Anda di halaman 1dari 118

t i

ak
ris
sT
ita
rs
ve

KARAKTERISTIK PERMUKAAN
ni

GUNUNG LUMPUR (MUD VOLCANO)


DI DAERAH JAWA TIMUR
U
KE

Muhammad Burhannudinnur dan Wildan Tri Koesmawardani


FT

FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI


UNIVERSITAS TRISAKTI
2021
KARAKTERISTIK GUNUNG LUMPUR
(MUD VOLCANO) DI PERMUKAAN DAERAH
JAWA TIMUR
Muhammad Burhannudinnur
Wildan Tri Koesmawardani

t i
ak
ris
Penerbit

sT
ita
CV. MEDIA SAINS INDONESIA
rs

Melong Asih Regency B40 - Cijerah


Kota Bandung - Jawa Barat
ve

www.penerbit.medsan.co.id
ni
U

Anggota IKAPI
KE

No. 370/JBA/2020
FT
KARAKTERISTIK GUNUNG LUMPUR (MUD
VOLCANO) DI PERMUKAAN DAERAH JAWA TIMUR

Muhammad Burhannudinnur
Wildan Tri Koesmawardani
Editor :

i
Rintho R. Rerung

t
Tata Letak :

ak
Muhammad Burhannudinnur dan Wildan Tri Koesmawardani
Desain Cover :

ris
Rintho R. Rerung
Ukuran :

sT
B5: 18,2 x 25,7 cm
Halaman :
xiv, 98
ita
ISBN :
978-623-362-177-9
rs

Terbit Pada :
November 2021
ve

Hak Cipta 2021 @ Media Sains Indonesia dan Penulis


ni
U

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang keras menerjemahkan,


memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa
izin tertulis dari Penerbit atau Penulis.
KE

PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA


(CV. MEDIA SAINS INDONESIA)
FT

Melong Asih Regency B40 - Cijerah


Kota Bandung - Jawa Barat
www.penerbit.medsan.co.id
PRAKATA

Fenomena gunung lumpur (mud volcano) di Jawa Timur terutama


merupakan isu lama yang masih hangat untuk dilakukan studi lebih

t i
detail mengenai karakterisasi dan sebarannya di Jawa Timur. Jawa

ak
Timur dikenal sebagai salah satu cekungan penghasil migas dan
daerah yang mempunyai mud volcano, seperti Bleduk Kuwu dan

ris
terakhir Lusi. Hal tersebut menjadi isu penelitian yang terus
berkembang hingga saat ini, karena lapangan migas raksasa yang
berada di Jawa Timur, harus berdampingan bahaya mud volcano

sT
yang berada di sekitarnya. Penelitian tentang mud volcano di Jawa
Timur sangat terbatas, terkecuali Lusi. Beberapa riset telah
dilakukan oleh penulis mengenai karakteristik gunung lumpur
ita
khususnya pada Bleduk Kuwu pada tahun 2012-2020.

Monograf ini mencoba menjembatani kesenjangan itu dengan


rs

memaparkan hasil observasi lapangan dan hasil analisa laboratorium


lebih dari 11 mud volcano di Jawa Timur yang dilakukan secara
ve

independen dalam periode 2012-2020. Observasi lapangan meliputi


dokumentasi karakter morfologi dan fenomena kekhasan masing-
ni

masing, pemetaan gejala khas mud volcano yang didahului dengan


interpretasi quickbird image. Monograft diperlukan untuk menjadi
U

rujukan para peneliti selanjutnya yang berasal dari kalangan


mahasiswa, dosen dan industri untuk mengetahui karakteristik mud
KE

volcano di permukaan. Sebagian besar bahan yang dituliskan adalah


berasal dari hasil penelitian dan kajian bersama tim dosen dan
mahasiswa selama 10 tahun terakhir di Universitas Trisakti.
FT

Monograf ini disusun untuk menunjang kegiatan perkuliahan berupa


penunjang matakuliah eksplorasi migas, geologi migas, bencana
geologi dan geologi dinamis. Melihat banyaknya irisan materi
tersebut, diharapkan monograf ini dapat menjadi salah satu sumber

i
pembelajaran bagi para Dosen dan Mahasiswa yang berkatian
dengan matakuliah tersebut. Selain hal tersebut, Monograf ini dapat
juga sebagai kumpulan penelitian dari studi-studi yang pernah
dilakukan sebelumnya oleh penulis yang secara umum dapat menjadi
bahan evaluasi bagi industri migas yang berada di daerah Jawa
Timur.

t i
ak
Ucapan terimakasih ditujukan kepada Dekan FTKE Dr.Ir. Afiat
Anugerahadi, M.S, Wakil Dekan I FTKE Dr.Ir. Fajar Hendrasto,
M.T. serta Ka. Prodi Tekni Geologi FTKE USAKTI Ir. Dewi

ris
Syavitri, M.Sc., Ph.D. serta para kolega penulis yang tidak bisa
disebutkan satu per satu yang selama ini telah memberikan masukan

sT
dan diskusi-diskusi yang hangat, semoga Monograf ini bisa
bermanfaat bagi perkembangan ilmu kebumian di lingkungan
Universitas Trisakti pada khususnya, dan para ahli kebumian di
ita
Indonesia pada umumnya.

Jakarta, 5 November 2021


rs

Penulis,
ve

Dr. Ir. Muhammad Burhannudinnur, M.Sc., IPM.


Wildan Tri Koesmawardani, S.T., M.T.
ni
U
KE
FT

ii
DAFTAR ISI

PRAKATA ................................................................................ I
DAFTAR ISI .......................................................................... III

t i
DAFTAR GAMBAR .................................................................. V

ak
DAFTAR TABEL .................................................................... XI
RINGKASAN ....................................................................... XIII

ris
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................ 1
BAB 2 GUNUNG LUMPUR DAN PROSES PEMBENTUKANNYA ... 4

sT
BAB 3 STRUKTUR DAN MORFOLOGI GUNUNG LUMPUR ......... 7
BAB 4 GUNUNG LUMPUR DI JAWA TIMUR ............................ 11
ita
4.1 GUNUNG LUMPUR KESONNGO ............................................... 16
4.2 GUNUNG LUMPUR KUWU ...................................................... 20
4.3 GUNUNG LUMPUR CANGKRINGAN ........................................... 23
rs

4.4 GUNUNG LUMPUR CREWEK .................................................. 25


4.5 GUNUNG LUMPUR BANJARLOR .............................................. 27
ve

4.6 GUNUNG LUMPUR MEDANG .................................................. 28


4.7 GUNUNG LUMPUR ANAK KESONGO......................................... 32
4.8 GUNUNG LUMPUR GUNUNGANYAR .......................................... 33
ni

4.9 GUNUNG LUMPUR KALANGANYAR ........................................... 35


4.10 GUNUNG LUMPUR WRINGINANOM ........................................ 37
U

4.11 GUNUNG LUMPUR LUSI ...................................................... 39


4.12 PENGAMATAN DATA DI LUAR AREA FOKUS PENELITIAN............. 42
BAB 5 ANALISIS LABORATORIUM ........................................ 46
KE

5.1 ANALISIS FOSIL FORAMINIFERA ............................................. 46


5.2 ANALISIS SEM ................................................................... 51
FT

5.3 ANALISIS XRD ................................................................... 54


5.4 ANALISIS BUTIR .................................................................. 56
5.5 ANALISIS SIFAT FISIK LUMPUR............................................... 59
5.6 ANALISIS KANDUNGAN AIR .................................................... 59
5.7 ANALISIS KIMIA AIR ............................................................. 60
5.8 ANALISIS PETROGRAFI FRAGMEN BATUAN................................ 63

iii
5.9 ANALISIS GAS .................................................................... 67
5.10 PENGUKURAN ADSORPSI .................................................... 72
BAB 6 KARAKTERISTIK GUNUNG LUMPUR DI JAWA TIMUR 79
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 93
RIWAYAT HIDUP PENULIS .................................................... 99

t i
ak
ris
sT
ita
rs
ve
ni
U
KE
FT

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Posisi gunung lumpur (titik merah) pada peta


fisiografi Jawa Timur (sumber peta van
Bemmelen (1949) dalam Prasetyadi, 2007).

t i
Daerah penelitian hanya di fokuskan pada dua

ak
kotak warna merah. ...................................................3
Gambar 2 Elemen dasar dan struktur dari sistem gunung
lumpur (Dimitrov, 2002). ..........................................8

ris
Gambar 3 Macam-macam tipe morfologi gunung lumpur
yang diusulkan oleh Akhmanov dan Mazzini
(2007), dalam Satyana dan Asnidar (2008). ...........10

sT
Gambar 4 Rangkuman stratigrafi regional Jawa bagian timur
dari peneliti terdahulu: (A) Sribudiyani dkk.,
2003; Sapiie dkk., 2006 dan (B) Smyth dkk.,
ita
2005 (modifikasi oleh Prasetyadi, 2007). ...............13
Gambar 5 (A) Lokasi gunung lumpur (titik merah) pada peta
elevasi daerah Jawa Timur. (B) Perbesaran di
rs

daerah Kradenan-Kesongo. Morfologi kubah


terlihat di GL. Kesongo (Burhannudinnur,
ve

2019) .......................................................................15
Gambar 6 Posisi gunung lumpur di Peta Geologi daerah
Kradenan .................................................................16
ni

Gambar 7 (A) Peta geologi GL. Kesongo berdasarkan data


citra dan survei lapangan tahun 2009. (B)
U

Penampang geologi dengan kedalaman


diperkirakan dari perbedaan tinggi kubah di
lapangan (Burhannudinnur, 2013). (C) Data
KE

citra satelit 2021 (google) .......................................17


Gambar 8 Morfologi dan geometri di GL. Kesongo. (A) Foto
dari arah baratdaya memperlihatkan morfologi
FT

bekas pusat semburan cekung landai. (B)


Variasi fragmen batuan mencapai 40 cm. (C)
Deretan grifon dengan tinggi 1-1,3 m.. (D)
Morfologi gryphone dengan lubang fryphone
diameter 8-12 cm. (E) evolusi grifon dengan
puncak membentuk pai kecil diameter 20 cm,

v
(F) Gejala sesar naik memanjang berarah
barat-timur...............................................................19
Gambar 9. (A) Morfologi pai timur dengan ledakan yang
besar. (B) Morfologi pai terdiri dari pusat
ledakan, zona lumpur cair, tanggul pai, lelehan
lumpur. (C) Rekahan berarah baratlaut-

i
tenggara latar belakang salsa. (D)

t
Pengambilan sampel yang lebih dalam (E)

ak
Penampang pai. (F, G) Sumur-uji-1 dan 2
untuk mendapatkan kolom litologi, namun
lumpur naik secara cepat segera menutup

ris
sumur (Burhannudinnur, 2013, 2019) .....................21
Gambar 10 Citra satelit tahun 2010 (A) dan 2021 (B). Ukuran
pai barat menyusut, pai tengah sama, pai timur

sT
mengecil. .................................................................22
Gambar 11 (A, B) Citra satelit GL Cangkringan tahun 2010
dan 2021. .................................................................23
ita
Gambar 12 (A) Morfologi kubah sangat landai GL
Cangkringan, banyak pai dengan cairan
lumpur, air, dan gas. (B) grifon kecil dengan
rs

latar pai sampai diluar kubah. (C) Jajaran


Gryhone berasosasi dengan salsa dan pai,
ve

dengan lelehan lumpur di lerang grifon kolam


kecil. pada kubah kecil diameter 2 m. (D)
Salsa dengan mud crack. (E) Detail mud crack,
ni

(F) Ilustrasi penampang GL. Cangkringan


(Burhannudinnur, 2019). .........................................24
U

Gambar 13 (A, B) Citra satelit Gunung Lumpur Crewek tahun


2010 dan 2021. ........................................................25
KE

Gambar 14 (A, B, C) Kolam air dengan warna air yang


berbeda ya di puncak kubah GL Crewek. (D,
E, F) Travertin dan kolam air panas........................26
FT

Gambar 15 (A) Salsa dan kolam air panas di Banjarlor dengan


produksi garam (gubuk warna hijau) (B) kolan
dan salasa yang GL Banjarlor. (C) Pengukuran
suhu salah satu kolam di Banjarlor. ........................27
Gambar 16 (A, B) Citra Gunung Lumpur Banjarlor 2010 dan
2021, garis merah menunjukan batas

vi
morfologi kubah mengecil. .....................................28
Gambar 17 (A, B) Citra Gunung Lumpur Medang 2010 dan
2021.........................................................................29
Gambar 18 (A) Morfologi kerucut Gunung Lumpur Medang.
(B) Kolam air di Gunung Lumpur Medang (C)
Puncak Gunung Lumpur Kerucut Medang

i
berbentuk pai (D) Kolam dengan gas yang

t
sangat besar. (E, F) Kerucut dengan puncak

ak
pai yang ebih kecil dari Gunung Lumpur
Medang, staletit Medang. ........................................30
Gambar 19. (A) Aliran lumpur dari puncak Gunung Lumpur

ris
Medang. (B, C) Struktur aliran dalam tubuh
aliran lumpur. (D) Jenis fragmen batuan
berbentuk butir yang menyudut di dalam

sT
breksi lumpur. .........................................................31
Gambar 20 (A) Gunung Lumpur Anak Kesongo, merupakan
kerucut. (B) Pai di bagian puncaknya,
ita
denganrembesan gas. ..............................................32
Gambar 21(A, B) Citra GL. Gununganyar 2010 dan 2021 ............33
Gambar 22 (A) Morfologi kubah kecil GL. Gununganyar. (B)
rs

Bagian puncak kubah kolam lumpur dengan


film minyak di permukaan. (C) Gelembung
ve

gas dengan diameter 3-4 cm frekuensi 3-5


ledakan per detik 9 (D) batuan sedimen dari
lereng kubah. ...........................................................34
ni

Gambar 23 (A, B) Citra GL. Kalanganyar 2009 dan 2021.............35


Gambar 24 (A) Serangkaian bukit-bukit kecil hasil
U

pengendapan letusan gunung lumpur,


membentuk morfologi kubah tak beraturan.
KE

(B) Salsa dan kolam kecil di GL Kalanganyar.


(C) Candi yang rusak karena Gl.
Kalamnganyat (D) Salsa yang kering dengan
FT

garam (warna putih) dan rembesan gas berbau


metana. ....................................................................36
Gambar 25 (A, B) Citra GL. Wringinanom 2009 dan 2021 ...........37
Gambar 26 Morfologi kubah lumpur di Wringinanom. .................38
Gambar 27 (A) Selaput minyak di salah satu pai lumpur. (B)
Fragmen batuan cukup banyak dari batupasir

vii
dan silika (Burhannudinur, 2013). C dan D
Kerucut kecil dari mud volcano Wringinanom
dengan lelehan lumpur
(https://www.google.com/maps/contrib/1081
37956207147982454/photos/@7.8764185,11
4.5151145,8z/data=!3m1!4b1!4m3!8m2!3m1

i
!1e1?hl=id) ..............................................................38

t
Gambar 28 Evolusi morfologi Gunung Lumpur Lusi dari

ak
sebelum lahir sampai 2021 dari citra. Sumber
Citra: CRISP dan Google Earth..............................40
Gambar 29 (A) Semburan Lusi 2012, (B). Pusat semburan (C)

ris
torehan dan mud carack Lusi, (D) Semburan
Gas dan air dalam Kolam air di Kendensari
(Burhannudinur 2013) (E) Kiri Image satelite

sT
2021 (www.beritasatu.com: Lumpur Sidoarjo
Bisa dijadikan Area Wisata) (F) Kerucut atau
grifon Landai (Burhannudinur 2013) ......................41
ita
Gambar 30 Lokasi sampel dan gejala gunung lumpur. (A)
Geger Soccah. (B). Kubah Gunung lumpur
yang sudah mati di belakang Museum
rs

Sangiran. (C) Fragmen batuan di lereng kubah


gunung lumpur, (D, E) Kolam kecil di
ve

Pangeblengan dengan gelembung gas


keduanya (F) Rembesan minyak di Gresik dan
(G) Rembesan minyakm di Unitomo. .....................43
ni

Gambar 31 (A) Gas Kahyangan Api Dandeer, rembesan gas


yajg terbakar dan (B) Kolam air dengan aliran
U

gas di Dandeer, (C) Kolam gunung lumpur


yang sudah mati tanpa rembesan air dan gas
KE

(D) Lokasi gas Bekucuk yang sudah mati


(Burhannudinnur, 2013). .........................................44
Gambar 32. (A, B dan C) Singkapan kontak Formasi
FT

Ngrayong dan Formasi Tawun Bagian Atas.


(D) Oksidasi pada Forrmasi Ngrayong dan
Anhidrit di batulempung Formasi Tawun
Bagian Atas. ............................................................45
Gambar 33 Penentuan umur berdasarkan makrofosil sampel
KSG-15, KSG-16, dan KSG-34 dari Gunung

viii
Lumpur Kesongo (Modifikasi dari
Burhannudinnur, 2013) ...........................................47
Gambar 34 Penentuan sumber material gunung lumpur
berdasarkan umur dari mikrofosil dan
makrofosil. ..............................................................50
Gambar 35 Contoh hasil analisis SEM dan analisis EDX. (A)

i
Mikrofotografi. (B) Hasil analisis EDX..................51

t
Gambar 36 Identifikasi jenis mineral di SEM. K (kaolinit),

ak
Sm (smektit), F (fosil), I (illit), BK (struktur
buku). ......................................................................52
Gambar 37 Hubungan antara tingkat diagenesis dengan

ris
kedalaman timbunan (Burley dkk., 1987
modifikasi oleh Heryanto, 2007). ...........................54
Gambar 38 Contoh hasil analisis XRD untuk sampel no. B-

sT
073 dari Gunung Lumpur Kesongo. .......................55
Gambar 39 Sampel butiran dari lumpur (1-5%) dari sampel
B-081 yang di ambil pada kola di Kesongo.
ita
(A) Butiran kuarsa berukuran sedang
bercampur dengan fragmen lempung dan
kalsit. (B) Butiran batubara berada diantara
rs

kalsit berbutir sedang-kasar. ...................................56


Gambar 40 Ukuran butir dan morfologi. ........................................57
ve

Gambar 41 Kumulatif persentase ukuran butir ..............................58


Gambar 42 Letak silang (cross plot) Na+ terhadap Cl- untuk
data analisis kimia air gunung lumpur di
ni

daerah penelitian geiser dan gunung lumpur di


dunia........................................................................61
U

Gambar 43 Letak silang Ca++ Mg++ terhadap Na++ K+


geokimia air gunung lumpur di daerah
KE

penelitian dan gunung lumpur di dunia dari


berbagai sumber di dalam Martinelli dan
Dadomo (2005) .......................................................62
FT

Gambar 44 Hasil letak silang data Mg++ terhadap Na+ kimia


air gunung lumpur Jawa Timur dibandingkan
dengan data kimia air gunung lumpur di
seluruh dunia dari berbagai sumber (warna
hitam) di dalam Martinelli dan Dadomo
(2005) dan geiser (warna ungu), warna biru

ix
berasal di Zona Rembang, warna merah dari
Zona Kendeng. ........................................................62
Gambar 45 Contoh hasil analisis petrografi fragmen batuan
Gunung Lumpur Kesongo. Sampel nomor
KSG 19 A-3 dan KSG 44 A-2 secara
megaskopis terlihat adanya struktur lipatan

i
mikro, hasil analisis petrografi menunjukkan

t
gejala stilolit dengan isian sparit kalsit dengan

ak
satu arah kemungkinan karena deformasi.
Sampel nomor KSG 05 dan KSG 03 berupa
fragmen batupasir karbonatan mengandung

ris
banyak fosil. (Burhannudinnur, 2013) ....................66
Gambar 46 . (A) Plot data isotop karbon δ13C gas hidrokarbon
menunjukkan perkiraan kematangan termal

sT
batuan sumber gas (diambil dari James, 1983).
(B) Diagram metana δ13 terhadap proporsi
metana dalam gas hidrokarbon (diambil dari
ita
Tissot dan Besserau, 1982). ....................................71
Gambar 47 Diagram isotop karbon δ13Cmetana (C1)
terhadap δC13etana (C2) (sumber diagram:
rs

Schoell, 1983). ........................................................71


Gambar 48 Diagram alat adsorpsi isotermal, menunjukan
ve

rangkaian peralatan yang terdiri dari 4 buah


sample cell dan sebuah reference cell, dimana
cell tersebut diposisikan dalam bejana air yang
ni

dapat diatur suhunya hingga maksimum


100°C ± 0,1°C. Penunjuk tekanan digital
U

diperoleh dari A/D converter signal pressure


transducer dengan ketelitian tinggi dan dapat
KE

menahan tekanan hingga 25 Mpa (± 3.650 psi)


(Lemigas, 2012). .....................................................76
Gambar 49 Grafik hasil uji adsorpsi lumpur dengan nomor
FT

sampel B-085. (A) Suhu 32oC kondisi basah.


(B) Suhu 32oC kondisi kering. (C) Suhu 65oC
kondisi basah. (D) Suhu 65oC kondisi kering. ........77
Gambar 50 Grafik ringkasan hasil pengujian adsorpsi lumpur
di Gunung Lumpur Kesongo (B-081) dan Lusi
(B-085). ...................................................................77

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Ringkasan data umur berdasarkan mikrofosil


(foraminifera) dari sampel fragmen batuan di
Gunung Lumpur Kesongo. ..........................................47

t i
Tabel 2 Ringkasan data umur berdasarkan mikrofosil

ak
(foraminifera) sampel lumpur yang berasal dari
gunung lumpur. ............................................................48
Tabel 3 Ringkasan data lingkungan pengendapan

ris
berdasarkan mikrofosil (foraminifera) dari
sampel lumpur gunung lumpur. ...................................49
Tabel 4 Ringkasan hasil analisis SEM. ..........................................53

sT
Tabel 5 Ringkasan hasil analisis XRD. ..........................................55
Tabel 6 Hasil test sifat fisik lumpur. ..............................................59
Tabel 7 Hasil tes kandungan air .....................................................60
ita
Tabel 8. Ringkasan hasil uji kimia air dari 14 sampel....................63
Tabel 9 Ringkasan petrografi di Gunung Lumpur Kesongo ..........65
Tabel 10 Hasil analisis komposisi gas dalam sampel. ....................69
rs

Tabel 11 Klasifikasi gas hidrokarbon teranalisis berdasarkan


komposisi dan rasio isotop karbon (δ13C dari
ve

CH4 dan C2H4). ..........................................................70


Tabel 12 Klasifikasi isotop karbon gas CO2...................................72
Tabel 13 Hasil uji sifat fisik lumpur. ..............................................74
ni

Tabel 14 Ringkasan hasil uji adsorpsi isotermal pada


temperatur 32°C. ..........................................................78
U

Tabel 15 Ringkasan hasil uji adsorpsi isotermal pada


temperatur 65°C. ..........................................................78
Tabel 16 Ringkasan karakter gunung lumpur di daerah
KE

penelitian......................................................................80
Tabel 17 Perubahan morfologi kerucut atau grifon menjadi
pai. ...............................................................................88
FT

Tabel 18 Empat model gunung lumpur di Jawa Timur


berdasarkan data permukaan........................................91

xi
FT
KE
U
ni
ve

xii
rs
ita
sT
ris
ak
t i
RINGKASAN

Monograf ini merupakan rangkuman beberapa penelitian penulis dan


tim dari 2012, 2015, 2019, dan 2020) mengenai studi gunung lumpur

i
yang terletak berada di Zona Rembang dan Zona Kendeng, Jawa

t
Timur dengan fokus analisis data permukaan dan mengintegrasikan

ak
dengan analisis laboratorium berupa determinasi foraminifera, SEM,
XRD, besar butir, sifat fisik lumpur, kandungan air, kimia air,

ris
petrografi, gas hingga adsropsi. Sehingga pada akhirnya hasil dari
integrasi analisis data tersebut, dapat dikelompokan karakteristik
gunung lumpur berdasarkan data permukaan. Gunung lumpur yang

sT
diteliti diantaranya adalah Gunung Lumpur Kesongo, Gunung
Lumpur Kuwu, Gunung Lumpur Cangkringan, Gunung Lumpur
ita
Crewek, Gunung Lumpur Banjarlor, Gunung Lumpur Medang, dan
Gunung Lumpur Anak Kesongo yang sebarannya secara fisiografis
pada Zona Rembang. Gunung Lumpur Gununganyar, Gunung
rs

Lumpur Kalanganyar, Gunung Lumpur Wringinanom, dan Gunung


Lumpur Lusi berada pada Zona Kendeng.
ve

Berdasarkan analisis gas dan data kimia air, dapat disimpulkan


bahwa gunung lumpur dari zona Rembang dan Kendeng mempunyai
ni

karakter kimia air dan gas yang berbeda dengan tingkat diagenesa
sumber material yang berlainan. Untuk kandungan gas metana
U

hampir hadir di semua sampel yang dianalisis dengan kisaran harga


yang sangat lebar. Gas metana dominan pada rembesan gas atau
KE

gunung lumpur yang aktif. Semua sampel merupakan metana bertipe


termogenik, terkecuali Kalanganyar, gas berasosiasi dengan produk
FT

biogenik.

Sumber lumpur di Kradenan-Kesongo berumur paling tua adalah


Oligosen Akhir di Kesongo dan Anak Kesongo sampai Miosen
Akhir yang bercampur dengan batuan yang berumur lebih muda.
Sumber berasal dari Formasi Tawun, ada kemungkinan berasal dari

xiii
Formasi Ngimbang, dengan adanya data umur Oligosen Akhir dari
fragmen batuan Gunung Lumpur Kesongo. Daerah Sidoarjo sumber
materialnya berasal dari Formasi Kalibeng Bagian Atas ada
kemungkinan berasal juga dari formasi berumur Miosen, karena
umur lumpur dari analisis fosil diperoleh Miosen-Pliosen.

i
Beberapa karakter di gunung lumpur Jawa Timur memperlihatkan

t
ak
morfologi yang bervariasi yang diantaranya kerucut, grifon, kolam,
salsa, dan pie. Berdasarkan integrasi dari analisis data permukaan
gunung lumpur dan analisis laboratorium, maka gunung lumpur di

ris
Jawa Timur dapat dikelompokkan dalam empat model gunung
lumpur, yaitu: Model Kuwu, Model Crewek dan Model Medang,

sT
serta Model Lusi. ita
rs
ve
ni
U
KE
FT

xiv
BAB 1
PENDAHULUAN

Apa sebenarnya gunung lumpur itu? Dan bagaimana proses

i
pembentukannya? Dalam monograf ini, penulis akan menjelaskan

t
apa sebenarnya gunung lumpur itu dan bagaimana mekanisme

ak
pembentukannya berdasarkan hasil penelitian dan kajian mengenai
gunung lumpur yang berada di Jawa Bagian Timur. Gunung lumpur

ris
(mud volcano) adalah suatu terminologi dalam sains geologi yang
bersifat genetik, yaitu fenomena material yang memiliki tekanan

sT
tinggi yang diakibatkan adanya intrusi dari lumpur atau campuran
antara lumpur dengan fragmen batuan (Fertl dkk., 1994). Gunung
lumpur adalah morfologi yang di bentuk dari lumpur yang berasal
ita
dari bawah permukaan. Bentukan topografi gunung lumpur berupa
material letusan berupa pai lumpur, morfologi kubah, dengan
topografi yang kerucut ataupun rendah tergantung dari geometri
rs

saluran dan properti fisk dari material letusannya (Kopf, 2002).


Terjadinya gunung lumpur dicirikan dengan beberapa material
ve

letusan yang keluar berupa batuan, cairan, atau gas yang berasal dari
suatu formasi batuan di bawah permukaan dengan kondisi tekanan
ni

luap (overpressure) dan membentuk morfologi gunung lumpur yang


khas (Burhannudinnur, 2013). Kajian karakteristik gunung lumpur
U

pada monograf ini akan meliputi karakteristik morfologi gunung


lumpur di permukaan dan jenis material hingga proses material
KE

lumpur keluar ke permukaan.

Lumpur panas di Sidoarjo (Lusi) keluar pertama kali pada tanggal 29


FT

Mei 2006, dua hari setelah Gempa Yogyakarta 27 Mei 2006. Gunung
lumpur merupakan istilah yang dahulu tidak begitu dikenal
kemudian menjadi sangat popular pada saat itu. Erupsi berupa
lumpur panas tersebut berjarak 200 m ke arah baratdaya dari lokasi
pengeboran sumur BJP-1. Dua kelompok peneliti saling

1
bertentangan mengenai pemicu lahirnya Lusi. Kelompok pertama
berpendapat karena kesalahan pengeboran sehingga mengakibatkan
blowout di bawah tanah diinisiasi oleh Davies dkk. (2007) dan
Tingay dkk. (2008). Namun, kelompok kedua menyatakan lahirnya
Gunung Lumpur Lusi karena pengaruh gempa Yogyakarta yang
didukung oleh Mazzini dkk. (2007); Istadi dkk. (2009) dan Sawolo

t i
dkk. (2009).

ak
Karakterisasi gunung lumpur di Zona Rembang dan Zona Kendeng
sudah cukup konklusif dari publikasi yang dilakukan oleh

ris
Buhannudinnur (2012, 2019, dan 2020) namun belum terintegrasi
dengan baik dengan perkembangan data yang ada. Sehingga

sT
memberikan peluang bagi penulis untuk menulis monograf
mengenai karakteristik gunung lumpur di Jawa Timur. Penelitian
karekatersistik permukaan gunung lumpur pada monograf ini sangat
ita
menarik untuk dikaji karena kekhasan morfologinya, dan kemudian
diharapkan mendapatkan kesimpulan yang cukup komperhensif
mengenai karakteristik permukaan gunung lumpur di Jawa Timur
rs

mengenai morfologi, sumber material lumpur, evolusi pembentukan


ve

gunung lumpur hingga klasifikasi gunung lumpur.

Monograf ini merupakan rangkuman beberapa penelitian penulis


ni

mengenai studi gunung lumpur yang terletak berada di Zona


Rembang dan Zona Kendeng, Jawa Timur dengan fokus analisis data
U

permukaan dan mengintegrasikan dengan analisis laboratorium


berupa determinasi foraminifera, SEM, XRD, besar butir, sifat fisik
KE

lumpur, kandungan air, kimia air, petrografi, gas hingga adsropsi.


Sehingga pada akhirnya hasil dari integrasi analaisis data tersebut,
dapat dikelompokan karakteristik gunung lumpur berdasarkan data
FT

permukaan. Gunung lumpur yang di teliti diantaranya adalah


Gunung Lumpur Kesongo, Gunung Lumpur Kuwu, Gunung Lumpur
Cangkringan, Gunung Lumpur Crewek, Gunung Lumpur Banjarlor,
Gunung Lumpur Medang, dan Gunung Lumpur Anak Kesongo yang
sebarannya berada pada titik merah dalam kotak merah yang secara

2
fisiografi berada pada Zona Rembang, dan Gunung Lumpur
Gununganyar, Gunung Lumpur Kalanganyar, Gunung Lumpur
Wringinanom, dan Gunung Lumpur Lusi yang secara fisiografi
berada pada Zona Kendeng pada Gambar 1. Secara fisiografis
gunung lumpur daerah Kuwu-Kesongo berbeda dengan Lusi-
Kalanganyar. Hal ini menjadi pengetahuan awal dalam memahami

t i
perbedaan karakter gunung lumpur di bagian barat (area Kuwu) dan

ak
bagian timur (area Sidoarjo). Secara umum Zona Kendeng
mempunyai batuan sedimen yang lebih tebal, batuan dasarnya belum

ris
bisa ditentukan dari seismic, sedangkan Zone Kendeng batuan
sedimennya lebih tipis, batuan dasarnya bisa dikenali di dapat
seismik (Burhanudinur, 2013)

sT
ita
rs
ve
ni
U
KE

Gambar 1 Posisi gunung lumpur (titik merah) pada peta fisiografi


Jawa Timur (sumber peta van Bemmelen (1949) dalam
Prasetyadi, 2007). Daerah penelitian hanya di fokuskan
FT

pada dua kotak warna merah.

3
BAB 2
GUNUNG LUMPUR DAN PROSES
PEMBENTUKANNYA

i
Material sedimen yang keluar ke permukaan dengan butir halus dan

t
ak
kaya akan cairan dan menembus lapisan batuan diatasnya melalui
zona lemah merupakan salah satu ciri dari gunung lumpur. Menurut
Milkov (2000), Kopf (2002) dan Dimitrov (2002) gunung lumpur

ris
yang terdapat di seluruh dunia umumnya merupakan bentukan alami
dari sedimen, cairan berasal dari larutan air, gas yang terlarut, garam,

sT
gas, dan minyak yang kemudian mengalir atau Meletus ke
permukaan. Maka Milkov (2000) dan Dimitrov (2002)
mendifinisikan gunung lumpur merupakan suatu diapir serpih
ita
namun tidak berlaku sebaliknya. Morfologi gunung lumpur
merupakan suatu bentang alam yang dibentuk oleh produk gunung
lumpur seperti kawah yang terbentuk dari gunung lumpur, bentukan
rs

kerucut gunung lumpur, atau morfologi khas gunung lumpur lainnya.


Gejala terbentuknya gunung lumpur erat kaitannya dengan hadirnya
ve

cairan dan gas yang merupakan penanda bahwa material tersebut


berasal dari tempat yang dalam yang diperkirakan lebih dari 5.000 m
ni

(van Rensbergen dkk., 2003). Lalu, menurut Mazzini dkk. (2008)


letusan gunung lumpur umumnya dikontrol oleh pelepasan gas
U

metana termogenik yang berasal dari kedalaman lebih dari 10 km.


KE

Gunung lumpur merupakan struktur berlubang yang


memperlihatkan pelepasan sedimen bertekanan tinggi yang
menembus ke atas permukaan bumi dari bawah permukaan yang
FT

disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan dan daya apung. Struktur


ini terjadi pada kondisi “elisional basin” (Satyana dan Asnidar,
2008). Gunung lumpur mengeluarkan material berupa sedimen
dalam bentuk cair dan fragmen batuan berukuran lempung, cairan
serta gas (Istadi, dkk., 2009 dan Mazzini, 2009).

4
Penyebab penting terbentuknya gunung lumpur menurut Milkov
(2000) dibagi kedalam empat kondisi, yaitu:
1. Keadaan geologi
a. Sedimen penutup yang tebal (8 – 22 km), utamanya tersusun
oleh terrigenous sediments

i
b. Adanya lapisan serpih yang plastis di bawah permukaan

t
c. Pembalikan berat jenis batuan

ak
d. Adanya akumulasi gas dibawah permukaan yang dalam
e. Tingginya tekanan formasi yang tidak normal

ris
2. Kondisi tektonik
a. Penurunan yang cepat dari sedimen penutup karena tingkat

sT
akumulasi sedimen yang tinggi
b. Adanya diapir ( lumpur tertekan) atau lipatan antiklin
c. Adanya sesar
ita
d. Adanya kompresi tektonik secara lateral
e. Adanya aktivitas seismik
f. Adanya proses isostasi
rs

3. Kondisi geokimia
ve

a. Pembentukan hidrokarbon di bawah permukaan yang dalam


b. Proses dehidrasi dari mineral lempung
ni

4. Kondisi hidrogeologi, contohnya mengalirnya fluida di sepanjang


zona rekahan
U

Kondisi yang dijelaskan oleh Milkov (2000) sama seperti “elisional


basin” menurut Kholodov (1983) dalam Satyana & Asnidar (2008).
KE

Sistem elisional basin memiliki ciri-ciri sebagai berikut:


a. Cekungan yang memiliki fase tektonik submergence yang
FT

stabil dan cepat


b. Seri dari pengendapan sedimen yang sangat tebal
c. Endapan muda menutupi seluruh seri sedimentasi yang
mendasarinya

5
d. Fluida bertekanan tinggi dan sedimennya yang belum
terkompaksi
e. Endapan berupa material lempungan dan klastika menjadi
sumber gas dan air, menyimpan air dalam pori dan
menghasilkan fluida hasil diagenesa di kedalaman
f. Penambahan tekanan yang diikuti proses migrasi fluida dari

t i
bagian tengah cekungan ke tepiannya

ak
g. Sumber utama air berasal dari paket endapan lempung
dengan interval pasiran yang berfungsi sebagai tempat

ris
menyimpan yang pasif.
Kandungan air dalam sedimen muda yang belum terkompaksi

sT
dengan sempurna selama proses burial dan kompaksi, akan keluar.
Dalam sistem pengendapan yang tebal dan cepat pada sedimen yang
berbutir halus akan mengurangi tingkat porositas dan permeabilitas,
ita
menghambat keluarnya aliran air dari dalam sedimen tersebut yang
umumnya berupa serpih atau lumpur. Implikasi dari proses burial
yang terjadi secara terus menerus, maka tekanan fluida akan
rs

meningkat, sebagai akibat dari meningkatnya berat lapisan penutup


yang harus ditahan. Akibat dari tektonik kompresi kemudian
ve

mengakibatkan tekanan yang tidak normal. Pembentukan


hidrokarbon dianggap sebagai salah satu faktor utama dalam
ni

pembentukan gunung lumpur. Perubahan kerogen yang terkandung


dalam bahan organik yang berubah fase menjadi cair ataupun fase
U

gas akan menimbulkan peningkatan volume fluida yang akan


menyebabkan peningkatan tekanan formasi.
KE

Proses tersebut pada umumnya akan menimbulkan struktur-struktur


diapir serpih atau diapir lumpur. Diapir lumpur ini akan mengalir
FT

keatas sepanjang rekahan atau zona lemah karena perbedaan densitas


dari batuan diatasnya yang lebih padat dengan cairan lumpur. Proses
ini disebut dengan diapirisme (Satyana dan Asnidar, 2008). Ketika
diapir lumpur ini keluar mencapai permukaan dan membentuk aliran
lumpur maka akan disebut dengan gunung lumpur (Dmitrov, 2002).

6
BAB 3
STRUKTUR DAN MORFOLOGI GUNUNG
LUMPUR

t i
Gunung lumpur apabila dilihat dari sudut pandang geomorfologi

ak
terlihat hampir sama dengan gunung berapi pada umumnya. Namun
letusan gunung lumpur tidak seperti gunungapi pada umumnya.
Gunung lumpur terlihat lebih tenang, tumbuh dan memperluas

ris
wilayahnya dengan aliran material semi cair yang keluar sedikit
demi sedikit secara terus menerus yang disebut dengan breksi

sT
gunung lumpur. Breksi gunung lumpur ini tersusun atas matriks
lumpur, yang mendukung sejumlah variabel gangguan yang kacau,
berbentuk menyudut hingga membulat dan berdiameter mulai dari
ita
beberapa millimeter hingga sepuluh meter atau lebih. Fragmen
pecahan batuan tersebut mungkin terdiri dari berbagai macam
rs

litologi yang berasal dari batuan yang telah dilewati lumpur dalam
proses mengalirnya ke permukaan.
ve

Berdasarkan Dimitrov (2002), breksi gunung lumpur dikeluarkan


dari saluran pusat (central vent) atau saluran pemasok (Gambar 2).
ni

Beberapa bagian yang menyertai saluran pusat didekat permukaan


yakni saluran lebih kecil di pada pipa lateral yang mungkin terpisah
U

dari saluran pusat (flank vents). Saluran pusat yang tersingkap


(biasanya terletak di puncak gunung lumpur) disebut kawah utama
KE

atau kawah pusat dengan bentuk yang bervariasi; dari cekungan


datar atau datar, dan dataran tinggi menonjol yang dilingkari oleh
tepian tumpukan hingga tepian depresi yang terbenam dalam seperti
FT

jenis kawah kaldera. Kaldera ini terbentuk ketika gunung runtuh


karena massa besar breksi gunung lumpur yang telah mengering
melalui saluran-saluran yang lebih rendah, atau karena hilangnya
sejumlah besar material dalam letusan eksplosif. Kawah yang
terhubung dengan lubang lateral disebut dengan satelit, kawah

7
parasit atau sekunder. Kadang-kadang kawah ini runtuh dan diisi
oleh kumpulan air yang membentuk danau kecil, seperti kolam
lumpur dan gas yang bergelembung disebut dengan salses. Sejumlah
lubang sekunder kecil yang disebut dengan grifon dapat terbentuk
disekitar kawah dan di banyak tempat pada tubuh gunung lumpur.
Geometri grifon biasanya mengeluarkan material berupa lumpur, gas

t i
dan air, yang dicirikan dengan tidak terdapatnya fragmen batuan

ak
padat.

ris
sT
ita
rs
ve
ni
U
KE
FT

Gambar 2 Elemen dasar dan struktur dari sistem gunung lumpur


(Dimitrov, 2002).

8
Berikut merupakan macam-macam morfologi gunung lumpur yang
diusulkan oleh Dmitrov (2002).

1. Kelas I – Tipe Lokbatan


Karakteristik gunung lumpur yang termasuk dalam tipe ini memiliki
letusan yang eksplosif lalu erat kaitannya dengan jenis kandungan

t i
gas yang dikeluarkan. Periode aktivitas yang pendek dibatasi dengan

ak
periode pasifnya yang panjang. Keluarnya mud breccia biasanya
ditandai oleh viskositas fluidanya yang rendah. Hal ini menentukan

ris
tingkat kecuraman bentuk kerucut yang terbentuk dari gunung
lumpur tipe ini. Beberapa contoh gunung lumpur tipe ini adalah
gunung lumpur Lokbatan di Apsheron Peninsula dan Dzuhau-Tepe,

sT
gunung lumpur terbesar dari Kerch Peninsula.

2. Kelas II – Tipe Chikishlyar


ita
Sangat berbeda dengan kelas pertama, karakteristik tipe ini memiliki
lebih tenang, aktifitasnya sedikit namun berkelanjutan. Gas
rs

dikeluarkan keluar secara terus menerus dalam jumlah yang hampir


merata. Banyak rekahan mengeluarkan sedikit volume lumpur yang
ve

mengandung air dan gas yang merupakan karakter sangat umum


pada kelas ini. Pada tipe gunung lumpur ini umumnya dipengaruhi
ni

oleh kehadiran lapisan jenuh air pada bagian atas dari strata sedimen.
Bentuknya sangat landai, namun terlihat menonjol atau berbentuk
U

kubah datar yang menyatu dengan bidang disekitarnya, atau depresi


berbentuk lempengan yang sering diisi dengan air
KE

3. Kelas III – Tipe Schugin


Gunung lumpur pada kelas ini memperlihatkan tipe peralihan dari
FT

aktivitasnya. Periode erupsi pada tipe ini beralih dengan aktivitas


erupsi yang lemah. Jenis gunung lumpur ini memiliki distribusi yang
umum terdapat di beberapa negara yang memiliki morfologi gunung
lumpur. Hal tersebut dicirikan dengan terdapatnya berbagai macam

9
morfologi, tetapi umumnya morfologi tersebut membangun kawah
komposit.

Selain itu Akhmanov dan Mazzini (2007), dalam Satyana dan


Asnidar (2008) juga mengusulkan macam-macam bentuk morfologi
gunung lumpur seperti berikut (Gambar 3):

t i
1. “Classic” conic volcanic edifice dengan kawah utama dengan

ak
aliran lumpur yang menunjukan periode erupsi.
2. Sticky mud neck protrusion

ris
3. Swamp-like area
4. “Collapsed synclinal” depression
5. Crater muddy lake

sT
Namun pada kenyataanya, seringkali morfologi gunung lumpur
memperlihatkan kombinasi dari tipe-tipe diatas.
ita
rs
ve
ni
U
KE

Gambar 3 Macam-macam tipe morfologi gunung lumpur yang


FT

diusulkan oleh Akhmanov dan Mazzini (2007), dalam


Satyana dan Asnidar (2008).

10
BAB 4
GUNUNG LUMPUR DI JAWA TIMUR

Seluruhan hasil analisis mengenai gunung lumpur di permukaan

i
daerah Jawa Timur merupakan hasil integrasi yang komperhensif

t
dari penelitian yang sudah dilakukan dalam sepuluh tahun terakhir

ak
yaitu dari Burhannudinnur, dkk. (2012), Burhannudinnur (2012),
Burhannudinnur dan Prasetyo (2012), Burhannudinnur (2019),

ris
Burhannudinnur (2019), dan Burhannudinnur (2020). Pada langkah
awal, interpretasi dan analisis data citra Quickbird dilakukan sebagai

sT
langkah awal dalam survei lapangan gunung lumpur di Jawa Timur
dan melihat hasil evolusi dari gunung lumpur tersebut. Dua hal yang
dihasilkan dari interpretasi citra yaitu peta awal untuk gunung
ita
lumpur yang berskala besar dan koordinat awal gunung lumpur
untuk persiapan survei. Data citra ada dua jenis yaitu data komersial
dan data umum. Data komersial diperoleh melalui pembelian resmi,
rs

sedangkan data citra umum diperoleh dari Google Earth. Keduanya


mempunyai resolusi yang hampir setara dan dipakai untuk saling
ve

melengkapi. Citra Quikbird mempunyai resolusinya sangat baik,


dengan ketelitian mencapai 1 m.
ni

Posisi gunung lumpur di daerah penelitian terhadap fisiografi Jawa


U

Timur menunjukkan berada di Zona Rembang untuk daerah


Kradenan dan di Zona Kendeng untuk gunung lumpur di daerah
Sidoarjo. Pengelompokan zona fisiografi ini merujuk pada van
KE

Bemellen (1949) yang membagi Jawa Timur menjadi empat zona


tektonostratigrafi, dari selatan ke utara: (1) Zona Pegunungan
FT

Selatan (Southern Mountain Zone), (2) Busur Volkanik masa kini


(Present-day Volcanic Arc), (3) Zona Kendeng (Kendeng Zone), dan
(4) Zona Rembang (Rembang Zone).

Monograf ini merujuk stratigrafi regional Jawa Timur dari hasil


rangkuman peneliti terdahulu yang dibuat oleh Prasetyadi (2007) dan

11
membaginya berdasarkan stratigrafi Zona Kendeng dan Zona
Rembang. Secara umum, pada Gambar 4 digambarkan secara lebih
menyeluruh stratigrafi wilayah Jawa Timur yang meliputi tiga dari
empat zona fisiografi, yaitu Zona Pegunungan Selatan, Zona
Kendeng, dan Zona Rembang.

t i
Gunung lumpur di Jawa Timur termasuk dalam Cekungan Jawa

ak
Timur. Cekungan ini merupakan cekungan ekstensional, dengan
geometri cekungan graben-half graben (separuh graben) berarah

ris
barat-timur yang diisi oleh endapan paling tua dari Formasi Pra-
Ngimbang berumur Paleosen-Eosen Awal yang terbukti hadir di
Laut Jawa Timur (Phillips dkk., 1991; Matthews dan Bransden,

sT
1995; Sribudiyani dkk., 2003).

Sedimen pengisi cekungan arah Meratus timurlaut-baratdaya terisi


ita
oleh sedimen Formasi Ngimbang berumur Eosen. Graben arah barat-
timur terisi oleh endapan Formasi Pra-Ngimbang yang berumur lebih
rs

tua. Berdasarkan umur sedimen pengisinya maka sesar arah Meratus


timurlaut-baratdaya berumur lebih muda dibandingkan dengan sesar
ve

arah Sakala, timur-barat (Sapiie dkk., 2006; Prasetyadi, 2007).


Cekungan Oligo-Miosen terisi endapan karbonat laut dangkal dan
ni

endapan laut, sebagian diantaranya menjadi tekanan luap (Matthews


dan Bransden, 1995).
U

Selain arah Sakala, struktur arah barat-timur lainnya adalah struktur


yang oleh Pulunggono dan Martodjojo (1994) disebut sebagai arah
KE

Jawa. Struktur ini pada umumnya merupakan jalur lipatan dan sesar
naik akibat kompresi yang berasal dari subduksi Neogen Lempeng
FT

Indo-Australia. Jalur lipatan dan sesar naik ini terutama berkembang


di Zona Kendeng yang membentuk batas sesar berupa zona sesar
sungkup (overthrust) antara Zona Rembang dan Zona Kendeng.

12
t
ak
ris
sT
ta
r si
ve
ni
Gambar 4 Rangkuman stratigrafi regional Jawa bagian timur dari peneliti terdahulu: (A) Sribudiyani dkk., 2003;
Sapiie dkk., 2006 dan (B) Smyth dkk., 2005 (modifikasi oleh Prasetyadi, 2007).
U

13
KE
Bidang sesar sungkup yang nampak memotong sampai ke lapisan
yang masih berkedudukan horizontal menunjukkan pensesarannya
terjadi paling akhir dibandingkan dengan pembentukan struktur yang
lain (Prasetyadi, 2007). Sebagai hasil dari inversi lapisan-lapisan
batuan terlipat lemah dengan sesar memotong puncak-puncak

t i
antiklin hasil inversi (Matthews dan Bransden, 1995).

ak
Obyek pembahasan dalam buku ini meliputi 11 (sebelas) gunung

ris
lumpur dan tiga gunung lumpur berada di luar daerah penelitian
sebagai pembanding dan pelengkap objek penelitian. Lokasi pada
umumnya terdapat di dua daerah yaitu di sekitar Kradenan, Jawa

sT
Tengah dan sekitar Sidoarjo, Jawa Timur. Gunung lumpur di luar
area penelitian dipergunakan untuk melengkapi data dan
membandingkan hasil analisis terutama analisis laboratorium.
ita
Lokasi semua gunung lumpur ditentukan dengan GPS dan
dimasukkan ke dalam data base bersama dengan data bawah
rs

permukaan. Lokasi survei lapangan gunung lumpur di area


penelitian adalah: (1) Kesongo; (2) Kuwu; (3) Cangkringan; (4)
ve

Crewek; (5) Banjarlor; (6) Medang; (7) Anak Kesongo; (8)


Gununganyar; (9) Kalanganyar; (10) Pengangson atau
ni

Wringinanom; (11) Lusi. Lokasi survei di luar area penelitian adalah:


(12) G. Geger P. Madura atau dikenal sebagai daerah Soccah; (13)
U

G. Konang P. Madura; (14) Pangeblengan Sangiran; (15) Belakang


Museum Sangiran; (16) Dandeer (Kahyangan Api); (17) Bekucuk.
(Gambar 5). Untuk daerah Kradenan posisi gunung lumpur sebagian
KE

besar berada di Endapan Kuarter, Gunung Lumpur Kesongo terletak


di puncak antiklin seperti ditunjukkan pada Peta Geologi Gambar 6
FT

14
t i
ak
ris
sT
ita
rs
ve
ni
U
KE

Gambar 5 (A) Lokasi gunung lumpur (titik merah) pada peta elevasi
daerah Jawa Timur. (B) Perbesaran di daerah Kradenan-
Kesongo. Morfologi kubah terlihat di GL. Kesongo
FT

(Burhannudinnur, 2019)

15
t i
ak
ris
sT
Gambar 6 Posisi gunung lumpur di Peta Geologi daerah Kradenan

4.1 Gunung Lumpur Kesonngo


ita
Gunung Lumpur (GL.) Kesongo secara tradisional dikenal sebagai
Bleduk Kesongo terletak di Lapangan Minyak Gabus milik PT
rs

Pertamina EP. GL. Kesongo terletak pada daerah kawasan hutan


lindung dengan morfologi perbukitan landai. Lokasi terletak di
ve

koordinat 111°15'14,96" BT, 7°9'19,92" LS dengan memiliki


morfologi pai puncak kubah dengan luas area kurang dari 1x1 km2.
ni

Morfologi Gunung Lumpur Kesongo merupakan suatu kubah landai


dengan puncak datar-cekung membentuk kawah landai. Mengacu
U

pada relief sekelilingnya, beda tinggi disekitar Gunung Lumpur


Kesongo memiliki nilai berkisar 20-30 m. Diameter dari morfologi
KE

kubah Gunung Lumpur Kesongo berkisar 2,5-3,0 km serta terdapat


kawah landai pada puncak kubah dengan bekas pai dari gunung
lumpur. Beda tinggi pinggiran kawah mencapai 5 m (Gambar 7).
FT

Terdapat geometri rekahan dengan berupa kekar dan sesar naik,


dengan arah baratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya. Perubahan
warna lumpur melingkar dari luar kedalam berwarna coklat muda,
merah kecoklatan, abu-abu terang, sampai abu-abu gelap pada
bagian paling dalam dan diikuti dengan jejak pai. Bentuk seperti pola

16
melingkar dengan gradasi beberapa warna diperkirakan memiliki
korelasi dengan periode letusan dan sejarah pengendapan lumpur.

t i
ak
ris
sT
ita
rs

C
ve
ni
U
KE
FT

Gambar 7 (A) Peta geologi GL. Kesongo berdasarkan data citra dan
survei lapangan tahun 2009. (B) Penampang geologi
dengan kedalaman diperkirakan dari perbedaan tinggi
kubah di lapangan (Burhannudinnur, 2013). (C) Data
citra satelit 2021 (google)

17
Pada Gunung Lumpur Kesongo, morfologi grifon, salsa, pai kecil,
dan kolam dapat teramati yang merupakan ciri khas dari morfologi
gunung lumpur. Grifon dijumpai berdiri sendiri atau membentuk
punggungan yang berorientasi sejajar dengan sesar atau rekahan,
berukuran tinggi mencapai 1,2 m. Suara berisik keluar dari grifon
ketika mengeluarkan atau melontarkan lumpur. Salsa tersebar di

t i
beberapa tempat dengan rembesan gas kecil namun sangat banyak.

ak
Frekuensi gelembung yang bisa diamati 2-3 kali per detik dengan
ukuran gelembung di permukaan air umumnya berdiameter kurang

ris
dari 5 cm. Pai kecil berada di grifon yang sudah tidak aktif. Kolam
dijumpai di sisi timur gunung lumpur dengan ukuran mencapai
30x50 m2. Morfologi khas gunung lumpur tersebut sebagian besar

sT
berada di dalam lumpur warna abu-abu terang sampai warna abu-abu
gelap. Khusus grifon dan salsa kadang dijumpai di bagian terluar
sampai setempat-setempat namun mempunyai kelurusan dengan
ita
punggungan grifon di tengah (Gambar 8).

Fragmen batuan dijumpai dengan litologi sangat bervariasi, pada


rs

umumnya berbentuk menyudut sampai membulat sedang, berukuran


ve

kerikil sampai bongkah besar mencapai 40 cm dan berserakan di


kawah. Litologi yang dijumpai batupasir gampingan berfosil,
batugamping berfosil, kuarsa, batulempung-batupasir halus masif,
ni

silika, dan oksida besi. Material lumpur relatif cair, air mudah tertiris
terpisah dari lumpur. Suhu air sebesar 32-35oC dengan pH 7.
U

Gunung Lumpur Kesongo merupakan gunung lumpur yang besar


KE

dengan kubah berukuran berdiameter 2,5-3 km dengan beda tinggi


dari morfologi sekitar berkisar 20-30 m. Jika diasumsikan faktor
subsidence, laju lumpur, dan pengaruh erosi sangat kecil, maka
FT

volume lumpur yang keluar dapat dihitung secara sederhana.


Volume lumpur Gunung Lumpur Kesongo dihitung sebagai silinder
dengan diameter 2,75 km dan tinggi 25 m, volume mencapai 148,4
juta m3.

18
t i
ak
ris
sT
ita
rs
ve
ni
U
KE

Gambar 8 Morfologi dan geometri di GL. Kesongo. (A) Foto dari arah
baratdaya memperlihatkan morfologi bekas pusat semburan
cekung landai. (B) Variasi fragmen batuan mencapai 40 cm.
FT

(C) Deretan grifon dengan tinggi 1-1,3 m.. (D) Morfologi


gryphone dengan lubang fryphone diameter 8-12 cm. (E)
evolusi grifon dengan puncak membentuk pai kecil diameter
20 cm, (F) Gejala sesar naik memanjang berarah barat-timur.

19
4.2 Gunung Lumpur Kuwu
Gunung Lumpur Kuwu atau penduduk setempat menyebutnya
sebagai Bleduk Kuwu terletak di Desa Kuwu Kradenan, di pinggir
Jalan Purwodadi Cepu. Koordinat Gunung Lumpur Kuwu
111°7'0,03" BT, 7°7'15,96" LS. Luas areanya berkisar 0,9x0,7 km2.

t i
Gunung Lumpur Kuwu memiliki morfologi kubah yang sangat

ak
landai, tinggi kubah diukur dengan bantuan kompas sekitar 2-4 meter
dari sebelah tenggara dan 1-2 meter jika diukur dari sebelah utara.

ris
Geometri Gunung Lumpur Kuwu jika dilihat dari peta merupakan
lingkaran sampai sedikit elips dengan kelonjongan 0,85 dengan
sumbu barat-timur. Puncak kubah datar sedikit cekung di tengah

sT
menyerupai kawah sangat landai dengan tanggul kawah di tepi tidak
lebih dari 1 m. Pada bagian tengah kawah terdapat dua morfologi
khas gunung lumpur pai yang yaitu pai utama (timur) dan pai barat.
ita
Morfologi pai utama berdiameter 60 m di timur dan 20 m di barat.
Ledakan gelembung gas besar diperkirakan mencapai 4-5 m
rs

(Gambar 8). Frekuensi ledakan pai timur 0,25-2 ledakan per menit,
namun pai barat lebih lambat berkisar 0,1-0,5 ledakan per menit,
ve

meledak secara periodik. Rembesan gas dan pai kecil berkembang di


sebelah timurlaut pai timur sampai ke pinggir kawah. Di antara pai
ni

barat dan timur terdapat banyak pai kecil antara 0,5-2 m, lebih dari
30 buah. Periode ledakan pai kecil cukup bervariasi dan sangat
U

lamban 0,01-0,5 ledakan per menit. Ukuran gelembung ledakan


maksimum di pai kecil yang bisa diukur berkisar antara seperlima
sampai sepertiga diameter pai. Pada morfologi yang sedikit rendah
KE

disekitar pai utama, terdapat rekahan berarah baratlaut-tenggara


dijumpai di bagian tengah.
FT

Penambahan material cukup sulit untuk diamati secara langsung


karena tidak ada aliran lumpur atau air, hanya bisa diperkirakan
arahnya dari bentuk pai yang meleleh (Gambar 9). Citra satelit tahun
2010 dan 2021 (Gambar 10) menunjukan ukuran pai barat menyusut,
pada bagian pai tengah sama, namun pada pai timur mengecil.

20
t i
ak
ris
sT
ita
rs
ve
ni
U

Gambar 9. (A) Morfologi pai timur dengan ledakan yang besar. (B)
KE

Morfologi pai terdiri dari pusat ledakan, zona lumpur cair, tanggul
pai, lelehan lumpur. (C) Rekahan berarah baratlaut-tenggara latar
belakang salsa. (D) Pengambilan sampel yang lebih dalam (E)
FT

Penampang pai. (F, G) Sumur-uji-1 dan 2 untuk mendapatkan kolom


litologi, namun lumpur naik secara cepat segera menutup sumur
(Burhannudinnur, 2013, 2019)
Rembesan air dan gas berasosiasi dengan morfologi salsa-salsa kecil
atau keluar melalui rekahan. Frekuensi keluarnya gelembung gas

21
sangat bervariasi berkisar 20 s/d 80 per menit dengan ukuran
gelembung berukuran maksimal 5 cm. Viskositas lumpur sangat
tinggi dan air relatif lambat tertiris dari lumpur. Terdapat tambang
garam tradisional yang berada di sisi timur dan timurlaut dengan
mengalirkan rembesan air ke kolam buatan ketika air di salsa
melimpah. Suhu air sebesar 30-32oC dengan pH 6,5-7.

t i
ak
ris
sT
ita
rs
ve
ni
U
KE
FT

Gambar 10 Citra satelit tahun 2010 (A) dan 2021 (B). Ukuran pai
barat menyusut, pai tengah sama, pai timur mengecil.

22
4.3 Gunung Lumpur Cangkringan
Secara administratif Gunung Lumpur Cangkringan berada di Desa
Cangkringan yang secara lokal dikenal juga dengan Bleduk Lanang
atau Bleduk Manten kira-kira 1,5 km di sebelah baratdaya Gunung
Lumpur Kuwu, dengan masuk dari jalan desa di Desa Cangkringan.

i
Memiliki koordinat 111°6'34,86" BT, 7°7'10,49" LS. Evolusi

t
perubahan morfologi Gunung Lumpur Cangkringan dapat diluhat

ak
pada Gambar 11.

ris
Gunung Lumpur Cangkringan memiliki morfologi kubah landai
kecil berada di kubah yang lebih besar sehingga berkesan berundak,
dengan beda tinggi diantara undak berkisar 0,5-1,5 m, memiliki luas

sT
area 0,4x0,3 km2 (Gambar 12). Pada puncak kubah berdiameter 60
m, terdapat banyak pai, yang terbesar berdiameter 10 m. Aliran
campuran air, lumpur, dan gas sangat cepat meluber sampai ke
ita
sekeliling kubah teratas. Air terpisah dengan cepat dari lumpurnya
membentuk salsa dan kolam. Ledakan gas dari pai utama dengan
rs

frekuensi 1-2 ledakan per detik. Air cukup banyak mengalir di


pinggir kubah tertiris ke parit. Morfologi lain sering dijumpai dengan
ve

ukuran lebih kecil, kurang dari 0,5 m, adalah grifon dengan pai
dibagian puncaknya. Salsa dan corong ventilasi gas (gas venting)
ni

yang sangat banyak menyebar sampai di luar kubah.


U
KE
FT

Gambar 11 (A, B) Citra satelit GL Cangkringan tahun 2010 dan


2021.

23
t i
ak
ris
sT
ita
rs
ve
ni
U
KE

Gambar 12 (A) Morfologi kubah sangat landai GL Cangkringan,


banyak pai dengan cairan lumpur, air, dan gas. (B) grifon
FT

kecil dengan latar pai sampai diluar kubah. (C) Jajaran


Gryhone berasosasi dengan salsa dan pai, dengan lelehan
lumpur di lerang grifon kolam kecil. pada kubah kecil
diameter 2 m. (D) Salsa dengan mud crack. (E) Detail
mud crack, (F) Ilustrasi penampang GL. Cangkringan
(Burhannudinnur, 2019).

24
4.4 Gunung Lumpur Crewek
Gunung Lumpur Crewek terletak di Desa Crewek di pinggir jalan
alternatif Purwodadi-Sragen, setelah rel kereta api dengan
koordinat111°6'46,43" BT, 7°9'2,75" LS.

Morfologi kubah atau bukit kecil pada Gunung Lumpur Crewek

t i
terpisah memanjang ke arah utara-selatan, dengan banyak lubang

ak
galian manusia sehingga morfologi alami dan morfologi buatan tidak
bisa dikenali dengan baik (Gambar 13).

ris
sT
ita
rs
ve
ni
U
KE
FT

Gambar 13 (A, B) Citra satelit Gunung Lumpur Crewek tahun 2010


dan 2021.

25
Ukuran kubah yang terbentuk 30x50 m2, dengan tinggi 3 m dari
permukaan tanah, dengan morfologi salsa 2-4 m2, kolam 3-6 m2
dengan gelembung gas sangat banyak, mempunyai warna air
berbeda-beda, berbau, terdapat sejenis travertin berarah utara-
selatan, sampai timurlaut-baratdaya, serta sedikit lumpur (Gambar
14). Gelembung gas yang terbentuk berkisar dari 2 cm sampai 8 cm

t i
dengan frekuensi pengeluaran 80-180 gelembung per menit yang

ak
beberapa diantaranya seperti mengalir tidak bisa dihitung secara
manual karena gas keluar sangat cepat. Beberapa kolam merupakan

ris
kolam air panas yang mempunyai suhu paling panas diantara gunung
lumpur lain yaitu 48-54℃ dengan pH 6,0-6,4. Beberapa diantaranya
kolam relatif dingin bersuhu 33-38℃ dengan pH 6,5-7.

sT
ita
rs
ve
ni
U
KE
FT

Gambar 14 (A, B, C) Kolam air dengan warna air yang berbeda ya


di puncak kubah GL Crewek. (D, E, F) Travertin dan
kolam air panas.

26
4.5 Gunung Lumpur Banjarlor
Gunung Lumpur Banjarlor terletak di sebelah baratlaut pertigaan
jalan alternatif Purwodadi-Kradenan, di bagian tengah persawahan
penduduk. Koordinat GL. Banjarlor adalah 111°7'12,57" BT,
7°7'58,9" LS, dengan luas area mencapai 100x150 m2.

t i
GL. Banjarlor didominasi oleh morfologi salsa dan kolam berukuran

ak
kecil sampai besar berkisar 4-40 m2 , terdapat sangat banyak
rembesan gas, travertin disekitar kolam, keluaran lumpur sangat

ris
sedikit membentuk pai-pai kecil (Gambar 15, 16). Air ditiris dan
dimanfaatkan sebagai tambang rakyat untuk mendapatkan garam.
Beberapa kolam mempunyai air dengan suhu hangat 35-42℃

sT
dengan pH 6,0-6,2. Gelembung gas keluar dengan berbagai ukuran
frekuensi 2-5 per detik, beberapa diantaranya mengalir sehingga
tidak bisa dihitung freuensinya.
ita
rs
ve
ni
U
KE
FT

Gambar 15 (A) Salsa dan kolam air panas di Banjarlor dengan


produksi garam (gubuk warna hijau) (B) kolan dan salasa yang GL
Banjarlor. (C) Pengukuran suhu salah satu kolam di Banjarlor.

27
t i
ak
ris
sT
ita
rs
ve
ni

Gambar 16 (A, B) Citra Gunung Lumpur Banjarlor 2010 dan 2021,


garis merah menunjukan batas morfologi kubah mengecil.
U

4.6 Gunung Lumpur Medang


KE

Gunung Lumpur Medang terletak di tengah persawahan, masuk


melalui jalan desa yang sempit dengan koordinat 111°8'49,63" BT,
FT

7°5'54,48" LS.

Gunung Lumpur Medang terdiri dari beberapa bentuk morfologi


terpisah yaitu, kerucut, kolam, pai rembesan gas yang sangat banyak
baik di sawah maupun di kolam (Gambar 17). Luas area mencapai

28
100x300 m2. Di puncak kerucut merupakan pai lumpur dengan
terdapat gelembung gas yang sedang, diameter pada permukaan
lumpur mencapai 35 cm dan frekuensi letusan 0,3-1 letusan per
detik. Kerucut Gunung Lumpur Medang mencapai tinggi 10 m dari
permukaan tanah sawah, dengan kemiringan kerucut 30-45 derajat
tersusun oleh breksi lumpur (Gambar 18). Breksi lumpur terdiri dari

t i
matriks lumpur dan fragmen dari butiran lumpur, batupasir,

ak
batugamping, serpihan silika, dan batulempung (Gambar 19).
Memiliki dua tipe kolam, pertama kolam besar dengan rembesan dan

ris
gelembung gas kecil-kecil banyak dan kedua kolam dengan aliran
gas tunggal-deras. Kedua keluaran gas tersebut tidak bisa diukur
secara manual karena frekuensinya terlalu cepat. Suhu air relatif

sT
dingin 30-32oC dengan air di lapangan mempunyai pH 6,5-7.
ita
rs
ve
ni
U
KE
FT

Gambar 17 (A, B) Citra Gunung Lumpur Medang 2010 dan 2021

29
t i
ak
ris
sT
ita
rs
ve
ni
U
KE
FT

Gambar 18 (A) Morfologi kerucut Gunung Lumpur Medang. (B)


Kolam air di Gunung Lumpur Medang (C) Puncak Gunung
Lumpur Kerucut Medang berbentuk pai (D) Kolam dengan
gas yang sangat besar. (E, F) Kerucut dengan puncak pai yang
ebih kecil dari Gunung Lumpur Medang, staletit Medang.

30
t i
ak
ris
sT
ita
rs
ve
ni
U
KE
FT

Gambar 19. (A) Aliran lumpur dari puncak Gunung Lumpur


Medang. (B, C) Struktur aliran dalam tubuh aliran
lumpur. (D) Jenis fragmen batuan berbentuk butir yang
menyudut di dalam breksi lumpur.

31
4.7 Gunung Lumpur Anak Kesongo
Gunung Lumpur Anak Kesongo merupakan penamaan dari
penduduk sekitarnya yang berjarak 3 km ke arah baratdaya dari
Gunung Lumpur Kesongo. Terletak di Struktur Gabus PT Pertamina
EP. Koordinatnya adalah 111°14'33,6" BT, 7°9'17,70" LS.

i
Pengambilan sampel air, lumpur, dan gas dengan nomor sampel B-

t
117. Gunung Lumpur Anak Kesongo memiliki luas area 30x30 m2.

ak
Morfologi berupa kerucut dengan puncak datar berupa pai lumpur

ris
(Gambar 20), tinggi 4 meter dengan diameter kaki kerucut 20 m.
Lereng kerucut 25o-45o. Material lumpur air keluar meleleh atau
meletus kemudian mengalir ke bawah. Kerucut tersebut berasosiasi

sT
dengan morfologi kolam besar yang banyak mengeluarkan gas.
Selain itu, terdapat material lumpur kerikilan dengan fragmen
berukuran kerikil terdiri dari batupasir dan batugamping pasiran. Pai
ita
lumpur di puncak mengeluarkan gelembung gas yang mencapai 15
cm, meledak sekitar 5-10 detik sekali. Kolam dengan aliran gas
rs

terletak di kaki kerucut sebelah tenggara dengan aliran deras serta


gas berbau metana.
ve
ni
U
KE

Gambar 20 (A) Gunung Lumpur Anak Kesongo, merupakan kerucut.


FT

(B) Pai di bagian puncaknya, denganrembesan gas.

32
4.8 Gunung Lumpur Gununganyar
Gunung lumpur ini terletak di tengah pinggir selatan Kota Surabaya,
sekitar kampus UPN. Koordinatnya adalah 112°46'56,34" BT,
7°20'14,04" LS.

Gunung lumpur Gununganyar yang mempunyai kondisi elevasi 4

t i
mdpl, terdapat 4 semburan utama yang mempunyai diameter kawah

ak
±10 – 20 cm, memiliki luas area semburan gunung lumpur 20 m x
30 m, dan memiliki tinggi gununglumpur 5 meter. Mempunyai skala

ris
waktu semburan yang bervariasi semburan 1 (satu) mengeluarkan
semburan setiap 1 menit semburan 2 (dua) dan 3 (tiga) mengeluarkan
semburan setiap 3 menit dan semburan 4 (empat) setiap 5

sT
menitMorfologi kubah kecil dengan kolam kecil (20x30 m2) di
bagian puncak dan bagian kaki kubah (Gambar 21). Di bagian
puncak kubah terdapat selaput minyak. Lumpurnya pekat dengan air
ita
yang mudah terpisah dari lumpur (Gambar 22), dan suhu airnya 30-
32oC dengan pH 6,5-7.
rs
ve
ni
U
KE
FT

Gambar 21(A, B) Citra GL. Gununganyar 2010 dan 2021

33
t i
ak
ris
sT
ita
rs
ve
ni
U
KE
FT

Gambar 22 (A) Morfologi kubah kecil GL. Gununganyar. (B)


Bagian puncak kubah kolam lumpur dengan film
minyak di permukaan. (C) Gelembung gas dengan
diameter 3-4 cm frekuensi 3-5 ledakan per detik 9 (D)
batuan sedimen dari lereng kubah.

34
4.9 Gunung Lumpur Kalanganyar
Lokasi gunung lumpur ini terletak di pinggir kota Surabaya, sebelah
selatan Bandara Juanda Surabaya. Koordinatnya adalah
112°47'01,08" BT, 7°24'0,64" LS. Sampel lumpur, gas, dan air
diambil untuk analisis laboratorium, dengan nomor sampel B-084

i
dan B-110. Gunung Lumpur Kalanganyar memiliki luas area

t
mencapai 600x500 m2.

ak
Gunung lumpur Kalanganyar yang terletak di daerah penelitian

ris
mempunyai kondisi elevasi 18 mdpl, memiliki 2 semburan utama
dengan diameter 1,5 meter dan 1 meter dengan beberapa semburan
kecil berukuran ±5 cm, tinggi tubuh gunung ±1 meter dan di

sT
perkirakan luas area semburan 200 m x 300 mMorfologi kubah tidak
teratur, tersusun oleh kubah-kubah kecil hasil erosi grifon yang
bertumpukan (Gambar 23), memiliki banyak grifon kecil (tinggi <30
ita
cm, diameter <80 cm) dan kolam kecil, gelembung gas, lumpur
kental dengan lapisan garam di kolam atau salsa yang mengering
rs

(Gambar 24). Airnya mempunyai pH 6,8-7,4 dengan suhu 34oC.


Fragmen silika dan fosil kadang dijumpai di Kalanganyar. Lokasi
ve

gunung lumpur berdekatan dengan rumah penduduk, sehingga


rembesan lumpur, gas, dan air sering berpindah dan kadang keluar
ni

di dalam rumah penduduk yang kemudian ditutup dengan cor beton


untuk mengatasinya.
U
KE
FT

Gambar 23 (A, B) Citra GL. Kalanganyar 2009 dan 2021

35
t i
ak
ris
sT
ita
rs
ve
ni
U
KE
FT

Gambar 24 (A) Serangkaian bukit-bukit kecil hasil pengendapan


letusan gunung lumpur, membentuk morfologi kubah
tak beraturan. (B) Salsa dan kolam kecil di GL
Kalanganyar. (C) Candi yang rusak karena Gl.
Kalamnganyat (D) Salsa yang kering dengan garam
(warna putih) dan rembesan gas berbau metana.

36
4.10 Gunung Lumpur Wringinanom
Gunung Lumpur Wringinanom atau Pengangson terletak di Gresik
bagian selatan dengan koordinat 112°30'43,73" BT, 7°22'54,50" LS.
Sampel yang diambil berupa lumpur dan air dengan nomor sampel
B-120. Gunung Lumpur Wringinanom atau Pengangson memiliki

i
luas area 200x300 m2.

t
ak
Morfologi kubah dengan puncak tidak beraturan, dari citra dibatasi
garis putus-putus merah. Morfologi kubah tersusun oleh kubah-

ris
kubah kecil hasil dari pengendapan lumpur (Gambar 25 dan Gambar
26). Material yang keluar lumpur, air, dan kadang selaput minyak.
Lumpur dan air keluar meleleh secara perlahan jika ditampung

sT
dalam tabung diperoleh 1 liter/10 menit dengan kandungan air 70-
80% lumpur 20-30%. Ukuran pai kecil-kecil sangat banyak dengan
diameter pai mencapai 1 m, mengeluarkan gas dengan gelembung
ita
mencapai 10 cm, frekuensi gelembung berkisar 2-3 per detik,
beberapa di antaranya mengalir deras berukuran lebih kecil (Gambar
rs

24). Suhu airnya 34°C pada pH 6-7. Penambahan lumpur yang keluar
sulit diamati secara visual. Sering dijumpai film-film minyak di pai
ve

atau kolam. Fragmen batuan yang dijumpai terdiri dari batupasir,


batulempung pasiran, dan silika berukuran sampai 2 cm, berbentuk
ni

butir menyudut–menyudut sedang.


U
KE
FT

Gambar 25 (A, B) Citra GL. Wringinanom 2009 dan 2021

37
t i
ak
ris
Gambar 26 Morfologi kubah lumpur di Wringinanom.

sT
ita
rs
ve
ni
U
KE

Gambar 27 (A) Selaput minyak di salah satu pai lumpur. (B)


FT

Fragmen batuan cukup banyak dari batupasir dan silika


(Burhannudinur, 2013). C dan D Kerucut kecil dari mud
volcano Wringinanom dengan lelehan lumpur
(https://www.google.com/maps/contrib/1081379562071
47982454/photos/@7.8764185,114.5151145,8z/data=!3
m1!4b1!4m3!8m2!3m1!1e1?hl=id)

38
4.11 Gunung Lumpur Lusi
Gunung Lumpur Lusi lahir pada 29 Mei 2006 dan merupakan
gunung lumpur yang aktif mengeluarkan lumpur, air, dan gas sangat
banyak, mencapai 150.000 m3 pada awal 2007 yang menurun
sampai 20.000 pada tahun 2012. Koordinatnya adalah 112°42'56,83"

i
BT, 7°31'50,18" LS.

t
ak
Pengamatan morfologi berdasarkan citra dari tahun ke tahun
memperlihatkan bahwa Gunung Lumpur Lusi mengalami evolusi

ris
morfologi. Keluaran material dapat diperkirakan dari bentukan
sedimen yang ada. Tahun 2006-2008 Gunung Lumpur Lusi
memperlihatkan aliran sedimentasi yang kuat ke beberapa arah

sT
dengan dua atau lebih pusat semburan. Mulai tahun 2009 ekspresi
aliran sedimentasi tidak begitu kuat. Pada tahun 2010 terlihat aliran-
aliran sedimen merata melingkar dari pusat semburan, dengan arah
ita
sedimentasi digantikan saluran-saluran air atau lumpur cair (Gambar
28). Di tahun 2012 morfologi Gunung Lumpur Lusi menyerupai
rs

Gunung Lumpur Kesongo dan Gunung Lumpur Kuwu. Morfologi


Lusi pada awalnya mirip dengan pai lumpur, kemudian berkembang
ve

menyerupai kerucut landai di tahun-tahun belakangan setipe dengan


kerucut kecil di Gambar 26 F. Sebagai catatan bahwa morfologi Lusi
ni

tidak murni karena bentukan alam, tetapi ada pengaruh buatan yang
mengontrol arah lateralnya.
U

Pengamatan lapangan Gunung Lumpur Lusi tidak bisa sedekat


pengamatan gunung lumpur lainnya. Karena pusat semburan sangat
KE

jauh disekeliling lumpur lunak atau kolam air sangat berbahaya.


Sampel air dan lumpur diambil di kolam sedekat mungkin dengan
pusat semburan. Untuk sampel gas diambil di daerah Kendensari-
FT

Siring Barat (Gambar 29). Morfologi berupa kolam 8x8 m dengan


kedalaman lebih dari 4 m lebih dan memiliki suhu 31-33°C serta pH
6,5-7. Aliran gas sangat cepat tidak bisa dihitung secara manual,
dengan ukuran gelembung aliran gas mencapai kisaran 1-1,5 m di
permukaan air.

39
t
ak
ris
sT
ta
r si
ve
ni
Gambar 28 Evolusi morfologi Gunung Lumpur Lusi dari sebelum lahir sampai 2021 dari citra. Sumber Citra:
U

CRISP dan Google Earth.

40
KE
t i
ak
ris
sT
ita
rs
ve
ni
U
KE

Gambar 29 (A) Semburan Lusi 2012, (B). Pusat semburan (C)


FT

torehan dan mud carack Lusi, (D) Semburan Gas dan air
dalam Kolam air di Kendensari (Burhannudinur 2013)
(E) Kiri Image satelite 2021 (www.beritasatu.com:
Lumpur Sidoarjo Bisa dijadikan Area Wisata) (F)
Kerucut atau grifon Landai (Burhannudinur 2013)

41
4.12 Pengamatan Data di Luar Area Fokus Penelitian
Geger atau Soccah berlokasi di Tanah Merah, Pulau Madura dengan
koordinat 113°6'47,22" BT, 7°3'51,48" LS, berupa grifon tunggal
dengan tinggi 4 m dan diameter bawah 8 m. Lumpurnya sangat
kental dan di puncak grifon terdapat pai lumpur dengan gelembung

i
8-10 cm, jarak antar letusan 5-10 detik (Gambar 30), pH air 6,7

t
dengan suhu 32-34oC. Sampel berupa gas, lumpur, dan air.

ak
Gunung Lumpur Gresik berlokasi dekat sumur Lengowangi, Gresik

ris
dengan koordinat 112°37'28,2" BT, 7°10'19,62" LS dan Unitomo
berlokasi di dekat Universitas Bung Tomo dengan koordinat
112°45'50,58" BT, 7°17'54,54" LS berupa rembesan minyak.

sT
Morfologi dan litologi di kedua tempat ini tidak bisa diamati karena
sudah ditutup dengan tembok dan semen. Informasi yang didapat,
Gunung Konang adalah lokasi gas alam di Pulau Madura, diambil
ita
sampel gasnya untuk perbandingan dengan rembesan gas di tempat
lain. Nomor sampel B-108 terletak di koordinat 1132°4'20,22" BT,
rs

7°2'50,64" LS. Gunung Lumpur Sangiran ada dua, pertama bukit


belakang Museum Sangiran dengan koordinat 110°50'15,36" BT,
ve

7°27'25,5" LS dan Pangeblengan dengan koordinat 110°50'21,88"


BT, 7°27'10,64" LS. Di belakang Museum Sangiran gunung lumpur
ni

sudah mati, berupa bukit kecil, tersisa fragmen-fragmen batuan


metamorf dan sedimen tersebar di permukaan. Gunung Lumpur
U

Pangeblengan berupa lereng landai dan berbentuk kubah kecil,


terdiri 2-4 kolam-kolam kecil di area dengan gelembung gas
(Gambar 30 E).
KE

Bekucuk merupakan gunung lumpur yang sudah mati tidak ada


rembesan gas, lumpur, ataupun air. Bekas kolam dan gas masih bisa
FT

dilihat (Gambar 31 A dan B) dengan koordinat 112°23'47,10" BT,


7°28'3,6" LS. Dandeer Kahyangan Api (Gambar 31 C dan D) terletak
di selatan kota Bojonegoro dengan koordinat 111°47'23,46" BT,
7°15'32,34" LS, merupakan rembesan gas dan air, serta tidak ada
lumpur yang keluar. Suhu air 32-34°C dengan pH 6-7.

42
t i
ak
ris
sT
ita
rs
ve
ni
U
KE

Gambar 30 Lokasi sampel dan gejala gunung lumpur. (A) Geger


FT

Soccah. (B). Kubah Gunung lumpur yang sudah mati di


belakang Museum Sangiran. (C) Fragmen batuan di lereng
kubah gunung lumpur, (D, E) Kolam kecil di
Pangeblengan dengan gelembung gas keduanya (F)
Rembesan minyak di Gresik dan (G) Rembesan minyakm
di Unitomo.

43
t i
ak
ris
sT
ita
Gambar 31 (A) Gas Kahyangan Api Dandeer, rembesan gas yajg
terbakar dan (B) Kolam air dengan aliran gas di Dandeer,
(C) Kolam gunung lumpur yang sudah mati tanpa
rs

rembesan air dan gas (D) Lokasi gas Bekucuk yang sudah
mati (Burhannudinnur, 2013).
ve

Singkapan batupasir kuarsa, batugamping, dan batulempung di


Kuari (tambang terbuka) pasir kuarsa di Desa Polaman di utara Kota
ni

Blora, dengan koordinat 111°26'28,26" BT, 6°54'12,6" LS.


Singkapan berupa batuan sedimen yang merupakan kontak antara
U

Formasi Tawun dan Formasi Ngrayong. Formasi Tawun Bagian


Atas tersusun oleh batulempung hitam kecoklatan berlapis-laminasi.
KE

Formasi Ngrayong tersusun oleh batugamping klastik dan batupasir


kuarsa. Tujuan pengamatan ini adalah pengecekan kembali hadirnya
anhidrit di bagian atas Formasi Tawun (Gambar 32) sebagai
FT

konfirmasi kondisi saat pengendapan.

44
t i
ak
ris
sT
ita
rs
ve
ni
U
KE
FT

Gambar 32. (A, B dan C) Singkapan kontak Formasi Ngrayong dan


Formasi Tawun Bagian Atas. (D) Oksidasi pada
Forrmasi Ngrayong dan Anhidrit di batulempung
Formasi Tawun Bagian Atas.

45
BAB 5
ANALISIS LABORATORIUM

5.1 Analisis Fosil Foraminifera

t i
Analisis mikropaleontologi dilakukan terhadap sampel lumpur dan

ak
fragmen batuan. Hanya beberapa sampel yang mempunyai fosil,
sedangkan yang lainnya tidak mengandung foraminifera. Analisis
makropaleontologi dilakukan pula di beberapa titik lokasi

ris
pengamatan dengan mengambil sampel fragmen batuan yang keluar
dari gunung lumpur. Analisis fosil dari fragmen batuan dilakukan

sT
untuk sampel dari Gunung Lumpur Kesongo karena secara
megaskopis terlihat mengandung fosil.
ita
Analisis mikropaleontologi dari fragmen bahan mempunyai variasi
umur dari Oligosen Akhir-Miosen Tengah (Tabel 1). Sampel tertua
KSG-12 berupa batupasir karbonatan berumur Oligosen Akhir
rs

dengan fosil indek di nomor sampel KSG-12 no 1 dan 2 yaitu


Globigerina cf praebulloides dan Globigerina cf tripartita. Fragmen
ve

termuda Miosen Tengah nomor sampel KSG-05 dengan fosil indek


KSG-05 no. 3 dan 5 yaitu Globorotalia cf continuosa dan
ni

Globorotalia cf menardii.
U

Analisis fosil foram besar menunjukkan kehadiran Lepidocyclina,


Myogypsinoides, dan Myogypsinoides, yang mengindikasikan umur
Oligosen Tengah sampai Miosen Awal/Tersier. Analisis foram kecil
KE

dari fragmen menunjukkan umur tertua adalah N3 mulai munculnya


Globerina cf prebulloides dan berakhirnya Globigerina cf tipartita,
FT

yang lain berumur lebih muda yaitu Miosen Awal sampai Miosen
Tengah (Tabel 1 dan Gambar 33).

46
Tabel 1 Ringkasan data umur berdasarkan mikrofosil (foraminifera)
dari sampel fragmen batuan di Gunung Lumpur Kesongo
(Modifikasi Burhannudinnur, 2013)

t i
ak
ris
sT
ita
rs
ve
ni
U
KE
FT

Gambar 33 Penentuan umur berdasarkan makrofosil sampel KSG-


15, KSG-16, dan KSG-34 dari Gunung Lumpur Kesongo
(Modifikasi dari Burhannudinnur, 2013)

47
Analisis foram kecil dilakukan pada 13 sampel lumpur, kondisi fosil
baik-sangat baik. Gunung lumpur di Zona Rembang yang diwakili
oleh Gunung Lumpur Kuwu, Cangkingan, Crewek, Banjarlor, Anak
Kesongo menunjukkan percampuran umur sumber lumpur dari
Miosen Awal sampai Mio-Pliosen. Zona Kendeng yang diwakili
Gunung Lumpur Gununganyar, Kalanganyar, Lusi, dan

t i
Pengeblengan merupakan percampuran umur sumber lumpur dari

ak
Miosen Tengah sampai Pliosen, terkecuali pada lokasi Geger, fosil
tertua berumur Mio-Pliosen (Tabel 2). Beberapa data

ris
memperlihatkan percampuran sumber lumpur sampai berumur
Plistosen B-073 dan B-90. Lingkungan pengendapan dari neritik
tengah sampai batial atas (Tabel 3).

sT
Tabel 2 Ringkasan data umur berdasarkan mikrofosil (foraminifera)
sampel lumpur yang berasal dari gunung lumpur.
ita
rs
ve
ni
U
KE
FT

48
Tabel 3 Ringkasan data lingkungan pengendapan berdasarkan
mikrofosil (foraminifera) dari sampel lumpur gunung lumpur.

t i
ak
ris
sT
Berdasarkan data fosil maka material gunung lumpur di Kradenan
ita
dan Kesongo bersumber dari sedimen berbutir halus berumur
Miosen Awal sampai Miosen Tengah berasal dari Formasi Tawun.
rs

Untuk lumpur Sidoarjo bersumber dari formasi batuan berbutir halus


berumur Miosen Tengah sampai Pliosen. Formasi Kalibeng berumur
ve

Pliosen sebagai sumber material gunung lumpur di daerah Sidoarjo


(Gambar 34).
ni

Data umur dari fragmen batuan di Kesongo menunjukkan umur


sumber lumpur yang lebih tua yaitu Oligosen Tengah-Akhir.
U

Keberadaan fragmen batuan yang berumur lebih tua ada dua


penjelasan tentang kemungkinan sumbernya, yaitu (1) fragmen
KE

batuan sebagian komposisi penyusun dari formasi lebih muda yang


ikut keluar bersama-sama dengan sedimen yang berbutir halus; (2)
fragmen batuan berasal dari zona sesar yang ikut terbawa ke atas
FT

seperti yang dikemukakan Itihara dkk. (1985) untuk Gunung


Lumpur Sangiran. Dalam penjelasan kedua diperlukan sumber
tekanan luap yang lebih dalam dari lapisan sumber fragmen batuan
dan fragmen batuan yang ditemukan harus mempunyai bukti struktur
dalam teksturnya.

49
t
ak
ris
sT
ta
r si
ve
ni
U

Gambar 34 Penentuan sumber material gunung lumpur berdasarkan umur dari mikrofosil dan makrofosil.

50
KE
5.2 Analisis SEM
Analisis SEM dilakukan dengan menggunakan peralatan yang
dipakai adalah Analysis Scanning Electrón Microscope (SEM) dan
Energy Dispersive X-Ray (EDX) serta Foto Image SEM. Karakter
dan sifat fisik semua sampel dapat dilihat secara tiga dimensi (3D)

i
hubungan butiran, matriks lempung, semen, tekstur dan struktur,

t
jenis mineral dan konfigurasi, serta orientasi dan ukuran rongga-

ak
rongga hingga berukuran mikron (Pittman, 1979; Wilson dan
Pittman, 1979; Welton, 1984). Gambar 35 dan 36 adalah contoh hasil

ris
analisis SEM.

sT
ita
rs
ve
ni
U
KE

Gambar 35 Contoh hasil analisis SEM dan analisis EDX. (A)


Mikrofotografi. (B) Hasil analisis EDX.
FT

51
t i
ak
ris
sT
ita
Gambar 36 Identifikasi jenis mineral di SEM. K (kaolinit), Sm
(smektit), F (fosil), I (illit), BK (struktur buku).
Hasil pengujian limabelas (15) sampel lumpur yang dianalisis
rs

dengan metoda SEM ini telah direkam dalam bentuk digital


ve

mikrofotograf termasuk hasil EDX terhadap mineral lempung yang


sangat mendominasi dari komposisi lumpur tersusun atas kuarsa,
felspar, mineral lempung smektit 70%, kaolinit 20%, feldspar 3%,
ni

garam 5%, foraminifera, dan mengandung nanoplankton 2% (Tabel


4). Tingkat diagenesis termasuk pada tingkat eodiagenesis sampai
U

late eodiagenesis; kemungkinan pernah terkubur sampai kedalaman


1.250 meter. Sampel B-073 menunjukkan bahwa tingkat diagenesis
KE

lebih tinggi yaitu mesodiagenesis yang dicirikan oleh tekstur buku


dari mineral lempung kaolin, kemungkinan telah terkubur pada
kedalaman 1.500 meter, berdasarkan klasifikasi dari Gambar 37.
FT

Tabel 4 adalah hasil analisis SEM per sampel di daerah penelitian.

Sampel lumpur yang dianalisis berasal dari permukaan lebih kurang


pada kedalaman 30 cm. Beberapa keterbatasan perlu dipahami antara
lain: mineral lempung kemungkinan mengalami proses pelapukan;

52
t
ak
ris
Tabel 4 Ringkasan hasil analisis SEM.

sT
ta
r si
ve
ni
U

53
KE
t i
ak
ris
sT
ita
Gambar 37 Hubungan antara tingkat diagenesis dengan kedalaman
timbunan (Burley dkk., 1987 modifikasi oleh Heryanto,
2007).
rs

material lumpur sangat mungkin merupakan campuran dari beberapa


ve

level formasi batuan di bawah permukaan; analisa SEM ini belum


bisa memisahkan antara illit yang insitu atau hasil transformasi
smektit ke illit.
ni

5.3 Analisis XRD


U

Hasil analisis XRD menunjukkan mineral lempung didominasi oleh


smektit dan kaolinit. Beberapa anomali terjadi antara lain di Kesongo
KE

terdiri dari illit dan kaolin, hasil ini sama dengan analisis SEM nomor
sampel B-081 dan B-073 (Gambar 38). Hadirnya heulandite di
FT

Crewek menunjukkan suhu yang lebih panas dan setara dengan suhu
puncak terbentuknya hidrokarbon (peak oil generation). Gunung
Lumpur Banjarlor, Kuwu, Lusi, Geger-Soccah, mempunyai illit dan
smektit yang menunjukkan tingkat diagenesa lebih tinggi (Tabel 5).

54
t i
ak
ris
sT
ita
Gambar 38 Contoh hasil analisis XRD untuk sampel no. B-073 dari
Gunung Lumpur Kesongo.
Tabel 5 Ringkasan hasil analisis XRD.
rs

Lokasi Mineral
ve

Qz Plag Pyr Cc Anh Cris Adl Kao Sm li Chl I-sm


Banjar Lor ∆ + + ∆ - - - + + - - +
Crewek + + - O - - - + + - - -
ni

Kuwu ∆ + - ∆ - - - + + - - +
Kesong O + - + - - - + - - - -
Gunung Anyar ∆ + + + - - + - + - - +
U

Kalang Anyar O + + + - - - + + - - -
Kendengsari ∆ + - + + - - + + - - +
Geger O - + + + - - - - - + +
KE

Pangeblengan + + + + - + - + + - - -
Kuwu ∆ + + ∆ - - - + + - - -
Cangkringan ∆ + - ∆ - - - + + - - -
FT

Kesongo O - - + - - - + - + - -
Pangeblengan O - - ∆ - - + - + - - -
Keterangan:
O = Abundant (>500) ∆ = Moderate (250-500) +: Less (<250) -: Not Present
Qz : Quartz; Plag : Plagioclase; Pyr : Pyrite; Cc: Calcite; Anh : Anhydrite; Cris :
Cristobalite; Adl : Kao : Kaolinite; Sm : Smectite; li : Illite; Chl : Chlorite; I-sm :
Interlayered Illite-Smectite

55
5.4 Analisis Butir
Analisis besar butir dilakukan untuk 26 sampel untuk hampir semua
gunung lumpur pada morfologi yang berlainan. Hasil analisis butir
menunjukkan bahwa butiran halus lebih dari 80% terkecuali sampel
yang diambil dari kolam di Crewek dan Kesongo (Gambar 39).

i
Morfologi pai menunjukkan kandungan lempung lebih banyak, lebih

t
dari 90%. Kandungan butiran lebih banyak dijumpai di morfologi

ak
kolam (Gambar 40). Dari grafik kumulatif persentase ukuran butir
gunung lumpur yang aktif sekali, Gunung Lumpur Lusi, mempunyai

ris
butiran lebih banyak dibandingkan dengan gunung lumpur lainnya.
Demikian halnya dengan kolam yang materialnya aktif keluar

sT
mempunyai grafik yang lebih landai (Gambar 41).
ita
rs
ve
ni

Gambar 39 Sampel butiran dari lumpur (1-5%) dari sampel B-081


yang di ambil pada kola di Kesongo. (A) Butiran kuarsa
U

berukuran sedang bercampur dengan fragmen lempung


dan kalsit. (B) Butiran batubara berada diantara kalsit
berbutir sedang-kasar.
KE
FT

56
i t
ak
ris
sT
ita
rs
ve
ni
U
KE
FT

Gambar 40 Ukuran butir dan morfologi.

57
t
ak
ris
sT
ta
r si
ve
ni
U

Gambar 41 Kumulatif persentase ukuran butir

58
KE
5.5 Analisis Sifat Fisik Lumpur
Analisis sifat fisik lumpur dilakukan metode pendekatan yang
disamakan dengan lumpur pengeboran. Sifat fisik memperlihatkan
harga kisaran yang relatif sama, tidak menunjukkan perubahan pada
morfologi pai dan griphone. Yang memperlihatkan perbedaan

i
terlihat di gel strength 10 detik dan 10 menit. Morfologi pai

t
cenderung naik, grifon cenderung sama atau naik sedikit (Tabel 6).

ak
Kandungan air di grifon lebih tinggi dibandingkan di morfologi pai.

ris
Tabel 6 Hasil test sifat fisik lumpur.

sT
ita
rs
ve
ni
U
KE
FT

5.6 Analisis Kandungan Air


Analisis kandungan air dilakukan dari kenampakan morfologi yang
berbeda. Nomor sampel dan lokasi dicantumkan di dalam tabel hasil
analisis. Hasilnya bahwa kandungan air inheren pada morfologi pai

59
mempunyai nilai yang lebih tinggi (>10%) dibanding morfologi
lainnya yang kurang dari 10%, sedangkan kandungan air bebasnya
mempunyai kisaran yang sama Tabel 7. Air inheren adalah air yang
terjebak dalam matriks batuan dan hanya akan keluar pada suhu lebih
dari 105oC. Air jenis ini berbeda dengan air bebas.

i
Tabel 7 Hasil tes kandungan air

t
ak
Lokasi Morfologi Air bebas (%) Air inheren (%)
Kuwu Pai 39,20 11,51
Cangkringan Pai 42,00 17,26

ris
Kesongo grifon, gas venting 38,62 6,00
Kuwu Salsa 27,93 6,01
Kesongo Kolam 50,66 10,85

sT
Geger grifon, gas venting 53.39 6.37
ita
5.7 Analisis Kimia Air
Analisis geokimia air dilakukan dari setiap titik morfologi yang
rs

berbeda dan air formasi dari sumur bor. Nomor sampel dan lokasi
dicantumkan di dalam tabel hasil analisis. Analisis air dilakukan di
ve

Laboratorium Lingkungan ITB. Sampel dianalisis 10 unsur, yaitu


Boron (B), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Kalium (K), Natrium
ni

(Na), Clorida (Cl), Sulfat (SO4), Lithium (Li), Stronsium (Sr), dan
Barium (Ba). Secara umum data geokimia air gunung lumpur Jawa
U

Timur terlihat mempunyai kisaran yang sama dengan data geokimia


air gunung lumpur dari seluruh dunia (Gambar 42-44). Hal ini
menguatkan data survei lapangan bahwa semua lokasi penelitian
KE

merupakan manifestasi gunung lumpur. Hasil analisis kimia air


gunung lumpur di daerah penelitian diringkas dalam Tabel 8 beserta
FT

jenis morfologi tempat pengambilan sampel air.

Hal yang menarik adalah gunung lumpur di Zona Kradenan


(Pangeblengan, Kalanganyar, dan Gununganyar) mempunyai Mg
dan Na lebih rendah dibanding yang berada di Zona Rembang
(Kradenan dan Kesongo). Kandungan Na+ dan Cl- rendah

60
bermorfologi kolam beraliran gas, air dari griphone. Kandungan Cl-
air formasi lebih rendah daripada gunung lumpur. Kandungan Na+
dan Cl- tertinggi di Kuwu (pai). Tingginya harga ini kemungkinan
berkaitan dengan sumber lumpur dengan kandungan garam tinggi.
Formasi Tawun Bagian Atas dan Formasi Ngrayong di bagian bawah
kemungkinan diendapkan pada anomali iklim yang sangat panas.

t i
Hal ini dikonfirmasi oleh pengamatan singkapan di Polaman, Blora

ak
dengan adanya lensa anhidrit yang melimpah di dalam laminasi
batulempung pada bagian atas Formasi Tawun.

ris
sT
ita
rs
ve
ni

Gambar 42 Letak silang (cross plot) Na+ terhadap Cl- untuk data
U

analisis kimia air gunung lumpur di daerah penelitian


geiser dan gunung lumpur di dunia.
KE
FT

61
t i
ak
ris
sT
Gambar 43 Letak silang Ca++ Mg++ terhadap Na++ K+ geokimia air
gunung lumpur di daerah penelitian dan gunung lumpur
di dunia dari berbagai sumber di dalam Martinelli dan
ita
Dadomo (2005)
rs
ve
ni
U
KE
FT

Gambar 44 Hasil letak silang data Mg++ terhadap Na+ kimia air
gunung lumpur Jawa Timur dibandingkan dengan data
kimia air gunung lumpur di seluruh dunia dari berbagai
sumber (warna hitam) di dalam Martinelli dan Dadomo
(2005) dan geiser (warna ungu), warna biru berasal di Zona
Rembang, warna merah dari Zona Kendeng.

62
5.8 Analisis Petrografi Fragmen Batuan
Fragmen batuan yang keluar di Kesongo ukurannya sangat
bervariasi, beberapa fragmen mencapai 40 cm dengan bentuk butir
menyudut sampai membulat tanggung. Jenis batuan bervariasi dari
batuan sedimen sampai metamorf. Analisis petrografi fragmen

i
menunjukkan variasi litologi dari batupasir gampingan sampai

t
dengan batuan metamorf tingkat rendah dan polycristalline quartz

ak
(Tabel 9).

ris
Batugamping kristalin (KSG-19 A-13 dan KSG-44 A-2) secara
makroskopis menunjukkan batuan terkena deformasi yang kuat
dengan struktur lipatan mikro, beberapa terlihat seperti stilolit

sT
(Gambar 45). Hasil analisis petrografi menunjukkan kristal spar-
calcite mempunyai orientasi yang sama kemungkinan disebabkan
oleh deformasi; stilolit hadir, beberapa terisi kuarsa dan kalsit.
ita
Kemungkinan fragmen batuan ini berasal dari tubuh batuan yang
terkena deformasi kuat, di zona sesar. Batugamping kristalin
rs

menunjukkan batuan terkena deformasi dengan stilolit. Batupasir


karbonatan banyak mengandung fosil diwakili oleh calcareous
ve

globigenidids quartz arenite, banyak mengandung fosil (KSG-05)


dan calcareous sublitharenite (KSG-04) mengandung fosil sangat
ni

sedikit.

Fragmen batugamping kristalin yang terdeformasi kuat


U

kemungkinan berkaitan dengan zona sesar. Batugamping berumur


Oligosen kemungkinan berasal dari Formasi Kujung. Jika dipadukan
KE

dengan data fosil dari fragmen batuan yang berumur Oligosen,


sangat mungkin mekanisme yang dikemukakan oleh Itihara dkk.
(1985) dapat diterapkan di Gunung Lumpur Kesongo. Konfirmasi
FT

sumber overpressured lebih dalam dari Formasi Kujung perlu


dikonfirmasi dengan data seismik.

63
t
ak
ris
Tabel 8. Ringkasan hasil uji kimia air (Burhannudinnur, dkk., 2020)
ppm
Lokasi Morfologi
B Ca K Li Mg Na Sr Cl SO4

sT
Cangkringan Pai 29,5 79,2 136,9 40,4 73,6 15.932,0 72,2 32.630,0 193,9
Kesongo Grifon gas Venting 11,7 19,5 75,6 7,1 226,4 8.025,6 20,9 5.933,0 319,9
Air Formasi (Gabusan) (Sumur Tua) 1,7 42,3 32,6 0,3 102,3 7.976,0 17,0 5.834,0 21,2

ta
Pangeblengan Small Pools, gas Venting 10,9 281,2 43,6 0,1 161,1 7.604,0 17,5 6.724,0 6,1
Banjarlor Salsa 6,2 82,1 225,1 29,4 173,0 20.446,0 69,5 23.039,0 8,6
Crewek Pools 12,5 226,4 159,0 34,6 113,9 17.647,0 88,4 21.061,0 25,1

si
Kuwu Pai 70,8 19,5 524,4 141,4 805,6 48.752,0 381,1 106.593,0 27,9
Kesongo Small Pie 17,4 76,7 77,1 0,0 220,9 11.393,0 47,6 9.295,0 68,7

r
Gununganyar Small Pools, gas Venting 0,1 61,2 185,2 2,0 91,0 1.609,6 1,1 4.939,5 25,1
Gununganyar
Kalanganyar
Salsa
Pools
ve 22,5
5,4
71,7
160,4
43,1
65,0
0,3
0,3
134,6
222,3
18.804,8
10.906,0
85,7
26,2
22.050,0
14.140,0
26,0
9,9
Semburan Samping Lusi Big Pool 7,7 52,8 73,1 1,0 83,0 10.138,0 65,2 11.173,0 2,1
ni
Semburan Bor Gresik (Sumur Tua) 0,0 47,7 28,2 0,0 126,2 607,2 1,4 2.863,0 178,7
Pangeblengan Small Pools, gas Venting 17,4 251,4 35,2 0,1 149,5 6.478,4 18,5 5.933,0 43,2
U

64
KE
Tabel 9 Ringkasan petrografi di Gunung Lumpur Kesongo
Feldspars Rock Fragments

Monocrystalline quartz
Metamorphic Sed

Plagioclase felsda
Potash feldspar

Claystone/shale
Polycrisyalline
No

Igneous
No

Low grade
Klasifikasi
Sampel

quartz

t i
ak
1 KSG-04 Calcareous sublitharenite 46.8 0.3 1.3 0.0 0.8 1.0 1.0
2 KSG-23 Calcareous sublitharenite 42.0 0.5 0.8 0.0 0.5 0.8 0.5
3 KSG-15 Calcareous Fossilleferous 42.5 0.3 0.8 0.0 0.5 0.5 0.5
sublitharenite

ris
4 KSG-10 Calcareous sublitharenite 48.5 0.0 0.8 0.0 0.5 0.0 0.0
5 KSG-46 Calcareous sublitharenite 44.5 0.3 0.8 0.5 0.0 1.3 1.0
6 KSG-01 Calcareous quartz arenite 46.0 0.5 1.8 0.0 0.0 0.5 0.5

sT
7 KSG-30 Sandy mudstone 12.3 0.0 0.3 0.0 0.0 0.5 0.3
8 KSG-39 Sandy mudstone 9.5 0.0 0.3 0.0 0.0 0.5 0.3
9 KSG-16 Bioclastic larger foram 3.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.3 0.3
wacke – packstone
ita
10 KSG-35 Sandy mudstone 17.5 0.0 0.3 0.0 0.0 0.3 0.5
11 KSG-36 Meomorphosed Mudstone 4.5 0.0 0.3 0.0 0.0 0.3 0.0
13 KSG-38 Sideritized Mudstone 5.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.3 0.0
13 KSG-40 Sandy Sideritized Mudstone 8.5 0.0 0.3 0.0 0.0 0.3 0.0
rs

(?)
14 KSG-03 Sandy dolomitized mudstone 22.0 0.3 0.5 0.0 0.0 0.0 1.3
ve

(?)
15 KSG-05 Calcareous Globigenidids 32.0 0.3 0.3 0.0 0.0 0.0 0.0
quartz arenite
16 KSG-11 Mudstone 0.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
ni

17 KSG-12 Calcareous dolomitized 36.3 0.0 0.8 0.0 0.0 0.0 1.3
sublitharenite
U

18 KSG-12A Arggilaceous Mudstone 1.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
19 KSG-14 Sandy red Algae-larger 16.0 0.5 0.8 0.0 0.0 0.0 0.0
forams Pakstone
KE

20 KSG-19 Crystaline limestone 0.8 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
21 KSG-29 Mudstone 3.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
22 KSG-31 Sandy dolomitized larger 4.3 0.0 0.3 0.0 0.0 0.0 0.0
forams wacke -Pakstone
FT

23 KSG-34 Biocl. Mollusks-Large foram. 1.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Packstone
24 KSG-44 Crystalline Limestone 0.8 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
25 KSG-47 Sandy sideritized 3.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.5
mudstone

65
t i
ak
ris
sT
ita
rs
ve
ni

Gambar 45 Contoh hasil analisis petrografi fragmen batuan Gunung


U

Lumpur Kesongo. Sampel nomor KSG 19 A-3 dan KSG 44


A-2 secara megaskopis terlihat adanya struktur lipatan
KE

mikro, hasil analisis petrografi menunjukkan gejala stilolit


dengan isian sparit kalsit dengan satu arah kemungkinan
karena deformasi. Sampel nomor KSG 05 dan KSG 03
FT

berupa fragmen batupasir karbonatan mengandung banyak


fosil. (Burhannudinnur, 2013)

66
5.9 Analisis Gas
Sejumlah 15 sampel gas rembesan dari daerah Purwodadi-Jawa
Tengah, Jawa Timur dan Madura telah dianalisis untuk mengetahui
komposisi gasnya dengan menggunakan kromatografi gas. Sembilan
sampel di antaranya dilakukan analisis isotop karbon.

t i
Sampel standar disuntikkan ke kromatografi gas yang dilengkapi

ak
dengan kolom kapiler. Peralatan dioperasikan pada suhu isotermal
40°C selama 5 menit kemudian dinaikkan ke suhu 180°C pada

ris
20°C/menit. Gas helium dengan kemurnian tinggi digunakan untuk
gas pembawa (carrier gas). Komposisi isotop dihitung relatif
terhadap referensi gas CO2 yang sudah diketahui nilai δ13C-nya dan

sT
disuntikkan ke dalam spektrometer massa. Data hasil analisis
dilaporkan dalam notasi permil (‰). Komposisi isotop karbon stabil
dari gas alam menyediakan informasi berharga secara tradisional
ita
mengenai asal usul gas dari aktivitas mikroba (James dan Burns,
1984) dan proses-proses termogenik (Schoell, 1983) serta migrasi.
rs

Data isotop karbon dari gas karbon dioksida dapat digunakan untuk
mengetahui perkiraan asal usul gas tersebut (Hunt, 1996). Dalam
ve

penelitian ini komposisi isotop karbon dari unsur-unsur hidrokarbon


C1 – C4 normal dan CO2 dibahas untuk mengetahui perkiraan asal
ni

sumber dari sampel gas. Gas alam dari cekungan sedimen dihasilkan
sepenuhnya oleh proses alterasi bahan organik baik oleh mikroba
U

pada kedalaman rendah atau degradasi termal dari kerogen pada


kedalaman tinggi (Schoell, 1983). Gas alam dari hasil aktivitas
mikroba mengandung C1 yang dominan (δ13C < -55‰) dengan
KE

kandungan sangat sedikit C2 dan jejak C3. Gas asosiasi termogenik


mengandung jumlah signifikan dari unsur hidrokarbon C2+ dengan
FT

C1 kaya akan δ13C > -50‰. Gas termogenik nonasosiasi dari


terestrial dan batuan sumber marin yang sangat matang hanya
mengandung C1 yang diperkaya dengan δ13C (Schoell, 1983).

Hasil analisis gas di daerah penelitian untuk mendapatkan senyawa-


senyawa metana (C1), etana (C2), propana (C3), butana (C4) dan

67
karbon dioksida (CO2). Pada (Tabel 10), sampel gas menunjukkan
kandungan hidrokarbon yang bervariasi dari sangat kecil (0,06
mol%) sampai dengan cukup dominan (77,9 mol%). Gas
hidrokarbon sangat rendah (0,06-6,1 mol%) pada sampel-sampel di
kompleks Gunung Lumpur Kradenan; rendah (14,31-20,62 mol%)
di Pangeblengan, Kalanganyar dan Anak Kesongo; dominan (54,8-

t i
77,79 mol%) di Geger Madura, Konang Madura, Gununganyar,

ak
Dandeer dan Kendensari-Lusi.

Analisis isotop karbon dilakukan pada 9 sampel dari 15 sampel gas.

ris
Sembilan sampel gas tersebut adalah B-101, B-107, B-108, B-109,
B-110, B-114, B-116, B-117 dan B-119. Enam sampel yang lain

sT
tidak memenuhi syarat minimal kandungan metana. Hasil isotop
karbon dari 9 sampel mempunyai perbedaan yang sangat jelas pada
distribusi kandungan gas hidrokarbon antara sampel Konang-
ita
Madura (B-108) dan Kendensari-Lusi (B-119) dengan sampel yang
lainnya, lihat Tabel 11. Kedua sampel tersebut menunjukkan rasio
isotop gas hidrokarbon C1 sampai dengan C5+, menunjukkan dari
rs

hasil kematangan termal batuan induk setara dengan akhir


ve

pembentukan minyak bumi (late oil generation) yang ekuivalen


dengan reflektansi vitrinit ~1,0% Ro. Sampel yang lain memiliki
rasio isotop hidrokarbon hanya C1 dan C2, lebih dari C2 sangat kecil
ni

dan dianggap tidak representatif karena proporsinya sangat rendah,


sehingga analisis selanjutnya berdasarkan pada isotop metana saja.
U

Berdasarkan pada rasio isotop karbon metana, terdapat tiga


kelompok gas dengan tingkat kematangan termal berbeda, yaitu gas
KE

berasosiasi dengan produk biogenik dijumpai di Kalanganyar


(δ13CC1= -58,52‰ PDB). Sampel gas dengan kematangan termal
rendah (<0,7% Ro) lainnya dijumpai pada Gununganyar dan
FT

Kesongo, masing-masing dengan rasio isotop karbon -51,22 dan


48,77‰ PDB. Pangeblengan dan Anak Kesongo diprediksikan
berasal dari batuan sumber pada tingkat kematangan termal setara
dengan puncak pembentukan minyak bumi (~0,9% Ro). Sampel
dengan tingkat kematangan gas tertinggi dijumpai pada Geger

68
Madura dan Dandeer setara dengan paska periode pembentukan
minyak bumi (~1,1% Ro).

Tabel 10 Hasil analisis komposisi gas dalam sampel

t i
ak
ris
sT
ita
rs
ve
ni
U

Karakteristik sebagian sampel gas dari gunung lumpur merupakan


KE

gas metana termogenik dengan kategori bervariasi dari gas asosiasi


minyak sampai dengan gas kondensat kering termogenik, lihat Tabel
FT

11, Gambar 46, dan Gambar 47. Anomali terjadi di Gununganyar


dan Kalanganyar, dengan hadirnya gas metana campuran biogenik
dan termogenik. Percampuran termogenik dan biogenik
kemungkinan karena migrasi gas termogenik ke reservoir yang lebih
dangkal mengandung gas biogenik, hal ini sejalan yang
dikemukakan Kusumastuti dkk. (1999). Data menunjukkan adanya

69
dua sistem gas Gununganyar dan Kalanganyar yaitu gas yang dalam
termogenik dan gas yang berada lebih dangkal, gas biogenik.

Tabel 11 Klasifikasi gas hidrokarbon teranalisis berdasarkan


komposisi dan rasio isotop karbon (δ13C dari CH4 dan

t i
C2H4).

ak
○/∞ PDB
Gunung No
No Tipe Gas Kategori δ13
Lumpur Sampel δ13 Cc2 Kematangan
Cc1

ris
1. Sangiran B-101 Termogenik Gas Kering -39,42 Rendah Puncak
(dry gas) Kematangan
2. Geger B-107 Termogenik Gas Kering -34,82 Rendah Pasca Puncak
Madura kematangan

sT
3. Konang B-108 Termogenik Gas -36,76 -30,07 Akhir
Madura berasal dari berasosiasi Kematangan
sapropelik kondensat
kering
ita
4. Gunung B-109 Termogenik Gas -51,22 -31,53 Awal
Anyar / Biogenik berasosiasi Kematangan
minyak
5. Kalang B-110 Biogenik Gas -57,52 -29,17 Belum matang
rs

Anyar campuran
6. Dandeer B-114 Termogenik Gas kering -33,22 Rendah Pasca puncak
kematangan
ve

7. Kesongo B-116 Termogenik Gas -48,27 Rendah Awal


berasosiasi Kematangan
minyak
ni

8. Anak B-117 Termogenik Gas -42,60 -26,96 Puncak


Kesongo berasosiasi Kematangan
minyak
U

9. Lusi, B-119 Termogenik Gas -34,68 -28,17 Akhir


Kendens berasal dari berasosiasi kematangan
ari sapropelik kondensat
KE

kering
FT

70
t i
ak
ris
sT
Gambar 46 . (A) Plot data isotop karbon δ13C gas hidrokarbon
menunjukkan perkiraan kematangan termal batuan sumber
gas (diambil dari James, 1983). (B) Diagram metana δ13
ita
terhadap proporsi metana dalam gas hidrokarbon (diambil
dari Tissot dan Besserau, 1982).
rs
ve
ni
U
KE
FT

Gambar 47 Diagram isotop karbon δ13Cmetana (C1) terhadap


δC13etana (C2) (sumber diagram: Schoell, 1983).

71
Gas karbon dioksida (CO2) sangat tidak stabil karena rentan
terhadap kontaminasi dan degradasi terutama untuk gas yang
terdapat di permukaan. Dari data hasil analisis, asal sumber gas CO2
hanya dapat diklasifikasikan secara tentatif seperti ditampilkan pada
Tabel 12.

i
Tabel 12 Klasifikasi isotop karbon gas CO2.

t
ak
Perconto Klasifikasi δ13CCO2
Gas -8 s/d -12 +4 s/d -5-20 s/d -59 -8 -8
Sumber

ris
TDOM TDC BOM A C02
B-101 -23,72
B-107 -28,12

sT
B-108 -13,93***

B-109 -15,07***
ita
B-110 -14,46***
B-114 11,01***
B-116 -4,2
rs

B-117 -1,79
B-119 -6,29***
ve

after James. 1990


Keterangan:
TDOM: Thermal Degradation of Organic
ni

TDC: Thermal Destruction of Carbonates


BOM: Bacterial Oxidation of Methane
VD: Volcanic
U

ACO2: Atmosphere CO2


***: possible contamination, gas degradation or mixed
KE

5.10 Pengukuran Adsorpsi


FT

Pengujian adsorpsi isotermal ditujukan untuk mengetahui kapasitas


maksimum material untuk menyerap (adsorped) jenis gas tertentu
dimana volume gas terserap sebagai fungsi dari tekanan pada
temperatur tetap. Adsorpsi didefinisikan sebagai proses melekatnya
molekul atau ion pada permukaan zat padat.

72
Pengukuran adsorpsi isotermal dilakukan untuk dua (2) sampel
lumpur, dari Gunung Lumpur Kesongo (B-081) dan Gunung
Lumpur Lusi (B-085). Pengukuran adsorpsi isotermal dilakukan
pada kondisi basah dan kering dengan variasi temperatur pengujian
32°C dan 65°C. Sampel kondisi basah adalah kondisi awal sampel
dari lapangan berupa lumpur, sedangkan kondisi kering adalah

t i
sampel basah yang dipanaskan dengan menggunakan oven pada

ak
temperatur 40°C selama ±48 jam (menghindari rusaknya struktur
lempung).

ris
Uji adsorpsi isotermal dilakukan dengan pengambilan sampel lebih-
kurang 85 gram dan langsung dimasukan ke dalam tempat pengujian.

sT
Pengujian terhadap sampel kering dilakukan setelah proses
pengeringan selesai. Rekondisi sampel dilakukan sesuai prosedur
ASTM D1412-85. Untuk mengetahui kondisi ekuilibrium terhadap
ita
kondisi ruang, maka sampel ditimbang dan diletakan didalam
desikator yang dibawahnya terdapat larutan K2SO4, kemudian
desikator dijadikan vakum dan diatur pada temperatur 30°C.
rs

Selanjutnya dilakukan proses menimbang secara periodik hingga


ve

memperoleh berat yang konstan yang umumnya dapat didapatkan


hasil yang konstas setelah kurang lebih 48 jam. Setelah diperoleh
berat konstan sebagian sampel (± 10 gram) di ambil untuk dilakukan
ni

uji kandungan dan sifat fisik batuan.


U

Uji kandungan dan sifat fisik batuan meliputi pengukuran kadar air
lembab, kadar lempung dalam tes CBM sebagai kandungan debu,
KE

kadar karbon tetap (fixed carbon), dan kadar zat terbang. Kandungan
mengikuti perhitungan sebagai berikut:
FT

Kadar Karbon Tetap = 100 – (kadar air lembab + kadar abu + kadar
zat terbang)

Alat yang digunakan untuk penujian sampel adalah LECO TGA 701
sesuai ASTM D. 7582. Pengukuran densitas dan viskositas sampel
lumpur B-081 dan B-085 pada kondisi basah dan kering dengan

73
menggunakan metode API 13-B. Mud balance adalah alat untuk
mengukur densitas dan FANN VG Type 35 untuk pengukuran
viskositas. Hasil pengukuran viskositas tidak dapat memperoleh nilai
viskositas disebabkan sampel terlalu pekat (kental), diluar kisaran
yang dapat diukur oleh alat seperti yang tampak pada Tabel 13.
Adsorpsi isotermal dimanifestasikan sebagai hubungan antara

t i
tekanan gas dengan volume gas terserap tersebut, dalam uji ini gas

ak
yang digunakan adalah gas metana (CH4) dengan kemurnian ±
99,9%.

ris
Tabel 13 Hasil uji sifat fisik lumpur.
Densitas Pound

sT
Specific
Nomor (gr/cc) per Viscosity
No Gravity
Sampel Gallon (cp)
basah kering (SG)
(ppg)
ita
1 B-081 1.453 2.560 12,10 14.213 Over scale>
300 RPM
2 B-085 1.429 2.309 11,90 14.525 Over scale>
rs

300 RPM
Methods: AP113B
ve

Merujuk pada Commonwealth Scientific and Industrial Research


ni

Organization (CSIRO) dari Australia mengenai metode volumetric,


volume gas akan terserap oleh sampel dan dilakukan pengukuran
U

secara tidak langsung dengan menambah gas metana secara


berangsur-angsur dengan tekanan bervariasi sampai mencapai
KE

tekanan 16 Mpa (2.320 psi) dengan temperatur maksimum 100°C.


Penggunaan alat uji ini dapat dapat dilakukan secara mandiri atau
dengan mode otomatis dengan menggunakan perangkat lunak
FT

(software) CSIRO sistem adsorpsi isothermal pada komputer,


sehingga kita dapat mengontrol tekanan saat gas diinjeksikan.
Sebelum penggunaan alat uji, perlu dilakukan kalibrasi alat dan
volume cell dengan gas helium untuk mengetahui kondisi adanya
anomaly dari alat.

74
Hubungan volume–tekanan pada temperatur tertentu dapat
digunakan untuk mengetahui kapasitas simpan gas dan
memperkirakan volume gas yang dapat terlepas dari sampel sejalan
dengan penurunan tekanan reservoir. Secara umum hubungan antara
kapasitas gas simpan dengan tekanan dikenal sebagai persamaan
Langmuir:

t i
ak
ris
dengan:

Gs = kapasitas gas simpan, m3/ton


P = Tekanan, kPa sT
ita
VL = Konstanta Volume Langmuir, m3/ton
PL = Konstanta Tekanan Langmuir, kPa
rs

Persamaan tersebut digunakan dengan asumsi batubara murni (pure


coal), sehingga dilakukan modifikasi dengan mempertimbangkan
ve

adanya kadar air dan kadar abu yang tersimpan dalam batubara.
Maka persamaan ini menjadi:
ni
U

dengan:
KE

fa = kadar abu, fraksi fm = kadar air, fraksi


FT

Gambar 45 memperlihatkan suatu diagram dari susunan alat adsorpsi


isothermal yang secara umum terdiri dari komponen actuator-driven
valves, stainless-steel sampel cell, dan a high-precision pressure
transducer (dengan tekanan maksimum 25 MPa, dan akurasi 0,05%
- full-scale value). Untuk Gambar 49 merupakan hasil dari uji

75
adsorpsi, sedangkan Gambar 50 adalah grafik gabungan dari semua
sampel. Dalam kondisi basah, kecenderungan sampel mempunyai
daya adsorpsi lebih tinggi. Berdasarkan tipe grafik isotermal
Langmuir yang disampaikan Kiselev dkk. (1979) sampel B-081 dan
B-085 termasuk tipe IV grafik Langmuir, terkecuali sampel B-085
pada suhu 65oC dan dalam kondisi kering seperti pada Gambar 46.D,

t i
termasuk tipe 1.

ak
ris
sT
ita
rs
ve

Gambar 48 Diagram alat adsorpsi isotermal, menunjukan rangkaian


ni

peralatan yang terdiri dari 4 buah sample cell dan sebuah


reference cell, dimana cell tersebut diposisikan dalam
bejana air yang dapat diatur suhunya hingga maksimum
U

100°C ± 0,1°C. Penunjuk tekanan digital diperoleh dari


A/D converter signal pressure transducer dengan
KE

ketelitian tinggi dan dapat menahan tekanan hingga 25


Mpa (± 3.650 psi) (Lemigas, 2012).
FT

76
t i
ak
ris
sT
ita
Gambar 49 Grafik hasil uji adsorpsi lumpur dengan nomor sampel
rs

B-085. (A) Suhu 32oC kondisi basah. (B) Suhu 32oC


kondisi kering. (C) Suhu 65oC kondisi basah. (D) Suhu
ve

65oC kondisi kering.


ni
U
KE
FT

Gambar 50 Grafik ringkasan hasil pengujian adsorpsi lumpur di


Gunung Lumpur Kesongo (B-081) dan Lusi (B-085).

77
Ringkasan hasil uji ini dituangkan dalam Tabel 14 dan 15. Kapasitas
simpan untuk lumpur cukup tinggi pada kondisi kering pada suhu
32°C (permukaan) adalah 0,84-1,27 scf/ton. Pada kondisi basah
meningkat menjadi 1,35-2,18 scf/ton. Untuk sampel diuji pada suhu
65°C diperoleh kapasitas simpan sampel kering 202 scf/ton (pada
tekanan 319 psi) sampai 1.695 scf/ton (pada tekanan 4.802 psi),

t i
berkisar 812 scf/ton (pada tekanan 5.083 psi) sampai 321 scf/ton

ak
(pada tekanan 3.166 psi).

Tabel 14 Ringkasan hasil uji adsorpsi isotermal pada temperatur

ris
32°C.
Langmuir at 32○C (kering) Langmuir at 32○C (basah)

sT
Storage
No Storage
No VL capacity at VL PL
sampel PL (psi) capacity at
(scf/t) surfice (scf/t) (psi)
depth (scf/t)
(scf/t)
ita
1 B-081 168 2.952 0,84 332 3.630 1,35
2 B-085 866 10.062 1,27 518 3.501 2,18
rs

Tabel 15 Ringkasan hasil uji adsorpsi isotermal pada temperatur


ve

65°C.

Langmuir at 65○C (kering) Langmuir at 65○C (basah)


ni

Storage Storage Storage Storage


No
No VL capacity at capacity VL PL capacity capacity
sampel PL (psi)
(scf/t) surface at depth (scf/t) (psi) at surfice at depth
U

(scf/t) (scf/t) (scf/t) (scf/t)


1 B-081 190 3.197 0,88 1.695 335 5.083 0,97 812
KE

2 B-085 471 4.802 1,44 202 387 3.166 1,81 3.217


FT

78
BAB 6
KARAKTERISTIK GUNUNG LUMPUR
DI JAWA TIMUR

i
Karakter gunung lumpur di Jawa Timur pada umumnya bentukan

t
ak
positif berbentuk kubah landai dengan puncak datar atau tidak
teratur. Puncak kubah kadang membentuk kawah landai-sangat
landai dengan beda tinggi mencapai beberapa meter sampai 30 m,

ris
atau bentukan kerucut dengan ketinggian beberapa meter sampai
mencapai 10 m. Di puncak kubah datar akan dijumpai satu atau lebih

sT
pusat saluran rembesan yang mengeluarkan cairan dan lumpur terus
menerus, dengan intensitas yang berbeda. Pada lokasi yang
berdekatan mempunyai morfologi yang berbeda-beda, seperti
ita
griphone, kolam, salsa, serta pai. Ringkasan karakter gunung lumpur
di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 16. Kubah Gunung
Lumpur Kesongo merupakan morfologi gunung lumpur terbesar di
rs

Jawa Timur dengan diameter kubah 2,5-3,0 km, beda tinggi 20-30
m, diperkirakan volume lumpur yang diendapkan mencapai lebih
ve

dari 148,4 juta m3.


ni

Beberapa karakter di gunung lumpur Jawa Timur memperlihatkan


morfologi yang bervariasi antara lain:
U

1. Kerucut (cone): morfologi positif berbentuk kerucut mirip grifon


namun geometrinya lebih besar. Tinggi kerucut mencapai 10 m
KE

dengan diameter kaki kerucut mencapai 20-40 m. Lereng kerucut


25o-45o. Material lumpur air keluar meleleh atau meletus
FT

kemudian mengalir ke bawah. Kerucut biasanya berasosiasi


dengan morfologi kolam besar yang banyak mengeluarkan gas.
Bentukan ini dijumpai di Gunung Lumpur Medang dan Gunung
Lumpur Anak Kesongo.

79
t
ak
ris
Tabel 16 Ringkasan karakter gunung lumpur di daerah penelitian
Umur dan Perkiraan
No Nama Gunung Lumpur dan karakter Morfologi Deskripsi
Sumber material *)

sT
1 Kesongo Kubah landai besar, Bermorfologi dome landai berukuran besar dengan Lumpur berumur Miosen-
cekung datar di puncak cekung-datar bekas morfologi pai yang sudah Tengah (N9-N14); Miosen
puncaknya, terdapat tidak aktif, area pai 1x1 km2, banyak salsa 2x10 m2 dan Akhir-Pliosen (N18); Plio-
salsa, pools dan grifon pools, banyak dijumpai grifon di creaternya. Grifon Plistosen (N21-23); fragmen
yang banyak terorientasi sejajar dengan sesar naik, berukuran t = 1,2 berumur Oligosen Akhir (Te

ta
m, kadang membentuk punggungan dengan rekahan di bawah)-Miosen Akhir (Tf3);
bagian atas, tersusun dari lumpur relatif kental, air mudah Neritik Tengah-Luar,
tertiris terpisah dari lumpur. Terdapat fragmen berukuran Formasi Ngimbang, Formasi

si
kerikil sampai bongkah besar (lk 30 cm) berserakan di Kujung (?), Formasi Tawun,
creater, polimik angular-subangular, kadang dijumpai Formasi Mundu.
yang rounded, dari batupasir gampingan berfosil,

r
batugamping berfosil, kuarsa, batulempung-batupasir
ve halus masif, silika, oksida besi, batuan metamorf. Kaolinit
25-50%, illit 20-35%, garam 2-10%, kalsit, 5-15%,
foraminifera 2-20%; pH 7,0 dengan suhu 32-35oC.
Diameter kubah 2,5-3,0 km, beda tinggi 20-30 m,
diperkirakan volume lumpur lebih dari 148.4 jt m3.
ni
2 Kuwu Pai Besar Dicirikan dengan 2 morfologi pai besar, berdiameter 60 Lumpur berumur Miosen
m di timur dan 20 m di barat, gelembung gas besar, awal (N5-N7); Miosen-
keluar secara periodik, di kelilingi lebih dari 30 pai Tengah (N9-N15); Miosen
U

berukuran lebih kecil, viskositas lumpur relatif tinggi, Akhir-Pliosen (N18); Neritik

80
KE
t
ak
ris
Umur dan Perkiraan
No Nama Gunung Lumpur dan karakter Morfologi Deskripsi
Sumber material *)

rembesan air, penambahan material tidak bisa diamati, Tengah-Batial Atas; sumber

sT
luas area gunung lumpur adalah 0,9x0,7 km2; pH air 6,5- diperkirakan berasal dari
7, suhu air 30-32oC. Komposisi lumpur illit 0-20%; smektit Formasi Tawun dan Mundu.
0-70%; kaolinit 20-40%; felspar 3-25%; garam 5-15%;
dan mengandung nanoplankton 2-5%.

ta
3 Cangkringan Kubah kecil, pai dan Salsa besar berasosiasi dengan pai besar, berdiameter Lumpur berumur Miosen
salsa 10 m dengan kandungan lumpur tinggi, gelembung gas, Awal (N5-N7); Miosen Akhir-
grifon kecil, pai kecil dijumpai di sekitarnya; pH 6,8 pada Pliosen (N18); Neritik

si
suhu 32oC; Area: 0,4x0,3 km2; komposisi kaolinit 40%; Tengah-Batial Atas,
yang terselimuti oleh butiran garam 60%; pH 6,8 dengan diperkirakan berasal dari
suhu 32oC. Formasi Tawun dan Mundu.

r
0 75Cm
ve
0 1 2 3m
ni
U

81
KE
t
ak
ris
Umur dan Perkiraan
No Nama Gunung Lumpur dan karakter Morfologi Deskripsi
Sumber material *)

4 Crewek Kubah kecil landai Morfologi kubah landai salsa 2-4 m2, pools 3-6 m2 dengan Lumpur berumur Miosen

sT
dengan salsa dan pools bergelembung gas (banyak), mempunyai warna air awal (N5-N15); Miosen
di atasnya berbeda-beda, berbau, terdapat sejenis sinter ridge Akhir-Pliosen (N18-N19);
berarah utara-selatan, sampai timur laut -barat daya, Neritik Tengah-Luar,
lumpur sedikit, terdapat gas venting. Area: 30x50 m. Formasi Tawun dan Mundu.
Mineral kuarsa 25%, kalsit 15%, smektit 15%, kaolinit,

ta
30%, diatome 10% dan foraminifera 5%. pH 6,0-6,1
dengan suhu 48-54oC.

r si
5 Banjarlor Pools dan salsa Morfologi terdiri dari sejumlah salsa 4-16 m2 dan pools 9- Lumpur berumur Miosen
ve 400 m2, venting gas, sinter silika disekitar kolam, lumpur
sedikit. Garam ditambang rakyat. Area: 50x100 m.
Mineral kuarsa 20%, kalsit 40%, smektit 15%, kaolinit
awal (N5-N7); Miosen Akhir-
Pliosen (N18); Neritik Luar,
Formasi Tawun dan Mundu.
20%, dan garam 5%. pH 6,2 dengan suhu 5-38oC.
ni
0 3m
U

82
KE
t
ak
ris
Umur dan Perkiraan
No Nama Gunung Lumpur dan karakter Morfologi Deskripsi
Sumber material *)

6 Medang Kerucut Kerucut dengan pai di puncaknya, diamater gelembung Lumpur berumur Miosen

sT
gas 20-40 cm, 0,25-1 gelembung/detik; pools awal (N5-N7); Miosen-
bergelembung gas sangat banyak, pH 6,8 pada suhu Tengah (N9-N15); Miosen
32oC; Area: 50x50 m2. Akhir-Pliosen (N18); Neritik
Tengah-Batial Atas; sumber
diperkirakan berasal dari

ta
Formasi Tawun dan Mundu.

7 Anak Kesonngo Dua kerucut dengan 2 pai di puncaknya diamater Lumpur berumur Miosen

si
gelembung gas 10-20 cm, 0,1-1 gelembung/detik; pools Akhir-Pliosen (N18); Plio-
bergelembung gas sangat banyak, pH 7 pada suhu 34oC. Plistosen (N21-23); Neritik

r
Tengah-Luar, Formasi
ve Tawun dan Mundu.
ni
U

83
KE
t
ak
ris
Umur dan Perkiraan
No Nama Gunung Lumpur dan karakter Morfologi Deskripsi
Sumber material *)

8 Gununganyar Kubah kecil Kubah kecil dengan pools kecil (20x30 m2) di bagian Lumpur berumur Miosen-

sT
puncak, dan bagian kaki kubah. Di bagian puncak kubah Tengah (N9-N13); Miosen
terdapat selaput minyak. Lumpur pekat dengan air yang Akhir-Pliosen (N18); Neritik
mudah terpisah dari lumpur. Mineral: kuarsa 30%, Tengah-Luar.
smektit 20%, kaolinit 35%, garam 10%, dan mengandung
nanoplankton 5%. pH 6,8 dengan suhu 34 oC.

ta
si
9 Kalanganyar Gabungan kubah-kubah Morfologi kubah tidak teratur tersusun oleh kubah-kubah Lumpur berumur Miosen-

r
kecil kecil hasil erosi grifon yang bertumpukan. Banyak grifon Tengah (N9-N15); Miosen
ve kecil (t<30 cm, diameter<80) dan pools kecil, gelembung
gas Lumpur kental dengan lapisan garam di pools atau
salsa yang mengering. Smektit 20%, kaolinit, 70%, dan
Akhir-Pliosen (N18-N20);
Neritik Tengah-Luar.

garam 10%, pH 6,8-7.4 dengan suhu 34oC.


ni
U

84
KE
t
ak
ris
Umur dan Perkiraan
No Nama Gunung Lumpur dan karakter Morfologi Deskripsi
Sumber material *)

10 Pengangson atau Morfologi kubah tersusun oleh kubah-kubah kecil hasil Diperkirakan sama dengan

sT
Wringinanom dari pengendapan lumpur. Luas area gunung lumpur data dari Lusi.
Wringinanom 200x300 m2. Material yang keluar lumpur,
air, dan kadang selaput minyak. Ukuran pei kecil-kecil
sangat banyak dengan diameter pei mencapai 1 m,
mengeluarkan gas dengan gelembung mencapai 10 cm,

ta
frekuensi gelembung berkisar 2-3 per detik. Material
dengan kandungan air 70-80% lumpur 20-30%, pH 6-7
dengan suhu airnya 34 °C.

si
11 Lusi Pools yang besar Morfologi pools (6x6 m2) di Kendensari siring barat, Lumpur berumur Miosen-

r
semburan dengan gas yang sangat banyak, air keruh Tengah (N5)-Pliosen (N19);
ve kandungan lumpur sedikit. Smektit 30%, kaolinit, 55%, Neritik Luar, Formasi
garam 10% dan mengandung oksida besi 5%, pH 6,8 Kalibeng
dengan suhu 34oC. Morfologi diamati dari perkembangan
citra 2006-2008 memperlihatkan aliran sedimentasi yang
kuat. Mulai 2009 ekspresi aliran terlihat tidak kuat. 2010
ni
aliran sedimentasi melingkar membentuk kerucut landai.
Beberapa grifon dan gas venting mulai banyak di Lusi.
Luas area dan morfologi dipengaruhi oleh kontruksi.
U

85
KE
2. Griphone: morfologi positif dengan bentuk kerucut yang mirip
untuk skala miniatur gunung api. grifon memiliki tinggi berkisar
0,5-2 m, terkadang mencapai 4 m, dengan lubang di tengah
kerucut berdiameter 5-10 cm. Meledak dengan mengeluarkan
sedikit lumpur, gas, dan air terus menerus dalam frekuensi
letusan yang berbeda-beda. Jika lumpur yang dikeluarkan lebih

t i
sedikit dari gas dan air maka lubang akan tertutup oleh lumpur

ak
halus membentuk pai di sekitar lubang. Lumpur dikeluarkan
melalui lelehan di lereng kerucut. grifon biasanya terletak bagian

ris
tengah kubah, kadang tunggal atau berjajar membentuk
punggungan yang sejajar dengan rekahan. Bentukan ini dijumpai
di Kesongo, Cangkringan, dan Geger.

sT
3. Kolam (pool): berukuran sangat bervariasi, cekung dengan
bentuk tidak beraturan lebih rendah, tersebar di kaki beberapa
grifon atau kerucut. Ukuran kolam bervariasi dari beberapa
ita
hingga puluhan meter, kedalaman puluhan cm sampai 6 m. Air
kolam ini berasal dari rembesan dari bawah yang bercampur
rs

dengan sedimen halus dan air tirisan dari puncak griphone, gas
keluar sebagai gelembung gas dengan ukuran dan frekuensi yang
ve

sangat bervariasi. Kolam bergelembung gas yang kecil dengan


ukuran kurang dari 2 cm banyak dijumpai di Kesongo, Crewek,
ni

Banjarlor, dan Kalanganyar. Kolam lebih besar dijumpai di


Gunung Lumpur Banjarlor, Gunung Lumpur Medang, dan
U

Gunung Lumpur Lusi. Diameter gelembung gas mencapai 30 cm


di kolam Medang. Suhu paling panas di kolam Crewek sampai
54oC pada pH 6,0 sedangkan kolam lainnya suhu air relatif
KE

dingin dengan pH mendekati 7.


4. Salsa: tumpahan rembesan air yang banyak bersamaan lumpur,
FT

menggenang melebar dengan kedalaman air beberapa cm,


beberapa diantaranya mudah kering karena penguapan, bentuk
cenderung melingkar, banyak dijumpai di Kalanganyar,
Wringinanom, Banjarlor, dan Crewek.

86
5. Pai (pai), kubangan lumpur dengan sebaran melingkar,
mempunyai saluran gas di bagian tengahnya. Gas bertekanan
mendesak keluar menekan beratnya lumpur membentuk
gelembung, seperti gong (jw) atau seperti kue pai sebelum
meletup di permukaan lumpur. Karakter ini terjadi di Kuwu dan
puncak-puncak kerucut atau grifon di Kesongo, Anak Kesongo

t i
dan Medang. Ukuran pai bisa beberapa cm sampai beberapa

ak
meter (Kuwu).
Data lapangan menunjukkan bahwa morfologi pai di Gunung

ris
Lumpur Kuwu dan Kesongo sangat mungkin berasal dari morfologi
kerucut (Tabel 17). Beberapa perubahan morfologi dapat dilihat dari

sT
gunung-gunung lumpur di Medang dan Kesongo. Pembentukan
morfologi sendiri tergantung pada proses-proses geomorfologi dan
pasokan material dari dalam. Fase konstruktif berada pada fase
ita
pasokan lumpur, air, dan gas sangat banyak di fase awal
terbentuknya gunung lumpur, material diendapkan secara cepat
melalui lontaran, lelehan, dan semburan, misalnya Lusi. Fase transisi
rs

dengan pasokan material dari bawah tanah terutama air dan lumpur
relatif sedikit sehingga kelebihan lumpur meluber ke lereng kerucut.
ve

Fase ketiga fase destruktif, proses erosi lebih dominan dibandingkan


pembentukan dari dalam. Gas dan air keluar tanpa membawa
ni

material lumpur. Lumpur tercampur dari sekelilingnya yang masuk


di kawah atau keluar, membentuk morfologi pai.
U
KE
FT

87
t
ak
ris
Tabel 17 Perubahan morfologi kerucut atau grifon menjadi pai (Burhannudinnur, dkk., 2021)
Fase Konstruksi Transisi Fase Erosional

sT
ta
Gunung lumpur Material yang keluar melalui Material lumpur berkurang, Lumpur dan air sedikit, tidak Erosional berlanjut lumpur
lahir, keluar letusan besar membangun air dan gas masih keluar, ada endapan lumpur sebagai dari bawah sangat sedikit.
lumpur, gas, gunung lumpur membentuk membentuk pai di bagian aliran di lereng. Lelehan Gas dan lumpur bercampur

si
dan air dalam morfologi kerucut. Lumpur puncak kerucut dan lumpur karena pencairan dengan rombakan lumpur
jumlah yang mudah mengalir diendapkan di meluber membentuk aliran lumpur sekitarnya. Konstruksi yang sudah ada
besar lereng kerucut, air mudah lumpur di lereng lebih lambat dari erosi. Air dan membentuk morfologi

r
tertiriskan lumpur serta gas membentuk kubah landai dengan kawah
ve pai lumpur. Ledakan gas dangkal landai. Ledakan
dalam pai lumpur gas dalam pai lumpur

Lusi Lusi Anak Kesongo, Medang, Medang terletak di sebelah Kesongo dan Kuwu
Geger atau Soccah morfologi kerucut
ni
U

88
KE
Berdasarkan analisis gas dan data kimia air, dapat disimpulkan
bahwa gunung lumpur dari zona Rembang dan Kendeng mempunyai
karakter kimia air dan gas yang berbeda dengan tingkat diagenesa
sumber material yang berlainan. Secara umum air dari gunung
lumpur di zona Rembang yang terwakili oleh kompleks Gunung
Lumpur Kradenan dan Kesongo mempunyai kandungan Mg++,

t i
Na+, dan Cl- yang lebih tinggi dari Gununganyar, Kalanganyar dari

ak
zona Kendeng. Hal ini berkaitan dengan jenis dan sumber material
gunung lumpur. Data lapangan dari Polaman (lokasi lihat Gambar 4)

ris
Formasi Tawun mengandung lensa anhidrit menunjukkan saat
pengendapan terjadi evaporasi yang sangat tinggi.

sT
Gas metana hadir di semua sampel yang dianalisis dengan kisaran
harga yang sangat lebar. Gas metana dominan pada rembesan gas
atau gunung lumpur yang aktif. Semua sampel merupakan metana
ita
bertipe termogenik, terkecuali Kalanganyar, gas berasosiasi dengan
produk biogenik. Di daerah Kradenan rembesan gas mempunyai
kematangan termal yang rendah dan sampai tingkat kematangan
rs

termal tinggi. Dandeer Kahyangan Api dan Lusi (Kendensari) tipe


ve

gasnya berada pada fase pascaperiode pembentukan minyak bumi.

Sumber lumpur di Kradenan-Kesongo berumur paling tua adalah


ni

Oligosen Akhir di Kesongo dan Anak Kesongo sampai Miosen


Akhir yang bercampur dengan batuan yang berumur lebih muda.
U

Sumber berasal dari Formasi Tawun, ada kemungkinan berasal dari


Formasi Ngimbang, dengan adanya data umur Oligosen Akhir dari
KE

fragmen batuan Gunung Lumpur Kesongo. Daerah Sidoarjo sumber


mineralnya berasal dari Formasi Kalibeng Bagian Atas ada
kemungkinan berasal juga dari formasi berumur Miosen, karena
FT

umur lumpur dari analisis fosil diperoleh Miosen-Pliosen. Sumber


berasal dari Formasi Kalibeng Bagian Atas ini sejalan dengan Davies
dkk. (2007) dan Mazzini dkk. (2008).

89
Berdasarkan data permukaan gunung lumpur di Jawa Timur dapat
dikelompokkan dalam empat model gunung lumpur, yaitu: Model
Kuwu, Model Crewek dan Model Medang, serta Model Lusi
(Burhannudinnur dkk., 2012 dan 2013) (Tabel 18).

Model Kuwu memiliki morfologi kubah landai sampai sangat landai

i
dengan puncak datar cekung membentuk kawah dangkal sangat

t
ak
landai, pai lumpur, salsa, dan kolam kecil. Satu morfologi pai utama
dapat mencapai diameter 60 m, dikelilingi oleh banyak pai lumpur
lebih kecil dan gelembung gas besar, keluar secara periodik, terdapat

ris
rembesan air dan salsa kecil, banyak dijumpai di sekeliling saluran
utama, penambahan material lumpur tidak bisa diamati; pH 6,5-7 dan

sT
suhu air 30-32oC. Model berkembang di Cangkringan, Kuwu, dan
Kesongo.
ita
Model Crewek dengan morfologi kubah landai salsa 2-4 m2, kolam
3-6 m2, bergelembung gas sangat banyak, warna air berbeda-beda,
berbau, terdapat sejenis travertin, lumpur sedikit, terdapat gas
rs

venting, pH 6,0-6,1 dengan suhu 48-54oC. Model ini dapat dijumpai


di Crewek, Wringinanom dan Banjarlor.
ve

Model Medang memiliki morfologi kerucut dengan pai di puncaknya


dengan tinggi sampai dengan 10 m dan gas keluar secara periodik.
ni

Terdapat kolam besar dengan keluaran material lumpur dan air


mudah diamati, gas sangat banyak di kolam, pH 6,8 pada suhu 32oC.
U

Model ini dapat dijumpai di Medang, Anak Kesongo, dan Geger.


KE

Model Lusi memiliki morfologi awal pai lumpur dan air kemudian
berubah menjadi kerucut, dilihat dari perubahan citra. Semburan air,
lumpur, dan gas masih aktif dengan suhu mencapai 100oC, pH 6,5-
FT

7. Model hanya dijumpai di Lusi dengan status sangat aktif.

90
t
ak
ris
Tabel 18 Empat model gunung lumpur di Jawa Timur berdasarkan data permukaan.

DATA PERMUKAAN MODEL KUWU MODEL CREWEK MODEL MEDANG MODEL LUSI

sT
Morfologi

ta
Kubah sangat landai Kubah landai permukaan tidak Kerucut atau grifon Kolam dan pai sampai
dengan puncak datar atau beraturan didominasi kolam kerucut landai
kawah sangat landai dan gas venting, salsa, dan
berkembang pai lumpur di travertin

si
tengah, salsa, kolam kecil
dan grifon

r
Status Aktif-istirahat (dormant) Istirahat (dormant) Aktif-istirahat (dormant) Aktif

Penyebaran model
ve
Kuwu dan Kesongo Crewek, Banjarlor, Wringin-
anom, Gununganyar, dan
Kalanganyar
Geger, Medang, dan

Anak Kesongo
Gunung Lumpur Lusi

Material Lumpur, fragmen batuan di Air, gas, dan sedikit lumpur Lumpur, air, dan gas Air lumpur dan gas
ni
Kesongo, gas, dan air

Perbandingan Gas dan air lebih dominan Gas dan air lebih dominan dari Gas lebih dominan dari air dan Lumpur, air dan gas
material dari pada lumpur pada lumpur lumpur sebanding kemudian
U

menurun lumpurnya

91
KE
t
ak
ris
DATA PERMUKAAN MODEL KUWU MODEL CREWEK MODEL MEDANG MODEL LUSI

Umur dan formasi Oligosen Akhir sampai Miosen Awal-Pliosen Formasi Miosen Awal sampai Pliosen. Miosen Tengah sampai
sumber material Miosen Tengah. Sumber Tawun kemungkinan Formasi Tawun-Formasi Pliosen Formasi Kerek;

sT
utama Formasi Tawun. Kawengan Formasi Kalibeng Bagian
Kemungkinan lebih tua, Formasi Kawengan Atas sampai Formasi Kerek
serpih di Formasi
Ngimbang atau Kujung (?)

Tipe lumpur Kaolinit-illit atau smektit Kaolinit, illit, dan smektit Kaolinit, illit, dan smektit Kaolinit, illit, dan smektit

ta
Fluida Air dengan NaCl tinggi, Ca Air dengan NaCl tinggi, Na Air dengan NaCl tinggi, Na Air formasi dengan Mg lebih
lebih dominan dari Mg, gas lebih dominan dari Mg, Gas lebih dominan dari Mg, dominan Na, Gas CH4,
termogenik terbentuk pada CO2 dan CH4 terkecuali Geger, gas termogenik

si
dan pasca generasi minyak, kondensat, termogenik CH4
dominasi CH4

r
Suhu dan pH Suhu 30-35oC, pH 6,5-7 Suhu 45-48oC, kadang Suhu 30-35oC, pH 6,5-7 Siring Barat-Kendensari:
ve mencapai 54 C, pH 6,0-6,2
o suhu 31-33oC, pH 6.5-7.0,
Lusi: suhu 50-100oC, pH
6,5-7,0
ni
U

92
KE
DAFTAR PUSTAKA

Burhannudinnur, M. (2012): Komplek mud volcano Kradenan,


Proceedings PIT IAGI-The 41st IAGI, Yogyakarta

t i
ak
Burhannudinnur, M., Noeradi, D., Sapiie, B., dan Abdassah, A.
(2012): Karakter mud volcano di Jawa Timur, Proceedings
PIT IAGI-The 41st IAGI, Yogyakarta.

ris
Burhannudinnur, M. (2013): Pengaruh Tektonik dan Laju
Sedimentasi dalam Pembentukan Gunung Lumpur (Mud

sT
volcano) di Zona Kendeng dan Rembang, Jawa Timur,
Disertasi Doktor, Institut Teknologi Bandung (ITB), tidak
ita
diterbitkan

Burhannudinnur, M., (2019): Mud Gas Play, Journal of Physics:


rs

Conference Publishing, doi:10.1088/1742-Series, IOP


066022, 1402 6596/1402/6/066022
ve

Burhannudinnur, M., (2019): Karakteristik Gunung Lumpur Zona


Rembang dan Implikasinya Terhadap Lapangan Migas di
ni

Jawa Timur, Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi, Vol.


53 No. 3, Lemigas, h. 123-149
U

Burhannudinnur, M. (2020): The Potentials Prediction of Kradenan


KE

and Kesongo mud volcano Systems in East Java, International


Journal of Advanced Science and Technology, Vol. 29, no.
05, pp. 533 -41.
FT

Burhannudinnur, M., Nugraheni, RD., dan Rinanti, A., (2020): The


Effect of Harmful and Favorable Gas and Chemical Content
Emmited by mud volcano to Environment, Indonesian
Journal of Urban and Environmental Technology, Vol. doi 4,
1,97-108, No.p. 10.25105/urbanenvirotech.v4i1.8001

93
Burhannudinnur, M., Karyono, dan Sudradjat, A., (2021): Gunung
Lumpur dan Fenomena Lumpur Sidoarjo, Galeri Padi,
Bandung.

Burley, S.D., Kantorowicz, J.D., dan Waugh, B. (1987): Clastic


diagenesis dalam Beaumont, E.A. dan Foster, N.H., Eds.,

i
Reservoirs II, sandstones, treatise ofPetroleum Geology, no.

t
ak
4, AAPG, 408-445.

Davies, R.J., Swarbrick, R.E., Evans, R.J., dan Huuse, M. (2007):

ris
Birth of a mud volcano, East Java, 29 May (2006), GSA
Today, v. 17, 4-9.
Dimitrov, L.I. (2002): mud volcanoes the most important pathway

sT
for degassing deeply buried sediments. Earth-Sci. Rev. 59,
49-76.
ita
Fertl, W.H., Chapman, R.E., dan Hotz, R.F. (1994): Studies in
abnormal pressure, Eds., Elsevier, Singapore.
Heryanto, R. (2007): Hubungan antara diagenesis, reflektan vitrinit,
rs

dan kematangan batuan pembawa hidrokarbon batuan


sedimen Miosen di Cekungan Bengkulu, Jurnal Geologi
ve

Indonesia, Vol. 2 No. 2 Juni 2007: 99-


111.
ni

Hunt J.M. (1996): Petroleum Geochemistry and Geology 2nd


edition. 743, Freeman, San Francisco.
U

Istadi, B.P., Pramono, G.H., Sumintadireja, P., dan Alam, S.


(2009): Modeling study of growth and potential geohazard for
KE

LUSI mud volcano: East Java, Indonesia, Marine and


Petroleum Geology, v.26, 1724-1739.
Itihara, M., Sudijono, Wikarno, dan Kadar, D. (1985): mud
FT

volcanoes in the Sangiran Kubah, dalam Watanabe, N. dan


Kadar, D., Eds. (1985): Quarternary geology of the hominid
fossil-bearing formations in Java, GRDC Spec. Pub. No. 4.

94
James, A.T. (1983): Correlation of natural gas by use of carbon
isotopic distribution between hydrocarbon components, Bull.
Am. Assoc. Petr. Geol.,67, 1176-1191.
James, A.T. dan Burns B.J. (1984): Microbial alteration of
subsurface natural gas accumulations, AAPG Bull, 68, 957-
960.

t i
Kopf, A. (2002): Significance of mud volcanism, Reviews of

ak
Geophysics, v. 40, 52.

Kusumastuti, A., Darmoyo, A.B., Suwarlan, W., dan

ris
Sosromihardjo, S.P.C. (1999) : The Wunut field, Pleistocene
volcaniclastic gas dan in East Java,
Proceedings of the 27th Annual Convention of the

sT
Indonesian PetroleumAssociation and Exhibition, 195-215.

Lemigas (2012): Laporan Analisis Internal, tidak dipublikasikan


ita
Matthews, S.J. dan Bransden, P.J.E. (1995): Late Cretaceous dan
Cenozoic tectonostratigraphic development of the East Java
rs

Sea Basin, Indonesia, Marine dan Petroleum Geology, v. 12,


499-510.
ve

Mazzini, A., Nermoen, A., Krotkiewski, M., Podladchikov, Y.,


Planke, S., dan Svensen, H. (2009): Strike-slip faulting as a
ni

trigger mechanism for overpressure release through


piercement structures. Implications for the Lusi mud volcano,
U

Indonesia, Marine and Petroleum Geology, v. 26, 1751-1765.

Mazzini, A., Svensen, H., Akhmanov, G.G., Aloisi, G., Planke, S.,
KE

Malthe- Sørenssen, A., dan Istadi, B. (2007): Triggering dan


dynamic evolution of the LUSI mud volcano, Indonesia,
Earth dan Planetary Science Letters 261(2007): 375-388.
FT

Milkov, A.V. (2000): Worldwide distribution of submarine mud


volcanoes dan associated gas hydrates, Marine Geology, v.
167, 29-42.

95
Prasetyadi, C. (2007): Evolusi Tektonik Paleogen Jawa Bagian
Timur, Disertasi Doktor Institut Teknologi Bandung, tidak
dipublikasikan
Phillips, T.L., Noble, R.A., dan Sinartio, F.F. (1991): Origin Of
Hydrocarbon, Kangean Block Northern Platform, Offshore
Northeast Java Sea. Proceedings Indonesian Petroleum

t i
Association, 20th Annual Convention, v. 1, 637-662.

ak
Pulunggono, A. dan Martodjojo, S. (1994): Perubahan tektonik
Paleogen-Neogen merupakan peristiwa tektonik terpenting di

ris
Jawa, Proceedings Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa sejak
akhir Mesozoik hingga Kuarter, Seminar Jurusan T. Geologi

sT
Fak. Teknik UGM, 253-274.

Satyana, A.H. dan Asnidar. (2008): Mud Diapirs and mud


ita
volcanoes in Depressions of Java to Madura, Origins, Natures
and Implications to Petroleum System, Proceedings
Indonesian Petroleum Association, 32nd Annual Convention
rs

and Exhibition.
ve

Sawolo, N., Sutriono, E., Istadi, B.P., dan Darmoyo, A.B. (2009):
The LUSI mud volcano triggering controversy: Was it caused
by drilling?, Marine and Petroleum Geology, v.26, 1766-
ni

1784.
U

Schoell M. (1983): Genetic characterization of natural gasses.


AAPG Bull, 67, 2225-2238.
Sribudiyani, Muchsin, N., Ryacudu, R., Kunto, T., Astono, P.,
KE

Prasetya, I., Sapiie, B., Asikin, S., Harsolumakso, A.H., dan


Yulianto, I. (2003): The collision of the East Java Microplate
and its implication for hydrocarbon occurrences in the East
FT

Java Basin, Proceedings Indonesian Petroleum Association


29th Annual Convention and Exhibition. October 2003.
Tingay, M., Heidbach, O., Davies, R., dan Swarbrick, R. (2008):
Triggering of the Lusi mud eruption: Earthquake versus

96
drilling initiation, Geology-The Geological Socienty of
America, Agustus 2008, v. 36, no. 8. Hal. 639-642.
Tissot, B. dan Bessereau, G. (1982): Geochimie dea gas naturels et
origine dea gisements de gas en Europe Occidentale, Rev.
Inst. Franc. Petr., 37, p. 63.
van Rensbergen, P., Hillis, RR., Maltman, AJ., dan Morley, C.K.

t i
(2003): Subsurface Sediment Mobilization: introduction,

ak
Geological Society, London, Special Publications, 216.

ris
Sumber Foto dari Internet:
https://www.beritasatu.com: Lumpur Sidoarjo Bisa dijadikan Area
Wisata)

sT
https://www.google.com/maps/contrib/108137956207147982454/p
hotos/@7.8764185,114.5151145,8z/data=!3m1!4b1!4m3!8m
ita
2!3m1!1e1?hl=id)

Geoogle Earth, 2021, Citra satelit daerah terpilih,


rs
ve
ni
U
KE
FT

97
FT
KE
U
ni
ve

98
rs
ita
sT
ris
ak
t i
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Dr. Ir. Muhammad Burhannudinnur,


MSc., IPM, dilahirkan di Bantul

i
Yogyakarta pada tahun 1967. Pendidikan

t
dasar sampai menengah ditempuhnya di

ak
Bantul, tempat kelahirannya. Lulus
Pendidikan Tinggi pada Jurusan Teknik

ris
Geologi, Fakultas Teknik, Universitas
Gadjah Mada dan memperoleh gelar
Insinyur pada tahun 1992. Selanjutnya

sT
memperdalam ilmu kebumian bidang
petroleum geoscience di Universiti Brunei Darussalam dan meraih
ita
gelar MSc pada tahun 1995. Gelar Doktor diperoleh dari Institut
Teknologi Bandung pada tahun 2013 dengan disertasi Pengaruh
Tektonik dan Laju Sedimentasi dalam Pembentukan Gunung
rs

Lumpur (Mud volcano) di Zona Kendeng dan Rembang, Jawa


Timur. Karir dosen dimulai sejak tahun 1992 mengajar geofisika
ve

eksplorasi, geologi eksplorasi, geofisika reservoir dan eksplorasi


migas. Penulis menerapkan link and match antara Universitas
ni

Trisakti dengan industri melalui kegiatan pengabdian kepada


masyarakat dengan industri migas untuk memperkuat materi
U

Penelitian, Pendidikan dan Pengajaran. Hasil penelitian telah


dipublikasikan di berbagai jurnal di dalam dan luar negeri,
KE

dipresentasikan di pertemuan ilmiah nasional dam internasional.


Beberpa Hak cipta diperoleh sebagai hasil penelitian dan
permodelan. Berkarir di perguruan tinggi dari tingkat prodi, fakultas
FT

dan Universitas. Organisasi profesi menjadi salah satu kegiatannya


dalam membangun jejaring kerja dan meningkatkan kompetensinya.

99
Wildan Tri Koesmawardani, S.T.,
M.T., dilahirkan di Bandung, Jawa
Barat pada tahun 1992. Dari bangku
sekolah dasar hingga menengah keatas
ditempuhnya di Bandung, tempat
kelahirannya. Gelar Sarjana Teknik

t i
diperolehnya pada tahun 2015 pada

ak
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas
Teknologi Kebumian dan Energi,

ris
Universitas Trisakti. Selanjutnya
memperdalam bidang geologi migas khususnya reservoir rekah
alami di Magister Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung dan

sT
meraih gelar Magister Teknik pada tahun 2019. Sebelum berkarir
menjadi dosen, kegiatan studi bersama perusahaan migas kerap
ditekuni yang salah satunya mengenai determinasi overpressure
ita
zone yang disebabkan oleh hadirnya diapir lumpur. Karir dosen
dimulai sejak tahun 2019 mengajar pengantar geofisika eksplorasi,
rs

eksplorasi migas, dan praktikum geofisika eksplorasi. Hasil


penelitian telah dipublikasikan di berbagai jurnal nasional dan
ve

internasional, dipresentasikan di pertemuan ilmiah nasional dan


internasional. Beberpa Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
ni

diperoleh dari presentasinya di berbagai pertemuan ilmiah,


penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Berkarir di perguruan
U

tinggi dari tingkat prodi, hingga bergabung dalam beberapa


organisasi profesi menjadi salah satu kegiatannya dalam
membangun relasi dalam pekerjaan dan meningkatkan
KE

profesionalisme.
FT

100
FT
KE
U
ni
ve

101
rs
ita
sT
ris
ak
t i

Anda mungkin juga menyukai