Anda di halaman 1dari 10

Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation (GI)

April 28, 2008Doantara yasaTinggalkan komentarGo to comments


Santyasa mengungkapkan pembelajaran kooperatif tipe GI didasari oleh gagasan John dewey tentang
pendidikan, bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk
belajar tentang kehidupan di dunia nyata yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar
pribadi. Menurut Winataputra (1992:39) model GI atau investigasi kelompok telah digunakan dalam
berbagai situasi dan dalam berbagai bidang studi dan berbagai tingkat usia. Pada dasarnya model ini
dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai
cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan mengetes
hipotesis.
Menurut Depdiknas (2005:18) pada pembelajaran ini guru seyogyanya mengarahkan, membantu para
siswa menemukan informasi, dan berperan sebagai salah satu sumber belajar, yang mampu
menciptakan lingkungan sosial yang dicirikan oleh lingkungan demokrasi dan proses ilmiah. Menurut
Winataputra (1992:63) sifat demokrasi dalam kooperatif tipe GI ditandai oleh keputusan-keputusan
yang dikembangkan atau setidaknya diperkuat oleh pengalaman kelompok dalam konteks masalah
yang menjadi titik sentral kegiatan belajar. Guru dan murid memiliki status yang sama dihadapan
masalah yang dipecahkan dengan peranan yang berbeda. Jadi tanggung jawab utama guru adalah
memotivasi siswa untuk bekerja secara kooperatif dan memikirkan masalah sosial yang berlangsung
dalam pembelajaran serta membantu siswa mempersiapkan sarana pendukung. Sarana pendukung
yang dipergunakan untuk melaksanakan model ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan
para pelajar untuk dapat menggali berbagai informasi yang sesuai dan diperlukan untuk melakukan
proses pemecahan masalah kelompok.
Ibrahim, dkk. (2000:23) menyatakan dalam kooperatif tipe GI guru membagi kelas menjadi
kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa heterogen dengan mempertimbangkan keakraban
dan minat yang sama dalam topik tertentu. Siswa memilih sendiri topik yang akan dipelajari, dan
kelompok merumuskan penyelidikan dan menyepakati pembagian kerja untuk menangani konsep-
konsep penyelidikan yang telah dirumuskan. Dalam diskusi kelas ini diutamakan keterlibatan
pertukaran pemikiran para siswa.
Slavin (dalam Asthika, 2005:24) mengemukakan tahapan-tahapan dalam menerapkan pembelajaran
kooperatif GI adalah sebagai berikut:
1) Tahap Pengelompokan (Grouping)
Yaitu tahap mengidentifikasi topik yang akan diinvestigasi serta mebentuk kelompok investigasi,
dengan anggota tiap kelompok 4 sampai 5 orang. Pada tahap ini: 1) siswa mengamati sumber,
memilih topik, dan menentukan kategori-kategori topik permasalahan, 2) siswa bergabung pada
kelompok-kelompok belajar berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik untuk diselidiki, 3)
guru membatasi jumlah anggota masing-masing kelompok antara 4 sampai 5 orang berdasarkan
keterampilan dan keheterogenan.
Misalnya:
1) Dalam sub pokok bahasan turunan fungsi aljabar, sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah
dibuat, guru menyampikan topik yang akan diinvestigasi seperti: (a) Bila y = c maka y’= 0 (c
konstanta), (b) Bila y = ax maka y’ = a (a konstanta), dan (c) Bila y = axn maka y’ = a.n.xn-1 (a dan
n konstanta)
2) Setelah penyampaian topik bahasan yang akan diinvestigasi: (a) guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk memilih topik yang menarik untuk dipilih dan membentuk kelompok berdasarkan
topik yang mereka pilih atau menarik untuk diselidiki, (b) Guru membatasi anggota kelompok 4
sampai 5 orang dengan cara mengarahkan siswa dan memberikan suatu motivasi kepada siswa supaya
bersedia membentuk kelompok baru dan memilih topik.
2) Tahap Perencanaan (Planning)
Tahap Planning atau tahap perencanaan tugas-tugas pembelajaran. Pada tahap ini siswa bersama-sama
merencanakan tentang: (1) Apa yang mereka pelajari? (2) Bagaimana mereka belajar? (3) Siapa dan
melakukan apa? (4) Untuk tujuan apa mereka menyelidiki topik tersebut?
Misalnya pada topik Bahasan, Bila y = c maka y’= 0 dimana c konstanta, pada tahap ini: 1) siswa
belajar tentang turunan fungsi yang nilainya konstan, 2) siswa belajar dengan menggali informasi,
bekerjasama dan berdiskusi, 3) siswa membagi tugas untuk memecahkan masalah topik tersebut,
mengumpulkan informasi, menyimpulkan hasil investigasi dan mempresentasikan di kelas, dan (4)
siswa belajar untuk mengetahui sifat turunan fungsi aljabar yang bernilai konstan.

3) Tahap Penyelidikan (Investigation)


Tahap Investigation, yaitu tahap pelaksanaan proyek investigasi siswa. Pada tahap ini, siswa
melakukan kegiatan sebagai berikut: 1) siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data dan
membuat simpulkan terkait dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki, 2) masing-masing
anggota kelompok memberikan masukan pada setiap kegiatan kelompok, 3) siswa saling bertukar,
berdiskusi, mengklarifikasi dan mempersatukan ide dan pendapat. Misalnya: 1) siswa menemukan
cara-cara pembuktian sifat turunan fungsi aljabar yang bernilai konstan, 2) siswa mecoba cara-cara
yang ditemukan dari hasil pengumuplan informasi terkait dengan topik bahasan yang diselidiki, dan
3) siswa berdiskusi, mengklarifikasi tiap cara atau langkah dalam pemecahan masalah tentang topik
bahasan yang diselidiki.

4) Tahap Pengorganisasian (Organizing)


Yaitu tahap persiapan laporan akhir. Pada tahap ini kegiatan siswa sebagai berikut: 1) anggota
kelompok menentukan pesan-pesan penting dalam proteknya masing-masing, 2) anggota kelompok
merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana mempresentasikannya, 3) wakil dari
masing-masing kelompok membentuk panitia diskusi kelas dalam presentasi investigasi.
Misalnya: 1) siswa menemukan bahwa turunan fungsi aljabar yang bernilai konstan nilainya adalah 0
jadi rumus yang diberikan terbukti, 2) siswa menemukan bahwa turunan fungsi aljabar yang bernilai
konstan nilainya adalah 0 yang dibuktikan dengan definisi turunan dan limit fungsi, 3) siswa membagi
tugas sebagai pemimpin, moderator, notulis dalam presentasi investigasi.
5) Tahap Presentasi (Presenting)
Tahap presenting yaitu tahap penyajian laporan akhir. Kegiatan pembelajaran di kelas pada tahap ini
adalah sebagai berikut: (1) penyajian kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk
penyajian, (2) kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara aktif sebagai pendengar, (3)
pendengar mengevaluasi, mengklarifikasi dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan terhadap topik
yang disajikan. Misalnya: 1) siswa yang bertugas untuk mewakili kelompok menyajikan hasil atau
simpulan dari investigasi yang telah dilaksanakan, 2) siswa yang tidak sebagai penyaji, mengajukan
pertanyaan, saran tentang topik yang disajikan, 3) siswa mencatat topik yang disajikan oleh penyaji.

6) Tahap evaluasi (evaluating)


Pada tahap evaluating atau penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa. Pada tahap ini, kegiatan
guru atau siswa dalam pembelajaran sebagai berikut: 1) siswa menggabungkan masukan-masukan
tentang topiknya, pekerjaan yang telah mereka lakukan, dan tentang pengalaman-pengalaman
efektifnya, 2) guru dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran yang telah
dilaksanakan, 3) penilaian hasil belajar haruslah mengevaluasi tingkat pemahaman siswa. Misalnya:
1) siswa merangkum dan mencatat setiap topik yang disajikan, 2) siswa menggabungkan tiap topik
yang diinvestigasi dalam kelompoknya dan kelompok yang lain, 3) guru mengevaluasi dengan
memberikan tes uraian pada akhir siklus.
https://ipotes.wordpress.com/2008/04/28/pembelajaran-kooperatif-tipe-group-investigation-gi/

MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK PADA PEMECAHAN MASALAH


MATEMATIKA
Oleh :
Hj. Lela Anggraini, M.Pd
( Guru SMA Plus Negeri 17 Palembang)
A. PENDAHULUAN
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 tahun 2006 tentang
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, ditetapkan salah satu tujuan mata pelajaran
matematika agar peserta didik memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.
Asumsinya guru telah melaksanakan kurikulum 2006 atau yang disebut dengan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Namun kenyataan masih tidak sesusai dengan harapan, kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah matematika masih kurang. Siswa masih mengalami kesulitan dalam
memecahkan masalah matematika, sedangkan guru menghadapi kesulitan dalam memilih model
pembelajaran yang sesuai dengan persoalan tersebut.
Menurut Aunurrahman (2009:176) keberhasilan proses pembelajaran merupakan muara dari seluruh
aktifitas yang dilakukan guru dan siswa. Artinya, apapun bentuk kegiatan-kegiatan guru, mulai dari
merancang pembelajaran, memilih dan menentukan materi, pendekatan, strategi dan metode
pembelajaran, memilih dan menentukan tehnik evaluasi, semuanya diarahkan untuk mencapai
keberhasilan belajar siswa. Meskipun guru secara sungguh-sungguh telah berupaya merancang dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik, namun masalah-masalah belajar tetap akan
dijumpai guru. Hal ini merupakan pertanda bahwa belajar merupakan kegiatan yang dinamis sehingga
guru perlu secara terus menerus mencermati perubahan-perubahan yang terjadi pada siswa di kelas.
Selanjutnya Aunurrahman (2009:176) menyatakan masalah-masalah belajar bisa muncul dari diri
siswa maupun dari luar diri siswa. Masalah-masalah itu dapat dikaji dari sumbernya dan dari
tahapannya. Dari sumbernya yaitu dari faktor guru dan faktor siswa. Yang bersumber dari siswa
diantaranya sikap, motivasi, dan minat siswa, sedangkan yang bersumber dari guru diantaranya model
pembelajaran yang diterapkan oleh guru Sedangkan dikaji dari tahapannya, masalah belajar dapat
terjadi pada waktu sebelum belajar, selama proses belajar dan sesudah belajar.
Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru menerapkan model-model
pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam
proses pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk
menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan
menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal.
Joice, Weil, dan Calhoun (dalam Aunurrahman, 2009:148) mendeskripsikan empat kategori model
pembelajaran, yaitu kelompok model social (social family), kelompok pengolahan informasi
(informasi proceeding family), kelompok model personal (personal familiy), dan kelompok model
system prilaku (behavioral systems familiy). Adapun yang temasuk dalam kelompok model social
yaitu, Group investigation (Investigasi Kelompok) , Role Playing (Bermain Peran) dan Jurisprodential
Inquiri (Model Penelitian Yurisprudensi).
Dalam tulisan ini dipilih model pembelajaran investigasi kelompok karena dengan pembelajaran
model investigasi kelompok siswa belajar bersama, saling membantu, dan berdiskusi bersama-sama
dalam menemukan dan menyelesaikan masalah.
B. MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
Lapp, Bender, Ellenwood, & John (dalam Aunurrahman: 1975) berpendapat bahwa berbagai aktifitas
belajar mengajar dapat dijabarkan dari 4 model utama, yaitu; (1) The Classical Model, (2)The
Technological Model, (3) the Personalised Model, dan (4) The Interaction Model.
Stalling (dalam Aunurrahman:1997), mengemukakan 5 model dalam pembelajaran :
(1) TheExploratory Model, (2) The Group Process Model, (3) The Developmental Cognitive Model,
(4) The Programmed Model dan (5) The Fundamental Model.
Joyce, Weil, dan Calhoun (dalam Aunurrahman:2000) mendeskripsikan empat kategori model
mengajar, yaitu:
1. Kelompok Model Interaksi Sosial ( Social Interaction Models)
Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Bermain Peran (Role Playing)
Model Penelitian Yurisprudensi (Jurisprodential Inquiry)
2. Kelompok Model Pengolahan Informasi (Information Processing Model)
Berpikir Induktif (Induktive Thinking)
Pencapaian Konsep (Concept Attainment)
Memorisasi
Advance Organizers
Penelitian Ilmiah (Scientific Inquiry)
Inquiry Training
Synectics
3. Kelompok Model Personal (The Personal Family Model)
Pembelajaran Tanpa Arahan (Non Directive Teaching)

Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri (Enhancing Self


Esteem): 1) Model Latihan Kesadaran (Ewareness Training Models)
2) Model Pertemuan Kelas (Classroom Meeting)
4. Kelompok Model-model Sistem Perilaku (The Behavioral Systems Family)
Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Pengajaran Langsung (Direct Instruction)
Simulasi (Simulation)
Social Learning
Programmed Schedule
C. MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK
1. Model Pembelajaran Investigasi
Investigasi atau penyelidikan merupakan kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan
siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan dan hasil benar sesuai
pengembangan yang dilalui siswa (Soppeng, 2009) . Kegiatan belajarnya diawali dengan pemecahan
soal-soal atau masalah-masalah yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan belajar selanjutnya
cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru, yang dalam pelaksananya mengacu
pada berbagai teori investigasi.
Menurut Height (dalam Krismanto, 2004), investigasi berkaitan dengan kegiatan mengobservasi
secara rinci dan menilai secara sistematis. Jadi investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan
seseorang, dan selanjutnya orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya, dapat
membandingkannya dengan perolehan orang lain, karena dalam suatu investigasi dapat diperoleh satu
atau lebih hasil.
Talmagae dan Hart (dalam Soppeng, 1977) menyatakan bahwa investigasi diawali oleh soal-soal atau
masalah-yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan belajarnya cenderung terbuka, artinya tidak
terstruktur secara ketat oleh guru. Siswa dapat memilih jalan yang cocok bagi mereka. Seperi halnya
Height, mereka menyatakan pula bahwa karena mereka bekerja dan mendiskusikan hasil dengan
rekan-rekannya, maka suasana investigasi ini akan merupakan satu hal yang sangat potensial dalam
menunjang pengertian siswa.
Menurut Soedjadi (dalam Sutrisno, 1999 : 162), model belajar “investigasi” sebenarnya dapat
dipandang sebagai model belajar “pemecahan masalah” atau model “penemuan”. Tetapi model belajar
“investigasi” memiliki kemungkinan besar berhadapan dengan masalah yang divergen serta alternatif
perluasan masalahnya. Sudah barang tentu dalam pelaksanaannya selalu perlu diperhatikan sasaran
atau tujuan yang ingin dicapai, mungkin tentang suatu konsep atau mungkin tentang suatu prinsip
Pada investigasi, siswa bekerja secara bebas, individual atau berkelompok. Guru hanya bertindak
sebagai motivator dan fasilitator yang memberikan dorongan siswa untuk dapat mengungkapkan
pendapat atau menuangkan pemikiran mereka serta menggunakan pengetahuan awal mereka dalam
memahami situasi baru. Guru juga berperan dalam mendorong siswa untuk dapat memperbaiki hasil
mereka sendiri maupun hasil kerja kelompoknya. Kadang mereka memang memerlukan orang lain,
termasuk guru untuk dapat menggali pengetahuan yang diperlukan, misalnya melalui pengembangan
pertanyaan-pertanyaan yang lebih terarah, detail atau rinci. Dengan demikian guru harus selalu
menjaga suasana agar investigasi tidak berhenti di tengah jalan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulakan bahwa Investigasi adalah proses penyelidikan yang
dilakukan seseorang, dan selanjutnya orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya, dapat
membandingkannya dengan perolehan orang lain, karena dalam suatu investigasi dapat diperoleh satu
atau lebih hasil.
2. Model Pembelajaran Investigasi kelompok
Menurut Aunurrahman (2009:152) Seorang guru dapat menggunakan strategi investigation kelompok
di dalam proses pembelajaran dengan beberapa keadaan, antara lain sebagai berikut:
1. Bilamana guru bermaksud agar siswa-siswa mencapai studi yang mendalam tentang isi atau
materi, yang tidak dapat dipahami secara memadai dari sajian-sajian informasi yang terpusat pada
guru.
2. Bilamana guru bermaksud mendorong siswa untuk lebih skeptis tentang ide-ide yang disajikan
dari fakta-fakta yang mereka dapatkan
3. Bilamana guru bermaksud meningkatkan minat siswa terhadap suatu topik yang memotivasi
mereka membicarakan berbagai persoalan di luar kelas
4. Bilamana guru bermaksud membantu siswa memahami tindakan-tindakan pencegahan yang
diperlukan atas interpretasi informasi yang berasal dari penelitian-penelitian orang lain yang
mungkin dapat mengarah pada pemahaman yang kurang positif
5. Bilamana guru bermaksud mengembangkan keterampilan-keterampilan penelitian, yang
selanjutnya dapat mereka pergunakan di dalam situasi belajar yang lain, seperti halnya cooperative
learning
6. Bilamana guru menginginkan peningkatan dan perluasan kemampuan siswa.
Menurut Killen ( dalam Aunurrahman, 1998 : 146) memaparkan beberapa ciri essensial investigasi
kelompok sebagai pendekatan pembelajaran adalah: Para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil dan memilki independensi terhadap guru
1. Kegiatan-kegiatan siswa terfgokus pada upaya menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan
2. Kegiatan belajar siswa akan selalu mempersaratkan mereka untuk mengumpulkan sejumlah
data, menganalisisnya dan mencapai beberapa kesimpulan
3. Siswa akan menggunakan pendekatan yang beragam di dalam belajar
4. Hasil-hasil dari penelitian siswa dipertukarkan di antara seluruh siswa.
Ibrahim.(dalam Yasa, 2000:23) menyatakan dalam kooperatif tipe investigasi kelompok guru
membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa heterogen dengan
mempertimbangkan keakraban dan minat yang sama dalam topik tertentu. Siswa memilih sendiri
topik yang akan dipelajari, dan kelompok merumuskan penyelidikan dan menyepakati pembagian
kerja untuk menangani konsep-konsep penyelidikan yang telah dirumuskan. Dalam diskusi kelas ini
diutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran para siswa.
Slavin (2009: 218), mengemukakan tahapan-tahapan dalam menerapkan pembelajaran investigasi
kelompok adalah sebagai berikut:
Tahap 1: Mengidentifikasikan Topik dan Mengatur Murid ke dalam Kelompok
(Grouping)
Para siswa meneliti beberapa sumber, memilih topik, dan mengkategorikan saran-saran.
Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang telah mereka pilih.
Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen.
Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan.
Tahap 2: Merencanakan Tugas yang akan Dipelajari (Planning)
Para siswa merencanakan bersama mengenai:
Apa yang kita pelajari ?
Bagaimana kita mempelajarinya?
Siapa melakukan apa? (pembagian tugas).
Untuk tujuan atau kepentingan apa kita menginvestigasi topik ini?

Tahap 3: Melaksanakan Investigasi ( Investigation)


Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.
Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya.
Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis semua gagasan.

Tahap 4: Menyiapkan Laporan Akhir (Organizing)


Anggota kelompok menentukan pesan-pesan essensial dari proyek mereka.
Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan bagaimana mereka akan
membuat presentasi mereka
Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasikan rencana-rencana
presentasi.

Tahap 5: Mempresentasikan Laporan Akhir (Presenting)


Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk
Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif
Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kreteria
yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota kelas.
Tahap 6: Evaluasi (Evaluating)
Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut, mengenai tugas yang telah
mereka kerjakan, mengenai keefktifan pengalaman-pengalaman mereka
Guru dan murid berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.
Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi
Berdasarkan uraian di atas bahwa model pembelajaran investigasi kelompok ialah pembelajaran yang
dilakukan secara berkelompok yang bersifat heterogen dimana setiap anggota kelompok mempunyai
tanggung jawab yang sama dalam mencapai tujuan pembelajaran.
D. PEMECAHAN MASALAH FALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
1. Pengertian Masalah
Suatu pertanyaan akan menjadi masalah jika pertanyaan itu menunjukan adanya suatu tantangan yang
tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui oleh si pelaku ( Fadjar Shadiq,
2004: 10). Definisi di atas mengandung implikasi bahwa suatu masalah harus mengandung adanya
“tantangan” dan “belum diketahuinya prosedur rutin”. Prosedur rutin di sini adalah soal yang
penyelesainnya sudah bisa ditebak, diketahui rumusnya, dan hanya dengan satu atau dua langkah soal
sudah terselesaikan. Tidak semua pertanyaan merupakan suatu masalah. Bagi seseorang suatu
pertanyaan bisa menjadi suatu masalah sedang bagi orang lain tidak.
Masalah berbeda dengan soal latihan. Pada soal latihan, siswa telah mengetahui cara
menyelesaikannya, karena telah jelas hubungan antara yang diketahui dengan yang ditanyakan, dan
biasanya ada contoh soal. Pada masalah siswa tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya, tetapi
siswa tertarik dan tertantang untuk menyelesaikannya.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diartikan bahwa suatu pertanyaan akan menjadi masalah
hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh
suatu prosedur rutin yang sudah diketahui oleh penjawab pertanyaan, sebab suatu masalah bagi
seseorang dapat menjadi bukan masalah bagi orang lain karena ia sudah mengetahui prosedur untuk
menyelesaikannya.

2. Pemecahan masalah matematika


Dalam pembelajaran matematika, masalah-masalah yang sering dihadapi siswa berupa soal-soal atau
tugas-tugas yang harus diselesaikan siswa. Pemecahan masalah dalam hal ini adalah aturan atau
urutan yang dilakukan siswa untuk memecahkan soal-soal atau tugas-tugas yang diberikan kepadanya.
Menurut Wardhani (2006:16), pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah
diperoleh sebelumnya kedalam situasi baru yang belum dikenal. Dengan demikian ciri dari penugasan
berbentuk pemecahan masalah adalah: (1) ada tantangan dalam materi, tugas, atau soal, (2) masalah
tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur rutin yang sudah diketahui penjawab.
Dari uraian diatas dapat diartikan bahwa dalam pemecahan masalah siswa didorong dan diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk berinisiatif dan berfikir sistematis dalam menghadapi suatu masalah
dengan menerapkan pengetahuan yang didapat sebelumnya.
3. Langkah-langkah menyelesaikan masalah
Menurut Polya (1973:5-22), ada empat langkah dalam menyelesaikan masalah yaitu:
Memahami masalah
Pada kegiatan ini yang dilakukan adalah merumuskan: apa yang diketahui, apa yang ditanyakan,
apakah informasi cukup, kondisi (syarat) apa yang harus dipenuhi, menyatakan kembali masalah asli
dalam bentuk yang lebih operasional (dapat dipecahkan).

Merencanakan pemecahannya
Kegiatan yang dilakukan pada langkah ini adalah mencoba mencari atau mengingat masalah yang
pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan dengan sifat yang akan dipecahkan, mencari pola atau
aturan , menyusun prosedur penyelesaian.

Melaksanakan rencana
Kegiatan pada langkah ini adalah menjalankan prosedur yang telah dibuat pada langkah sebelumnya
untuk mendapatkan penyelesaian .

Memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian


Kegiatan pada langkah ini adalah menganalis dan mengevaluasi apakah prosedur
yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, apakah ada prosedur lain yang lebih efektif , apakah
prosedur yang dibuat dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah sejenis, atau apakah prosedur
dapat dibuat generalisasinya.

4. Stategi pemecahan masalah


Menurut Polya dan Pasmep (Fajar Shadiq, 2004:13) beberapa strategi pemecahan masalah antara lain:
Mencoba-coba
Strategi ini biasanya digunakan untuk mendapatkan gambaran umum pemecahan masalah (trial and
error). Proses mencoba-coba ini tidak akan selalu berhasil, adakalanya gagal. Proses mencoba-coba
dengan menggunakan suatu analisis yang tajam sangat dibutuhkan pada penggunaan strategi ini.
Membuat diagram
Strategi ini berkait dengan pembuatan sket atau gambar untuk mempermudah memahami masalah dan
mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaiannya. Dengan strategi ini, hal-hal yang
diketahui tidak sekedar dibayangkan namun dapat dituangkan ke atas kertas.

Mencobakan pada soal yang lebih sederhana


Strategi ini berkait dengan penggunaan contoh-contoh khusus yang lebih mudah dan lebih sederhana,
sehingga gambaran umum penyelesaian masalah akan lebih mudah dianalisis dan akan lebih mudah
ditemukan.
Membuat tabel
Strategi ini digunakan untuk membantu menganalisis permasalahan atau jalan pikiran, sehingga
segala sesuatunya tidak hanya dibayangkan saja.
Menemukan pola
Strategi ini berkait dengan pencarian keteraturan-keteraturan. Keteraturan yang sudah diperoleh akan
lebih memudahkan untuk menemukan penyelesaian masalahnya.

Memecah tujuan
Strategi ini berkait dengan pemecahan tujuan umum yang hendak dicapai. Tujuan pada bagian ini
dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan yang sebenarnya.
Memperhitungkan setiap kemungkinan
Strategi ini berkait dengan penggunaan aturan- aturan yang dibuat sendiri oleh para pelaku selama
proses pemecahan masalah berlangsung sehingga dapat dipastikan tidak akan ada satu alternatif yang
terabaikan.
Berpikir logis
Strategi ini berkaitan dengan penggunaan penalaran ataupun penarikan kesimpulan yang sah atau
valid dari berbagai informasi atau data yang ada.

Bergerak dari belakang


Dalam strategi ini proses penyelesaian masalah dimulai dari apa yang ditanyakan, bergerak menuju
apa yang diketahui. Melalui proses tersebut dianalisis untuk dicapai pemecahan masalahnya.
Mengabaikan hal yang tidak mungkin
Dalam strategi ini setelah memahami masalah dengan merumuskan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan. Bila ditemukan hal yang tidak berhubungan dengan apa yang diketahui dan apa
ditanyakan sebaiknya diabaikan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa siswa dikatakan mampu memecahkan masalah apabila
telah memenuhi tahap-tahap pemecahan masalah dan menggunakan strategi yang ada, selain itu
pengerjaannya harus sistematis dan jelas
E. KAITAN MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK DAN
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya tampak adanya keterkaitan antara model pembelajaran
investigasi kelompok dan kemampuan pemecahan masalah. Pada tahap-tahap Investigasi kelompok
yaitu : Pengelompokkan, perencanaan, penyelidikan, pengorganisasian, persentase dan evaluasi. Dari
tahap-tahap investigasi kelompok ini berkembang langkah-langkah pemecahan masalah, yaitu:
memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan rencana pemecahan masalah
dan memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian.
F. SUMBER
Abeefatihazzuri. 2010. Model Pembelajaran Investigasi. (Online). http://id.shvoong.com /social-
sciences/sociology/1964875-model-pembelajaran-investigasi/. (diakses 7 januari 2010).
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
BSNP. 2010. Standar Isi. (Online). http://bsnp-indonesia.org/id/?page_id=103/. (diakses 16 Desember
2009).
Depdiknas. 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi (MTK-26: Model-model Pembelajaran
Matematika). Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas.
Krisna. 2009. Pengertian Dan Ciri-ciri Pembelajaran. (Online). http://krisna1.blog.uns. ac.id/2009
/10/19/pengertian-dan-ciri-ciri-pembelajaran/. (diakses 5 Januari 2010).
Polya. 1973. How To Solve It. New Jersey: Princeton University Press.
Riduwan.. 2006. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula.
Bandung: Alfabeta.
Robertusmargana.2009. Proses dan Strategi Pemecahan Masalah. (Online). http://4.25.3. 32/search?
q=cache:EtKvb77XwWYJ:robertmath4edu.wordpress.com/2009/01/15/proses-dan-strategi-
pemecahan-masalah/+langkahlangkah+dalam+menyelesaikan+
soal+pemecahan+masalah&cd=7&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a. (diakses 26 Desember
2009).
Setiawan. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Investigasi. PPPG
Matematika Yokyakarta 2006.
Shadiq, Fadjar. 2009. Apa dan Mengapa Matematika Begitu
Penting?. (Online). http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2009/10/09-apamat_limas_.pdf . (diakses
4 Januari 2010.
————-. 2004. Penalaran, Pemecahan Masalah dan komunikasi dalam Pembelajaran Matemátika.
PPPG Matematika Yokyakarta 2004.
Slavin. 2009. Cooperative Learning. Bandung : Nusa Media.
Soppeng, Syarif. 2009. Model Pembelajaran Investigasi dalam Pembelajaran
Matematika .(Online). http://www.psb-psma.org/content/blog/model- investigasi-dalam-
pembelajaran-matematika. (diakses 16 Desember 2009).
Surianta, I Made. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif type STAD dengan Media
VCD. (Online). http://disdikklungkung.net/index2.php?option=com_conten
t&task=emailform&id=73&itemid=46. (diakses 5 Januari 2010).
Sutrisno, Joko. 2001. Penguasaan Konsep dan Prinsip serta kemampuan Pemecahan
Masalah Siswa dalam Geometri Melalui Model Pembelajaran Investigasi
Kelompok (Studi Eksperimen di SLTP Negeri 4 Kodya Bandar Lampung).
Proposal Penelitian. Bandung: PPS UPI Bandung..(Online). http://74.125.153. 132/search?
q=cache:qF6J2Ea4kNsJ:www.scribd.com/doc/16862558/
ProposalJoko+contoh+proposal+investigasi+kelompok+penelitian+experimen&cd=1&hl=id&ct=clnk
&gl=id&client=firefox-a. (diakses 16 desember 2009).
Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan
Indonesia.
Wardhani, Sri.2006. Permasalahan Pembelajaran dan Penilaian Kemahiran Matematika SMP. PPPG
Matematika Yokyakarta 2006.
yahya, halimfathani. 2009. memahami kembali definisi dan deskripsi matematika.
(online). http://masthoni.wordpress.com/2009/07/12/melihat-kembali-definisi-dan-deskripsi-
matematika/. (diakses 5 januari10).
Yasa, Doantara. 2008. Pembelajaran Kooperatif tipe Group
Investigation (GI) (Online).http://74.125.153.132/search?
q=cache:kW9RbrkxSBgJ:ipotes.wordpress.com/2008/04/28/pembelajaran-kooperatif-tipe-group-
investigation-gi/+tahap-tahap+investigasi+kelompok+dalam+matematika&cd=8&hl=id&
ct=clnk&gl=id(diakses 31 Desember 2009).

Anda mungkin juga menyukai