koordinat 06041'LS 108033'BT, penyinaran matahari (n/N) = 50%
maka, nilai Ra dapat dicari dengan menginterpolasikan yaitu sebesar 15.8615
mm/hari
Ćđ = 7.93 ċċ/ĆÿĐć
o. Evapotranspirasi :
āĈč = ÿ ċ. ĆČ + 1 − ċ Ą ē (ăÿ − ăĂ)
āĈč = 4.97 ċċ/ĆÿĐć
Tabel di perhitungan ETo dilampirkan pada lampiran A.
perioda pertama bulan November maka golongan B dimulai perioda kedua bulan
November, begitu pula dengan golongan C yang mulai pada perioda pertama bulan
Desember.
c. Nilai NFR, DR, dan perhitungan lain dilakukan pada masing-masing golongan.
Re 80
7.00
6.00
5.00
4.00
Re 80
3.00
Re 80
2.00
1.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan ke-
Bagian yang dilingkari merupakan bulan-bulan di mana curah hujan mulai naik kembali.
Pada grafik di atas, curah hujan mulai naik ketika bulan Oktober dan November, dengan
curah hujan bulan November lebih tinggi daripada bulan Oktober. Oleh karena itu,
dipilih bulan November sebagai masa awal waktu bercocok tanam.
Pola tanam yang dipilih pada irigasi sungai Ciberes ini adalah UUP (padi unggul - padi
unggul - palawija). Kedua tanaman memiliki masa tanam 6 periode (1 periode setengah
bulan). Nilai-nilai koefisien tanam tertera pada tabel di bawah ini, dengan mengacu
pada Tabel 2.1 Buku Bagian Penunjang Standar Perencanaan Irigasi.
Tabel 4.1 Koefisien Tanam
2 1,1 0,75
3 1,05 1,0
4 1,05 1,0
5 0,95 0,82
6 0 0,45
Pada daerah irigasi sungai Ciberes, akan dibuat 3 golongan pola tanam, yaitu golongan A,
B, dan C.
d. Menghitung perkolasi
Perkolasi diasumsikan sebesar 2 mm/hari
Re 80
8.00
6.00
Re 80
4.00
2.00 Re 80
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan ke-
Menghitung Re50 dengan diketahui R50 pada bulan Januari adalah 255mm
0,7 × Ć50
Ćă50 =
30
0,7 × 255
Ćă50 =
30
Re50 = 5.95
Re 50
10.00
8.00
6.00
Re 50
4.00
2.00 Re 50
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan ke-
f. Gambar
Menentukan nilai WLR dan nilai4.3 Grafik
WLR Re50 panduan pada Buku Bagian Penunjang
sesuai
Standar Perencanaan Irigasi.
āĈ
dengan ā = āĈ0 + Ą, ĉ = , Ĉ = 45hari (tiga periode LP), dan ć = 300 mm.
ć
telah mendapat air dari hujan yang cukup banyak, sehingga air hujan tersebut menutupi
kehilangan air di petak akibat evaporasi, perkolasi, dan pergantian lapisan air.
Petak irigasi adalah petak-petak atau daerah-daerah yang akan diairi dari suatu sumber air.
Baik yang berasal dari waduk maupun langsung dari satu atau beberapa sungai melalui suatu
bangunan pengambilan yang dapat berupa bendungan, rumah pompa, ataupun
pengambilan bebas. Perencanaan petak sawah yang ditugaskan adalah perencanaan luas
dan batas petak sekunder serta tempat penyadapan airnya. Peta petak irigasi dapat dibagi
dalam tiga jenis.
1. Petak primer
Yaitu petak atau gabungan petak-petak sekunder yang mendapat air langsung dari saluran induk.
Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya langsung dari sumber air.
Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara
menyadap air dari saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati sepanjang garis tinggi, daerah
saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari saluran primer.
2. Petak sekunder
Yaitu kumpulan dari beberapa petak tersier yang mendapat air langsung dari saluran sekunder.
Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau
sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas,
misalnya saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa berbeda-beda tergantung dari situasi daerah.
Saluran sekunder sering terletak di punggung medan, mengairi kedua sisi saluran hingga saluran
pembuang yang membatasinya. Saluran sekunder boleh juga direncanakan sebagai saluran garis
tinggi yang mengairi lereng-lereng medan yang lebih rendah saja.
3. Petak tersier
Yaitu petak-petak sawah yang mendapat air dari bangunan sadap. Perencanaan dasar yang
berkenaan dengan unit tanah adalah petak tersier. Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan
diukur pada bangunan sadap tersier yang menjadi tanggung jawab dinas pengairan, Bangunan sadap
tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier.
Di petak sekunder, pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab petani
yang bersangkutan, dibawah bimbingan pemerintah. Hal ini juga menentukan ukuran petak
sekunder. Petak yang terlampau besar akan mengakibatkan pembagian air tidak efisien. Faktor-
faktor penting lainnya adalah jumlah petani dalam satu petak, jenis tanaman dan topografi. Di
daerah-daerah yang ditanami padi, luas petak ideal adalah 50 sampai 100 hektar kadang-kadang
sampai 150 hektar . Petak sekunder dibagi menjadi petak-petak kwarter, masing-masing seluas 8
sampai 15 hektar.
Petak tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder atau primer.
Perkecualian kalau petak-petak tersier tidak secara langsung terletak di sepanjang jaringan irigasi
utama yang dengan demikian memerlukan saluran muka tersier yang membatasi petak-petak tersier
lainnya, hal ini harus dihindari. Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1500 meter, tetapi
dalam kenyataan kadang-kadang panjang saluran ini mencapai 2500 meter. Panjang saluran kuarter
lebih baik dibawah 500 meter, tetapi pada prakteknya kadang-kadang sampai 800 meter.
1. Petak mempunyai batas yang jelas pada tiap petak sehingga terpisah dari petak sekunder yang
lain dan sebagai batas petak adalah saluran drainase.
2. Bentuk petak sedapatnya bujur sangkar, uasaha ini untuk meningkatkan efisiensi.
3. Tanah dalam suatu petak sekunder sedapat mungkin harus dapat dimiliki oleh satu desa atau
paling banyak tiga desa.
5. Tiap petak harus dapat menerima atau membuang air, dan gerak pembagi ditempatkan di
tempat tertinggi.
8. Petak sekunder harus diletakkan sedekat mungkin dengan saluran pembawa ataupun
bangunan pembawa.
Namun, pada perencanaan petak tersier pada laporan ini, luas petak tidak berada pada range 50 ha-
100 ha karena luas terairinya relatif kecil. Luas petak tersier yang digunakan adalah 20 ha, 32 ha, dan
50 ha. Petak berjumlah 3 buah dengan luas terairi 102.4931 ha.
BAB V
PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN
1. Dimensi saluran berdasarkan pada kapasitas terbesar yakni kapasitas saat musim
kemarau.
2. Saluran pembawa sedapat mungkin dipisahkan dari saluran pembuang. Hal ini
karena kecepatan pada saluran pembawa kecil, sedangkan kecepatan pada
saluran pembuang besar.
3. Saluran primer harus memiliki panjang maksimum 5 kilometer, kemiringannya
kecil, dan lurus.
Saluran Pembawa
Saluran pembawa terdiri dari 3 macam :
1. Saluran Primer
Saluran ini berfungsi membawa air dari sumber dan mengalirkannya ke saluran sekunder.
Air yang dibutuhkan untuk saluran irigasi diperoleh dari sungai, danau, atau waduk. Air
dari sungai mengandung banyak zat lumpur yang biasanya merupakan pupuk bagi
tanaman sehingga dapat menjaga tanaman tidak mati kekeringan di musim kemarau.
Saluran primer membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan ke
petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah bangunan
bagi yang terakhir
Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier
yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini adalah
pada bangunan sadap terakhir.
Saluran pembawa membawa air irigasi dari sumber lain (bukan sumber yang
memberi air pada bangunan utama proyek) ke jaringan irigasi primer.
Saluran muka tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak
tersier yang terletak di seberang petak tersier lainnya.
2. Saluran Sekunder
Saluran sekunder menyadap air dari saluran primer untuk mengairi daerah di
sekitarnya.
3. Saluran Tersier
Saluran ini berfungsi untuk membawa air dari saluran sekunder dan
membagikannya ke petak-petak sawah dengan luas maksimum 150 hektar.
Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke
dalam petak tersier, lalu ke saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah
boks bagi kuarter yang terakhir.
Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap
tersier atau parit sawah ke sawah-sawah.
Saluran Pembuang
Saluran ini berfungsi untuk membuang air berlebihan dari petak-petak sawah ke sungai.
Luas kumulatif untuk saluran primer merupakan penjumlahan dari luas petak-
petak tersier yang mendapat aliran air dari saluran primer yang kemudian
mengalir ke saluran sekunder tersebut. Luas kumulatif dapat dihitung dengan
menjumlakan luas petak untuk tiap saluran
Q (m3/det) V (m/det)
b/h m
min max min max median
dimana :
Q = debit (m3/s)
m = kemiringan talud
Q
(m3/dt) m
0,15-0,30 1
0,30-0,50 1
0,50-0,75 1
0,75-1,00 1
1,00-1,50 1
1,50-3,00 1,5
3,00-4,50 1,5
4,50-5,00 1,5
5,00-6,00 1,5
6,00-7,50 1,5
7,50-9,00 1,5
9,00-10,00 1,5
10,00-11,00 2
11,00-15,00 2
15,00-25,00 2
25,00-40,00 2
ý
Ć=
ċ+Č
dimana :
A = Luas penampang basah
m = kemiringan talud
n = perbandingan b/h
dimana :
b’ = pembulatan lebar dasar saluran
m = kemiringan talud
h = ketinggian air
Q
(m3/dt) k
0,15-0,30 35
0,30-0,50 35
0,50-0,75 35
0,75-1,00 35
1,00-1,50 40
1,50-3,00 40
3,00-4,50 40
4,50-5,00 40
5,00-6,00 42,5
6,00-7,50 42,5
7,50-9,00 42,5
9,00-10,00 42,5
10,00-11,00 45
11,00-15,00 45
15,00-25,00 45
25,00-40,00 45
dimana :
V* = kecepatan aliran rencana (m/s)
k =koefisien Strickler
R = jari-jari hidrolik (m)
Q W
(m3/dt) (m)
0,00-0,50 0,4
0,50-1,50 0,5
1,50-5,00 0,6
5,00-10,00 0,75
10,00-15,00 0,85
>15,00 1
RI R II R III R IV RV R VI
Lebar 0,5 0,5 0,75 1 1,25 1,5
Debit max (m3/dt) 0,16 0,3 0,45 0,6 0,75 0,9
hmax 0,33 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
9. Perhitungan harga z
Ćċ ÿĖ
Ę=
3
TMA max ditentukan antara TMA dekat pintu ukur hilir dan udik yang nilai
TMAnya lebih besar.
ą = 437.261 Ā/đ
ą = 0.437261 ċ3 /đ
ý
Ć=
ċ+Č
1.093
Ć=
1 + 1.5
h = 0.661
Ą = 1 + 2 × 0.7 × 1 + 12 0,5
Ą = 3.03 ċ
0.3672
ć= 4
352 × 0.393 3
ć = 0.0004
1.1 + 0.4
þ = 1+ 2×
1
þ = 3.2 ċ
9. Perhitungan harga z
Contoh perhitungan harga untuk saluran primer :
Berdasarkan tabel pintu Romijn, untuk R III, maka hmax nya adalah 0.5
Dengan demikian :
ÿ ċÿĖ
Ę=
3
0.5
Ę=
3
Ę = 0.17 ċ
BAB VI
BANGUNAN UTAMA
Bangunan utama didefinisikan sebagai suatu kompleks bangunan yang direncanakan di sepanjang
sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan saluran agar dapat dipakai untuk
keperluan irigasi. Bangunan utama bisa mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan dan
mengukuru banyaknya air masuk.
Bangunan utama terdiri dari bangunan-bangunan pengelak dengan peredam energi, satu atau dua
pengambilan utama, pintu bilas, kolam olak, kantong lumpur, tanggul banjir pekerjaan sungai dan
bangunan-bangunan pelengkap.
Bendung adalah bangunan pelimpah melintang sungai yang memberikan tinggi muka air minimum
kepada bangunan pengambilan untuk keperluan irigasi. Bendung merupakan penghalang selama
terjadi banjir dan dapat menyebabkan genangan luas di daerah-daerah hulu bendung tersebut.
Bendung gerak adalah bangunan berpintu yang dibuka selama aliran besar; masalah yang
ditimbulkannya selama banjir kecil saja. Bendung gerak dapat mengatur muka air di depan
pengambilan agar air yang masuk tetap sesuai dengan kebutuhan irigasi. Bendung gerak mempunyai
kesulitan-kesulitan eksploitasi karena pintunya harus tetap dijaga dan dioperasikan dengan baik
dalam keadaan apa pun.
Bendung saringan bawah adalah tipe bangunan yang dapat menyadap air dari sungai tanpa
terpengaruh oleh tinggi muka air. Tipe ini terdiri dari sebuah parit terbuka yang terletak tegak lurus
terhadap aliran sungai.
Untuk keperluan-keperluan irigasi, bukanlah selalu merupakan keharusan untuk meninggikan muka
air di sungai. Jika muka air sungai cukup tinggi, dapat dipertimbangkan pembuatan pengambilan
bebas; bangunan yang dapat mengambil air dalam jumlah yang cukup banyak selama waktu
pemberian air irigasi, tanpa membutuhkan tinggi muka air tetap di sungai.
Dalam hal ini pompa dapat juga dipakai untuk menaikkan air sampai elevasi yang diperlukan. Akan
tetapi, karena biaya pengelolannya tinggi, maka harga air irigasi mungkin menjadi terlalu tinggi pula.
Lokasi bangunan bendung dan pemilihan tipe yang paling cocok dipengaruhi oleh banyak faktor,
yaitu:
- Tipe, bentuk dan morfologi sungai
- Kondisi hidrolis anatara lain elevasi yang diperlukan untuk irigasi
- Topografi pada lokasi yang direncanakan,
- Kondisi geologi teknik pada lokasi,
- Metode pelaksanaan
- Aksesibilitas dan tingkat pelayanan
Faktor-faktor yang disebutkan di atas akan dibicarakan dalam pasal-pasal berikut. Pasal terakhir akan
memberikan tipe-tipe bangunan yang cocok untuk digunakan sebagai bangunan bendung dalam
kondisi yang berbeda-beda.
1. Pengaruh Hidraulik
Keadaan hidraulik yang paling ideal bila ditemukan lokasi bendung pada sungai yang lurus. Pada
lokasi ini arah aliran sejajar, sedikit arus turbulen, dan kecenderungan gerusan dan endapan tebing
kiri kanan relatif sedikit. Dalam keadaan terpaksa, bila tidak ditemukan bagian yang lurus, dapat
ditolerir lokasi bendung tidak pada bagian sungai yang lurus betul. Perhatian khusus harus diberikan
pada posisi bangunan pengambilan yang harus terletak pada tikungan luar sungai. Hal ini
dimaksudkan agar pengambilan air irigasi bisa lancar masuk ke intake dengan mencegah adanya
endapan didepan pintu pengambilan. Maksud ini akan lebih ditunjang apabila terdapat bagian
sungai yang lurus pada hulu lokasi bendung.
3. Pertimbangan Topografi
Lembah sungai yang sempit berbentuk huruf V dan tidak terlalu dalam adalah lokasi yang ideal untuk
lokasi bendung, karena pada lokasi ini volume tubuh bendung dapat menjadi minimal. Lokasi seperti
ini mudah didapatkan pada daerah pegunungan, tetapi di daerah datar dekat pantai tentu tidak
mudah mendapatkan bentuk lembah seperti ini. Di daerah transisi (middle reach) kadang-kadang
dapat ditemukan disebelah hulu kaki bukit. Sekali ditemukan lokasi yang secara topografis ideal
untuk lokasi bendung, keadaan topografi di daerah tangkapan air juga perlu dicek. Apakah
topografinya terjal sehingga mungkin terjadi longsoran atau tidak. Topografi juga harus dikaitkan
dengan karakter hidrograf banjir, yang akan mempengaruhi kinerja bendung. Demikian juga
topografi pada daerah calon sawah harus dicek. Yang paling dominan adalah pengamatan elevasi
hamparan tertinggi yang harus diairi. Analisa ketersediaan selisih tinggi energi antara elevasi puncak
bendung pada lokasi terpilih dan elevasi muka air pada sawah tertinggi dengan keperluan energi
untuk membawa air ke sawah tersebut akan menentukan tinggi rendahnya bendung yang diperlukan.
Atau kalau perlu menggeser ke hulu atau ke hilir dari lokasi yang sementara terpilih. Hal ini dilakukan
mengingat tinggi bendung sebaiknya dibatasi 6-7 m. Bendung yang lebih tinggi akan memerlukan
kolam olak ganda (double jump)
4. Kemantapan geoteknik
Keadaan geoteknik fondasi bendung harus terdiri dari formasi batuan yang baik dan mantap. Pada
tanah aluvial kemantapan fondasi ditunjukkan dengan angka standar penetration test (SPT)>40. Bila
angka SPT<40 sedang batuan keras jauh dibawah permukaan, dalam batas-batas tertentu dapat
dibangun bendung dengan tiang pancang. Namun kalau tiang pancang terlalu dalam dan mahal
sebaiknya dipertimbangkan pindah lokasi.
gudang, bangunan rumah penjaga pintu, saluran penguras lumpur, dan komplek pintu penguras,
serta bangunan pengukur debit. Kolam pengendap dan saluran penguras biasanya memerlukan
panjang 300 – 500 m dengan lebar 40 – 60 m, diluar tubuh bendung. Lahan tambahan diperlukan
untuk satu kantor, satu gudang dan 2-3 rumah penjaga bendung.
9. Biaya pembangunan
Dalam pemilihan lokasi bendung, perlu adanya pertimbangan pemilihan beberapa alternatif, dengan
memperhatikan adanya faktor dominan. Faktor dominan tersebut ada yang saling memperkuat dan
ada yang saling melemahkan. Dari beberapa alternatip tersebut selanjutnya dipertimbangkan
metode pelaksanaannya serta pertimbangan lainnya antara lain dari segi O & P. Hal ini antara lain
akan menentukan besarnya beaya pembangunan. Biasanya beaya pembangunan ini adalah
pertimbangan terakhir untuk dapat memastikan lokasi bendung dan layak dilaksanakan.
Dalam perhitungan debit banjir, digunakan Distribusi Gumbel sebagai distribusi peramalan. Fungsi
distribusi kumulatif (CDF) diberikan sebagai berikut:
Ă Ė = exp
(− exp(−ė))
dimana:
Ė − �㔇
ė=
�㗼
6
�㗼 = ć
�㔋
�㔇 = Ė − 0.5772 �㗼
Untuk x = xT adalah
1
ėĈ = −ĊČ ĊČ
Ă(Ė Ĉ )
ĈĐ
ėĈ = −ĊČ ĊČ
ĈĐ − 1
Ė Ĉ = Ė + ÿĈ ć
dimana:
6 ĈĐ
ÿĈ = 0.5772 + ĊČ ĊČ
�㔋 ĈĐ − 1
1. Pilih data-data hujan yang telah didapatkan sebelumnya di DAS yang ditinjau.
Ada 12 data dari rata-rata tiap bulan untuk 10 tahun.
2. Urutkan data-data tersebut dari terbesar hingga terkecil.
3. Hitung probabilitas berdasarkan urutan (m) tersebut dengan rumus:
Tabel perhitungan dicantumkan dalam lampiran. Dari langkah-langkah diatas dihasilkan x100
= 994 mm/bulan = 33.142 mm/hari
ą100 = ÿ Ā ý = ÿ . Ė100 . ý
Setelah mencari Q100, dicari kedalaman sungai pada saat banjir, dengan asumsi sungai
memiliki dasar tanah dan memiliki penampang basah berbentuk persegi panjang. Kedalaman
sungai dapat diiterasi sehingga didapat:
Dengan demikian, dapat dicari ketinggian muka air di atas mercu bendung pada saat terjadi
banjir. Direncanakan bendung dengan kriteria mercu bulat, muka hulu berkemiringan 1 :
0.67, dan kemiringan hilir 1 : 1. Diperkirakan jari-jari mercu bendung 1 m dan tekanan
negatif yang bekerja pada mercu dicek kemudian.
Grafik-grafik berikut adalah yang menentukan nilai C0, C1, dan C2. Nilai C0 menggunakan
parameter H1/r, sedangkan nilai C1 dan C2 menggunakan parameter p/H1. Asumsi nilai awal
Cd = 1.47.
H1/r 0.1
Cari C0 diperoleh dari
C0 1.28 grafik
p/H1 21.34
Cari C1 diperoleh dari
C1 0.99 grafik
dengan kemiringan 1:0.67
Cari C2 diperoleh dari
C2 1.000 grafik
Cd C0 x C1 x C2 1.2672
H1 0.07 m
Cek kebenaran 2
r 1 m
Jika
p 1.3 m
H1/r 0.1
Cari C0 diperoleh dari
C0 1.29 grafik
p/H1 19.33
Cari C1 diperoleh dari
C1 0.99 grafik
dengan kemiringan 1:0.67
Cari C2 diperoleh dari
C2 1.000 grafik
Cd C0 x C1 x C2 1.2771
H1 0.07 m Final
Cek besar tekanan
H1/r 0.0669
(p/Äg)/H1 -0.2
Besar tekanan -0.01338 > -1 ?? OK
Debit rencana Qd 0.173209 m3/s
Cd C0 x C1 x C2 0.07 asumsi
Lebar saluran = Lebar sungai b 80.00 m
Tinggi energi hulu H1 0.07 m
Pengecekan tekanan negatif harus lebih besar dari -1 agar bendung aman.
Untuk desain kolam olak, akan dibuat kolam olak tipe bak tenggelam. Untuk perhitungan q
digunakan rumus Q/be, dimana be diasumsikan sama dengan lebar sungai (b). Untuk
ď2
menghitung kedalaman kritis (hc) digunakan rumus ( ą )1/3 . Tinggi energi hulu adalah elevasi
mercu ditambah dengan tinggi energi di atas mercu bendung (h 1) . Diasumsikan nilai h1sama
dengan H1.
Diasumsikan pula degradasi sebesar 1 m sehingga tinggi aliran hilir dapat dicari dengan
menjumlahkan elevasi dasar sungai ditambah kedalaman aliran normal hilir (akibat banjir
dan degradasi), serta tinggi kecepatan.Kemudian cari selisih tinggi energi hulu dan hilir (ΔH),
yang digunakan untuk desain kolam olak.
Dari nilai ΔH/hc, didapat Rmin/hc dan Tmin/hc berdasarkan gambar berikut ini
Dari diagram alur pendesainan kolam olak, dapat ditabulasikan hasil perhitungan sebagai
berikut:
Lantai hulu akan memperpanjang jalur rembesan. Karena gaya tekan ke atas di bawah lantai
diimbangi oleh tekanan air di atasnya, maka lantai dapat dibuat tipis. Persyaratan terpenting
adalah bahwa lantai kedap air, demikian pula sambungannya dengan tubuh bendung. Sifat
kedap air ini dapat dicapai dengan foil plastik atau lempung kedap air di bawah lantai dan
sekat karet yang menghubungkan lantai dan tubuh bendung.
Lantai dapat dibuat dari beton bertulang dengan tebal 0,10 m, atau pasangan batu setebal
0,20 – 0,25 cm. Adalah penting untuk menggunakan sekat air dari karet yang tidak akan
rusak akibat adanya penurunan tidak merata.
Keuntungan dari pembuatan lantai hulu adalah bahwa biayanya lebih murah dibanding
dinding halang vertikal yang dalam, karena yang disebut terakhir ini memerlukan
pengeringan dan penggalian. Tapi, sebagaimana dikemukakan oleh Lane dalam teorinya,
panjang horisontal rembesan adalah 3 kali kurang efektif dibanding panjang vertikal dengan
panjang yang sama.
Faktor gelincir
Faktor guling
Faktor erosi bawah tanah (piping).
Analisis faktor keamanan tersebut dilakukan pada kondisi pembebanan ekstrim, yaitu pada
saat:
Diasumsikan pada kondisi ini, muka air hulu berada di mercu bendung dan tidak ada
air yang mengalir di atas bendung (muka air hilir berada di permukaan tanah). Gaya-
gaya yang bekerja pada bendung, baik pada arah horizontal mapun arah vertikal
meliputi:
Gambar 6.8 Beban Mati dan Tekanan Air selama Debit Rendah
Gaya-gaya yang terletak di bawah bendung diakibatkan oleh adanya rembesan air di
bawah bendung. Rembesan tersebut menyebabkan gaya tekan ke atas pada
bendung. Untuk pendekatan perhitungan tekanan akibat rembesan digunakan
Metode Lane. Langkah-langkahnya adalah:
Hasil perhitungan dapat dilihat di lampiran. Setelah mencari gaya tekan ke atas
akibat rembesan, akan dianalisis gaya yang terjadi akibat beban mati dan tekanan air.
Lengan momen yang digunakan adalah posisi gaya yang bekerja terhadap titik 0.
Hasil perhitungan gaya yang bekerja pada bendung juga disertakan dalam lampiran.
Rv = -558.81 kN
Rh = 98.44 kN
Mh = 563.34 kNm
Mv = -3768.70 kNm
h = Mh/ Rh = 5.72 m
v = Mv/ Rv = 6.74 m
Untuk perhitungan tekanan tanah di bawah bendung dapat dihitung dengan cara
sebagai berikut. Diketahui bahwa panjang telapak pondasi (L) = 11.976 m. Dengan
demikian:
= -558.81/11.976 * (1 ± 6*-0.25/11.976)
Didapatkan:
Diasumsikan daya dukung tanah yang diizinkan untuk pasir dan kerikil adalah 200
kN/m2
= 30.71 kN/m
Ep1 = ½ (½ h x ep1)
= ½ (½ x 5 x 30.71)
= 38.39 kN
Tekanan tanah pasif juga berkembang pada koperan C-D dan K-L (termasuk beban)
sebesar 3.93 kN dan 3.46 kN
ĆĔ 558 .81
Sgelincir1 =fxĆ = 0.5 x 98.44−45.78 = 5.31 > 2 OK
ÿ −�㗴āĎ
ĆĔ
Sguling2 =fx = 2.84
Ćÿ
Untuk mencegah pecahnya bagian hilir bangunan, harga keamanan terhadap erosi
tanah harus sekurang-kurangnya 2. Keamanan dapat dihitung dengan rumus:
Spiping = s(1+a/s) / hs
dimana:
S = faktor tekanan (S = 2)
s = kedalaman tanah (5 m)
(5.68 – 5 = 0.68 m)
= 7.38 > 2 OK
Dengan memperhitungkan beban gempa dan asumsi faktor keamanan (E) adalah
10 % dari berat bendung serta gaya gempa diasumsikan paling ekstrim pada saat
gaya gempa bergerak ke arah hilir.
He = E x ΣG
= 105.22 kN
Jika gaya gempa tersebut bekerja dari pusat gravitasi, momen tambahan yang
dipakai adalah:
He x h = 602.11 kN m
M = -2603.24 kN m
e = (L/2) – (M0/Rv)
Tekanan tanah :
= -558.81/11.976 * (1 + 6 x 0.74/11.976)
ĆĔ
Sguling =f Ćÿ +ÿă −�㗴āĎ
= 1.77 > 1.25 OK
Selama terjadi banjir rencana (Q100 = 3.01 m3/s), muka air di hulu bendung adalah +
12.159 m (asumsi h1 = H1) dan di hilir bendung sebesar + 11.993 m.
Gaya-gaya yang bekerja selama debit banjir pada bendung dapat dilihat pada
gambar berikut.
Gambar 6.9 Beban Mati dan Tekanan Air selama Debit Rencana (Q100)
Tekanan air di bawah bendung akibat rembesan dihitung kembali. Langkah – langkah
perhitungan tekanan air di bawah bendung sama dengan tekanan air pada saat debit
rendah. Hasil akan perhitungan dilampirkan dalam lampiran. Tekanan air pada bak
bertambah akibat gaya sentrifugal dan sama dengan:
Ă ∗ Ĕ2
Ď=
ąĐ
dimana:
p = tekanan air
r = jari-jari bak
v = 2ą (ÿ + Ę) = 10.71 m/s
d = q / v = 0.004 m
Ă ∗ Ĕ 2 0.004 ∗ 10.712 ĉĂ
Ď= = = 0.16 2
ąĐ 9.81 ∗ 2.5 ċ
Gaya sentrifugal resultante Fc = p x (Ã/4) x R = 0.32 kN dan bekerja pada arah vertikal.
Hasil perhitungan akibat beban mati dan tekanan air pada bendung selama debit
banjir dicantumkan dalam lampiran.
Rv = -591.84 kN
Rh = 33.74 kN
Mo = -3552.24 kNm
h = Mh/ Rh = 7.5 m
v = Mv/ Rv = 6.43 m
Didapatkan:
Dengan asumsi daya dukung yang diizinkan untuk pasir dan kerikil adalah 200 kN/m2,
keamanan S untuk daya dukung adalah:
�㔎 −200
SDDT = �㔎 ĀĀĈ = −49.07 = 4.075 > 1.25 ăÿ
ċÿĖ
ĆĔ
Sguling1 =fxĆ = -24.59
ÿ −�㗴āĎ
Ć
Sguling2 = f x Ć Ĕ = 8.77
ÿ
• Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder ke saluran
tersier penerima
• Bangunan bagi dan sadap dapat digabung menjadi satu rangkaian bangunan
• Boks-boks bagi di saluran tersier membagi aliran untuk dua saluran atau lebih
(Sumber : Standar Perencanaan Irigasi, Kriteria Perencanaan, Bagian Jaringan Irigasi, KP-01,
halaman 20)
Bangunan bagi sadap terdiri dari bangunan sadap tersier; bangunan/pintu sadap ke saluran
sekunder dengan kelengkapan pintu sadap dan alat ukur; serta bangunan/pintu pengatur muka air.
Tata letak dari bangunan bagi sadap ini bisa dibuat 2 alternatif, yaitu:
a. Bentuk menyamping
Posisi bangunan/pintu sadap tersier atau sekunder berada disamping kiri atau kanan
saluran dengan arah aliran ke petak tersier atau sekunder mempunyai sudut tegak lurus
(pada umumnya) sampai 45o.
Bentuk ini mempunyai kelemahan kecepatan datang kearah lurus menjadi lebih besar
dari pada yang kearah menyamping, sehingga jika diterapkan sistem proporsional
kurang akurat.
Sedangkan kelebihannya peletakan bangunan ini tidak memerlukan tempat yang luas,
karena dapat langsung diletakkan pada saluran tersier/saluran sekunder yang
bersangkutan.
b. Bentuk numbak
Bentuk Numbak meletakkan bangunan bagi sekunder, sadap tersier dan bangunan
pengatur pada posisi sejajar, sehingga arah alirannya searah.
Bentuk seperti ini mempunyai kelebihan kecepatan datang aliran untuk setiap
bangunan adalah sama. Sehingga bentuk ini sangat cocok diterapkan untuk sistem
proporsional.
Tetapi bentuk ini mempunyai kelemahan memerlukan areal yang luas, semakin banyak
bangunan sadapnya semakin luas areal yang diperlukan.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Dari pengumpulan serta pengolahan data yang dilakukan untuk merencanakan daerah irigasi
Sungai Ciberes, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Luas daerah yang dapat dialiri untuk aliran air irigasi pada daerah aliran Sungai
Ciberes adalah 102.4931 ha
2. Petak sawah yang direncanakan adalah sebangak 3 petak tersier Pola tanam dimulai
pada awal bulan November, saat dimana curah hujan mulai naik kembali.
3. Alternatif yang dipilih adalah alternatif ke tiga, yaitu golongan C saja.
4. Kebutuhan air maksimum untuk tiap petak pada daerah aliran sungai Ciberes adalah
2.77 l/s/ha
7.2 Saran
Saran untuk pelaporan tugas besar ini adalah:
Perencanaan irigasi pada tugas besar ini kurang akurat dengan kondisi yang ada pada saat ini,
Hal ini diakibatkan data-data hidrologi dan klimatologi yang ada masih merupakan data lama,
sehingga jika ingin mendapatkan hasil yang lebih akurat dan lebih menggambarkan keadaan
pada saat sekarang ini perlu dikumpulkan data yang sesuai dengan kondisi saat ini dan data
yang lebih lengkap dan terbaru. Belum lagi banyaknya data hilang pada data klimatologi dan
data curah hujan. Hal tersebut makin menyebabkan tidak akuratnya perhitungan yang
dilakukan.
LAMPIRAN
LAMPIRAN A
DATA CURAH HUJAN PADA MASING-MASING STASIUN
Stasiun: Cihirup tinggi: 187 m
kode: 84a
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1973 203 202 402 258 367 202 73 36 115 113 83 194
1974 95 405 236 181 220 48 19 177 130 213 246 340
1975 350 120 140 327 136 7 10 15 104 344 178 197
1976 155 355 469 103 55 56 10 10 5 24 177 218
1977 58 418 414 141 202 196 5 0 3 7 127 215
1978 225 217 335 155 207 78 298 156 201 107 163 296
1979 380 386 279 162 125 0 5 0 11 37 136 288
1980 131 126 264 149 93 19 81 229 4 88 137 459
1981 202 509 190 88 221 83 70 10 - - 466 342
1982 272 - 552 212 31 19 18 5 0 0 3 125
1983 330 346 220 113 - 8 3 0 - 104 0 -
Tabel 1.1 Data Curah Hujan Stasiun Cihirup
1981 - - - 211 256 275 288 394 324 345 385 367
1982 - 369 537 88 109 116 155 10 10 - - -
1983 - - - - - - - - - - - -
Tabel 1.3 Data Curah Hujan Stasiun Jati Seeng
DATA KLIMATOLOGI
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1973
1974 22.2 18.5 16.2 23.4 23.3 22.8 22.4 22.4 23.3 23.4 22.9 22
1975 27.2 26.3 26.9 28 27.6 27.8 27.2 27.9 27.7 27 27.2 26.6
1976 25.5 25.9 26.2 27.9 28.1 27.4 28.8 27.8 29 29 28.3 27.6
1977 26.3 25.9 26.4 27.9 28.3 27.3 26.8 27.2 27.7 29.4 29.3 27.2
1978 23.4 23.4 23.9 23.9 24.3 23.6 22.7 22.6 22.8 23.7 23.4 23.5
1979 26.1 26.5 27.2 27.9 28 27.5 28 28.3 28.9 29.1 28.7 27.4
1980 23.9 24.3 25.1 25.1 25.4 25.1 24.4 23.7 23.9 25.1 25 24.8
1981 25.6 26.4 27.6 28 27.9 27.8 27.7 27.7 28.3 28.6 28.1 27.7
1982 27.1 27.2 27.6 28.0 28.0 28.3 28.2 28.2 29.8 30.2 31.0 28.9
1983 27.9 27.8 28.5 28.7 28.1 27.4 27.6 28.0 29.3 29.0 26.8 26.9
Rata-rata 25.52 25.21 25.56 26.88 26.90 26.50 26.38 26.38 27.06 27.45 27.07 26.27
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1973
1974 63 57 65 68 69 79 76 67 55 44
1975 49 47 49 60 66 69 68 67 62 65 62 55
1976 61 53 66 79 67 78 69 72 74 62 61
1977 48 40 68 70 50 79 76 73 82 73
1978 50 58 61 65 64 64 72 78 76
1979
1980 58 56 49
1981 32 55 56 53 51
1982
1983
rata-rata 50 53 56.8 63.33 66.5 65.8 74.6 71.4 70.75 73.67 58.75 56.4
Tabel 3.2 Data Sinar Matahari dalam %
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1973
1974 83 85 83 75 73 72 69 72 68 68 76 79
1975 80 83 81 78 76 72 75 70 74 79 79 82
1976 85 84 84 72 71 69 67 67 61 67 72 78
1977 85 85 85 78 74 80 68 64 65 61 66 82
1978 85 84 83 77 79 79 76 72 69 67 71 84
1979 87 86 82 80 78 70 64 64 65 65 74 83
1980 86 82 80 79 76 76 81 83 80 78 81 81
1981 87 87 80 79 78 79 77 75 73 71
1982
1983
rata-rata 84.75 84.50 82.25 77.25 75.63 74.63 72.13 70.88 69.38 69.50 74.14 81.29
Tabel 3.3 Data Kelembaban Udara dalam %
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1973
1974
1975 5 6 6 4 5 4 4 5 4 3 3 3
1976 13 9 13 9 13 17 19 15 19 12 8 8
1977 4 5 4 4 4 4 5 6 7 6 6 4
1978 6 6 5 5 5 3 5 4 5 5 5
1979 5 4 5 4 5 5 5 4 5 5 4 4
1980
1981 4 3 3 3 3 3 3 4 5 3 4
1982
1983 4 3 3 3 3 5 5 5 4 3 3
rata-rata 5.86 5.14 5.57 4.57 5.43 6.00 6.57 6.50 7.33 5.71 4.57 4.43
Tabel 3.4 Data Kecepatan Angin Rata-rata dalam knots
LAMPIRAN B
MENCARI R80
Probability
rank Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des
(%)
1 407 657 585 287 276 147 182 160 239 274 391 518 8
2 364 426 337 184 210 144 130 147 120 187 232 441 17
3 327 415 303 152 209 133 72 134 111 164 193 357 25
4 276 382 291 147 195 69 70 98 101 126 177 355 33
5 221 381 282 147 186 62 69 61 95 95 171 330 42
6 203 373 262 132 180 57 44 47 48 83 164 323 50
7 191 299 248 127 161 56 35 11 41 52 155 301 58
8 190 241 226 124 111 53 17 9 4 45 142 287 67
9 189 191 218 123 81 45 8 7 3 24 123 284 75
10 130 167 190 116 55 14 4 2 3 7 97 241 83
11 118 144 157 59 49 11 3 2 2 5 25 156 92
R80 153 177 201 119 65 27 5 4 3 14 107 258 80
MENCARI Q80
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des
R80
153 177 201 119 65 27 5 4 3 14 107 258
(mm/bln)
Q80 (l/s) 1290.5 1487.3 1695 1000.1 551 223.4 45.2 34.2 28.1 115.4 904.2 2174.4
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des
R50 255 369 239 101 156 72 35 15 59 60 161 367
R80 150.8 205 202.88 79 65 11.4 4.57 4.4 4.45 8.728 96.8 249.6
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des
Re 50 5.95 8.61 5.5767 2.357 3.6 1.68 0.82 0.35 1.38 1.4 3.75 8.563
Re 80 3.519 4.7833 4.7338 1.843 1.5 0.27 0.11 0.1 0.1 0.204 2.26 5.824
Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
T (°C) 25.52 25.21 25.56 26.88 26.90 26.50 26.38 26.38 27.06 27.45 27.07 26.27
Rh(%) 84.75 84.50 82.25 77.25 75.63 74.63 72.13 70.88 69.38 69.50 74.14 81.29
n/N (%) 50.00 53.00 56.80 63.33 66.50 65.80 74.60 71.40 70.75 73.67 58.75 56.40
U (knot) 5.86 5.14 5.57 4.57 5.43 6.00 6.57 6.50 7.33 5.71 4.57 4.43
U (km/hari) 260.34 228.59 247.64 203.19 241.29 266.69 292.09 288.91 325.95 253.99 203.19 196.84
ea (mmHg) 32.693 32.108 32.768 35.448 35.497 34.657 34.404 34.401 35.834 36.648 35.849 34.169
ed (mmHg) 27.71 27.13 26.95 27.38 26.84 25.86 24.81 24.38 24.86 25.47 26.58 27.77
ea-ed
(mmHg) 4.99 4.98 5.82 8.06 8.65 8.79 9.59 10.02 10.97 11.18 9.27 6.39
f(u) 0.97 0.89 0.94 0.82 0.92 0.99 1.06 1.05 1.15 0.96 0.82 0.80
W 0.73 0.73 0.73 0.76 0.76 0.75 0.75 0.75 0.76 0.76 0.76 0.75
1-W 0.27 0.27 0.27 0.24 0.24 0.25 0.25 0.25 0.24 0.24 0.24 0.25
Ra
(mm/hari) 15.86 15.82 15.78 15.74 15.74 15.72 15.72 15.74 15.78 15.82 15.84 15.86
Rs
(mm/hari) 7.93 8.15 8.43 8.92 9.17 9.10 9.79 9.55 9.53 9.78 8.61 8.44
Rns
(mm/hari) 5.95 6.11 6.32 6.69 6.88 6.83 7.34 7.16 7.15 7.34 6.46 6.33
f(t) 15.78 15.70 15.79 16.08 16.08 16.00 15.98 15.98 16.11 16.19 16.11 15.95
f(ed) 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.11 0.11
f(n/N) 0.55 0.58 0.61 0.67 0.70 0.69 0.77 0.74 0.74 0.76 0.63 0.61
Rnl
(mm/hari) 0.94 1.00 1.08 1.18 1.26 1.29 1.49 1.46 1.43 1.46 1.15 1.05
Rn
(mm/hari 5.01 5.11 5.24 5.51 5.62 5.54 5.86 5.71 5.71 5.88 5.31 5.28
C 1.00 1.10 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.10 1.10 1.10 1.00 1.00
Eto
(mm/hari) 4.97 5.41 5.30 5.77 6.19 6.31 6.91 7.58 8.10 7.71 5.86 5.24
TABEL REFERENSI
Tabel Harga ea
Temperatur 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
ea (mbar) 6.1 6.6 7.1 7.6 8.1 8.7 9.3 10 10.7 11.5
Temperatur 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
ea (mbar) 12.3 13.1 14 15 16.1 17 18.2 19.4 20.6 22
Temperatur 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
ea (mbar) 23.4 24.9 26.4 28.1 29.8 31.7 33.6 35.7 37.8 40.1
Temperatur 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
ea (mbar) 42.4 44.9 47.6 50.3 53.2 56.2 59.4 62.8 66.3 69.9
Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Temperatur 25.52 25.21 25.56 26.88 26.90 26.50 26.38 26.38 27.06 27.45 27.07 26.27
ea 32.69 32.11 32.8 35.45 35.5 34.66 34.4 34.4 35.8 36.65 35.8 34.2
Tabel Harga w
Temperatur 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Ketinggian
tempat
0 0.43 0.46 0.49 0.52 0.55 0.58 0.61 0.64 0.66
500 0.45 0.48 0.51 0.54 0.57 0.6 0.62 0.65 0.67
1000 0.46 0.49 0.52 0.55 0.58 0.61 0.64 0.66 0.69
2000 0.49 0.52 0.55 0.58 0.61 0.64 0.66 0.69 0.71
3000 0.52 0.55 0.58 0.61 0.64 0.66 0.69 0.71 0.73
4000 0.55 0.58 0.61 0.64 0.66 0.69 0.71 0.73 0.76
Temperatur 20 22 24 26 28 30 32 34 36
Ketinggian
tempat
0 0.68 0.71 0.73 0.75 0.77 0.78 0.8 0.82 0.83
500 0.7 0.72 0.74 0.76 0.78 0.79 0.8 0.82 0.84
1000 0.71 0.73 0.75 0.77 0.79 0.8 0.82 0.83 0.85
2000 0.73 0.75 0.77 0.79 0.81 0.82 0.84 0.85 0.86
3000 0.75 0.77 0.79 0.81 0.82 0.84 0.85 0.86 0.88
4000 0.78 0.79 0.81 0.83 0.84 0.85 0.86 0.88 0.89
0 15 15.5 15.7 15.3 14.4 13.9 14.1 14.8 15.3 15.4 15.1 14.8
2 15.3 15.7 15.7 15.1 14.1 13.5 13.7 14.5 15.2 15.5 15.3 15.1
4 15.5 15.8 15.6 14.9 13.8 13.2 13.4 14.3 15.1 15.6 15.5 15.4
6 15.8 16 15.6 14.7 13.4 12.8 13.1 14 15 15.7 15.8 15.7
8 16.1 16.1 15.5 14.4 13.1 12.4 12.7 13.7 14.9 15.8 16 16
Stasiun: Cirebon
Lokasi: 06041'LS 108033'BT
Lintang selatan: 6.41
Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Ra 15.86 15.82 15.8 15.74 15.7 15.72 15.7 15.7 15.8 15.82 15.8 15.9
BULAN
No. URAIAN Satuan
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES
I DATA METEOROLOGI
mm/bl
1 Hujan bulanan rata-rata ( R ) n 269 378 260 121 145 98 78 83 80 102 177 341
2 Hari hujan bulanan rata-rata (n) hh 13 14 13 6 7 4 3 3 4 6 10 15
IV WATER BALANCE
mm/bl
7 Water Surplus (WS) = (R - Ea) n 128.01 222.52 109.08 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 15.28 188.31
1122. 1122.
24 LUAS CATCHMENT AREA Ha 1122.5 1122.5 1122.5 1122.5 1122.5 1122.5 1122.5 1122.5 5 5 1122.5 1122.5
126561 205551 136655 47709 28625 17175 10305 12995 146733
25 DEBIT m3/bln 2 2 6 1 5 3 2 61831 37099 22259 8 7
m3/det 0.47 0.85 0.51 0.18 0.11 0.07 0.04 0.02 0.01 0.01 0.05 0.55
Debit FJ
Mock l/det 472.526 849.666 510.213 184.06 106.88 66.263 38.475 23.085 14.31 8.311 50.138 547.841
Gol A
Bulan Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt
Periode I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
ET0 5.86 5.86 5.24 5.24 4.97 4.97 5.41 5.41 5.30 5.30 5.77 5.77 6.19 6.19 6.31 6.31 6.91 6.91 7.58 7.58 8.10 8.10 7.71 7.71
P 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Re 50 3.75 3.75 8.56 8.56 5.95 5.95 8.61 8.61 5.58 5.58 2.36 2.36 3.64 3.64 1.68 1.68 0.82 0.82 0.35 0.35 1.38 1.38 1.40 1.40
Re 80 2.26 2.26 5.82 5.82 3.52 3.52 4.78 4.78 4.73 4.73 1.84 1.84 1.51 1.51 0.27 0.27 0.11 0.11 0.10 0.10 0.10 0.10 0.20 0.20
WLR 1.1 1.1 2.2 1.1 1.1 1.1 1.1 2.2 1.1 1.1
C1 LP 1.1 1.1 1.05 1.05 0.95 0 LP 1.1 1.1 1.05 1.05 0.95 0 0.5 0.75 1 1 0.82 0.45
C2 LP LP 1.1 1.1 1.05 1.05 1 0 LP LP 1.1 1.1 1.05 1.05 0.95 0 0.5 0.75 1 1 0.82 0.5
C3 LP LP LP 1.1 1.1 1.05 1.1 0.95 0 LP LP LP 1.1 1.1 1.05 1.05 0.95 0 0.5 0.75 1 1 0.8 0.45
C LP LP LP 1.08 1.07 1.02 0.67 0.48 0 LP LP LP 1.08 1.07 1.02 0.67 0.48 0.42 0.75 0.92 0.94 0.76 0.64 0.45
M 7.86 7.86 7.24 7.24 6.97 6.97 7.41 7.41 7.30 7.30 7.77 7.77 8.19 8.19 8.31 8.31 8.91 8.91 9.58 9.58 10.10 10.10 9.71 9.71
K 1.18 1.18 1.09 1.09 1.04 1.04 1.11 1.11 1.10 1.10 1.17 1.17 1.23 1.23 1.25 1.25 1.34 1.34 1.44 1.44 1.52 1.52 1.46 1.46
ETC 11.35 11.35 10.93 5.68 5.30 5.05 3.61 2.57 0.00 10.97 11.29 11.29 6.70 6.60 6.42 4.21 3.34 2.88 5.69 6.95 7.62 6.13 4.90 3.47
NFR 11.09 11.09 7.11 2.96 4.88 5.73 1.93 0.89 0.00 8.24 11.45 11.45 8.29 8.19 10.35 7.04 6.33 4.77 7.58 8.85 9.51 8.03 6.69 5.27
DR 1.98 1.98 1.27 0.53 0.87 1.02 0.34 0.16 0.00 1.47 2.04 2.04 1.48 1.46 1.84 1.25 1.13 0.85 1.35 1.58 1.69 1.43 1.19 0.94
Gol B
Bulan Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt
Periode I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
ET0 5.86 5.86 5.24 5.24 4.97 4.97 5.41 5.41 5.30 5.30 5.77 5.77 6.19 6.19 6.31 6.31 6.91 6.91 7.58 7.58 8.10 8.10 7.71 7.71
P 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Re 50 3.75 3.75 8.56 8.56 5.95 5.95 8.61 8.61 5.58 5.58 2.36 2.36 3.64 3.64 1.68 1.68 0.82 0.82 0.35 0.35 1.38 1.38 1.40 1.40
Re 80 2.26 2.26 5.82 5.82 3.52 3.52 4.78 4.78 4.73 4.73 1.84 1.84 1.51 1.51 0.27 0.27 0.11 0.11 0.10 0.10 0.10 0.10 0.20 0.20
WLR 1.1 1.1 2.2 1.1 1.1 1.1 1.1 2.2 1.1 1.1
C1 LP 1.1 1.1 1.05 1.05 1 0 LP 1.1 1.1 1.05 1.05 0.95 0 0.5 0.75 1 1 0.82 0.5
C2 LP LP 1.1 1.1 1.05 1.1 0.95 0 LP LP 1.1 1.1 1.05 1.05 0.95 0 0.5 0.75 1 1 0.8 0.45
C3 0.45 LP LP LP 1.1 1.1 1.1 1.05 1 0 LP LP LP 1.1 1.1 1.05 1.05 0.95 0 0.5 0.75 1 1 0.82
C 0.5 LP LP LP 1.08 1.07 1.02 0.67 0.48 0.00 LP LP LP 1.08 1.07 1.02 0.67 0.48 0.42 0.75 0.92 0.94 0.76 0.64
M 7.86 7.86 7.24 7.24 6.97 6.97 7.41 7.41 7.30 7.30 7.77 7.77 8.19 8.19 8.31 8.31 8.91 8.91 9.58 9.58 10.10 10.10 9.71 9.71
K 1.179 1.18 1.09 1.09 1.04 1.04 1.1 1.11 1.1 1.1 1.17 1.17 1.23 1.23 1.25 1.25 1.337 1.34 1.44 1.44 1.52 1.52 1.5 1.46
ETC 11.35 11.4 10.9 10.9 10.7 10.7 11 11 11 11 11.3 11.3 11.6 11.6 11.7 11.7 12.09 12.1 12.6 12.6 12.9 12.9 13 12.7
NFR 11.09 11.1 7.11 8.21 10.3 11.4 9.4 9.36 8.2 8.24 11.4 11.4 13.2 13.2 15.6 14.5 15.08 14 14.5 14.5 14.8 14.8 14 14.5
DR 1.975 1.98 1.27 1.46 1.84 2.03 1.7 1.67 1.5 1.47 2.04 2.04 2.34 2.34 2.78 2.58 2.685 2.49 2.58 2.58 2.64 2.64 2.6 2.57
Gol C
Bulan Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt
Periode I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
ET0 5.86 5.86 5.24 5.24 4.97 4.97 5.41 5.41 5.30 5.30 5.77 5.77 6.19 6.19 6.31 6.31 6.91 6.91 7.58 7.58 8.10 8.10 7.71 7.71
P 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Re 50 3.75 3.75 8.56 8.56 5.95 5.95 8.61 8.61 5.58 5.58 2.36 2.36 3.64 3.64 1.68 1.68 0.82 0.82 0.35 0.35 1.38 1.38 1.40 1.40
Re 80 2.26 2.26 5.82 5.82 3.52 3.52 4.78 4.78 4.73 4.73 1.84 1.84 1.51 1.51 0.27 0.27 0.11 0.11 0.10 0.10 0.10 0.10 0.20 0.20
WLR 1.1 1.1 2.2 1.1 1.1 1.1 1.1 2.2 1.1 1.1
C1 LP 1.1 1.1 1.05 1.1 0.95 0 LP 1.1 1.1 1.05 1.05 0.95 0 0.5 0.75 1 1 0.8 0.45
C2 0.45 LP LP 1.1 1.1 1.1 1.05 1 0 LP LP 1.1 1.1 1.05 1.05 0.95 0 0.5 0.75 1 1 0.82
C3 0.86 0.45 LP LP LP 1.1 1.1 1.05 1.1 0.95 0 LP LP LP 1.1 1.1 1.05 1.05 0.95 0 0.5 0.75 1 1
C 0.6 0.5 LP LP LP 1.08 1.07 1.02 0.67 0.48 0 LP LP LP 1.08 1.07 1.02 0.67 0.48 0.42 0.75 0.92 0.94 0.76
M 7.86 7.86 7.24 7.24 6.97 6.97 7.41 7.41 7.30 7.30 7.77 7.77 8.19 8.19 8.31 8.31 8.91 8.91 9.58 9.58 10.10 10.10 9.71 9.71
K 1.179 1.18 1.09 1.09 1.04 1.04 1.1 1.11 1.1 1.1 1.17 1.17 1.23 1.23 1.25 1.25 1.337 1.34 1.44 1.44 1.52 1.52 1.5 1.46
ETC 11.35 11.4 10.9 10.9 10.7 10.7 11 11 11 11 11.3 11.3 11.6 11.6 11.7 11.7 12.09 12.1 12.6 12.6 12.9 12.9 13 12.7
NFR 11.09 11.1 7.11 8.21 10.3 11.4 9.4 9.36 8.2 8.24 11.4 11.4 13.2 13.2 15.6 14.5 15.08 14 14.5 14.5 14.8 14.8 14 14.5
DR 1.975 1.98 1.27 1.46 1.84 2.03 1.7 1.67 1.5 1.47 2.04 2.04 2.34 2.34 2.78 2.58 2.685 2.49 2.58 2.58 2.64 2.64 2.6 2.57
Minimum
Jumlah
padi 1 padi 2 palawija
Gol. A 25.38592966 34.10830781 6.972127 66.46636445
Gol. B 25.38592966 14.32707421 3.2278876 42.94089141
Gol. C 90.3031528 8.962037219 3.2278876 102.4930776 MAX
Gol. A+B 25.38592966 11.75869046 4.4127862 41.55740636
Gol. B+C 25.38592966 8.962037219 3.2278876 37.57585443
Gol. A+C 25.38592966 11.12124681 4.4127862 40.91996271
Gol. A+B+C 25.38592966 10.29450083 3.931701 39.61213147
Bulan Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt
DR max
Periode I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
Gol. C 1.975 1.98 1.27 1.46 1.84 2.03 1.7 1.67 1.5 1.47 2.04 2.04 2.34 2.34 2.78 2.58 2.685 2.49 2.58 2.58 2.64 2.64 2.6 2.575 2.7778954
Minimum
Alternatif Jumlah
padi 1 padi 2 palawija
Gol. C 90.3031528 8.962037219 3.22788755 102.4930776
Koefisien Kekasaran
Q (m3/det)
K
min max
0 1 35
1 5 40
5 10 42.5
10 - 45
Tinggi Jagaan
Q (m3/det) Freeboard
min max (m)
0 0.5 0.4
0.5 1.5 0.5
1.5 5 0.6
5 10 0.75
10 15 0.85
15 - 1
T.M.A
Sawah Tertinggi i*jarak Debit b Pintu Romijin
Nama Sawah
No Jenis i
Saluran Elevasi Jarak H max Kapasitas
(m) (m) (m3/s) (m) Tipe
(m) (m) (m) (m3/s)
1 Primer PM IA 9.5 2720 9.65 0.0004 1.088 0.4373 0.99 R3 0.5 0,45
2 Sekunder SK 1A 8 400 8.15 0.0002 0.080 0.1543 0.51 R1 0.33 0,16
3 Tersier TS IA Ka 9.5 0 9.65 0.0003 0.000 0.0694 0.37 R1 0.33 0,16
4 Tersier TS IA Ki 7.5 0 7.65 0.0002 0.000 0.1111 0.47 R1 0.33 0,16
5 Tersier TS 2A KI 8 0 8.15 0.0002 0.000 0.1736 0.54 R2 0.5 0,3
R (sorted) m P Tr yT KT xT
657 1 0.076923 13 2.5251949 1.518845 670
585 2 0.153846 6.5 1.7894377 0.945178 555
518 3 0.230769 4.333333 1.3380214 0.59321 485
441 4 0.307692 3.25 1.0004205 0.329984 432
415 5 0.384615 2.6 0.7225599 0.113337 389
407 6 0.461538 2.166667 0.4795867 -0.07611 351
382 7 0.538462 1.857143 0.2572306 -0.24948 316
373 8 0.615385 1.625 0.0455085 -0.41456 283
330 9 0.692308 1.444444 -0.164374 -0.5782 250
284 10 0.769231 1.3 -0.382768 -0.74848 216
0 11 0.846154 1.181818 -0.626902 -0.93883 178
0 12 0.923077 1.083333 -0.941939 -1.18447 129
μR 366
S 200.3377229
Tr 100 tahun
yT 4.600149227
Untuk Q100 KT 3.136680644
xT 994 mm/bulan
33.14232 mm/hari
Tr 1.25 tahun
yT -0.475884995
Untuk Qd KT -0.821087002
xT 201 mm/bulan
6.712643 mm/hari
diperoleh dari
C0 1.29 grafik
p/H1 19.33
Cari C1 diperoleh dari
C1 0.99 grafik
dengan kemiringan 1:0.67
Cari C2 diperoleh dari
C2 1.000 grafik
Cd C0 x C1 x C2 1.2771
H1 0.07 m Final
Cek besar tekanan
H1/r 0.0669
(p/Äg)/H1 -0.2
Besar tekanan -0.01338 > -1 ?? OK
Debit rencana Qd 0.173209 m3/s
Cd C0 x C1 x C2 0.07 asumsi
Lebar saluran = Lebar sungai b 80.00 m
Tinggi energi hulu H1 0.07 m
Gaya Tekan ke atas untuk bangunan pada permukaan tanah dasar (subgrade)
Dengan Asumsi dialiri pada saat debit sungai rendah
Titik Garis Panjang Rembesan ∆H Hx Px = Hx - ∆H
Data-Data
h1 13.05 m
h2 8.00 m
Lw/Hw
Cw
7.38
Data-Data
L 11.976 m
DDT 200 kPa
φ 30 o
τs 18 kN/m3
τw 9.81 kN/m3
Rv -558.81 kN
Rh 98.44 kN
M0 -3205.36 kNm
h 5.72 m
v 6.74 m
e 0.25 OK
σmin -52.55 OK
σmax -40.77 OK
ep1 30.71 kN/m
Ep1 38.39 kN
ep2 9.83 kN/m
Ep2 3.93 kN
ep3 9.21 kN/m
Ep3 3.46 kN
Sgelincir1 5.31 OK
Sgelincir2 2.84 OK
s 5 m
a 0 m
Spiping 7.38 OK
Akibat Gempa
E 0.10
He 105.22 kN
He x h 602.11 kNm
M -2603.24 kNm
e 1.33 OK
σmax -77.74 OK
σmin -15.58 OK
Sgelincir 1.77 OK
Gaya Tekan ke atas untuk bangunan pada permukaan tanah dasar (subgrade)
Dengan Asumsi dialiri pada saat debit banjir
Panjang Rembesan Hx Px = Hx - ∆H
∆H
Titik 1/3
Garis Line Vert Hor Kumulatif
Point Hor Lw (m) (m) (m) (kN/m2)
(m) (m) (m)
(m)
Data-Data
h1 13.12 m
h2 10.88 m
Lw/Hw
Cw
16.68
L 11.976 m
DDT 200 kPa
φ 30 o
τs 18 kN/m3
τw 9.81 kN/m3
Rv -591.84 kN
Rh 33.74 kN
M0 -3552.24 kNm
h 7.50 m
v 6.43 m
e -0.01 OK
Åmax -49.07 OK
Åmin -49.77 OK
SDDT 4.075757 OK
ep1 30.71 kN/m
Ep1 38.39 kN
ep2 9.83 kN/m
Ep2 3.93 kN
ep3 9.21 kN/m
Ep3 3.46 kN
Sgelincir1 -24.59 Cek
Sgelincir2 8.77 OK
Tekanan Sentrifugal
H 0.07 m
z 5.78 m
g 9.81 m2/s
q 0.04 m3/s/m
v 10.71 m/s
d 0.004 m
r 2.50 m
p 0.16 kN/m2
Fc 0.32 kN