Anda di halaman 1dari 3

TUGAS 1

SOSIOLOGI HUKUM

Soal
Fenomena flexing di kalangan artis di televisi maupun media sosial semakin menjamur.
Keadaan itu dirasa menjadi sebuah tontonan yang menghibur. Di sisi lain pelaku
mendapatkan kepuasan dan pengakuan status sosial. Hal tersebut sejalan dengan berperannya
uang (kekayaan) dalam membentuk stratifikasi yang tinggi pada seseorang.

Pertanyaan:

1. Analisis upaya menyikapi keadaan tersebut berdasarkan pendekatan karakteristik kajian


sosiologi hukum!

Jakarta, Kisah memilukan yang dialami seorang ibu bernama Kentjana Sutjiawan, dimasa
tuanya harus menanggung beban derita menghadapi tuntutan anak kandungnya sendiri.
Buah hati yang selama ini dikandung dan dibesarkan dengan kasih sayang bahkan hingga
bertaruh nyawa saat proses kelahirannya, dengan begitu tega coba mengusir ibunya agar
didepostasi ke China untuk menguasai tiga bidang tanah milik ibunya.
Wanita renta berusia 83 tahun ini hanya bisa pasrah sambil duduk dikursi roda. Tak henti-
hentinya ia meneteskan airmata dan terkadang menangis tersedu-sedu meratapi masa tuanya
karena harus berhadapan dengan hukum.
Sungguh Ironi dan menyayat hati masyarakat yang mendengarnya lantas mengecam,
pasalnya tuntutan hukum tersebut dilayangkan oleh anak kandungnya sendiri. Anak yang
telah dikandung Kentjana selama sembilan bulan dan dibesarkan, begitu tega berniat
penjarakan ibunya sendiri demi menguasai harta orangtuanya.

Kentjana mengatakan sudah pasrah dan merasa malu.


“saya serahkan semuanya kepada Tuhan. Saya tidak bisa apa-apa, punya anak kok seperti ini.
Ini anak kandung saya,” tukas Kentjana kemarin.
Kuasa hukum Kentjana, Dedy Heryadi mengatakan permasalahan bermula saat Edhi meminta
kepada ibunya tiga bidang tanah. Pertama seluas 124 m2 di Jalan Kemurnian VI, Taman Sari,
Jakarta Barat. Kedua seluas 3.130 M2 di Penjaringan, Jakarta Utara dan Ketiga seluas 2.000
m2 di Penjaringan. Ketiga bidang tanah tersebut semua sertifikat menjadi atas namanya.
Tahun 2000, Edhi meminta sertifikat tanah tersebut untuk diagunkan di Bank sebagai jaminan
kredit tetapi ibunya menolak, karena menurut Kentjana tanah itu bukan hanya untuk
kepentingan Edhi, namun juga anak-anaknya yang lain, kata Dedy.
Saat itulah konflik terjadi, Edhi kemudian melaporkan ibunya ke Polres Jakarta Utara atas
tuduhan penggelapan dan penipuan yang menyebabkan wanita renta itu terancam penjara.
Namun kemudian, pengadilan memutuskan membebaskan Kentjana karena tidak terbukti
bersalah. Setelah itu Kentjana mengajukan gugatan peralihan hak atas ketiga bidang tanah itu.
Lantas gugatan Kentjana dikabulkan Mahkamah Agung “atas putusan itu, Kakanwil BPN
DKI Jakarta menerbitkan surat keputusan pembatalan sertifikat hak guna bangunan (HGB-
red) didua bidang tanah di Penjaringan atasnama Edhi. PN Jakarta Utara juga menerbitkan
penetapan eksekusi agar Edhi atau pihak lain yang berada diatas tanah kedua bidang tanah itu
menyerahkan kepada Kentjana” terangnya.
Demi menguasai harta orangtuanya, Edhi mengajukan gugatan ke Pengadilan tata Usaha
Negara (PTUN) Jakarta dan PN Jakarta Utara. “Anehnya PTUN mengabulkan gugatan Edhi
dengan membatalkan putusan Kakanwil BPN. Sementara PN Jakarta Utara juga
mengeluarkan putusan yang aneh dan menyatakan penetapan eksekusi pengosongan lahan
tidak sah,” tukas Dedy.
Sepertinya kedua anak Kentjana sudah gelap mata dan terus berupaya utuk menyingkirkan
ibu kandungnya, selain hukum, Edhi dan Suwito juga menempuh jalan lain dengan cara
melaporkan ke Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM jika Kentjana bukan Warga
Negara Indonesia.
Untungnya Kentjana mengantongi bukti kewarganegaraan Indonesia dengan nomor
527908/AL tanggal 16 Maret 1962; surat pernyataan ganti nama nomor 144965/GN/DB/1968
tanggal 8 Januari 1968; KTP atasnama Kentjana oleh Pemkot Jakarta Barat;Paspor atas nama
Kentjana tanggal 29 Mei 1975 dan sudah diperpanjang;serta bukti-bukti lainnya.
Kendati demikian, kasus ini masih belum berakhir. Tanah milik Kentjana masih dikuasai Edhi
dan Suwito, sementara Kentjana terus dihantui kekhawatiran lantaran masih terancam
dideportasi sewaktu-waktu.
Anak ketiga Kentjana, Tjendana Muliadi mengaku sedih melihat kondisi ibunya yang sudah
tua, namun harus menghadapi masalah ini.
“seharusnya umur segini sudah menikmati hidup. Bisa hidup tenang, tapi malah menghadapi
masalah seperti ini,” ucapnya.
Dari sisi lain, kasus ini lantas mendapat kecaman dari semua masyarakat yang mendengar
dan membacanya melalui media. Seperti halnya Ahwi, salah seorang tokoh tionghoa yang
mengatakan Air susu dibalas air tuba.
“anak seperti itu akan mendapatkan balasan setimpal di dunia dan akhirat nantinya. Ibu
seharusnya dijaga, disayang dan dihormati bukan malah diusir atau dipenjarakan,” tegas
Ahwi saat ditemui awak media di Kota Tangerang. (red)

Sumber: https://www.indonesiana.id/read/67901/anak-berniat-penjarakan-ibu-kandungnya-
dikecam-masyarakat
Pertanyaan:

2a. Dari kasus di atas, berikan analisis anda menggunakan perkembangan sosiologi hukum di
Indonesia
2b. Berikan pendapatmu bagaimana teori klasik dan teori modern memandang kasus di atas?
berikan teori dari ahli!

Anda mungkin juga menyukai