PEMBEKUAN
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu mata kuliah Teknologi Pangan dengan dosen
pengampu Tri Hariyadi
Disusun oleh :
Arini Nur Amalia (211411036)
Dewi Nur Fadilah (211411040)
Muhammad Fauzan (2114150)
Najwa Shintia (2114151)
Kelompok 6 (enam)
2B – D3 Teknik Kimia
C. Proses pembekuan
Ketika makanan dipaparkan ke temperatur dingin, produk makanan tersebut
akan kehilangan panas dampak laju pindah panas yang terjadi dari makanan ke
medium bertemperatur rendah di sekitarnya. Permukaan makanan akan mengalami
penurunan temperatur lebih cepat dibandingkan dengan babak dalamnya.
Jumlah air yang membeku dalam produk makanan tergantung pada temperatur
pembekuan; kandungan campuran zat makanan amat memengaruhi hal tersebut.
Umumnya, semakin cair suatu bahan makanan, jumlah air yang membeku akan
semakin banyak. Tetapi, kuning telur masih menyisakan lebih dari 20 persen air
meski sudah didinginkan sampai minus 40oC. Hal ini dikarenakan kandungan protein
yang tinggi yang terlarut dalam air. Kekurangan teknik pembekuan adalah sulitnya
membekukan kandungan air yang telah tersedia dalam bahan makanan secara
sempurna sehingga masih menyisakan risiko pertumbuhan mikroorganisme; untuk
mengatasinya diperlukan pendinginan lebih jauh lagi untuk menghentikan kegiatan
enzim mikroorganisme dan/atau membekukan banyakan air, namun hal itu tidaklah
ekonomis (Kutz, 2007).
D. Perubahan fase dan formasi kristal es
Ketika temperatur produk makanan diturunkan sampai di bawah titik beku air,
air mulai membentuk kristal es. Pembentukan kristal es dapat disebabkan oleh
kombinasi molekul-molekul air yang dinamakan dengan nukleasi homogenik, atau
pembentukan inti di sekitar partikel tersuspensi yang dikenal dengan nama nukleasi
heterogen (Fellows, 2000). Nukleasi homogen terjadi dalam kondisi di mana zat
terbebas dari zat pengotor yang biasanya memerankan sebagai inti ketika terjadi
proses pembekuan. Nukleasi heterogen terjadi ketika molekul-molekul air bersatu
dengan agen nukleasi seperti benda asing, zat tak terlarut, atau bahkan dinding
pembungkus (Sahagian dan Goff, 1996). Nukleasi heterogen adalah tipe yang umum
terjadi dalam proses pembekuan makanan.
Tipe ketiga dari proses nukleasi, yang dinamakan dengan pembentukan inti
sekunder, terbentuk ketika kristal-kristal membelah. Tipe kristalisasi ini memberikan
ukuran kristal yang seragam, dan umum terjadi pada proses pembekuan makanan cair
(Franks, 1987).
Umumnya, dalam proses pembekuan makanan, temperatur menjadi kurang mulai dari
temperatur awal di atas titik beku sampai beberapa derajat di bawah titik beku. Dalam
proses ini, temperatur di 0 sampai -5oC dinamakan zona kritis yang diperlukan oleh
makanan dalam pembentukan kristal-kristal es. Lamanya waktu yang diperlukan bagi
makanan dalam melalui zona kritis ini menentukan jumlah dan ukuran kristal es yang
terbentuk. Proses pembekuan yang cepat akan membentuk sejumlah agung kristal es
berukuran kecil, sedangkan pendinginan dalam waktu yang lambat akan membentuk
sejumlah kecil kristal es berukuran agung. Pembekuan yang lambat memberikan
waktu bagi molekul-molekul air untuk bermigrasi menuju inti yang akan bersatu
dengannya untuk membentuk agregat kristal es sehingga menghasilkan kristal es
berukuran agung. Pembentukan kristal es berukuran agung ini akan memengaruhi
struktur makanan dan menyebabkan hilangnya kualitas makanan. Kristal es yang
agung akan menusuk dinding sel produk makanan dan merusaknya. Kerusakan akan
semakin agung dengan semakin lambatnya laju pembekuan (Otero et al., 2000).
Solusi terbaik adalah dengan mencegah terjadinya kristalisasi ini dengan risiko
meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme yang dapat merusak makanan karena
temperatur yang masih memungkinkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Solusi
dari masalah tersebut adalah dengan menambahkan protein anti beku yang dapat
menurunkan titik beku air dan mencegah kristalisasi pada temperatur yang sangat
rendah (Feeney dan Yeh, 1998).
F. Alat pembekuan
Tipe peralatan yang digunakan untuk produk tertentu ditentukan oleh
bermacam faktor. Sensivitas produk, ukuran, dan bangun-bangun produk makanan
serta kualitas akhir yang diperlukan, laju produksi, ketersediaan ruang, kapasitas
investasi, tipe media pendinginan yang digunakan, dsb-nya. Peralatan pembekuan
secara umum dapat dikelompokan sebagai berikut:
- Menggunakan kontak langsung dengan permukaan dingin; produk makanan, baik
dalam keadaan dikemas atau tidak, diekspos secara langsung dengan permukaan
dingin, logam, lempengan, dsb-nya.
- Menggunakan media udara sebagai media pendinginan; udara dalam temperatur
yang sangat dingin digunakan dalam mendinginkan produk makanan. Air blast,
spray udara, fluidized bed juga termasuk dalam cara tersebut.
- Menggunakan air sebagai coolant. Dalam hal ini, air yang bertemperatur sangat
rendah, titik didih yang rendah, serta mempunyai konduktivitas termal yang tinggi
digunakan dalam mendinginkan produk makanan. Air disemprotkan ke produk
atau produk direndam ke dalam air. Termasuk dalam cara ini adalah cryogenic.
G. Kontak langsung dengan permukaan dingin
Dalam pembekuan sistem lempengan dingin, lempengan seolah menjadi
pembungkus produk makanan tersebut. Lempengan dapat berupa lempengan ganda
atau lempengan banyak yang didinginkan dengan bermacam cara. Ruang udara di sela
lempeng dan pembungkus dapat menambah resistansi hambatan laju transfer kalor,
sehingga ruang sela lempengan harus diminimalisasi menyesuaikan dengan ukuran
produk makanan. Dan itulah yang menjadi keuntungan dari cara ini; bangun-bangun
dan ukuran lempengan dapat disesuaikan dengan ukuran produk makanan.
Keuntungan lainnya adalah, pembekuan dapat diterapkan dengan cepat dari
bermacam babak produk makanan, karena logam mempunyai konduktivitas termal
yang tinggi sehingga transfer panas dapat melaju dengan cepat.
Pembekuan dengan lempengan-lempengan seperti ini cenderung lebih
menghemat ruang karena penyusunan letak makanan yang rapih dan terstruktur.
H. Pembekuan dengan menggunakan media udara
Adalah tipe pembekuan yang umum, yaitu ruang pendingin yang diberi isi
oleh udara yang didinginkan. Keuntungannya adalah, dengan memanfatkan arus
konveksi, temperatur dingin dapat disebarkan sampai ke sudut ruangan secara efisien,
namun koefisien transfer panas konvektif udara cenderung kecil sehingga pembekuan
perlu diterapkan dalam waktu yang lebih lama dampak rendahnya laju transfer panas.
Semakin agung ruangan, semakin kecil kalor yang dapat dialihkan dalam satuan
waktu tertentu. Hilangnya berat dari produk juga dapat terjadi dampak kontak
langsung sela produk dan air yang bisa mengangkat kandungan air dalam produk
makanan, terutama jika temperatur dan kelembaban memungkinkan.
Sirkulasi udara dapat diterapkan secara alami maupun secara mekanis dengan
menggunakan kipas.
2) Dehydrofreezing
Adalah cara pembekuan makanan yang diaplikasikan khususnya
pada makanan berkadar air tinggi. Makanan didehidrasikan untuk
memenuhi kadar air yang diperlukan sebelum dibekukan. Ketika produk
seperti buah dan sayuran segar dengan kadari air tinggi dibekukan,
masalah utama yang mengganggu kualitas adalah peningkatan volume
dampak kadar air di dalamnya yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan (Biswal et al., 1991; Garrote dan Bertone, 1989; Robbers et al.,
1997). Dehidrasi parsial dapat diterapkan dengan pengering udara
konvensional atau pengeringan osmotik. Dehidrasi parsial dapat
memberikan bermacam keuntungan, diantaranya menurunkan beban
transfer kalor produk makanan, mempermudah dan mengurangi biaya
penyimpanan, penanganan, dan pengiriman.