Anda di halaman 1dari 8

Langkah kerja (sintak) model Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran

adalah sebagai berikut:

1) Orientasi peserta didik pada masalah;

2) Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar;

3) Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok;

4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya; dan

5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Langkah-langkah pembelajaran Problem Based Learning (PBL)


Berdasarkan sintak tersebut, langkah-langkah pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) yang bisa dirancang oleh guru adalah sebagai berikut:

LANGKAH KERJA AKTIVITAS GURU AKTIVITAS PESERTA DIDIK

Orientasi peserta didik Guru menyampaikan Kelompok mengamati dan


pada masalah masalah yang akan memahami masalah yang
dipecahkan secara disampaikan guru atau yang
kelompok. diperoleh dari bahan bacaan yang
disarankan.
Masalah yang diangkat
hendaknya kontekstual.
Masalah bisa ditemukan
sendiri oleh peserta didik
melalui bahan bacaan
atau lembar kegiatan.

Mengorganisasikan Guru memastikan Peserta didik berdiskusi dan


peserta didik untuk setiap anggota membagi tugas untuk mencari data/
belajar. memahami bahan-bahan/ alat yang diperlukan
tugas masing-masing. untuk menyelesaikan masalah.

Membimbing Guru memantau Peserta didik melakukan


penyelidikan individu keterlibatan peserta didik penyelidikan (mencari data/
maupun kelompok. dalam pengumpulan referensi/ sumber) untuk bahan
data/ bahan selama diskusi kelompok.
proses penyelidikan.

Mengembangkan dan Guru memantau diskusi Kelompok melakukan diskusi untuk


menyajikan hasil karya. dan membimbing menghasil-kan solusi pemecahan
pembuatan laporan masalah dan hasilnya
sehingga karya setiap dipresentasikan/disajikan dalam
kelompok siap untuk bentuk karya.
dipresentasikan.

Menganalisis dan Guru membimbing Setiap kelompok melakukan


mengevaluasi proses presentasi dan presentasi, kelompok yang lain
pemecahan masalah. mendorong kelompok memberikan apresiasi. Kegiatan
memberikan dilanjutkan dengan merangkum/ 
penghargaan serta membuat kesimpulan sesuai
masukan kepada dengan masukan yang diperoleh
kelompok lain. Guru dari kelompok lain.
bersama peserta didik
menyimpulkan materi.

Langkah-Langkah Penggunaan Model Problem Based Learning


Aris Shoimin (2014:131) mengemukakan bahwa langkah-langkah dalam model
pembelajaran Problem Based Learning adalah sebagai berikut:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan.
Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll).
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, dan
pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan serta menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu mereka berbagai tugas dengan temannya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Sintaks Pembelajaran Berbasis Problem Based


Learning (PBL)
Arends (2008) menjelaskan terdapat beberapa sintaks pembelajaran berbasis problem based

learning yang dijabarkan pada Tabel berikut:

Sintaks Problem Based Learning

Fase Aktivitas Guru

Orientasi peserta didik Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dilanjutkan dengan


memberikan konsep dasar, petunjuk yang digunakan dalam
pada masalah
pembelajaran.

Guru membantu peserta didik dalam mengidentifikasi konsep


Mengorganisasi peserta
yang ada pada masalah dan mengorganisasikan tugas-tugas
didik untuk belajar
belajar terkait dengan permasalahan.

Guru membimbing peserta didik dalam mencari informasi yang

Membimbing penyelidikan tepat, menyelesaikan eksperimen, dan mencari solusi yang

sesuai dengan penyelesaian.

Mengembangkan dan Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan

menyajikan hasil karya menyiapkan hasil karya yang tepat.

Menganalisis dan
Guru membantu peserta didik melakukan evaluasi terhadap
mengevaluasi proses
proses yang telah dipelajari
pemecahan masalah

Sintaks problem based learning yang digunakan dalam penelitian ini mengacu

sintaks problem based learning Arends (2008) yang terdiri beberapa tahapan.

Pertama, guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan memotivasi peserta didik dalam terlibat

mengatasi masalah.

Kedua, guru membantu peserta didik untuk mengorganisasi tugas terkait dengan

permasalahan.

Ketiga, guru membantu peserta didik dalam mencari informasi dari permasalahan.
Keempat, guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan mempresentasikan hasil.

Kelima, guru membantu peserta didik untuk mencari solusi yang tepat.

Istilah literasi terus berkembang sejalan dengan berkembangnya teknologi informasi dan

komunikasi. Literisi menurut Abidin, dkk (2017) diartikan sebagai konsep yang akan

berkembang dan terus berpengaruh pada penggunaan berbagai media digital dalam proses

pembelajaran di kelas, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sedangkan, menurut Indarto

(2017: 12) literasi adalah kegiatan memahami dan mengakses melalui berbagai aktivitas yang

dilakukan seperti membaca, menulis, dan melakukan kegiatan praktik yang disesuaikan

dengan pengetahuan dan hubungan sosial. Literasi meliputi pengetahuan dan keterampilan

yang dibutuhkan peserta didik untuk mengakses, memahami, menganalisis dan mengevaluasi

informasi, membuat makna, mengekspresikan pikiran dan emosi, memunculkan ide dan

pendapat, menjalin hubungan dengan orang lain dan berinteraksi dalam kegiatan di sekolah

dan kegiatan di luar sekolah. Pendapat lain juga diutarakan oleh Faizah, dkk (2016: 2) terkait

pengertian literasi dalam konteks konteks gerakan literasi sekolah, yaitu kemampuan dalam

mengakses, menggunakan, dan memahami sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas

yang ,meliputi kegiatan melihat, menyimak, membaca, menulis, dan berbicara. Berdasarkan

beberapa uraian terkait pengertian literasi, dapat disimpulkan bahwa literasi adalah suatu

konsep untuk mengembangkan kemampuan secara kompleks dalam memahami dan

mengakses informasi melalui berbagai aktifitas yang mencakup pengetahuan dan

keterampilan. Kemampuan dalam literasi tidak hanya untuk peserta didik di sekolah, akan

tetapi bagi masyarakat umum. Penerapan literasi dapat dilakukan di sekolah, di lingkungan

keluarga, bahkan dalam lingkup yang lebih luas yaitu masyarakat.

Definisi menurut Ibrahim, dkk (2017: 8), literasi sains yaitu pengetahuan dan kecakapan yang

ilmiah agar memperoleh pengetahuan baru, mampu mengidentifikasi pertanyaan, dapat


menjelaskan fenomena ilmiah, intelektual dan budaya, dapat memberikan kesimpulan

berdasarkan fakta, memahami karakteristik sains, serta kemauan untuk peduli dan terlibat

dalam isu yang berhubungan dengan sains. PISA (2000) menetapkan lima komponen oproses

sains dalam penilaian literasi sains, yaitu :

a. Mengenal pertanyaan ilmiah, yaitu pertanyaan yang diselidiki secara ilmiah, seperti

mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab dengan ilmu sains b.

Mengidentifikasi bukti yang diperlukan dalam penyelidikan ilmiah. Proses ini

melibatkan identifikasi atau pengajuan bukti yang diperlukan untuk menjawab

pertanyaan dalam suatu penyelidikan sains, atau prosedur yang diperlukan untuk

memperoleh bukti itu. c. Menerima dan mengevaluasi kesimpulan. Proses ini

melibatkan kemampuan menghubungkan kesimpulan dengan bukti yang mendasari

atau seharusnya mendasari kesimpulan itu. d. Mengomunikasikan kesimpulan yang

valid, yakni mengungkapkan secara tepat kesimpulan yang dapat ditarik dari bukti

yang ada. e. Mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep- konsep sains, yakni

kemampuan menggunakan konsep- konsep dalam situasi yang berbeda dari apa yang

telah dipelajarinya.

Literasi sains (scientific literacy) berasal dari gabungan dua kata Latin, yaitu literatus,

artinya ditandai dengan huruf, melek huruf, atau berpendidikan, dan scientia, yang artinya

memiliki pengetahuan. DeBoer (2000) mengungkapkan bahwa orang yang pertama

menggunakan istilah literasi sains adalah Paul de Hart Hurt dari Stanford University. Hurt

science literacy berarti tindakan memahami sains dan mengaplikasikannya bagi

kebutuhan masyarakat (Toharudin, dkk, 2011). Penilaian literasi sains dalam PISA tidak

semata-mata berupa pengukuran tingkat pemahaman terhadap pengetahuan sains, tetapi


juga pemahaman terhadap berbagai aspek proses sains, serta kemampuan

mengaplikasikan pengetahuan dan proses sains dalam situasi nyata yang dihadapi peserta

didik, baik sebagai individu, anggota masyarakat, serta warga dunia.

Chabalengula dkk. (2008) mengemukakan bahwa literasi sains mencakup 4 aspek yaitu:

(a) pengetahuan tentang ilmu pengetahuan, (b) sifat investigasi ilmu pengetahuan, (c)

ilmu sebagai cara untuk mengetahui dan (d) interaksi ilmu pengetahuan, teknologi dan

masyarakat. Menurut Shen mengemukakan bahwa literasi sains diidentifikasi menjadi

enam komponen yaitu: (a) konsep dasar sains, (b) sifat sains, (c) etika kerja ilmuan, (d)

keterkaitan antara sains dan masyarakat, (e) keterkaitan antara sains dan humaniora, dan

(f) memahami hubungan dan perbedaan antara sains dan teknologi. (Toharudin,dkk.2011)

PISA mendefinisikan literasi sains dengan ciri yang terdiri dari empat aspek yang saling

terkait, yaitu konteks, pengetahuan, kompetensi, dan sikap. Berikut ini adalah bagan yang

menunjukan kerangka literasi sains PISA (OECD, 2016).

PISA mendefinisikan literasi sains sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan

dan kemampuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan menarik kesimpulan

berdasarkan  bukti-bukti dan data-data yang ada agar dapat memahami dan membantu

peneliti untuk membuat keputusan tentang dunia alami dan interaksi manusia dengan

alamnya (Rustaman, et.al, 2000:2).

Literasi sains yaitu suatu ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dan proses

sains yang

akan memungkinkan seseorang untuk membuat suatu keputusan dengan pengetahuan

yang dimilikinya, serta turut terlibat dalam hal kenegaraan,

budaya dan pertumbuhan ekonomi, termasuk di dalamnya kemampuan spesifik yang

dimilikinya.
Literasi sains dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuh

an masyarakat (Widyatiningtyas,

2008). Literasi berati kemampuan membaca dan menulis atau melek aksara. Dalam konte

ks sekarang, literasi memiliki makna yang luas, yaitu melek teknologi, politik,

berfikir kritis dan peka terhadap lingkungan sekitar (Bukhori, 2005), sedangkan kata

sains merupakan serapan dari Bahasa Inggris, yaitu science yang

diambil dari bahasa latin sciencia dan berarti pengetahuan.

Sains dapat berarti ilmu pada umumnya, tetapi juga berarti ilmu pengetahuan alam

(Poedjiadi, 2005).

Literasi Sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains,

mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-

bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan per

ubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia (Firman,

2007:2). Literasi IPA (scientific literacy)

didefinisikan sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah,

mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk memahami 

alam semesta dan membuat keputuan dari perubahan yang

terjadi karena aktivitas manusia (OECD, 2003). Menurut Suhendra Yusuf (2003),

literasi sains penting untuk dikuasai oleh siswa dalam kaitannya dengan bagaimana siswa 

dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan masalah-masalah lain yang

dihadapi oleh masyarakat moderen yang

sangat bergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan.
Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan dalam menggunakan pengetahuan ilmiah,

mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti yang ada, sehingga

dapat memahami dan membuat keputusan berkaitan dengan alam dan perubahan yang

dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia.

Hal yang esensial atau penting dari literasi sains yaitu literasi sains mampu mempengaruhi siswa

dalam pengambilan keputusan ketika menghadapi masalah sosial maupun personal. Sedangkan

peran pendidik yaitu mempengaruhi kemampuan siswa agar dapat melihat ilmu pengetahuan

secara holistik. Kemampuan literasi sains secara signifikan dapat meningkatkan keterlibatan

siswa dengan ide-ide dan isu-isu mengenai ilmu pengetahuan, kemudian guru di sekolah

memiliki pemahaman yang baik mengenai suatu ilmu pengetahuan sehingga mampu

mendukung dan menampung aspirasi siswa selama keterlibatannya dalam ide-ide dan isu-isu

ilmu pengetahuan selama proses pembelajaran. Definisi mengenai literasi sains tersebut

menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains tidak hanya menuntut siswa memahami tentang

pengetahuan IPA saja, namun siswa juga harus mampu memahamai berbagai aspek proses sains

dan kemampuan mengaplikasikan pengetahuan IPA dalam kehidupan nyata. Tuntutan

pembelajaran IPA tidak hanya terkait pemahaman konsep, prinsip, hukum dan teori dalam IPA

saja, melainkan juga harus meningkatkan kompetensi siswa agar mampu memenuhi

kebutuhannya dan mampu mengikuti perkembangan pendidikan di masyarakat yang saat ini

dipengaruhi oleh perkembangan sains dan teknologi.

Anda mungkin juga menyukai