Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN NY.

P (27 TAHUN) G2P2A0 POSTPARTUM DENGAN


TINDAKAN SECTIO CAESAREA DI RUANG NIFAS RUMAH SAKIT AL-ISLAM
BANDUNG

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas Holistik
Islami

Dosen Pengampu : Bhekti Imansari, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh :

Achmad Fauzi Berani

NIM : 402023028

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG

2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR POSTPARTUM


1. Pengertian Postpartum
Masa postpartum sering juga disebut dengan masa puerperium atau masa
nifas. Masa postpartum biasanya merujuk pada fase 6 minggu pertama setelah
kelahiran bayi dan kembalinya organ reproduksi ibu hamil ke kondisi normal
sebelum kehamilan, yang terkadang disebut dengan usia trimester keempat masa
kehamilan atau puerperium (periode waktu yang berlangsung 6-8 minggu setelah
melahirkan, ketika tubuh mulai kembali ke kondisi sebelumnya (Johnson, 2014:272).
Masa postpartum merupakan masa pulih kembali setelah persalinan, yang
dimulai dari persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti sebelum
melahirkan. Masa postpartum merupakan fase transisi yang dapat menyebabkan
beberapa ibu mengalami krisis kehidupan sebab ibu akan mengalami beberapa
perubahan fisik dan psikologi (Tolongan et al., 2019:1).Murray dan McKinney dalam
Fatmawati (2015:83) menyebutkan bahwa periode postpartum merupakan situasi
krisis bagi ibu, pasangan, dan keluarga karena berbagai perubahan yang terjadi baik
fisik, psikologis, maupun struktur keluarga yang memerlukan proses adaptasi atau
penyesuaian. Adaptasi secara fisik dimulai sejak bayi dilahirkan hingga kembalinya
kondisi tubuh ibu sebelum hamil. Sementara itu, proses adaptasi psikologis dimulai
sejak masa kehamilan.
Fase postpartum merupakan bagian dari kehidupan ibu dan bayi yang bersifat
kritis. Diperkirakan sekitar 60% dari kematian ibu akibat persalinan dan 50%
kematian masa postpartum terjadi dalam 24 jam pertama setelah persalinan. Masa
tersebut menjadi masa yang cukup penting bagi bidan dan pelayan kesehatan untuk
memantau keadaan fisik, psikologis, spiritual, kesejahteraan sosial ibu, sekaligus
memberikan pendidikan dan peyuluhan secara terus-menerus (Lubis, 2013:247).
2. Periode Postpartum
Postpartum dibagi menjadi 3 periode (Indriyani et al., 2016:11):
a. Periode Immediate Postpartum
Masa Immediate Postpartum adalah masa segera setelah plasenta lahir sampai 24
jam. Pada masa ini sering terjadi banyak masalah seperti perdarahan atonia uteri.
Oleh sebab itu, harus dilakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokea,
tekanan darah, dan suhu secara teratur.
b. Periode Early Postpartum
Periode early pospartum yaitu periode 24 jam sampai satu minggu bayi lahir.
Pada fase ini memastikan involusi uteri dalam keadaan normal tidak ada
perdarahan, lokea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan
makanan dan cairan, dan ibu dapat menyusui dengan baik.
c. Periode Late Postpartum
Periode late postpartum merupakan masa satu minggu sampai lima minggu
postpartum. Pada periode ini tetap dilakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-
hari serta konseling KB.
3. Perubahan Psikologis Postpartum
Terdapat tiga fase perubahan psikologis pada ibu post partum, diantaranya :
a. Fase taking in
Ibu perprilaku tergantung pada orang lain, perhatian berfokus pada diri sendiri,
pasif dan belum ingin kontak dengan bayinya. Hal ini dapat berlangsung selama
1-2 hari.
b. Fase taking hold
Pada fase ini ibu mulai memfokuskan perhatian kepada bayinya, secara mandiri
dan inisiatif dalam melakukan perawatan bayi, berlangsung setelah hari ke-10
pasca melahirkan.
c. Fase letting go
Ibu memperoleh peran dan tanggung jawab baru, mapu melakukan perawatan
diri pada bayinya secara terus-menerus.
4. Perubahan Fisiologis Postpartum
Pada periode postpartum akan terjadi perubahan baik fisiologis maupun
psikologis yang dialami oleh ibu. Adapun perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu
postpartum antara lain:
a. Sistem reproduksi dan struktur terkait
1) Uterus
Segera setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa yang hampir padat.
Dinding belakang dan depan uterus yang tebal saling menutup yang
menyebabkan rongga dibagian tengah merata. Ukuran uterus akan tetap
sama selama dua hari pertama setelah melahirkan, tetapi kemudian
ukurannya berkurang oleh involusi. Keadaan ini disebabkan oleh kontraksi
uterus dan mengecilnya ukuran masing-masing sel miometrium dan
sebagian lagi karena proses otolisis, yaitu sebagian material protein dinding
uterus dipecah menjadi komponen yang lebih sederhana yang kemudian
diabsorbsi (Reeder et al, 2011:6).
2) Afterpains
Afterpains disebabkan karena kontraksi pada rahim yang dapat berlangsung
selama 2-4 hari pasca persalinan. Mulas atau kram pada abdomen
berlangsung sebentar dan mirip dengan kram periode menstruasi. Hal
tersebut dapat terjadi karena adanya kontraksi pada uterus. Tonus uterus
meningkat sehingga pada umumnya fundus keras, kontraksi dan relaksasi
periodik biasanya menimbulkan rasa nyeri (Maryunani, 2015:21).
3) Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan membran plasenta dikeluarkan, tempat plasenta
menjadi area yang menonjol, nodular, dan tidak beraturan. Konstriksi
veskular dan trombus menyumbat pembuluh darah yang ada dibawah
tempat plasenta tersebut. Kondisi ini menyebabkan hemeostasis (untuk
mengontrol perdarahan pascapartum) dan menyebabkan beberapa nekrosis
daerah endometrium. Involusi terjadi karena adanya perluasan dan
pertumbuhan ke arah bawah endometrium tepi dan karena regenerasi
endometrium dari kelenjar dan stroma pada daerah desidua basalis. Kecuali
pada tempat plasenta, yang proses involusinya komplet sampai enam
hingga tujuh minggu setelah kelahiran, proses involusi di rongga uterus
yang lain komplet pada akhir minggu ketiga pascapartum (Reeder et al,
2011:6).
4) Lokea
Lokea merupakan kotoran yang keluar dari vagina yang terdiri dari jaringan
mati dan lendir yang berasal dari rahim dan vagina. Pada awal postpartum,
peluruhan jaringan desidua menyebabkan pengeluaran rabas vagina dengan
jumlah bervariasi. Selama beberapa hari pertama setelah melahirkan, lokea
mengandung cukup banyak darah sehingga berwarna merah (lokea rubra).
Setelah 3 atau 4 hari, lokea berubah menjadi semakin pucat (lokea serosa).
Setelah 10 hari, lokea tampak berwarna putih atau putih kekuningan karena
penurunan leukosit dan kandungan air (lokea alba). Lokea dapat menetap
hingga 4 minggu pasca persalinan (Leveno et al., 2009:339).
5) Serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menadatar dan sedikit tonus, tampak
lunak dan edema serta mengalami banyak laserasi kecil. Ukuran serviks
dapat mencapai dua jari dan ketebalannya sekitar 1 cm. Dalam waktu 24
jam, serviks dengan cepat memendek dan menjadi lebih keras serta tebal.
Mulut serviks secara bertahap menutup, ukurannya 2 sampai 3 cm setelah
beberapa hari dan 1 cm dalam waktu 1 minggu.Pemeriksaan histologi
serviks menunjukkan segera setelah melahirkan hampir secara umum
mengalami edema dan perdarahan. Pemeriksaan kolposkopik serviks
menunjukkan adanya ulserasi, laserasi, memar, dan area kuning dalam
beberapa hari setelah persalinan. Lesi-lesi tersebut biasanya lebih kecil dari
4 mm, lebih sering terlihat pada primipara. Pemeriksaan ulang dalam 6
sampai 12 minggu kemudian biasanya menunjukkan penyembuhan yang
sempurna. Kondisi tersebut menunjukkan adanya revitalisasi yang cepat
dari jaringan yang mengalami trauma (Reeder et al, 2011:7).
6) Vagina
Segera setelah melahirkan vagina tetap terbuka lebar, mungkin mengalami
beberapa derajat edema dan memar, dan celah pada introitus. Vagina dan
lubang vagina pada permulaan puerperium merupakan saluran yang luas
dan berdinding tipis. Vagina yang semula sangat tegang akan kembali
secara bertahap. Setelah satu hingga dua hari pertama postpartum, tonus
otot vagina kembali, celah vagina tidak lebar dan vagina tidak lagi edema
serta ukurannya kembali seperti ukuran sebelum hamil pada minggu ke 6
sampai ke 8. Keadaan vagina secara berangsur-angsur luasnya berkurang,
tetapi jarang sekali kembali seperti ukuran seorang nulipara. Sekitar minggu
ketiga postpartum, ukuran vagina menurun dengan kembalinya rugae
vagina (Maryunani, 2015:27).
7) Perineum
Perineum merupakan daerah vulva dan anus. Biasanya perineum setelah
melahirkan menjadi sedikit bengkak dan mungkin akan terdapat luka
jahitan bekas robekan atau episiotomy, yaitu sayatan untuk memperluas
pengeluaran bayi. Proses penyembuhan episiotomy biasanya berlangsung 2
hingga 3 minggu postpartum (Maryunani, 2015:27).
8) Tuba falopi dan ligamen
Perubahan histologik pada tuba falopi menunjukkan pengurangan ukuran
sel-sel silia, dan atropi epitelium tuba. Setelah enam sampai delapan
minggu, epitelium mencapai suatu kondisi fase folikular awal siklus
menstruasi. Ligamen yang menyokong uterus, ovarium, dan tuba falopi
yang mulanya mengalami ketegangan dan tarikan yang kuat mulai relaksasi
setelah melahirkan. Dibutuhkan waktu dua sampai tiga bulan agar ligamen
kembali ke ukuran dan posisi normal (Reeder et al, 2011:8).
9) Otot penyokong dan panggul
Struktur penyokong otot dan fasia uterus serta vagina dapat mengalami
cidera selama kelahiran anak. Cidera ini dapat menyebabkan relaksasi
panggul, yang melemahkan dan memanjangkan struktur penyokong uterus,
dinding vagina, rektum, utera, dan kandung kemih (Reeder et al, 2011:8).
b. Sistem endoktrin
Selama proses kehamilan dan melahirkan, terdapat perubahan pada sistem
endoktrin terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.
Hormon-hormon tersebut antara lain (Maryunani, 2015:30):
1) Oksitosin
Hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
kontraksi sehingga mencegah pendarahan. Isapan bayi dapat merangsang
produksi ASI dan sekresi oksitosin sehingga membantu uterus kembali ke
bentuk semula.
2) Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitary
bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon ini berperan dalam
pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. Pada ibu yang tidak
menyusui bayinya, tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari
setelah persalinan sehingga merangsang kelenjar bawah otak yang
mengontrol ovarium ke arah permulaan produksi estrogen dan progesteron
yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi
3) Estrogen dan progesteron
Selama kehamilan, volume darah normal meningkat yang diperkirakan
akibat tingginya tingkat estrogen sehingga hormon antidiuretik
meningkatkan volume darah. Hormon progesteron mempengaruhi otot
halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah.
Hal tersebut berpengaruh terhadap sistem saluran kemih, ginjal usus
dinding vena, dasar panggul, perineum, vulva, dan vagina. Namun, kadar
estrogen dan progesteron menurun dengan cepat setelah melahirkan.
c. Abdomen
Dinding abdomen dapat pulih sebagian dari peregangan yang berlebihan, namun
tetap lunak dan kendur selama beberapa waktu. Dibutuhkan waktu minimal
selama enam minggu agar dinding abdomen kembali seperti keadaan sebelum
hamil (Reeder et al, 2011:9).
d. Saluran kemih
Kehamilan normal berkaitan dengan peningkatan air ekstrasel dan diuresis
setelah persalinan adalah proses fisiologis untuk membalikkan hal tersebut.
Diuresis biasanya terjadi antara hari kedua dan kelima postpartum. Distensi
berlebihan, pengosongan tidak tuntas, dan residu urin yang berlebihan sering
terjadi selama periode ini dan memudahkan terjadinya infeksi saluran kemih.
Katerisasi segera untuk ibu yang tidak dapat berkemih dapat mencegah sebagian
besar gangguan saluran kemih (Leveno et al., 2009:340).
e. Payudara
Payudara mengalami perubahan pesat saat terjadi kehamilan sebagai proses
persiapan laktasi. Hormon-hormon yang menstimulasi perkembangan payudara
selama wanita hamil seperti estrogen, progesteron, prolaktin, kortisol, insulin
menurun cepat setelah bayi lahir. Hormon-hormon tersebut kemudian akan
kembali ke keadaan sebelum hamil, yang sebagian besar ditentukan oleh ibu
apakah menyusui atau tidak (Indriyani et al, 2016:15).
f. Sistem kardiovaskular
1) Volume darah
Kehamilan dapat menyebabkan hipervolemia dan menambah 50% dari
peningkatan sirkulasi volume darah akibat kehilangan darah pada saat
melahirkan, darah keluar sekitar 400-500 cc pada persalinan normal
(Maryunani, 2015:33).
2) Curah jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat selama
masa hamil. Segera setelah melahirkan, keadaan tersebut akan meningkat
lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang biasanya melintasi
sirkuit euro plasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum (Indriyani et al.,
2016:16).
5. Patofisiologi Postpartum
Masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna
akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil dan terjadinya
perubahan fisikologis serta perubahan psikologis. Perubahan fisikologis ini terdapat
involusi uterus yaitu proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-
otot polos uterus. Perubahan – perubahan alat genetalia ini dalam keseluruhannya
disebut “involusi”. Involusi terjadi perubahan-perubahan penting yakni
mengkonsentrasi dan timbulnya laktasi yang terakhir karena pengaruh hormon
laktogen dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamae (Ariyani 2017).
Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum, pembuluh-pembuluh darah
yang ada antara nyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan
pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks
adalah segera post partum bentuk serviks agak menganga seperti corong, bentuk ini
disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin. Perubahan-perubahan yang
terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis
ditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal
2- 5mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput
janin regenerasi endometrium terjadi dari sisasisa sel desidua basalis yang memakai
waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang
merenggang sewaktu kehamilan dan perlu setelah janin lahir berangsur-angsur
kembali seperti semula (Ariyani 2017).
6. Pathway

7. Penatalaksanaan Postpartum
Penatalaksanaan post partum menurut (Ariyani 2017), setelah melahirkan, ibu
membutuhkan perawatan yang intensif untuk pemulihan kondisinya setelah proses
persalinan yang melelahkan, perawatan post partum antara lain :
a. Mobilitas dini
Mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis
karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian, khususnya dilakukan
oleh ibu post partum. Mobilisasi dini adalah kebijakan agar secepat mungkin
membimbing ibu post partum bangun dari tempat tidurnya dan membimbing ibu
secepat mungkin untuk berjalan. Jika tidak ada kelainan paska persalinan,
mobilisasi dini dapat dilakukan sedini mungkin yaitu 2 jam paska persalinan.
Mobilisasi dinidapat membantu pemulihan dan mempercepat waktu berada di
rumah sakit.
b. Rawat gabung
Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama-sama sehingga ibu lebih
banyak memperhatikan bayinya, segera memberikan ASI, sehingga kelancaran
pengeluaran ASI lebih terjamin
c. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan umum antara lain kesadaran penderita, keluhan yang terjadi setelah
persalinan.
d. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus pada ibu post partum spontan antara lain :
1) Pemeriksaan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan.
2) Fundus uteri : Tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.
3) Payudara : putting susu, pembesaran dan pengeluaran ASI.
4) Lochea : Lochea rubra, lochea sangiolenta, lochea serosa, lochea alba.
5) Luka jahitan episiotomi : apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda-tanda
infeksi.
B. KONSEP DASAR SECTIO CAESAREA
1. Definisi SC
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. Sectio Caesaria ialah tindakan untuk
melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding
uterus yang utuh.
2. Jenis-Jenis SC
a. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus.
insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang.
Keunggulan pembedahan ini adalah: Pendarahan luka insisi tidak seberapa
banyak, Bahaya peritonitis tidak besar. Perut uterus umumnya kuat sehingga
bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah
uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga
luka dapat sembuh lebih sempurna.
b. Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal. Pada cectio cacaria klasik ini
di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak mudah dilakukan,hanya
di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section cacaria
transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
c. Sectio cacaria ekstra peritoneal. Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di
lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan
pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di
lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin
berat.
d. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
1) Atonia uteri
2) Plasenta accrete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat
3. Etiologi SC
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan
infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah
penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran
satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak
lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah : Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada
pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya
kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka : Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian
kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi,
kira-kira 0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi : Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada
pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu,
biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
4. Patofisiologi SC
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta
previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan
letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari
aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek
fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang
keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh
karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri
adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin
maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe
yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas
yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan
mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi.
5. Pathway

6. Teknik penatalaksanaan
a. Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
- Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus
uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai
sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua
jari operator.
- Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan
meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
- Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
- Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
- Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
 Lapisan I : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang
dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
 Lapisan II : Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
 Lapisan III : Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit
secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
- Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan
air ketuban
- Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
- Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang,
kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
- Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang
lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar
dengan gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting
lindungi janin dengan dua jari operator.
- Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan
dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
- Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
- Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan
dipotong diantara kedua klem tersebut.
- Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
- Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
 Lapisan I : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang
dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
 Lapisan II : Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
 Lapisan III : Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
- Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan
air ketuban
- Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
c. Bedah Caesar Ekstraperitoneal
- Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia
digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
- Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar
transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.
d. Histerektomi Caersarian ( Caesarian Hysterectomy)
- Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian
juga cara melahirkan janinnya.
- Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan
klem secukupnya.
- Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
- Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada
tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem
tersebut.
- Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada
tunggul serviks uteri diatasi.
- Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera
no. 2.
- Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut (
no.1 atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
- Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks
uteri.
- Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera
abdominis.
- Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG), untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari
kejang.
b. Pemindaian CT, untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI), menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan
pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography (PET), untuk mengevaluasi kejang
yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik
atau alirann darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
- Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
- Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Perawatan awal : letakan pasien dalam posisi pemulihan, periksa kondisi pasien,
cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian tiap 30 menit jam
berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar, yakinkan jalan
nafas bersih dan cukup ventilasi
b. Diet, Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi, mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
 Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
 Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
 Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
 Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Fungsi gastrointestinal
 Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
 Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
 Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
 Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
e. Perawatan fungsi kandung kemih
 Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
 Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
 Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urin jernih.
 Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral
per hari sampai kateter dilepas
 Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
f. Pembalutan dan perawatan luka : jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau
keluar cairan.
g. Lakukan masase uterus
h. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
i. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam :
 Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
 Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
 Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
j. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
 Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
 Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
 Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
 Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
k. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi
dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas,
singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan
A. Pengkajian
1. Biodata Pasien
a. Inisial Pasien : Ny. P
b. Usia : 27 Tahun
c. Agama : Islam
d. Pendidikan Terakhir : SMA
e. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
f. Alamat : Bandung
g. Diagnosa Medis : G2P2A0 Partus Maturus dengan Seksio
Sesarea atas indikasi bekas SC
h. Tanggal Masuk RS/ Jam : 226-09-2023/ 09:00
i. Tanggal Pengkajian/ Jam : 28-09-2023/ 08:30
j. No Rekam Medis : 61-89-68
2. Biodata Penanggung Jawab
a. Inisial PJ : Tn. H
b. Usia : 32 Tahun
c. Pendidikan Terakhir : SMA
d. Pekerjaan : Karyawan Swasta
e. Hubungan Dengan Pasien : Suami
f. Alamat : Bandung
3. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri luka post SC

4. Riwayat Kesehatan Sekarang


Klien mengatakan nyeri luka post SC tadi malam, skala nyeri 5, klien mengatakan
nyeri bertambah ketika melakukan gerak aktivitas ringan

5. Riwayat Kesehatan Dahulu


Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit sebelumnya

6. Riwayat Kesehatan Keluarga


Klien mengatakan ibu pasien memiliki riwayat penyakit jantung

7. Riwayat Obstetri dan Ginekologi


a. Riwayat Obstetri
1) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
No Thn Umur Jenis Tempat/ JK BBL Masalah Keadaan
partus Hamil Partus penolong Hamil Lahi Nifas Bayi anak
r
1 2020 42 minggu SC Rumah Sakit L 3300 CPD Sehat
2 2023 38 minggu SC Rumah Sakit L 3380 CPD Dalam
perawatan

2) Riwayat kehamilan saat ini :


Klien mengatakan selama masa kehamilan mengeluh mual dan muntah
b. Riwayat Ginekologi
1) Riwayat Menstruasi :
Klien mengatakan pertama kali menstruasi pada usia 13 tahun dengan
siklus 28 hari, pada saat menstruasi klien tidak pernah mengalami keluhan
apapun, durasi lamanya klien saat menstruasi ± 6-8 hari. HPHT pada
kehamilan pertama saat ini 11 Januari 2023.
2) Riwayat Keluarga Berencana :
Klien mengatakan pernah menggunakan alat kontrasepsi IUD, serta setelah
kelahiran anak kedua pasien mengatakan ingin menggunakan IUD kembali.
3) Riwayat Pernikahan :
Klien mengatakan menikah pada usia 22 tahun sedangkan suami klien
menikah pada usia 28 tahun. Klien mengatakan pernikahan ini merupakan
pernikahan pertama kalinya bagi pasien dan suami.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum :
Kesadaran : GCS : 15 (E : 4, M : 6, V : 5)
TD : 120/80 mmHg
HR : 88 x/ menit
RR : 21 x/ menit
S : 36,8 C
SpO2 : 96 %
BB : 69 kg
TB : 160 cm
b. Sistem Pernafasan :
Pola nafas normal, irama nafas regular, bunyi nafas vesikuler, klien tidak
sesak, tidak terdapat pernafasan cuping hidung
c. Sistem Kardiovaskuler :
Irama nadi regular, nadi kuat, konjungtiva ananemis, warna bibir merah muda,
tidak ada peningkatan vena jugularis, CRT < 2 detik, tidak ada edema pada
ekstremitas, tidak ada varises di ekstremitas, akral hangat, tidak ada hemoroid
d. Sistem Pencernaan :
Bising usus klien 9 x/ menit, klien mengatakan hari ini belum BAB, klien
mengatakan tidak ada mual, klien mengatakan tidak ada muntah, klien
mengatakan nafsu makan baik
e. Sistem Perkemihan :
Bladder teraba lembut, klien terpasang folley catheter no 16, produksi urine
200 cc.
f. Sistem Persarafan :
Pendengaran baik, klien mampu menebak bau ayu putih, klien dapat
menyebutkan rasa manis dari gula, klien mampu menyebutkan huruf dari jarak
1 meter, sensasi klien baik dengan di area tangan menggunakan tisu, klien
mengatakan tidak ada keram pada ekstremitas bawah, reflek patella klien baik
g. Sistem Endokrin :
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, belum terdapat produksi kolostrum
h. Sistem Reproduksi :
1) Mamae :
Bentuk puting menonjol keluar, puting tampak bersih, tidak ada
pembengkakan payudara, pengeluaran kolostrum sudah ada
2) Uterus :
Tinggi vundus uterus 1 jari di bawah umbilikal cm, kontraksi uterus kuat
3) Vulva :
Vulva bersih, terdapat keputihan berwarna agak kekuningan, tidak berbau
dan tidak gatal, terlihat agak keunguan di vagina, tidak terdapat hemoroid.
i. Sistem Musculoskeletal :
Kekuatan otot tangan
5 5

Kekuatan otot kaki 5 5


j. Sistem Integumen :
Tidak ada hiperpigmentasi di area wajah, terdapat hiperpigmentasi di areola,
tidak terdapat hiperpigmentasi area dada, terdapat linea nigra, terdapat luka
bekas operasi (SC) tertutup verban, rembes (+)
9. Pola Aktivitas Sehari-Hari (Sebelum dan Saat Hamil)
Aktivitas Saat Hamil Saat Dirawat
Nutrisi
a. Makan
Frekuensi 3 x/hari 3 x/hari
Jenis Makanan Nasi dan lauk Tim, lauk, sayuran
Porsi Habis 1 Porsi Habis 1 Porsi
Alergi Tidak ada alergi Tidak ada alergi
Keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan

b. Minum
Frekuensi 6-8 gelas/hari 6-8 gelas/hari
Jenis Minuman Air putih, Air putih,
Alergi Tidak ada alergi Tidak ada alergi
Keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 1 x/hari Belum BAB
Warna Kuning kecoklatan -
Bau Bau khas -
Keluhan Tidak ada keluhan Masih takut BAB karena
nyeri perut
b. BAK
Frekuensi 4 - 5 x/hari Terpasang folley catheter
Warna Kuning jernih Kuning jernih
Bau Bau khas Bau khas
Keluhan Tidak ada keluhan Tidak terasa karena
terpasang folley catheter
Personal Hygiene
a. Mandi
Frekuensi ±1 x/hari 1 x/hari
Metode Mandi sendiri Seka
Menggunakan Air dingin, sabun Waslap
Keluhan Tidak ada keluhan Nyeri bila ke kamar
mand
b. Keramas
Frekuensi ± 2 x/hari
Metode Keramas sendiri ± 2 x/hari
Menggunakan Shampoo Keramas sendiri
Keluhan Tidak ada keluhan Shampoo
Tidak ada keluhan
c. Sikat gigi
Frekuensi ±1 x/ hari
Metode Sikat gigi sendiri ±1 x/ hari
Menggunakan Pasta gigi, sikat gigi Sikat gigi sendiri
Keluhan Tidak ada keluhan Pasta gigi, sikat gigi
Tidak ada keluhan
d. Gunting kuku
Frekuensi ± 1 x/minggu
Metode Gunting sendiri -
Menggunakan Gunting kuku -
Keluhan Tidak ada keluhan -
Tidak ada keluhan
Istirahat Tidur
a. Lama tidur siang ± 1-2 jam ± 1-2 jam
b. Lama tidur malam ± 8 jam ± 8 jam
c. Keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
Gaya Hidup
Ibu Rumah Tangga Ibu Rumah Tangga
a. Pekerjaan

10. Pemeriksaan Penunjang


Hasil Pemeriksaan
Laboratorium : Hasil Lab Tanggal 27-09-2023
Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi
Hemoglobin 12.8 12.0-16.0 Normal
Leukosit 21.370 4.000-6.000 Tinggi
Hematrokit 36.3 37-47 Rendah
Trombosit 238.000 150.000-450.000 Normal

Radiologi : tidak dilakukan


CTG : tidak dilakukan
11. Terapi
Jenis Dosis Rate Waktu Manfaat
Cefixime 2 x 200 mg PO 08:00 – 20:00 Mencegah infeksi
Ibuprofen 2x400 mg PO 08:00 – 20:00 Terapi analgetic
Paracetamol 3 x 2 mg PO 08:00 – 14:00 – 20:00 Terapi analgetic

12. Aspek Psikososial


a. Pola pikir
Pasien mengatakan saat ini merasa senang dan bahagia karena sudah dapat
melahirkan anak keduanya dengan selamat dan lancer meski harus dilakukan
secara SC kembali.
b. Konsep diri
Klien mengatakan bahwa dengan lahirnya anak kedua merupakan tanggung
jawab yang baru sebagai ibu dan merasa senang akan kelahiran anak keduanya
c. Gaya komunikasi
Klien menggunakan bahasa Indonesia dan sunda

13. Aspek Spiritual


Klien mengetahui bahwa saat ini tidak dapat menjalankan ibadah karena berada
dalam masa nifas.
14. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS : Chepalo Pelvik Nyeri Akut
- Klien mengatakan Disproportion (CPD),
nyeri area luka post op PEB, KPD
(SC)
- Klien mengeluh nyeri Sectio Caesarea (SC)
saat melakukan
aktivitas ringan
Insisi dinding abdomen
DO :
- Terdapat luka post op
di abdomen tertutup Terputusnya
verban, luka horizontal, inkontunitas jaringan,
rembes (+) pembuluh darah dan
saraf disekitar daerah
insisi

Merangsang
pengeluaran histamin
dan prostaglandin

Nyeri akut
DS : Post partum (SC) Resiko perdarahan
pasien mengatakan
kadang mulas area Rahim,
darah jalan lahir mulai Progesterone menurun
berkurang Estrogen menurun

DO :
Tinggi fundus uteri 1 jari Kontraksi uterus
dibawah pusar, kontraksi
uterus teraba kuat, lochea
rubra kurang lebih 10 cc
Proses involusi

Resiko perdarahan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d prosedur operasi d.d pasien mengeluh nyeri, dengan skala nyeri 5,
nyeri bertambah saat klien melakukan aktifitas dan merubah posisi,
2. Resko perdarahan d.d lochea rubra 10 cc, kontraksi uterus kuat, TFU 1 jari
dibawah pusar

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Observasi : - Untuk
prosedur operasi tindakan keperawatan - Identifikasi lokasi, mengetahui
d.d pasien selama 3x24 jam karakteristik, durasi, efektifitas
mengeluh nyeri, diharapkan tingkat
frekuensi, kualitas, tindakan
dengan skala nyeri nyeri pasien berkurang,
5, nyeri bertambah dengan kriteria hasil : intensitas nyeri. perawatan, dan
saat klien - Keluhan nyeri pada - Identifikasi skala nyeri menentukan
melakukan aktifitas area abdomen - Identifikasi factor yang intervensi yang
dan merubah berkurang dapat memperberat dan akan dilakukan.
posisi, - Skala nyeri 1-3 memperingan nyeri. - Mengevaluasi
Terapeutik : intervensi nyeri
- Berikan teknik non yang dilakukan
farmakologis untuk apakah efektif
mengurangi rasa nyeri: atau tidak
rileksasi benson - Menghindari
- Control lingkungan yang faktor-faktor
memperberat rasa nyeri yang
memperberat
(misal suhu ruangan,
nyeri, untuk
pencahayaan, kebisingan) mengurangi
- Fasilitasi istirahat dan tidur tingkat nyeri
- Terapi Benson
Edukasi :
yang dilakukan
- Ajarkan pasien do’a pasien sebagai
menghadapi rasa sakit bentuk relaksasi
Kolaborasi :
yang melibatkan
- Kolaborasi pemberian
keyakinan untuk
analgesic. ( Paracetamol
3x100mg (jam 08-14-20), dapat
ketorolac 2x30mg (bila mengurangi
analgetik drip habis), nyeri,
durogesid pathc ditempel merilekskan otot-
pada kulit (ditempel selama otot dan
3x24 jam) mengatasi
kecemasan,
dzikir yang
dilakukan
berulang-ulang
dapat
menghambat
aktifitas saraf
simppatik yang
mengakibatkan
penurunan
terhadap
konsumsi
oksigen oleh
tubuh sehingga
otot-otot tubuh
menjadi rileks
dan
menimbulkan
perasaan tenang
dan nyaman
( Fithriana, 2018)
- Lingkungan yang
nyaman dan
minim distraksi
dapat mengurani
fektor pemberat
nyeri
- Istirahat tidur
dapat
meningkatkan
dophamin untuk
rileksasi otot dan
mengurangi
nyeri
- doa adalah salah
satu teknik non
farmakologi
yang mengarah
kesehatan fisik
ke yang lebih
baik, mengurangi
rasa sakit,
meningkatkan
respons imun,
memperbaiki
kesejahteraan
emosional, dan
memperkuat
pertumbuhan
spiritual (Tina,
2021)
- Analgesic dapat
menekan pusat
saraf nyeri,
sehingga nyeri
akan berkurang.

2 Resko perdarahan Setelah dilakukan Observasi : - Mengetahui


d.d lochea rubra 10 tindakan keperawatan - Monitor keadaan lochia adanya kelainan
cc, kontraksi uterus selama 3x24 jam, status (warna, jumlah, bau, dan pada lochea, dan
kuat, TFU 1 jari
pascapartum membaik, bekuan) tanda-tanda
dibawah pusar
dengan kriteria hasil: - Monitor kontraksi uterus, perdarahan.
- Jumlah lochea TFU - Jika kontraksi
membai Terapeutik : uterus tidak kuat
- Warna lochea - Kosongkan kandung atau adanya
membaik kemih sebelum atonia uterus
Kenyamanan pemeriksaan akan
meningkat - Massase fundus uteri meningkatkan
sampai kontraksi kuat, Resiko
jika perlu perdarahan,
- Dukung pasien untuk karena
mobilisasi dini - Kandung kemih
Edukasi : yang penuh akan
- Jelaskan tanda dan bahaya membuat Tinggi
nifas fundus tidak
akurat
- Massase area
uterus dapat
merangsang
kontraksi uterus
- Mobilisasi dapat
meningkatkan
peredaran darah
terfmasuk ke
area uterus,
sehingga
kontraksi
adekuat

- Deteksi dini
untuk pasien dan
keluarga agar
jika terdapat
tanda2 bahaya
segera ke
fasilitas
kesehatan untuk
mendapat
perawatan yang
segera.

D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


No Tanggal Jam Implementasi Evaluasi
1 28/09/2023 15.3 - observasi skala nyeri S:
0 - observasi TTV Klien mengeluh nyeri luka
- observasi luka post op operasi, skala nyeri 3-5
- observasi perdarahan
O:
k/u baik, cm, akral hangat, nadi
kuat, TFU 1 jari di bawah pusat,
kontraksi uterus kuat, perdarahan
10 cc, luka operasi tertutup
verban

A:
Nyeri akut
Resiko Perdarahan

P:
- Observasi skala nyeri
- Ganti verban post op
- Observasi produksi
perdarahan
29/10/2023 10.0 - mengobservasi TTV dan S:
0 skala nyeri Klien mengeluh nyeri luka
- mengganti verban klien operasi, skala nyeri 3
- mengobservasi diuresis
setelah pelepasan kateter O:
k/u baik, cm, akral hangat, nadi
kuat, TFU 1 jari di bawah pusat,
kontraksi uterus kuat, perdarahan
10 cc, luka operasi tertutup
verban

A:
Nyeri akut
Resiko Perdarahan

P:
- Observasi skala nyeri
- Observasi kontraksi uterus
dan perdarahan saat kontrol
ke poliklinik

Anda mungkin juga menyukai