Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas Holistik
Islami
Disusun Oleh :
NIM : 402023028
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
7. Penatalaksanaan Postpartum
Penatalaksanaan post partum menurut (Ariyani 2017), setelah melahirkan, ibu
membutuhkan perawatan yang intensif untuk pemulihan kondisinya setelah proses
persalinan yang melelahkan, perawatan post partum antara lain :
a. Mobilitas dini
Mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis
karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian, khususnya dilakukan
oleh ibu post partum. Mobilisasi dini adalah kebijakan agar secepat mungkin
membimbing ibu post partum bangun dari tempat tidurnya dan membimbing ibu
secepat mungkin untuk berjalan. Jika tidak ada kelainan paska persalinan,
mobilisasi dini dapat dilakukan sedini mungkin yaitu 2 jam paska persalinan.
Mobilisasi dinidapat membantu pemulihan dan mempercepat waktu berada di
rumah sakit.
b. Rawat gabung
Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama-sama sehingga ibu lebih
banyak memperhatikan bayinya, segera memberikan ASI, sehingga kelancaran
pengeluaran ASI lebih terjamin
c. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan umum antara lain kesadaran penderita, keluhan yang terjadi setelah
persalinan.
d. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus pada ibu post partum spontan antara lain :
1) Pemeriksaan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan.
2) Fundus uteri : Tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.
3) Payudara : putting susu, pembesaran dan pengeluaran ASI.
4) Lochea : Lochea rubra, lochea sangiolenta, lochea serosa, lochea alba.
5) Luka jahitan episiotomi : apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda-tanda
infeksi.
B. KONSEP DASAR SECTIO CAESAREA
1. Definisi SC
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. Sectio Caesaria ialah tindakan untuk
melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding
uterus yang utuh.
2. Jenis-Jenis SC
a. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus.
insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang.
Keunggulan pembedahan ini adalah: Pendarahan luka insisi tidak seberapa
banyak, Bahaya peritonitis tidak besar. Perut uterus umumnya kuat sehingga
bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah
uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga
luka dapat sembuh lebih sempurna.
b. Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal. Pada cectio cacaria klasik ini
di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak mudah dilakukan,hanya
di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section cacaria
transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
c. Sectio cacaria ekstra peritoneal. Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di
lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan
pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di
lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin
berat.
d. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
1) Atonia uteri
2) Plasenta accrete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat
3. Etiologi SC
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan
infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah
penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran
satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak
lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah : Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada
pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya
kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka : Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian
kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi,
kira-kira 0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi : Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada
pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu,
biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
4. Patofisiologi SC
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta
previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan
letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari
aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek
fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang
keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh
karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri
adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin
maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe
yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas
yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan
mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi.
5. Pathway
6. Teknik penatalaksanaan
a. Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
- Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus
uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai
sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua
jari operator.
- Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan
meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
- Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
- Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
- Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
Lapisan I : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang
dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
Lapisan II : Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
Lapisan III : Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit
secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
- Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan
air ketuban
- Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
- Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang,
kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
- Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang
lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar
dengan gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting
lindungi janin dengan dua jari operator.
- Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan
dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
- Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
- Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan
dipotong diantara kedua klem tersebut.
- Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
- Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
Lapisan I : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang
dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
Lapisan II : Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
Lapisan III : Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
- Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan
air ketuban
- Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
c. Bedah Caesar Ekstraperitoneal
- Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia
digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
- Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar
transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.
d. Histerektomi Caersarian ( Caesarian Hysterectomy)
- Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian
juga cara melahirkan janinnya.
- Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan
klem secukupnya.
- Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
- Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada
tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem
tersebut.
- Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada
tunggul serviks uteri diatasi.
- Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera
no. 2.
- Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut (
no.1 atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
- Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks
uteri.
- Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera
abdominis.
- Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG), untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari
kejang.
b. Pemindaian CT, untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI), menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan
pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography (PET), untuk mengevaluasi kejang
yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik
atau alirann darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
- Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
- Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Perawatan awal : letakan pasien dalam posisi pemulihan, periksa kondisi pasien,
cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian tiap 30 menit jam
berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar, yakinkan jalan
nafas bersih dan cukup ventilasi
b. Diet, Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi, mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Fungsi gastrointestinal
Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
e. Perawatan fungsi kandung kemih
Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urin jernih.
Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral
per hari sampai kateter dilepas
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
f. Pembalutan dan perawatan luka : jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau
keluar cairan.
g. Lakukan masase uterus
h. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
i. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam :
Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
j. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
k. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi
dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas,
singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan
A. Pengkajian
1. Biodata Pasien
a. Inisial Pasien : Ny. P
b. Usia : 27 Tahun
c. Agama : Islam
d. Pendidikan Terakhir : SMA
e. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
f. Alamat : Bandung
g. Diagnosa Medis : G2P2A0 Partus Maturus dengan Seksio
Sesarea atas indikasi bekas SC
h. Tanggal Masuk RS/ Jam : 226-09-2023/ 09:00
i. Tanggal Pengkajian/ Jam : 28-09-2023/ 08:30
j. No Rekam Medis : 61-89-68
2. Biodata Penanggung Jawab
a. Inisial PJ : Tn. H
b. Usia : 32 Tahun
c. Pendidikan Terakhir : SMA
d. Pekerjaan : Karyawan Swasta
e. Hubungan Dengan Pasien : Suami
f. Alamat : Bandung
3. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri luka post SC
b. Minum
Frekuensi 6-8 gelas/hari 6-8 gelas/hari
Jenis Minuman Air putih, Air putih,
Alergi Tidak ada alergi Tidak ada alergi
Keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 1 x/hari Belum BAB
Warna Kuning kecoklatan -
Bau Bau khas -
Keluhan Tidak ada keluhan Masih takut BAB karena
nyeri perut
b. BAK
Frekuensi 4 - 5 x/hari Terpasang folley catheter
Warna Kuning jernih Kuning jernih
Bau Bau khas Bau khas
Keluhan Tidak ada keluhan Tidak terasa karena
terpasang folley catheter
Personal Hygiene
a. Mandi
Frekuensi ±1 x/hari 1 x/hari
Metode Mandi sendiri Seka
Menggunakan Air dingin, sabun Waslap
Keluhan Tidak ada keluhan Nyeri bila ke kamar
mand
b. Keramas
Frekuensi ± 2 x/hari
Metode Keramas sendiri ± 2 x/hari
Menggunakan Shampoo Keramas sendiri
Keluhan Tidak ada keluhan Shampoo
Tidak ada keluhan
c. Sikat gigi
Frekuensi ±1 x/ hari
Metode Sikat gigi sendiri ±1 x/ hari
Menggunakan Pasta gigi, sikat gigi Sikat gigi sendiri
Keluhan Tidak ada keluhan Pasta gigi, sikat gigi
Tidak ada keluhan
d. Gunting kuku
Frekuensi ± 1 x/minggu
Metode Gunting sendiri -
Menggunakan Gunting kuku -
Keluhan Tidak ada keluhan -
Tidak ada keluhan
Istirahat Tidur
a. Lama tidur siang ± 1-2 jam ± 1-2 jam
b. Lama tidur malam ± 8 jam ± 8 jam
c. Keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
Gaya Hidup
Ibu Rumah Tangga Ibu Rumah Tangga
a. Pekerjaan
Merangsang
pengeluaran histamin
dan prostaglandin
Nyeri akut
DS : Post partum (SC) Resiko perdarahan
pasien mengatakan
kadang mulas area Rahim,
darah jalan lahir mulai Progesterone menurun
berkurang Estrogen menurun
DO :
Tinggi fundus uteri 1 jari Kontraksi uterus
dibawah pusar, kontraksi
uterus teraba kuat, lochea
rubra kurang lebih 10 cc
Proses involusi
Resiko perdarahan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d prosedur operasi d.d pasien mengeluh nyeri, dengan skala nyeri 5,
nyeri bertambah saat klien melakukan aktifitas dan merubah posisi,
2. Resko perdarahan d.d lochea rubra 10 cc, kontraksi uterus kuat, TFU 1 jari
dibawah pusar
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Observasi : - Untuk
prosedur operasi tindakan keperawatan - Identifikasi lokasi, mengetahui
d.d pasien selama 3x24 jam karakteristik, durasi, efektifitas
mengeluh nyeri, diharapkan tingkat
frekuensi, kualitas, tindakan
dengan skala nyeri nyeri pasien berkurang,
5, nyeri bertambah dengan kriteria hasil : intensitas nyeri. perawatan, dan
saat klien - Keluhan nyeri pada - Identifikasi skala nyeri menentukan
melakukan aktifitas area abdomen - Identifikasi factor yang intervensi yang
dan merubah berkurang dapat memperberat dan akan dilakukan.
posisi, - Skala nyeri 1-3 memperingan nyeri. - Mengevaluasi
Terapeutik : intervensi nyeri
- Berikan teknik non yang dilakukan
farmakologis untuk apakah efektif
mengurangi rasa nyeri: atau tidak
rileksasi benson - Menghindari
- Control lingkungan yang faktor-faktor
memperberat rasa nyeri yang
memperberat
(misal suhu ruangan,
nyeri, untuk
pencahayaan, kebisingan) mengurangi
- Fasilitasi istirahat dan tidur tingkat nyeri
- Terapi Benson
Edukasi :
yang dilakukan
- Ajarkan pasien do’a pasien sebagai
menghadapi rasa sakit bentuk relaksasi
Kolaborasi :
yang melibatkan
- Kolaborasi pemberian
keyakinan untuk
analgesic. ( Paracetamol
3x100mg (jam 08-14-20), dapat
ketorolac 2x30mg (bila mengurangi
analgetik drip habis), nyeri,
durogesid pathc ditempel merilekskan otot-
pada kulit (ditempel selama otot dan
3x24 jam) mengatasi
kecemasan,
dzikir yang
dilakukan
berulang-ulang
dapat
menghambat
aktifitas saraf
simppatik yang
mengakibatkan
penurunan
terhadap
konsumsi
oksigen oleh
tubuh sehingga
otot-otot tubuh
menjadi rileks
dan
menimbulkan
perasaan tenang
dan nyaman
( Fithriana, 2018)
- Lingkungan yang
nyaman dan
minim distraksi
dapat mengurani
fektor pemberat
nyeri
- Istirahat tidur
dapat
meningkatkan
dophamin untuk
rileksasi otot dan
mengurangi
nyeri
- doa adalah salah
satu teknik non
farmakologi
yang mengarah
kesehatan fisik
ke yang lebih
baik, mengurangi
rasa sakit,
meningkatkan
respons imun,
memperbaiki
kesejahteraan
emosional, dan
memperkuat
pertumbuhan
spiritual (Tina,
2021)
- Analgesic dapat
menekan pusat
saraf nyeri,
sehingga nyeri
akan berkurang.
- Deteksi dini
untuk pasien dan
keluarga agar
jika terdapat
tanda2 bahaya
segera ke
fasilitas
kesehatan untuk
mendapat
perawatan yang
segera.
A:
Nyeri akut
Resiko Perdarahan
P:
- Observasi skala nyeri
- Ganti verban post op
- Observasi produksi
perdarahan
29/10/2023 10.0 - mengobservasi TTV dan S:
0 skala nyeri Klien mengeluh nyeri luka
- mengganti verban klien operasi, skala nyeri 3
- mengobservasi diuresis
setelah pelepasan kateter O:
k/u baik, cm, akral hangat, nadi
kuat, TFU 1 jari di bawah pusat,
kontraksi uterus kuat, perdarahan
10 cc, luka operasi tertutup
verban
A:
Nyeri akut
Resiko Perdarahan
P:
- Observasi skala nyeri
- Observasi kontraksi uterus
dan perdarahan saat kontrol
ke poliklinik