Laporan Case Base Learning Katarak
Laporan Case Base Learning Katarak
ASKEP KATARAK
1.1 Definisi
Katarak adalah kondisi di mana lensa mata yang biasanya bening menjadi keruh atau kabur. Lensa
mata yang keruh menghalangi cahaya masuk ke dalam mata dengan baik, sehingga menyebabkan
penglihatan yang buruk atau kabur. Kondisi ini bisa mempengaruhi satu atau kedua mata.
Katarak Salah satu penyebab kebutaan. World Health Organization atau WHO memperkirakan
bahwa terdapat antara 27 sampai paling sedikit 42 juta apabila kriteria diperluas untuk ketajaman
penglihatan 6/60 atau kurang 90% hidup di negara sedang berkembang, umumnya di Asia sekitar
20 juta dan afrika adalah 10- 40 kali lebih tinggi dibandingkan dengan resiko negara berkembang
diAmerika dan Eropa.
Beberapa faktor risiko katarak dapat dibedakan menjadi faktor individu, lingkungan, dan faktor
protektif (Suhardjo, 2012) a. Faktor individu terdiri atas usia, jenis kelamin, ras, serta faktor
genetik. b. Faktor lingkungan termasuk kebiasaan merokok, paparan sinar ultraviolet, status
sosioekonomi, tingkat pendidikan, diabetes mellitus, hipertensi, penggunaan steroid, dan obat-
obat penyakit gout. c. Faktor protektif meliputi penggunaan aspirin dan terapi pengganti hormon
pada wanita. Menurut Ode (2012) Penyebab katarak lainnya meliputi: a. Faktor keturunan. b.
Cacat bawaan sejak lahir (congenital). 10 c. Masalah kesehatan, misalnya diabetes. d.
Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid. e. Gangguan metabolisme, seperti DM (Diabetes
Mellitus). f. Gangguan pertumbuhan. g. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam
waktu yang cukup lama. h. Rokok dan alkohol. i. Operasi mata sebelumnya dan trauma mata
1.2 Tujuan
a. Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien katarak
b. Mengetahui terapi obat pada pasein katarak sebelum dan sesudah operasi
c. Pendidikan kesehatan pada pasien pra operasi dan pre operasi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Seorang wanita usia 60 tahun datang ke klinik mata dengan keluhan penurunan tajam penglihatan
dan sering merasa silau bila kena cahaya terang terutama mata sebelah kanan. Klien merasa cemas
dan tidak tahu kenapa hal tersebut bisa terjadi. Hasil pemeriksan visus OS 5/200 OD 5/16. Saat
diperiksa dengan optalmoskop terlihat keputihan dibagian tengah mata kanan. Selanjutnya pasien
dilakukan tindakan EKEK dan dipasang IOL. Setelah operasi pasien mengeluh nyeri dan pegal
pada mata. Pasien mendapatkan Anti Biotik, anti inflamasi
dan analgetik berupa salep dan tetes mata.
2.2 Pembahasan
2.2.1 Istilah sulit
Visus adalah pemeriksaan untuk mendeteksi ketajaman penglihatan, untuk
membedakan ketajaman
optalmoskop adalah pemeriksaan untuk mengetahui keadaan media mata dan
mempelajari karakteristik fisik dari retina dan nervus optikus yang
EKEK merupakan tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga
masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut.
IOL merupakan lensa pengganti yang ditanam pada mata setelah melakukan
prosedur pengangkatan lapisan katarak
Interpretasi visus : OS 5/200 m orang normal dapat melihat dalam jarak 200 m
namun pasien hanya dapat melihat pada jarak 5 m. OD 5/16 m
Faktor risiko:
Usia
Umumnya pada umur diatas 50 tahun terjadi proses penuaan yang
menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh (Ilyas, 2014). Pada
kasus pasien berusia 60 tahun.
Jenis kelamin
Perempuan memiliki insiden dan risiko yang lebih tinggi untuk sebagian
besar jenis katarak daripada pria (Riordan-Eva & Augsburger, 2017).
Namun hal ini kemungkinan karena penurunan estrogen yang berlaku pasca
menopause pada wanita (Zetterberg, M. & Celojevic, D., 2014).
Berdasarkan kasus, pasien berjenis kelamin perempuan
Berdasar penelitian yang dilakukan tahun 2018 di Aceh, pasien katarak paling banyak
dijumpai pada kelompok usia >65 tahun yaitu sebesar 36%. Adapun hasil uji statistik lainnya juga
menunjukkan bahwa risiko untuk menderita katarak bagi pasien yang berusia >45 tahun adalah
14,397 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang berusia <45 tahun. Hasil penelitian ini
diperkuat oleh penelitian Sonowal yang menunjukkan bahwa prevalensi katarak senilis meningkat
dengan pertambahan usia, sebagian besar berusia ≥60 tahun (90,81%), diikuti dengan umur 50-59
tahun (31,46%) serta prevalensi terendah pada rentang umur 40-49 tahun (10,38%). Seiring
bertambahnya usia, protein lensa akan mengalami proses non-enzimatik, peningkatan kerentanan
terhadap proses oksidasi, perubahan susunan molekul lensa dan peningkatan penghamburan
cahaya. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kekeruhan pada lensa. Timbulnya serat-serat baru
pada lensa seiring bertambahnya usia dapat menyebabkan penumpukan serat lama di bagian
tengah lensa.Akibatnya, transparansi lensa berkurang dan inti lensa menjadi lebih kaku, sehingga
menyebabkan kesulitan dalam kemampuan akomodasi mata yang dapat meningkatkan resiko
terbentuknya katarak.
2.2.3 Penatalaksanaan
Medis:
Penggunaan obat anti inflamasi
Penggunaan antibiotik
Non Medis
Kontrol pasca bedah, meliputi pemeriksaan pasca operasi (pengukuran ketajaman
penglihatan, tekanan intraokular, pemeriksaan lampu celah untuk menilai inflamasi pasca
operasi), pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop indirek pada pasien yang membutuhkan
penilaian segmen posterior.
Edukasi perilaku pasien dan memberikan lembar petunjuk cara perawatan pasca bedah
katarak (pola makan, aktivitas, dll), rincian nomor kontak rumah sakit, pelindung mata,
dan petunjuk penyimpanan dan pemakaian obat yang sudah diresepkan.
Selain itu, jenis katarak yang juga umum ditemukan terutama pada pasien DM adalah katarak
diabetik.Dalam kasus ini, enzim aldose reduktase mengkatalisis reduksi glukosa menjadi sorbitol
melalui jalur poliol. Akumulasi sorbitol intraseluler menyebabkan perubahan osmotik yang
mengakibatkan serat lensa hidropik mengalami degenerasi dan merusak permeabilitas lensa.
Perubahan permeabilitas lensa kemudian menyebabkan kerusakan pompa NA K sehingga
kestabilan ion menjadi terganggu (Kalium dan glutathione sedikit, sedangkan Na, Ca banyak
dalam lensa) dan mengakibatkan kekeruhan pada lensa.
Selain itu, ada beberapa jenis gangguan tertentu pada lensa yang dapat menyebabkan katarak,
seperti :
Gangguan yang terjadi pada semua tingkat pertumbuhan lensa (katarak kongenital)
Metaplasia fibrosa epitel lensa (katarak subkapsular)
Hidrasi kortikal antara serat lensa (katarak kortikal)
Deposisi pigmen tertentu, yaitu urokrom (katarak nuklir)
Semua proses ini pada akhirnya menyebabkan lensa buram di belakang pupil, sehingga sangat sulit
bagi pasien untuk melakukan aktivitas rutin.
2.2.5 Pengkajian
Pengkajian pre operasi katarak:
A. Identitas Klien
1. Nama pasien
2. Umur: >50 tahun Proses penuaan menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh,
umumnya terjadi pada umur diatas 50 tahun (Ilyas, 2014)
3. Jenis kelamin: Wanita memiliki insiden dan risiko yang lebih tinggi untuk sebagian besar
jenis katarak daripada pria (Riordan-Eva & Augsburger, 2017). Namun hal ini
kemungkinan karena penurunan estrogen yang berlaku pasca menopause pada wanita
(Zetterberg, M. & Celojevic, D., 2014).
4. Suku/bangsa
5. Status perkawinan
6. Agama
7. Pendidikan
8. Alamat
9. Pekerjaan
10. No. RM
11. Diagnosa medis
B.Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama: gangguan utama/ terpenting yang dirasakan klien sehingga ia butuh
pertolongan (penurunan tajam penglihatan dan sering merasa silau bila kena cahaya terang
terutama mata sebelah kanan)
2. Riwayat penyakit sekarang: perjalanan penyakit sejak timbul keluhan
3. Riwayat penyakit dahulu:
i. Hipertensi terlibat dalam penyebab terjadinya katarak lewat jalur
mekanisme peradangan/inflmasi sistemik. Hal ini sejalan dengan studi
carlier yang dilakukan oleh J. Kaur et al serta penelitian Lee et., al mereka
berpendapat bahwa struktur konfirmasi protein yang mengalami perubahan
didalam kapsul lensa dapat diinduksi oleh hipertensi sehingga memperparah
terjadinya katarak. (Singh & Gupta, 2019). Selain itu, mekanisme hipertensi
menyebabkan perubahan struktir protein lensa menyebabkan
ketidakseimbangan osmotik dalam lensa yang mengakibatkan terjadinya
katarak senilis.
ii. Apabila kadar glukosa dalam lensa meninggi, jalur poliol akan teraktivasi
lebih banyak daripada jaluran glikolitik, lalu akan menyebabkan akumulasi
dari zat sorbitol dalam lensa. Ini bermakna bahwa akumulasi sorbitol dalam
lensa akan terjadi sebelum zat ini dapat dimetabolisme. Hal ini, bersamaan
dengan karakteristik permeabilitas yang rendah dari lensa terhadap sorbitol
akan mengakibatkan penumpukkan sorbitol di dalam lensa. Dalam hal
inilah berperan penting dalam pembentukkan katarak gula (Nartey, A.,
2017).
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Riwayat psikososial
D.Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : kesadaran, postur tubuh, fatique
2. Tanda vital
3. TB/BB
4. Kepala :
Rambut
Mata : Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara
keabuan pada pupil sehingga retina tidak akan tampak dengan oftalmoskop.
Katarak terlihat tampak hitam terhadap reflex fundus ketika mata diperiksa
dengan oftalmoskop direk.
Telinga
Mulut
Hidung
5. Thorak: paru, jantung
6. Abdomen
7. Ekstremitas
8. Genitalia
E. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin,
2. USG ocular apabila dicurigai terdapat patologi pada retina/vitreus dan konsisi
sistemik,
3. Pemeriksaan macula (OCT) dilakukan jika derajat kekeruhan didapatkan ringan
namun penurunan tajam penglihaatan lebih buruk dari yang seharusnya, dan
evaluasi patologi pada macula tidak jelas akibat kekeruhan lensa
4. Pemeriksaan specular mikroskopi dilakukan jika dicurigai adanya patologi pada
endotel kornea (Ilyas, 2016),
5. Pemeriksaan oftalamoskopi, mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi
lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma, dilatasi dan
pemeriksaan belahan lampu, memastikan diagnosa katarak. Saat diperiksa dengan
optalmoskop terlihat keputihan dibagian tengah mata kanan.
6. Tes toleransi glukosa (FBS). Menunjukkan adanya atau kontrol diabetes. (Marilyn
E Doengos, 2002)
7. Kartu nama snellen/mesin telebinokuler ( tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan
8. Tes glare dilakukan untuk mengetahui derajat gangguan penglihatan yang
disebabkan oleh sumber Cahaya yang diletakkan di dalam lapang pandang [asien
(American Academy of Ophtalmology, 2007-2008)
F.Terapi obat:
Menurut (Meilan Eka Putri, 2017) pada pasien post operasi katarak terdapat pengkajian fokus yang
dilakukan antaranya yaitu:
a. Identitas pasien
1. Nama pasien
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Suku/bangsa
5. Status perkawinan
6. Agama
7. Pendidikan
8. Alamat
9. Pekerjaan
10. No. RM
11. Diagnosa medis
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama post operasi: pasien mengeluh nyeri dan pegal pada mata
2. Riwayat penyakit saat ini
3. Riwayat terdahulu
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat psikososial
c. Pola fungsional kesehatan
1. Persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan
2. Pola nutrisi metabolik
3. Pola eliminasi
4. Pola aktivitas-latihan
5. Pola istirahat- tidur
6. Pola kognitif-persepsi
7. Pola konsep diri- persepsi diri
8. Pola peran hubungan
9. Seksualitas
10. Pola toleransi stres-koping
11. Pola nilai-keyakinan
d. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : kesadaran, postur tubuh, fatique
2. Tanda vital
3. TB/BB
4. Kepala :
Rambut
Mata : Kaji adanya nyeri pasca Op
Mulut
Hidung
5. Thorak: paru, jantung
6. Abdomen
7. Ekstremitas
8. Genitalia
e. Terapi post op: antibiotik, anti inflamasi dan analgetik berupa salep dan tetes mata.
PRE-OP
Subjektif :
Subjektif :
POST-OP
Subjektif :
Terapeutik
Edukasi
Edukasi :
- Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
- Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
- Anjurkan keluarga untuk
tetap Bersama pasien, jika
perlu
- Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
- Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi ketegangan
- Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat
- Latih Teknik relaksasi
Defisit
Pengetahuan
Pendidikan kesehatan kepada pasien sebelum operasi katarak adalah langkah kunci untuk
memastikan persiapan yang baik dan meminimalkan kecemasan. Berikut adalah beberapa poin
yang dapat Anda sertakan dalam pendidikan kesehatan pasien sebelum operasi katarak:
Selama periode pasca operasi proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kembali
equilibrium fisiologi pasien, menghilangkan nyeri, dan pencegahan nyeri. Pengkajian dan
intervensi membantu pasien mengembalikan pada fungsi optimal dengan cepat, aman, dan nyaman
(Potter & Perry, 2005). Baron & Byrne (2003) menyatakan bahwa harapan dari orang lain yang
berpengaruh lebih kuat, akan lebih memotivasi orang yang bersangkutan untuk memenuhi harapan
tersebut serta akan lebih menyokong kemungkinan seseorang bertingkah laku sesuai dengan
harapan. Menurut Smeltzer & Bare (2002), terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
perawatan pasca operasi katarak antara lain:
1. Pembatasan aktivitas
a. Aktivitas yang diperbolehkan meliputi:
i. Membaca atau menonton televisi tetapi jangan terlalu lama.
ii. Memakai penutup mata seperti yang dianjurkan
iii. Melakukan pekerjaan hanya pekerjaan tidak berat.
iv. Bila memakai sepatu jangan membungkuk tetapi angkat kaki ke
atas.
v. Aktivitas dengan duduk.
vi. Ketika tidur telentang atau miring dan memakai pelindung mata.
vii. Berlutut dan jongkok saat mengambil sesuatu di lantai.
b. Aktivitas yang tidak diperbolehkan meliputi:
i. Tidur pada sisi yang sakit.
ii. Menggosok mata
iii. Menekan kelopak untuk menutup.
iv. Mengejan kuat saat defekasi.
v. Membungkuk hingga kepala menghadap ke arah bawah.
vi. Mengangkat beban lebih dari tujuh Kg.
vii. Mengosok gigi pada minggu pertama, cukup mencuci mulut saja.
viii. Batuk dan bersin kuat,
ix. Menundukkan kepala hingga bawah pinggang.
x. Berhubungan seksual pada minggu pertama.
xi. Memakai sabun mendekati mata.
xii. Menggerakkan kepala mendadak.
c. Hambatan setelah operasi katarak
i. Kerja ringan : 3 hari – 8 minggu
ii. Kerja sedang : 4 minggu – 8 minggu
iii. Kerja berat : 4 minggu – 8 minggu
iv. Kerja sangat berat : 4 minggu – 8 minggu
d. Pemberian obat dan perawatan mata
i. Menggunakan obat sesuai aturan
ii. Cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan obat.
iii. Membersihkan sekitar mata dengan bola kapas steril atau kasa
yang dibasahi dengan air steril atau larutan salin normal.
iv. Membersihkan daerah sekitar mata dengan cara
menyapu/mengusap dengan lembut dari sudut dalam ke luar.
v. Untuk meneteskan obat mata, pasien dalam posisi duduk dan kepala
condong ke belakang, dengan lembut tarik ke bawah batas kelopak mata
bawah.
vi. Pada malam hari menggunakan perisai mata dan siang hari
menggunakan kacamata.
vii. Menggunakan obat sesuai indikasi sehingga dosis dapat dinilai
dan disesuaikan oleh petugas kesehatan pada saat kunjungan.
viii. Melakukan kunjungan atau kontrol rutin.
• Minggu pertama : setiap hari
• Minggu kedua : 3x seminggu
• Minggu ketiga : 2x seminggu
• Minggu keempat : 1x seminggu
e. Melaporkan tanda dan gejala
i. Nyeri di sekitar mata, nyeri kepala menetap.
a) Setiap nyeri yang tak berkurang dengan obat pengurang nyeri Mata
memerah, bengkak, atau keluar cairan.
b) Obat tetes mata antibiotik untuk mencegah infeksi dan obat anti
inflamasi untuk membantu mengurangi peradangan di mata yang
habis di operasi. pasien harus menggunakan beberapa obat tetes mata
4-6 kali sehari selama sekitar 7-10 hari setelah operasi.
c) Nyeri dahi mendadak.
d) Perubahan ketajaman penglihatan, kabur, pandangan ganda, selaput
pada lapang penglihatan, kilatan cahaya, percikan, atau bintik di depan
mata.
f. Pola makan yang sehat dan teratur.
i. Mengasup makanan bergizi seimbang, nutrisi, yang optimal,
dapat meningkatkan kesehatan secara optimal.
ii. Memperbanyak porsi buah dan sayuran, memperlancar
pencernaan dapat menghindari kesulitan buang air besar (BAB).
g. Pemantauan Tanda-Tanda Bahaya:
Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda bahaya setelah operasi, seperti
perdarahan berlebihan, pembengkakan yang tidak semestinya, atau kesulitan
bernapas.
h. Kunjungan Follow-up:
Berikan informasi tentang jadwal kunjungan follow-up dengan dokter atau perawat
untuk evaluasi pemulihan.
i. Psikososial dan Dukungan Emosional:
Sediakan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga, karena pemulihan
pasca operasi dapat menjadi proses yang menantang secara emosional.
j. Tanya Jawab dan Komunikasi Terbuka:
Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengajukan pertanyaan dan klarifikasi,
dan pastikan bahwa mereka memahami informasi yang diberikan
Penyembuhan pasca operasi yang singkat setelah ekstraksi katarak dan implantasi intraokuler lensa
(IOL), pasien dipulangkan disertai instruksi mengenai obat mata, pembersihan dan perlindungan,
tingkat dan pembatasan aktivitas, dan gejala yang harus segera dilaporkan pada ahli bedah.
Pendidikan kesehatan diperkuat ketika post operasi dan pengaturan perawatan dirumah harus
disusun dengan baik (Smeltzer & Bare, 2002).
BAB 3
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Pendidikan kesehatan kepada pasien sebelum operasi katarak adalah langkah penting untuk
mempersiapkan mereka secara fisik dan psikologis, serta untuk mengurangi kecemasan.
Beberapa poin yang perlu disampaikan kepada pasien sebelum operasi termasuk penjelasan
tentang apa itu katarak, alasan operasi, dan prosedur operasi. Pasien juga harus diberi informasi
tentang persiapan pra-operasi, penggunaan obat, dan jenis anestesi yang akan digunakan.
Selain itu, pemahaman mengenai risiko dan manfaat operasi serta pilihan lensa intraokular (IOL)
jika ada, juga penting. Pasien perlu diberikan panduan tentang perawatan pasca operasi,
termasuk pembatasan aktivitas, penggunaan obat mata, dan perawatan luka.
Selama periode pasca operasi, fokus perawatan adalah mengembalikan keseimbangan fisiologis
pasien, mengurangi nyeri, dan memfasilitasi pemulihan yang optimal. Ini melibatkan pembatasan
aktivitas tertentu dan pematuhan dalam penggunaan obat mata. Pasien juga perlu diberikan
informasi tentang tindakan pencegahan dan perawatan sehari-hari untuk menghindari komplikasi
pasca operasi.
Dalam kedua tahap ini, penting untuk memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengajukan
pertanyaan, memberikan dukungan emosional, dan memberikan materi tertulis yang dapat
dipelajari pasien di rumah. Pendidikan kesehatan yang efektif sebelum dan sesudah operasi
katarak dapat membantu pasien mengatasi kecemasan, memahami perawatan yang diperlukan,
dan mencapai hasil operasi yang sukses.
3.2 Saran
Penjelasan yang Komprehensif: Pastikan penjelasan kepada pasien mencakup informasi yang
komprehensif mengenai katarak, alasan operasi, prosedur operasi, dan jenis anestesi yang akan
digunakan. Gunakan bahasa yang mudah dipahami.
1. Persiapan Pra-Operasi yang Jelas: Berikan panduan persiapan pra-operasi yang jelas, seperti
aturan berpuasa dan penghindaran make-up atau perhiasan pada hari operasi.
2. Risiko dan Manfaat: Sampaikan dengan jelas risiko dan manfaat operasi katarak, dan berikan
kesempatan kepada pasien untuk mengajukan pertanyaan dan klarifikasi.
3. Pilihan Lensa Intraokular: Jika pasien memiliki pilihan dalam jenis lensa intraokular (IOL), berikan
informasi mengenai jenis IOL yang berbeda dan implikasinya pada penglihatan pasien.
4. Perawatan Pasca Operasi: Sediakan panduan yang rinci mengenai perawatan pasca operasi,
termasuk pembatasan aktivitas, penggunaan obat mata, dan perawatan luka.
5. Dukungan Emosional: Akui kecemasan atau ketakutan pasien, dan berikan dukungan emosional.
Pastikan pasien merasa nyaman untuk berbicara tentang perasaan mereka.
6. Materi Tertulis: Sediakan materi tertulis berupa brosur atau buku panduan pembedahan katarak
yang dapat dipelajari pasien di rumah.
7. Perawatan Pasca Operasi yang Tepat Waktu: Ingatkan pasien tentang jadwal kunjungan follow-
up dengan dokter untuk memantau pemulihan dan mengevaluasi hasil operasi.
8. Kepatuhan dalam Penggunaan Obat: Berikan informasi penting tentang penggunaan obat mata,
termasuk cara yang benar untuk meneteskan obat.
9. Pencegahan Komplikasi: Jelaskan tindakan pencegahan yang perlu diikuti pasien untuk
menghindari komplikasi pasca operasi.
10. Dengan memberikan pendidikan kesehatan yang komprehensif sebelum dan sesudah
operasi katarak, Anda dapat membantu pasien merasa lebih siap dan percaya diri, serta
memaksimalkan hasil operasi mereka. Dukungan emosional dan kesempatan untuk
bertanya sangat penting dalam membantu pasien mengatasi kecemasan dan
ketidakpastian yang mungkin mereka alami.
REFERENSI
Cindy Fibrian, K., & Suryawati, C. (2023). MPPKI Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia
Peran Komunikasi dan Edukasi Pra Operatif terhadap Kepuasan Pasien Pasca Operasi
Katarak : Literature Review. 6(2). https://doi.org/10.31934/mppki.v2i3
Riskiya Anandika Panca, P., Rachmawati, Y., & Tinggi Ilmu Kesehatan Hafshawaty Pesantren Zainul
Hasan Probolinggo, S. (n.d.). PENGARUH PEMBERIAN EDUKASI TENTANG METODE
PHACOEMULSIFIKASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI
KATARAK DI INSTALASI BEDAH SENTRAL. https://journal-mandiracendikia.com/jikmc
Knoch, A. M. H. 2020, ‘Tatalaksana Pasca Bedah Katarak’, Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo
Bandung.
Corwin, E. J. 2009, Handbook of Pathophysiology, trans. N. Subekti, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Astari, P. (2018). Katarak: Klasikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. Cermin Dunia
Kedokteran, 45(10), 748–753. https://doi.org/10.55175/cdk.v45i10.709
Gilbert C, Ackland P, Resnikoff S, Gilbert S, Keeffe J, Cross C, et al. Vision 2020 global initiative for
the elimination of avoidable blindness: Action plan 2006-2011. Geneva: World Health
Organization, 2007.
Pujiyanto TI.(2004) Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian katarak senilis.
Semarang: Universitas Diponegoro.