Anda di halaman 1dari 43

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN: PENGERTIAN, ALASAN PENGGUNAAN, TUJUAN, MANFAAT DAN LANGKAH-LANGKAH PENGGUNAAN

Disusun oleh: Pande Made Mahendri Pramadewi NIM 0915051080

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2012

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................... DAFTAR ISI................................................................................................................................ MODEL-MODEL PEMBELAJARAN ....................................................................................... 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation .................................................. 2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw........................................................................ 3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered-Heads-Together) ........................... 4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division) ........... 5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) ..................... 6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Game Tournament) .............................. 7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think-Pair-Share) ............................................ 8. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW (Think-Talk-Write)........................................... 9. Model Pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) ................ 10. Model Pembelajaran PCL (Problem Centered Learning) ..................................................... 11. Model Pembelajaran Learning Cycle "5E" ............................................................................ 12. Model Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray) ............................................................... 13. Model Pembelajaran ATI (Aptitude Treatment Interaction) ................................................. 14. Model Pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assessment and Satisfaction) ........................................................................................................................... 15. Model Pembelajaran REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating and Transfering) ........................................................................................................................... 16. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Instruction) .................................. DAFTAR PUSTAKA

i ii 1 1 5 8 10 11 14 16 20 21 24 26 31 32

32

36 38

ii

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN

Model pembelajaran merupakan merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Rusman (2008:150) mengemukakan bahwa ciri-ciri model pembelajaran adalah sebagai berikut: Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh herbert thelen dan berdasarkan teori john dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu. Misalnya model berfikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berfikir induktif. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar dikelas. Misalnya model syntetic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-langkah

pembelajaran (syntax), (2) adanya prinsip-prinsip reaksi, (3) sistem sosial, dan (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur, (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang. Membuat persiapan mengajar (desain instrusional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya

Terdapat berbagai model pembelajaran yang telah dikembangkan antara lain sebagai berikut.

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation a. Pengertian Group Investigasi (kelompok investigasi) mungkin merupakan model

pembelajaran yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan, Group Investigasi dikembangkan oleh Shlomo dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum dimana para siswa bekerja 1

dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif Sharan and Sharan, (Slavin, 2008). Dalam metode ini, para siswa dibebaskan membentuk kelompoknya sendiri yang terdiri dari dua sampai enam orang anggota. Peran guru dalam kelas yang melaksanakan proyek Group Investigation guru bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator. Guru tersebut berkeliling di antara kelompok-kelompok yang ada dan, untuk melihat bahwa mereka bisa mengelola tugasnya, dan membantu tiap kesulitan yang mereka hadapi dalam interaksi kelompok, termasuk masalah dalam kinerja terhadap tugas-tugas khusus yang berkaitan dengan proyek pembelajaran. Peran guru ini dipelajari dengan praktik sepanjang waktu, seperti halnya peran siswa. Yang pertama dan terpenting, adalah guru harus membuat model kemampuan komunikasi dan sosial yang diharapkan dari para siswa.

b. Alasan Penggunaan Alasan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation ini tidak terlepas dari kelebihan yang dimiliki. Kelebihan model pembelajaran ini antara lain sebagai berikut. Mampu menciptakan cara belajar siswa lebih aktif. Menumbuhkan motivasi belajar mandiri dalam diri siswa. Dapat menumbuhkan minat dan kreativitas siswa. Lebih memupuk cara berpikir analitis dan divergen. Dapat meningkatkan kepedulian antar anggota dalam belajar.

c. Tujuan Tujuan adanya penelitian yang dilakukan bersama-sama (group investigation) adalah untuk menggabungkan sisi akademik dan sisi sosial dalam meningkatkan pembelajaran akademik maupun sosial. Jika sistem ini diterapkan sebagaimana mestinya, maka akan memudahkan jalan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

d. Manfaat Siswa menjadi lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran dan mampu membangun pengetahuanya sendiri sehingga hakikat dari belajar dapat dipenuhi.

e. Langkah-langkah Penggunaan Dalam Group Investigation, terdapat enam tahap atau langkah yang harus dipenuhi. Tahap-tahap ini dan kompnen-komponennya dijabarkan di bawah ini 1) Tahap mengidentifikasi topik dan mengatur murid ke dalam kelompok Tahap ini secara khusus ditujukan untuk masalah pengaturan. Guru mempresentasikan serangkaian permasalahan atau isu (misalnya pada pelajaran fisika membahas tentang pengaruh kalor pada suhu benda dan pengaruh kalor terhadap wujud zat) kemudian para siswa mengidentifikasikan dan memilih berbagai macam subtopik untuk dipelajari berdasarkan ketertarikan mereka. Tahap ini dimulai dengan perencanaan kooperatif yang melibatkan seluruh kelas. Kemudian pembentukan kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa, setiap kelompok beranggotakan 2-6 orang, Komposisi kelompok pada pembelajaran ini heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik. Tiap siswa bergabung dalam kelompok untuk mempelajari subtopik dari pilihan mereka sendiri. Guru boleh membatasi jumlah anggota dalam satu kelompok. Apabila satu subtopik tetentu sangat popular, maka dua kelopmpok bisa saja dibentuk untuk menginvestigasi subtopik tersebut. Karena perbedaan kebutuhan dan ketertarikan anggota kelompok, tiap dua kelompok akan menghasilkan sebuah karya yang berbeda meskipun subtopiknya sama.

2) Tahap merencanakan investigasi di dalam kelompok Setelah mengikuti kelompok-kelompok penelitian mereka masing-masing, para siswa mengalihkan perhatian mereka kepada subtopic yang mereka pilih. Pada tahap ini anggota kelompok menentukan aspek dari subtopik masing-masing yang akan mereka investigasi. Dalam tahap ini tiap kelompok harus memformulasikan sebuah masalah yang dapat diteliti, memutuskan bagaimana melaksanakannya, dan menentukan sumber-sumber mana yang akan dibutuhkan untuk melakukan investigasi tersebut. Untuk lebih mempermudah setiap kelompok bisa membuat sebuah lembar kegiatan seperti dibawah ini 3

Topik Penelitian Kami Anggota Kelompok Permasalahan yan di Investigasi Sumber yang di Gunakan Bagaimana Cara Pembagian Tugas

: : : : :

3) Tahap melaksakan penyelidikan Dalam tahap ini tiap kelompok melaksanakan rencana yang telah diformulasikan sebelumnya. Biasanya ini adalah tahap yang paling banyak memakan waktu. Walaupun para siswa mungkin memang diberikan batas waktu pengerjaan, tetapi jumlah pasti dari sesi yang mereka perlukan untuk menyelesaikan investigasi mereka tidak selalu dapat dipastikan jumlahnya. Guru harus mengupayakan berbagai cara untuk memungkinkan sebuah proyek

kelompok berjalan tanpa terganggu sampai investigasinya selesai, atau paling tidak sampai sebagian besar dari pekerjaan tersebut selesai. Ketika individu atau pasangan telah menyelesaikan tugas kelompoknya maka mereka memilih satu orang untuk mencatat kesimpulan yang mereka dapatkan.

4) Tahap menyiapkan laporan akhir Para siswa menganalisis dan mengsintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah tiga dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yan menarik di depan kelas.

5) Tahap menyajikan laporan Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.

6) Tahap evaluasi Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok dan bahkan kedua-duanya.Model group 4

invstigation ini memiliki dua dampak sekaligus pada diri para siswa, yakni dampak instruksional (instructional effec) dan dampak sertaan (nuturance effect) .

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw a. Pengertian Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri serta menumbuhkan rasa tanggung jawab serta siswa akan merasa senang berdiskusi dalam kelompokya. Motivasi teman sebaya dapat digunakan secara efektif dikelas

untukmeningkatkan, baik pemelajaran kognitif siswa maupun pertumbuhan efektif siswa. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi guru adalah memotivasi siswa. Dalam model Jigsaw versi Aronson, kelas dibagi menjadi suatu kelompok kecil yang heterogen yang diberi nama tim Jigsaw dan materi dibagi sebanyak kelompok menurut anggota timnya. Tiap-tiap tim diberikan satu set materi yang lengkap dan masing-masing individu ditugaskan untuk memilih topik mereka. Kemudian siswa dipisahkan menjadi kelompok ahli atau rekan yang terdiri dari seluruh siswa dikelas yang mempunyai bagian informasi yang sama. Dalam pembelajaran Jigsaw siswa dikelompokan menjadi empat-empat untuk mempelajari sebuah bab dalam sebuah buku ajar. Oleh sebab itu, bab tersebut dibagi menjadi empat bagian,yang mengajak setiap anggota kelompok menjadi ahli pada satu bagian dan kemudian bertanggung jawab untuk mengajarkan anggota lain dalam kelompok tentang hal tersebut.

b. Alasan Penggunaan Alasan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini tidak terlepas dari kelebihan yang dimiliki. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah: Dapat mengembangkan hubungan antar pribadi posistif diantara siswa yang memiliki kemampuan belajar berbeda. Menerapkan bimbingan sesama teman. 5

Rasa harga diri siswa yang lebih tinggi. Memperbaiki kehadiran dan keaktifan dalam keikutsertaan belajar. Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar. Sikap apatis berkurang. Pemahaman materi lebih mendalam. Meningkatkan motivasi belajar.

c. Tujuan Tujuan utama dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini adalah untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya.

d. Manfaat Model Jigsaw ini memiliki dua manfaat sekaligus pada diri siswa, yakni dampak instruksional (instructional effecs) dan dampak sertaan (nuturance effecs). Dampak instruksional meliputi struktur konsep, kebergantungan positif, kepemimpinan kolektif dan kepekaan sosial, sedangkan dampak sertaan meliputi pemrosesan kelompok, kesadaran akan perbedaan serta toleransi atas perbedaan tersebut.

e. Langkah-langkah Penggunaan Model Jigsaw ini terdiri dari empat tahap sebagai berikut. 1) Tahap Penentuan Bahan Ajar Guru memilih satu bab dalam buku ajar kemudian membagi bab tersebut menjadi bagian-bagian sesuai dengan jumlah anggota kelompok. Jadi, apabila jumlah anggota kelompo 4 orang siswa maka bab tersebut dibagi menjadi empat bagian. Setiap anggota kelompok ditugasi untuk membaca dan mempelajari bagiannya pada bab tersebut. Pada tahap selanjutnya masingmasing anggota kelompok bertemu dengan ahli-ahli dari kelompok lain dalam kelas.

2) Tahap Diskusi Kelompok Ahli Kelompok ahli harus melakukan pertemuan sekitar satu kali pertemuan untuk mendiskusikan topic yang ditugaskan. Setiap anggota kelompok ahli harus menerima satu lembar kerja ahli . Lembar kerja ahli harus memuat pertanyaanpertanyaaan dan kegiatan ( jika ada ) untuk mengarahkan diskusi kelompok. Guru mendorong para siswa untuk menggunakan cara belajar yang bervariasi. Tujuan kelompok ini adalah mempelajari subbab tersebut dan menyiapkan ringkasan presentasi untuk mengajarkan subbab tersebut kepada kelompok kecil masingmasing.

3) Tahap Pelaporan dan Pengetesan Masing-masing anggota kelompok ahli kembali ke kelompok kecil masingmasing. Masing-masing anggota kelompok kecil mengajarkan topik masingmasing ke anggota lainya dalam kelompo. Guru mendorong para siswa untuk menggunakan metode mengajar yang bervariasi. Guru mendorong anggota kelompok untuk mengajukan pertanyaan ke penyaji dan mendiskusikan lembar kerja kelompok kecil. Setelah diskusi kelompok kecil guru menyelenggarakan tes yang mencakup materi satu bab penuh dalam waktu yang tidak lebih dari 15 menit.Seringlah menggunakan kuis-kuis dan jangan menggunakan skor tim, skor kemajuan atau lembar berita. Cukup berikan nilai individual kepada siswa. (Slavin, 2008).

4) Tahap Tahap Penghargaan Tahap ini merupakan tahap yang mampu mendorong para siswa untuk lebih kompak. Pada tahap ini rata-rata peningkatan kelompok dilaporkan pada carta penghargaan mingguan. Guru dapat menggunakan kata-kata khusus untuk memerikan kinerja kelompok semacam Bintang Sains, Kelompok Einstein, atau sebutan lainnya. Penghargaan kerja masing-masing kelompokdapat disajikan pada papan pengumuman yang melaporkan peringkat masing-masing kelompok dalam kelas. Kinerja individu yang luar biasa juga dilaporkan. Kepekaan guru sangat diperlukan disini. Penting untuk dipahami bahwa menghargai siswa secara akademik dari kelompok berkemampuan rendah merupakan bagian integral keefektifan pembelajaran Jigsaw. Ellizabeth Cohen telah menemukan bahwa 7

penting untuk menyadari akan para siswa yang diduga memiliki kompetensi yang konsisten rendah. Ketika siswa semacam ini menunjukan kinerja baik, segera beri dia penghargaan khusus yang bersifat terbuka untuk kompetensi ini.

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered-Heads-Together) a. Pengertian Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Ibrahim (Rahmi, 2008: 3) menyebutkan bahwa NHT merupakan variasi dari salah satu metode diskusi kelompok yang lebih banyak meminta keaktifan siswa. Model Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Menurut Rahmi (2008) Ciri khas dari NHT adalah seorang guru hanya menunjuk seorang siswa dengan menyebutkan nomor yang mewakili kelompoknya itu. Sehingga masing-masing anggota kelompok harus paham dengan hasil kerja kelompoknya. Dalam pembelajaran kooperatif NHT dapat dipastikan seluruh siswa akan terlibat total dalam pembelajaran, hal ini yang menjadi alasan dipilihnya NHT (Numbered Head Together) dalam penelitian ini. NHT juga merupakan cara yang sangat baik untuk menambah tanggung jawab individual terhadap diskusi kelompok. Seperti yang diungkapkan oleh Ibrahim (Rahmi, 2008): NHT pada dasarnya merupakan sebuah variasi kelompok, ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya. Cara ini menjamin keterlibatan semua siswa, dan juga merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.

b. Alasan Penggunaan Guru menggunakan model yang kurang bervariasi dan siswa kurang dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran menyebabkan siswa menjadi pembelajar yang pasif dan mudah merasa bosan karena dalam kegiatan pembelajaran siswa lebih berperan sebagai penerima informan pasif yaitu cenderung 8

hanya mendengar dan mencatat penjelasan oleh guru bukan sebagai subjek yang melakukan aktivitas belajar. Numbered Heads Together (NHT) memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah sebagai berikut. Masing-masing anggota kelompok memiliki banyak kesempatan untuk berkontribusi. Interaksi lebih mudah. Banyak ide yang muncul. Lebih banyak tugas yang bisa dilaksanakan. Guru mudah memonitor kontribusi.

c. Tujuan Tujuan dari penerapan model pembelajaran NHT adalah menjadikan siswa untuk lebih aktif dan bertanggung jawab penuh dalam memahami materi pembelajaran baik secara kelompok maupun individual. Model pembelajaran ini menuntut siswa untuk berinteraksi dengan temannya karena dalam tipe pembelajaran ini siswa diberi waktu untuk memikirkan, menjawab pertanyaan yang dilontarkan guru sehingga membutuhkanm komunikasi yang baik antar teman sekelompoknya untuk mempersatukan ide.

d. Manfaat Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial antar anggota tim. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenal sikap, ketrampilan, informasi dan perilaku sosial. Meningkatkan pemahaman terhadap pentingnya kerjasama dalam tim. Meningkatkan rasa saling percaya kerpada sesama manusia

e. Langkah-langkah Penggunaan Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dibagi kedalam empat langkah (Lie, 2008), yaitu sebagai berikut. 1) Tahap Penomoran (Numbering) 9

Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, setiap kelompok beranggotakan empat sampai lima orang dan masing-masing diberikan nomor sehingga setiap siswa dalam kelompok memiliki nomor yang berbeda sesuai dengan jumlah kelompok dari masing-masing kelompok.

2) Tahap Pengajuan pertanyaan (quesioning) Guru mengajukan pertanyaan dan memberikan tugas, kemudian masingmasing kelompok mengerjakannya.

3) Berpikir bersama (Heads Together) Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban yang telah disepakati oleh semua anggota kelompok.

4) Pemberian jawaban (Answering) Guru memanggil salah satu nomor secara acak. Semua siswa yang memiliki nomor yang disebutkan oleh guru harus bersiap untuk presentasi, karena guru akan memilih satu kelompok yang akan mempresentasikan hasil kerja kelompok secara acak. Siswa dengan nomor dan kelompok yang dipanggil

mempresentasikan hasil kerjasama mereka.

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division) a. Pengertian Student Teams Achievement Division adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Dalam model pembelajaran ini siswa dalam kelas dikelompokkan dalam beberapa kelompok yang beranggotakan 4-6 siswa yang terdiri dari siswa yang pandai, sedang dan rendah. Disamping itu guru juga mempertimbangkan heterogenitas kriteria yang lain, seperti jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan dan sebagainya.

10

b. Alasan Penggunaan STAD bersifat sederhana sehingga sangat mudah untuk diaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran dan memiliki pengaruh yang bagus terhadap pembelajaran dalam hal akademik dan hubungan sosial antar siswa.

c. Tujuan Memotivasi siswa supaya saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru.

d. Manfaat Hubungan sosial terjalin baik antar siswa, pemupukan keinginan untuk berkompetisi serta tanggung jawab individual menjadi terlatih, disamping tujuan pembelajaran yang terpenuhi secara baik.

e. Langkah-langkah Penggunaan Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut. 1) Membentuk kelompok yang beranggotakan empat sampai enam orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain). 2) Guru menyajikan pelajaran. 3) Guru memberi tugas kapada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti. 4) Guru memberi kuis atau petanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu 5) Memberi evaluasi 6) Kesimpulan

5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) a. Pengertian Model pembelajaran kooperatif tipe TAI merupakan model pembelajaran yang membentuk kelompok kecil yang heterogen dengan latar belakang cara berfikir yang berbeda untuk saling membantu terhadap siswa lain yang membutuhkan bantuan. (Suyitno, 2004: 9). Dalam model ini, diterapkan bimbingan antar teman yaitu siswa 11

yang pandai bertanggung jawab terhadap siswa yang lemah. Disamping itu dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam kelompok kecil. Siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya, sedangkan siswa yang lemah dapat terbantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

b. Alasan Penggunaan Slavin (2008) mengemukakan bahwa ada tiga hal yang melandasi model pembelajaran ini. Pertama, model ini mengkombinasikan keunggulan kooperatif dan program pengajaran individual. Kedua, model ini memberikan tekanan pada efek sosial dari belajar kooperatif. Ketiga, TAI disusun untuk memecahkan masalah dalam program pengajaran, misalnya dalam hal kesulitan belajar siswa secara individual. Alasan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini tidak terlepas dari kelebihan yang dimiliki. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah: Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan rutin. Guru setidaknya akan menghabiskan separuh dari waktunya untuk mengajar kelompok-kelompok kecil. Operasional program tersebut akan sedemikian sederhananya sehingga para siswa dapat melakukannya. Para siswa akan termotivasi untuk mempelajari materi-materi yang diberikan dengan cepat dan akurat, dan tidak akan bisa berbuat curang atau menemukan jalan pintas. Tidak menghabiskan waktunya untuk mempelajari kembali materi yang telah mereka kuasai atau saat siswa menghadapi kesulitan serius yang membutuhkan bantuan guru. Para siswa akan dapat melakukan pengecekan satu sama lain, sekalipun bila siswa yang bertugas mengecek memiliki kemampuan yang berada di bawah siswa yang dicek, dan prosedur pengecekan akan cukup sederhana dan tidak mengganggu pengecek/pemeriksa. Program mudah dipelajari, baik oleh guru/siswa, tidak mahal, fleksibel, dan tidak membutuhkan guru tambahan/tim guru.

12

Dengan membuat para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kooperatif, dengan status yang sejajar, program ini akan membangun kondisi untuk terbentuknya sikap positif terhadap siswa-siswa yang kurang secara kademik dan penerimaan terhadap siswa dari latar belakang ras atau etnik yang berbeda.

c. Tujuan Untuk menyelesaikan masalah-masalah teoritis dan praktis dari sistem pengajaran individual.

d. Manfaat Siswa belajar bagaimana bekerjasama dalam satu kelompok, diajari menjadi pendengar yang baik, dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerjasama, menghargai pendapat teman lain dan sebagainya. Sehingga siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya sedangkan siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami permasalahan yang diselesaikan dalam kelompok tersebut.

e. Langkah-langkah Penggunaan Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI sebagai berikut. 1) Guru memberikan tugas kepada peserta didik untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan guru. 2) Guru memeberikan kuis secara individual kepada peserta didik untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal (bisa digantikan dengan rata-rata nilai ulangan harian). 3) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat sampai enam peserta didik dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tingi, sedang dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender. 4) Hasil belajar perta didik secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok. 5) Guru memfasilitasi peserta didik dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. 13

6) Guru memberikan kuis kepada peserta didik sacara individual. 7) Guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual.

6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Game Tournament) a. Pengertian Teams Game Tournament, pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards, yang merupakan metode pembelajaran pertama dari John Hopkins. TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompokkelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing masing. Dalam kerja kelompok, guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersamasama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru. Akhirnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik. Dalam permainan akademik siswa akan dibagi dalam mejameja turnamen, dimana setiap meja turnamen terdiri dari 5 sampai 6 orang yang merupakan wakil dari kelompoknya masingmasing. Dalam setiap meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara. Hal ini dapat ditentukan dengan melihat nilai yang mereka peroleh pada saat pre-test. Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat pada lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skorskor yang diperoleh anggota suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa sertifikat dengan mencantumkan predikat tertentu.

14

b. Alasan Penggunaan Penciptaan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan pemberian penghargaan menjadi salah satu faktor pendukung dalam pemenuhan tujuan pembelajaran secara lebih efektif. Model TGT menjadi alternatif model pembelaran yang dapat menciptakan suasana kompetisi yang menyenangkan di tengah kegiatan pembelajaran.

c. Tujuan Model pembelajaran kooperatif tipe TGT mempunyai tujuan sebagai berikut. 1) Meningkatkan pencapaian prestasi akademik para siswa. 2) Memperbaiki self-esteem. 3) Mengembangkan ketrampilan sosial dan kesetiakawanan. 4) Menciptakan keceriaan. 5) Mengembangkan lingkungan yang pro-sosial.

d. Manfaat Prestasi akademik dari siswa dapat ditingkatkan, selain itu hubungan dan keterampilan sosial dapat diasah melalui pembelajaran yang bersifat kooperatif atau pembelajaran yang menitikberatkan pada kerjasama antar anggota tim.

e. Langkah-langkah Penggunaan Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games-Tournament) yang akan dilakukan adalah sebagai berikut. 1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pembelajaran, kemudian membagikan modul materi pokok. 2) Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok (tim) yang masing-masing terdiri dari 5 siswa (anggota tim heterogen). 3) Guru memberi kesempatan siswa untuk membaca modul serta berdiskusi dengan timnya mengenai materi. Siswa dipersilakan mengajukan pertanyaan kepada tim sebelum bertanya pada guru dan memberikan umpan balik terhadap ide yang dikemukakan anggota satu tim. Setiap tim bertanggung jawab terhadap anggota timnya, sehingga semua anggota tim dapat memahami materi sebagai persiapan untuk menghadapi turnamen. 15

4) Guru mempersiapkan turnamen dengan menata kartu permainan yang dilengkapi nomor, skor, pertanyaan, dan jawaban mengenai materi pada meja turnamen. 5) Tahap permainan/pertandingan (game/turnamen): a) Tiap kelompok (tim) mendapat kesempatan untuk memilih kartu bernomor yang tersedia pada meja turnamen dan mencoba menjawab pertanyaan yang muncul. b) Apabila tiap anggota dalam suatu tim tidak bisa menjawab pertanyaannya, maka pertanyaan tersebut dilempar kepada kelompok lain, searah jarum jam. c) Tim yang bisa menjawab dengan benar pertanyaan itu akan mendapat skor yang telah tertera dibalik nomor tersebut. Skor ini yang nantinya dikumpulkan tim untuk menentukan skor akhir tim. d) Pemilihan kartu bernomor akan digilir pada tiap-tiap tim secara bergantian searah jarum jam, sampai habis jatah nomornya. 6) Setelah selesai tindakan dilakukan pengisian angket oleh siswa dan post-test (pemberian tes akhir semua materi) yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan motivasi dan hasil belajar.

7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think-Pair-Share) a. Pengertian Tipe Think Pair Share (TPS) dalam pembelajaran kooperatif pertama kali diperkenalkan oleh Frank Lymn, (1985). Tipe ini merupakan tipe yang sederhana dengan banyak keuntungan karena dapat meningkatkan partisipasi siswa dan pembentukan pengetahuan oleh siswa. Dalam metode pembelajaran koopeatif, tipe ini termasuk ke dalam metode struktural (Trianto, 2007). Metode struktural menekankan penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Dengan menggunakan suatu posedur atau struktur tertentu, para siswa dapat belajar dari siswa yang lain dan berusaha untuk mengeluarkan pendapatnya dalam situasi non kompetisi sebelum mengungkapkannya di depan kelas. Kepercayaan diri siswa meningkat dan seluruh siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas. Keunggulan dari tipe Think Pair Share ini adalah optimalisasi partisipasi siswa, sedangkan keuntungan bagi guru adalah efisiensi waktu pemberian tugas dan meningkatkan kualitas dan kontribusi siswa dalam diskusi kelas. Siswa dan guru akan 16

memperoleh pemahaman yang lebih besar akibat perhatian dan partisipasinya dalam diskusi.

b. Alasan Penggunaan Alasan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS ini tidak terlepas dari kelebihan yang dimiliki. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah: Mudah dilaksanakan dalam kelas yang besar. Memberikan waktu kepada siswa untuk merefleksikan isi materi pelajaran. Memberikan waktu kepada siswa untuk melatih mengeluarkan pendapat sebelum berbagi dengan kelompok kecil atau kelas secara keseluruhan. Meningkatkan kemampuan penyimpanan jangka panjang dari isi materi pelajaran.

c. Tujuan Pembelajaran kooperatif tipe TPS berbasis kontekstual yang diterapkan dalam proses pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa. Keaktifan siswa yang dimaksud adalah sejauh mana siswa aktif pada saat KBM berlangsung.

d. Manfaat Manfaat dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair and Share adalah sebagai berikut. Optimalisasi partisipasi siswa dalam pembelajaran dan member kesempatan kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada siswa lain. Siswa dapat meningkatkan motivasi dan mendapatkan rancangan untuk berpikir, sehingga dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam menguji ide dan pemahamannya sendiri. Siswa akan lebih banyak berdiskusi, baik pada saat berpasangan, dalam kelompok berempat, maupun dalam diskusi kelas, sehingga akan lebih banyak ide yang dikeluarkan siswa dan akan lebih mudah untuk merekontruksi pengetahuannya.

17

Setiap siswa memperoleh kesempatan untuk berdiskusi dengan siswa yang lebih pintar atau lebih lemah, daripada cara klasikal yang hanya satu orang atau beberapa orang saja yang berbicara.

Guru lebih mudah membagi menjadi berpasangan, lebih banyak ide yang muncul, lebih banyak tugas yang dilakukan, dan guru lebih mudah memonitor. Dominasi guru dalam pembelajaran semakin berkurang. Guru hanya berresan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotovasi siswa untuk belajar mandiri.

e. Langkah-langkah Penggunaan Arends (2008) mengemukakan bahwa teknis pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair and Share dapat dijabarkan sebagai berikut. 1) Persiapan materi dan pengelompokkan siswa Hal yang perlu dilakukan pertama kali dalam pelaksanaan model ini adalah mempersiapkan bahan ajar dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Guru

mengelompokan siswa secara heterogen (berdasarkan hasil pretes) dan menjelaskan prosedur pelaksanaan serta batasan waktu setiap tahap kegiatan.

2) Tahap pendahuluan Guru menunjukkan beberapa bagian menarik dari materi yang akan dibahas dan menjelaskan tujuan pembelajaran materi tersebut.Kemudian, guru

menjelaskan aturan main dan batasan waktu untuk setiap kegiatan dan memotivasi siswa supaya terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang akan diberikan.

3) Pelaksanaan a) Tahap Think (berpikir secara individu) Proses pembelajaran kooperatif tipe Think Pair and Share dimulai pada saat guru memberikan pertanyaan yang merangsang pemikiran siswa kepada seluruh kelas. Pertanyaan yang diberikan oleh guru dimaksudkan agar para siswa mencari solusi atau jawaban dari masalah atau pertanyaan tesebut. Dalam tingkatan paling rendah jawaban pertanyaan yang singkat harus

dihindari dalam model ini. Pertanyaan harus mengetengahkan masalah atau 18

dilema yang merangsang siswa untuk mencari solusinya. Pada tahap ini siswa diberi batasan waktu untuk memikirkan jawabannya sendiri terhadap pertanyaan yang diberikan. Waktuharus ditentukan oleh guru yang dalam penentuannya guru harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu pengetahuan dasar siswa untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, jenis dan bentuk pertanyaan atau masalah yang disuguhkan, serta jadwal pembelajaran untuk setiap kali pertemuan. Hal yang dapat membantu berhasilnya tahapan ini meskipun tidak harus yaitu siswa diharuskan untuk menuliskan jawaban atau solusi mereka. Siswa akan memiliki anggapan bahwa mungkin saja mereka mengungkapkan jawaban yang salah, tapi harus dijelaskan oleh guru bahwa hal itu tidak apa-apa karena setiap siswa dapat mengemukakan jawaban yan berbeda. Tahapan ini secara otomatis membentuk waktu tunggu

sebelummasuk ke dalam tahapan diskusi.

b) Tahap Pair (berpasangan dengan teman sebangku) Akhir dari tahapan Think memberi tanda kepada siswa untuk mulai bekerja dengan pasangannya untuk mendiskusikan jawaban dari pernyataan. Setiap siswa kini memiliki kesempatan untuk mendiskusikan berbagai kemungkinan jawaban. Secara bersama,setiap pasang siswa dapat

memformulasikan jawaban mereka yang berdasarkan jawaban bersama untuk memberikan solusi yang tepat terhadap permasalahan yang diberikan. Pada dasarnya, proses ini dapat melaju satu langkah dengan meminta satu pasang siswa lain untuk membentuk kelompok dengan tujuan memperkaya pemikiran mereka sebelum berbagi dengan kelompok yang lebih besar (kelas). Kelompok besar yang dibentuk ini dapat mengurangi kompetisi antarsiswa sehingga didapatkan hasil sebagai usaha bersama. Tahap Pair dalam metode ini juga memungkinkan terjadinya lebih banyak diskusi diantara siswa tentang jawaban yang diberikan.

c) Tahap Share (berbagi di depan kelas) Siswa mempresentasikan jawaban mereka secara perseorangan atau secara kelompok di depan kelas sebagai seluruh kelompok belajar. Pada saat kelomppok yang dipilih untuk maju ke depan mengkontruksi jawabannya 19

dalam bentuk jawaban atau gambar, setiap anggota dari kelompok tersebut dapat memperoleh nilai dari hasil pemikiran mereka. Tahap akhir dari tipe Think Pair Share memiliki beberapa keuntungan bagi seluruh siswa. Mereka mencari jawaban yang sama dengan berbagai cara yang berbeda karena perbedaaan individu dapat menghasilkan ekspresi yang unik atas jawaban dari pertanyaan. Lebih lanjut, konsep yang digunakan sebagai jawaban dirangkai menggunakan bahasa para siswa, bukan bahasa baku atau bahasa guru sehingga konsep akan lebih dimengerti.

4) Penghargaan Langkah yang terakhir adalah melakukan penghargaan kepadasetiap siswa dan setiap kelompok. Dari kegiatan penghargaan ini, didapat nilai individu dan nilai kelompok. Nilai individu di dapat dari postes, sedangkan nilai kelompok didapat dari rata-rata perkembangan prestasi belajar siswa pada kelompok tersebut. Keberhasilan dan kualitas dari kegiatan tipe Think Pair Share sangat tergantung dari kualitas pertanyaan yang diberikan pada tahap pertama (pretes). Jika pertanyaan merangsang pemikiran siswa secara utuh, maka keutuhan pemikiran siswa ini secara signifikan dapat menciptakan keberhasilan tipe pembelajaran tipe Think Pair Share.

8. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW (Think-Talk-Write) a. Pengertian Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota dalam kelompoknya secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompoknya sehingga didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya. 20

Martunis (2008:84) mengatakan bahwa: model pembelajaran think talk write beranggotakan 3-5 orang secara heterogen dalam kemampuan dengan melibatkan siswa berpikir atau berdiskusi dengan dirinya sendiri setelah membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis.\

b. Alasan Penggunaan Model ini dapat membangun keaktifan siswa dan kreatifitas berpikir siswa sehingga sangat relevan dengan hakikat dari tujuan pembelajaran itu sendiri.

c. Tujuan Untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.

d. Manfaat Manfaat utama dari penerapan model pembelajatan TTW ini adalah dapat menumbuhkembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa.

e. Langkah-langkah Penggunaan Langkah- langkah pembelajaran dengan menggunakan kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) adalah sebagai berikut. 1) Guru membagikan Lembaran Kerja Siswa (LKS) yang memuat soal yang harus dikerjakan oleh siswa serta petunjuk pelaksanaannya. 2) Siswa membaca teks dan membuat catatan kecil berupa hal- hal yang diketahui dan tidak diketahui (think). 3) Siswa berinteraksi dan berkerjasama dengan teman satu kelompok untuk membahas isi catatan kecil pribadi (talk). 4) Siswa mereduksi sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman ke dalam tulisan karangan deskripsi setelah berpikir kritis (write).

9. Model Pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) a. Pengertian CIRC atau Cooperative Integrated Reading and Compotition merupakan metode kooperatif yang memperkenalkan teknik terbaru latihan kurikulum mengenai 21

pengajaran praktis pelajaran membaca dan menulis. Pengembangan CIRC dihasilkan dari sebuah analisis masalahmasalah tradisional dalam pengajaran pelajaran membaca, menulis, dan seni berbahasa (Suprijono, 2010). CIRC singkatan dari Cooperative Integrated Reading and Compotition, termasuk salah satu model pembelajaran cooperative learning yang pada mulanya merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Namun, CIRC telah berkembang bukan hanya dipakai pada pelajaran bahasa, akan tetapi ilmu sosial dan ilmu alam.

b. Alasan Penggunaan Alasan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC ini tidak terlepas dari kelebihan yang dimiliki. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC adalah: Dapat lebih memahami bacaan/wacana/kliping dan tidak bergantung pada teks tertentu. Dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memberikan suatu solusi terhadap suatu permasalahan yang diberikan guru. Dapat digunakan untuk siswa yang memiliki tingkat kemampuan rendah. Meningkatkan aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Meningkatkan rasa percaya diri siswa karena mereka bisa menemukan sendiri konsep dari materi yang dipelajari dan berani menyampaikan pendapat di dalam kelas.

c. Tujuan Tujuan utama dari CIRC adalah menggunakan tim-tim kooperatif untuk membantu para siswa mempelajari kemampuan memahami bacaan yang dapat diaplikasikan secara luas. Beberapa unsur CIRC memang diarahkan untuk tujuan ini.

d. Manfaat Meningkatkan kemampuan akademik siswa terutama dalam aspek pemahaman terhadap bacaan. Selain itu keterampilan sosial siswa juga akan berkembang karena pembelajaran CIRC berbasis pada pembelajaran kooperatif.

22

e. Langkah-langkah Penggunaan Langkah-langkah penggunaan model CIRC adalah sebagai berikut. 1) Guru memberi penjelasan tentang: a) Kegiatan apa yang harus dilakukan oleh siswa. Pada setiap awal kegiatan teknik CIRC, guru harus selalu menjelaskan petunjuk kegiatan dan menjelaskan apa manfaatnya bagi siswa. Hal ini dilakukan agar siswa merasa guru selalu dekat dan siap membantu mereka dalam melakukan kegiatan ini. b) Membentuk kelompok secara heterogen Pembagian kelompok bisa dilakukan oleh guru ataupun siswa. Setiap kelompok beranggotakan siswa dengan klasifikasi yang berbeda, contohnya berdasarkan klasifikasi nilai bahasa Indonesia tertinggi. c) Peranan setiap anggota.

2) Guru memberikan judul teks bacaan Pada tahap ini guru memberikan teks bacaan yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Teks bacaan ini bertujuan agar siswa dapat mencari contoh-contoh materi yang diajarkan. Misalnya, siswa diberi teks bacaan karangan narasi, maka siswa akan menemukan contoh-contoh alur, latar, tokoh yang baik untuk menulis karangan narasi.

3) Guru menugaskan siswa untuk menemukan apa saja (yang berhubungan dengan materi) yang terdapat pada teks bacaan tersebut. Siswa mulai membaca teks bacaan tersebut secara bergiliran dengan anggotakelompoknya. Setelah itu, siswa bekerja sama mencari segala sesuatu yang terdapat pada teks bacaan.

4) Hasil dari diskusi kelompok itu dipresentasikan di depan kelas. Pada tahap ini guru dapat menunjuk salah satu kelompok, atau siswa berinisiatif

mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka.

5) Setiap kelompok yang dapat mempresentasikan hasil diskusi mereka dengan baik mendapatkan poin tertinggi, dan mendapat gelar kelompok hebat.Pemberian 23

poin dan gelar bertujuan untuk memotivasi siswa agar lebih baik lagi pada pembelajaran berikutnya.

6) Siswa ditugaskan untuk menulis sesuai dengan kebutuhan materi. Misalnya, materi karangan narasi, maka siswa ditugaskan untuk menulis karangan narasi. Siswa saling bertukar karangan dengan anggota kelompok mereka. Hal ini bertujuan agar mereka dapat saling mengoreksi tugas anggota kelompok mereka.

7) Guru memberikan penjelasan tentang materi yang diajarkan.

10. Model Pembelajaran PCL (Problem Centered Learning) a. Pengertian Pembelajaran yang berpusat pada masalah merupakan terjemahan dariProblem Centered Learning (PCL) dan berasal dari Problem Centered Math. Pendekatan ini pada awalnya dikembangkan oleh Cobb pada tahun 1986 di sekolah dasar dan pada saat itu disebut Problem Centered Classroom. Kemudian pada awal tahun 90-an, Wheatley mengembangkan metode ini di sekolah menengah dan disebut sebagai Problem centered Learning (Suyatno, 2009). Problem Centered Math adalah suatu pendekatan pendidikan matematika yang bedasarkan pada pemecahan masalah, atau disebut juga pendekatan yang berpusat pada siswa (student centered approach). Pembelajaran dengan PCL artinya siswa belajar dari suatu masalah untuk terlatih memecahkan masalah. Dengan PCL siswa mengembangkan kemampuan matematikanya sendiri, untuk menemukan prosedur mereka sendiri dalam pemecahan masalah, serta mampu menggunakan keterampilanketerampilan yang diperoleh pada masalah-masalah yang baru. Pembelajaran PCL ini mengikuti teori konstruktivisme yang mengatakan bahwa belajar terjadi ketika siswa membangun pengetahuannya sendiri.

b. Alasan Penggunaan Berikut ini adalah beberapa alasan penggunaan model PCL. Pembelajaran PCL memfokuskan aktivitas pembelajaran pada masalah-masalah yang menarik bagi siswa dan siswa selalu berusaha memecahkan masalah tersebut. 24

Pembelajaran

PCL

memfokuskan

pada

pentingnya

komunikasi

dalam

pembelajaran karena semua aktivitas dilakukan oleh siswa yangbekerja dalam kelompok kooperatif dan kolaboratif. Pembelajaran PCL memfokuskan pada proses-proses penyelidikan dan penalaran dalam pemecahan masalah dan bukan memfokuskan pada mendapatkan hasil-hasil eksperimen yang benar atau jawaban yang benar terhadap suatu pertanyaan masalah semata. Pembelajaran PCL merupakan pengembangan kepercayaan diri siswa dalam menggunakan (menerapkan) matematika ketika merekamenghadapi situasi-situasi kehidupan sehari-hari menjadi logis.

c. Tujuan Tujuan model pembelajaran PCL adalah memberi kesempatan yang seluasluasnya kepada siswa melakukan aktivitas belajar potensial. Untuk membangun konsep dan ide matematika mereka sendiri, melalui proses berpikir, bertanya dan berkomunikasi (negoisasi) dalam situasi matematik (Suhendri, 2006: 27).

d. Manfaat Manfaat penerapan model PCL adalah dapat memfasilitasi kegiatan siswa aktif dalam proses pembelajaran dengan mendorong mereka: Untuk menemukan cara-cara mereka sendiri dalam memecahkanbeberapa masalah. Untuk saling tukar pandangan ide-ide penyelesaian yang tidak hanyamemperkuat jawaban yang salah atau benar semata, dan Untuk berpikir kreatif yang tidak hanya sekedar menghitung denganmenggunakan alat tulis.

e. Langkah-langkah Penggunaan Langkah-langkah Problem Centered Learning (PCL) adalahs sebagai berikut. 1) Pembelajaran PCL dimulai dengan menyiapkan kelas, agar guru dapat menugaskan siswa untuk mengerjakan tugas secara individu dan membuat siswa memecahkan masalah. 25

2) Siswa bekerja atau sharing dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang. Pembagian kelompok belajar dilakukan dengan memperhatikan kemampuan siswa dan diusahakan dalam kelompok tersebut tidak ada siswa yang mendominasi diskusi. Pada langkah kedua ini, guru berperan sebagai fasilitator yang berusaha mengkondisikan siswa agar selalu melakukan kolaborasi dalam aktivitas kelompok.

3) Menyatukan seluruh siswa dalam kegiatan diskusi kelas (sharing). Siswa secara keseluruhan melakukan diskusi selama beberapa menit yang dipandu oleh guru. Setiap kelompok menyajikan solusi-solusi yang mereka temukan didepan kelas kepada kelompok lainnya. Jika kelompok lain tidak setuju, mereka dapat menyajikan solusinya. Dari aktivitas diskusi kelas diusahakan tercapai kesepakatan/persetujuan bersama oleh siswa untuk menetapkan solusi yang paling benar dengan cara memperolehnya sangat mudah. Peran guru dalam diskusi ini adalah sebagai fasilitator dan setiap usaha dibuat untuk tidak bersifat menilai tetapi hanya bersifat mendorong siswa untuk aktif bernegosiasi. Guru dapat mendengarkan gagasan-gagasan siswa sambil memotivasi mereka untuk mendengarkan pendapat teman-temannya. 11. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E a. Pengertian Dalam bahasa Indonesia Learning Cycle disebut sebagai siklus belajar. Learning Cycle merupakan model pembelajaran yang terdiri dari fase-fase atau tahap-tahap kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif . Dengan kata lain pembelajaran dengan menggunakan model Learning Cycle berpusat pada siswa dan guru berperan sebagai fasilitator. Dalam artikelnya yang berjudul The Learning Cycle as a Tool for Planning Science Instruction, Anthony W. Lorsbach mengemukakan bahwa model Learning Cycle terbagi ke dalam lima tahap, yaitu tahap engage, explore, explain, extend dan evaluate. Tahap-tahap dalam Learning Cycle yang dikemukakan oleh Anthony W. Lorsbach ini sering disebut 5E. 26

Engage (mengajak), yaitu fase pengenalan terhadap pelajaran yangakan dipelajari yang sifatnya memotivasi atau mengaitkannya dengan hal-hal yang membuat siswa lebih berminat untuk mempelajari konsep dan memperhatikan guru dalam mengajar. Fase ini dapat dilakukan dengan demonstrasi, diskusi, membaca, atau aktivitas lain yang digunakan untuk membuka pengetahuan siswa dan mengembangkan rasa keingintahuan siswa. Fase ini juga digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan pikiran siswa mengenai konsep yang akan dipelajari. Explore (menyelidiki), yaitu fase yang membawa siswa untuk memperoleh pengetahuan dengan pengalaman langsung yang berhubungan dengan konsep yang akan dipelajari. Siswa dapat mengobservasi, bertanya, dan menyelidiki konsep dari bahan-bahan pembelajaran yang telah disediakan sebelumnya. Explain (menjelaskan), yaitu fase yang didalamnya berisi ajakan terhadap siswa untuk menjelaskan konsep-konsep dan definisi-definisi awal yang mereka dapatkan ketika fase eksplorasi. Kemudian dari definisi dan konsep yang telah ada kemudian didiskusikan sehingga pada akhirnya didapatkan konsep dan definisi baru yang lebih formal. Extend (memperluas), yaitu fase yang tujuannya ingin membawa siswa untuk menggunakan simbol-simbol, definisi-definisi, konsep-konsep, dan keterampilanketerampilan yang telah dimiliki siswa. Fase ini dapat meliputi penyelidikan, pemecahan masalah, dan membuat keputusan. Evaluate (menilai), fase ini bukanlah fase yang terakhir, fase ini dilaksanakan diseluruh fase pembelajaran. Evaluate yaitu fase penilaian terhadap seluruh pembelajaran dan pengajaran. Pada fase ini dapat digunakan berbagai strategi penilaian formal dan informal. Guru diharapkan secara terus menerus dapat mengobservasi dan memperhatikan siswa terhadap kemampuan dan keterampilannya untuk menilai tingkat pengetahuan dan/atau kemampuannya, kemudian melihat perubahan pemikiran siswa terhadap pemikiran awalnya.

27

b. Alasan Penggunaan Model pembelajaran learning cycle 5E merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa dalam proses pembelajaran. Dengan model pembelajaran learning cycle 5E merupakan salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengoptimalkan cara belajar dan mengembangkan daya nalar siswa. Dalam model pembelajaran learning cycle 5E dilakukan kegiatan-kegiatan yaitu berusaha untuk membangkitkan minat siswa pada pelajaran matematika (engagement), memberikan kesempatan kepada siswa untuk memanfaatkan panca indera mereka semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan telaah literatur (exploration), memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk menyampaikan ide atau gagasan yang mereka miliki melalui kegiatan diskusi (explaination), mengajak siswa mengaplikasikan konsep-konsep yang mereka dapatkan dengan mengerjakan soal-soal pemecahan masalah (elaboration) dan terdapat suatu tes akhir untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahamansiswa terhadap konsep yang telah dipelajari (evaluation).

c. Tujuan Tujuan dari penerapan model pembelajaran ini adalah untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa dalam proses pembelajaran.

d. Manfaat Meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. Membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa. Pembelajaran menjadi lebih bermakna.

e. Langkah-langkah Penggunaan Langkah-langkah atau sintaks penggunaan metode learning cycle 5E dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

28

Tahapan Model LC 5E Engage (mengajak)

Kegiatan Guru

Kegiatan Siswa

Membangkitkan minat dan keingintahuan siswa

Mengembangkan minat dan rasa ingin tahu terhadap materi yang akan diajarkan

Mengajukan pertanyaan

Memberikan respon terhadap

mengenai permasalahan yang pertanyaan guru berhubungan dengan materi yang akan diajarkan Explore (menyelidiki) Membentuk kelompok, memberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok secara mandiri Guru berperan sebagai fasilitator Membuktikan hipotesis yang sudah dibuat pada tahap sebelumnya, mencoba alternatif pemecahannya dengan melakukan pengamatan, mengumpulkan data, diskusi dengan kelompoknya dan membuat suatu kesimpulan Explain (menjelaskan) Mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri Meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan siswa Mendengar secara kritis penjelasan antar siswa Mencoba memberikan penjelasanterhadap konsep yang ditemukan Menggunakan data hasil pengamatan dalam memberi penjelasan Melakukan pembuktian terhadap konsep yang 29 Berkelompok dan berusaha bekerja dalam kelompok

Tahapan Model LC 5E

Kegiatan Guru

Kegiatan Siswa

diajukan Memandu diskusi Memberi definisi dan penjelasan tentang konsep yang dibahas dengan menggunakan penjelasan siswa Melakukan diskusi Mendengarkan dan memahami penjelasan guru.

Elaborate (memperluas)

Mengingatkan siswa pada penjelasan alternatif dan mempertimbangkan data saat mereka mengeksplorasi situasi baru. Mendorong dan memfasilitasi siswa untuk menerapkan konsep dalam situasi yang baru.

Menerapkan konsep dan keterampilan dalam situasi baru dan menggunakan label dan definisi formal.

Memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan percobaan dan pengamatan.

Evaluate (menilai)

Mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa.

Mengevaluasi belajarnya sendiri dengan mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban dari bukti dan penjelasan yang telah diperoleh sebelumnya

Mendorong siswa melakukan evaluasi diri

Mengambil kesimpulan lanjut atas situasi belajar yang dilakukannya 30

Tahapan Model LC 5E

Kegiatan Guru

Kegiatan Siswa

Mendorong siswa memahami Melihat dan menganalisis kekurangan atau kelebihannya dalam kegiatan pembelajaran kekurangan atau kelebihannya dalam kegiatan pembelajaran

12. Model Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray) a. Pengertian Teknik pembelajaran Two Stay Two Stray / dua tinggal dua tamu yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (Lie, 2008:61) merupakan teknik pembelajaran yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi atau bertamu antar kelompok untuk berbagi informasi.

b. Alasan Penggunaan Selain aspek kognitif, aspek afektif dan psikomotorik merupakan dua aspek yang harus dilatih melalui kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran TSTS merupakan model pembelajaran yang mampu untuk mengakomodir pengembangan ketiga aspek atau ranah tersebut.

c. Tujuan Untuk melatih kemampuan berpikir kritis, kemampuan bekerja sama, keterampilan sosial dan kemampuan untuk menjelaskan materi ke siswa yang lain dengan sikap yang baik. 31

d. Manfaat Terjadinya pemerataan pengetahuan dan kemampuan akademik dari siswa serta terlatihnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa secara seimbang.

e. Langkah-langkah Penggunaan Tahapan pembelajarannya sebagai berikut. 1) Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang. 2) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke dua kelompok lainnya. 3) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. 4) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan

melaporkantemuan mereka dari kelompok lain. 5) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.

13. Model Pembelajaran ATI (Aptitude Treatment Interaction) a. Pengertian Model pembelajaran ATI (Aptitude Treatment Interaction) merupakan suatu konsep atau model yang berisikan sejumlah strategi pembelajaran yang efektif digunakan untuk siswa tertentu sesuai dengan perbedaan kemampuannya. Sebagai sebuah kerangka teoritik model pembelajaran ATI berasumsi bahwa optimalisasi prestasi atau hasil belajar akan tercipta bilamana perlakuan-perlakuan dalam pembelajaran disesuaikan sedemikian rupa dengan perbedaan kemampuan siswa.

b. Alasan Penggunaan Model pembelajaran ATI menjadi alternatif pembelajaran yang

mempertimbangkan keberanekaragaman kemampuan siswa dalam suatu kelas sehingga dapat mengoptimalkan hasil dan prestasi belajar siswa.

32

c. Tujuan Tujuan penerapan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) adalah untuk mengakomodasi dan mengapresiasi perbedaan individual siswa dalam pembelajaran dalam rangka mengoptimalkan prestasi belajar.

d. Manfaat Seluruh siswa dengan kemampuan yang berbeda dapat terfasilitasi dengan baik pada saat kegiatan pembelajaran sehingga dapat tercipta iklim pembelajaran yang seimbang antara siswa dengan kemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan dibawahnya. e. Langkah-langkah Penggunaan Prinsip model pembelajaran ATI ini terdiri dari beberapa langkah yang dapat dikembangkan, yaitu sebagai berikut. 1) Studi atau penelitian yang diawali dengan melaksanakan pengukuran kemampuan masing-masing siswa, dalam hal ini dapat dilakukan melalui survey terhadap nilai matematika pada rapor siswa. 2) Mengelompokkan siswa menjadi tiga kelompok (tinggi, sedang dan rendah) esuai dengan klasifikasi yang didapatkan dari hasil survey. 3) Melakukan tes awal (pre-test) untuk mengetahui kemampuan awal siswa secara keseluruhan. 4) Memberikan perlakuan (treatment) kepada masing-masing kelompok siswadalam pembelajaran.

14. Model Pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assessment and Satisfaction) a. Pengertian Model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction). Model Pembelajaran ARIAS merupakan model pembelajaran yang mengandung lima komponen yaitu: attention (minat/perhatian); relevance (relevansi); confidence (percaya/yakin); satisfaction (kepuasan/bangga)dan assessment (penilaian). Assurance (percaya diri), yaitu berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan berhasil atau yang berhubungan dengan harapan untuk berhasil. 33

Relevance, yaitu berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang. Interest, adalah yang berhubungan dengan minat/ perhatian siswa. Assessment, yaitu yang berhubungan dengan penilaian terhadap siswa. Satisfaction yaitu yang berhubungan dengan rasa bangga, puas atas hasil yang dicapai.

b. Alasan Penggunaan Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak hanya percaya bahwa siswa akan mampu dan berhasil, melainkan juga sangat penting menanamkan rasa percaya diri siswa bahwa mereka merasa mampu dan dapat berhasil. Demikian juga penggantian kata attention menjadi interest, karena pada kata interest (minat) sudah terkandung pengertian attention (perhatian). Dengan kata interest tidak hanya sekedar menarik minat/perhatian siswa pada awal kegiatan melainkan tetap memelihara

minat/perhatian tersebut

selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk

memperoleh akronim yang lebih baik dan lebih bermakna maka urutannya pun dimodifikasi menjadi assurance, relevance, interest, assessment dan satisfaction. Makna dari modifikasi ini adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Kegiatan pembelajaran ada relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha menarik dan memelihara minat/perhatian siswa. Kemudian diadakan evaluasi dan menumbuhkan rasa bangga pada siswa dengan memberikan penguatan (reinforcement). Dengan demikian model pembelajaran ARIAS patut untuk diterapkan.

c. Tujuan Meningkatkan prestasi belajar siswa. Prestasi belajar adalah tingkat kemajuan yang telah dicapai siswa dalam suatu periode proses belajar tertentu sebagai realisasi kapasitasnya menjadi suatu hasil belajar.

34

d. Manfaat Menjadikan siswa aktif dalm membangun pengetahuannya sendiri serta memfasilitasi siswa untuk menumbuhkan rasa bangga dan percaya diri terhadap prestasi belajar yang dapat diraihnya.

e. Langkah-langkah Penggunaan Penggunaan model pembelajaran ARIAS perlu dilakukan sejakawal, sebelum guru melakukan kegiatan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran ini digunakan sejak guru atau perancang merancang kegiatan pembelajaran dalam bentuk satuan pelajaran misalnya. Satuan pelajaran sebagai pegangan (pedoman) guru kelas dan satuan pelajaran sebagai bahan/materi bagi siswa. Satuan pelajaran sebagai pegangan bagi guru disusun sedemikian sehingga satuan pelajaran tersebut sudah mengandung komponen-komponen ARIAS. Artinya, dalam satuan pelajaran itu sudah

tergambarkan usaha/kegiatan yang akan dilakukan untuk menanamkan rasa percaya diri pada siswa, mengadakan kegiatan yang relevan, membangkitkan minat/perhatian siswa, melakukan penilaian dan menumbuhkan rasa dihargai/bangga pada siswa. Guru atau pengembang sudah merancang urutan semua kegiatan yang akan dilakukan, strategi atau metode pembelajaran yang akan digunakan, media pembelajaran apa yang akan dipakai, perlengkapan apa yang dibutuhkan, dan bagaimana cara penilaian akan dilaksanakan. Meskipun demikian pelaksanaan kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan situasi, kondisi dan lingkungan siswa. Demikian juga halnya dengan satuan pelajaran sebagai bahan/materi untuk siswa. Bahan/materi tersebut harus disusun berdasarkan model pembelajaran ARIAS. Bahasa, kosa kata, kalimat, gambar atau ilustrasi, pada bahan/materi dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa, bahwa mereka mampu, dan apa yang dipelajari ada relevansi dengan kehidupan mereka. Bentuk, susunan dan isi bahan/materi dapat membangkitkan minat/perhatian siswa, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengadakan penilaian diri dan siswa merasa dihargai yang dapat menimbulkan rasa bangga pada mereka. Guru dan/atau pengembang agar menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti, katakata yang jelas dan kalimat yang sederhana tidak berbelit-belit sehingga maksudnya dapat dengan mudah ditangkap dan dicerna siswa. Bahan/materi agar dilengkapi dengan gambar yang jelas dan menarik dalam jumlah yang cukup. Gambar dapat menimbulkan berbagai macam 35

khayalan/fantasi dan dapat membantu siswa lebih mudah memahami bahan/materi yang sedang dipelajari.

15. Model Pembelajaran REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating and Transfering) a. Pengertian Model pembelajaran REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating and Transfering) merupakan model pembelajaran kontekstual yang telah

diperkenalkan oleh Center of Occupational Research and Development (CORD), Amerika Serikat yang menyampaikan lima strategi bagi pendidik dalam rangka penerapan pembelajaran kontekstual, yang disingkat dengan strategi pembelajaran REACT, yaitu: Relating (mengaitkan) yaitu belajar dalam konteks pengalaman manusia.Ini merupakan jenis pembelajaran kontekstual yang khas terjadi pada anak-anak. Ketika anak-anak tumbuh semakin besar memberikan konteks yang bermakna untuk belajar menjadi semakin sulit. Kurikulum yang mencoba menempatkan pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup harus minta perhatian siswa pada peristiwa, dan kondisi sehari-hari. Kemudian siswa harus menghubungkan situasi sehari-hari itu dengan informasi baru yang diserap atau masalah yang dipecahkan. Experiencing (mengalami) yaitu belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan, dan diskaveri merupakan jantung pembelajaran kontekstual. Akan tetapi, siswa mungkin akan menjadi termotivasi dan merasa nyaman berkat hasil strategi pembelajaran lain seperti aktivitas dengan teks, cerita, atau video. Pembelajaran tampak akan berjalan lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi alat-alat dan materi dan mengerjakan bentuk-bentuk penelitian yang lain. Applying (menerapkan) yaitu menerapkan konsep dan informasi dalam konteks yang berguna sering memproyeksikan siswa ke arah masa depan yang diharapkan atau ke arah tempat kerja yang mungkin tidak familier. Dalam pembelajaran kontekstual, penerapan sering didasarkan pada aktivitas okupasional. Hal itu terjadi lewat teks, video, lab, dan kegiatan, meskipun dalam banyak sekolah, pengalaman pembelajaran kontekstual itu akan diikuti dengan pengalaman langsung, misalnya: wisata, pertanian, pengaturan, pementoran, dan pemagangan. 36

Cooperating (bekerja sama) yaitu belajar dalam konteks peragihan, penanggapan, dan pengkomunikasian dengan pembelajar yang lain merupakan strategi pembelajaran yang utama dalam pengajaran kontekstual. Pengalaman bekerjasama tidak hanya membantu sebagian besar siswa untuk mempelajari bahan ajar. Oleh sebab itu, keterampilan kooperatif perlu mendapatkan perhatian serius agar dapat dikuasai dengan baik oleh siswa.

Transferring (memindahkan) yaitu pembelajaran sesuatu isi dalam konteks pengetahuan yang ada atau memindahkannya berlandaskan apa yang telah diketahui pelajar. Setelah siswa paham terhadap konsep yang dipelajarinya, maka selanjutnya siswa menerapkan atau memanfaatkan pengetahuan yang telah diperolehnya ke dalam konteks yang baru.

b. Alasan Penggunaan Model pembelajaran REACT mengakomodasi siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya dan mengaitkan dengan kehidupan nyata sehingga sangat relevan dengan tujuan pembelajaran saat ini.

c. Tujuan Untuk melatih kemampuan berfikir kritis, berfikir logis, berfikir sistematis, objektif, jujur, disiplin, dalam memandang dan menyelesaikan suatu masalah, serta mampu menjadikan pengetahuan sosial nya sebagai alat komunikasi dan mampu memecahkan permasalahan sosial yang berkaitan dengan kehidupan nyata. d. Manfaat Siswa mampu mampu meningkatkan motivasi, pemahaman konsep,

keterampilan komunikasi, penguasaan materi, dan konstribusi pribadi dan sosial.

e. Langkah-langkah Penggunaan Adapun langkah-langkah atau tahap-tahap dalam penerapanpembelajaran model REACT adalah: 1) Aspek relating (mengaitkan), siswa mengamati gambar-gambar sebagai media pembelajaran, kemudian mengaitkannya dengan kehidupan nyata.

37

2) Aspek applying (menerapkan), siswa dapat melakukan sesuatu atau kegiatan yang sesuai dengan materi yang telah dipelajari. 3) Aspek experiencing (mengalami), setelah siswa dapat melakukan sesuatu atau kegiatan yang sesuai dengan materi yang telah dipelajari maka siswa akan dapat mengalami sendiri kegiatan yang ada pada materi pelajaran yang telah dipelajari. 4) Aspek cooperating (bekerja sama), yang dilakukan guru adalah membagi siswa menjadi beberapa kelompok kemudian tiap kelompok mencari contoh-contoh tentang materi pelajaran yang telah dipelajari dilingkungan masyarakat sekitar. 5) Aspek transferring (mentransfer), siswa diajak untuk bertukar pikiran dengan teman lainnya untuk merumuskan hasil dari kegiatan pembelajaran mengenai materi pelajaran yang telah dipelajari.

16. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Instruction) a. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Instruction atau disingkat PBI) merupakan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah. Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa dituntut untuk memecahkan suatu permasalahan yang nyata mereka alami dalam kehidupan sehari-hari, melalui serangkaian proses inkuiri. Dari proses inkuiri tersebut siswa menemukan dan membangun konsep yang kemudian dengan bekal pengetahuan dan konsep yang telah mereka peroleh itulah siswa memecahkan permasalahan yang mereka hadapi. Di samping sebagai sarana untuk membangun konsep, Pembelajaran Berbasis Masalah juga merupakan wahana untuk melatih kemandirian, mengembangkan ketrampilan berpikir, kreativitas serta kepercayaan diri siswa.

38

b. Alasan Penggunaan Kemampuan untuk memecahkan masalah mutlak dimiliki oleh siswa, pelatihan terhadap kemampuan ini diakomodir melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah.

a. Tujuan PBI utamanya diterapkan dengan tujuan untuk membantu siswa

mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.

b. Manfaat Siswa mampu menguasai konsep atau pengetahuan yang dipelajari secara komprehensif, tidak sekedar mampu menghafal dimana suatu saat pengetahuan tersebut bisa saja hilang dari ingatan.

c. Langkah-langkah Penggunaan Langkah-langkah atau sintaks penggunaan metode PBI dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Fase-fase Fase 1 Orientasi siswa pada masalah Fase 2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar Fase 3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Fase 4 Mengembangkan dan Tingkah Laku Guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai dengan laporan dan 39

menyajikan hasil karya

model yang membantu mereka untuk membagi tugas dengan temannya.

Fase 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.

40

DAFTAR PUSTAKA

Arends, Richard. I. 2007. Belajar Untuk Mengajar. Terjemahan oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. 2008. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Joyce, Bruce. Dkk. 2009. Model-Model Pengajaran. Terjemahan oleh Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza. 2009. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di RuangRuang Kelas. Jakarta: Grasindo Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di RuangRuang Kelas. Jakarta: Grasindo Rahmi, Ali. 2008. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Bumi Aksara. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Suprijono, Agus. 2009. Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Salvin, R.E. 2008. Cooperative Learning Teori Riset dan Praktis. Bandung: Nusa Media Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Masmedia Buana Pustaka Suyitno, Amin. 2004. Dasar-Dasar Proses Pembelajaran Matematika. Semarang: UNNES Press

Anda mungkin juga menyukai