Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH TEKNOLOGI PANGAN

PEMBEKUAN
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu mata kuliah Teknologi Pangan dengan dosen
pengampu Tri Hariyadi

Disusun oleh :
Arini Nur Amalia (211411036)
Dewi Nur Fadilah (211411040)
Muhammad Fauzan (2114150)
Najwa Shintia (2114151)

Kelompok 6 (enam)
2B – D3 Teknik Kimia

PROGRAM STUDI DIII-TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2023
A. Sejarah
Teknik pembekuan makanan sudah dikenal sejak lama sekali, sedangkan
teknik pembekuan dengan campuran garam-es diperkenalkan pada tahun 1800an di
dua tempat, yaitu di Inggris (oleh H. Benjamin di tahun 1842) dan di Amerika Sarikat
(oleh Enoch Piper pada tahun 1861) yang keduanya menggunakannya untuk
mendinginkan Sikan. Komersialisasi teknik pembekuan makanan baru dimulai di
akhir 100 tahun ke 19.

B. Penurunan titik beku


Titik beku adalah temperatur di mana kristal es dan air berada dalam keadaan
ekuilibrium; titik di mana air tepat membeku atau es tepat mencair. Air murni
membeku pada temperatur 0oC pada tekanan atmosfer. Titik beku makanan berada di
bawah titik beku air murni, hal ini dikarenakan makanan mengandung bermacam
campuran bermacam jenis zat dan masing-masing saling memengaruhi sehingga
menurunkan titik beku. Level titik beku suatu makanan tergantung pada konsentrasi
zat-zat dalam makanan.

C. Proses pembekuan
Ketika makanan dipaparkan ke temperatur dingin, produk makanan tersebut
akan kehilangan panas dampak laju pindah panas yang terjadi dari makanan ke
medium bertemperatur rendah di sekitarnya. Permukaan makanan akan mengalami
penurunan temperatur lebih cepat dibandingkan dengan babak dalamnya.

Jumlah air yang membeku dalam produk makanan tergantung pada temperatur
pembekuan; kandungan campuran zat makanan amat memengaruhi hal tersebut.
Umumnya, semakin cair suatu bahan makanan, jumlah air yang membeku akan
semakin banyak. Tetapi, kuning telur masih menyisakan lebih dari 20 persen air
meski sudah didinginkan sampai minus 40oC. Hal ini dikarenakan kandungan protein
yang tinggi yang terlarut dalam air. Kekurangan teknik pembekuan adalah sulitnya
membekukan kandungan air yang telah tersedia dalam bahan makanan secara
sempurna sehingga masih menyisakan risiko pertumbuhan mikroorganisme; untuk
mengatasinya diperlukan pendinginan lebih jauh lagi untuk menghentikan kegiatan
enzim mikroorganisme dan/atau membekukan banyakan air, namun hal itu tidaklah
ekonomis (Kutz, 2007).
D. Perubahan fase dan formasi kristal es
Ketika temperatur produk makanan diturunkan sampai di bawah titik beku air,
air mulai membentuk kristal es. Pembentukan kristal es dapat disebabkan oleh
kombinasi molekul-molekul air yang dinamakan dengan nukleasi homogenik, atau
pembentukan inti di sekitar partikel tersuspensi yang dikenal dengan nama nukleasi
heterogen (Fellows, 2000). Nukleasi homogen terjadi dalam kondisi di mana zat
terbebas dari zat pengotor yang biasanya memerankan sebagai inti ketika terjadi
proses pembekuan. Nukleasi heterogen terjadi ketika molekul-molekul air bersatu
dengan agen nukleasi seperti benda asing, zat tak terlarut, atau bahkan dinding
pembungkus (Sahagian dan Goff, 1996). Nukleasi heterogen adalah tipe yang umum
terjadi dalam proses pembekuan makanan.
Tipe ketiga dari proses nukleasi, yang dinamakan dengan pembentukan inti
sekunder, terbentuk ketika kristal-kristal membelah. Tipe kristalisasi ini memberikan
ukuran kristal yang seragam, dan umum terjadi pada proses pembekuan makanan cair
(Franks, 1987).

Umumnya, dalam proses pembekuan makanan, temperatur menjadi kurang mulai dari
temperatur awal di atas titik beku sampai beberapa derajat di bawah titik beku. Dalam
proses ini, temperatur di 0 sampai -5oC dinamakan zona kritis yang diperlukan oleh
makanan dalam pembentukan kristal-kristal es. Lamanya waktu yang diperlukan bagi
makanan dalam melalui zona kritis ini menentukan jumlah dan ukuran kristal es yang
terbentuk. Proses pembekuan yang cepat akan membentuk sejumlah agung kristal es
berukuran kecil, sedangkan pendinginan dalam waktu yang lambat akan membentuk
sejumlah kecil kristal es berukuran agung. Pembekuan yang lambat memberikan
waktu bagi molekul-molekul air untuk bermigrasi menuju inti yang akan bersatu
dengannya untuk membentuk agregat kristal es sehingga menghasilkan kristal es
berukuran agung. Pembentukan kristal es berukuran agung ini akan memengaruhi
struktur makanan dan menyebabkan hilangnya kualitas makanan. Kristal es yang
agung akan menusuk dinding sel produk makanan dan merusaknya. Kerusakan akan
semakin agung dengan semakin lambatnya laju pembekuan (Otero et al., 2000).
Solusi terbaik adalah dengan mencegah terjadinya kristalisasi ini dengan risiko
meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme yang dapat merusak makanan karena
temperatur yang masih memungkinkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Solusi
dari masalah tersebut adalah dengan menambahkan protein anti beku yang dapat
menurunkan titik beku air dan mencegah kristalisasi pada temperatur yang sangat
rendah (Feeney dan Yeh, 1998).

E. Anggaran waktu pembekuan


Semua produk makanan mengandung bermacam jenis zat terlarut. Sangat sulit
untuk menentukan pada temperatur berapa seluruh air dalam produk makanan akan
membeku, dikarenakan keberadaan zat terlarut dalam makanan menurunkan titik
beku.
Laju pendinginan yang memengaruhi waktu pembekuan yang diperlukan
produk makanan kualitas produk makanan dapat dirumuskan oleh selisih sela
temperatur awal produk makanan dan temperatur akhir pembekuan dibagi dengan
waktu. (oC/s). Dapat juga dirumuskan dengan rasio dari selisih sela temperatur
permukaan dan temperatur babak dalam produk makanan dengan waktu yang
diperlukan bagi permukaan produk makanan untuk mencapai temperatur 0oC dan
babak dalam produk makanan untuk mencapai temperatur -5oC.
Anggaran waktu pembekuan adalah faktor utama dalam memperagakan
pembekuan makanan. Waktu pembekuan menentukan kapasitas alat pendingin yang
diperlukan dalam memperagakan pembekuan.
Faktor yang memengaruhi lamanya proses pembekuan adalah konduktivitas
termal, kalor jenis, ketebalan, massa jenis, dan lapang permukaan produk makanan
serta selisih temperatur sela produk makanan dengan medium pendinginan dan
resistansi laju pindah panas. Anggaran waktu pembekuan semakin sulit diterapkan
karena konduktivitas termal, massa jenis, dan kalor jenis produk makanan bervariasi
bergantung pada temperatur awal, ukuran, dan bangun-bangun dari makanan.
Semakin agung ukuran produk makanan, waktu yang diperlukan untuk
memperagakan pembekuan akan semakin lama. Hal ini dikarenakan meningkatnya
kalor laten dan jumlah kalor yang harus dialihkan. Peningkatan ukuran makanan juga
meningkatkan resistansi internal terhadap laju pindah panas, sehingga membutuhkan
waktu lebih lama dalam pembekuan.

F. Alat pembekuan
Tipe peralatan yang digunakan untuk produk tertentu ditentukan oleh
bermacam faktor. Sensivitas produk, ukuran, dan bangun-bangun produk makanan
serta kualitas akhir yang diperlukan, laju produksi, ketersediaan ruang, kapasitas
investasi, tipe media pendinginan yang digunakan, dsb-nya. Peralatan pembekuan
secara umum dapat dikelompokan sebagai berikut:
- Menggunakan kontak langsung dengan permukaan dingin; produk makanan, baik
dalam keadaan dikemas atau tidak, diekspos secara langsung dengan permukaan
dingin, logam, lempengan, dsb-nya.
- Menggunakan media udara sebagai media pendinginan; udara dalam temperatur
yang sangat dingin digunakan dalam mendinginkan produk makanan. Air blast,
spray udara, fluidized bed juga termasuk dalam cara tersebut.
- Menggunakan air sebagai coolant. Dalam hal ini, air yang bertemperatur sangat
rendah, titik didih yang rendah, serta mempunyai konduktivitas termal yang tinggi
digunakan dalam mendinginkan produk makanan. Air disemprotkan ke produk
atau produk direndam ke dalam air. Termasuk dalam cara ini adalah cryogenic.
G. Kontak langsung dengan permukaan dingin
Dalam pembekuan sistem lempengan dingin, lempengan seolah menjadi
pembungkus produk makanan tersebut. Lempengan dapat berupa lempengan ganda
atau lempengan banyak yang didinginkan dengan bermacam cara. Ruang udara di sela
lempeng dan pembungkus dapat menambah resistansi hambatan laju transfer kalor,
sehingga ruang sela lempengan harus diminimalisasi menyesuaikan dengan ukuran
produk makanan. Dan itulah yang menjadi keuntungan dari cara ini; bangun-bangun
dan ukuran lempengan dapat disesuaikan dengan ukuran produk makanan.
Keuntungan lainnya adalah, pembekuan dapat diterapkan dengan cepat dari
bermacam babak produk makanan, karena logam mempunyai konduktivitas termal
yang tinggi sehingga transfer panas dapat melaju dengan cepat.
Pembekuan dengan lempengan-lempengan seperti ini cenderung lebih
menghemat ruang karena penyusunan letak makanan yang rapih dan terstruktur.
H. Pembekuan dengan menggunakan media udara
Adalah tipe pembekuan yang umum, yaitu ruang pendingin yang diberi isi
oleh udara yang didinginkan. Keuntungannya adalah, dengan memanfatkan arus
konveksi, temperatur dingin dapat disebarkan sampai ke sudut ruangan secara efisien,
namun koefisien transfer panas konvektif udara cenderung kecil sehingga pembekuan
perlu diterapkan dalam waktu yang lebih lama dampak rendahnya laju transfer panas.
Semakin agung ruangan, semakin kecil kalor yang dapat dialihkan dalam satuan
waktu tertentu. Hilangnya berat dari produk juga dapat terjadi dampak kontak
langsung sela produk dan air yang bisa mengangkat kandungan air dalam produk
makanan, terutama jika temperatur dan kelembaban memungkinkan.
Sirkulasi udara dapat diterapkan secara alami maupun secara mekanis dengan
menggunakan kipas.

I. Pembekuan dengan menggunakan air


Umumnya, produk makanan direndam dalam air pendingin yang didinginkan.
Air yang digunakan berupa air yang mempunyai titik didih rendah namun mempunyai
kemampuan menyerap panas yang tinggi, misalnya glikol atau air lainnya yang
dinamakan coolant. Makanan cair juga dapat didinginkan dengan cara ini asalkan
dikemas terlebih dahulu sebelum direndam. Umumnya tidak telah tersedia kontak
langsung sela produk makanan dengan air pendingin, karena berisiko merusak
kualitas produk makanan.
Penyemprotan makanan juga termasuk cara ini, dengan menggunakan air
pendingin yang sejenis. Makanan dialirkan dengan konveyor, lalu diterapkan
penyemprotan. Setelah diterapkan penyemprotan, umumnya produk makanan
dibekukan dengan menggunakan media udara seperti arus udara dingin. Cara ini
menjadikan makanan menjadi beku lebih cepat dibandingkan tanpa air pendingin.
Dengan cara cryogenic, makanan dapat dibekukan dengan cara yang cepat.
Makanan direndam dalam air cryogenik yang dinamakan dengan cryogen. Cryogen
yang umum digunakan misalnya nitrogen cair dan karbon dioksida cair. Nitrogen cair
mempunyai titik didih yang sangat rendah, yaitu -196oC, sedangkan karbon dioksida
cair mempunyai titik didih -79oC. Cryogen cenderung tidak berbau, tidak berwarna,
dan inert sehingga tidak akan bereaksi dengan bahan makanan padat walau
pendinginan diterapkan dalam keadaan tanpa dikemas dan memengaruhi kualitas
makanan kecuali terhadap temperatur dinginnya itu sendiri. Selain itu, cryogen
mempunyai laju transfer panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air pendingin
lainnya.
Pada proses pembekuan dengan cryogenic, pendinginan awal perlu diterapkan
untuk mencegah keretakan dampak turunnya temperatur secara drastis karena volum
produk makanan mengalami perubahan volum yang sangat cepat ketika terendam
dalam cryogen. Mempertahankan temperatur sangat mungkin karena cryogen yang
menguap mempunyai koefisien transfer kalor konvektif yang sangat tinggi.
Modifikasi terbaru dari pendingin cryogenic adalah pendingin cryomechanical
yang menggabungkan cara perendaman produk dalam air cryogen dan cara mekanik
yaitu menggunakan konveyor tipe sprayer, spiral, ataupun belt yang menggunakan
uap cryogen. Hal ini akan mengurangi waktu pendinginan, mengurangi hilangnya
berat produk makanan, meningkatkan kualitas produk, dan meningkatkan efisiensi
(Agnelli dan Mascheroni, 2002).

J. Pengaruh pembekuan dan penyimpanan beku terhadap makanan


Setiap penambahan maupun pengurangan panas yang diterapkan terhadap
makanan akan membawa beberapa perubahan terhadap makanan tersebut.
Pendinginan akan mengubah air menjadi es, dan sifat makanan akan ditentukan oleh
sifat es tersebut. Pertumbuhan mikroorganisme dan kegiatan enzim ditentukan oleh
menjadi kurangnya kegiatan air dalam makanan beku. Jumlah dan ukuran inti es yang
terbentuk cukup memengaruhi kualitas produk dalam hal tingkat kerusakan dinding
sel bakteri dan juga struktur jaringan produk makanan. Kehilangan berat dan
mengeringnya permukaan umumnya kekurangan kualitas yang tidak dimintanya.
Kondisi penyimpanan dan transportasi, terutama fluktuasi temperatur akan
memengaruhi kristalisasi es dan kualitas produk.

K. Efek terhadap karakter fisik


Ketika air diubah menjadi es, volumenya bertambah 9% (air mempunyai
volume terkecil pada temperatur 4oC lalu bertambah volumenya seiring penurunan
temperatur, sifat anomali air) (Kalichevsky et al. 1995). Jika produk makanan tersebut
mengandung banyak air, maka hal yang sama akan terjadi, namun kadar air,
temperatur pendinginan, dan keberadaan ruang antar sel amat memengaruhi
perubahan volume tersebut.
Kerusakan sel juga mungkin terjadi dampak pendinginan; hal ini diakibatkan
gerakan kristal es atau kondisi osmotik sel. Produk daging tidak mengalami kerusakan
sebesar produk buah-buahan dan sayuran karena struktur fibrous yang dimiliki daging
lebih elastis dibandingkan struktur buah dan sayur yang cenderung kaku.
Kehilangan berat dampak pendinginan juga menjadi masalah karena selain
masalah kualitas, hal ini juga merupakan masalah ekonomi jika produk dijual
berdasarkan berat produk. Produk yang tidak dikemas akan mengalami kehilangan
berat lebih agung dampak perpindahan tingkat kelembaban menuju wilayah yang
bertekanan lebih rendah dampak kontak langsung dengan media pendinginan.
Cracking atau terbentuknya retakan pada permukaan sampai babak dalam
produk juga bisa terjadi, terutama ketika produk makanan dibekukan dengan cara
direndam ke dalam air pendingin atau cryogen yang menyebabkan terbentuknya
lapisan beku di permukaan makanan. Lapisan ini melawan peningkatan volume dari
dalam sehingga produk akan mengalami stress di babak dalamnya. Jika lapisan beku
yang terbentuk cukup rapuh, akan terjadi retakan. Sifat produk seperti porositas,
ukuran, modulus elastisitas, dan densitas amat memengaruhi terjadinya keretakan
tersebut. Perubahan densitas terjadi dampak bertambahnya volume, dan ini bisa
ditangani dengan pendinginan dalam kondisi tekanan tinggi.

L. Efek terhadap bahan penyusun makanan


Pendinginan akan mengurangi kegiatan air pada makanan. Mikroorganisme
tidak dapat tumbuh pada kondisi kegiatan air yang rendah dan temperatur di bawah
nol. Organisme patogen tidak bisa tumbuh pada temperatur di bawah 5oC, namun tipe
organisme lainnya mempunyai respon yang tidak sama. Sel vegetatif ragi, jamur, dan
bakteri gram negatif akan hancur pada temperatur rendah, namun bakteri gram positif
dan spora jamur dikenal tidak dipengaruhi oleh temperatur rendah. Protein akan
mengalami denaturasi dalam temperatur dingin yang mengakibatkan perubahan
penampilan produk, tapi nilai nutrisinya tidak terjadi walau terjadi denaturasi selama
berat tidak menjadi kurang. Pembekuan tidak memengaruhi kandungan vitamin A, B,
D, dan E, namun memengaruhi kandungan vitamin C.

M. Efek pembekuan terhadap sifat termal makanan


Ilmu tentang sifat termal produk makanan diperlukan dalam mendesain proses
pembekuan dan alat yang diperlukan, termasuk juga kapasitas pemindahan panas.
Konduktivitas termal es adalah 4 kali konduktivitas termal air (konduktivitas termal
es adalah 2,24 W/m K, konduktivitas termal air adalah 0,56 W/m K) sehingga
konduktivitas termal makanan beku umumnya 3-4 kali lebih agung dibandingkan
makanan yang tidak dibekukan. Selama tahap awal pembekuan, peningkatan
konduktivitas termal berlangsung cepat. Untuk makanan yang kaya kandungan
lemaknya, variasi konduktivitas termal terhadap temperatur dapat diabaikan, namun
dalam kasus produk daging, orientasi serat otot memengaruhi konduktivitas termal
(Dickerson, 1968).
Kalor jenis es hanya setengahnya dari kalor jenis air. Selama masa
pendinginan, kalor jenis produk makanan menurun. Pengukuran kalor jenis cukup
rumit karena terdapat perubahan fase berkelanjutan dari air ke es. Kalor laten dari
produk makanan dapat dianggarkan dari fraksi air yang telah tersedia pada makanan
(Fennema et al., 1973). Difusivitas termal dari makanan beku bisa dianggarkan dari
massa jenis, kalor jenis, dan termal konduktivitas. Digabungkan dengan data
mengenai konduktivitas termal dan kalor jenis es terhadap air, dapat dianggarkan
bahwa makanan beku mempunyai nilai difusivitas termal 9-10 kali lebih agung
dibandingkan dengan makanan yang tidak dibekukan (Desrosier dan Desrosier, 1982).

N. Pengembangan teknik pembekuan


1) Pembekuan dengan tekanan tinggi
Cara pembekuan konvensional, terutama dalam kasus makanan
berukuran agung, akan menyebabkan terbentuknya gradien temperatur
yang agung. Permukaan produk makanan akan mengalami percepatan
pembekuan yang lebih cepat dibandingkan dengan babak dalamnya,
sehingga pada babak permukaan makanan akan mempunyai sejumlah
agung kristal es berukuran kecil sedangkan babak dalamnya akan
mempunyai sejumlah kecil kristal es berukuran agung. Hal ini akan
menyebabkan kehilangan kualitas produk.

Pembekuan konvensional juga akan menyebabkan peningkatan


volume dari produk dan menyebabkan kerusakan jaringan. Ketika
pembekuan diterapkan pada tekanan tinggi, peningkatan volume dapat
dicegah dan sela permukaan dan babak dalam produk makanan akan
mengalami pembekuan dalam kecepatan yang tidak jauh tidak sama
sehingga pembentukan kristal es akan homogen pada babak permukaan
dan babak dalam produk makanan.

2) Dehydrofreezing
Adalah cara pembekuan makanan yang diaplikasikan khususnya
pada makanan berkadar air tinggi. Makanan didehidrasikan untuk
memenuhi kadar air yang diperlukan sebelum dibekukan. Ketika produk
seperti buah dan sayuran segar dengan kadari air tinggi dibekukan,
masalah utama yang mengganggu kualitas adalah peningkatan volume
dampak kadar air di dalamnya yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan (Biswal et al., 1991; Garrote dan Bertone, 1989; Robbers et al.,
1997). Dehidrasi parsial dapat diterapkan dengan pengering udara
konvensional atau pengeringan osmotik. Dehidrasi parsial dapat
memberikan bermacam keuntungan, diantaranya menurunkan beban
transfer kalor produk makanan, mempermudah dan mengurangi biaya
penyimpanan, penanganan, dan pengiriman.

O. Konservasi energi dalam proses pembekuan


Pembekuan adalah kegiatan dengan penggunaan energi yang intensif.
Keefektivan biaya dari kegiatan pembekuan tergantung pada beban pendinginan
produk makanan yang menentukan agung energi yang dikonsumsi alat pembeku.
Memindahkan panas pada awal proses pembekuan merupakan hal yang tersulit dan
membutuhkan banyak waktu, sehingga titik akhir pembekuan, yang biasanya sulit
ditentukan, harus dianggarkan dengan tepat dan amat menentukan total konsumsi
energi alat pembeku. Manipulasi bahan penyusun produk makanan, automatisasi alat
pendingin, pelacakan perubahan fase air-es, dsb-nya, juga menjadi hal yang penting
dalam penentuan total energi yang diperlukan dalam proses pembekuan karena
mencegah pemindahan panas yang berlebihan.

Anda mungkin juga menyukai