Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN CASE BASE LEARNING

ASKEP KATARAK

Nama : Rini Suryani


Nim : Z1A023014
Fasilitator : Nuriya, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.MB

Program Studi Sarjana Keperawatan


Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
2023
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Katarak adalah kondisi di mana lensa mata yang biasanya bening menjadi keruh atau kabur. Lensa
mata yang keruh menghalangi cahaya masuk ke dalam mata dengan baik, sehingga menyebabkan
penglihatan yang buruk atau kabur. Kondisi ini bisa mempengaruhi satu atau kedua mata.

Katarak Salah satu penyebab kebutaan. World Health Organization atau WHO memperkirakan
bahwa terdapat antara 27 sampai paling sedikit 42 juta apabila kriteria diperluas untuk ketajaman
penglihatan 6/60 atau kurang 90% hidup di negara sedang berkembang, umumnya di Asia sekitar
20 juta dan afrika adalah 10- 40 kali lebih tinggi dibandingkan dengan resiko negara berkembang
diAmerika dan Eropa.

Beberapa faktor risiko katarak dapat dibedakan menjadi faktor individu, lingkungan, dan faktor
protektif (Suhardjo, 2012) a. Faktor individu terdiri atas usia, jenis kelamin, ras, serta faktor
genetik. b. Faktor lingkungan termasuk kebiasaan merokok, paparan sinar ultraviolet, status
sosioekonomi, tingkat pendidikan, diabetes mellitus, hipertensi, penggunaan steroid, dan obat-
obat penyakit gout. c. Faktor protektif meliputi penggunaan aspirin dan terapi pengganti hormon
pada wanita. Menurut Ode (2012) Penyebab katarak lainnya meliputi: a. Faktor keturunan. b.
Cacat bawaan sejak lahir (congenital). 10 c. Masalah kesehatan, misalnya diabetes. d.
Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid. e. Gangguan metabolisme, seperti DM (Diabetes
Mellitus). f. Gangguan pertumbuhan. g. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam
waktu yang cukup lama. h. Rokok dan alkohol. i. Operasi mata sebelumnya dan trauma mata

1.2 Tujuan
a. Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien katarak
b. Mengetahui terapi obat pada pasein katarak sebelum dan sesudah operasi
c. Pendidikan kesehatan pada pasien pra operasi dan pre operasi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Overview Kasus

Seorang wanita usia 60 tahun datang ke klinik mata dengan keluhan penurunan tajam penglihatan
dan sering merasa silau bila kena cahaya terang terutama mata sebelah kanan. Klien merasa cemas
dan tidak tahu kenapa hal tersebut bisa terjadi. Hasil pemeriksan visus OS 5/200 OD 5/16. Saat
diperiksa dengan optalmoskop terlihat keputihan dibagian tengah mata kanan. Selanjutnya pasien
dilakukan tindakan EKEK dan dipasang IOL. Setelah operasi pasien mengeluh nyeri dan pegal
pada mata. Pasien mendapatkan Anti Biotik, anti inflamasi
dan analgetik berupa salep dan tetes mata.

2.2 Pembahasan
2.2.1 Istilah sulit
 Visus adalah pemeriksaan untuk mendeteksi ketajaman penglihatan, untuk
membedakan ketajaman
 optalmoskop adalah pemeriksaan untuk mengetahui keadaan media mata dan
mempelajari karakteristik fisik dari retina dan nervus optikus yang
 EKEK merupakan tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga
masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut.
 IOL merupakan lensa pengganti yang ditanam pada mata setelah melakukan
prosedur pengangkatan lapisan katarak
 Interpretasi visus : OS 5/200 m orang normal dapat melihat dalam jarak 200 m
namun pasien hanya dapat melihat pada jarak 5 m. OD 5/16 m

2.2.2 Pasien mengalami silau


Pasien terindikasi memiliki penyakit yang berkaitan dengan penglihatan. Berdasarkan
gejala yang disebutkan (penurunan penglihatan secara tajam, sering merasa silau bila kena
cahaya terang terutama mata kanan), pasien memiliki kemungkinan besar mengalami
katarak. Menurut Buku Saku Patofisiologi oleh Elizabeth J Corwin, gambaran klinis dari
katarak adalah penurunan ketajaman penglihatan secara progresif, serta terjadinya
kekaburan penglihatan, silau, dan hilangnya persepsi warna.
Menurut American Academy of ophthalmology (2021), katarak adalah penurunan kualitas
optik lensa kristal sehingga dapat mempengaruhi penglihatan yang sebagian besar terjadi
akibat proses penuaan. Menurut corwin (2009), katarak dapat terjadi akibat protein-protein
lensa yang normalnya jernih terurai dan terkoagulasi.
Katarak dapat terjadi akibat beberapa faktor, yaitu usia lanjut, infeksi pada ibu saat
kehamilan seperti campak, hepatitis (katarak kongenital), trauma benda tumpul atau tajam
berkaitan dengan pekerjaan dan olahraga, faktor lingkungan seperti paparan radiasi sinar
matahari atau sinar x, gangguan metabolisme seperti penyakit diabetes melitus, adanya
peradangan penyakit mata (glaukoma, retinitis, uveitis recurrent) dan paparan obat atau zat
beracun yang mengenai mata menyebabkan katarak toksik.
Alasan silau :Cahaya yang masuk ke mata tidak dapat difokuskan dengan baik oleh lensa
yang keruh. Hal ini menyebabkan cahaya yang masuk ke mata menjadi menyebar.Cahaya
yang menyebar akan mengenai retina dari berbagai arah. Hal ini membuat retina menerima
sinyal yang tidak jelas.Otak tidak dapat menerjemahkan sinyal yang tidak jelas ini menjadi
gambar yang jelas. Hal ini menyebabkan penglihatan menjadi buram dan silau.
Kenapa silau? Terjadi penurunan sensitivitas kontras seluruh spektrum dari terhadap
cahaya terang lingkungan

Faktor risiko:
 Usia
Umumnya pada umur diatas 50 tahun terjadi proses penuaan yang
menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh (Ilyas, 2014). Pada
kasus pasien berusia 60 tahun.

 Jenis kelamin
Perempuan memiliki insiden dan risiko yang lebih tinggi untuk sebagian
besar jenis katarak daripada pria (Riordan-Eva & Augsburger, 2017).
Namun hal ini kemungkinan karena penurunan estrogen yang berlaku pasca
menopause pada wanita (Zetterberg, M. & Celojevic, D., 2014).
Berdasarkan kasus, pasien berjenis kelamin perempuan

Berdasar penelitian yang dilakukan tahun 2018 di Aceh, pasien katarak paling banyak
dijumpai pada kelompok usia >65 tahun yaitu sebesar 36%. Adapun hasil uji statistik lainnya juga
menunjukkan bahwa risiko untuk menderita katarak bagi pasien yang berusia >45 tahun adalah
14,397 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang berusia <45 tahun. Hasil penelitian ini
diperkuat oleh penelitian Sonowal yang menunjukkan bahwa prevalensi katarak senilis meningkat
dengan pertambahan usia, sebagian besar berusia ≥60 tahun (90,81%), diikuti dengan umur 50-59
tahun (31,46%) serta prevalensi terendah pada rentang umur 40-49 tahun (10,38%). Seiring
bertambahnya usia, protein lensa akan mengalami proses non-enzimatik, peningkatan kerentanan
terhadap proses oksidasi, perubahan susunan molekul lensa dan peningkatan penghamburan
cahaya. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kekeruhan pada lensa. Timbulnya serat-serat baru
pada lensa seiring bertambahnya usia dapat menyebabkan penumpukan serat lama di bagian
tengah lensa.Akibatnya, transparansi lensa berkurang dan inti lensa menjadi lebih kaku, sehingga
menyebabkan kesulitan dalam kemampuan akomodasi mata yang dapat meningkatkan resiko
terbentuknya katarak.
2.2.3 Penatalaksanaan
Medis:
 Penggunaan obat anti inflamasi
 Penggunaan antibiotik
Non Medis
 Kontrol pasca bedah, meliputi pemeriksaan pasca operasi (pengukuran ketajaman
penglihatan, tekanan intraokular, pemeriksaan lampu celah untuk menilai inflamasi pasca
operasi), pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop indirek pada pasien yang membutuhkan
penilaian segmen posterior.
 Edukasi perilaku pasien dan memberikan lembar petunjuk cara perawatan pasca bedah
katarak (pola makan, aktivitas, dll), rincian nomor kontak rumah sakit, pelindung mata,
dan petunjuk penyimpanan dan pemakaian obat yang sudah diresepkan.

Penatalaksanaan Operasi Katarak Berdasarkan Tingkat Pelayanan Kesehatan


A. Pelayanan Kesehatan Mata Primer (PEC)
1. Penatalaksaan bersifat non bedah, dimana pasien dengan visus > 6/18 diberikan
kacamata dengan koreksi terbaik.
2. Jika visus <6/18 atau sudah mengganggu kegiatan sehari-hari atau ada indikasi lain
untuk operasi, pasien dirujuk ke dokter spesialis mata pada fasilitas sekunder atau
tersier.
B.Pelayanan Kesehatan Mata Sekunder (SEC)
1. Penatalaksaan bersifat non bedah, dimana pasien dengan visus lebih baik dari 6/18
diberikan kacamata dengan koreksi terbaik.
2. Jika visus <6/18 atau sudah mengganggu kegiatan sehari-hari atau ada indikasi lain
untuk operasi EKEK, SICS, atau fakoemulsifikasi. Selain itu, dapat dilakukan
implantasi lensa tanam (IOL). Pada tingkat pelayanan ini jenis kasus yang ditangani
sebaiknya kasus-kasus katarak tanpa penyulit.
C.Pelayanan Kesehatan Mata Tersier (TEC)
Penatalaksaan bersifat bedah jika visus sudah mengganggu untuk melakukan kegiatan
sehari-hari berkaitan dengan pekerjaan pasien atau ada indikasi lain untuk operasi. Pada
tingkat pelayanan ini dapat dilakukan implantasi lensa tanam (IOL) grade C, level IV.
Selain itu dapat dilakukan Teknik bedah katarak menggunakan Teknik manual EKEK,
SICS, atau fakoemulsifikasi dengan mempertimbangkan derajat katarak serta tingkat
kemampuuan ahli bedah dan dikerjakan oleh dokter spesialis mata.

2.2.4 Pathway kasus


Katarak merupakan penurunan progresif kejernihan lensa dimana lensa menjadi keruh dan
ketajaman penglihatan menjadi berkurang. Katarak paling banyak disebabkan karena faktor
degeneratif (katarak senilis) dimana semakin semakin bertambahnya usia produksi enzim
antioksidan (glutathione) menurun sehingga semakin rentan terkena efek dari pajanan radikal
bebas (stres oksidatif meningkat). Akumulasi stres oksidatif seiring bertambahnya usia dapat
menyebabkan terjadinya proses oksidatif pada jaringan lensa yang menyebabkan agregasi protein
dalam serat lensa sehingga menyebabkan kekeruhan lensa. Akibatnya, cahaya yang masuk ke mata
akan mengenai lensa yang keruh dan menyebar (tidak fokus mengenai retina) sehingga
menyebabkan penglihatan terganggu.

Selain itu, jenis katarak yang juga umum ditemukan terutama pada pasien DM adalah katarak
diabetik.Dalam kasus ini, enzim aldose reduktase mengkatalisis reduksi glukosa menjadi sorbitol
melalui jalur poliol. Akumulasi sorbitol intraseluler menyebabkan perubahan osmotik yang
mengakibatkan serat lensa hidropik mengalami degenerasi dan merusak permeabilitas lensa.
Perubahan permeabilitas lensa kemudian menyebabkan kerusakan pompa NA K sehingga
kestabilan ion menjadi terganggu (Kalium dan glutathione sedikit, sedangkan Na, Ca banyak
dalam lensa) dan mengakibatkan kekeruhan pada lensa.

Selain itu, ada beberapa jenis gangguan tertentu pada lensa yang dapat menyebabkan katarak,
seperti :
 Gangguan yang terjadi pada semua tingkat pertumbuhan lensa (katarak kongenital)
 Metaplasia fibrosa epitel lensa (katarak subkapsular)
 Hidrasi kortikal antara serat lensa (katarak kortikal)
 Deposisi pigmen tertentu, yaitu urokrom (katarak nuklir)
Semua proses ini pada akhirnya menyebabkan lensa buram di belakang pupil, sehingga sangat sulit
bagi pasien untuk melakukan aktivitas rutin.

2.2.5 Pengkajian
Pengkajian pre operasi katarak:
A. Identitas Klien
1. Nama pasien
2. Umur: >50 tahun Proses penuaan menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh,
umumnya terjadi pada umur diatas 50 tahun (Ilyas, 2014)
3. Jenis kelamin: Wanita memiliki insiden dan risiko yang lebih tinggi untuk sebagian besar
jenis katarak daripada pria (Riordan-Eva & Augsburger, 2017). Namun hal ini
kemungkinan karena penurunan estrogen yang berlaku pasca menopause pada wanita
(Zetterberg, M. & Celojevic, D., 2014).
4. Suku/bangsa
5. Status perkawinan
6. Agama
7. Pendidikan
8. Alamat
9. Pekerjaan
10. No. RM
11. Diagnosa medis

B.Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama: gangguan utama/ terpenting yang dirasakan klien sehingga ia butuh
pertolongan (penurunan tajam penglihatan dan sering merasa silau bila kena cahaya terang
terutama mata sebelah kanan)
2. Riwayat penyakit sekarang: perjalanan penyakit sejak timbul keluhan
3. Riwayat penyakit dahulu:
i. Hipertensi terlibat dalam penyebab terjadinya katarak lewat jalur
mekanisme peradangan/inflmasi sistemik. Hal ini sejalan dengan studi
carlier yang dilakukan oleh J. Kaur et al serta penelitian Lee et., al mereka
berpendapat bahwa struktur konfirmasi protein yang mengalami perubahan
didalam kapsul lensa dapat diinduksi oleh hipertensi sehingga memperparah
terjadinya katarak. (Singh & Gupta, 2019). Selain itu, mekanisme hipertensi
menyebabkan perubahan struktir protein lensa menyebabkan
ketidakseimbangan osmotik dalam lensa yang mengakibatkan terjadinya
katarak senilis.

ii. Apabila kadar glukosa dalam lensa meninggi, jalur poliol akan teraktivasi
lebih banyak daripada jaluran glikolitik, lalu akan menyebabkan akumulasi
dari zat sorbitol dalam lensa. Ini bermakna bahwa akumulasi sorbitol dalam
lensa akan terjadi sebelum zat ini dapat dimetabolisme. Hal ini, bersamaan
dengan karakteristik permeabilitas yang rendah dari lensa terhadap sorbitol
akan mengakibatkan penumpukkan sorbitol di dalam lensa. Dalam hal
inilah berperan penting dalam pembentukkan katarak gula (Nartey, A.,
2017).
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Riwayat psikososial

C.Pola Kesehatan Fungsional


1. Persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan
2. Pola nutrisi metabolic
3. Pola eliminasi
4. Pola aktivitas-latihan
5. Pola istirahat- tidur
6. Pola kognitif-persepsi: Klien merasa cemas dan tidak tahu kenapa hal tersebut bisa
terjadi
7. Pola konsep diri- persepsi diri
8. Pola peran hubungan
9. Seksualitas
10. Pola toleransi stres-koping
11. Pola nilai-keyakinan

D.Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : kesadaran, postur tubuh, fatique
2. Tanda vital
3. TB/BB
4. Kepala :
 Rambut
 Mata : Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara
keabuan pada pupil sehingga retina tidak akan tampak dengan oftalmoskop.
Katarak terlihat tampak hitam terhadap reflex fundus ketika mata diperiksa
dengan oftalmoskop direk.
 Telinga
 Mulut
 Hidung
5. Thorak: paru, jantung
6. Abdomen
7. Ekstremitas
8. Genitalia

E. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin,
2. USG ocular apabila dicurigai terdapat patologi pada retina/vitreus dan konsisi
sistemik,
3. Pemeriksaan macula (OCT) dilakukan jika derajat kekeruhan didapatkan ringan
namun penurunan tajam penglihaatan lebih buruk dari yang seharusnya, dan
evaluasi patologi pada macula tidak jelas akibat kekeruhan lensa
4. Pemeriksaan specular mikroskopi dilakukan jika dicurigai adanya patologi pada
endotel kornea (Ilyas, 2016),
5. Pemeriksaan oftalamoskopi, mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi
lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma, dilatasi dan
pemeriksaan belahan lampu, memastikan diagnosa katarak. Saat diperiksa dengan
optalmoskop terlihat keputihan dibagian tengah mata kanan.
6. Tes toleransi glukosa (FBS). Menunjukkan adanya atau kontrol diabetes. (Marilyn
E Doengos, 2002)
7. Kartu nama snellen/mesin telebinokuler ( tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan
8. Tes glare dilakukan untuk mengetahui derajat gangguan penglihatan yang
disebabkan oleh sumber Cahaya yang diletakkan di dalam lapang pandang [asien
(American Academy of Ophtalmology, 2007-2008)

F.Terapi obat:
Menurut (Meilan Eka Putri, 2017) pada pasien post operasi katarak terdapat pengkajian fokus yang
dilakukan antaranya yaitu:
a. Identitas pasien
1. Nama pasien
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Suku/bangsa
5. Status perkawinan
6. Agama
7. Pendidikan
8. Alamat
9. Pekerjaan
10. No. RM
11. Diagnosa medis
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama post operasi: pasien mengeluh nyeri dan pegal pada mata
2. Riwayat penyakit saat ini
3. Riwayat terdahulu
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat psikososial
c. Pola fungsional kesehatan
1. Persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan
2. Pola nutrisi metabolik
3. Pola eliminasi
4. Pola aktivitas-latihan
5. Pola istirahat- tidur
6. Pola kognitif-persepsi
7. Pola konsep diri- persepsi diri
8. Pola peran hubungan
9. Seksualitas
10. Pola toleransi stres-koping
11. Pola nilai-keyakinan
d. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : kesadaran, postur tubuh, fatique
2. Tanda vital
3. TB/BB
4. Kepala :
 Rambut
 Mata : Kaji adanya nyeri pasca Op
 Mulut
 Hidung
5. Thorak: paru, jantung
6. Abdomen
7. Ekstremitas
8. Genitalia

e. Terapi post op: antibiotik, anti inflamasi dan analgetik berupa salep dan tetes mata.

No Analisis Data Etiologi Masalah


Keperawatan

PRE-OP

1. Objektif : Gangguan Gangguan


penglihatan Persepsi Sensori
- Hasil pemeriksaan oftalmoskop
terlihat keputihan di bagian
tengah mata kanan

- Hasil pemeriksaan visus OS


5/200 OD 5/16

Subjektif :

- Penurunan tajam penglihatan

- Merasa silau bila kena cahaya


terang terutama mata sebelah
kanan
2. Objektif : Gangguan Risiko Jatuh
penglihatan
- Hasil pemeriksaan oftalmoskop
terlihat keputihan di bagian
tengah mata kanan

Subjektif :

- Penurunan tajam penglihatan

- Merasa silau bila kena cahaya


terang terutama mata sebelah
kanan

3. Subjektif : Kurang terpapar Defisit


informasi Pengetahuan
- Pasien mengaku tidak tahu
penyebab terjadinya penurunan
fungsi penglihatan yang
dialaminya bisa terjadi

- Pasien merasa cemas dengan


kondisi penurunan penglihatan
nya

POST-OP

4. Objektif : Prosedur invasif Risiko Infeksi


(operasi ECCE dan
- Adanya tindakan invasif pemasangan IOL)
berupa ECCE dan IOL

- Pemberian antibiotik dan


antiinflamasi pada order
dokter
5. Objektif : Prosedur invasif Nyeri Akut
(operasi ECCE dan
- Adanya tindakan invasif pemasangan IOL)
berupa ECCE dan IOL

- Pemberian analgetik pada


order dokter

Subjektif :

- Pasien mengeluh nyeri dan


pegal pada area mata

6. Subjektif : Berperilaku sesuai Kesiapan


dengan pengetahuan Peningkatan
- Pasien merasa bingung (masih merasa Pengetahuan
dengan kondisi nya saat ini bingung)

2.2.6 Kemungkinan diagnosanya


Pre Operasi:
1. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan penglihatan dan usia lanjut d.d distorsi
penglihatan (katarak)
2. Risiko jatuh b.d gangguan penglihatan (katarak)
3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d menunjukan perilaku berlebihan
(cemas) dan penyakit kronis
Post Operasi:
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi ECCE) d.d mengeluh nyeri dan
kondisi pembedahan
2. Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif (operasi ECCE dan pemasangan IOL)
3. Kesiapan peningkatan pengetahuan d.d berperilaku sesuai dengan pengetahuan

2.2.7 Intervensi keperawatannya bagaimana

Diagnosis Tujuan Intervensi Rasional

Gangguan Meningkatkan kesadaran -Identifikasi faktor risiko jatuh,


Persepsi pasien terhadap faktor risiko seperti gangguan penglihatan,
Sensori
jatuh dan meminimalkan dan pantau pasien dengan
kemungkinan terjadinya jatuh. risiko tinggi.
-Pastikan roda tempat tidur dan
kursi roda dalam kondisi
terkunci untuk mencegah
jatuh.
-Pasang handrail pada tempat
tidur untuk membantu pasien
berpindah.
-Atur tempat tidur dalam posisi
terendah untuk mengurangi
risiko jatuh.

Risiko Jatuh Luaran : Tingkat jatuh Pencegahan jatuh


menurun. Kriteria hasil untuk Edukasi :
membuktikan bahwa tingkat - Identifikasi faktor jatuh (mis:
jatuh menurun adalah: usia > 65 tahun, gangguan
- Jatuh dari tempat tidur penglihatan, neuropati)
menurun - Identifikasi risiko jatuh
- Jatuh saat berdiri menurun setidaknya sekali setiap shift
- Jatuh saat duduk menurun atau sesuai dengan kebijakan
- Jatuh saat berjalan menurun institusi
- Identifikasi faktor lingkungan
yang meningkatkan risiko
jatuh (mis: lantai licin,
penerangan kurang)
- Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala (mis: fall
morse scale, humpty dumpty
scale), jika perlu
- Monitor kemampuan
berpindah dari tempat tidur ke
kursi roda dan sebaliknya

Terapeutik

- Orientasikan ruangan pada


pasien dan keluarga
- Pastikan roda tempat tidur
dan kursi roda selalu dalam
kondisi terkunci
- Pasang handrail tempat tidur
- Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah
- Tempatkan pasien berisiko
tinggi jatuh dekat dengan
pantauan perawat dari nurse
station
- Gunakan alat bantu berjalan
(mis: kursi roda, walker)
- Dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan pasien

Edukasi

- Anjurkan memanggil perawat


jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah
- Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin
- Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga keseimbangan
tubuh
- Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk
meningkatkan keseimbangan
saat berdiri
- Ajarkan cara menggunakan
bel pemanggil untuk
memanggil perawat

Ansietas Luaran : tingkat ansietas Observasi


menurun. - Identifikasi saat tingkat
Kriteria hasil : ansietas berubah (mis: kondisi,
Verbalisasi kebingungan waktu, stresor)
menurun - Identifikasi kemampuan
mengambil keputusan
1. Verbalisasi khawatir akibat - Monitor tanda-tanda ansietas
kondisi yang dihadapi (verbal dan nonverbal)
menurun
2. Perilaku gelisah menurun Terapeutik:
3. Perilaku tegang menurun - Ciptakan suasana terapeutik
4. Konsentrasi membaik untuk menumbuhkan
Pola tidur membaik kepercayaan
- Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
- Pahami situasi yang membuat
ansietas
- Dengarkan dengan penuh
perhatian
- Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
- Tempatkan barang pribadi
yang memberikan kenyamanan
- Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
- Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa yang
akan datang

Edukasi :
- Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
- Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
- Anjurkan keluarga untuk
tetap Bersama pasien, jika
perlu
- Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
- Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi ketegangan
- Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat
- Latih Teknik relaksasi

Defisit
Pengetahuan

2.2.8 Pendidikan Kesehatan


A.Pendidikan Kesehatan Pasien pra-op

Pendidikan kesehatan kepada pasien sebelum operasi katarak adalah langkah kunci untuk
memastikan persiapan yang baik dan meminimalkan kecemasan. Berikut adalah beberapa poin
yang dapat Anda sertakan dalam pendidikan kesehatan pasien sebelum operasi katarak:

1. Penjelasan tentang Katarak:


Jelaskan kepada pasien apa itu katarak, yaitu kondisi di mana lensa mata menjadi keruh,
yang dapat menyebabkan penglihatan kabur atau buruk.
2. Alasan untuk Operasi
Diskusikan mengapa operasi katarak diperlukan, seperti meningkatkan penglihatan dan
kualitas hidup pasien.
3. Prosedur Operasi
Berikan gambaran umum tentang apa yang akan terjadi selama operasi. Anda tidak perlu
memberikan detail teknis yang berlebihan, tetapi pastikan pasien memahami bahwa
prosedur ini umumnya aman dan efektif.
4. Persiapan Pra-Operasi:
Jelaskan langkah-langkah persiapan yang harus dilakukan pasien sebelum operasi, seperti
berpuasa selama beberapa jam sebelum operasi dan menghindari penggunaan make-up
atau perhiasan pada hari operasi.
5. Obat dan Alergi:
Pastikan pasien memberi tahu dokter tentang semua obat yang mereka konsumsi secara
teratur dan tentang alergi obat atau kondisi kesehatan lainnya.
6. Anestesi
Jelaskan jenis anestesi yang akan digunakan (biasanya anestesi topikal atau tetes mata, atau
anestesi lokal ringan) dan apa yang dapat diharapkan selama prosedur.
7. Durasi dan Tempat Operasi:
Sampaikan perkiraan durasi operasi dan tempat di mana operasi akan dilakukan, apakah di
rumah sakit atau klinik mata.
8. Risiko dan Manfaat:
Diskusikan risiko yang mungkin terkait dengan operasi katarak, seperti infeksi atau
perdarahan, dan juga berbicara tentang manfaat yang dapat diperoleh dari operasi tersebut.
9. Pilihan Lensa Intraokular (IOL)
Jika pasien memiliki pilihan dalam jenis IOL yang akan digunakan, berikan informasi
mengenai jenis IOL yang berbeda, seperti monofokal atau multifokal, serta implikasinya
pada penglihatan pasien.
10. Instruksi Pasca Operasi:
Berikan panduan mengenai apa yang harus dilakukan pasien setelah operasi, termasuk
penggunaan obat mata, perawatan luka, dan batasan aktivitas.
11. Kunjungan Follow-up:
Ingatkan pasien tentang jadwal kunjungan follow-up dengan dokter untuk memantau
pemulihan dan mengevaluasi hasil operasi.
12. Pertanyaan dan Klarifikasi:
Beri kesempatan kepada pasien untuk mengajukan pertanyaan. Pastikan mereka merasa
nyaman untuk meminta klarifikasi tentang apa pun yang tidak mereka pahami.
13. Dukungan Emosional
Akui kecemasan atau ketakutan pasien dan berikan dukungan emosional. Pastikan mereka
tahu bahwa tim perawatan akan ada untuk mendukung mereka sepanjang proses.
14. Materi Tertulis:
Sediakan materi tertulis berupa brosur atau buku panduan pembedahan katarak yang dapat
dipelajari oleh pasien di rumah.

B. Pendidikan Kesehatan Pasien pra-op

Selama periode pasca operasi proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kembali
equilibrium fisiologi pasien, menghilangkan nyeri, dan pencegahan nyeri. Pengkajian dan
intervensi membantu pasien mengembalikan pada fungsi optimal dengan cepat, aman, dan nyaman
(Potter & Perry, 2005). Baron & Byrne (2003) menyatakan bahwa harapan dari orang lain yang
berpengaruh lebih kuat, akan lebih memotivasi orang yang bersangkutan untuk memenuhi harapan
tersebut serta akan lebih menyokong kemungkinan seseorang bertingkah laku sesuai dengan
harapan. Menurut Smeltzer & Bare (2002), terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
perawatan pasca operasi katarak antara lain:

1. Pembatasan aktivitas
a. Aktivitas yang diperbolehkan meliputi:
i. Membaca atau menonton televisi tetapi jangan terlalu lama.
ii. Memakai penutup mata seperti yang dianjurkan
iii. Melakukan pekerjaan hanya pekerjaan tidak berat.
iv. Bila memakai sepatu jangan membungkuk tetapi angkat kaki ke
atas.
v. Aktivitas dengan duduk.
vi. Ketika tidur telentang atau miring dan memakai pelindung mata.
vii. Berlutut dan jongkok saat mengambil sesuatu di lantai.
b. Aktivitas yang tidak diperbolehkan meliputi:
i. Tidur pada sisi yang sakit.
ii. Menggosok mata
iii. Menekan kelopak untuk menutup.
iv. Mengejan kuat saat defekasi.
v. Membungkuk hingga kepala menghadap ke arah bawah.
vi. Mengangkat beban lebih dari tujuh Kg.
vii. Mengosok gigi pada minggu pertama, cukup mencuci mulut saja.
viii. Batuk dan bersin kuat,
ix. Menundukkan kepala hingga bawah pinggang.
x. Berhubungan seksual pada minggu pertama.
xi. Memakai sabun mendekati mata.
xii. Menggerakkan kepala mendadak.
c. Hambatan setelah operasi katarak
i. Kerja ringan : 3 hari – 8 minggu
ii. Kerja sedang : 4 minggu – 8 minggu
iii. Kerja berat : 4 minggu – 8 minggu
iv. Kerja sangat berat : 4 minggu – 8 minggu
d. Pemberian obat dan perawatan mata
i. Menggunakan obat sesuai aturan
ii. Cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan obat.
iii. Membersihkan sekitar mata dengan bola kapas steril atau kasa
yang dibasahi dengan air steril atau larutan salin normal.
iv. Membersihkan daerah sekitar mata dengan cara
menyapu/mengusap dengan lembut dari sudut dalam ke luar.
v. Untuk meneteskan obat mata, pasien dalam posisi duduk dan kepala
condong ke belakang, dengan lembut tarik ke bawah batas kelopak mata
bawah.
vi. Pada malam hari menggunakan perisai mata dan siang hari
menggunakan kacamata.
vii. Menggunakan obat sesuai indikasi sehingga dosis dapat dinilai
dan disesuaikan oleh petugas kesehatan pada saat kunjungan.
viii. Melakukan kunjungan atau kontrol rutin.
• Minggu pertama : setiap hari
• Minggu kedua : 3x seminggu
• Minggu ketiga : 2x seminggu
• Minggu keempat : 1x seminggu
e. Melaporkan tanda dan gejala
i. Nyeri di sekitar mata, nyeri kepala menetap.
a) Setiap nyeri yang tak berkurang dengan obat pengurang nyeri Mata
memerah, bengkak, atau keluar cairan.
b) Obat tetes mata antibiotik untuk mencegah infeksi dan obat anti
inflamasi untuk membantu mengurangi peradangan di mata yang
habis di operasi. pasien harus menggunakan beberapa obat tetes mata
4-6 kali sehari selama sekitar 7-10 hari setelah operasi.
c) Nyeri dahi mendadak.
d) Perubahan ketajaman penglihatan, kabur, pandangan ganda, selaput
pada lapang penglihatan, kilatan cahaya, percikan, atau bintik di depan
mata.
f. Pola makan yang sehat dan teratur.
i. Mengasup makanan bergizi seimbang, nutrisi, yang optimal,
dapat meningkatkan kesehatan secara optimal.
ii. Memperbanyak porsi buah dan sayuran, memperlancar
pencernaan dapat menghindari kesulitan buang air besar (BAB).
g. Pemantauan Tanda-Tanda Bahaya:
Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda bahaya setelah operasi, seperti
perdarahan berlebihan, pembengkakan yang tidak semestinya, atau kesulitan
bernapas.
h. Kunjungan Follow-up:
Berikan informasi tentang jadwal kunjungan follow-up dengan dokter atau perawat
untuk evaluasi pemulihan.
i. Psikososial dan Dukungan Emosional:
Sediakan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga, karena pemulihan
pasca operasi dapat menjadi proses yang menantang secara emosional.
j. Tanya Jawab dan Komunikasi Terbuka:
Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengajukan pertanyaan dan klarifikasi,
dan pastikan bahwa mereka memahami informasi yang diberikan

Penyembuhan pasca operasi yang singkat setelah ekstraksi katarak dan implantasi intraokuler lensa
(IOL), pasien dipulangkan disertai instruksi mengenai obat mata, pembersihan dan perlindungan,
tingkat dan pembatasan aktivitas, dan gejala yang harus segera dilaporkan pada ahli bedah.
Pendidikan kesehatan diperkuat ketika post operasi dan pengaturan perawatan dirumah harus
disusun dengan baik (Smeltzer & Bare, 2002).
BAB 3
PENUTUP
3.1.Kesimpulan

Pendidikan kesehatan kepada pasien sebelum operasi katarak adalah langkah penting untuk
mempersiapkan mereka secara fisik dan psikologis, serta untuk mengurangi kecemasan.
Beberapa poin yang perlu disampaikan kepada pasien sebelum operasi termasuk penjelasan
tentang apa itu katarak, alasan operasi, dan prosedur operasi. Pasien juga harus diberi informasi
tentang persiapan pra-operasi, penggunaan obat, dan jenis anestesi yang akan digunakan.
Selain itu, pemahaman mengenai risiko dan manfaat operasi serta pilihan lensa intraokular (IOL)
jika ada, juga penting. Pasien perlu diberikan panduan tentang perawatan pasca operasi,
termasuk pembatasan aktivitas, penggunaan obat mata, dan perawatan luka.
Selama periode pasca operasi, fokus perawatan adalah mengembalikan keseimbangan fisiologis
pasien, mengurangi nyeri, dan memfasilitasi pemulihan yang optimal. Ini melibatkan pembatasan
aktivitas tertentu dan pematuhan dalam penggunaan obat mata. Pasien juga perlu diberikan
informasi tentang tindakan pencegahan dan perawatan sehari-hari untuk menghindari komplikasi
pasca operasi.
Dalam kedua tahap ini, penting untuk memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengajukan
pertanyaan, memberikan dukungan emosional, dan memberikan materi tertulis yang dapat
dipelajari pasien di rumah. Pendidikan kesehatan yang efektif sebelum dan sesudah operasi
katarak dapat membantu pasien mengatasi kecemasan, memahami perawatan yang diperlukan,
dan mencapai hasil operasi yang sukses.

3.2 Saran

Penjelasan yang Komprehensif: Pastikan penjelasan kepada pasien mencakup informasi yang
komprehensif mengenai katarak, alasan operasi, prosedur operasi, dan jenis anestesi yang akan
digunakan. Gunakan bahasa yang mudah dipahami.

1. Persiapan Pra-Operasi yang Jelas: Berikan panduan persiapan pra-operasi yang jelas, seperti
aturan berpuasa dan penghindaran make-up atau perhiasan pada hari operasi.
2. Risiko dan Manfaat: Sampaikan dengan jelas risiko dan manfaat operasi katarak, dan berikan
kesempatan kepada pasien untuk mengajukan pertanyaan dan klarifikasi.
3. Pilihan Lensa Intraokular: Jika pasien memiliki pilihan dalam jenis lensa intraokular (IOL), berikan
informasi mengenai jenis IOL yang berbeda dan implikasinya pada penglihatan pasien.
4. Perawatan Pasca Operasi: Sediakan panduan yang rinci mengenai perawatan pasca operasi,
termasuk pembatasan aktivitas, penggunaan obat mata, dan perawatan luka.
5. Dukungan Emosional: Akui kecemasan atau ketakutan pasien, dan berikan dukungan emosional.
Pastikan pasien merasa nyaman untuk berbicara tentang perasaan mereka.
6. Materi Tertulis: Sediakan materi tertulis berupa brosur atau buku panduan pembedahan katarak
yang dapat dipelajari pasien di rumah.
7. Perawatan Pasca Operasi yang Tepat Waktu: Ingatkan pasien tentang jadwal kunjungan follow-
up dengan dokter untuk memantau pemulihan dan mengevaluasi hasil operasi.
8. Kepatuhan dalam Penggunaan Obat: Berikan informasi penting tentang penggunaan obat mata,
termasuk cara yang benar untuk meneteskan obat.
9. Pencegahan Komplikasi: Jelaskan tindakan pencegahan yang perlu diikuti pasien untuk
menghindari komplikasi pasca operasi.
10. Dengan memberikan pendidikan kesehatan yang komprehensif sebelum dan sesudah
operasi katarak, Anda dapat membantu pasien merasa lebih siap dan percaya diri, serta
memaksimalkan hasil operasi mereka. Dukungan emosional dan kesempatan untuk
bertanya sangat penting dalam membantu pasien mengatasi kecemasan dan
ketidakpastian yang mungkin mereka alami.
REFERENSI

Cindy Fibrian, K., & Suryawati, C. (2023). MPPKI Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia
Peran Komunikasi dan Edukasi Pra Operatif terhadap Kepuasan Pasien Pasca Operasi
Katarak : Literature Review. 6(2). https://doi.org/10.31934/mppki.v2i3

Riskiya Anandika Panca, P., Rachmawati, Y., & Tinggi Ilmu Kesehatan Hafshawaty Pesantren Zainul
Hasan Probolinggo, S. (n.d.). PENGARUH PEMBERIAN EDUKASI TENTANG METODE
PHACOEMULSIFIKASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI
KATARAK DI INSTALASI BEDAH SENTRAL. https://journal-mandiracendikia.com/jikmc

Knoch, A. M. H. 2020, ‘Tatalaksana Pasca Bedah Katarak’, Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo
Bandung.

Corwin, E. J. 2009, Handbook of Pathophysiology, trans. N. Subekti, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Brunner, S. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.

UI, F. K. (2005). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius, 34-7.

Astari, P. (2018). Katarak: Klasikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. Cermin Dunia
Kedokteran, 45(10), 748–753. https://doi.org/10.55175/cdk.v45i10.709

Gilbert C, Ackland P, Resnikoff S, Gilbert S, Keeffe J, Cross C, et al. Vision 2020 global initiative for
the elimination of avoidable blindness: Action plan 2006-2011. Geneva: World Health
Organization, 2007.

Pujiyanto TI.(2004) Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian katarak senilis.
Semarang: Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai