Anda di halaman 1dari 95

TAFSSIR ZANJABIL SURAH AL-BAQARAH

Pendahuluan
Surah al-Baqarah, dengan jumlah ayat sebanyak 286, adalah surah yang terpanjang di dalam al-
Qur’an. Surah ini adalah surah pertama yang diturunkan di Madinah. Sebagian besar ayat-ayatnya
diturunkan secara bertahap di Madinah selama sekitar 2 tahun sejak Nabi‫ ﷺ‬tiba di Madinah,
kecuali ayat ke 284 sampai ayat ke 286 yang turun di Mekkah. Nama surah “al-Baqarah” diambil
dari kisah pencarian dan penyembelihan seekor baqarah (sapi betina) yang terdapat pada ayat ke
67-73.

Surah-surah yang turun di Mekkah (Makiyyah) pada umumnya berkaitan dengan masalah
keimanan karena audiens utama pada saat surah-surah itu turun adalah kaum musyrikin yang
belum mengenal agama tauhid. Sedangkan di Madinah ada masyarakat Yahudi yang telah
mengenal agama tauhid dan hal-hal yang berikaitan dengannya seperti malaikat, kenabian, wahyu,
dan hari akhir. Namun, masyarakat Yahudi ini telah melakukan penyelewengan dari ajaran Taurat
asli yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s. Rasulullah‫ ﷺ‬menghadapi masyarakat Yahudi ini dan
mengajak mereka kembali kepada Islam, agama asli mereka. Namun, ajakan itu di tolak karena
masyarakat Yahudi telah lama mengalami krisis moral dan agama. Banyak ayat-ayat yang terdapat
dalam surah al-Baqarah ini membongkar kerakusan dan kerusakan yang mereka lakukan, sembari
mengingatkan betapa melimpahnya nikmat yang telah diberikan Allah‫ ﷻ‬kepada mereka.

Selanjutnya Rasulullah‫ ﷺ‬menghadapi orang-orang munafik yang melakukan kerusakan dari dalam
dan tindakan mereka sangat merugikan. Tindakan yang mereka lakukan sangat berbahaya bagi
perkembangan masyarakat Islam yang mulai tumbuh subur di Madinah. Surah al-Baqarah ini juga
membongkar tingkah laku atau sifat-sifat orang munafik ini agar ummat Islam yang masih muda
tersebut berwaspada terhadap tipu-daya atau makar yang mereka lakukan.

Di bagian awal surah al-Baqarah ini, yaitu dari ayat pertama sampai ayat ke 20, manusia
dikelompokkan menjadi 3 golongan, yaitu golongan orang yang bertakwa, ayat pertama sampai
ayat ke 5, golongan orang kafir ayat 6 dan ayat 7 (hanya 2 ayat) dan sisanya, 12 ayat, yaitu ayat
ke 8 sampai ayat ke 20 adalah tentang golongan orang munafik. Dari banyak jumlah ayat yang
membahas golongan munafik ini dapat ditarik kesimpulan betapa golongan ini sangat berbahaya,
sehingga upaya dan sifat-sifat mereka dikupas habis.

Surat al-Baqarah ini memiliki beberapa kehebatan. Diantara kehebatan itu adalah dapat mengusir
setan dan sebagai pelindung di hari Kiamat. Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. dia berkata, Rasulullah
bersabda: “Semoga aku tidak mendapatkan salah seorang di antara kalian meletakkan salah satu
kakinya di atas kakinya yang lain, sambil bernyanyi dan meninggalkan surah al-Baqarah tanpa
membacanya, sesungguhnya syaitan akan lari dari rumah yang dalamnya dibacakan surah al-
Baqarah. Sesungguhnya rumah yang paling kosong adalah bagian dalam rumah yang hampa dari
kitab Allah (al- Qur’an).” (HR. An-Nasa’i).

1
Suhail bin Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, Rasulullah‫ ﷺ‬bersabda: “Janganlah kalian
menjadikan rumah kalian sebagai kuburan. Sesungguhnya rumah yang di dalamnya dibacakan
surat al-Baqarah tidak akan dimasuki syaitan.” (HR Ahmad, Muslim, at-Tirmidzi, dan an-
Nasa’i)

Abdullah bin Mas’ud mengatakan: “Barangsiapa membaca sepuluh ayat dari surah al-Baqarah
pada suatu malam, maka syaitan tidak akan masuk ke rumahnya pada malam itu. Yaitu empat ayat
dari awal surah al-Baqarah, ayat kursi dan dua ayat selanjutnya, serta tiga ayat terakhir surah al-
Baqarah. Dalam satu riwayat disebutkan pada hari itu dia dan keluarganya tidak akan didekati
syaitan, dan tidak ada sesuatu yang dibencinya. Dan tidaklah ayat-ayat itu dibacakan atas orang
gila, melainkan dia akan sadar (sembuh).” (Riwayat Hakim dan Baihaqi).

Berkaitan dengan surat al-Baqarah sebagai penaung di akhirat kelak, Imam Ahmad meriwayatkan,
dari Abu Umamah, ia berkata, aku pemah mendengar Rasulullah‫ ﷺ‬bersabda: “Bacalah al-Qur’an,
karena al-Qur’an itu akan memberi syafaat bagi pembacanya pada hari kiamat kelak. Dan
bacalah az-Zahrawain, yaitu surah al-Baqarah dan Ali Imran, karena kedua surat itu akan datang
pada hari kiamat, seolah-olah keduanya bagai tumpukan awan, atau bagai dua bentuk payung
yang menaungi, atau bagai dua kelompok burung yang mengembangkan sayapnya. Keduanya
akan berdalih untuk membela pembacanya pada hari kiamat.” Kemudian beliau‫ ﷺ‬bersabda:
“Bacalah surah al-Baqarah, karena membacanya akan mendatangkan berkah dan
meninggalkannya berarti kerugian. Dan para tukang sihir tidak akan sanggup menjangkau
(pembacanya).” Hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Muslim.

Takwa dan Ciri-Cirinya


ۡ ۡ ۡ ۡ ٗ ۡ ۡ َٰ ٓ ٓ
ٓ‫ب ٓويقِيمون‬ َۛ َٰ
ِٓ ‫ ٓٱَّلِينٓ ٓيؤمِنون ٓٓب ِٱلغي‬٢ٓ ‫ ٓذل ِكٓ ٓٱلكِتبٓ َٓل ٓريب ٓفِي ِۛهِ ٓهدى ٓل ِلمتٓقِني‬١ٓ ‫ال ٓم‬
ٓ ۡ‫ ٓوٱَّلِينٓ ٓي ۡؤمِنون ٓبما ٓ ٓأنزل ٓإَِل‬٣ٓ ‫ٱلصل َٰوةٓ ٓومِما ٓرزقۡنَٰه ۡم ٓين ِفقون‬
ٓ‫نزل ٓمِن ٓق ۡبل ِك‬ِ ‫ٓأ‬ ‫ا‬ ‫م‬‫ٓو‬ ‫ك‬ ِ ِ
ۡ ۡ ٗ َٰ
ٓ ٓ٥ٓٓ‫لَعٓهدىٓمِنٓرب ِ ِه ۡٓمٓوأ ْو َٰٓلئِكٓهمٓٱلمفل ِحون‬ ٓٓ‫ٓأ ْو َٰٓلئِك‬٤ٓ‫و ٓب ِٱٓأۡلخِرٓة ِٓه ۡمٓيوق ِنون‬
Alif laam miim (1) Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertakwa (2) (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka (3) dan mereka yang
beriman kepada Kitab (al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah
diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat (4). Mereka itulah
yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung
(5).

Ayat pertama surah al-Baqarah terdiri dari tiga huruf alif, lam dan mim. Ada enam surah di dalam
al-Qur’an yang dimulai dengan ketiga hurup ini, yaitu surah al-Baqarah, surah Ali Imron, surah
al-Ankabūt, surah Rūm, surah Lukman dan surah Sajdah. Secara umum, tafsir dari ayat-ayat
berupa huruf ada dua pendapat. Pendapat pertama tak ada tafsirnya, yakni maknanya diserahkan
kepada Allah‫ﷻ‬. Pendapat kedua huruf-huruf dalam ayat tersebut dapat ditafsirkan karena setiap
perkataan ada tafsirnya. Paling sedikit ada empat macam penafsiran huruf-huruf ini.

2
1. Ditafsirkan sebagai nama surat. Jadi nama surah jadi nama surah al-Baqarah ini adalah Alif
Lām Mim al-Baqarah.
2. Ditafsirkan sebagai sebagian dari nama-nama Allah. Alif (‫ – )ﺍ‬Allah, lam (‫ – )ﻞ‬al-Latif,
mim (‫ – )ﻤ‬al-Majid.
3. Bilangan, jaman dahulu sebelum ditemukan bilangan, orang Arab menghitung dengan
huruf (alif=1, ba=2, jim=3, dal=4 dst. Jadi dengan bilangan tersebut orang bisa menaksir
tujuan al-Quran misalnya waktu datangnya kiamat, seperti ditafsirkan oleh golongan
tarekat yang sesat).
4. Sebagai tanda kemu’jizatan Al-Qur’an. Sebelum Al-Qur’an orang Arab pada masa itu
belum pernah menggunakan huruf-huruf dalam satu perkataan. Al-Qur’anlah yang
pertama. Ada 29 surat dalam Al-Qur’an yang diawali dengan huruf-huruf, ada yang satu
huruf seperti Qaf, 2 huruf seperti Ya Sin, 3 huruf seperti Alif Lam Mim, 4 huruf seperti Alif
Lam Mim Ra, dan 5 huruf seperti Kaf Ha Ya ‘Ain Sad. Semua surah yang diawali dengan
huruf ini bersifat mendukung kebenaran al-Qur’an.

Karena kita tidak tahu persis makna huruf-huruf ini, maka lebih aman kita tidak menafsirkannya
untuk menghidari spekulasi dalam penafsiran sembari menyadari kelemahan manusia yang tidak
mampu memahami makna suatu rangkaian huruf yang Allah tidak memberitahukan maknanya.

Ayat ke dua mengungkapkan bahwa al-Qur’an itu tidak perlu diragukan kebenarannya, dan
menjadi petunjuk orang-orang yang bertakwa. Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertakwa. Bagian pertama dari ayat ini adalah jaminan bahwa al-
Qur’an itu, yakni seluruh surah, susunan kata-kata, urutan ayat, bebas dari kesalahan dan tiada
keraguan sedikitpun terhadapnya karena setiap hurup, susunan kata, ayat dan surah dalam al-
Qur’an adalah wahyu dari Allah‫ﷻ‬. Berbeda dengan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya, al-
Qur’an terjaga keotentikannya, karena Allah‫ ﷻ‬yang langsung menjaganya. Sesungguhnya Kami-
lah yang menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (al-
Hijr:9).

Al-Qur’an itu adalah hudan atau petunjuk atau cahaya yang menuntun ke jalan yang lurus. Al-
Qur’an adalah perwujudan dari doa setiap orang yang beriman, yaitu ayat ke 6 surah al-Fatihah,
“Tunjukilah kami jalan yang lurus.” yang dibaca berulang-ulang, minimal 17 kali setiap hari.
Namun, petunjuk itu baru benar-benar bermanfaat untuk orang-orang yang bertakwa. Jadi, agar
al-Qur’an itu benar-benar menjadi petunjuk, maka seseorang yang mengaku beriman harus
meningkatkan kualitas keimanannya sehingga menjadi orang yang bertakwa. Lalu, apa makna
takwa itu?

Banyak definisi takwa yang diungkapkan oleh ulama. Definisi yang padat dan mudah diingat
adalah taat kepada Allah‫ ﷻ‬dengan menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Dengan
kata lain orang yang bertakwa adalah orang beriman yang melaksanakan amal-amal kebajikan
yang disukai Allah‫ ﷻ‬dan menjauhi perbuatan-perbuatan yang dimurkaiNya. Seluruh amal
kebajikan mesti diawali dengan niat yang ikhlas kepada Allah‫ ﷻ‬dan ditujukan untuk meraih
ridhaNya. Takwa juga berarti takut kepada Allah‫ﷻ‬. Apa makna takut di sini? Orang beriman selalu
berusaha mendekatkan dirinya kepada Allah‫ﷻ‬. Cara mendekatkan diri kepada Allah‫ ﷻ‬adalah selalu
berzikir kepadaNya, melakukan amal yang disukaiNya (amal soleh) dan menjauhi yang tidak
disukainya (maksiat). Orang yang takwa adalah orang yang takut kepada Allah, takut dimurkai
3
Allah‫ ﷻ‬yang berakibat dirinya jauh dari Allah‫ﷻ‬. Sebenarnya makna ini tidak berbeda jauh dari
definisi takwa di atas.

Selanjut ayat ke 3 dan ke 4 memerinci beberapa ciri-ciri atau sifat-sifat orang yang bertakwa. Ciri-
ciri tersebut adalah percaya kepada yang ghaib, menegakkan shalat, dan berinfak, beriman kepada
kitab-kitabNya dan meyakini akhirat. Ciri pertama adalah landasan takwa dan ciri yang terakhir,
meyakini akhirat adalah pengendali agar orang yang bertakwa tetap berada pada jalan takwa dan
meningkatkan kualitas ketakwaannya.

Ciri pertama adalah beriman kepada yang gaib. Gaib secara umum ada sesuatu yang tidak dapat
dilihat atau tidak dapat dicapai oleh indera. Namun, banyak yang tidak dapat dilihat sesungguhnya
ada dan dapat dirasakan seperti angin dan energi. Peristiwa dahulu yang tidak diketahui orang juga
dapat berarti gaib, tetapi gaib yang dimaksudkan pada ayat ini adalah Allah‫ﷻ‬. Dasar takwa adalah
percaya kepada Allah‫ ﷻ‬yang gaib. Orang yang bertakwa percaya sepenuhnya bahwa Allah‫ ﷻ‬itu
tidak hanya ada, tetapi Esa dan berkuasa penuh terhadap ciptaanNya. Allah‫ ﷻ‬memiliki nama-nama
yang agung (asmaul husna) yang merefeksikan sifat-sifatNya seperti Maha Melihat, Maha
Mendengar, Maha Pengampun, dsb. Percaya kepada Allah‫ ﷻ‬berimpikasi percaya kepada utusan
dan firmanNya.

Ciri kedua adalah menegakkan shalat. Shalat adalah amal yang yang sangat penting dalam
mendekatkan diri kepada Allah‫ﷻ‬. Kata Rasulullah‫ﷺ‬, “Shalat ada tiang agama, barangsiapa yang
menegakkannya berarti menegakkan agama dan barangsiapa yang meninggalkannya berarti
merobohkan agama.” (HR Bukhari & Muslim). Shalat adalah cara yang sangat efektif untuk
mendekatkan diri kepada Allah. “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak)
selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku.” (Thaha:14)

Menegakkan shalat berarti melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya sesuai dengan perintah
Allah‫ ﷻ‬dan rasulNya serta menjadikan shalatnya sebagai pencegah dari perbuatan yang keji dan
mungkar (al-Ankabūt:45). Walaupun hubungan utama yang dibangun dan dipelihara dalam shalat
adalah adalah hubungan dengan Allah (hablum-minallah), menegakkan shalat juga membangun
hubungan dengan manusia (hablum-minnanas), misalnya shalat berjamaah sangat dianjurkan,
bahkan ada yang diwajibkan (shalat Jum’at) untuk membantu membangun hablum-minnas, dalam
hal ini hubungan silaturahmi sesama orang-orang yang beriman.

Ciri ketiga adalah berinfak. Kalau shalat lebih mengutamakan hablum-minallah, infak adalah
sarana yang sangat efektif untuk membangun hablum-minannas. Secara umum ada dua macam
infaq, infak wajib seperti zakat dan nafkah dan infak sunnah seperti wakaf dan sedekah. Orang
yang bertakwa harus peka terhadap lingkungannya, baik lingkungan keluarganya, tetangga
maupun yang lebih luas. Dengan demikian, orang yang bertakwa berpartisipasi aktif dalam
membantu meringankan beban ekonomi keluarga dekat ataupun jauh dan dalam membangun
ekonomi masyarakat.

Ciri keempat adalah percaya kepada al-Qur’an, yaitu kitab suci yang diturunkan kepada
Rasulullah‫ﷺ‬, percaya kepada keotentikan dan keutuhannya serta berusaha untuk menjiwai dan
menjalankan perintah-perintah atau anjuran yang terdapat di dalamnya, sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki. Selain al-Qur’an, ada kitab-kitab lain yang diturunkan Allah‫ ﷻ‬kepada para

4
rasulNya, itu kita Taurat, Kitab Zabur dan Kitab Injil. Orang bertakwa mempercaya kitab-kita ini
berasal dari Allah‫ ﷻ‬sebagaimana yang diberitakan di dalam al-Qur’an.

Yang kelima adalah meyakini akan adanya hari Akhir atau Kiamat dan seluruh peristiwa pada saat
hari Kiamat dan kehidupan di akhirat. Banyak orang yang mengaku beriman tetapi tidak yakin
dengan hari akhirat. Hal ini terlihat dari tindakan atau amalnya, karena tidak berusaha
mengaitkannya dengan kehidupan akhirat. Orang bertakwa sangat meyakini hari akhirat, semua
amalnya akan dilaksanakan dengan perinsip “bagaimana nanti”, maksudnya apakah yang yang
dilakukan ini baik untuk dirinya di akhirat nanti karena semua perbuatan harus
dipertanggungjawabkan di akhirat nanti. Jadi keyakinan kepada hari akhirat adalah semacam
pertimbangan dan kontrol terhadap suatu perbuatan. Jika seorang beriman melakukan perbuatan
salah atau berdosa, maka perbuatannnya itu dilakukan karena khilaf dan dia akan segera
beristighfar, memohon ampun kepada Allah‫ﷻ‬.

Beberapa sifat utama yang lain untuk orang bertakwa diungkapkan pada ayat-ayat lain. Misalnya
ayat ke 134 dan 135 surah Ali Imron, yang mengungkakan sifat yang sangat mulia yang dimiliki
oleh orang yang bertakwa, yaitu kemampuan menahan amarah, pemaaf dan selalu memohon
ampun jika berbuat kesalahan/dosa.

Dengan sifat-sifat yang sangat mulia yang dimiliki orang yang bertakwa, maka al-Qur’an akan
benar-benar menjadi kitab petunjuk untuk mereka dalam menempuh perjanan mencari ridha
Allah‫ ﷻ‬dan pada ayat ke 5 Allah‫ ﷻ‬selalu memberi petunjuk kepada mereka hingga mereka menjadi
orang-orang yang beruntung, yaitu mendapatkan ridha Allah‫ ﷻ‬dan kelak di akhirat menikmati
sorgaNya yang kenikmatan di dalamnya tidak pernah dilihat, tidak pernah terdengar, bahkan tidak
pernah terlintas dalam hati. Allah‫ ﷻ‬mengukur tingkat kemuliaan manusia di sisiNya berdasarkan
tingkat ketakwaan kepadaNya (al-Hujurat: 13).

Hati Yang Dikunci Mati


َٰ ٓٓ‫ٓختمٓٓٱّلل‬٦ٓ‫إِنٓٓٱَّلِينٓٓكفروآْسوا ٓ ٌءٓعل ۡي ِه ۡمٓءأنذ ۡرته ۡمٓأ ۡمٓل ۡمٓتنذ ِۡره ۡمَٓلٓي ۡؤمِنون‬
ٓ‫لَعٓقلوب ِ ِه ۡم‬
ٓ ٓ٧ٓ‫يم‬ ٞ ‫ابٓع ِظ‬ ٌ ‫ٓوله ۡمٓعذ‬ٞ ‫ِشوة‬ َٰ ‫لَعٓأبۡص َٰ ِره ِۡمٓغ‬
َٰٓ ‫لَعٓس ۡمعِ ِه ۡمٓو‬
َٰ ‫و‬
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu
beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman (6) Allah telah mengunci-mati hati dan
pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat
(7).

Orang kafir yang dimaksudkan pada ayat ini harus dipahami dengan seksama, karena banyak kasus
orang kafir mendapatkan hidayah, masuk Islam dan menjadi Muslim yang saleh. Di samping itu
seorang Muslim pun bisa jadi masuk kategori kafir dalam arti kufur nikmat atau mengingkari
firman Allah‫ ﷻ‬yang terdapat dalam al-Qur’an. Kata kafir, berasal dari kata ka-fa-ra yang artinya
antara lain adalah menutupi, menyembunyikan, mengingkari. Seperti iman, kafir ini bertingkat-
tingkat.

5
Yang dimaksudkan kafir pada ayat ke 6, yang tetap kafir walaupun diberi peringatan atau tidak
adalah mereka yang tingkat kekafirannya sangat parah. Ayat ini senada dengan ayat ke 10 surah
Yāsin: “Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu
tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman.”

Jadi ayat ini sebenarnya merujuk kepada orang-orang kafir Mekkah, yang tetap dalam keadaan
kafir walaupun mereka hidup bersama Nabi‫ ﷺ‬dan mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an sekitar 13
tahun. Selanjutnya ayat ini juga mempersiapkan Nabi‫ ﷺ‬dan kaum muslimin untuk tidak segan-
segan berperang dengan mereka, persiapan mental menghadapi perang Badar yang besar
kemungkinan terjadi tidak lama setelah ayat ini turun.

Kekafiran yang parah adalah kekafiran karena mengingkari adanya Tuhan, sehingga semua yang
ghaib diingkari. Jadi menurut orang kafir kategori ini hari akhirat itu tidak ada. Hidup hanya sekali,
di dunia ini saja. Di dalam al-Qur’an kita menemui banyak ayat yang menunjukkan kafir kategori
pengikaran penuh ini, misalnya ayat ke 24 surah al-Jatsiah: “Dan mereka berkata: ‘Kehidupan ini
tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang
membinasakan kita selain masa’, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang
itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.”

Kekafiran parah yang lain yaitu kekafiran berarti mengikari setelah mengetahui atau mendengar
dakwah (melalui rasul yang datang) dan hati kecilnya membenarkan apa yang disampaikan dalam
dakwah tersebut. Di dalam hati orang-orang kafir ini sebetulnya membenarkan adanya Tuhan
Yang Esa atau sebetulnya mereka membenarkan firman Allah yang mereka dengar (ayat-ayat al-
Qur’an), tetapi kata hatinya itu diingkarinya. Bukti-bukti rasul Allah yang datang kepada mereka
lengkap, mereka menyadari itu, tetapi mereka mengingkarinya. Contoh kafir kategori ini
diungkapkan pada ayat ke 14 surah an-Nahl dan ayat ke 89 surah al-Baqarah. Dan mereka
mengingkarinya karena kelaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini
(kebenaran) nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan
(an-Naml:14). Dan setelah datang kepada mereka al-Qur'an dari Allah yang membenarkan apa
yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk
mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, *maka setelah datang kepada mereka apa yang
telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya.* Maka laknat Allah-lah atas orang-orang
yang ingkar itu (al-Baqarah:89).

Orang kafir yang dimaksud ayat ke 6 telah menutupi hati mereka dari hidayah Allah‫ﷻ‬, sehingga
jika hidayah itu (ayat-ayat al-Qur’an) sampai ke mereka, mereka menolaknya. Akibatnya, Allah‫ﷻ‬
akan mengunci-mati hati mereka sehingga mereka tidak akan mendapatkan hidayah itu selamanya.
Jadi, Allah‫ ﷻ‬mengunci-mati hati mereka itu adalah konsekuensi dari sikap dan perbuatan mereka
sendiri. Tempat mereka yang layak, akibat kekafiran mereka itu, hanyalah neraka Jahannam,
mereka akan tinggal selamanya di dalam neraka itu.

Orang kafir dapat dibagi kepada empat jenis, yaitu kafir Harbi, kafir Dzimmi, kafir Muahad dan
kafir Musta'man .Kafir Harbi yaitu orang kafir yang memerangi Allah dan Rasulullah dengan
berbuat makar di atas muka bumi (Muhammad: 4). Kafir Dzimmi yaitu orang kafir yang tunduk
pada penguasa Islam dan membayar jizyah/upeti. (At Taubah: 29). Kafir Muahad yaitu orang kafir
yang tinggal di negara kafir, yang ada perjanjian damai dengan negara Islam (Al Anfal: 58). Dan

6
Kafir Musta'man yaitu orang kafir yang masuk ke negara Islam, dan mendapatkan jaminan
keamanan dari pemerintah (at-Taubah: 6).
Terkait dengan hati yang dikunci mati, kita mesti berhati-hati dan sedapat mungkin menghindari
kemungkinan tertutupnya hati yang kemudian mengakibatkan hati tersebut menjadi mati atau
dikunci mati oleh Allah‫ﷻ‬, sehingga hati tersebut tidak memiliki kemampuan menerima hidayah.
Hal-hal yang dapat memburamkan hati sepatutnya dihindari. Abu Hurairah meriwayatkan, dari
Rasulullah‫ﷺ‬, beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka
dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila dia meninggalkannya dan meminta ampun
serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila dia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan
titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah
sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang
selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.” (al-mutaffifin:14) (HR. At Tirmidzi, Ibnu
Majah, dan Ibnu Hibban).

Berdasarkan hadist di atas, setiap perbuatan dosa akan mengakibatkan bintik hitam pada hati.
Besar dan kecilnya bintik itu bergantung besar dan kecil dosa penyebabnya. Bintik hitam ini akan
hilang jika yang berbuat dosa meminta ampun dan bertobat. Jika perbuatan dosa yang dilakukan
banyak maka bintik hitam itu semakin banyak, apa lagi kalau dosa yang sama dilakukan berulang-
ulang yang pada akhirnya akan mengkibatkan hati terselimuti bintik hitam atau “ar-raan” yang
disebut pada ayat ke 14 surat al-Muthaffin yang artinya hati tersebut telah mati atau dikunci mati.
Oleh karena itu perbanyaklah istighfar dan bertobat dengan tobat yang sungguh-sungguh untuk
menghidari kerusakan atau kematian hati. Semoga kita berhasil membersihkan hati kita sehingga
kita memiliki hati yang bersih dan damai atau qalbun salim.

Munafik – Penyakit Hati yang Parah


ۡ ۡ ۡ
َٰ ِ
ٓٓ‫ٓيخدِعونٓٓٱّللٓٓوٓٱَّلِين‬٨ٓ‫ٱّللِٓو ٓب ِٱَلو ٓمٓٱٓأۡلخ ِِٓرٓومآهمٓبِمؤ ِمن ِني‬
ٓ ِ ‫اسٓمنٓيقولٓءامنآٓب‬
ٓ ِ ‫ومِنٓٓٱنل‬
ٗ ٞ ۡ ٓ ۡ ْ
ٓ‫فٓقلوب ِ ِهمٓمرضٓفزادهمٓٱّللٓٓمرضآوله ۡم‬ ٓ ِ ٓ٩ٓ‫ءامنوآومآَيدعونٓإَِلٓأنفسه ۡمٓومآيشعرون‬
ۡ ْ ٌ ‫عذ‬
ٓ ٓ١٠ٓ‫ابٓأ َِلمُۢٓبِمآَكنوآيكذِبون‬
Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian,"
pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman (8). Mereka hendak menipu
Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang
mereka tidak sadar (9). Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan
bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta (10).

Ayat ke 8 sampai ayat ke 20 berbicara tentang orang-orang munafik dan beberapa sifat utama
mereka. Banyaknya ayat tentang orang-orang munafik ini dibandingkan dengan orang-orang yang
bertakwa mengindikasikan beratnya kerusakan yang disebabkan kemunafikan itu dan
kewaspadaan yang perlu dilakukan dalam menghadapi tipu-daya mereka.

Secara umum orang-orang munafik adalah mereka yang memiliki sifat pura-pura, menampakkan
kebaikan dan menyembunyikan keburukan atau nampak manis dan bertutur baik, tetapi hati busuk

7
dan penuh tipu-muslihat, sehingga ucapan mereka bertolak-belakang dengan perbuatan mereka.
Perlu diketahui ada dua kategori munafik, yaitu munafik keyakinan (nifak i’tiqadi) dan munafik
amal (nifak amali). Ayat ke 8 mengungkapkan ciri utama nifak i’tiqadi, yaitu mengaku beriman
tetapi hakekatnya mereka itu kafir. Orang-orang munafik jenis i’tiqadi ini sangat berbahaya,
karena mereka menjadi musuh dalam selimut bagi orang-orang yang beriman. Nifak amali adalah
jenis orang yang suka berpura-pura, menyatakan sesuatu yang berbeda dengan niatnya
(menyembunyikan kebenaran atau niat yang sesungguhnya), tetapi tidak sampai mencederai
keimanannya.

Di dalam hadist disebutkan tiga ciri utama orang-orang munafik ini, yaitu bila berkata berdusta,
bila berjanji diingkari dan bila diberi aman berkhianat. Di dalam ayat pertama surah al-Munāfiqun
sikap orang munafik yang berpura-pura beriman ini dibongkar Allah‫ﷻ‬. Mereka mengungkapkan
di depan Rasulullah‫ ﷺ‬bahwa mengakui bahwa beliau‫ ﷺ‬benar-benar seorang rasul Allah‫ﷻ‬, padahal
sesungguhnya mereka berdusta, mereka tidak percaya, alias kafir.

ۡ ۡ ۡ ْ ۡ ٓ
ٓ‫ٱّللِهٓوٓٱّللٓ ٓيعلم ٓإِنك ٓلرسولٓۥ ٓوٓٱّللٓ ٓيشهد ٓٓإ ِن‬ َٰ
ٓ ٓ ‫إِذا ٓجاءك ٓٱلمنفِقونٓ ٓقالوا ٓنشهد ٓإِنك ٓلرسول‬
ۡ
ٓ ٓ١ٓ‫ٱلمنَٰ ِف ِقنيٓٓلكَٰذِبون‬
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu
benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu
benar-benar orang pendusta (al-Munāfiqun:1).

Sebagaimana telah disebutkan di atas, ayat ke 8 mengungkapkan sifat nifak i’tiqadi. Mereka ini
sesungguhnya tidak memiliki iman di dalam hati mereka, tetapi mengaku sebagai orang-orang
yang beriman. Mereka memiliki maksud buruk dengan mengaku sebagai orang yang beriman.
Ayat ke 9 membongkar kebusukan orang-orang munafik ini, yaitu mereka itu sesungguhnya
penipu. Mereka hendak menipu Allah‫ ﷻ‬dan orang-orang beriman, tetapi sesungguhnya mereka
menipu diri mereka sendiri, karena mereka berdusta dengan sikap dan perkataan mereka; mereka
menipu hati nurani mereka dan ini berakibat sangat buruk kepada diri mereka sendiri.

Ayat ke 9 mengungkapkan dampak dari sifat nifak yang dimilik oleh orang-orang munafik, yakni
merusak hati. Hati orang munafik ini terdapat penyakit, penyakit yang parah yang membuat hati
mereka busuk dan tidak mampu lagi untuk menerima kebenaran. Kemudian yang lebih parah lagi,
Allah‫ ﷺ‬murka kepada mereka dengan menambahkan penyakit hati itu sehingga hati mereka
menjadi mati dan peluang untuk mendapatkan hidayah menjadi nihil. Akibatnya, mereka kelak
menjadi penghuni neraka, bahkan di dasar neraka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu
(ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan
mendapat seorang penolongpun bagi mereka (an-Nisā:145).

ۡ ۡ ٓ ۡ ْ ۡ ْ ۡ
ٓٓ‫َل ٓإِنهٓ ۡم ٓهم ٓٱلمفسِدون‬ٓ ‫ ٓأ‬١١ٓ ‫ۡرض ٓقال ٓوا ٓإِنمآَنن ٓم ۡصل ِحون‬
ٓ ِ ‫ٓف ٓٱۡل‬ ۡ
ِ ‫ِإَوذا ٓقِيل ٓلهم َٓل ٓتفسِدوا‬
ٓ ۡ ْ ٓ ْ ۡ
ٓ‫ ِٓإَوذا ٓقِيل ٓله ۡم ٓءامِنوا ٓكما ٓءامن ٓٱنلاسٓ ٓقال ٓوا ٓأنؤمِن ٓكما ٓءامن‬١٢ٓ ‫كن َٓل ٓيشعرون‬ ِ َٰ ‫ول‬

8
ْٓ ْ ْ ٓ ُّ ٓ ٓ ُّ
ٓ‫ِٓإَوذآلقوآٱَّلِينٓٓءامنوآقالوآءامنآِإَوذا‬١٣ٓ‫كنَٓلٓي ۡعلمون‬
ِ َٰ ‫ٱلسفهاءٓٓول‬ ٓ‫ٱلسفها ٓء هٓأَلٓإِنه ۡمٓهم‬
ۡ ۡ ۡ ۡ ْٓ ۡ َٰ ْۡ
َٰ
ٓ ٓ١٤ٓ‫خلوآإَِلٓشي ِطين ِ ِهمٓقالوآإِنآمعكمٓإِنمآَننٓمسته ِزءون‬
Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka
menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan" (11). Ingatlah,
sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar
(12). Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah
beriman". Mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu
telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak
tahu (13). Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan:
"Kami telah beriman". Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka
mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok" (14).

Ayat ke 11 sampai ayat ke 14 mengungkapkan prasangka dan sebagian sifat-sifat orang munafik.
Pertama, orang-orang menafik ini, dengan berbagai tindakan yang mereka lakukan, menganggap
atau berprasangka bahwa apa yang mereka lakukan bermanfaat buat masyarakat. Oleh karena ini,
ketika ada yang menegah mereka agar tidak berbuat kerusakan di muka bumi, serta-merta mereka
berkelit dan mengatakan bahwa mereka melakukan sebaliknya, melakukan perbaikan. Padahal,
orang-orang munafik ini benar-benar berbuat kerusakan karena mereka berdusta dan berkhianat
sehingga masyarakat orang-orang beriman yang terdapat orang munafik di dalamya mengalami
kesulitan untuk melakukan perbaikan dan membangun masyarakat yang islami, karena upaya
perbaikan ini pasti dihalangi oleh orang munafik yang siap-siap untuk berkhianat dan
membocorkan rencana baik kepada musuh.

Kedua, ketika mereka dihimbau untuk beriman, sebagaimana orang lain beriman, mereka
menanggapi himbauan ini dengan sinis, tanpa sadar mengungkapkan isi hati mereka yang tidak
beriman. Mereka menganggap orang-orang beriman itu bodoh. Culas sekali mereka ini. Karena
jangkauan visi mereka hanya di dunia ini, sehingga mereka tidak mampu menjangkau betapa
orang-orang beriman itu merupakan orang-orang yang sangat beruntung. Jadi, yang sebenarnya
bodoh itu itu adalah orang-orang munafik itu, karena semua yang mereka lakukan di dunia ini akan
menambah dosa mereka yang telah bertumpuk-tumpuk, yang membuat mereka kelak tinggal di
dasar neraka.

Ketiga, ketika mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, khususnya orang-orang
beriman yang memiliki kekuatan dan mereka takuti, karena takut mereka mengatakan bahwa
mereka beriman, padahal hati mereka busuk dan tidak beriman. Ketika mereka kembali ke habitat
mereka yang terdiri dari setan-setan itu, merekapun mengaku bahwa mereka adalah bagian dari
setan-setan itu dan pengakuan beriman di hadapan orang-orang beriman itu hanya berolok-olok
saja. Jahat sekali mereka itu.

ۡ ْ ۡ ۡ
َٰٓ ‫ٓأ ْو َٰٓلئِكٓٓٱَّلِينٓٓٱشَتوٓآٱلضلَٰلةٓٓٓب ِٱلهد‬١٥ٓ‫ٓفٓطغيَٰن ِ ِه ۡمٓي ۡعمهون‬
ٓ‫ى‬ ۡ ُّ ۡ ۡ ۡ
ِ ‫ٱّللٓٓيسته ِزئٓب ِ ِهمٓويمدهم‬
ۡ ٓ ٓ
ٓ‫ارآفلما ٓأضاءت‬ ۡ ٓ ‫ ٓمثله ۡٓم ٓكمثل ٓٱَّلِي‬١٦ٓ ‫فمآربحتٓت ِجَٰرته ۡم ٓومآَكنوا ْٓم ۡهتدِين‬
ٗ ‫ٱست ۡوقدٓ ٓن‬
ِ ِ

9
ۡ ُۢ ُّ ۡ
ٓ‫ۡم ٓفه ۡم َٓل‬
ٞ ۡ ‫ك ٌم ٓع‬ ‫ ٓص ٓم ٓب‬١٧ٓ ‫ِصون‬ ٖ َٰ‫ٓف ٓظلم‬
ِ ‫ت َٓل ٓيب‬ ۡ ۡ
ِ ‫مآحولٓۥ ٓذهب ٓٱّللٓ ٓبِنورِهِم ٓوتركهم‬
ۡ
ٓ ِ ‫َٓيعلونٓأصَٰبِعه ۡم‬
ٓ‫ٓفٓءاذان ِ ِهم‬
ۡ ٞ ۡ ٞ ۡ
‫تٓورعدٓوبرق‬ ٞ َٰ‫ٓأ ۡٓوٓكصيبٓمِنٓٱلسمآءِٓٓفِيهِٓظلم‬١٨ٓ‫ي ۡرجعٓون‬
ٖ ِ ِ
ٓ ۡ َٰ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
َٰ
ٓ‫ٓيكادٓٓٱلَبقٓ َٓيطفٓأبصرهمُٓكما‬١٩ٓٓ‫تٓوٓٱّللُٓٓمِيُۢطٓٓب ِٱلك ِف ِرين‬ ِٓ ‫ِقٓحذرٓٱلمو‬ ِٓ ‫مِنٓٱلصوَٰع‬
ٓ ْ ۡ ٓ ْ ٓ
ٓٓ‫أضاءٓلهٓمٓمش ۡوآفِيهِِٓإَوذآأظلمٓعل ۡي ِه ۡمٓقام ْۚوآول ۡوٓشاءٓٱّللَّٓٓلهبٓبِس ۡم ِع ِه ۡمٓوأبۡص َٰ ِره ۡ ِْۚمٓإِنٓٱّلل‬
ٞ ‫َٓش ٖءٓقد‬ۡ ‫لَعٓك‬
ٓ ٓ٢٠ٓ‫ِير‬ ِ َٰ
Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam
kesesatan mereka (15.) Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka
tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk (16).
Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam
kegelapan, tidak dapat melihat (17). Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan
kembali (ke jalan yang benar) (18) atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit
disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena
(mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir (19).
Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka,
mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau
Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka.
Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu (20).

Olok-olok yang mereka lakukan terhadap orang-orang beriman seperti yang mereka ungkapkan
pada ayat ke 14 akan berdampak merugikan buat diri mereka sendiri. Kedustaan mereka akan
menjauhkan mereka dari hidayah sehingga mereka tidak akan menemukan jalan yang benar.
Akibatnya, mereka menempuh jalan yang sesat dan terombang ambing dalam kesesatan yang
mereka tempuh.

Orang-orang munafik ini selalu berinteraksi dengan orang beriman, bahkan pada zaman
Rasulullah‫ ﷺ‬mereka bertemu, berbicara dan mendapatkan nasehat dari Rasulullah‫ﷺ‬. Peluang
mendapatkan hidayah ada disekiling mereka. Namun, mereka campakkan hidayah itu, mereka jual
hidayah yang tak ternilai tersebut dengan kesesatan yang sangat merugikan. Artinya, perniagaan
yang mereka lakukan sesungguhnya sangat merugikan mereka dan tingkat kerugian itu semakin
menganga, berlipat ganda, dengan bertambahnya umur mereka. Malangnya, mereka tidak mampu
melihat kerugian yang berlipat ganda itu karena hati mereka buta, bahkan dikunci-mati oleh
Allah‫( ﷻ‬al-Munāfiqun:3) sehingga hati mereka tidak mampu menyerap hidayah yang ada disekitar
mereka. Malangnya!

Ayat ke 16, 17 dan 18 mengilustrasikan kondisi kerugian parah yang mereka alami yang
diungkapkan pada ayat ke 15. Mereka berada dilingkungan cahaya (diilustrasikan dengan cahaya
api yang menerangi disekelilingnya), sepintas mereka dapat melihat cahaya itu, tetapi kemudian
cahaya itu diambil Allah‫ﷻ‬, mereka dalam keadaan gelap, mata mereka menjadi tidak berfungsi,
tidak dapat melihat lagi, sehingga mereka tidak mampu melangkah pada jalan yang benar.

10
Parahnya, semua alat yang dapat digunakan untuk menerima hidayah juga “disita” Allah,
akibatnya “Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang
benar).”

Ayat ke 19 dan 20 mengilustrasikan akibat dari kebutaan yang parah tersebut. Mereka berada
dalam keadaan gelisah dan takut, laksana seorang yang berada ditengah-tengah badai guntur yang
dahsyat yang disertai hujan lebat, langit pun gelap-gulita. Suasana yang sangat mencekam itu,
disertai dengan suara petir betubi-tubi, memekakan telinga dan menakutkan, membuat mereka
berusaha menutup telinga untuk meredam suara petir yang dahyat, menahan rasa takut yang
melemaskan seluruh persendian, takut mati. Mereka pun berusaha menghindari badai guntur yang
dahsyat itu karena ada sedikit cahaya yang berupa kilat yang sambar-menyambar. Mulailah mereka
melangkah dengan bantuan kilat itu, tetapi begitu hendak melangkah cahaya kilat itu lenyap,
hilang pula harapan mereka yang sedang ketakutan itu. Kemudian muncul lagi kilat, mereka
hendak melangkah lagi, tetapi cahaya kilat itu hilang lagi, sehingga hilang pula harapan mereka.
Begitulah parahnya kondisi orang-orang munafik ini.

Akhir ayat ke 20 mengungkapkan kekuasaan Allah yang dapat melakukan apasaja, termasuk
melenyapkan pendengaran dan penglihatan sehingga cahaya atau hidayah tidak mampu mencapai
ke hati. Alangkah ruginya orang-orang munafik itu, mereka menukar cahaya dengan kegelapan
sehingga mereka hidup dalam kegelapan.

Hanya Pencipta Yang Patut Disembah


ۡ ْ ۡ
ۡ ۡ ۡ
ٓ‫ٓٱَّلِي‬٢١ٓ‫وآربكمٓٱَّلِيٓخلقكمٓوٓٱَّلِينٓٓمِنٓقبل ِكمٓلعلكمٓتتقون‬ ٓ ‫يأ ُّيهآٱنلاسٓٓٱعبد‬
َٰٓ
ٗ ۡ ٓ ٓ ٓ ٓ ٗ ۡ
ٓ‫تٓرِ ۡزٓقا‬
ِٓ َٰ ‫جعلٓلكمٓٱۡلۡرضٓٓف ِرَٰشآوٓٱلسماءٓٓبِنا ٗءٓوأنزلٓمِنٓٱلسماءِٓٓما ٗءٓفأخرجٓب ِ ٓهِۦٓمِنٓٱثلمر‬
ۡ ۡ ٗ ْ ۡ
ٓ ٓ٢٢ٓ‫ّٓللِٓأندادآوأنتمٓتعلمون‬ ِ ‫لك ۡمٓفَلَٓتعلوا‬
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu,
agar kamu bertakwa (21). Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit
sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan air itu
segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-
sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui (22).
Ayat ke 21 menyeru, mengajak atau menghimbau manusia untuk menyembah atau beribadat
kepada Tuhan yang satu (Allah‫)ﷻ‬, yaitu Tuhan yang yang menciptakan seluruh manusia. Yang
memiliki kemampuan mencipta hanya Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Allah ‫ﷻ‬. Sedangkan tuhan lain
yang disembah manusia adalah tuhan yang diciptakan manusia, bukan Tuhan yang menciptakan
manusia. Tuhan yang diciptakan manusia adalah tuhan-tuhan batil yang membuat manusia
terjerumus kepada kesesatan yang parah. Semua mahluk, termasuk manusia, memiliki fitrah untuk
menyembah. Dengan demikian, menyembah Tuhan yang benar, yaitu Allah ‫ﷻ‬, akan menyebabkan

11
manusia hidup sesuai dengan fitrahnya. Selanjutnya dengan menyembah Allah ‫ ﷻ‬semata, manusia
akan bertakwa kepadaNya.
Ayat ke 22 mengungkapkan betapa Allah‫ ﷻ‬itu mempersiapkan dan menyediakan berbagai
keperluan untuk hidup manusia di bumi. Sudah sepantasnya manusia bersyukur kepadaNya dan
tidak mempersekutukanNya dengan apapun. Mari kita perhatikan satu persatu rahmatNya yang
disebutkan dalam ayat ini, rahmatNya yang sangat diperlukan manusia untuk hidup di bumi.
Bumi adalah bagian dari benda langit yang jumlahnya luar biasa sangat banyak, tidak terhitung.
Bumi ini adalah benda langit yang sangat kecil, tetapi sangat berarti karena manusia hidup di bumi,
walaupun manusia adalah mahluk yang relatif baru di bumi dibandingkan mahluk-mahluk lain.
Sebelum manusia (Bani Adam) tinggal di bumi, bumi ini dipersiapkan sedemikian rupa, agar
manusia dapat hidup nyaman, guna mempertahankan hidup dan berkembang-biak di bumi. Bumi
ini selalu bergerak, berputar pada sumbunya (rotasi) dan mengelilingi matahari (revolusi) dengan
proporsi yang sempurna sehingga gerakan itu tidak terasa. Bumi ini bulat seperti bola, namun
karena permukaannya sangat luas disertai dengan gaya gravitasi yang dimilikinya, maka bumi ini
semacam dihamparkan dan benda-benda, baik yang diam maupun bergerak, mendapatkan posisi
yang stabil di permukaan bumi. Inilah yang mungkin dimaksud bumi itu dihamparkan di dalam
ayat ke 22 ini.
Kemudian, pada ayat ini disebut juga langit itu dijadikan atap. Fungsi utama atap adalah pelindung.
Apa sesungguhnya langit itu dan bagaimana langit dapat melindungi bumi? Kata samā’ yang
diterjemahkan sebagai langit merujuk kepada semua benda (secara menyeluruh) yang ada di atas
bumi. Jadi samā’ atau langit adalah konsep yang merujuk kepada sesuatu yang berada di atas bumi.
Secara umum, dengan pandangan mata biasa, di siang hari, warna langit adalah biru. Warna biru
ini terbentuk dari interaksi cahaya matahari dengan atmosfer bumi. Langit itu sangat luas. Nun
jauh di sana terdapat galaxi, bintang dan benda-benda langit lain yang jumlahnya tak terhitung.
Bintang yang paling dekat dengan bumi adalah matahari, jaraknya sekitar 149.6 juta km. Benda
langit yang terdekat dengan bumi adalah satelit bumi, yaitu bulan yang berjarak sekitar 384.400
km.
Langit yang dimaksudkan sebagai atap besar kemungkinan adalah atmosfer bumi yang berlapis-
lapis. Berdasarkan sifat-sifat lapisan itu, atmosfer dibagi menjadi 5 lapis, yaitu troposfer, stratosfer,
mesosfer, termosfer/ionosfer, dan ekosfer. Atmosfer bumi ini sangat berpengaruh terhadap
kehidupan di bumi. Tanpa perlindungan atmosfer, bumi ini akan dihantam berbagai benda langit
seperti meteor yang dapat menghancurkan bumi. Lapisan mesosfer menahan dan menghancurkan
benda langit seperti meteor sehingga tidak mencapai bumi. Walaupun demikian, ada juga beberapa
meteor yang cukup besar jatuh dan menghantam permukaan bumi, tetapi jumlahnya sangat sedikit
dibandingkan dengan jumlah meteor yang tertahan dan hancur sebelum mencapai bumi. Radiasi
sinar-sinar kosmos yang sangat berbahaya untuk kehidupan di bumi juga tertahan di atmosfer,
misalnya lapizan ozon yang terdapat pada stratosfer menahan sinar ultra-violet. Karena ditahan di
lapizan ozon radiasi sinar ultra-violet hanya sebagian kecil mencapai permukaan bumi, sehingga
tidak berbahaya atau bahkan bermanfaat. Jadi jelaslah langit sebagai atap itu melindungi bumi
dari marahabaya yang tidak tampak dari ruang angkasa.

12
Ayat ini lalu menyebutkan hujan yang diturunkanNya dari langit. Langit yang dimaksudkan di sini
adalah lapisan atmosfer yang paling rendah, yaitu troposfer. Pada lapisan inilah terbentuk awan
dan terbentuknya butir air yang kemudian menjadi hujan. Hujan adalah bagian dari siklus air dan
dengan hujan itu air terdistribusi ke berbagai pelosok permukaan bumi. Bagian bumi yang kering,
ketika mendapatkan air melalui hujan menjadi “hidup”, sehingga berbagai tumbuhan akan muncul.
Tanpa air tidak ada kehidupan dan segala yang hidup (di bumi) diciptakan dari air (al-Anbiyā:30).
Tanaman, termasuk berbagai buah-buahan, tumbuh dan berbuah dengan air yang cukup karena
seluruh komponen tanaman, termasuk buah, komponen utama pembentuknya adalah air yang
diserap oleh akar tanaman. Buah-buahan, biji-bijian, daun-daun, akar umbi adalah sumber
makanan manusia dan hewan. Baik hasil tumbuh-tubuhan maupun hewan adalah rezeki utama
manusia sebagai sumber pangan.
Jelaslah langit adalah rahmat Allah‫ ﷻ‬yang sangat besar yang tanpanya manusia dan mahluk lain di
bumi tidak dapat hidup. Siapa yang menciptakan langit yang memiliki komposisi dan
keseimbangan yang sempurna itu? Tentu saja Dia Yang Maha Sempurna dan Dia ‫ ﷻ‬tidak mungkin
lebih dari satu. Dialah Allah‫ﷻ‬, satu-satu Tuhan alam semesta ini, Pencipta, Pengatur dan Pemberi
rizki untuk mahlukNya. Patutkah manusia menyembah selainNya? Hanya manusia yang bodoh
saja yang menyembah tuhan selain Allah‫ﷻ‬.

Al-Qur’an itu Mu’jizat Sepanjang Masa


ٓ ْ ۡ ۡ ْ ۡ َٰ ‫ٓف ٓر ۡيب ٓمِمآنزٓ ۡنل‬
ٓ‫وا ٓشهداءكمٓمِن‬ ٓ ‫آلَع ٓع ۡبدِنآفأتوا ٓبِسورة ٖٓمِنٓمِثل ِ ٓهِۦ ٓوٓٱدع‬ ٖ
ۡ
ِ ‫ِإَون ٓكنتم‬
ْ ْ ۡ ْ ۡ ۡ
ٓٓ‫تٓوقودهآٱنلاس‬ ٓ ِ ‫وآٱنلارٓٓٱل‬ ٓ ‫ٓفإِنٓلمٓتفعلوآولنٓتفعلوآفٓٱتق‬٢٣ٓ‫ٱّللِٓإِنٓكنت ۡمٓص َٰ ِدقِني‬ ٓ ٓ‫ون‬ ِ ‫د‬
ۡ ۡ ‫تٓأنٓله‬ ْ ْ ۡ ۡ ۡ
ٓ‫تَٓت ِري‬ ٖ َٰ ‫ن‬ ‫ٓج‬‫م‬ ٓ ِ َٰ ‫ِح‬ ‫ل‬َٰ ‫ٱلص‬ ٓ ‫وا‬ ‫ل‬ ‫م‬
ِ ‫ع‬‫ٓو‬ ‫وا‬ ‫ن‬ ‫ام‬‫ء‬ ٓ‫ِين‬
ٓ ‫ٱَّل‬ٓٓ
‫ش‬
ِ ِ ‫ب‬ ‫و‬ ٓ٢٤ ٓ‫ين‬ ‫ر‬ ‫ف‬
ٓ
ِ َٰ ‫ك‬ ‫ِل‬ ‫ل‬ ٓ‫ت‬ ‫ِد‬‫ع‬ ‫أ‬ ٓ ‫ة‬
ٓ‫ار‬ ‫ِج‬ ‫ٱۡل‬ٓ‫و‬
ِ
ْ ۡ ۡ َٰ
ْ ٗۡ ۡ ْ َٰ ۡ ۡ ۡ
ٓ‫مِنَٓتتِهآٱۡلنهرٓ ُٓكمآرزِقوآمِنهآمِنٓثمرة ٖٓرِزقآقالوا ٓهذآٱَّلِي ٓرزِقنآمِنٓقبل ٓوأتوا ٓب ِ ٓهِۦ‬
ٞ ٞ َٰ ۡ ٓ
ُّ ‫ج‬
ٓ ٓ٢٥ٓ‫ٓمطهرةٓوه ۡمٓفِيهآخَٰ ِِلون‬ ‫شب ِ ٗهآوله ۡمٓفِيهآأزو‬ َٰ ‫مت‬

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba
Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-
penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar (23). Maka jika kamu tidak dapat
membuat(nya) -- dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka
yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir (24). Dan
sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka
disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki
buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada
kami dahulu". Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-
isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya (25).

13
Ayat ke 23 menegaskan bahwa al-Qur’an itu adalah wahyu Allah‫ﷻ‬, bukanlah perkataan hamba
dan kekasihNya, Nabi Muhammad‫ﷺ‬. Allah‫ ﷻ‬mengajukan tantangan kepada kaum kafirin,
musyrikin atau siapa saja yang tidak percaya al-Qur’an itu wahyu dari Allah‫ﷻ‬, buatlah satu surah
saja seperti surah di dalam al-Qur’an yang kebenaran isi dan keindahan susunan kata harus setara,
dan dalam proses pembuatan (pengarangan) itu silahkan mendatangkan bala bantuan mahluk,
apapun mahluk itu. Tantangan semacam ini juga diajukan Allah‫ ﷻ‬pada surah yang diturunkan ke
di Mekkah, seperti:

َٰ ْ ٓ ۡ ْ ۡ ۡ
ٓ ٓ٣٤ٓ‫ِيثٓمِثل ِ ٓهِ ٓۦٓإِنَٓكنوآص ِدقِني‬
ٖٓ ‫وآ ِِبد‬
ٓ ‫فليأت‬
Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-
orang yang benar (at-Thūr:34).

ۡ ۡ ۡ ۡ ْ ۡ ۡ ۡ ۡ ٓ ‫قل ٓل ئ ن‬
ۡ
ٓ‫انَٓلٓيأتونٓب ِ ِمثل ِ ٓهِۦٓوٓلوَٓكن‬ ۡ َٰ َٰٓ
ِٓ ‫نٓلَعٓأنٓيأتوآب ِ ِمث ِلٓهذآٱلقرء‬ُّ
ٓ ‫ٱۡل‬
ِ ٓ‫ٱۡلنسٓٓو‬
ِ ٓ ٓ
‫ت‬ ِ ‫ع‬‫م‬ ‫ت‬‫ٱج‬ ِِ
ٓ ٓ٨٨ٓ‫ريا‬ٗ ‫ب ۡعضه ۡمِٓلِ ۡعضٓظه‬
ِ ٖ
Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al
Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian
mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain" (al-Isra:88).

Sampai saat ini, dan tentunya sampai hari Kiamat nanti, tidak ada yang mampu menjawab
tantangan Allah‫ ﷻ‬ini. Mampukah seorang yang tidak pernah belajar (tidak memiliki guru), tidak
bisa membaca dan menulis menghasilkan karya setara al-Qur’an? Jawabnya tidak mungkin. Lalu,
implikasi yang harus diterima adalah bahwa al-Qur’an itu adalah mu’jizat, wahyu dari Allah‫ ﷻ‬dan
yang menerima wahyu itu (Nabi Muhammad‫ )ﷺ‬pastilah seorang nabi dan sekaligus seorang rasul
Allah‫ ﷻ‬karena beliau‫ ﷺ‬ditugaskan menyampaikan wahyu itu. Ini logika yang sangat sederhana,
semua manusia dari berbagai lapisan seyogyanya dapat memahaminya.
Al-Qur’an itu adalah wahyu Allah‫ ﷻ‬yang diwahyukan kepada hambaNya (an-Najm:3-4) dan tiada
keraguan sedikitpun bahwa al-Qur’an itu adalah wahyu (al-Baqarah:2) dan mu’jizat sepanjang
masa, yang diturunkan Allah‫ ﷻ‬kepada Rasulullah‫ﷺ‬.
Ayat ke 24 menegaskan manusia tidak mampu dan tidak akan pernah mampu, sampai hari Kiamat
nanti, membuat semacam al-Qur’an atau satu surah darinya. Jika jelas manusia tidak mampu
melakukannya, maka langkah logis yang mesti dilakukan adalah mempercayainya, bahwa al-
Qur’an itu adalah wahyu Allah‫ ﷻ‬dan yang menerima wahyu itu adalah rasulNya. Sayangnya,
dengan logika yang sangat sederhana inipun kebanyakan manusia gagal menerimanya, alias
mengingkarinya. Mereka yang mengingkarinya berarti mengingkari fitrahnya dan diancam Allah ‫ﷻ‬
dengan api neraka, menjadi bahan bakar neraka itu!
Selanjutnya mereka yang mengimaninya, yakni beriman kepada al-Qur’an itu adalah wahyu dan
penerima wahyu itu adalah rasul Allah, yang diterima dari Allah Yang Maha Esa. Orang-orang
yang beriman dan beramal soleh, selalu taat dan mengikuti perintah Allah ‫ ﷻ‬dan rasulNya, maka

14
bagi mereka adalah berita gembira, yakni dimasukkan Allah‫ ﷻ‬ke dalam sorgaNya yang
bergelimang berbagai kenikmatan yang tiada tara, karena Dia ‫ ﷻ‬ridha dengan mereka. Beberapa
kenikmatan itu diilustrasikan pada ayat ke 25, yaitu suasana yang sangat indah, menyejukkan mata
dengan sungai-sungai indah yang mengalir di dalamnya, berbagai makanan, termasuk buah-
buahan yang nikmat. Di dalam sorga itu orang-orang yang mendapatkan ridha Allah‫ ﷻ‬ini tinggal
selamanya ditemani istri atau pasangan suci yang super indah dan menawan, menenangkan dan
membahagiakan. Tiada sedih, tiada khawatir, yang ada di sorga itu hanya kebahagiaan dan
kesenangan yang hakiki.

Buah Perumpamaan
ۡ ْ ۡ ٗ ٗ ۡ ٓ‫ح‬ ۡ ۡ
ٓ‫ۡضبٓمثَلٓمآبعوضةٓفمآفوقها ْۚٓفأمآٱَّلِينٓٓءامنوآفيعلمونٓأنه‬ ِ ‫نٓي‬ ‫أ‬ ٓ ٓ
‫ۦ‬ ِٓ ‫۞إِنٓٱّللَٓٓلٓيست‬
ٗ ِ ‫ض ُّل ٓٓبهِۦ ٓكث‬ ٗ ٓ ْ ۡ ُّ ‫ٱۡل‬ۡ
ٓ‫ريا‬ ِ ِ ‫ٓي‬ ۘ ‫َل‬ ‫ث‬‫ٓم‬ ‫ا‬‫ذ‬َٰ ‫ه‬ِ ‫ب‬ٓ ‫ٱّلل‬
ٓ ٓ ‫اد‬ ‫ر‬ ‫ٓأ‬ ‫ا‬‫اذ‬ ‫ٓم‬ ‫ون‬ ‫ول‬ ‫ق‬ ‫ي‬ ‫ٓف‬ ‫وا‬ ‫ر‬ ‫ف‬ ‫ك‬ ٓ ‫ِين‬
ٓ ‫ٱَّل‬ ٓ ‫ا‬ ‫م‬ ‫أ‬‫ٓو‬ ‫م‬ ‫ه‬
ِِ ‫ب‬‫ٓر‬ ‫ِن‬‫م‬ ٓ ٓ
‫ق‬
ۡ ُّ
ٓ‫ٱّللِٓ ِم ُۢنٓب ۡعدِٓمِيثَٰ ِق ٓهِۦ‬
ٓ ٓ‫ٓٱَّلِينٓٓينقضونٓٓع ۡهد‬٢٦ٓٓ‫سقِني‬ ِ َٰ‫ضلٓب ِ ٓهِ ٓٓۦٓإَِلٓٱلف‬ ِ ‫ري ْۚآومآي‬ ٗ ِ ‫وي ۡهدِيٓب ٓهِۦٓكث‬
ِ
ۡ ۡ ۡ ٓ ۡ
ٓٓ‫ٓك ۡيف‬٢٧ٓٓ‫ۡرضٓأ ْو َٰٓلئِكٓهمٓٱلخَٰ ِِسون‬ ٓ ِ ‫ٓفٓٱۡل‬ ِ ‫ون‬ ‫ِد‬‫س‬ ‫ف‬ ‫ي‬ ‫ٓو‬ ‫ل‬ ‫وص‬ ‫نٓي‬ ‫أ‬ ٓٓ ٓ
‫ۦ‬ ِ ٓ
‫ه‬ ِ ‫ب‬ ٓ‫ٱّلل‬
ٓ ٓ‫ر‬ ‫م‬ ‫ٓأ‬ ‫ويقطعونٓما‬
ۡ ٗ ۡ
ٓٓ‫ٓهو‬٢٨ٓ‫ٱّللِٓوكنت ۡمٓأ ۡموَٰتآفأ ۡحيَٰك ۡمٓثمٓي ِميتك ۡمٓثمُٓييِيكٓ ۡمٓثمٓإَِلۡهِٓت ۡرجعون‬ ٓ ِ ‫تكفرونٓٓب‬
ۡ َٰ ٓ ۡ ٗ ۡ
ٓ‫ت ٓوهو‬ َٰ َٰ
ٖ ‫ى ٓإَِل ٓٱلسماءِٓ ٓفسوىهن ٓسبع ٓسمو‬ َٰٓ
ٓ ‫ۡرض َٓجِيعآثم ٓٱستو‬ ٓ ِ ‫آف ٓٱۡل‬ ِ ‫ٱَّلِي ٓخلق ٓلكمٓم‬
ٞ ‫َٓش ٍءٓعل‬
ٓ٢٩ٓ‫ِيم‬ ۡ ‫ب كل‬
ِ ِ
Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah
dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar
dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini
untuk perumpamaan?”. Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan
dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang
disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik (26), (yaitu) orang-orang yang melanggar
perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah
(kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah
orang-orang yang rugi (27). Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu
Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian
kepada-Nya-lah kamu dikembalikan (28). Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi
untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu (29).

Ayat ke 26 berbicara tentang perumpamaan, dalam hal ini adalah perumpamaan yang termaktub
di dalam al-Qur’an. Bagi Allah Yang Maha Tahu dan Maha Bijaksana, Dia ‫ ﷻ‬membuat
perumpamaan itu menggunakan apasaja yang Dia‫ ﷻ‬kehendaki, termasuk mahluk-mahluk kecil

15
seperti lalat yang menjengkelkan atau yang lebih kecil lagi. Perumpamaan atau pemisalan adalah
metode yang digunakan untuk menjelaskan suatu konsep, khususnya konsep yang kompleks agar
konsep tersebut mudah difahami. Orang-orang yang beriman meyakini perumpamaan itu berasal
dari Allah‫ﷻ‬, merupakan bagian rahmatNya, agar mereka dapat memahami dengan baik pesan yang
disampaikanNya melalui wahyuNya. Dengan keyakinan bahwa perumpamaan itu adalah rahmat
Allah‫ﷻ‬, maka orang-orang beriman akan berusaha memahami perumpamaan-perumamaan yang
diberikan Allah‫ ﷻ‬untuk memetik manfaat yang besar yang berada dibalik perumpamaan itu.

Namun, bagi orang-orang kafir, yang tidak percaya kepada al-Qur’an, akan menyepelekan dan
bahkan melecehkan perumpamaan-perumpamaan itu. Mereka terjebak di sekitar objek yang
menjadi perumpamaan seperti lalat (al-Hajj:73) atau laba-laba (al-Ankabūt:41), lalu tersesat
karena mempertanyakan, mengejek atau mengolok-olok perumpamaan itu. Ayat ke 26 ini juga
memberikan peringatan bahwa perumpamaan yang diberikan Allah hendaklah dipahami dengan

ۡ ۡ َٰ ۡ ۡ ۡ
seksama dan dengan niat yang tulus dengan ilmu yang cukup.
َٰ ٓ ۡ
ٓ ٓ٤٣ٓٓ‫اسٓومآيعقِلهآإَِلٓٱلعل ِمٓون‬
ِۖ ِ ‫ۡضبهآل ِلن‬
ِ ‫وت ِلكٓٓٱۡلمثلٓٓن‬
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya
kecuali orang-orang yang berilmu (al-Ankabūt:43)

Mereka yang tidak memiliki niat yang tulus dan tidak memiliki cukup ilmu untuk memahami
perumpamaan yang dibuat Allah‫ ﷻ‬bisa jadi terjerumus kepada kesesatan. Jika ini terjadi mereka
bisa jadi masuk dalam kategori orang fasik, sebagaimana yang diindikasikan pada akhir ayat ke
28 ini.

Jika diperhatikan ayat-ayat sebelumnya, maka fasik dalam ayat ini merujuk kepada mereka yang
tidak percaya kepada al-Qur’an, alias kafir. Namun, secara umum orang-orang fasik adalah
mereka yang memiliki sifat-sifat yang disebutkan Allah pada ayat ke 27, “yaitu yang melanggar
perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah
(kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi.” Karena
orang fasik memiliki sifat buruk yang parah, maka perumpamaan-perumpamaan di dalam al-
Qur’an membuat mereka bertambah sesat. Hati mereka tidak mampu mengambil ibrah dari
perumpamaan-perumpamaan itu, merekapun culas sehingga mereka mempertanyakan dan tidak
segan untuk mengolok-olok perumpamaan-perumpamaan itu.

“Mengapa kamu kafir kepada Allah?” Allah mempertanyakan kekafiran manusia pada ayat ke 28,
suatu pertanyaan yang memerlukan perenungan dengan seksama, karena kafir kepada Allah ‫ﷻ‬,
termasuk mengingkari al-Qur’an dan rasulNya, adalah sesuatu yang tidak pantas dilakukan
manusia. Mengingkari Sang Pencipta adalah perbuatan yang paling buruk. Iblis yang dilaknat
itupun tidak sanggup melakukannya, mengapa manusia begitu ceroboh dan bodoh sanggup
melakukannya? Kemudian Allah‫ ﷻ‬mengungkapkan “Padahal kamu tadinya mati, lalu Allah
menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-
Nya-lah kamu dikembalikan.” Intinya, mengapa kafir? Padahal kamu (manusia) telah diberi

16
kesempatan hidup dan kelak akan kembali kepadaNya, mempertanggungjawabkan semua
perbuatan di dunia.

Ayat ke 28 ini menyebutkan awalnya manusia itu tidak ada alias statusnya mati, lalu dihidupkan,
yakni menjadi ada dan hidup di dunia. Kemudian, setelah hidup di dunia beberapa lama, karena
ajalnya telah sampai manusia dimatikan (dicabut nyawanya) dan dikuburkan. Selanjutnya
dihidupkan kembali, yakni kehidupan di alam barzah, kemudian setelah beberapa lama manusia
akan menghadap Allah‫( ﷻ‬setelah hari kaimat) mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di
dunia. Walaupun demikian, susah ataupun senangnya manusia hidup di alam barzah bergantung
dari kehidupan mereka di dunia. Ayat ke 28 dapat kita pahami dengan seksama dengan dua
kehidupan dan dua kematian yang disebutkan pada surah al-Mu’min ayat ke 11 berikut:
َٰ ِ ‫ٱعَت ۡفنآبِذنوبنآفٓه ۡلٓإ‬
ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ٓ ْ
ٓ ٓ١١ٓ‫يل‬
ٖ ِ ‫ي‬‫نٓس‬ ٓ
‫ٓم‬
ِ ‫وج‬
ٖ ‫ر‬‫ٓخ‬‫َل‬ ِ ‫ف‬
ٓ ٓ ٓ
‫ني‬
ِ ‫ت‬ ‫ن‬‫ٱث‬ ٓ‫ا‬ ‫ن‬‫ت‬‫ي‬‫ي‬‫ح‬ ‫أ‬‫و‬ ٓٓ
‫ني‬
ِ ‫ت‬‫ن‬ ‫ٱث‬ٓ‫ا‬ ‫ن‬‫ت‬‫م‬ ‫ٓأ‬ ‫وآربنا‬
ٓ ‫قال‬
Mereka menjawab: "Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah
menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu
jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?

Surah al-Mu’min ayat ke 11 menceritakan kondisi di Mahkamah Allah ‫ﷻ‬, jadi manusia telah
melalui alam-alam sebelumnya. Manusia (dalam hal ini orang-orang kafir) mengatakan bahwa
mereka telah dua kali dimatikan dan dua kali dihidupkan. Dua kali dimatikan artinya ada dua
kehidupan sebelumnya, jadi mati disini tidak sama dengan mati sebagai status tidak ada di ayat ke
28 surah al-Baqarah,“Padahal kamu tadinya mati.” Jadi dua hidup itu adalah hidup di dunia dan
alam barzah dan dua mati adalah adalah mati dari kehidupan di dunia, lalu masuk ke alam barzah
dan mati di alam barzah lalu kiamat dan masuk ke alam akhirat.

Kembali kepada pertanyaan Allah pada ayat ke 28, “Mengapa kamu kafir kepada Allah?”
Bukankan manusia mestinya bersyukur kepada Allah‫ ﷻ‬karena telah diberikan kesempatan hidup
dan kelak akan menemuiNya? Mengapa menyia-nyaikan kesempatan hidup dengan kekafiran dan
kemudian harus hidup sengsara di akhirat kelak?

Allah‫ ﷻ‬sungguh Maha Pengasih, Dia ‫ ﷻ‬menjadikan segala yang ada di bumi untuk manusia.
Artinya, manusia diberi kewenangan untuk mengelola bumi karena Allah ‫ ﷻ‬telah mengangkat
mereka sebagai khalifah. Namun, kewenangan itu tidak berarti manusia dapat berbuat apasaja,
mengikuti hawa nafsu mereka. Sebagai khalifaNya atau wakilNya, manusia harus mengelola bumi
sesuai dengan kehendakNya dan tuntunanNya karena Dia ‫ ﷻ‬adalah Pemilik absolut bumi ini dan
segala isinya.

Bumi ini adalah bagian kecil ciptaanNya yang meliputi tujuh langit. Bumi ini berada pada langit
yang pertama, beserta bulan, matahari, bintang-bintang dan galaksi-galaksi yang sangat banyak,
tak terkira jumlahNya. Langit-langit yang lain tidak kita ketahui, mungkin berada pada dimensi
yang lain, bukan berada pada dimensi ruang-waktu yang kita ketahui. Pengetahuan kita sangat
sedikit, sedangkan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Tiada yang luput dari pengetahuanNya,
baik di alam nyata maupun di alam gaib.

17
Kisah Penciptaan Manusia
ۡ ۡ ْ ٗ ۡ ٞ ۡ ُّ ‫ِإَوذ ٓقال ٓر‬ۡ
ٓ‫سد ٓفِيها‬ِ ‫ۡرض ٓخل ِيفة ٓقال ٓوا ٓأَتعل ٓفِيهآمنٓيف‬ ٓ ِ ‫ٓف ٓٱۡل‬ ِ ‫ِل‬ ‫ع‬ ‫ا‬ ‫ٓج‬ ‫ّن‬ ‫إ‬
ِِ ِ ٓ ‫ة‬ِ ‫ك‬‫ئ‬ َٰٓ
‫ل‬ ‫م‬ ‫ِل‬ ‫ل‬ ٓ ‫ك‬ ‫ب‬ ٓ
ٓ‫ٓوعلمٓٓءادم‬٣٠ٓ‫ّنٓأعلمٓمآَلٓت ۡعلمون‬
ۡ ٓ ۡ ‫وي ۡسفِكٓٱلِمآءٓٓوَنۡنٓنسبح‬
ِ ِ ‫ِٓبمدِكٓونقدِسٓلكٓقالٓإ‬ ِ ِ
ٓ َٰٓ ٓ ۡ
ٓ٣١ٓ‫ِٰٓٓؤَلءِٓإِنٓكنت ۡمٓص َٰ ِدقِني‬ ‫و يٓبِأسماء‬ ٓ
‫ۢنب‬ ‫ٓأ‬‫ال‬ ‫ق‬ ‫ف‬ ٓٓ
‫ة‬
ِ ‫ك‬ ‫ئ‬ َٰٓ
‫ل‬ ‫م‬
ۡ
‫ٱل‬ ٓ ‫ٓلَع‬ ۡ ‫ۡٱۡل ۡسمآءُٓٓكهآثمٓعرضه‬
‫م‬
ِ ِ ِ
ۡ ۡ ۡ ٓ ۡ ٓ ۡ ۡ ْ
َٰٓ
ٓ‫ ٓقالٓٓيـادمٓأۢنبِئهم‬٣٢ٓ ٓ‫وآسبحنكَٓلٓعِلمٓنلآإَِلٓمآعلمتنآإِنكٓأنتٓٱلعلِيمٓٓٱۡلكِيم‬ َٰ ٓ ‫قال‬
ۡ ۡ ٓ ۡ ۡ ‫سمآئه ۡم ٓقال ٓأل‬ ۡ ‫بأ ۡسمآئه ۡم ٓفلما ٓ ٓأۢنبأهم ٓبأ‬
ٓ‫ۡرض‬
ٓ ِ ‫ت ٓوٓٱۡل‬ ِٓ َٰ ‫ّن ٓأعلم ٓغ ۡيب ٓٱلسمَٰو‬ ِِ ‫إ‬ ٓ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ٓل‬ ‫ل‬ ‫ق‬ ‫ٓأ‬ ‫م‬ ِِ ٓ ِ ِِ ِ
ۡ ۡ
ٓ ٓ٣٣ٓ‫وأعلمٓمآت ۡبدونٓومآكنت ۡمٓتكتمون‬
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"(30).
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-
benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar! (31) Mereka menjawab: "Maha Suci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami;
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" (32) Allah berfirman:
"Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah
diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku-
katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan
mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan? (33)
Ayat ke 30 menjelaskan tujuan Allah‫ ﷻ‬menciptakan Adam AS, yaitu untuk menjadikannya sebagai
khalifah di bumi. Jadi, Adam AS sudah direncanakan untuk tinggal di bumi, sebagai khalifah
Allah‫ ﷻ‬untuk mengurus dan memakmurkan bumi. Allah‫ ﷻ‬mengumumkan rencanaNya itu kepada
mahluk langit, khususnya para malaikat. Setelah malaikat mengetahui rencana Allah ‫ ﷻ‬untuk
menjadikan khalifah di bumi, mereka ingin mengetahui lebih jauh dan bertanya kepada Allah ‫ﷻ‬.
Karena sifat malaikat yang sangat patuh kepada Allah‫ﷻ‬, pertanyaan itu jauh dari protes, tetapi
murni suatu pertanyaan ingin tau lebih jauh berdasarkan pengetahuan atau pengalaman mereka
terhadap mahluk bumi.
Malaikat berasumsi bahwa mahluk baru yang akan diciptakan tersebut (Adam AS) berasal dari
unsur bumi, yaitu unsur material. Menurut malaikat, seperti mahluk bumi yang telah ada, mahluk
baru tersebut akan berbuat keonaran di muka bumi. Berdasarkan fakta pra-sejarah dan telah
ditemukannya mahluk-mahluk mirip manusia atau manusia purba yang pernah hidup di muka

18
bumi jutaan tahun yang lalu, malaikat mungkin juga merujuk manusia purba ini yang selalu
berbuat onar di muka bumi demi memuaskan nafsu mereka. Sedangkan malaikat adalah mahluk
spiritual, diciptakan untuk taat sepenuhnya kepada Allah‫ﷻ‬, sehingga mereka selalu bertasbih,
memuji dan mensucikan Allah‫ ﷻ‬setiap saat. Malaikat ini sungguh tidak rela jika mahluk baru
tersebut membangkang kepada Allah ‫ ﷻ‬yang sangat mereka cintai dan taati itu.
Malaikat pun faham bahwa yang akan menjadi khalifah di bumi itu bukan hanya Adam AS, tetapi
pangkat khalifah itu meliput keturunan Adam AS, karena kalau tidak demikian pernyataan
malaikat "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah …” menjadi tidak relevan. Jadi yang diangkat
menjadi khalifah itu adalah bangsa manusia, bukan hanya Adam AS. Hal ini diperkuat dengan
firman Allah pada surah al-An’ām ayat ke 165.
ٓ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
ٓ‫ٓف ٓما‬
ِ ‫َٓلبلوكم‬
ِ ‫ت‬ َٰ ۡ
ٖ ‫ۡرض ٓورفع ٓبعضكم ٓفوق ٓبع ٖض ٓدرج‬ ٓ ِ ‫لئِف ٓٱۡل‬ َٰٓ ‫وهوٓ ٓٱَّلِي ٓجعلك ۡم ٓخ‬
ۡ
ٓ ٓ١٦٥ُٓۢ‫ٓرحِيم‬ٞ‫ابِٓإَونهٓۥٓلغفور‬
ِٓ ‫َٓسيعٓٱلعِق‬ ۡ َٰ
ِ ‫ءاتىكمهٓإِنٓربك‬
Dan Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi dan Dia meninggikan sebahagian
kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya
Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (al-An’ām:165).
Terbersit dalam pernyataan malaikat bahwa mereka ingin dijadikan khalifah dengan pernyataan,
“…padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau.” Jadi
malaikat pun juga faham kedudukan khalifah yang tinggi di sisi Allah ‫ﷻ‬, mereka penasaran
mengapa kedudukan yang tinggi itu diberikan kepada mahluk yang namanya manusia yang
berpotensi merusak bumi.
Namun, Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, semua perbuatanNya sempurna.
Pengetahuan malaikat terbatas dan tidak mengetahui hikmah penciptaan mahluk baru tersebut.
Allah berfirman "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". Firman Allah‫ﷻ‬
ini menyadarkan malaikat tentang keterbatasan ilmu yang mereka miliki. Keterbatasan ilmu yang
dimiliki malaikat diungkapkan Allah‫ ﷻ‬pada ayat berikutnya.
Setelah Adam AS diciptakan dengan sempurna dan dihidupkan, maka Allah‫ ﷻ‬mengajarkan kepada
Adam AS berbagai ilmu yang diperlukan. Ilmu itu disimbolkan dengan nama-nama yang dengan
nama-nama itu Adam AS dan keturunannya berpotensi mengembangkan ilmu untuk
memanfaatkan dan memakmurkan bumi, sesui dengan statusnya sebagai khalifah. Setelah Adam
AS menyerap semua ilmu yang diajarkan Allah‫ﷻ‬, karena dia memiliki syaratnya, maka malaikat
(termasuk Iblis) diundang untuk menyaksikan kehebatan Adam AS. Allah ‫ ﷻ‬memerintahkan
kepada malaikat untuk menyebutkan nama berbagai benda yang ada di hadapan mereka.
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang
benar!” Para malaikat terkesima, tidak satupun diantara mereka yang sangat banyak itu mampu
menyebut nama benda-benda yang dimaksud. Tentu yang dimaksudkan disini bukan hanya

19
menyebut nama, tetapi hal-hal yang terkait dengan nama, sifat-sifat yang berkaitan dengan nama-
nama tersebut, yakni ilmu dibalik nama-nama tersebut. Serta-merta malaikat itu menyadari
kelemahan mereka dan merekapun berujar mensucikan Allah‫ ﷻ‬dengan tulus "Maha Suci Engkau,
tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami;
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Selajutnya Allah‫ ﷻ‬memerintakan kepada Adam AS untuk menyebutkan nama benda-benda itu di
hadapan para malaikat. Dengan sigap Adam AS menyebutkan semua nama benda-benda itu serta
ilmu yang berkaitan dengannya dengan lancar, tanpa cela. Para malaikatpun terkesima dan
merekapun menyadari sepenuhnya kelebihan Adam AS, yaitu menguasai ilmu yang diberikan
Allah‫ ﷻ‬yang mereka tidak mengetahuinya. Allah ‫ ﷻ‬pun berfirman, menegaskan bahwa Dia Maha
Mengetahui, segala sesuatu diketahui Allah‫ﷻ‬, tidak ada rahasia bagiNya. Semua ciptaan Allah‫ﷻ‬
memiliki tujuan dan semua diciptakan berdasarkan ilmuNya yang Maha Luas.

Perintah Bersujud Kepada Adam


ۡ ۡ ۡ َٰ ٓ ْ ْ ۡ ۡ ۡ
ٓ٣٤ٓٓ‫ٱستكَبٓٓوَكنٓمِنٓٱلكَٰفِ ِرين‬ ٓ‫وآٓأِلدمٓفسجد ٓوآإَِلٓإِبۡل ِيسٓأَبٓو‬ٓ ‫ٱسجد‬ۡ ِٓ‫لئكة‬
َِٰٓ ‫ِإَوذٓقلنآل ِلم‬
ٓ
ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
ِٓ ‫ن ٓأنت ٓوز ۡوجك ٓٱۡلنةٓ ٓولُك ٓمِنهآرغ ًدآح ۡيث ٓشِئتمآوَل ٓتقربآهَٰ ِذه‬ ٓۡ ‫ٱسك‬ ۡ ٓ ‫يـادم‬ َٰٓ ٓ ‫وقلنا‬

ٓ ٓ٣٥ٓٓ‫ٱلشجرةٓٓفتكونآمِنٓٱلظَٰل ِ ِمني‬
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam,"
maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir (34). Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu
surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu
sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang
zalim (35).
Setelah Adam AS mendemontrasikan ilmunya di hadapan para malaikat yang membuat mereka
terkesima dan menyadari kelebihan Adam AS, Allah‫ ﷻ‬memerintahkan mereka dan semua yang
hadir dalam perhelatan itu untuk sujud menghormati Adam AS. Dari ayat ke 34 kita mengetahui
bahwa perhelatan itu tidak hanya dihadiri oleh para malaikat, tetapi juga Iblis. Iblis bukanlah
malaikat, tetapi dia adalah bangsa jin (al-Kahfi:50). Seluruh malaikat, tiada kecuali, patuh dengan
perintah Allah‫ ﷻ‬itu, serentak bersujud kepada Adam AS untuk menghormatinya, sesuai dengan
perintah Allah‫ﷻ‬. Iblis yang hadir dalam perhelatan tersebut tidak mau bersujud kepada Adam AS,
dia dengan penuh sadar membangkang perintah Allah‫ﷻ‬. Pada ayat ke 35 dijelaskan secara ringkas
bahwa Iblis membangkang perintah Allah‫ ﷻ‬karena dia sombong, merasa dirinya lebih hebat dari
Adam AS. Padahal Iblis diam seribu bahasa ketika diperintahkan menyebutkan nama benda-benda,
Iblis tidak mengetahui nama benda-benda itu! Namun, Iblis menyombongkan asal-usul
penciptaanya (al-A’rāf:12), terlihat sekali Iblis dengki dengan Adam AS. Mungkin sebagai
penduduk yang berasal dari bumi, Iblis merasa lebih berhak mendapatkan amanat sebagai khalifah
di bumi. Itulah bedanya Iblis (jin) dengan malaikat.

20
Allah‫ ﷻ‬sangat murka dengan kesombongan Iblis. Dengan kesombongan yang samasekali tidak
pantas itu dia berani menolak perintah Allah‫ ﷻ‬di depan para malaikat. Iblispun dilaknat Allah‫ﷻ‬
dan dicap kafir. Hati-hatilah menolak perintah Allah‫ﷻ‬, karena tindakan tersebut berarti mengikuti
jejak Iblis.
Ayat ke 35 mengungkapkan bahwa Allah ‫ ﷻ‬memberi izin Adam AS dan istrinya (Siti Hawa) untuk
tinggal di sorga. Semua keperluan Adam AS dan Siti Hawa tersedia di dalam sorga, mereka tidak
perlu bersusah payah atau berusaha untuk memenuhi kebutuhan mereka dan suasana di sorga
sangat nyaman.
ۡ ْ ۡ َٰ ‫إِنٓٓلكٓأَلَٓتوعٓفِيهآوَلٓت ۡعر‬
َٰ
ٓ ٓ١١٩ٓ‫ٓٓوأنكَٓلٓتظمؤآفِيهآوَلٓتضح‬١١٨ٓ‫ى‬
Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang dan
sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di
dalamnya" (TāHā:118-119)

Allah‫ ﷻ‬hanya melarang Adam AS dan Siti Hawa mendekati suatu pohon (tidak dijelaskan nama
pohon tersebut), karena jika mereka melakukannya berarti mereka masuk keategori orang-orang
yang zalim. Yang jelas jika mereka mendekati pohon tersebut mereka melanggar perintah Allah ‫ﷻ‬
yang tentunya membawa suatu konsekuensi. Kelak pohon itulah yang menjadi sebab Adam AS
dan Siti Hawa dikeluarkan dari sorga dan turun ke bumi, mewujudkan kehendak Allah ‫ ﷻ‬untuk
menjadikannya khalifah di bumi.

Adam AS dan Siti Hawa Tergelincir Lalu Bertaubat


Iblis telah menjadi musuh bebuyutan manusia. Allah‫ ﷻ‬telah mengingatkan Adam AS bahwa Iblis
akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengeluar dia dan istrinya dari sorga.
ۡ ۡ ۡ ‫وٓلكٓول ِز‬ٞ ‫يـادمٓإنٓهَٰذآعد‬ ۡ
َٰٓ ‫جكٓفَلَٓي ِرجنكمآمِنٓٱۡلنٓةِٓفت ۡش‬
ٓ ٓ١١٧ٓ‫َق‬ ِ ‫و‬ ِ َٰٓ ٓ‫ا‬ ‫ن‬ ‫فقل‬
Maka Kami berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi
isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang
menyebabkan kamu menjadi celaka (Thāhā:117).

Namun, Adam AS dan Siti Hawa lengah, sehingga mereka mengikuti anjuran Iblis yang
menjerumuskan mereka, yaitu melanggar perintah Allah‫ ﷻ‬untuk tidak mendekati suatu pohon.
Iblis berhasil menipu Adam AS dan Siti Hawa mengatakan bahwa pohon tersebut adalah pohon
khuldi (jadi istilah pohon khuldi adalah istilah Iblis), jika buahnya dimakan akan hidup selamanya
(khuldi artinya kekal).

21
ۡ ۡ ۡ ۡ َٰ ‫ٓيـادم ٓه ۡل ٓأدلُّك‬
َٰ
ٓٓ‫ ٓفأكَل‬١٢٠ٓ ‫ك َٓل ٓيبَل‬ ٖ ‫ِل ٓومل‬ ِٓ ‫ٓلَع ٓشجرٓة ِٓٱۡل‬ َٰٓ ‫فو ۡسوسٓ ٓإَِلۡهِٓٱلش ۡيطَٰنٓ ٓقال‬
ۡ ۡ ۡ ۡ
ٓ‫ى‬ َٰٓ ‫انٓعل ۡي ِهمآمِنٓور ِقٓٱۡلن ِةٓوع‬
َٰ ‫َصٓءادمٓربهٓۥٓفٓغو‬ ِ ‫صف‬ ِ ‫مِنهآفبدتٓلهمآس ۡوَٰءتهمآوطفِقآَي‬
ٓ ٓ١٢١
Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah
saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa? Maka keduanya
memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah
keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada
Tuhan dan sesatlah ia (Thāhā:120-121).

Ayat ke 36 menjelaskan secara umum bahwa Adam AS dan Siti Hawa digelincirkan atau ditipu
Iblis, yang sudah mendapat sebutan setan, sebagai mana dirinci pada surat Thāhā ayat ke 120 dan
121 di atas. Mendekati pohon itu adalah larangan satu-satunya buat Adam AS dan Siti Hawa di
dalam sorga, tetapi Iblis berhasil melenakan mereka sehingga melanggar larangan Allah‫ ﷻ‬tersebut,
padahal mereka sudah diperingatkan Allah (Thāhā:118) dan konsekuensi melanggar.

ٞ ْ ۡ ۡ ۡ ۡ
ٓ‫وآب ۡعضك ۡمِٓلِ ۡع ٍضٓعدوٓولك ۡم‬ ٓ ‫فأزلهمآٱلش ۡيطَٰنٓٓعنهآفأخرجهمآمِمآَكنآفِيهِِۖٓوقلنآٱهبِط‬
ۡ َٰ ٌ ٞ ۡ ۡ
ٓ‫ت ٓفتاب ٓعليهِٓ ٓإِنهٓۥ ٓهو‬ َٰ
ٖ ‫َق ٓءادم ٓمِنٓرب ِ ٓهِۦ ُٓك ِم‬ َٰٓ
ٓ ‫ ٓفتل‬٣٦ٓ ‫ِني‬ َٰ
ٖ ‫ۡرض ٓمستقر ٓومتع ٓإَِل ٓح‬ ٓ ِ ‫ِف ٓٱۡل‬
ٗ ۡ ٗ ‫وا ْٓم ِۡنهآَج‬ ۡ ۡ
ٓ‫ِيعا ٓفإِمآيأت ِينكمٓم ِِّن ٓهدىٓفمنٓتبِع ٓهداي ٓفَل‬ ٓ ‫ ٓقلنا ٓٱهبِط‬٣٧ٓ ٓ‫ٱتلوابٓ ٓٱلرحِيم‬
ۡ ْ ٓ َٰ ْ ْ ۡ ٌ
ۡٓ‫ارٓهم‬
ِِۖٓ ‫صحبٓٱنل‬ َٰ ٓ ‫ٓوٱَّلِينٓٓكفروآوكذبوآأَ‍ِبتَٰيتِنآأولئِكٓأ‬٣٨ٓ‫خ ۡوفٓعل ۡي ِه ۡمٓوَلٓه ۡمُٓيزنون‬
َٰٓ

ٓ ٓ٣٩ٓ‫فِيهآخ َٰ ِِلون‬
Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan
Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu
ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan" (36).
Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang (37). Kami berfirman:
"Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka
barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak
(pula) mereka bersedih hati" (38). Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat
Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya (39).

22
Karena melanggar larangan Allah‫ﷻ‬, maka Adam AS dan Siti Hawa dikeluarkan dari sorga dan
diturunkan ke dunia/bumi, sebagaimana firman Allah‫ ﷻ‬pada surah al-Baqarah ayat ke 36 di atas.
Kemudian Allah‫ ﷻ‬menetapkan “sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain.” Apa maksudnya
ketetapan ini? Manusia bermusuhan dengan Iblis dan setan atau saling bermusuhan antara
manusia. Kalau Iblis dan setan adalah musuh manusia sudah jelas, sudah diungkapkan Allah‫ﷻ‬
kepada Adam AS, misalnya pada surah Thāhā ayat ke 117 di atas. Jadi, ketetapan itu adalah
mengungkapkan bahwa sebagian manusia menjadi musuh sebagian yang lain karena sebagian
manusia (sebagian besar) menjadi kawan Iblis, bahkan menjadi budak Iblis. Permusuhan sesama
manusia tidak akan berakhir sampai hari kiamat nanti.

Tidak seperti Iblis yang sombong yang ketika dikutuk tidak bertobat, Adam AS berbeda, dia
beserta istrinya sangat menyesal melanggar perintah Allah ‫ﷻ‬, hati mereka berdua sangat gundah-
gulana, sangat sedih, menyesal sejadi-jadinya dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Allah
Maha Penyayang, Dia‫ ﷻ‬mengajari Adam AS bagaimana caranya bertaubat. Kalimat yang

ۡ
diajarkan tersebut termaktub dalam ayat ke 23 surah al-A’rāf.
ۡ ۡ ٓ
ِِ ‫قاَلٓٓربنآظل ۡمنآأنفسٓنآِإَونٓل ۡمٓتغ ِف ۡرٓنلآوت ۡرَحنآنلكوننٓمِنٓٱلخ‬
ٓ ٓ٢٣ٓٓ‫ِسين‬ َٰ
Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau
tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-
orang yang merugi (al-A’rāf:23)

Dengan membaca doa ini taubat Adam AS dan Siti Hawa diterima Allah‫ﷻ‬. Bahkah, Allah‫ﷻ‬
mengangkat Adam AS menjadi manusia pilihan, yaitu menjadi salah seorang nabiNya, nabi yang
pertama dan membimbingnya jalan yang lurus, jalan untuk kembali kepadaNya dan kembali ke
sorga.
ۡ ٓ‫ٓثم‬
َٰ ‫ٱجتبَٰهٓٓر ُّبهٓۥٓفتابٓعل ۡيهِٓوهد‬
ٓ ٓ١٢٢ٓ‫ى‬
Kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk.
(Thāhā:122)

Walaupun Allah‫ ﷻ‬menerima taubat Adam AS (dan juga Siti Hawa), dan memilihnya (menjadi
nabiNya) kosekuensi memakan buah pohon yang dilarang itu tetap berlaku. Adam AS dan Siti
Hawa (dan juga Iblis) dikeluarkan dari sorga dan diturunkan ke bumi (ayat ke 38). Adam AS dan
Siti Hawa serta anak-keturunan mereka (manusia) dianugerahi Allah‫ ﷻ‬petunjuk untuk hidup di
dunia, menjalankan misi sebagai khalifahNya serta petunjuk meniti jalan untuk mencari ridhaNya
dan kembali ke sorga.

Dalam menjalankan misinya sebagai khalifah manusia diberikan kemampuan, berfikir, kreasi dan
kebebasan memilih (ikhtiar) agar semua tindakan mereka dapat dinilai. Mereka bebas mengikuti
petunjuk Allah‫ﷻ‬, mengabaikannya atau bahkan mengingkarinya. Namun, semua keputusan
memilih itu ada konsekuensinya. Mereka yang mengikuti petunjuk Allah‫ﷻ‬, yaitu melalui rasul-
rasulNya dan wahyu-wahyu yang diturunkan kepada rasul-rasul tersebut, maka mereka akan
selamat, tiada khawatir dan tiada bersedih hati, karena mereka mendapatkan kabar gembira.
23
Adapun mereka yang kafir, menolak dan mendustakan ayat-ayatNya yang diturunkan kepada
rasul-rasulNya, harus mempertanggungjawabkan perbuatan durjana mereka dan kelak masuk ke
dalam neraka.

Limpahan Berbagai Nikmat kepada Bani Israil


Mulai dari ayat ke 40 dan lebih dari 100 ayat setelahnya mengungkapkan betapa Bani Israil
dianugerahi dengan nikmat yang sangat banyak dan luarbiasa. Namun, sebagian besar dari mereka
kufur nikmat dan berani melakukan tindakan di luar batas berkali-kali. Mereka diampuni Allah
berkali-kali, tetapi kembali melakukan berbagai perbuatan yang melampaui batas juga berkali-
kali, padahal mereka langsung menyaksikan nikmat-nikmat besar yang luar biasa itu di hadapan
mereka melalui mu’jizat Nabi Musa AS. Sungguh celaka Bani Israil ini. Dengan lebih dari 100
ayat Allah‫ ﷻ‬mengingatkan mereka akan nikmat-nikmat itu dan sikap mereka terhadap nikmat-
nikmat itu. Banyaknya ayat-ayat yang mengingatkan dan juga membongkar keingkaran dan mega
skandal yang dilakukan Bani Israil ini adalah upaya untuk menyadarkan Bani Israil di Madinah
agar mereka menerima dan beriman kepada Rasullullah‫ ﷻ‬serta al-Qur’an yang diturunkan
kepadanya.

ۡ ۡ ْ ۡ ۡ ۡ ۡ ٓ ۡ ْ ۡ
َٰ ۡ
ٓ‫وف ٓبِعهدِكم ِٓإَوتَٰيي‬ ٓ
ِ ‫ت ٓأنعمت ٓعليكم ٓوأوفوا ٓبِعهدِي ٓأ‬ ۡ ٓ ِ ‫وا ٓن ِعم ِت ٓٱل‬ ٓ ‫ّن ٓإ ِ ۡسرَٰٓءِيل ٓٱذكر‬
ٓٓ ِ ‫تَٰيَٰب‬
ْ ۡ ْ ٗ ۡ ٓ ْ ۡ ٓ‫ف‬
ٓ‫وآبِمآأنزلتٓمصدِقآل ِمآمعك ۡمٓوَلٓتكون ٓوآأولَٓكف ِرِۢٓب ِ ٓهِۦٓٓوَلٓتشَتوا‬ ٓ ‫ٓوءا ِٓمن‬٤٠ٓ‫ون‬
ِٓ ‫ٱرهب‬
ۡ ْ ۡ ۡ ۡ ْ ۡ ٗ
ۡٓ‫ٱۡلقٓ ٓوأنتم‬ ٓ ‫ل ٓوتكتموا‬ َٰ
ِٓ ‫ ٓوَلٓ ٓتليِسوا ٓٱۡلقٓ ٓٓب ِٱلب ِط‬٤١ٓ ‫ون‬ ِٓ ‫أَ‍ِبتَٰي َٰ ِت ٓثم ٗنا ٓقل ِيَل ِٓإَوتَٰيي ٓفٓٱتق‬
َٰ
ۡ ۡ ْ ۡ ٓ‫وا ْٓٱلصل َٰوةٓٓوءاتوآْٱلزك َٰوةٓٓو‬
ٓ‫َب‬ِٓ ِ ‫ٓ۞أتأمرونٓٱنلاسٓٓٓب ِٱل‬٤٣ٓٓ‫وآمعٓٱلرَٰكِعِني‬ ٓ ‫ٱركع‬ ٓ ‫ٓوٓأقِيم‬٤٢ٓ‫ت ۡعلمون‬
ۡ ۡ
ٓ ٓ٤٤ٓ‫بٓأفَلٓت ۡعقِلون‬ ْٓۚ َٰ‫وتنس ۡونٓأنفسك ۡمٓوأنت ۡمٓتتلونٓٱلكِت‬
Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah
janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu
harus takut (tunduk) (40). Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Quran)
yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang
pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang
rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa (41). Dan janganlah kamu campur
adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang
kamu mengetahui (42). Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku´lah beserta orang-
orang yang ruku’(43). Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu
melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah
kamu berpikir (44).
Pada ayat ke 40 Allah mengingatkan Bani Israil, betapa Allah‫ ﷻ‬telah menganugerahkan berbagai
nikmatnya yang besar, yaitu ketika mereka diselamatkan dari kekejaman Fir’aun dan berbagai

24
nikmat lain yang mereka dapatkan bersama Nabi Musa AS atau nikmat-nikmat yang berupa
banyaknya nabi dan rasul yang diutus untuk membimbing mereka ke jalan yang lurus (al-
Māidah:20). Mengapa Allah‫ ﷺ‬mengingatkan nikmatNya kepada Bani Israil? Jawabannya sangat
sederhana, yaitu karena besarnya kasih sayang Allah‫ ﷻ‬terhadap hambaNya, walaupun hamba itu
berkali-kali melakukan kesalahan yang berat, Allah‫ ﷻ‬tetap menginginkan keselamatan mereka.
Bani Israil mendapatkan kesempatan emas untuk kembali ke jalan yang benar dengan cara
mengakui dan percaya kepada Nabi Muhammad‫ ﷺ‬serta al-Qur’an yang dibawanya. Nabi
Muhammad‫ ﷺ‬itu kini besama mereka (yaitu di Madinah, ketika ayat-ayat tentang peringatan ini
diturunkan). Allah‫ ﷻ‬mengingatkan janji atau ikrar yang dideklarasikan oleh Bani Israil.
Janji Bani Israil ini, yang diwakili oleh 12 orang naqib (pemimpin) mereka, diungkapkan pada
surah al-Māidah ayat ke 12.
ۡ ۡ ۡ ٓ ِ ‫۞ولق ۡد ٓأخذ ٓٱّللٓ ٓمِيثَٰق ٓب‬
ٓ‫ّن ٓمعك ۡم‬ ٓۡ ‫ّن ٓإ ِ ۡسرَٰٓءِيل ٓوبعثنآمِنهم ٓٱث‬
ٗ ِ‫ّن ٓعش ٓنق‬
ٓ ِ ِ ‫يبا ٓوقال ٓٱّللٓ ٓإ‬
ً ۡ ۡ
ٓ‫لئ ِ ۡن ٓأق ۡمتم ٓٱلصل َٰوةٓ ٓوءاتيۡتم ٓٱلزك َٰوةٓ ٓوءامنتمٓبِرس َِل ٓوعز ۡرتموه ۡم ٓوأقرضتم ٓٱّللٓ ٓقٓ ۡٓرضا ٓحس ٗنا‬
ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
َٰ
ٓ‫ت َٓت ِريٓمِنَٓتتِهآٱۡلنه ٓر ْۚٓفمنٓكفر‬ ٖ َٰ‫يات ِكم ٓوۡلدخِلنكم ٓجن‬ ٓ ِ ‫ۡلكفِرن ٓعنك ۡم ٓس‬
ٓ
ِٓ ِ ‫ب ۡعدٓذَٰل ِكٓمِنك ۡمٓفق ۡدٓضلٓسواءٓٱلسي‬
ٓ ٓ١٢ٓ‫يل‬
Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat
diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku beserta kamu,
sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-
rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik
sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke
dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di
antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus (al-Māidah:12).

Menurut ayat ke 12 surah al-Māidah ini, Allah‫ ﷻ‬telah mengangkat naqib atau pemimpin (termasuk
dalam memimpin urusan agama) dari masing-masing kelompok atau suku, sehingga Bani Israil
pada saat itu memiliki 12 naqib. Ke 12 naqib itulah yang mewakili perjanjian Bani Israil dengan
Allah‫ ﷻ‬yang dilakukan pada masa zaman Nabi Musa AS. Berdasarkan ayat ke 12 ini, isi perjanjian
Bani Israil dengan Allah‫ ﷻ‬adalah melaksanakan syariat yang diturunkan kepada Nabi Musa AS,
secara khusus disebutkan menegakkan shalat (aspek hablum-minallah) dan menunaikan zakat
(hablum-minannas). Selanjut mereka bertugas membantu/mengawal rasul-rasul Allah (semua nabi
dan rasul, termasuk Nabi Muhammad‫)ﷺ‬, membela mereka, membantu mereka untuk
menyampaikan dakwah dengan bantuan moril maupun materiil (harta-benda), dan mereka diminta
membelanjakan harta selain zakat, yaitu bersedekah.

Allah‫ ﷻ‬juga berjanji kepada mereka, yaitu jika mereka melaksanakan apa yang diwajibkan dan
ditugaskan kepada mereka, maka Allah‫ ﷻ‬akan selalu beserta mereka, yakni mereka akan selalu
dalam perlindungan dan bimbingan Allah‫ﷻ‬. Allah‫ ﷻ‬akan menutupi atau mengampuni dosa-dosa

25
mereka dan memasukkan mereka ke dalam sorga. Jika mereka mengingkari perjanjian suci itu,
maka mereka pasti tersesat dari jalan yang lurus.

Ayat ke 41 sampai ke 44 mengungkapkan kembali rincian perjanjian itu. Pertama, Bani Israil ini
diajak, bahkan pada ayat ini diperintahkan untuk beriman kepada al-Qur’an, wahyu yang
diturunkan Allah‫ ﷻ‬kepada Nabi Muhammad‫ﷺ‬. Al-Qur’an membenarkan Kitab yang dimiliki
orang-orang Yahudi, Kitab yang diturunkan kepada Nabi Musa AS, yaitu Kitab Taurat. Al-Qur’an
mengukuhkan sebagian hukum-hukum yang terdapat di dalamnya (misalnya hukum zinah dan
hukum qisas) dan mengamademen atau memperbaharuhi sebagian hukum-hukum yang lain.
Allah‫ ﷻ‬memperingatkan kepada Bani Israil, sepatasnya mereka adalah golongan pertama yang
mengimani al-Qur’an. Janganlah mereka menjadi golongan yang mengingkari al-Qur’an. Jika
mereka mengingkari al-Qur’an, maka berarti mereka sebenarnya telah menjual ayat-ayat Allah‫ﷻ‬
yang terdapat di dalam Kitab Taurat dengan harga rendah (untuk kepentingan dunia), bahkan
mereka menjual hidayah dengan kesesatan. Mereka seharusnya bertakwa kepada Allah‫ ﷻ‬dengan
memenuhi janji yang mereka ikrarkan. Janji itu mengikat dan jika mereka tidak melaksanakannya
berarti mereka berada pada jalan yang sesat.

Selanjutrnya mereka (Bani Israil) diingatkan untuk tidak mencampur-adukkan yang hak dengan
yang bathil. Peringatan ini dilakukan karena mencampurkan yang hak dan yang bathil adalah
praktek umum yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Bahkan mereka mengutak-atik hukum-
hukum Taurat dan menggantikannya dengan yang lain, sesuai dengan selera mereka. Hal yang
paling parah yang mereka lakukan adalah menutupi kebenaran, yaitu menutupi atau
menyembunyikan ayat atau ayat-ayat dalam Kitab Taurat yang menjelaskan dan memuat ciri-ciri
Rasulullah‫ﷺ‬. Setelah mereka memperhatikan Rasulullah‫ﷺ‬, mereka sebenarnya tahu bahwa
Muhammad‫ ﷺ‬itu adalah rasul terakhir yang mereka tunggu-tunggu.

Ayat ke 43 memerintahkan Bani Israil untuk menegakkan sholat yang berarti sholat adalah
perintah penting untuk Bani Israil sedangkankan tatacara sholat mereka adalah mengikuti tatacara
yang diperintahkan dalam Kitab Taurat. Mereka juga diperintahkan untuk untuk ruku’ bersama
orang-orang yang ruku’ yang artinya mereka juga diperintahkan untuk sholat bersama-sama
Ummat Islam, mengikuti tatacara sholat yang diajarkan Nabi Muhammad‫ﷺ‬. Nah, orang-orang
Yahudi ini sebetulnya diperintahkan untuk mengikuti syari’at Nabi Muhammad‫ ﷺ‬yang
menggantikan syari’at Nabi Musa AS.

Ayat ke 44 memuat perinsip umum, bahwa sesorang harus melakukan amal soleh sebelum
menyuruh orang lain melakukannya. Menyuruh orang lain mengerjakan amal soleh sedangkan diri
sendiri tidak melakukannya adalah tindakan yang tidak konsisten dan dimurkai Allah‫ﷻ‬. Hal ini
dingatkan Allah‫ ﷻ‬dalam kitab-kitabNya, baik di dalam Kitab Taurat, maupun di dalam al-Qur’an.
Ayat yang senada dengan ini, yang mengingatkan orang-orang beriman untuk konsisten adalah
ayat ke 2 dan 3 surah as-Shaf.

26
ۡ ْ ۡ ۡ ْ
ٓ ٓ‫ٓكَبٓٓمق ًتآعِند‬٢ٓ‫يأ ُّيهآٱَّلِينٓٓءامنوآل ِمٓتقولونٓمآَلٓتفعلون‬
ٓ‫ٱّللِٓأنٓتقولوآمآَلٓتفعلون‬ َٰٓ ٓ

ٓ ٓ٣
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan (as-Shaf:2-3).

Sabar dan Shalat Sebagai Penolong


ْ ُّ ۡ ْ
ٓ‫مٓملَٰقوا‬ ‫ٓٓٱَّلِينٓٓيظ ُّنونٓأنه‬٤٥ٓٓ‫َبٓوٓٱلصل َٰوٓة ِِٓإَونهآلكبِري ٌةٓإَِلٓلَعٓٱلخَٰشِ عِني‬
ِٓ ۡ ‫وآٓب ِٱلص‬ ۡ ‫و‬
ٓ ‫ٱستعِين‬
ۡ ۡ ۡ
ٓ ٓ٤٦ٓ‫جعون‬ ِ َٰ ‫رب ِ ِهمٓوأنهمٓإَِلهِٓر‬
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu´ (45), (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa
mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya (46).

Sabar dan shalat adalah penolong yang efektif dalam melaksanakan perjuangan mencari ridha
Allah. Di dalam perjuangan, banyak tantangan atau cabaran akan dihadapi. Sabar adalah cara yang
efektif dalam mewujudkan tujuan perjuangan sedangkan shalat adalah upaya untuk mendekatkan
diri dan berdoa kepada Allah‫ﷻ‬. Allah‫ ﷻ‬pasti membantu perjuangan hambaNya yang tulus dan
bertakwa kepadaNya.

Secara umum ada tiga jenis kesabaran yang nilainya berbeda. Pertama adalah sabar dalam
menghadapi musibah. Masyarakat pada umumnya memahami sabar dengan pengertian sabar
dalam menghadapi musibah. Sabar dalam menghadapi musibah adalah jenis sabar yang nilainya
lebih rendah dari dua jenis sabar lainnya, karena mereka yang mendapatkan musibah tidak
memiliki pilihan kecuali menerima musibah itu. Artinya sabar atau tidak sabar musibah itu telah
terjadi. Jika ridha dengan musibah itu dan meyakini musibah itu adalah ujian Allah ‫ ﷻ‬kemudian
sabar dalam menghadapainya, maka beban dalam menghadapi musibah itu menjadi ringan dan
tentusaja sabar itu mendapatkan balasan pahala yang besar dari Allah‫ﷻ‬.

Sabar yang kedua adalah sabar dalam menahan diri dari melaksanakan perbuatan maksiat. Sabar
jenis ini jauh lebih berat dan lebih tinggi nilainya dibandingkan sabar dalam menghadapi musibah,
karena ada alternatif untuk mengikuti hawa nafsu berbuat maksiat dan godaan setan. Jadi sabar
jenis ini berarti sabar dalam berperang untuk melawan hawa nafsu dan menahan diri dari perbuatan
maksiat.

Sabar jenis yang ketiga adalah sabar dalam menghadapi tantangan dan rintangan dalam
melaksanakan amal soleh. Sabar jenis ini sangat berat karena amal soleh itu mestinya dilakukan
setiap saat dan jauh lebih sering dibandingkan sabar menahan diri dari perbuatan maksiat.

27
Seseorang beriman mesti sabar untuk menegakkan shalat agar shalatnya dapat mencegah dari
perbuatan yang keji dan mungkar (al-Ankabūt:45). Seseorang beriman mesti sabar dalam
menuntut ilmu dan mengamalkan ilmunya.

Ketiga sabar ini menyatu ketika seorang beriman melaksanakan ibadah puasa. Jadi makna sabar
dalam ayat ini dapat juga berarti puasa. Menurut Mujahid yang dimaksud dengan kesabaran adalah
puasa, demikian pula a-Qurthubi, bahkan dia mengatakan bahwa bulan puasa (Ramadhan) adalah
bulan kesabaran. Bukankah tujuan utama puasa atau sabar itu agar yang melaksanakannya
bertakwa kepada Allah (al-Baqarah:183) dan jika bertakwa maka Allah memberikan jalan keluar
(at-Thālaq:2) terhadap masalah-masalah yang dihadapi.

Sabar dalam menegakkan shalat tidak mudah dilakukan dan hanya dapat dilakukan secara
sempurna oleh orang-orang yang khusyu’. Siapa yang dimaksudkan dengan orang-orang yang
khusyu’ itu? Ayat ke 46 mengungkapkan sifat utama mereka, yaitu mereka meyakini bahwa
mereka pasti bertemu dengan Allah‫ﷻ‬. Oleh karena itu, mereka mempersiapkan diri dengan sebaik-
baiknya, melakukan amal soleh karena Allah (ikhlas) dengan tekun agar mereka diridhai Allah‫ﷻ‬
dan memperoleh kemenangan yang sesungguhnya yang tentu akan mereka nikmati di akhirat
kelak.

Jaga Diri dari Api Neraka


ْ ۡ ۡ ۡ ٓ ْ ۡ
ٓ‫وا‬ ٓ ِ ‫وآن ِۡعم ِتٓٱل‬
ٓ ‫ٓوٱتق‬٤٧ٓٓ‫تٓأنع ۡمتٓعل ۡيك ۡمٓوأ ِّنٓفٓضلتك ۡمٓلَعٓٱلعَٰل ِمني‬ ٓ ‫ّنٓإ ِ ۡسرَٰٓءِيلٓٱذكر‬
ٓٓ ِ ‫تَٰيَٰب‬
ٞ ۡ ۡ ٞ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
ٓ‫يآوَلٓيقبلٓمِنهآشفَٰعةٓوَلٓيؤخذٓمِنهآع ۡدلٓوَلٓه ۡم‬ ٓ ‫ي ۡو ٗمآَلَٓت ِزيٓنف ٌسٓعنٓنف ٖسٓش‬
ٓ ٓ٤٨ٓ‫ينِصون‬
Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah
pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat (47). Dan jagalah dirimu dari
(azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau
sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa´at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah
mereka akan ditolong (48).

Bani Israil mendapatkan nikmat yang sangat besar, diantara nikmat yang sangat besar itu adalah
Allah‫ ﷻ‬melebihkan mereka dari ummat-ummat yang lain pada zamannya. Kelebihan ini hanya
berlaku dalam batas waktu tertentu, khususnya ketika bersama dengan Nabi Musa AS. Hal ini
senada dengan firman Allah pada surah ad-Dukhan ayat ke 32 yang mengacu pada Bani Israil yang
diselamatkan dari kejaran Fir’aun.
ۡ ۡ َٰ ۡ ۡ ۡ
ٓ ٓ٣٢ٓٓ‫لَعٓعِل ٍمٓلَعٓٱلعَٰل ِمني‬ ٓ‫ولق ِٓدٓٱخَتنَٰه ٓم‬
Dan sesungguhnya telah Kami pilih mereka dengan pengetahuan (Kami) atas bangsa-bangsa (ad-
Dukhan:32).

28
Kini Allah mengangkat ummat Islam menjadi ummat yang terbaik sebagaimana firman Allah pada
surat Ali Imron ayat ke 110.

ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ‫كنت ۡٓمٓخ ۡريٓأمةٓأ ۡخرج‬


ۡٓ‫ٱّللِهٓولو‬ ۡ
ٓ ِ ‫وفٓوتنهونٓع ِنٓٱلمنك ِٓرٓوتؤمِنونٓٓب‬
ٓ ِ ‫اسٓتأمرونٓٓب ِٱلمعر‬
ِ ‫تٓل ِلن‬ ِ ٍ
ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ٗ ۡ ‫بٓلَكنٓخ‬ ۡ ۡ
ٓ ٓ١١٠ٓٓ‫ريآلهمٓمِنهمٓٱلمؤمِنونٓٓوأكَثهمٓٱلفَٰسِقون‬ ِٓ َٰ‫ءامنٓأهلٓٱلكِت‬
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik (110).

Allah‫ ﷻ‬juga mengingatkan Bani Israil pada ayat ke 48, bahwa mereka seharusnya menjaga diri
mereka dari azab di hari kiamat. Pesan ini berlaku umum, karena setiap orang beriman sepatutnya
berusaha untuk menjaga dirinya selamat dari azab neraka sebagaimana firman Allah pada surat at-

ۡ ْٓ ْ
Tahrim ayat ke 6.
ٌ َٰٓ ۡ ۡ
ٓ‫يأ ُّيهآٱَّلِينٓٓءامنوآقوآأنفسكمٓوأهل ِيكمٓنارآوقودهآٱنلاسٓٓوٓٱۡل ِجارةٓٓعليهآملئِكة‬
ۡ ٗ ۡ َٰٓ
ۡ ۡ ٓ ٞ ٞ
ٓ ٓ٦ٓ‫غَِلظٓشِدادَٓلٓي ۡعصونٓٱّللٓٓمآأمره ۡمٓويفعلونٓمآيؤمرون‬
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan (at-Tahrim:6)

Pada hari kiamat nanti setiap orang hanya memikirkan diri sendiri dan seseorang tidak dapat
menolong orang lain, walaupun orang tersebut kerabat dekatnya. Bagaimana mau menolong orang
lain, kalau diri tersita memikirkan keselamatan diri. Kesalahan yang sudah dibuat yang tidak
diampuni tidak dapat ditebus dengan apapun, sesorang tidak dapat memberikan syafaat kepada
orang lain, kecuali dengan izin Allah (al-Baqarah:255).

Bani Israil Diselamatkan dari Fir’aun Tetapi Tidak Bersyukur


ۡ ‫اب ٓيذِبون ٓأ ۡبنآءك ۡم ٓوي ۡست‬ ۡ ۡ ٓۡ
ٓ‫حيون‬ ِ ِٓ ‫ِإَوذ َٓنينَٰكمٓم ِۡن ٓءا ِل ٓف ِۡرع ۡون ٓيسومونك ۡم ٓس ٓوء ٓٱلعذ‬
ۡٓ‫حرٓ ٓفأَنٓ ۡينَٰكم‬ ۡ ‫ِإَوذ ٓفر ۡقنا ٓبكم ٓ ۡٱِل‬ۡ ٓ ٓ
ٓ ٓ ٤٩ٓ ‫ن ِساءك ۡ ْۚم ٓو ِِف ٓذَٰل ِكم ٓبَلء ٓمِن ٓربِكم ٓع ِظيم‬
ٞ ۡ ٞ
ِ
ۡ ‫وَس ٓأ ۡربعني َٓلۡل ٗة ٓثم ٓٱَّت ۡذتمٓ ٓٱلۡع‬
ٓٓ‫جل‬
ۡ
َٰٓ ‫ِإَوذ ٓوَٰع ۡدنآم‬ ٓ ۡ ۡ
ٓ ٓ ٥٠ٓ ‫وأغرقنا ٓءال ٓف ِۡرع ۡون ٓوأنت ۡم ٓتنظرون‬
ِ ِ
ۡ
ٓ ٓ٥٢ٓ‫مٓم ُۢنٓب ۡعدِٓذَٰل ِكٓلعلك ۡمٓتشكرون‬
ِ ‫ٓٓثمٓعف ۡونآعنك‬٥١ٓ‫ِم ُۢنٓب ۡع ِد ٓه ِۦٓوأنت ۡمٓظَٰل ِمون‬

29
Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir´aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka
menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang
laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu
terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu (49). Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut
untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Fir´aun) dan pengikut-
pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan (50). Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada
Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu
(sembahan) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim (51). Kemudian sesudah
itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur (52).

Bani Israil berdomisili di Mesir sejak zaman Nabi Yusuf AS menjadi pembesar di Mesir. Nabi
Yusuf AS kemudian mengajak ayahnya (Nabi Ya’kub AS), ibunya dan saudara-saudaranya tinggal
di Mesir. Sejak itulah Bani Israil (anak-anak Nabi Yakub AS yang terdiri dari 12 orang laki-laki
yang kemudian menurunkan12 suku bani Israil) tinggal di Mesir. Raja Mesir pada saat itu sangat
percaya kepada Nabi Yusuf AS da menjadikan keluarga besar Nabi Yusuf AS sebagai warga
negara Mesir, sehingga saudara-saudara Nabi Yusuf AS bebas bergerak dan berniaga di Mesir
yang kemudian beranak-pinak, menjadi Bani Israil yang populasinya cukup besar, semuanya
tinggal di Mesir. Setelah beberapa generasi, penguasa negeri Mesir berganti dan kemudian raja
(disebut Fir’aun) yang memerintah adalah raja yang zalim. Fir’aun ini tidak suka dengan Bani
Israil sehingga dia memperlakukan Bani Israil dengan semena-mena dan menjadikan mereka
sebagai budak yang kedudukannya hina. Sejak itulah Bani Israil menderita lahir-bathin dengan
berbagai siksaan yang dilakukan oleh Fir’aun.

Puncak siksaan itu dilakukan ketika Fir’aun bermimpi ada putra Bani Israil yang akan
menyelamatkan Bani Israil dan mengancam kedudukannya. Fir’aun melakukan tindakan yang
sangat keji, membunuhi semua anak laki-laki Bani Israil yang lahir dan mendiamkan anak
perempuan mereka hidup seperti yang diungkapkan pada ayat ke 49. Allah menyelamatkan Bani
Israil dari siksaan Fir’aun dengan mengirim Nabi Musa AS beserta mu’jizat-mu’jizat yang hebat
untuk mengalahkan Fir’aun.

Fir’aun dan aparat kekuasaannya di Mesir tidak dapat mengalahkan Nabi Musa AS. Akhirnya, dia
berniat menghabisi Nabi Musa AS dan Bani Israil. Ketika Fir’aun tahu Nabi Musa AS memimpin
Bani Israil menyelamatkan diri, dia mengerahkan pasukan yang besar untuk mengejar dan siap
menghancurkan Bani Israil. Suasana menjadi sangat kritis, karena rombongan Nabi Musa AS
terjebak di tepi Laut Merah, Fir’aun dan pasukannya sudah terlihat dan bernafsu menghancurkan
mereka, Nabi Musa AS diperintahkan Allah‫ ﷻ‬untuk memukulkan tongkat miliknya yang terkenal
itu ke air di tepi Laut Merah. Seketika, Laut Merah terbelah, membuka jalan bagi Bani Israil untuk
menyelamatkan diri ke seberang lautan. Fir’aun dan pasukannya mengikuti langkah Bani Israil
memasuki Laut Merah yang terbelah. Ketika Nabi Musa AS dan rombongannya (Bani Israil)
selamat sampai ke tepi seberang Laut Merah, laut tersebut menutup kembali seperti semula,
menenggelamkan Fir’aun dan seluruh pasukannya. Bani Israil selamat dan mereka menyaksikan
suatu peristiwa yang sangat luar bisa, mu’jizat tongkat Nabi Musa AS membelah Laut Merah,
menyelamatkan mereka dari Fir’aun. Bebaslah Bani Israil dari siksa Fir’aun yang kejam itu.

30
Sepatutnya Bani Israil yang diselamatkan Allah‫ ﷻ‬dengan cara yang sangat mengagumkan itu patuh
dan taat kepada Nabi Musa AS dan bersyukur kepada Allah‫ﷻ‬. Namun, sebagian dari Bani Israil
ini melakukan perbuatan yang sangat dikutuk Allah‫ﷻ‬, menyembah patung anak sapi ketika mereka
ditinggalkan oleh Nabi Musa AS untuk bermunajat kepada Allah‫ ﷻ‬selama 40 malam di Bukit
Tursina seperti yang diungkapkan pada ayat ke 51. Kesalahan fatal ini kemudian dimaafkan
Allah‫ﷻ‬, walaupun mereka yang menyembah anak sapi dihukum mati. Sepantasnya mereka yang
terbebas dari hukuman mati tersebut bersyukur kepada Allah‫ ﷻ‬dan tidak melakukan perbuatan-
perbuatan malampaui batas.

Kitab Taurat dan Kebengalan Bani Israil


ۡ ۡ ۡ ۡ
ۡٓ‫وَسٓل ِق ۡو ِم ٓهِۦٓتَٰيَٰق ۡو ِمٓإنكم‬
ِ َٰ ٓ ٓ٥٣ٓ‫ِإَوذٓءاتيۡنآموَسٓٱلكِتبٓٓوٓٱلفرقانٓٓلعلكمٓتهتدون‬
‫ِإَوذٓقالٓم‬ ۡ ۡ ۡ َٰ ٓ
ْ ۡ ْ ۡ ‫ٱَّتاذِكمٓ ٓٱلۡع‬
ٓ ۡ ‫جلٓ ٓفتوب ٓوا ٓإِ ََٰل ٓبارِئِك ۡم ٓفٓٱقتل ٓوٓا ٓأنفسك ۡم ٓذَٰل ِك ۡم ٓخ‬
ٓٞ‫ري‬ ِ ِ ِ ‫ظل ۡمت ۡم ٓأنفسكمٓٓب‬
ۡ ُّ ۡ ۡ
َٰ َٰ
ٓ‫ِإَوذٓقلتمٓتَٰيموَسٓلنٓنؤمِن‬ ۡ ٓ ٓ٥٤ٓ‫لك ۡمٓعِندٓبارِئِك ۡمٓفتابٓعل ۡيك ۡ ْۚمٓإِنهٓۥٓهوٓٱتلوابٓٓٱلرحِيم‬
ۡ ۡ ٗ
ِٓ‫مٓم ُۢن ٓب ۡعد‬
ِ ‫ ٓثمٓ ٓبعثنَٰك‬٥٥ٓ ‫ت ٓنرىٓٱّللٓ ٓج ۡهرة ٓفأخذتكم ٓٱلصَٰعِقةٓ ٓوأنت ۡم ٓتنظرون‬ َٰ ‫لك ٓح‬
ۡ
ٓ ٓ٥٦ٓ‫م ۡوت ِك ۡمٓلعلك ۡمٓتشكرون‬
Dan (ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa Al Kitab (Taurat) dan keterangan yang
membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk (53) Dan
(ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah
menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka
bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih
baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang" (54). Dan (ingatlah),
ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah
dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya". Setelah itu
Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur (56).
Nabi Musa AS menerima Kitab Taurat ketika beliau AS bermunajat selama 40 malam berturut-
turut di Bukit Thursina. Kitab Taurat ini adalah Kitab petunjuk, memuat syariat yang dapat
membimbing manusia ke jalan yang lurus. Sama seperti al-Qur’an, Kitab Taurat bertindak
sebagain furqān atau pembeda, yaitu membedakan yang benar dan yang salah.
Namun, selama ditinggal Nabi Musa selama 40 malam berturut-turut itu Bani Israil melakukan
mega skandal, menjadikan patung anak lembu yang terbuat dari emas sebagai tuhan. Mereka telah
diperingtakan oleh Nabi Harun AS terhadap kesalahan berat yang mereka lakukan, tetapi mereka
mengancam Nabi Harun AS, sehingga beliau AS tidak dapat berbuat banyak.

31
Ketika Nabi Musa AS turun dari bukit Thursina, beliau AS mengetahui kesalahan fatal yang
dilakukan ummatnya. Beliau sangat marah. Bagaimana mungkin, mereka ini telah diselamatkan
dari siksa Fir’aun, menyaksikan mu’jizat-mu’jizat yang hebat, kini jadi penyembah berhala?
Sungguh celaka! Dikisahkan, mereka yang terlibat dalam menyembah anak lembu itu cukup
banyak, sekitar 70 ribu orang, lebih dari 10% dari jumlah Bani Israil yang diselamatkan Nabi Musa
AS yang berjumlah sekitar 600 ribu orang.
Perbuatan menyembah anak sapi itu berakibat sangat fatal. Walaupun Allah ‫ ﷻ‬menerima taubat dan
mengampuni mereka, tetapi hukuman mati ditetapkan untuk mereka yang menyembah anak
lembu. Eksekusi hukuman mati itu dilakukan terhadap mereka yang menyembah patung anak
lembu tersebut, mereka yang tidak menyembah patung anak lembu ditugaskan membunuh yang
menyembah. Ada riwayat yang mengatakan bahwa mereka yang menyembah patung anak lembu
itu diperintahkan saling membunuh. Mereka dikumpulkan disuatu tempat, mata mereka ditutup
lalu diberi pedang atau belati. Selanjut mereka diperintahkan untuk saling membunuh, tetapi yang
membunuh tidak tahu yang dibunuh dan yang dibunuh tidak tahu yang membunuh.
Selanjutnya Nabi Musa AS mengumumkan bahwa beliau menerima Kitab Taurat dari Allah ‫ﷻ‬
ketika beliau bermunajat di bukit Thursina. Bani Israil kini terikat dengan hukum-hukum syariah
yang termaktub dalam Kitab Taurat. Namun, Bani Israil ini benar-benar bengal, barusan mereka
melaksanakan hukuman mati terhadap mereka yang menyembah patung anak lembu, dan
sebelumnya mereka menyaksikan langsung berbagai mu’jizat Nabi Musa AS, kini mereka berikrar
tidak percaya kepada Nabi Musa AS (tidak percaya bahwa Kitab Taurat yang dibawanya, karena
mereka tidak menyukai syariat yang terdapat di dalamnya), kecuali kalau mereka dapat melihat
Allah‫ ﷻ‬langsung dengan mata mereka!
Benar-benar keterlaluan! Ajaran Nabi Musa AS yang mereka terima selama ini mereka singkirkan,
mereka menganggap Allah‫ ﷻ‬itu adalah benda yang dapat dilihat! Akibatnya sangat fatal, setelah
dikumpulkan, mereka yang mengatakan ingin melihat Allah‫ ﷻ‬itu disambar halilintar dan mati
seketika, sedangkan yang lainnya menyaksikan, sangat mengerikan!
Namun, mereka beruntung sekali, kesalahan fatal mereka karena tidak percaya kepada Nabi Musa
AS dan memaksa ingin melihat Allah‫ ﷻ‬itu dimaafkan Allah‫ﷻ‬, mereka yang mati disambar
halilintar itu dihidupkan kembali setelah Nabi Musa AS memohonkan ampun dan keselamatan
untuk mereka. Allah‫ ﷻ‬menghukum langsung kesalahan mereka kemudian mengampuni mereka,
membangkitkan kembali mereka yang mati disambar halilintar tersebut agar mereka bersyukur
kepadaNya.

Manna wa Salwa dan Perintah Memasuki Baitulmakdis


ۡ ْ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
ٓ‫تٓمآرزقنَٰك ۡ ْۚمٓوما‬
ِ َٰ‫ىُٓكوآمِنٓطيِب‬ َٰٓ ‫وظللنآعل ۡيكمٓٱلغمامٓٓوأنزنلآعل ۡيكمٓٱلمنٓٓوٓٱلسلو‬
ۡ ْ ۡ ْ ۡ ۡ ۡ ۡ ْ
ٓ‫وآهَٰ ِذه ِٓٱلق ۡريةٓٓفُكوآمِنهآح ۡيث‬ ٓ ٓ٥٧ٓ ‫كنَٓكن ٓوآأنفسه ۡمٓيظل ِمون‬
ٓ ‫ِإَوذٓقلنآٱدخل‬ ِ َٰ ‫ظلمونآول‬
ٓٓ‫سنِني‬ ۡ ۡ
ِ ‫َنيدٓٱلمح‬ ‫س‬‫ٓو‬‫م‬ ۡ ‫ٓن ۡغفِ ۡرٓلٓك ۡمٓخطَٰيَٰك‬ٞ‫وا ْٓ ۡٱِلابٓٓسج ٗدآوقولوآْحِطة‬ ۡ ٗ ۡ
ٓ ‫شِئت ۡمٓرغدآوٓٱدخل‬
ِ ْۚ
32
ٓ ٗ ۡ ْ ۡ ۡ ۡ ًۡ ْ
ِٓٓ‫ٓفبدلٓٓٱَّلِينٓٓظلموآقوَلٓغريٓٱَّلِيٓقِيلٓلهمٓفأنزنلآلَعٓٱَّلِينٓٓظلموآرِجزآمِنٓٱلسماء‬٥٨
ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ‫وَسٓل ِق‬ ۡ ‫ٱست‬ ۡ ِٓ‫ٓ۞ِإَوذ‬٥٩ٓ‫بمآَكنوآْي ۡفسقون‬
ٓ‫ت‬ ٓ ‫ٱۡضبٓبِعصاكٓٱۡلجرٓٓفٓٱنفٓجر‬ ٓ‫ا‬ ‫ن‬ٓ
‫ل‬ ‫ق‬ ‫ف‬ ٓ ‫ۦ‬ ِ ٓ
‫ه‬ ‫م‬
ِ ‫و‬ َٰ ‫َقٓم‬ َٰٓ ‫س‬ ِ
ِ
ْۡ ۡ ْ ۡ ْ ۡ ُّ ۡ ۡ ۡ
ٓ‫ٓف‬ ِ ‫ٱّللِٓوَل ٓتعثوٓا‬ٓ ٓ‫وآمِنٓرِ ۡز ِق‬ ٓ ‫اسٓمشبه ۡمُٓكوآوٓٱۡشب‬ ٖ ‫مِنهٓٱثنتآعشةٓعينا ٓقدٓعل ِمٓكٓأن‬
ۡ ٗۡ
ۡ ۡ ۡ ۡ ‫وَسٓلنٓن‬ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
ٓ‫ح ٖدٓفٓٱدعٓٓنلآربكَٓي ِرجٓنلا‬ ِ ٖ َٰ ‫ٓو‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫ع‬ ‫ط‬ ٓ َٰ
‫ٓلَع‬ ‫َب‬ِ ‫ص‬ َٰ ‫م‬ َٰ ‫ٓتَٰي‬ ‫م‬ ‫ت‬ ‫ل‬ ‫ق‬ ٓ ٓ
‫ِإَوذ‬ ٓ ٦٠ ٓ ‫ِين‬ ‫د‬ ‫س‬
ِ ‫ف‬ ‫م‬ ٓ ٓ
‫ۡرض‬ ِ ‫ٱۡل‬
ۡ ۡ ٓ ۡ ُۢ ۡ
ٓ‫مِمآتۢنبِت ٓٱۡلۡرضٓ ٓ ِمن ٓبقل ِهآوق ِثائِهآوفومِهآوعدسِهآوبصل ِها ٓقال ٓأتستبدِلون ٓٱَّلِي ٓهٓو‬
ۡ
ٓٓ‫ت ٓعل ۡي ِهم ٓٱَّلِلةٓ ٓوٓٱلم ۡسكنة‬ ۡ ‫ِِصآفإن ٓلكمٓمآسأٓ ۡتل ۡم ٓوۡضب‬ ٗ ۡ ‫وا ْٓم‬ ٓ ‫ط‬ ‫ب‬
ۡ ٌۡ
‫ٱه‬ ٓ ٓ
‫ري‬ ‫ٓخ‬
ٓ ‫و‬ ‫ه‬ ٓ ‫ِي‬‫ٱَّل‬ ٓ
‫ب‬ ٓ َٰ
‫ّن‬
ۡ
‫د‬ ‫أ‬
ِ ‫ه‬ ِ ِ ْۚ ِ
ۡ ۡ ۡ ۡ ْ ۡ ‫ٱّللِهٓذَٰل ِكٓبأنه‬ ٓ
ٓ‫ق‬ ِٓ ‫ريٓٱۡل‬ ‫غ‬
ٓ
ِ ِ ِِ‫ب‬ٓ‫ن‬
ٓ ٓ
‫ي‬ ‫ب‬ ‫ٱنل‬ ٓ‫ون‬ ‫ل‬ ‫ت‬‫ق‬ ‫ي‬ ‫و‬ ٓ ِ ٓ
‫ٱّلل‬ ٓ‫ت‬ِ َٰ ‫تَٰي‬ ‫ٓأَ‍ِب‬‫ون‬ ‫ر‬ ‫ف‬ ‫ك‬ ‫ٓي‬‫وا‬ ‫ن‬ ‫َٓك‬ ‫م‬ ِ ٓ ٓ‫ِن‬ ‫ٓم‬ ‫ب‬ ٖ ‫ض‬ ‫غ‬ِ ‫وبا‬
‫ب‬ ٓ‫و‬ ‫ء‬
ۡ ْ ْ
ٓ ٓ٦١ٓ‫ذَٰل ِكٓٓبِمآعصوآوَكنوآيعتدون‬
Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa".
Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka
menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri (57). Dan
(ingatlah), ketika Kami berfirman: "Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah
dari hasil buminya, yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah pintu
gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah: "Bebaskanlah kami dari dosa", niscaya Kami
ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada
orang-orang yang berbuat baik" (58). Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan
(mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-
orang yang zalim itu dari langit, karena mereka berbuat fasik (59). Dan (ingatlah) ketika Musa
memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu
memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat
minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah
kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan (60). Dan (ingatlah), ketika kamu
berkata: "Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu
mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang
ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan
bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti
yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta".
Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari
Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para
Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat
durhaka dan melampaui batas (61).

33
Setelah berbagai perbuatan maksiat dan skandal mencengangkan dilakukan Bani Israil dan mereka
merasakan akibat perbuatan tersebut secara langsung, Nabi Musa AS memimpin mereka
melanjutkan perjalanan ke tanah yang dijanjikan. Perjalanan mereka selanjutnya cukup berat,
karena mereka harus melalui padang pasir yang sangat tidak bersahabat pada siang hari. Namun,
Allah sungguh Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Dia‫ ﷻ‬kembali melimpahkan ni’matnya
kepada Bani Israil ini. Pada siang hari mereka dinaungi oleh awan sehingga mereka terlidung dari
terik matahari yang membakar. Ketika dalam perjalanan, masih disekitar Gurun Sinai, mereka
bersungut-sungut tentang makanan dan mengadu kepada Nabi Musa AS, bekal makanan mereka
habis. Allah‫ ﷻ‬pun melimpakan kepada mereka manna wa salwa.
Apa itu manna wa salawa? Beberapa ulama tafsir secara umum mengatakan bawa manna adalah
bahan makanan pokok yang dapat dimakan langsung (atau dicampur air) sedangkan salwa adalah
daging burung. Mujahid mengatakan manna itu semacam getah dan Ikrimah mengatakan manna
semacam sari buah kasar yang datang diselaputi embun. Nampaknya manna adalah sumber
karbohidrat yang berkualitas dan bergizi tinggi (lengkap dengan vitamin dan mineralnya).
Kumpulan manna ini datang diselaputi embun, didatangkan oleh Allah‫ ﷻ‬setiap pagi. Jadi, setiap
pagi, masing-masing keluarga Bani Israil mengambil manna sesuai dengan keperluan pangan
mereka hari itu. Sedangkan salwa datang dalam bentuk kawanan burung (semacam burung puyuh)
mendekati kemah Bani Israil dan sangat mudah ditangkap. Jadi, salwa adalah sumber protein
hewani yang lezat dan berkualitas. Walhasil, Bani Israil ini mendapatkan pangan dengan gizi
berkualitas tinggi (thayyibāt yang artinya baik-baik atau berkualitas tinggi) tanpa harus berusaha
keras (tinggal mengambil saja), suatu nikmat yang semestinya mereka syukuri. Namun,
sayangnya, mereka tidak bersyukur dengan limpahan rahmat atau nikmat Allah tersebut (lihat ayat
ke 61) sehingga Allah mengatakan “… akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka
sendiri.”
Seperti yang diungkapkan pada ayat ke 61, Bani Israil ini tidak puas dengan manna wa salwa.
Pangan yang lezat dan berigizi ini dapat diolah sedemikian rupa sehingga mereka dapat memakan
makanan yang lezat lagi bergizi setiap hari. Mereka berpangku-tangan, tidak berusaha sendiri
untuk mengkombinasikan makan bergizi tersebut dengan mengembangkan cara pengolahan yang
dapat menghasilkan variasi makanan yang menarik. Malah, mereka mandakwa Nabi Musa AS
agar Allah‫ ﷻ‬juga menurunkan makanan untuk memenuhi selera mereka, mengganti manan wa
salwa dengan makanan-makanan yang biasanya mereka makan ketika di Mesir, seperti timun,
bawang putih, kacang adas, dan bawang merah. Nabi Musa AS kesal dan marah atas tindakan
membangkang Bani Israil ini, sehingga dia berkata, "Maukah kamu mengambil yang rendah
sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa
yang kamu minta".
Ucapan mereka itu adalah bentuk ketidaksyukuran mereka terhadap rezeki dari Allah‫ ﷻ‬yang
berlimpah mereka dapatkan tanpa usaha. Jika mereka menginginkan makanan biasa, seharusnya
usahakan sendiri, jangan meminta untuk didatangkan seperti manna wa salwa. Keterlaluan!
Akibatnya, Allah‫ ﷻ‬murka dengan tindakan keterlaluan mereka itu, karena tindakan tersebut
muncul dari nihilnya rasa syukur kepada Allah‫ﷻ‬. Akibatnya, mereka dimurkai Allah‫ﷻ‬, ditimpa
kenistaan dan kehinaan. Sifat-sifat buruk Bani Israil, khususnya tidak bersyukur kepada Allah‫ﷻ‬

34
yang melimpahkan rahmatNya yang begitu banyak kepada mereka, ini semakin menjadi-jadi.
Bagian akhir ayat ke 61 mengungkapkan tindakan mereka yang durhaka dan melampaui batas,
yaitu mengingkari ayat-ayat Allah‫ﷻ‬, bahkan generasi-generasi berikutnya (setelah Nabi Musa AS
wafat), membunuhi para nabi yang semestinya mereka dukung dan taati.
Dalam perjalanan menuju ke tanah yang dijanjikan, Bani Israil ini juga bersungut-sungut tentang
suplai air minum, karena di padang pasir susah mendapatkan air. Mereka meminta kepada Nabi
Musa AS untuk menyediakan air. Nabi Musa AS kemudian berdoa kepada Allah‫ ﷻ‬untuk
menganugerahi air untuk ummatnya itu. Allah‫ ﷻ‬memperkenankan doa Nabi Musa AS dengan
memerintakan rasulNya itu memukulkan tongkat ke suatu batu besar. Tiba-tiba memancarlah air,
12 pancaran mata air, sehingga setiap suku Bani Israil memperoleh satu mata air untuk keperluan
mereka minum dan masak (ayat ke 60). Allah‫ ﷻ‬kemudian memerintahkan kepada Bani Israil untuk
makan (manna dan salwa) dan minum dari mata air yang terpancar dari batu sebagai rezeki dari
Allah‫ ﷻ‬dan jangan berbuat kerusakan di muka bumi.
Akhirnya, perjalanan mereka mendekati negeri yang dituju (Baitulmakdis). Ayat ke 58 dan 59
mengungkapkan bahwa Allah‫ ﷻ‬memerintahkan Bani Israil untuk memasuki Baitulmakdis, negeri
nenek moyang mereka, Nabi Ya’kub AS. Mereka diizinkan menikmati apa saja yang terdapat di
dalamnya, yaitu makanan dan hasil buminya. Allah‫ ﷻ‬menjamin keamanan Bani Israil untuk
memasuki negeri itu jika mereka patuh dengan perintahNya dan melaksanakan langkah-langkah
yang harus mereka tempuh ketika memasuki negeri itu. Langkah-langkah itu sangat sederhana,
yakni memohon ampun dengan membaca kalimat yang diajarkan Allah‫ﷻ‬, semacam kalimat
istighfar (minta ampun kepada Allah‫ )ﷻ‬dan ketika memasuki pintu gerbang negeri itu mereka
hendaklah membungkuk (al-A’rāf:161), maksudnya tunduk kepada Allah‫ ﷻ‬dan memasuki negeri
dengan damai untuk mendapatkan simpati penduduk asli negeri itu.
Namun, jaminan dan janji Allah‫ ﷻ‬tidak digubris oleh Bani Israil. Perintah dan ajakan Nabi Musa
AS untuk memasuki negeri itu sesuai dengan tuntunan Allah‫ ﷻ‬mereka lecehkan. Mereka takut
dengan penduduk negeri itu yang badannya besar dan tegap. Mereka kehilangan nyali dan bahkan
kehilangan iman. Mereka sangat culas menyuruh Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS berdua saja
memasuki negeri itu, dan kemudian memanggil mereka kalau kondisi di dalam negeri itu nyaman
buat mereka. Tingkah laku Bani Israil ini benar-benar keterlaluan. Bahkan ada diantara mereka
yang berani mengolok-olok perkataan minta ampun yang diajarkan Allah‫ ﷻ‬dengan kata-kata lain
seperti yang diungkapkan di ayat ke 59 atau ayat ke 162 surah al-A’rāf.
Orang-orang yang zalim menggantikan kata-kata istighfar yang diajarkan Allah‫ ﷻ‬dengan kata
“khintah” yang artinya gandum. Sungguh bejat tingkah laku mereka ini. Berani dan pongah sekali
mereka melecehkan Allah‫ ﷻ‬dan nabiNya. Akibatnya, mereka menanggung siksa yang berat. Nabi
Musa AS dan Nabi Harun AS memisahkan diri dari mereka dan negeri yang dijanjikan itu akhirnya
tidak mereka peroleh. Mereka, seluruhnya, hidup terlunta-lunta di padang pasir dengan rasa tidak
aman dan kesulitan memperoleh makanan dan minuman selama 40 tahun. Inilah akibat buruk dari
kufur terhadap nikmat Allah‫ﷻ‬.

35
ٌ ۡ ۡ ۡ ۡ ٓۡ ‫َٓلٓأ ۡمل ِكٓإَلٓن ۡفِسٓوأ ِِخٓفٓٱفۡر‬ ٓ
ِ َٰ‫قٓبيننآوبنيٓٱلق ۡو ِٓمٓٱلف‬
ٓ‫ٓقالٓٓفإِنهآُمرمة‬٢٥ٓٓ‫سقِني‬ ِۖ ِ ِ ‫بٓإ ِ ِّن‬
ِ ‫قالٓٓر‬
ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ٗ
ٓ ٓ٢٦ٓٓ‫سقِني‬ َٰ
ِ ‫ۡرضٓفَلٓتأسٓلَعٓٱلقو ِٓمٓٱلف‬ ٓ ِ ‫ٓفٓٱۡل‬ِ ‫ون‬ ‫يه‬ِ ‫ت‬ َۛ
‫ٓي‬ ‫ة‬ ‫عل ۡي ِه ۡ َۛمٓأ ۡربعِنيٓسن‬
Berkata Musa: "Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab
itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu" (25). Allah berfirman: "(Jika
demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun,
(selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah
kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu" (26) (al-Māidah:25-26).

Tiada Kekhawatiran dan Tiada Bersedih Hati


ۡ ْ ْ
ِ ۡ ٓ ِ ‫بنيٓ ٓم ۡن ٓءامن ٓٓب‬
ٓ‫ٱّللِ ٓوٓٱَلو ٓم ٓٱٓأۡلخ ِِٓر ٓوع ِمل‬ َٰٓ ‫إِنٓ ٓٱَّلِينٓ ٓءامنوا ٓوٓٱَّلِينٓ ٓهادوا ٓوٓٱنلصَٰر‬
ٓ ِ َٰ ‫ى ٓوٓٱلص‬
ۡ ٌ
ٓ ٓ٦٢ٓ‫صَٰل ِٗحآفله ۡمٓأ ۡجره ۡمٓعِندٓرب ِ ِه ۡمٓوَلٓخ ۡوفٓعل ۡي ِه ۡمٓوَلٓه ۡمُٓيزنون‬
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang
Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan
beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada
mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati (62).

Berdasarkan asbabun nuzulnya, ayat ke 62 ini menjawab pertanyaan Salman al-Farisi RA. Salman
ingin mengetahui nasib teman-temannya dahulu. Ayat ini memuat prinsip dasar tentang limpahan
pahala dari Allah‫ ﷻ‬dan tentu pula mendapat ridhaNya di akhirat kelak. Prinsip itu adalah iman dan
amal soleh. Ditegaskan secara khusus beriman kepada Allah‫ ﷻ‬dan Hari Akhir. Jadi orang-orang
terdahulu, misalnya sahabat-sahabat Salman RA yang meninggal sebelum Islam datang kepada
mereka, kalau mereka beriman dan bertauhid kepada Allah ‫ﷻ‬, beriman dengan Hari Akhirat dan
beramal soleh maka tiada kekhawatiran buat mereka dan merekapun tidak bersedih hati. Artinya
Allah‫ ﷻ‬ridha kepada mereka.

Menarik, ayat ke 62 diletakkan di antara ayat-ayat peringatan untuk Bani Israil, ketidaksyukuran
mereka dan berbagai skandal besar yang membuat Allah‫ ﷻ‬murka kepada mereka berkali-kali. Pada
ayat ke 111 surah al-Baqarah orang-orang Yahudi (Bani Israil), dan juga orang Nasrani mengklaim
hanya mereka yang masuk sorga. Ayat 111 itu sendiri menolak klaim mereka dan ayat ke 62
memuat prinsip umum, sama seperti yang termaktub pada surah al-Baqarah ayat ke 112 dan Surah
al-Maidah ayat ke 69. Artinya, dari golongan manapun, baik orang-orang beriman (Islam), Yahudi,
Nasrani dan Shabiin, jika mereka beriman kepada Allah‫ ﷻ‬dan hari kemudian lalu beramal soleh,
maka mereka tidak perlu khawatir dan tidak pula bersedih hati. Perhatikanlalah ayat-ayat yang
senada dengan ayat 62 berikut ini.

36
ْ ۡ ۡ ُّ ۡ َٰ َٰ ۡ ً ۡ ْ
ٓ‫وا ٓلنٓي ۡدخل ٓٱۡلنةٓ ٓإَِل ٓمنَٓكن ٓهودآأو ٓنصرىهٓت ِلك ٓأمانِيهمهٓقل ٓهاتوا ٓبرهنكم ٓإِن‬
ۡ َٰ ۡ ٓ ‫وقال‬
ٌ ۡ
ٓ‫ِن ٓفلهٓ ٓٓۥ ٓأ ۡجرهٓۥ ٓعِند ٓرب ِ ٓهِۦ ٓوَل ٓخ ۡوف‬
ٞ ‫ُٓمس‬ ‫َل ٓم ۡن ٓأ ۡسلم ٓو ۡجههٓۥ ٓ ِّللِٓوهو‬
َٰٓ ‫ ٓب‬١١١ٓ ‫كٓنت ۡم ٓص َٰ ِدقِني‬
ۡ
ٓ ٓ١١٢ٓ‫عل ۡي ِه ۡمٓوَلٓه ۡمُٓيزنون‬
Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-
orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang
kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang
benar" (111). (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang
ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (112). (al-Baqarah:111-112).

ۡ ْ ْ
ٓ ِ ‫ى ٓم ۡن ٓءامن ٓٓب‬
ٓ‫ٱّللِٓوٓٱَل ۡو ِٓم ٓٱٓأۡلخ ِِٓر ٓوع ِمل‬ َٰٓ ‫بونٓ ٓوٓٱنلصَٰر‬
ٓ ِ َٰ ‫إِنٓ ٓٱَّلِينٓ ٓءامنوا ٓوٓٱَّلِينٓ ٓهادوا ٓوٓٱلص‬
ۡ ٌ
ٓ ٓ٦٩ٓ‫صَٰل ِٗحآفَلٓخ ۡوفٓعل ۡي ِه ۡمٓوَلٓه ۡمُٓيزنون‬
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani,
siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (al-Māidah:69).

Bagaimana kondisinya saat ini? Apakah ayat ini juga berlaku kepada mereka yang tidak
bersyahadat? Persoalannya mungkin perkara beriman kepada Allah‫ﷻ‬. Beriman kepada Allah‫ﷻ‬
berarti melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Buat orang-
orang Yahudi dan Nasrani yang lahir setelah Nabi Muhammad‫ ﷺ‬diangkat menjadi rasul, mereka
diperintahkan Allah‫( ﷺ‬dalam Kitab Taurat ataupun Injil) untuk beriman dan mengikuti Nabi
Muhammad‫ﷺ‬. Jika mereka melakukannya maka mereka akan selamat, tiada kekhawatiran dan
tiada bersedih hati. Hal yang sama untuk orang-orang Shabiin. Ayat ke 85 surah Ali Imron
menegaskan hal ini.
ۡ ۡ ۡ ٗ ‫ومنٓييۡت ٓغ ۡريٓ ۡٱۡل ۡسل َٰ ٓمٓد‬
ِِ َٰ‫ٓفٓٱٓأۡلخِرٓة ِٓمِنٓٱلخ‬
ٓ ٓ٨٥ٓٓ‫ِسين‬ ِ ‫و‬ ‫ه‬‫ٓو‬‫ه‬ ‫ِن‬‫م‬ ٓ‫ل‬ ‫ب‬‫ق‬ ‫نٓي‬ ‫ل‬ ‫آف‬ ‫ِين‬ ِ ِ ِ‫غ‬
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama
itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi (Ali Imron:85).

Mengenai Shabiin, banyak silang pendapat tentang siapa orang-orang Shabiin ini? Ada yang
mengatakan mereka menyembah bintang-bintang, ada yang mengatakan menyembah api atau
secara umum mereka adalah penyembah berhala. Namun, jika mereka adalah penyembah berhala,
jelas sekali mereka melakukan syirik, tidak mungkin Allah‫ ﷻ‬meridhai mereka, tidak sesuai dengan
ayat ke 62 ataupun ayat-ayat lain yang senada. Pendapat yang kuat mengatakan bahwa Shabiin
adalah orang-orang yang meninggalkan berhala yang disembah oleh sebagian besar masyarakat,
mereka berkeyakinan bahwa Allah itu Maha Esa dan yakin pula dengan adanya hari Akhirat serta

37
beramal soleh. Mereka tidak mengikuti syariat Nabi Musa AS (ataupun Nabi Isa AS). Mereka
melaksanakan prinsip agama Hanif yang diajarkan Nabi Ibrahim AS.

Janji Suci yang Dilanggar


ْ ۡ ۡ ٓ ْ ُّ ٓ ‫ِإَوذ ٓأخ ۡذنآمِيثَٰقك ۡم ٓورف ۡعنآف ۡوقكم‬
ۡ
ِٓ‫وا ٓمآفِيه‬ َٰ
ٓ ‫ٱلطورٓ ٓخذوا ٓما ٓءاتينكمٓبِقوة ٖ ٓوٓٱذكر‬ ٓ
ۡ ۡ
ٓ‫ٱّللِٓعل ۡيك ۡمٓورَحتهٓۥٓلكنتمٓمِن‬ ٓ ٓ‫مٓم ُۢنٓب ۡعدِٓذَٰل ِكٓفل ۡوَلٓفضل‬
ِ ‫ٓثمٓٓتوَلۡت‬٦٣ٓ‫لعلك ۡمٓتتقون‬
َٰ ً ْ ۡ ۡ ۡ ۡ ْۡ ۡ ۡ ۡ َٰ ۡ
ٓ‫سني‬ ٓ ِ ‫تٓفقلنآلهمٓكونٓوآق ِردةٓخ‬ ِٓ ‫ٓفٓٱلسب‬ِ ‫ٓولق ٓدٓعل ِمتمٓٱَّلِينٓٓٱعتدوٓآمِنكم‬٦٤ٓٓ‫ِسين‬
ِ ِ ‫ٱلخ‬
ۡ ٗ ۡ ۡ ٗ ۡ
ٓ ٓ٦٦ٓ‫ٓفجعلنَٰهآنكََٰلٓل ِمآبنيٓيد ۡيهآومآخلفهآوم ۡوعِظةٓل ِلمتقِني‬٦٥
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina)
di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu
dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa" (63). Kemudian kamu
berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya
atasmu, niscaya kamu tergolong orang yang rugi (64). Dan sesungguhnya telah kamu ketahui
orang-orang yang melanggar diantaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka:
"Jadilah kamu kera yang hina" (65). Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi
orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang bertakwa (66).

Beberapa ayat sebelumnya mengungkapkan bahwa Bani Israil ini banyak sekali menerima rahmat
Allah‫ﷻ‬, tetapi banyak dari mereka yang tidak bersyukur dan membangkang. Karena sifat mereka
yang suka membangkang ataupun mengingkari nikmat itu, Allah‫ ﷻ‬mengambil janji kepada mereka
dalam suasana ancaman yang sangat serius. Janji diambil dengan ancaman bukit yang mengawang
di atas mereka dan jika seketika jatuh akan memusnahkan mereka semua. Dalam suasana yang
sangat mencekam, Bani Israil berjanji untuk memegang teguh apa yang telah diturunkan Allah‫ﷻ‬
kepada Nabi Musa AS, yaitu Kitab Taurat. Jika mereka memegang erat janji ini, yaitu dengan
melaksanakan perintah-perintah yang terdapat dalam Kitab Taurat, maka mereka akan menjadi
orang-orang yang bertakwa. Janji ini sebenarnya untuk kepentingan Bani Israil itu sendiri,
mengarahkan agar mereka mengikuti langkah-langkah untuk mendapatkan ridha Allah‫ﷻ‬.

Namun, sebagaimana mereka berbuat sebelumnya, janji suci yang diikrarkan dengan ancaman
bukit mengawang di atas kepala mereka ini pun kemudian mereka ingkari. Artinya, banyak dari
mereka yang berjanji itu, setelah beberapa waktu atau generasi berikutnya berpaling, tidak
memegang erat Kitab Taurat, sehingga mereka kembali tersesat. Walaupun demikian, Allah ‫ ﷻ‬tetap
melimpahkan karunia dan rahmatNya, khususnya mengampuni mereka. Jika tidak, maka mereka
pasti masuk golongan orang-orang yang merugi, yakni tidak diridhahi Allah selamanya.

Ayat ke 65 menceritakan sekelompok Bani Israil yang melanggar larangan hari Sabtu. Mereka ini
hidup dipinggir laut dan banyak di antara mereka yang berprofesi sebagai nelayan. Sebagaimana

38
yang diceritakan pada ayat ke 163 surah al-A’rāf, mereka digoda ikan pada hari Sabtu, yakni hari
Sabtu banyak sekali ikan sedangkan hari-hari lain ikan sedikit. Mereka tidak dapat menangkap
ikan pada hari Sabtu, karena hari Sabtu tidak boleh bekerja. Namun, mereka tergoda untuk
menangkap ikan pada hari Sabtu yang dilarang itu. Diceritakan bahwa mereka melakukannya
dengan cara yang licik. Ikan-ikan tidak ditangkap pada hari Sabtu, tetapi digiring dengan jaring
dan ditangkap keesokan harinya. Mereka mengakali aturan larangan bekerja hari Sabtu yang telah
dikukuhkan Allah‫ﷻ‬. Mereka berani melanggar aturan itu karena mereka sudah terbiasa melanggar
aturan yang diajarkan Nabi Musa AS dengan cara terang-terangan atau dengan cara licik.
Mereka tidak takut “menipu” Allah ‫ﷻ‬. Akibatnya, mereka yang melanggar aturan hari Sabtu
tersebut dihukum Allah‫ﷻ‬, yakni diubah wujudnya menjadi kera. Tentu saja mereka yang menjadi
kera ini menjadi sangat terhina. Hukuman ini adalah peringatan yang sangat keras bagi mereka,
baik untuk mereka yang menyaksikan ataupun untuk generasi berikutnya agar mereka tidak
melakukan kesalahan yang sama.

Kisah al-Baqarah
ْٓ ٗ ْ ۡ ۡ ۡ
ِٓ‫ّلل‬ ٗ
ٓ ‫خذنآهزوآقالٓأعوذٓٓب ِٱ‬ ۡ
ِ ‫وَسٓل ِق ۡو ِم ٓهِ ٓۦٓٓإِنٓٱّللٓٓيأمركمٓأنٓتذِبوآبقرةٓقالوآأتت‬ َٰ ‫ِإَوذٓقالٓم‬ ٓ
ٞ ۡ ْ ۡ ۡ
ٓ‫آهْۚٓقالٓإِنهٓۥٓيقولٓإِنهآبقرةَٓل‬ ِ ‫وآٱدعٓٓنلآربكٓيي ِنيٓنلآم‬ ٓ ‫ٓقال‬٦٧ٓٓ‫أنٓأكونٓمِنٓٱلجَٰ ِهل ِني‬
ۡ ْ ۡ ْ ۡ ۡ ۡ ٞ
ٓ‫وا ٓٱدعٓ ٓنلآربك ٓيي ِني ٓنلآما‬ ٓ ‫ ٓقال‬٦٨ٓ ‫وا ٓمآتؤمرون‬ ٓ ‫فارِض ٓوَل ٓبِك ٌر ٓعوانُۢٓبني ٓذَٰل ِك ٓفٓٱفعل‬
ۡ ْ ُّ ‫ِعٓل ۡونهآت‬ٞ ‫ٓص ۡفرآءٓفاق‬ٞ‫ل ۡونها ْۚٓقالٓإنهٓۥٓيقولٓإنهآبقرة‬
ٓ‫وآٱدعٓٓنلآربكٓيي ِني‬ ٓ ‫ٓقال‬٦٩ٓٓ‫ِسٓٱلنَٰ ِظ ِرين‬ ِ ِ
ٞ ۡ ٓ ٓ ۡ ۡ
ٓ‫ٓقالٓٓإِنهٓۥٓيقولٓإِنهآبقرٓةَٓل‬٧٠ٓ‫آهٓإِنٓٱِلقرٓٓتشبهٓعلينآِإَونآإِنٓشاءٓٱّللٓٓلمهتدون‬ َٰ ِ ‫نلآم‬
ۡ ۡ ْ ٞ ۡ ۡ ‫ولٓتثريٓ ۡٱۡلۡرضٓٓوَلٓت‬ ٞ
ٓ‫قٓفٓذِبوها‬ ِٓ ‫ج ۡئتٓٓب ِٱۡل‬ ِ ٓ‫َٰٔـن‬
ٓ ‫ٱل‬ٓ‫وا‬ ‫ال‬ ‫ْۚٓق‬ ‫ا‬ ‫ِيه‬ ‫ف‬ ٓ‫ة‬‫ِي‬
‫ش‬ ٓ ‫َٓل‬ ‫ة‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫م‬ ٓ ‫ث‬
ٓ ‫ر‬ۡ ‫ٱۡل‬ ٓ‫َق‬ ِ ‫س‬ ِ ‫ذل‬
ۡ ۡ ٞ ۡ ۡ َٰ ٗ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ْ
ٓ٧٢ٓ ‫ِإَوذ ٓقتلتم ٓنفسآفٓٱدَٰٔرت ٓم ٓفِيها ٓوٓٱّللٓ ُٓم ِرج ٓمآكنتم ٓتٓكتمون‬ ٓ ٓ ٧١ٓ ‫ومآَكدوا ٓيفعلون‬
ۡ ۡ ۡ ۡ
ٓ ٓ٧٣ٓ‫تٓوي ِريك ۡمٓءاتَٰيَٰت ِ ٓهِۦٓلعلك ۡمٓت ۡعقِلون‬ َٰٓ ‫حٓٱّللٓٓٱلم ۡو‬ ِ ‫ٓي‬ ‫ِك‬ ‫ل‬ َٰ ‫ذ‬ ‫ْۚٓك‬ ‫ا‬ ‫ه‬ ‫ض‬ ۡ ‫ٱۡضبوهٓٓبب‬
ِ ِ ِ ٓ‫فقلنا‬
‫ع‬
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyembelih seekor sapi betina". Mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah
ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari
orang-orang yang jahil" (67). Mereka menjawab: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami,
agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu". Musa menjawab: "Sesungguhnya
Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda;
pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu" (68). Mereka
berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa

39
warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi
betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang
memandangnya" (69). Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia
menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu
(masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk
memperoleh sapi itu)" (70). Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu
adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk
mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya". Mereka berkata: "Sekarang barulah
kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". Kemudian mereka menyembelihnya
dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu (71). Dan (ingatlah), ketika kamu
membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak
menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan (72). Lalu Kami berfirman: "Pukullah
mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!" Demikianlah Allah menghidupkan kembali
orang-orang yang telah mati, dam memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar
kamu mengerti (73).

Ayat ke 67 sampai ayat ke 73 adalah kisah al-Baqarah, yang bagian tubuhnya (setelah disembelih),
dapat menghidupkan seorang yang mati terbunuh dan kemudian orang tersebut bercerita siapa
yang membunuhnya. Kata “al-Baqarah” yang digunakan pada ayat ke 67 atau ayat berikutnya
menjadi nama surah. Kisal al-Baqarah ini juga mengungkapkan karakter Bani Israil yang suka
membangkang dan kurang ajar.

Sebelum mengkaji ayat-ayat di atas, marilah kita mengetahui latar belakang kisah al-Baqarah ini.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan (berasal dari Muhammad bin Sirin yang dia peroleh dari Ubaid al-
Salmani) suatu kisah yang terkait dengan ayat-ayat di atas sebagai berikut. Di kalangan Bani Israil
terdapat seorang laki-laki yang kaya tetapi tidak punya anak. Dengan demikian kalau di mati, anak
saudaranya lah (keponakannya) yang jadi pewarisnya. Kemudian orang tersebut dibunuh oleh
keponakannya itu. Pada malam hari mayatnya dibawa dan diletakkannya di depan pintu salah satu
dari mereka (tetangganya, juga dari Bani Israil). Ketika pagi hari tiba, si keponakan ini menuduh
pemilik rumah dan warga sekitar sebagai pembunuhnya, sehingga mereka pun mengangkat senjata
dari saling menyerang (terjadi perkelahian). Beberapa orang yang mempunyai pikiran bijak
berkata, “Mengapa kalian saling membunuh, padahal ada Rasul Allah di tengah-tengah kalian?”
Mereka pun mendatangi Nabi Musa AS dan menceritakan peristiwa tersebut kepadanya, meminta
solusi.

Ayat ke 67 adalah perintah Allah ‫ ﷻ‬yang turun kepada Nabi Musa AS untuk menyelesaikan
masalah tersebut, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.”
Mereka membantah perintah Allah‫ ﷻ‬yang disampai oleh Nabi Musa AS, artinya mereka tidak
percaya kepada Nabi Musa AS. Seharusnya mereka melakukan apa saja yang diperintahkan Nabi
Musa AS untuk mereka (sami’na wa atho’na). Karakter suka membantah terungkap. Mereka tidak
segan-segan membantah Nabi Musa AS. Padahal Nabi Musa AS telah menyelamatkan mereka dari
siksaan Fir’aun. Berkali-kali mereka menyaksikan kebenaran dan kehebatan mu’jizat-mu’jizatnya.

40
Ditambah lagi mereka telah berjanji untuk mentaatinya. Mereka berbantahan dengan Nabi Musa
AS dan Nabi Musa AS berujar bahwa dia berlindung kepada Allah ‫ ﷻ‬dari tuduhan mereka.

Ayat ke 68 mengungkapkan karakter kedua yang lebih buruk. Mereka tidak percaya kepada
Allah‫ﷻ‬, ucapan mereka "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami …” adalah ucapan yang
sangat sombong, seolah-olah mereka mempunyai tuhan yang lain. Ini adalah ungkapan nihilnya
iman, sekaligus sombong. Selanjutnya, bukannya mereka melaksanakan perintah Allah ‫ ﷻ‬untuk
mencari al-Baqarah atau sapi betina, mereka tidak yakin dengan perintah Allah‫ ﷻ‬itu, tidak percaya
bahwa sapi betina dapat menyelesaikan masalah. Intinya mereka tidak yakin dengan perintah
Allah‫ ﷻ‬yang disampaikan Nabi Musa AS, ini berarti mereka tidak percaya dengan Nabi Musa AS!
Karena tidak percaya, mereka mencari-cari hal lebih detail, sesuatu yang tidak perlu dan kelak
akan menyulitkan mereka sendiri. Mereka menjawab: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk
kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu". Musa menjawab:
"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak
muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu" (68)

Rincian tentang sapi betina itu dijelaskan oleh Nabi Musa AS. Sapi tersebut adalah sapi betina
yang tidak tua dan tidak muda (pertengahan). Mereka lalu diperintahkan untuk mencari sapi betina
yang berumur pertengahan tersebut. Sebenarnya jika mereka taat, maka mereka segera cari sapi
yang dimaksud tersebut, yang tentunya tidak sulit untuk mendapatkannya. Namun, karena tidak
taat, mereka tidak segera melaksanakan perintah Allah‫ ﷻ‬yang memudahkan itu, mereka bertanya
lagi, mencari-ciri yang lebih detail, tentang warnanya. Mereka kembali menyebutkan Tuhan mu,
bukan Tuhan atau Tuhan kita pada ayat ke 69. Nabi Musa AS mengungkapkan warna sapi itu,
"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang
kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya."

Pada ayat ke 70 diungkapkan bahwa mereka kembali bertanya tentang ciri yang lebih detail,
padahal jika mereka taat, sapi yang diminta tersebut masih mudah untuk didapatkan. Ayat ke 71
memuat ciri-ciri yang lebih detail tentang sapi tersebut. Karena ciri sapi tersebut menjadi sangat
detail, mereka kesulitan mencari sapi tersebut. Namun, mereka terpaksa mencari sapi itu, karena
tanpa sapi itu persoalan yang mereka hadapi tidak ada solusinya yang tentu membawa perselisihan
yang berbahaya karena saling tuduh menuduh (ayat ke 72). Akhirnya mereka mendapatkan sapi
tersebut dan menyembelihnya. Sapi yang disembelih ini (bagian tubuhnya) dapat mengungkapkan
siapa pembunuh yang sesungguhnya seperti yang diungkapakan pada ayat ke 73, “ Lalu Kami
berfirman: ‘Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!’ “ Setelah mayat itu
dipukul dengan bagian sapi betina itu (ada riwayat mengatakan bawa bagian tersebut adalah
ekornya), maka tiba-tiba mayat itu hidup kembali, berbicara dan menceritakan siapa yang
sesungguhnya membunuhnya. Si pembunuh tidak dapat mengelak lagi, dan tentu dihukum bunuh
pula sesuai dengan hukum qisas yang terdapat dlam Kitab Taurat.

Tentusaja peristiwa menghidupkan mayat dengan bagian dari sapi itu adalah peristiwa yang luar
biasa (mu’jizat), yang merupakan salah satu tanda-tanda kekuasaanNya. Seyogyanya mereka yang
menyaksikan peristiwa yang luar biasa itu bergetar hatinya, meningkat imannya dan memahami

41
bahwa perintah Allah itu untuk kemasylahatan hambaNya. Namun, tidak demikian bagi Bani
Israil, hati mereka malah bertambah keras.

Hati Yang Keras Membatu


ۡ ٗ ۡ ُّ ۡ ۡ
ٓ‫مٓم ُۢنٓب ۡعدِٓذَٰل ِكٓف ِِهٓكٓٱۡل ِجارٓةٓأوٓأشدٓقسوةِْۚٓإَونٓمِنٓٱۡل ِجارٓةٓلمآيتفجٓر‬
ِ ِ ِ ‫تٓقلوبك‬ ۡ ‫ثمٓٓقس‬
ۡ ۡ ٓ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
ٓ ِٓ‫مِنهٓٱۡلنه َٰ ٓر ِْۚٓإَونٓمِنهآلمآيشققٓفيخرجٓمِنهٓٱلما ٓء ِْۚٓإَونٓمِنهآلمآي ۡهبِطٓم ِۡنٓخٓشية‬
ٓ‫ٱّللِهٓوما‬
ٓ ٓ٧٤ٓ‫ٱّللٓٓبِغَٰفِ ٍلٓعمآت ۡعملون‬
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal
diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya
sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada
yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa
yang kamu kerjakan (74).
Ayat ke 74 adalah kecaman terhadap tingkah laku Bani Israil, khususnya bagi mereka yang terlibat
dalam kasus pembunuhan yang dikisahkan pada ayat sebelumnya. Mereka yang berselisih dan
saling tuduh-menduduh tentang pembunuhan itu meminta solusi kepada Nabi Musa AS dan solusi
itu sudah diberikan dengan tuntas sehingga si pembunuh terperangkap dengan ulahnya sendiri.
Seharusnya peristiwa hidupnya kembali si mayyit yang dipukul dengan bagian tubuh al-baqarah
(ekornya) dan mayyit tersebut berbicara tentang siapa yang membunuhnya (lalu kembali mati)
menjadi pelajaran yang membuka mata hati orang-orang Yahudi ini tentang kebesaran Allah‫ﷻ‬.
Namun, yang membunuh dan keluarganya marah karena kedok mereka terbuka (mereka ingin
merebut harta pamannya yang mereka bunuh). Bukannya mereka insaf, melainkan hati mereka
semakin keras, semakin membangkang dan tentunya menjauhi hidayah. Ayat 74 mengilustrasikan
hati mereka lebih keras dari batu yang keras. Jika batu yang keras pun masih dapat dilalui atau
ditembus air, hati orang-orang Yahudi yang ingkar ini tidak dapat ditembus hidayah. Jika batu,
sekeras apapun, takut kepada Allah‫ﷻ‬, orang Yahudi yang ingkar ini tidak takut pada Allah‫ﷻ‬,
bahkan mereka hendak “menipu” Allah‫ﷻ‬. Sungguh celaka!
Mereka mengira Allah‫ ﷻ‬tidak melihat kejahatan dan keingkaran yang mereka lakukan. Tidak!
Allah Maha Melihat. Tidak ada yang luput dari penglihatanNya. Dia‫ ﷻ‬melihat semut kecil yang
hitam yang berjalan di atas batu hitam di malam yang gelap gulita. Bahkan, Dia ‫ ﷻ‬melihat dan
mengetahui isi hati manusia!

Beberapa Sifat Buruk Orang Yahudi


ۡ ٞ ْ ۡ
ِٓ‫ٱّللِٓثمُٓي ِرفونهٓۥٓ ِٓم ُۢنٓب ۡعد‬
ٓ ٓ‫يقٓمِنه ۡمٓي ۡسمعونٓكلَٰم‬ ‫۞أفت ۡطمعونٓأنٓيؤمِنوآلك ۡمٓوق ۡدَٓكنٓف ِر‬
ْٓ ْ ْ
ٓ‫ ِٓإَوذا ٓلقوا ٓٱَّلِينٓ ٓءامنوا ٓقالوا ٓءامنآِإَوذآخَل ٓبعضهم ٓإَِل ٓبع ٖض‬٧٥ٓ ‫مآعقلوه ٓوه ۡم ٓي ۡعلمون‬
ۡ َٰ ۡ ۡ

42
ٓ ْ
ٓ‫ٓأوَٓٓل‬٧٦ٓ‫َٓلحا ُّجوكمٓب ِ ٓهِۦٓعِندٓربِك ۡ ْۚمٓأفَلٓت ۡعقِلون‬ ِ ‫قال ٓوآأَتدِثونهمٓبِمآفتحٓٱّللٓٓعل ۡيك ۡم‬
ٓ ۡ ۡ
ٓ‫اّن‬
ِ ‫م‬ ‫ٓأ‬‫َل‬ ِ ‫إ‬ ٓ‫ب‬
ٓ َٰ ‫ِت‬
‫ك‬ ‫ٓومِنه ۡٓمٓأم ُِّيونَٓلٓي ۡعلمونٓٱل‬٧٧ٓ‫ِسونٓومآي ۡعل ِنون‬ ُّ ِ ‫ي ۡعلمونٓأنٓٱّللٓٓي ۡعلمٓمآي‬
ۡ ۡ ٞ ۡ
ِٓ‫ل ٓل َِّلِين ٓيكتبون ٓٱلكِتَٰبٓ ٓبِأيۡدِي ِه ۡم ٓثم ٓيقولون ٓهَٰذآم ِۡن ٓعِند‬ ٓ ‫ ٓفو ۡي‬٧٨ٓ ‫ِإَون ٓه ۡم ٓإَِل ٓيظ ُّنون‬
ۡ ٞ ۡ ‫لٓلهمٓمِمآكتب‬ٞ ‫ِيَلٓفو ۡي‬ ٗ ْ ۡ
ٓ ٓ٧٩ٓ‫تٓأيۡدِي ِه ۡمٓوو ۡيلٓلهمٓمِمآيكسِبون‬ ‫ٱّللِٓل ِيشَتٓوآب ِ ٓهِۦٓثم ٗنآقل‬
ٓ
Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari
mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya,
sedang mereka mengetahui? (75) Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang
beriman, mereka berkata: "Kamipun telah beriman," tetapi apabila mereka berada sesama
mereka saja, lalu mereka berkata: "Apakah kamu menceritakan kepada mereka (orang-orang
mukmin) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu, supaya dengan demikian mereka dapat
mengalahkan hujjahmu di hadapan Tuhanmu; tidakkah kamu mengerti? (76) Tidakkah mereka
mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka
nyatakan (77). Dan diantara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al Kitab (Taurat),
kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga (78). Maka kecelakaan yang
besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu
dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit
dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh
tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka
kerjakan (79).
Ayat ke 75 sampai 78 merujuk kepada Bani Israil atau orang-orang Yahudi yang tinggal di
Madinah. Madinah dihuni oleh dua suku Arab, lokal Madinah, yaitu Aus dan Khazraj dan orang-
orang Yahudi. Suku Aus dan Khazraj mengetahui bahwa orang-orang Yahudi itu penganut agama
samawi yang memiliki kitab. Mereka sering bercerita bahwa mereka menunggu-nunggu seorang
rasul terakhir yang akan datang. Suku Aus dan Khazraj ini menerima Islam sejak Nabi‫ ﷺ‬belum
hijrah ke Madinah. Adalah sesuatu yang wajar jika mereka berharap orang-orang Yahudi ini
mendukung agama Islam dan mendukung perjuaangan Nabi Muhammad‫ﷺ‬, karena agama yang
beliau‫ ﷺ‬bawa adalah penerus dan pelurus dari agama samawi sebelumnya, yang dianut oleh orang-
orang Yahudi di Madinah itu. Namun, mereka sangat kecewa dengan sikap orang-orang Yahudi
yang memusuhi Nabi‫ﷺ‬.
Ayat ke 75 mengingatkan ummat Islam di Madinah, khususnya dari kalangan suku Aus dan
Khazraj, bahwa lupakan saja harapan mereka terhadap bantuan orang-orang Yahudi itu dan juga
harapan agar mereka akan percaya kepada Nabi Muhammad‫ﷺ‬. Nabi mereka sendiri, yaitu Nabi
Musa AS, seperti peristiwa al-Baqarah, tidak mereka percayai. Tingkah-laku buruk orang-orang
Yahudi in tidak berubah, hati mereka lebih keras dari batu seperti yang Allah‫ﷻ‬ungkapkan pada
ayat ke 74. Ayat ke 75 menyatakan bahwa segolongan orang-orang Yahudi ini (golongan ulama
atau para rabbi) mendengar firman Allah‫ﷻ‬, karena mereka membaca Taurat. Melalui Kitab Taurat

43
mereka tahu bahwa rasul yang mereka tunggu-tunggu itu ada bersama mereka, tetapi karena
mengubah ayat-ayat suci setelah mereka fahami itu sudah sering mereka lakukan dengan cara
mengubah langsung atau mentakwilkan ayat sedemikian rupa sehingga mengubah maknanya dan
ini dilakukan dengan penuh kesadaran, maka menolak Nabi Muhammad‫ ﷺ‬dan agama yang
dibawanya bukanlah hal yang sulit bagi mereka.
Ayat ke 76 mengungkapkan sifat munafik orang-orang Yahudi. Ketika populasi ummat Islam di
Madinah semakin besar, sehingga kekuatannya semakin besar pula, maka ucapan orang-orang
Yahudi ini berbeda ketika mereka berhadapan dengan ummat Islam dengan ketika mereka berada
di kalangan mereka sendiri. Yakni, ketika mereka bersama orang-orang beriman, mereka mengaku
beriman, yaitu percaya bahwa Nabi Muhammad‫ ﷺ‬itu adalah seorang rasul, tetapi dia diutus hanya
untuk orang-orang Arab saja. Namun, ketika mereka (orang-orang yang mengucapkan bahwa
Muhammad‫ ﷻ‬itu adalah seorang rasul) berjumpa sesama mereka (orang-orang Yahudi), mereka
mengatakan jangan beritakan bahwa tentang nabi ini (yakni Nabi Muhammad‫ )ﷻ‬kepada orang-
orang Arab, karena kalian biasa berdoa kepada Allah‫ ﷻ‬agar dengan nabi ini kalian akan
dimenangkan atas orang-orang Arab itu, tetapi nabi itu diutus dari kalangan mereka.
Sebenarnya orang-orang Yahudi ini menginginkan Nabi Muhammad‫ ﷺ‬itu berasal dari kalangan
mereka, tetapi beliau‫ ﷺ‬adalah orang Arab, sehingga sebagian besar orang-orang Yahudi ini
menolak untuk mempercayai bahwa Nabi Muhammad‫ ﷺ‬itu adalah nabi yang mereka tunggu-
tunggu. Dengan ciri-ciri dari kitab yang mereka miliki (Taurat), mereka mengetahui bahwa
Muhammad‫ ﷺ‬adalah rasul yang mereka tunggu-tunggu, rasul terakhir. Namun, jika ini diberitakan
kepada orang-orang Arab, mereka (orang-orang Yahudi) merasa kehilangan argumen untuk tidak
mempercayai Nabi Muhammad‫ ﷺ‬ketika berhadapan dengan orang Arab.
Sungguh celaka orang-orang Yahudi ini. Mereka menipu diri mereka sendiri. Mereka tidak mau
percaya kepada Nabi Muhammad‫ﷺ‬, padahal ciri-ciri Nabi Muhammad‫ ﷺ‬ini ada di dalam Kitab
Taurat yang mereka miliki. Ayat ke 77 menegaskan bahwa Allah‫ ﷻ‬mengetahui apa yang
disembunyikan oleh orang-orang Yahudi ini, yaitu mereka sesungguhnya mereka mengetahui dari
Kitab Taurat bahwa Nabi Muhammad‫ ﷺ‬itulah yang mereka tunggu-tunggu, tetapi mereka
mengingkarinya.
Terkait dengan pengetahuan tentang Kitab Taurat, orang-orang Yahudi dapat kita bagi menjadi
dua golongan besar. Golongan pertama terdiri dari mereka yang memiliki ilmu tentang Kitab
Taurat, sehingga sesunguhnya mereka tahu tentang ciri-ciri nabi terakhir yang mereka tunggu-
tunggu. Sebenarnya alasan utama orang-orang Yahudi ini berdomisili di Madinah adalah
menunggu nabi yang terakhir itu, karena dalam Kitab Taurat, nabi terakhir itu akan muncul di
Madinah. Golongan kedua adalah golongan yang buta terhadap Kitab Taurat, mereka samasekali
tidak bersentuhan dengan Kitab Taurat. Sebagaimana diungkapkan pada ayat ke 78, golongan ini
mengetahui isi Kitab Taurat dari golongan pertama, dan yang sampai kepada mereka adalah cerita-
cerita dongeng (israiliyat) yang jauh dari kebenaran.
Ayat ke 79 mengacu kepada golongan pertama. Mereka yang berpengetahuan ini (sebagian dari
mereka) melakukan kerusakan dengan merubah isi Kitab Taurat, baik langsung (mengubah ayat
dengan tangan mereka) maupun tidak langsung, dengan menakwilkan ayat sehingga maknanya

44
berbeda dari maksud ayat sebenarnya. Mereka berani membuat-buat hukum sesuai dengan selera
mereka, hanya karena harta benda (misalnya suap). Mereka menjual ayat-ayat Allah‫ ﷻ‬dengan
harga murah atau mengatasnamakan ayat Allah‫ ﷻ‬untuk mengikuti hawa nafsu. Celakalah mereka
yang melakukan ini, sungguh celaka! Mereka tidak hanya sesat, tetapi juga menyesatkan orang
banyak.

Klaim yang Sembarangan


ۡ
ٓٓ‫نَٓيل ِفٓٱّللٓٓعٓ ۡهدهٓ ٓۥ‬ ٗۡ ۡ ۡ ۡ ٗ ۡ ٗ ٓ ْ
‫ٱّللِٓعهدآفل‬
ٓ ٓ‫وآلنٓتمسنآٱنلارٓٓإَِلٓأيامآمعدودةْۚٓقلٓأَّتذتمٓعِند‬ ٓ ‫وقال‬
ٓ‫يتهٓۥٓفأ ْو َٰٓلئِك‬
ٓ ۡ ‫َلٓمنٓكسبٓسيئ ٗةٓوأحَٰط‬
ٓ ‫تٓب ِ ٓهِۦٓخ ِط‬ َٰٓ ‫ٓب‬٨٠ٓ‫ٱّللِٓمآَلٓت ۡعلمون‬
ٓ ٓ‫أمٓتقولونٓلَع‬
ۡ
ِ
ْ ْ
ٓ‫ت ٓأ ْو َٰٓلئِك ٓأ ۡصحَٰب‬ ٓ ‫أ ۡصحَٰب ٓٱنل‬
ِٓ َٰ‫ ٓوٱَّلِينٓ ٓءامنوا ٓوع ِملوا ٓٱلصَٰل ِح‬٨١ٓ ‫ارِِۖٓه ۡم ٓفِيهآخ َٰ ِِلون‬
ۡ
ٓ ٓ٨٢ٓ‫ٱۡلن ٓةِِۖٓه ۡمٓفِيهآخ َٰ ِِلون‬
Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama
beberapa hari saja". Katakanlah: "Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah
tidak akan memungkiri janji-Nya, ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak
kamu ketahui? (80) (Bukan demikian), yang benar: barangsiapa berbuat dosa dan ia telah diliputi
oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya (81). Dan orang-orang
yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya (82).

Entah ide dari mana orang-orang Yahudi ini mengklaim bahwa mereka tidak akan disentuh api
neraka (masuk neraka) kecuali sebentar saja. Ada riwayat yang mengatakan 7 hari saja dan ada
juga riwayat yang mengatakan 40 hari saja. Klaim ini termasuk dongeng-dongeng yang dibuat
oleh pemimpin mereka yang nampaknya diyakini baik oleh keompok yang berilmu maupun yang
bodoh, sehingga mereka berani sesumbar dengan Ummat Islam, bahkan dengan Rasulullah‫ﷺ‬,
bahwa mereka tidak akan disentuh api neraka kecuali beberapa hari seperti yang termaktub dalam
ayat ke 80. Klaim ini disangkal Allah‫ ﷻ‬pada ayat ke 80. Allah‫ ﷻ‬tidak menjanjikan apapun kepada
mereka dan sesumbar mereka itu hanyalah dusta belaka karena mereka mengatakan sesuatu yang
tidak mereka ketahui.

Ayat ke 81 mengacu kepada orang-orang Yahudi yang sesumbar itu atau bahkan semua Yahudi
yang mendustakan Nabi Muhammad‫ﷺ‬. Bahwa siapa saja yang berbuat dosa, mendustakan Allah‫ﷻ‬
dan nabiNya atau mengatasnamakan Allah‫ﷻ‬, merubah ayat-ayatNya karena mengikuti hawa
nafsunya, maka mereka harus menanggung resikonya, yaitu masuk neraka.
Sedangkan orang-orang yang beriman, beriman kepada Allah‫ ﷻ‬dan rasulNya dan menyakini Hari
Akhir, serta beramal soleh, maka mereka adalah penghuni sorga dan mereka kekal berada di dalam
sorga itu, karena mendapatkan ridhaNya. Ayat ke 81 dan 82 memuat prinsip umum yang berkaitan
dengan kesudahan manusia di akhirat kelak.

45
Janji yang Diingkari
ۡ ۡ ۡ
َٰٓ َٰ‫بٓوٓٱَلت‬
ٓ‫ۡم‬
ٗ
َٰٓ ‫نٓإ ِ ۡحسانآوذِيٓٱلق ۡر‬ ِٓ ۡ‫ّنٓإ ِ ۡسرَٰٓءِيلَٓلٓت ۡعبدونٓإَِلٓٱّللٓٓو ٓب ِٱلو َٰ ِلي‬ ٓ ِ ‫ِإَوذٓأخ ۡذنآمِيثَٰقٓب‬ۡ
ٓ
ۡٓ‫ِيَلٓمِنكم‬ ٗ ۡ ۡ َٰ ْ َٰ ْ ٗ ۡ ْ ۡ
ٓ ‫اسٓحسنآوأقِيموآٱلصلوةٓٓوءاتوآٱلزكوةٓٓثمٓتوَلتمٓٓإ َِلٓٓقل‬ ِ ‫ِنيٓوقولوآل ِلن‬ َٰ
ِٓ ‫وٓٱلمسك‬
ۡ ٓ ۡ ۡ
ٓ‫ِإَوذ ٓأخذنآمِيثَٰقك ۡم َٓل ٓت ۡسفِكون ٓدِماءك ۡم ٓوَل َّٓت ِرجون ٓأنفسكم‬ ٓ ٓ ٨٣ٓ ‫مٓم ۡع ِرضون‬ ُّ ‫وأنت‬
ٗ ۡ ۡ ٓ َٰٓ ۡ ۡ ۡ
ٓ‫ٰٓٓؤَلءِٓتقتلونٓأنفسك ۡمٓوَّت ِرجونٓف ِريقا‬ ‫ٓثمٓٓأنتم‬٨٤ٓ‫مِنٓدِتَٰي َٰ ِرك ۡمٓثمٓأقر ۡرت ۡمٓوأنت ۡمٓتشهدون‬
ۡ ۡ ۡ ۡ
ٌٓ‫ىٓتفَٰدوه ۡمٓوهوُٓمرم‬ َٰ ‫سر‬ َٰ ‫نِٓإَونٓيأتوك ۡمٓأ‬ ِٓ َٰ ‫ٱۡلث ِٓمٓوٓٱلع ۡدو‬ ۡ ۡ
ِ ِ ‫مِنكمٓمِنٓدِتَٰي َٰ ِرهِمٓتظَٰهرونٓعٓلي ِهمٓٓب‬
ۡ ٓ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
َٰ
ٓ‫بٓوتكفرونٓبِبع ٖضٓفمآجزاءٓمنٓيفعلٓذل ِك‬ َٰ
ِٓ ‫ضٓٱلكِت‬ ٓ ِ ‫عل ۡيك ۡمٓإِخراجه ۡ ْۚمٓأفتؤمِنونٓبِب ۡٓع‬
ۡ ۡ ۡ
ٓ‫لٓعما‬ ٍٓ ِ‫ابٓومآٱّللٓٓبِغَٰف‬ ِٓ ‫َلٓأشدِٓٱلعذ‬ َٰٓ ِ ‫ٱل ۡنيآٓوي ۡومٓٱلقِيَٰم ِٓةٓير ُّدونٓإ‬ ُّٓ ِٓ ‫ٓفٓٱۡلي َٰوٓة‬ ِ ‫ي‬ ٞ ‫مِنك ۡمٓإَِلٓخ ِۡز‬
ۡٓ‫ٱل ۡنيآٓبٱٓأۡلخِرٓة ِٓفَلَٓيففٓع ۡنهمٓٱلۡعذابٓٓوَلٓٓهم‬ ۡ ْ ۡ
ِۖ ِ
ُّ ٓٓ‫ٱۡلي َٰوة‬ ٓ‫ٓأ ْو َٰٓلئِكٓٓٱَّلِينٓٓٱشَتوٓا‬٨٥ٓ‫ت ۡعملون‬
ٓ ٓ٨٦ٓ‫ينِصون‬
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah
selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan
orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada
kamu, dan kamu selalu berpaling (83). Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu
(yaitu): kamu tidak akan menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan
mengusir dirimu (saudaramu sebangsa) dari kampung halamanmu, kemudian kamu berikrar
(akan memenuhinya) sedang kamu mempersaksikannya (84). Kemudian kamu (Bani Israil)
membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan daripada kamu dari kampung
halamannya, kamu bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan;
tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir
mereka itu (juga) terlarang bagimu. Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat)
dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian
daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka
dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat
(85). Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, maka tidak
akan diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong (86).

Ayat ke 83 kembali mengungkapkan perjanjian Bani Israil dengan Allah‫ﷻ‬. Ada lima hal pokok
yang disebutkan dalam ayat ini. Pertama, tauhid – Allah‫ ﷻ‬satu-satunya Tuhan, tidak boleh
menyembah selain Allah‫ﷻ‬. Kedua, berbuat baik kepada manusia dengan uturan prioritas sebagai

46
berikut: orang tua, kerabat atau famili dekat seperti adik, kakak, paman, bibi, keponakan, dsb,
kemudian anak-anak yatim dan lalu orang-orang miskin. Berbuat baik disini diutamakan adalah
kebaikan untuk menolong secara finansial atau infaq. Ketiga, betutur baik yang artinya cara
berkomunikasi yang efektif dan dapat diterima atau bahkan disenangi lawan bicara. Keempat,
menegakkan shalat, yakni melaksanakan shalat dan menjaga segala perbuatan agar tidak keluar
dari prinsip shalat. Kelima, menunaikan zakat, yakni mengeluarkan harta yang telah ditetapkan
oleh syariat.

Namun, banyak dari kalangan Bani Israil yang melanggar atau mengingkari janji yang telah
mereka buat dengan Allah‫ ﷻ‬sebagaimana mereka mengingkari janji-janji yang lain, yang telah
diungkapkan pada ayat-ayat sebelumnya atau ayat-ayat berikutnya. Janji Bani Israil yang dimuat
pada ayat ke 83 ini kemudian sebagian besar dikukuhkan sebagai perintah kepada ummat Islam,
misalnya yang terdapat ayat ke 36 surah an-Nisā serta perintah shalat dan zakat banyak kita temui

ۡ ۡ ۡ ۡ ْ ۡ ْ ۡ
di dalam al-Qur’an.
ۡ
ٓ‫ِني‬
ِٓ ‫سك‬َٰ ‫ۡمٓوٓٱلم‬ َٰٓ ‫س ٗنآوبِذِيٓٱلق ۡر‬
َٰٓ َٰ‫بٓوٓٱَلت‬ َٰ ‫نٓإ ِ ۡح‬
ِٓ ۡ‫يآو ٓب ِٱلو َٰ ِلي‬
ٓ ‫شكوآب ِ ٓهِۦٓش‬ِ ‫ٓت‬‫َل‬ ‫و‬ ٓ‫ٱّلل‬
ٓ ٓٓ ‫۞وٓٱعبد‬
‫وا‬
ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
ٓ‫تٓأيۡمَٰنكٓ ۡٓمه‬
ۡ ‫يلٓومآملك‬ ِٓ ِ‫نٓٱلسي‬ِٓ ۡ‫ۢنبٓوٓٱب‬
ِٓ ‫ِبٓٓب ِٱۡل‬ ِٓ ‫بٓوٓٱلصاح‬ ِٓ ‫ارِٓٱۡلن‬ ٓ ‫بٓوٓٱۡل‬ َٰٓ ‫ارِٓذِيٓٱلق ۡر‬ٓ ‫وٓٱۡل‬
ٓ ٓ٣٦ٓ‫ورا‬ ً ‫ُٓمت ٗاَلٓفخ‬ ۡ
‫ِبٓمنَٓكن‬ ُّ ‫إنٓٱّللَٓٓلُٓي‬
ِ
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri
(an-Nisā:36).

Janji berikutnya yang diikrarkan oleh Bani Israil dimuat pada ayat ke 84. Janji ini meliputi tidak
menumpahkan darah atau membunuh dan tidak mengusir saudara dari tempat-tinggal atau
kampung halaman mereka. Namun, janji ini juga dilanggar seperti yang diungkapkan pada ayat ke
85. Bani Israil ini justru saling bermusuhan dan menumpahkan darah sesama mereka, mengusir
saudara-saudara mereka sendiri. Bahkan, bukannya mereka saling tolong-menolong untuk
kebaikan, tetapi mereka saling tolong-menolong untuk berbuat maksiat dan melakukan
permusuhan. Ayat 85 mengecam tindakan Bani Israil di Madinah yang saling bermusuhan dan
menumpahkan darah sesama mereka karena terlibat dalam permusuhan dengan pihak lain.

Di Madinah, sebelum penduduknya memeluk Islam, dua suku besar yaitu Aus dan Khazraj saling
bermusuhan dan sering berperang. Permusuhan di antara mereka baru reda setelah Rasulullah‫ﷻ‬
hijrah ke Madinah dan mempersaudarakan di antara mereka. Dalam permusuhan antara suku Aus
dan Khazraj, dua suku Bani Israil, yaitu Bani Nadir dan Bani Qainuqa’ memihak suku Khazraj dan
Bani Quraizah memihak kepada suku Aus. Akibatnya, jika Aus dan Khazraj berperang, ketiga
suku Bani Israil terpaksa ikut berperang dan tentunya saling berbunuhan dan terlibat dalam tawan-
menawan dan usir-mengusir. Semua tindakan ini dilarang di dalam Kitab Taurat. Ayat ke 85 ini

47
mengungkapkan terjadi tukar-menukar tawanan atau menebus tawanan antara Bani Nadir + Bani
Qainuqa’ dengan Bani Quraizah setelah terjadi gencatan senjata. Mereka melakukan ini dengan
alasan mengikuti perintah di dalam Kitab Taurat. Namun, bermusuhan atau berperang sesama
mereka berarti melanggar perintah di dalam Kitab Taurat, hal ini sangat dikecam Allah‫ﷻ‬, “Apakah
kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain?”

Allah‫ ﷻ‬mengecam hambaNya yang tidak konsisten dalam mengikuti ajaranNya, yakni menerima
suatu hukum dan menolak atau mengingkari hukum lainnya. Inilah yang dipraktekkan oleh Bani
Israil. Mereka yang melakukan praktek ini akan terhina di dunia ini dan di akhirat kelak akan
mendapatkan siksa yang berat. Ayat ke 86 menjelaskan kehinaan mereka di dunia dan siksa berat
di akhirat kelak, yaitu karena mereka telah membeli kehidupan di dunia dengan kehidupan di
akhirat, atau dengan kata lain, mereka mengorbakan akhirat untuk dunia.

Mengikuti Hawa Nafsu yang Menutup Hati


ۡ ُّ ‫ولق ۡٓد ٓءاتيۡنآموَس ٓٱلۡكِتَٰبٓ ٓوٓقف ۡينآ ِم ُۢن ٓب ۡع ِد ٓه ِۦ ٓٓب‬
ِٓ ‫لِۖٓوءات ۡينآعِيِس ٓ ۡٱبنٓ ٓم ۡريم ٓٱِليِن‬
ٓ‫ت‬ َٰ ِٓ ‫ٱلرس‬ ِ
ٗ ۡ ۡ ُۢ ٓ ۡ
ٓ‫يقا‬ ۡ ‫ك‬
ٓ ‫َبت ۡٓم ٓفف ِر‬ ‫ى ٓأنفسكم ٓٱست‬ َٰٓ ‫ول ٓبِمآَل ٓت ۡهو‬ ‫س ٓأفُكمآجاءك ۡم ٓرس‬ ِ ‫وأي ۡدنَٰه ٓبِر‬
ٓ ِ ‫وح ٓٱلقد‬
ۡ ٗ ۡ ۡ ْ ۡ ٗ
ٓ‫فْۚٓبلٓلعنهمٓٱّللٓٓبِكف ِره ِۡمٓفقل ِيَلٓمآيؤمِنون‬ ُۚۢ ‫وآقلوبنآغل‬ ٓ ‫ٓوقٓال‬٨٧ٓ‫كٓذ ۡبت ۡٓمٓوف ِريقآتقتلون‬
ٓ ٓ٨٨
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah
menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti
kebenaran (mukjizat) kepada Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus.
Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai
dengan keinginanmu lalu kamu menyombong; maka beberapa orang (diantara mereka) kamu
dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh (87). Dan mereka berkata: "Hati kami
tertutup". Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka
sedikit sekali mereka yang beriman (88).

Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa AS untuk membimbing Bani Israil ke jalan yang lurus.
Untuk menjaga pengamalan isi Kitab Taurat itu, Allah‫ ﷻ‬mendatangkan rasul-rasul yang jumlahnya
banyak di kalangan Bani Israil. Allah‫ ﷻ‬sesungguhnya sayang dengan bangsa ini, membimbing,
meluruskan bahkan memperingatkan mereka dengan berbagai peringatan yang seharusnya tidak
mereka lupakan. Rasul-rasul yang diturunkan Allah‫ ﷻ‬kepada Bani Israil ini membawa berbagai
mu’jizat sebagai bukti kenabian dan kerasulan mereka agar mereka dapat diterima sebagai
pembimbing dan penuntun bangsa yang bandel ini.

Rasul-rasul ini mengingatkan kepada Bani Israil untuk mengikuti syariat yang terdapat di dalam
Kitab Taurat dengan benar. Namun, karena banyak di kalangan Bani Israil ini yang senang
mengikuti hawa nafsu, mereka menentang dan mengingkari ayat-ayat Kitab Taurat,

48
menggantikannya dengan ayat-ayat yang mereka buat atau membuat takwil untuk mengikuti selera
atau hawa nafsu mereka. Rasul-rasul itu mereka dustakan, bahkan banyak dari rasul-rasul itu
mereka bunuh secara biadab.

Rangkaian terakhir dari rasul-rasul Bani Israil adalah Nabi Isa AS, seorang nabi yang luar biasa,
yang sejak lahir membawa mu’jizat yang mencengangkan. Untuk meyakinkan Bani Israil yang
meteralistik itu, Nabi Isa AS dianugerahi banyak mu’jizat yang mebuat mereka terpesona agar
mereka percaya. Berbeda dengan rasul-rasul sebelumnya (kecuali Nabi Musa AS dan Nabi Daud
AS), Nabi Isa AS dianugerahi Kitab Suci, yaitu Kitab Injil, kitab petunjuk kepada jalan yang lurus,
mengukuhkan Kitab Taurat dan membuat beberapa amandemen dari hukum-hukum yang terdapat
dalamnya.

Apa yang terjadi? Nabi Isa AS mereka fitnah, mereka olok-olok, mereka isolasi dan terakhir
mereka membuat makar untuk membunuh Nabi Isa AS dengan cara yang sangat kejam. Akhirnya,
Nabi Isa mereka singkirkan dengan menggunakan tangan penguasa. Mereka yakin bahwa mereka
telah berhasil melenyapkan Nabi Isa AS dengan cara disalib. Bahkan, mereka berhasil membodohi
dan meyakinkan sebagian besar pengikut Nabi Isa AS, bahwa dia (Nabi Isa AS) berkorban dengan
cara disalib sampai mati. Sampai sekarang pun Bani Israil ini tidak percaya kepada Nabi Isa AS
dan menolak ajaran dan kitab yang diturunkan kepadanya. Sungguh mereka benar-benar telah
menolak jalan yang lurus.

Kepada rasul-rasul yang diutus untuk meluruskan dan memperingatkan penyimpangan yang
mereka lakukan, Bani Israil ini berkata bahwa mereka menganggap sepi perintah dan anjuran
rasul-rasul itu. Bahkan, mereka berani berkata bahwa hati mereka tertutup dari nasehat dan dakwah
yang disampaikan rasul-rasul itu. Akibatnya, hati mereka menjadi sangat keras, dikunci-mati
Allah‫ﷻ‬. Hanya sebagian kecil (minoritas) dari Bani Israil ini yang selamat, sebagaimana yang
termaktub pada ayat ke 88 atau ayat ke 155 surah an-Nisā’ di bawah ini.

ْٓۚ‫ف‬
ۡ ۡ ‫ٱّللٓوق ۡتلهمٓ ۡٱۡلۢنبيآءٓٓبغ‬
ُۚۢ ‫ريٓح ٖقٓوق ۡول ِ ِه ۡمٓقلوبنآغ ٓل‬ ٓ ٓ ‫ت‬ َٰ ‫تَٰي‬‫ِمٓأَ‍ِب‬ ‫ه‬‫ر‬
ۡ ۡ َٰ
‫ف‬ ‫ك‬ ‫ٓو‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ق‬ ‫ِيث‬
‫مٓم‬ ‫ه‬
ۡ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫فبِمآن‬
‫ض‬
ِ ‫ق‬
ٗ ۡ ۡ ۡ
ٓ ٓ١٥٥ٓ‫بلٓطبعٓٱّللٓٓعل ۡيهآبِكف ِره ِۡمٓفَلٓيؤمِنونٓإَِلٓقل ِيَل‬
Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar
perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka
membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: "Hati kami tertutup". Bahkan,
sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak
beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka (an-Nisā’:155)

49
Laknat Allah terhadap Mereka yang Mengingkari Al-Qur’an
ۡ ْ ٞ ٞ َٰ‫ولما ٓجآءه ۡم ٓكِت‬
ٓٓ‫ٱّللِٓمصدِق ٓل ِمآمعه ۡم ٓوَكنوا ٓمِنٓق ۡبل ٓي ۡستفتِحون ٓلَع ٓٱَّلِين‬ ٓ ِٓ‫ب ٓم ِۡن ٓعِند‬
ٓٓ‫ٱشَت ۡوٓا ْٓب ِ ٓهِ ٓۦ‬
ۡ ۡ َٰ ۡ
ٓ‫ٓبِئسما‬٨٩ٓٓ‫ٱّللِٓلَعٓٱلكفِ ِرين‬ ۡ ْ ْ
ٓ ٓ‫كفروآفلمآجاءهمٓمآعرفوآكفروآب ِ ٓهِْۚ ٓۦٓفلعنة‬
ٓ ْ
ٓ
ٓٓ‫لَعٓمنٓيشاءٓم ِۡنٓعِبادِ ٓه ِۦ‬ َٰ ٓ‫كفروآْبِمآٓأٓنزلٓٱّللٓٓب ۡغ ًيآأنٓيَنلٓٱّللٓٓمِنٓف ۡضل ِ ٓهِۦ‬ ۡ
‫أنفسه ۡمٓأنٓي‬
ِ
ٓ ْ ۡ ٞ ُّ ٞ َٰ ۡ َٰ ‫فبآءوٓبِغضب‬
ٓٓ‫ِٓإَوذآقِيلٓلهمٓءامِنوآبِمآأنزلٓٱّلل‬٩٠ٓ‫بٓول ِلكفِ ِرينٓعذاب ٓم ِهني‬ ٖ ‫ض‬ ‫ٓغ‬ ‫ٓلَع‬ ٍ
ۡ ٗ ۡ ٓ ۡ ٓ ۡ ْ
ٓ‫ق ٓمصدِقآل ِمآمعه ۡمه ٓقل ٓفل ِم‬ ُّٓ ‫نزل ٓعٓل ۡينآويكفرون ٓبِمآوراءهٓۥ ٓوهو ٓٱۡل‬ ِ ‫ٓأ‬ ‫ا‬ ‫م‬ ِ ‫ب‬ٓ ‫ِن‬
‫م‬ ‫ؤ‬ ‫قالوا ٓن‬
ۡ ُّ ٓ ۡ
ٓ ٓ٩١ٓ‫مٓمؤ ِمن ِني‬ ‫ٱّللِٓمِنٓق ۡبلٓإِنٓكنت‬ ٓ ٓ‫تقتلونٓأۢنبِياء‬
Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada
mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat
kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka
ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu
(89). Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran
kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat
murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan
(90). Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kepada Al Quran yang diturunkan
Allah," mereka berkata: "Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami". Dan
mereka kafir kepada Al Quran yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Quran itu adalah (Kitab)
yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: "Mengapa kamu dahulu
membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman? (91)

Keingkaran dan kakafiran Bani Israil nampaknya berlajut sampai akhir zaman. Ketika rasul yang
mereka tunggu-tunggu itu (Nabi Muhammad ‫ )ﷺ‬itu ternyata bukan dari kalangan Bani Israil dan
al-Qur’an yang diturunkan kepadaNya memuat hukum-hukum yang tidak sesuai dengan selera
mereka, maka mereka mendustakan rasul terakhir dan wahyu yang diturunkan kepadanya.
Padahal al-Qur’an itu membenarkan apa yang ada pada kitab mereka. Al-Qur’an mengukuhkan
bahwa Kitab Taurat itu adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Musa AS, memuat
bimbingan dan syariat untuk menempuh jalan yang lurus. Ayat ke 89 menjelaskan bahwa
sesungguhnya Bani Israil ini (yang tinggal di Madinah) selalu berdoa agar didatangkan nabi
terakhir itu kepada mereka, sehingga mereka dapat memenangkan berbagai perkara yang mereka
hadapi dengan orang-orang Arab di Madinah dan sekitarnya. Namun, ketika Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
itu datang kepada mereka, mereka mengingkarinya, menghianatinya bahkan berkali-kali berusaha
membunuhnya. Mereka sangat pantas untuk menerima laknat Allah, karena perbuatan mereka
memang benar-benar melampaui batas.

50
Ayat ke 90 mengungkapkan betapa buruknya tingkah-laku dan perbuatan Bani Israil ini. Allah‫ﷻ‬
mengabulkan permohonan mereka, yaitu rasul terakhir yang mereka tunggu itu akhirnya datang
kepada mereka di Madinah. Namun, hati mereka yang sangat keras dan sifat dengki telah meliputi
diri mereka, menyebabkan mereka mengingkari Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬dan memusuhinya karena
beliau‫ ﷺ‬adalah orang Arab, keturunan Nabi Ismail AS, bukan dari Bani Israil.

Mereka tahu bahwa Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬membawa petunjuk dari Allah‫ﷻ‬, tetapi karena hati mereka
telah mati, seperti yang telah diungkapkan pendahulu mereka pada ayat sebelumnya, maka
petunjuk yang suci itu tidak dapat menerangi hati mereka. Mereka terlalu mencintai dunia, sangat
meterialistik dan mengikuti hawa nafsu, sehingga mereka menjual diri mereka sendiri dengan
kekafiran (mengingkari petunjuk yang suci). Akibatnya, mereka mendapatkan murka Allah‫ﷻ‬,
menambah murka Allah‫ ﷻ‬yang telah mereka peroleh sebelumnya. Mereka kemudian terhina di
dunia ini (mereka terusir dari Madinah dalam waktu singkat, setelah ratusan tahun berdomisili di
Madinah) dan di akhirat masuk neraka dengan siksaan pedih dan menghinakan.

Ayat ke 90 mengungkapkan bahwa mereka, Bani Israil, mengingkari wahyu Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad‫ﷻ‬. Karena mereka mengingkari Nabi Muhammad ‫ﷻ‬, hati mereka tertutup
dari hidayah al-Qur’an, sehingga petunjuk yang luar biasa itu mereka ingkari. Untuk mencari
selamat dalam pembicaraan dengan orang-orang beriman, mereka mengatakan bahwa mereka
hanya percaya dengan apa yang ada pada mereka, yaitu Kitab Taurat. Padahal al-Qur’an itu adalah
wahyu dari Allah‫ﷻ‬, mengukuhkan wahyuNya yang diturunkan kepada Nabi Musa AS (Kitab
Taurat) dan petunjuk kepada jalan yang lurus. Alasan mereka percaya kepada Kitab Taurat saja
adalah alasan klise, karena rasul-rasul yang didatangkan kepada mereka yang mengajarkan Kitab
Taurat sebelumnya mereka bunuh. Jadi, sesungguhnya mereka ini memang kafir, kitab suci yang
mereka miliki tidak membantu mereka meniti jalan yang lurus, karena hawa nafsu menjadi pandu
mereka.

Kami mendengar tetapi tidak mentaati


ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ َٰ ُّ ٓ
ٓ‫ِإَوذٓأخذنا‬ َٰ ۡ ُۢ
ٓ ٓ٩٢ٓ‫تٓثمٓٱَّتذتمٓٓٱلعِجلٓٓ ِمنٓبع ِد ٓه ِۦٓوأنتمٓظل ِمون‬ َٰ
ِٓ ‫ٱِليِن‬ٓ ِ ‫۞ولق ۡدٓجاءكمٓموَسٓٓب‬
ْ ْ ۡ ٓ ْ
ٓ‫وآقالوآس ِم ۡعنآوعص ۡينا‬ ٓ ‫ٱلطورٓٓخذوآمآءات ۡينَٰكمٓبِقوةٖٓوٓٱسمع‬ ُّ ٓ‫مِيثَٰقك ۡمٓورف ۡعنآف ۡوقكم‬
ۡ ُّ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ْ ۡ
ۡ َٰ ٓ
ٓ‫ٓفٓقلوب ِ ِهمٓٱلعِجلٓٓبِكف ِره ِْۚمٓقلٓبِئسمآيأمركمٓب ِ ٓهِ ٓۦٓإِيمنكمٓإِنٓكنتمٓمؤ ِمن ِني‬ ِ ‫ۡشبوا‬
ِ ‫وأ‬
ٓ ٓ٩٣
Sesungguhnya Musa telah datang kepadamu membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat),
kemudian kamu jadikan anak sapi (sebagai sembahan) sesudah (kepergian)nya, dan sebenarnya
kamu adalah orang-orang yang zalim (92). Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari
kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-
teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!" Mereka menjawab: "Kami

51
mendengar tetapi tidak mentaati". Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan
menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: "Amat jahat perbuatan yang telah
diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat) (93).

Ayat ke 92 dan 93 mengingatkan Bani Israil di Madinah dengan berbagai peristiwa yang lalu, yang
seharusnya menjadi peringatan keras untuk mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.
Peristiwa-peristiwa yang diingatkan ayat ke 92 dan 93 membuat Bani Israil ini dimurkai Allah‫ﷻ‬
saat itu. Apakah mereka ingin mengulang murka Allah‫ ﷻ‬tersebut? Bukankan murka Allah itu
membuat mereka sengsara dan jauh dari petunjuk?

Ketika mereka ditolong Allah‫ ﷻ‬dari siksaan Fir’aun, diselamatkan dan dibimbing Nabi Musa AS,
mereka kemudian menyembah patung anak sapi yang dibuat dari emas. Dengan demikian, mereka
telah bertindak sangat zalim, menyembah berhala ketika Nabi Musa AS bermunajat selamat 40
hari/malam di bukit Thursina dan memperoleh Kitab Taurat. Akibatnya, mereka yang menyembah
anak sapi itu dihukum mati. Tidak cukupkah ini sebagai peringatan keras buat Bani Israil ini? Bani
Israil ini memang sangat bengal, ketika diambil janji, setelah mereka menyaksikan mu’jizat yang
luar biasa dan juga menyaksikan akibat dari murka Allah ‫ ﷻ‬kepada mereka, mereka masih berani
mengatakan “Kami mendengar, tetapi tidak mentaati.” Mereka berikar dalam mengucapkan janji,
tetapi pada saat yang sama mereka telah berniat untuk mengingkari janji itu. Al-Qur’an
membongkar sifat mereka yang sangat buruk ini dan sampai saat inipun sifat buruk ini tetap dapat
kita saksikan.

Takut Mati
ۡ ْ ٗ ۡ ‫لٓإنَٓكن‬ ۡ
ٓ‫اسٓفتمنوآٱلم ۡوتٓٓإِنٓكنت ۡم‬ ٓ ِ ‫ونٓٱنل‬ ِ ‫ِنٓد‬ ‫ٓم‬ ‫ة‬ ‫ِص‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫خ‬ ِٓ ٓ
‫ٱّلل‬ ٓ ‫ِند‬
‫ع‬ ٓ ‫ة‬
ٓ‫ِر‬
‫خ‬ ‫ٱٓأۡل‬ٓ ‫ار‬
ٓ ‫ٱل‬ ٓ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ٓل‬ ‫ت‬ ِ ‫ق‬
ٓ
ٓ‫جدنه ۡٓم‬ ۡ ۡ ۡ ُۢ ۡ
ِ ‫ ٓوتل‬٩٥ٓ ٓ‫ ٓولن ٓيتمنوه ٓأبدا ٓبِما ٓقدمت ٓأيدِي ِه ْۚم ٓوٓٱّللٓ ٓعل ِيم ُۢ ٓٓب ِٱلظَٰل ِ ِمني‬٩٤ٓ ‫ص َٰ ِدقِني‬
ۡ ُّ ْ ۡ
ٓ‫لَع ٓحي َٰوة ٖ ٓومِن ٓٱَّلِينٓ ٓأۡشك ْۚوا ٓيود ٓأحده ۡم ٓل ۡو ٓيعمر ٓألف ٓسن ٖة ٓوما ٓهو‬ ٓ ِ ‫أ ۡحرص ٓٱنل‬
َٰ ٓ ‫اس‬
ۡ ُۢ ۡ ۡ
ٓ ٓ٩٦ٓ‫صريٓبِمآيعملون‬ ِ ‫ابٓأنٓيعمرهٓوٓٱّللٓٓب‬ ِٓ ‫ح ٓهِۦٓمِنٓ ٓٱلعذ‬
ِ ‫بِمزح ِز‬
Katakanlah: "Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di
sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar (94).
Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-
kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri), dan Allah Maha Mengetahui siapa
orang-orang yang aniaya (95). Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling
loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-
masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak
akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan (96).

52
Ayat ke 94 senada dengan ayat ke 6 surah al-Jumu’ah digunakan untuk menguji klaim Bani Israil
yang sesumbar bahwa hanya golongan mereka yang akan masuk surga. Pada di ayat ke 80, mereka
mengklaim kalaupun mereka masuk neraka, hanya sebentar saja. Kehidupan di sorga adalah
tempat yang teramat indah dan menyenangkan, tidak sebanding dengan kehidupan di dunia ini.
Jika seorang yang berfikiran normal diberikan dua alternatif A dan B dan salah satu alternatifnya,
misalnya A, jauh lebih baik dari alterntif B, maka sudah pasti orang tersebut akan memilih A.

Untuk masuk ke dalam sorga, seseorang harus melalui proses kematian. Dengan demikian, jika
sesorang telah yakin dirinya masuk sorga maka orang tersebut berharap akan kematian tersebut
dan sudah pasti tidak akan takut mati. Nah, jika Bani Israil ini benar-benar akan masuk sorga maka
jika mereka disuruh menginginkan kematian, misalnya disuruh berdoa kepada Allah ‫ ﷻ‬agar segera
dicabut nyawanya, maka mereka sudah pasti tidak takut melakukannya kalau mereka berkata
benar. Namun, yang terjadi justru sebaliknya (ayat ke 95), mereka takut sekali mati, bahkan kalau
mungkin mereka tidak mau mati, ingin selama-lamanya hidup di dunia ini. Mengapa? Karena
mereka menyadari bahwa kesalahan dan dosa mereka terlalu menumpuk. Celakanya, mereka terus
menambah dosa-dosa mereka itu karena mereka tidak hanya tidak percaya kepada rasul-rasul
Allah‫ﷻ‬, tetapi juga menganiaya rasul-rasul itu dan mereka mengingkari janji mereka dengan
Allah‫ﷻ‬, berkali-kali. Mereka ini sesungguhnya benar-benar tidak yakin akan masuk sorga,
sehingga takut mati. Suasana psikologi Bani Israil ini diungkapkan secara gamblang pada ayat ke
95 ataupun ayat ke 7 surah al-Jumu’ah: “Mereka tiada akan mengharapkan kematian itu selama-
lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan
Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang lalim.” Ayat ini berlaku sepanjang zaman,
sampai kaimat pun orang-orang Bani Israil ini sesungguhnya takut mati.

Ayat ke 96 mengungkapkan, karena takut mati, Bani Israil ini sangat mencintai dunia dan loba
atau serakah, bahkan sangat serakah – golongan yang paling serakah di dunia ini. Keserakahan
mereka melebihi keserakahan orang-orang musyrik yang tidak percaya Hari Kiamat. Sehingga,
bila mereka diberikan umur yang pajang sekali (seribu tahun), mereka tidak berusaha untuk
bertakwa kepada Allah‫ﷻ‬, sehingga umur yang panjang itu sia-sia belaka karena dengan umur yang
pajang itu justu mereka menambah kesalahan atau dosa yang akan mereka perbuat.

Memusuhi Malaikat Jibril


ٗ ۡ ٗ ۡ ۡ َٰ ۡ ‫لٓمنَٓكنٓعد ٗوآل ِـج‬ ۡ
ٓ‫ٱّللِٓمصدِقآل ِمآبنيٓيديۡهِٓوهدى‬ ٓ ٓ‫لَعٓقلبِكٓبِإِذ ِن‬ ٓ‫َبيلٓفإِنهٓۥٓنزلٓۥ‬
ِ ِ ٓ ‫ق‬
ۡ ‫ل ٓئكت ٓهِۦ ٓورسل ٓهِۦ ٓوج‬ ٗ ۡ ۡ َٰ ۡ
ٓٓ‫َبيل ٓومِيكىَٰل ٓفإِن ٓٱّلل‬
ِ ِ ِ ِ ِ َٰٓ ‫م‬‫ِٓو‬ ‫آّلل‬
ِ ‫و‬ ‫د‬ ‫ٓع‬ ‫ن‬ ‫َك‬ٓ ‫ن‬ ‫م‬ ٓ ٩٧ ٓ ‫ِني‬ ‫ن‬‫م‬ِ ‫ؤ‬ ‫وبشى ٓل ِلم‬
ۡ ٞ
ٓ ٓ٩٨ٓ‫عدوٓل ِلكَٰفِ ِرين‬
Katakanlah: "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al
Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya
dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman (97). Barang siapa

53
yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka
sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir (98).

Ayat ke 97 mengungkapkan keingkaran Bani Israil yang sangat parah, mereka berani mengatakan
bahwa mereka bermusuhan dengan Malaikat Jibril. Hal ini berkaitan dengan penolakan mereka
terhadap wahyu Allah (al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasulullah‫ﷺ‬. Karena wahyu itu
disampaikan melalui Malaikat Jibril dan Malaikat Jibril itu musuh mereka, maka mereka menolak
wahyu itu, suatu cara menolak yang mengada-ada.

Al-Wahidi dalam Kitab Asbabun Nuzul al-Qur’an mengungkapkan beberapa riwayat yang terkait
dengan ayat ke 97 ini. Misalnya ketika Rasulullah‫ ﷺ‬menjawab tiga pertanyaan Abdullah bin Salam
(yang kemudian masuk Islam) maupun saat beliau‫ ﷺ‬menjawab 5 hal yang ditanyakan orang
Yahudi. Ketika beliau‫ ﷺ‬mengatakan bahwa beliau‫ ﷺ‬mendapatkan berita dari langit (wahyu) dari
Malaikat Jibril, orang-orang Yahudi lalu mengatakan bahwa Malaikat Jibril itu adalah musuh
mereka (artinya mereka menolak wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah‫)ﷺ‬.

Marilah kita perhatikan hadist dari Abdullah bin Abbas yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, at-
Tirmidzi melalui jalur Bukair bin Syihab dari Sa'id ibnuz-Zubair menceritakan bahwa pada suatu
hari orang-orang Yahudi mendatangi Rasulullah‫ﷺ‬, lalu berkata, “Wahai Abul Qasim, kami akan
bertanya kepadamu tentang lima hal. Jika engkau menjawab semuanya, maka kami tahu bahwa
engkau adalah seorang nabi.” Orang-orang Yahudi itu menanyakan tentang apa yang diharamkan
oleh Israel terhadap diri mereka sendiri, tentang tanda-tanda seorang nabi, tentang petir dan
suaranya, tentang bagaimana seorang anak mempunyai kelamin laki-laki atau wanita dan tentang
siapakah yang membawa berita dari langit, yaitu ketika mereka bertanya, "Beritahu kami siapa
dia?" Semua pertanyaan tersebut dijawab dengan akurat dan ketika sampai pada pertanyaan
tentang “siapa yang membawa berita dari langit”, Rasulullah‫ ﷺ‬menjawab, "Jibril." Salah seorang
dari mereka pun berkata, "Jibril yang datang dengan membawa peperangan, pembunuhan, dan
siksaan adalah musuh kami. Kalau seandainya kau katakan Mikail, sang malaikat pembawa
rahmat, tetumbuhan, dan hujan, tentu akan lebih baik."

Memusuhi Malaikat Jibril karena membawa berita yang tidak menyenangkan adalah tindakan yang
sangat ceroboh karena Malaikat Jibril hanya menyampaikan wahyu dari Allah ‫ﷻ‬. Ayat ke 98
mengecam tindakan permusuhan dengan alasan klise dan tidak masuk di akal tersebut. Memusuhi
Malaikat Jibril berarti memusuhi Allah‫ ﷻ‬dan Allah‫ ﷻ‬akan memusuhi mereka, karena mereka kafir.
Sungguh celaka!

54
Hanya Orang Fasik yang Mengingkari Ayat Allah
ٗ ْ ۡ ٓ ۡ ٓ ۡ ۡ
ٓ‫ ٓأوٓ ُٓكمآعَٰهدوا ٓع ۡهدا‬٩٩ٓ ٓ‫ت ٓومآيكفر ٓبِها ٓإَِل ٓٱلفَٰسِقون‬ َٰ
ِۖ ٖ ِ ‫ن‬‫ي‬‫ٓب‬ ‫ت‬
ِۢ َٰ ‫اتَٰي‬‫ٓء‬ ‫ك‬ ۡ ‫َل‬ِ ‫ولق ٓد ٓأنزنلا‬
‫إ‬ ٓ
ٞ ٞ ٓ ۡ ۡ ۡ ۡ ٞ
ٓ ِٓ‫ٓولمآجاءه ۡمٓرسولٓمِنٓعِند‬١٠٠ٓ‫يقٓمِنهمٓبلٓأكَثه ۡمَٓلٓيؤمِنون‬
ٓ‫ٱّللِٓمصدِقٓل ِما‬ ۡ ‫نبذهٓۥٓف ِر‬
ٓ ۡ ْ
ٓ ٓ١٠١ٓ‫وره ِۡمٓكأنه ۡمَٓلٓي ۡعلمون‬
ِ ‫ه‬ ‫ٓظ‬‫ء‬ ‫ا‬‫ر‬ ‫و‬ ِٓ ٓ
‫ٱّلل‬ ٓ‫ب‬َٰ ‫ِت‬ ‫ك‬ ٓ‫ب‬
ٓ َٰ ‫ِت‬ ‫ك‬ ‫يقٓمِنٓٱَّلِينٓٓأوتوآٱل‬ ٞ ‫معه ۡمٓنبذٓفر‬
ِ
Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang
ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik (99). Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-
ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? Bahkan
sebagian besar dari mereka tidak beriman (100). Dan setelah datang kepada mereka seorang
Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari
orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya,
seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah) (101).

Ayat ke 99 menegaskan bahwa Allah‫ ﷻ‬yang mewahyukan atau menurunkan ayat-ayat al-Qur’an
yang jelas kepada Rasulullah‫ﷺ‬. Semua yang berkaitan dengan al-Qur’an jelas, diturunkan dengan
bahasa Arab, otentik dan terjaga sehingga tidak ada peluang untuk mengingkarinya. Ayat ke 99
ini menyatakan bahwa hanya orang yang fasik saja yang mengingkari al-Qur’an. Jadi orang-orang
Yahudi atau siapapun yang mengingkari al-Qur’an itu adalah orang-orang yang fasik, yaitu orang-
orang yang tidak takut kepada Allah‫ﷻ‬, meninggalkan yang diperintahkanNya dan mengerjakan
yang dilarangNya. Orang-orang Yahudi menolak al-Qur’an dengan alasan yang tidak masuk akal,
yaitu karena al-Qur’an itu diturunkan melalui Malaikat Jibril yang mereka anggap sebagai musuh.

Ayat ke 100 mencerca sifat-sifat orang Yahudi yang kebanyakan fasik itu. Pada ayat-ayat
sebelumnya kita telah mempelajari bahwa banyak sekali perjanjian yang dibuat orang-orang
Yahudi atau Bani Israil ini dengan Allah‫ ﷻ‬yang selalu mereka ingkari setelahnya. Apa yang mereka
lakukan ini sangat buruk untuk mereka sendiri, yang mengakibatkan sebagian besar dari mereka
menjadi tidak beriman. Pernyataan ini didukung dengan kuat dari ayat-ayat sebelumnya. Misalnya,
mereka tidak mempercayai Nabi Musa AS ketika beliau AS menyampaikan isi Kitab Taurat
kepada mereka. Mereka ingin melihat Allah‫ ﷻ‬dahulu baru percaya! (ayat ke 55). Banyak ayat-ayat
lain, termasuk kisah tentang al-baqarah, membuktikan bahwa sebagian besar dari Bani Israil ini
sebenarnya tidak beriman.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa orang-orang Yahudi yang berdomisili di Madinah menunggu-
nunggu kedatangan seorang rasul, rasul terakhir. Namun, setelah rasul yang mereka tunggu-tunggu
itu (yaitu Rasulullah‫ )ﷺ‬datang, tetapi karena rasul itu tersebut bukan dari kalangan mereka serta
wahyu yang disampaikannya, walaupun membenarkan Kitab Taurat, tidak sesuai dengan selera
mereka, mereka meningkarinya. Padahal kitab yang mereka miliki memuat ciri-ciri Rasulullah‫ﷺ‬
dengan jelas, tetapi mereka melempar kitab mereka itu ke belakang, seolah-olah isi kitab yang
berkaitan dengan Rasulullah ‫ ﷺ‬itu tidak mereka ketahui, alias mereka belagak pilon. Mengapa?
Karena di dalam kitab tersebut mereka telah diperintah untuk mengikuti, mendukung, dan

55
menolong Rasulullah‫ﷺ‬. Sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Yaitu orang-orang yang
mengikuti Rasul, dan Nabi yang ummi yang namanya mereka dapati tertulis dalam Taurat dan
Injil yang ada di sisi mereka.” (al-A’raaf: 157)

Sihir dan Kisah Harut Marut


ْ ۡ َٰ ْ ۡ ْ
ٓ‫كنٓٱلشيَٰ ِطنيٓٓكٓفروا‬ ِ َٰ ‫كٓسل ۡيمَٰنٓومآكفرٓسل ۡيمَٰنٓول‬ ِ ‫لَعٓمل‬ ٓٓ‫وآمآتتلوآٱلشيَٰ ِطني‬ ٓ ‫وٱتبع‬
ۡ ۡ ٓ ۡ ‫يعل ِمونٓٱنلاسٓٓٱلس‬
ٓ‫انٓم ِۡنٓأحٓ ٍٓد‬ ِ ‫ِم‬ ‫ل‬ ‫ع‬‫آي‬ ‫م‬ ‫ٓو‬ ْۚ ‫وت‬ ‫ر‬َٰ ‫م‬ ‫ٓو‬‫وت‬ ‫ر‬َٰ ‫ٓه‬‫ل‬ ‫ب‬‫ا‬ ‫ب‬
ِ ِ ِ ‫ب‬ ٓ ٓ
‫ني‬ ‫ك‬ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ٱل‬ٓ ‫ٓلَع‬ ‫ل‬ ‫نز‬
ِ ‫ٓأ‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫و‬ ٓ‫ر‬
ٓ ‫ِح‬
ٓ‫ج ٓهِْۚ ٓۦ‬ ۡ ‫كف ۡرٓفيتعلمونٓم ِۡنهمآمآيفرقونٓب ٓهِۦٓب ۡنيٓ ٓٱل ۡم ۡرءِٓٓوز‬
‫و‬
ۡ
‫ٓت‬ ‫َل‬ ‫ٓف‬
ٞ ۡ ۡ
‫ة‬‫ن‬ ‫ِت‬ ‫ف‬ ٓ ‫ن‬ ‫آَن‬ ‫م‬ ‫ن‬
ٓ
َٰ ‫ح‬
ِ ِ ِ ِ ‫تٓيقوَل‬
‫إ‬ ٓ
ْ ۡ ٓ
ٓ‫وا‬ ٓ ‫ۡضه ۡمٓوَلٓينفعهٓ ْۡۚٓمٓولق ۡدٓعل ِم‬ ُّ ‫ٱّللِْۚٓويتعلمونٓمآي‬ ٓ ٓ‫ومآهمٓبِضارِينٓب ِ ٓهِۦٓم ِۡنٓأح ٍدٓإَِلٓبِإ ِ ٓذ ِن‬
ْ ْ ۡ ۡ
ٓ١٠٢ٓ‫لم ِنٓٱشَتىَٰهٓٓمآلٓۥٓ ِفٓٱٓأۡلخِرٓة ِٓم ِۡنٓخل َٰ ٖقٓوِلِئسٓمآۡش ۡوآب ِ ٓهِ ٓۦٓٓأنفسه ۡ ْۚمٓل ۡوَٓكنوا ٓي ۡعلمون‬
ۡ ْ ٞ ۡ ٞ ْۡ ْ
ٓ ٓ١٠٣ٓ‫ٱّللِٓخريْۚٓلوَٓكنوآيعلمون‬ ۡ ٓ ِٓ‫ول ۡٓوٓأنه ۡمٓءامنوآوٓٱتقوٓآلمثوبةٓمِنٓعِند‬
ۡ
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan
mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak
mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan
sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu
Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum
mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir".
Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat
menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi
mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari
sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya
mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu,
tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya
dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (102). Sesungguhnya kalau mereka beriman dan
bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah
adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui (103).

Ayat ke 102 ini berkaitan dengan praktek ilmu sihir yang dilakukan oleh Bani Israil yang
menisbahkan ajaran ilmu ini berasal dari Nabi Sulaiman AS. Ayat ini membersihkan Nabi
Sulaiman AS dari tuduhan-tuduhan sesat itu. Seorang nabi bebas dari kesalahan sehingga tidak
mungkin Nabi Sulaiman AS melakukan atau mengajarkan sihir, ilmu sesat yang menyesatkan.

Berkaitan dengan asbabun nuzul ayat ini, al-Wahidi menuliskan bahwa Ibnu Jarir meriwayatkan
dari Syahr bin Hausyab, bahwa dia berkata: “Orang-orang Yahudi berkata: ‘Lihatlah kalian kepada

56
Muhammad, dia mencampur-adukkan antara yang benar dan yang salah. Dia berkata bahwa
Sulaiman termasuk para nabi. Padahal dia hanyalah seorang penyihir yang mengendarai angin.’
Maka Allah‫ ﷻ‬berfirman, ‘Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan …’ “
Orang-orang Yahudi memang sangat keterlaluan, mereka menuduh Nabi Sulaiman AS, raja
mereka yang sangat perkasa, adalah seorang tukang sihir. Bagaimana tuduhan ini bisa mereka
lakukan? Ilmu sihir sebenarnya ilmu yang digemari oleh bangsa Yahudi pada zaman Nabi
Sulaiman AS dan sebelumnya. Nabi Sulaiman AS melarang praktek ilmu sihir ini dan
memerintahkan semua kitab-kitab atau lembaran-lembaran yang mengandung mantera-mantera
sihir dikumpulkan dan kemudian disatukannya dalam sebuah kotak dan kotak itu kemudian dia
kuburkan di bawah singgasananya. Hanya setan yang mengetahui letak kuburan mantera-mantera
tersebut dan mereka sangat takut dengan Nabi Sulaiman AS, sehingga mereka samasekali tidak
berani mendekati singgasana Nabi Sulaiman AS.
Setelah Nabi Sulaiman AS meninggal dunia, setan memberitakan kepada orang-orang Yahudi
bahwa ada rahasia Nabi Sulaiman AS yang mereka tidak ketahui. Setan itu (setelah menyerupai
seorang manusia) berani bersumpah dan bersedia dibunuh jika yang diberitakannya ini bohong.
Orang-orang Yahudi itupun mempercayai berita setan tersebut mengikuti langkah setan tersebut
untuk menggali kuburan mantera-mantera sihir yang terdapat di bawah singgasana Nabi Sulaiman
AS. Setelah menggali mereka mendapatkan sebuah kotak yang berisi tulisan-tulisan yang tiada
lain mantera-mantera sihir. Setan itu lalu meyakinkan orang-orang Yahudi bahwa lembaran-
lembaran itu adalah sihir yang merupakan rahasia Nabi Sulaiman AS. Kata setan itu bahwa
Sulaiman dapat menguasai manusia, setan-setan, binatang dan angin dengan membaca mantera-
mantera itu. Orang-orang Yahudi mempercayai kabar setan itu dan mereka lalu menghina Nabi
Sulaiman AS sebagai seorang tukang sihir.
Ketika orang-orang Yahudi di Madinah mendengar bahwa Nabi Muhammad SAW memuji Nabi
Sulaiman AS dengan mengatakan bahwa dia (Sulaiman AS) adalah seorang nabi dan rasul, maka
orang-orang Yahudi ini mengejek dan tentu saja ini dijadikan alasan tambahan untuk menolak
ajaran yang disampaikan Nabi Muhammad SAW.
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan
mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak
mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).” Ini adalah bagian
pertama dari ayat ke 102 mengungkapkan bahwa orang-orang Yahudi mempraktekkan sihir yang
telah dilarang di zaman Nabi Sulaiman AS. Celakanya, mereka melempar tuduhan kepada Nabi
Sulaiman AS yang memperaktekkan sihir, padahal mereka yang menjadi murid-murid setan.
Bahwa mempraktekkan ilmu sihir yang membawa kepada kekafiran. Menuduh Nabi Sulaiman AS
mempraktekkan ilmu sihir berarti menuduh Nabi Sulaiman AS kafir. Bagian pertama ayat ke 102
ini membersihkan Nabi Sulaiman AS dari tuduhan-tuduhan keji itu dan sekaligus membongkar
bahwa mereka yang menuduh itulah yang sebenarnya mengikuti ajaran setan.
Bagian kedua dari ayat ke 102 ini adalah: “Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa
yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang
keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya

57
kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari
kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami)
dengan isterinya.”
Yang mengajarkan ilmu sihir itu kepada manusia adalah setan, seperti yang telah dijelaskan pada
bagian pertama ayat ke 102 ini. Banyak silang pendapat para ulama tafsir mengenai dua malaikat
(al-malakaini) yang disebut Harut dan Marut. Pembahasan panjang-lebar tentang Harut dan Marut
dapat dibaca pada Kitab Tafsir Ibnu Katsir. Berdasarkan teks pada ayat ke 102 ini Harut dan Marut
adalah dua malaikat yang diutus ke negeri Babil (Babilonia, Irak). Besar kemungkinan mereka
diutus kepada golongan Bani Israil yang tinggal di Babil. Dari kalangan Bani Israil banyak yang
memperaktekkan sihir, bahkan mereka menuduh Nabi Sulaiman AS memperaktekkan ilmu sihir.
Besar kemungkinan kedua malaikat ini menjelaskan ilmu sihir agar manusia dapat menghindari
atau menangkalnya. Namun, pada saat yang sama ilmu yang dijelaskan itu dapat digunakan untuk
melakukan perbuatan sihir. Oleh karena itu, sebelum kedua malaikat itu mengajarkan ilmu mereka
memberikan peringatan bahwa apa yang mereka ajarkan itu adalah cobaan. Artinya, ilmu itu
jangan dipakai untuk melakukan kejahatan, yaitu perbuatan sihir, karena kalau ilmu itu
diperaktekkan untuk menyihir, bukan menangkalnya, maka mereka yang melakukannya telah
melakukan perbuatan durjana yang masuk dalam kategori kafir. Salah satu yang diajarkan kedua
malaikat itu sihir untuk memisahkan pasangan suami-istri, sehingga mereka bercerai.
Ilmu sihir dan praktek sihir adalah suatu fakta. Nabi Musa AS sempat terkesima menghadapi sihir
tali-temali menjadi ular yang dilakukan oleh ahli sihir Fir’aun. Namun, Allah‫ ﷻ‬memerintahkan
Nabi Musa AS untuk melemparkan tongkatnya yang kemudian berubah menjadi ular yang
melahap “ular-ular” ahli sihir. Dalam hal ini sihir dari tukang sihir Fir’aun tidak berfungsi. Para
pakar sihir, sehebat apaun ilmunya. tidak mampu memberikan mudharat kepada yang disihiri jika
tidak ada izin dari Allah‫ﷻ‬. Secara umum, jika tukang sihir menyihir seseorang, orang tersebut
dapat terpengaruh dari sihirnya. Namun, jika Allah‫ ﷻ‬melindungi orang tersebut, maka sihir itu
tidak akan berfungsi. Pada perinsipnya segala sesuatu itu terjadi atas izin Allah ‫ﷻ‬. Dengan doa atau
zikir seseorang dapat perlindungan dari Allah‫ ﷻ‬dari kejahatan yang ditujukan kepadanya, termasuk
kejahatan sihir.
Kemudian, buruknya ilmu sihir itu diungkapkan dengan gamblang, “Dan mereka mempelajari
sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat.” Bahwa ilmu sihir itu
merusak, membawa banyak mudharat tetapi tidak membawa manfaat. Oleh karena itu, ilmu sihir
termasuk ilmu yang dilarang karena hanya menyebabkan kerusakan. Untuk menghindari atau
melindungi diri dari ilmu sihir tidak perlu mempelajari sihir, cukup dengan doa dan zikir yang
terdapat di dalam al-Qur’an ataupun yang diajarkan Rasulullah ‫ ﷺ‬yang dapat menangkal atau
membuat sihir menjadi tidak berfungsi.
Bagian akhir ayat ke 102 mengungkapkan besarnya resiko yang dihadapi oleh mereka yang
menukar Kitab Allah dengan sihir. Maknanya, mereka yang meninggalkan Kitab Allah dan
memperaktekkan sihir. Mereka yang berprofesi sebagai ahli sihir ini melakukan perbuatan yang
sangat jahat, merusak diri sendiri dan merusak orang lain. Kerugian yang mereka dapatkan
bertumpuk. Dengan kata lain mereka telah memesan tempat di neraka.

58
Ayat ke 103 menunjukkan betapa Allah‫ ﷻ‬itu Maha Pengasih. Walaupun hambaNya telah
melakukan perbuatan yang sangat durjana (sihir), Dia ‫ ﷻ‬membuka peluang dan memberi jalan
keluar kepada mereka yang telah tersesat ini. Jalan keluar itu adalah beriman dan bertakwa
kepadaNya. Mereka yang memperaktekkan sihir harus bertobat dengan tobat nasuha, menata
hatinya kembali untuk beriman kepada Allah‫ ﷻ‬dan bertakwa kepadaNya untuk meraih ridhaNya.

Sikap Orang Kafir kepada Rasulullah‫ﷺ‬


ۡ ْ ۡ ْ ْ ْ
ٞ ٌ َٰ
ٓ‫ ٓما‬١٠٤ٓ ‫وا ٓول ِلكفِ ِرين ٓعذاب ٓأ َِلم‬ٓ ‫يأ ُّيها ٓٱَّلِينٓ ٓءامنوا َٓل ٓتقولوا ٓرعِنآوقولوا ٓٱنظرنا ٓوٓٱسمع‬
‫ه‬ ۡ َٰ َٰٓ

ٓ‫ريٓمِنٓربِك ۡ ْۚم‬ ۡ ‫بٓوَلٓٱلۡم ۡشك ِنيٓٓأنٓيَنلٓعل ۡيكمٓم ِۡنٓخ‬ ٓ َٰ ‫ِت‬ ‫ك‬


ۡ ۡ ۡ ْ
‫ٱل‬ ٓ‫ل‬ ‫ه‬ ‫ٓأ‬‫ِن‬
‫م‬ ٓ‫وا‬ ‫ر‬ ‫ف‬ ‫ك‬ ٓ‫ِين‬
ٓ ‫ٱَّل‬ٓ‫د‬
ُّ
‫يو‬
ٖ ِ ِ ِ
ۡ ۡ ۡ ٓ ۡ ۡ
ٓ ٓ١٠٥ٓ‫يم‬
ِٓ ‫لٓٱلع ِظ‬ِٓ ‫وٓٱّللَٓٓيت ُّصٓبِرَحت ِ ٓهِۦٓمنٓيشاءْۚٓوٓٱّللٓٓذوٓٱلفض‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): "Rā´ina", tetapi
katakanlah: "Unzhurna", dan "dengarlah". Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih
(104). Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan
diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan siapa yang
dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar
(105).

Ayat ke 104 mengungkapkan sikap culas orang-orang Yahudi yang dengki kepada Rasulullah‫ﷺ‬.
Di setiap kesempatan yang memungkinkan, mereka mengolok-olok, bahkan menghina
Rasulullah‫ﷺ‬. Orang-orang Yahudi ini mengolok-olok dan memaki Nabi‫ ﷺ‬dengan berbagai
ucapan mereka, baik terang-terang maupun sembunyi. Misalnya, mereka memelesetkan kata
rā’ina yang artinya sudilah kamu memperhatikan kami dengan kata ru’ūna yang diucapkan mirip
rā’ina. Ru’ūna berarti sangat bodoh, sebagai cacian kepada Nabi‫ﷺ‬. Semoga Allah mengutuk
mereka yang dengan lancangnya mengolok-olok manusia yang paling suci, kekasih Allah‫ﷻ‬.
Allah‫ ﷻ‬memerintahkan kaum muslimin mengganti kata rā’ina menjadi unzhurna sebagaimana
firman-Nya pada ayat ke 104.

Sekiranya orang-orang Yahudi ini berniat baik dan menyatakan hasrat yang baik kepada Nabi‫ﷺ‬
sudah tentu itu berakibat baik untuk mereka. Namun, sejak zaman Nabi Musa AS, orang-orang
Yahudi ini banyak yang bengal. Ketika ada kesempatan untuk beriman dengan nabi terakhir yang
mereka tunggu-tunggu, kesempatan itu mereka buang begitu saja karena nabi tersebut bukan dari
keturunan Yahudi. Orang-orang Yahudi memang sangat rasis dan pembangkang. Akibatnya,
dengan sifat yang sangat buruk ini, mereka dikutuk Allah‫ﷻ‬. Hanya sebagian kecil orang-orang
Yahudi ini beriman dan masuk Islam.

59
Maksud Amandemen Ayat
ۡ ٓ ۡ ۡ ٓ ۡ ۡ ۡ ۡ
ٌٓ‫َٓشءٖٓق ِٓدير‬
ۡ ‫لَعٓك‬
ِ َٰ ۡ ۡ
ٓٓ‫ريٓمِنهآأوٓمِثل ِهاهٓألمٓتعلمٓأنٓٱّلل‬
ٖ ‫ِٓب‬ ِ ‫ت‬ ِ ‫۞مآننسخٓم ِۡنٓءاي ٍةٓأ ۡوٓننسِهآنأ‬
ۡ ۡ ۡ ‫ٓأل ۡٓمٓت ۡعل‬١٠٦
ٓ‫ري‬ ‫ص‬ ِ ‫ٓن‬‫َل‬ ‫ٓو‬‫ل‬ِٖ ‫ِنٓو‬ ‫م‬ ِٓ ٓ
‫ٱّلل‬ ٓ‫ون‬
ِ ‫ِنٓد‬ ‫مٓم‬ ‫ك‬ ‫آل‬ ‫م‬‫و‬ ٓٓ
‫ۡرض‬
ِ ‫ٱۡل‬‫و‬
ٓ ٓٓ
‫ت‬ِ َٰ ‫و‬ َٰ ‫م‬ ‫ٱلس‬ ٓ‫ك‬ ‫ل‬ ‫م‬ ٓ‫ۥ‬ ‫ل‬
ٓ ٓ‫ٱّلل‬
ٓ ٓ‫ن‬ ‫ٓأ‬‫م‬
ٍ
ٓ ٓ١٠٧
Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami
datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu
mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (106). Tiadakah kamu
mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? Dan tiada bagimu selain
Allah seorang pelindung maupun seorang penolong (107).
Naskh bermakna menghapus atau menukar atau dalam konteks hukum dikenal dengan istilah
amandemen. Naskh adalah aturan atau hukum baru yang menghapus atau menggantikan hukum
lama yang dihapus (mansukh). Ayat ke 106 menjelaskan secara gamblang bahwa amandemen
hukum dilakukan untuk kebaikan manusia. Jadi hukum baru yang menggantikan hukum lama lebih
baik dan lebih sesuai dengan keadaan manusia pada saat hukum baru itu ditetapkan. Atau, boleh
jadi hukum baru adalah tahapan dalam menetapkan hukum agar manusia tidak kaget, seperti
hukum minum khamar.
Karena ayat ini terkait dengan ayat-ayat sebelumnya. Hukum-hukum yang diturunkan Allah‫ ﷻ‬di
dalam al-Qur’an sebagian mengukuhkan hukum-hukum yang ada di dalam Kitab Taurat, sebagian
lagi mengamandemennya. Hukum-hukum yang mengamndemen (nasakh) adalah hukum yang
lebih up-to-date dan tentunya lebih sesuai dengan perkembangan masyarakat dan tentunya hukum
itu lebih baik untuk masyarakat itu karena lebih sesuai. Allah‫ ﷻ‬mengetahui segala sesuatu dan
berkuasa atas segala sesuatu. Dia ‫ ﷻ‬mengetahui perkembangan mahlukNya dan tentu saja Dia‫ﷻ‬
tahu apa yang sepatutnya berlaku untuk mahlukNya. Dia berkuasa menetapkan segala sesuatu atau
merubah ketetapan hukum yang berlaku sesuai dengan kebijaksanaanNya.
Bagian akhir ayat ke 106 dan ayat ke 107 untuk mengukuhkan kekuasaanNya dan perlunya
manusia mentaati amandemen yang ditetapkanNya. Apa saja yang ada di langit dan di bumi tunduk
kepadaNya dan mengikuti hukum-hukum yang ditetapkanNya. Manusia diberi kewenangan
terbatas untuk memilih agar keputusan manusia dapat dinilai. Namun, keputusan yang benar
adalah keputusan yang mengikuti ketentuan Allah‫ﷻ‬, termasuk taat kepada amandemen yang telah
ditetapkannya. Karena manusia tidak taat dengan ketetapan Allah‫ﷻ‬, maka dia akan mendapatkan
sangsi atau bahkan murka Allah‫ﷻ‬. Karena Allah‫ ﷻ‬adalah satu-satunya Pelindung dan Penolong
manusia, mereka yang membangkang lepas dari perlindungan dan pertolonganNya.

60
Sikap Ahli Kitab dan Cara Menghadapinya
ۡ ۡ ۡ ۡ ‫وَس ٓمِنٓق‬ ۡ ‫سلوا ْٓرسولك‬ ۡ ۡ
ٓ‫ن‬ ِٓ َٰ ‫ٱۡليم‬ِ ِ ٓ
‫ب‬ ٓ ‫ر‬
ٓ ‫ف‬ ‫ك‬ ‫ٱل‬ ٓ ‫ل‬
ِ ‫د‬ ‫ب‬ ‫ت‬ ‫نٓي‬ ‫م‬ ‫ٓو‬
‫ه‬ ‫ل‬ ‫ب‬ َٰ ‫ٓم‬ ‫ل‬ِ ‫ئ‬ ‫آس‬ ‫م‬ ‫ٓك‬ ‫م‬ ٓ ‫ٓأ ٓم ٓت ِريدون ٓأنٓت‬
ًٓ‫مٓم ُۢنٓب ۡعدِٓإيمَٰن ِك ۡمٓكفارا‬ ُّ ۡ َٰ ۡ ۡ ۡ ٞ ٓ
ِ ِ ‫بٓلوٓيردونك‬ ِٓ ‫ٓودٓٓكثِريٓمِنٓأه ِلٓٱلكِت‬١٠٨ٓ‫يل‬ ِٓ ِ ‫فق ۡدٓضلٓسواءٓٱلسي‬
ۡ ْ ۡ ٓ‫وا ْٓو‬ ۡ ُّ ۡ ٗ
ٓٓ‫تٓٱّللٓٓبِأ ۡمرٓه ِه ٓۦ‬ ٓ ِ ‫أ‬ ‫ٓي‬ َٰ
‫ت‬ ‫ح‬ ٓ ٓ
‫وا‬ ‫ح‬ ‫ف‬ ‫ٱص‬ ٓ ‫ف‬ ‫ٱع‬ ٓ ‫مٓم ُۢنٓب ۡعدِٓمآتينيٓلهمٓٱۡل‬
ٓ‫قٓف‬ ِ ‫حسدآم ِۡنٓعِندِٓأنف‬
ِ ‫س ِه‬
ِ
ۡٓ‫ٓۡلنفسِكمٓمِن‬ ْ َٰ ْ َٰ ْ ٞ ‫َشءٖ ٓقد‬
ۡ ٓ ‫ٓك‬ َٰ ٓ ٓ‫إِن ٓٱّلل‬
ِ ‫وا ٓٱلصلوةٓ ٓوءاتوا ٓٱلزكوٓة ْۚٓومآتقدِموا‬ ٓ ‫ ٓوأقِيم‬١٠٩ٓ ‫ِير‬ ِٓ ‫لَع‬
ٓ ٓ١١٠ٓٞ‫صري‬ ۡ ۡ‫خ‬
ِ ‫ٱّللِهٓإِنٓٱّللٓٓبِمآتعملونٓب‬
ٓ ٓ‫َٓتدوهٓعِند‬
ِ ‫ري‬
ٖ
Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada
Musa pada jaman dahulu? Dan barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh
orang itu telah sesat dari jalan yang lurus (108). Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar
mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang
(timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan
biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu (109). Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja
yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah.
Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan (110).
Ayat ke 108 menegur orang-orang beriman yang bersikap kepada Rasulullah‫ ﷺ‬seperti sikap Bani
Israil kepada Nabi Musa AS. Diantara sikap yang merepotkan Nabi ‫ ﷺ‬seperti yang dialami Nabi
Musa AS adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan apa yang disampaikannya,
tentang perintah Allah ‫ ﷻ‬ataupun tentang sesuatu yang belum ada aturannya. Sikap ini boleh jadi
mendatangkan kesulitan bagi yang bertanya karena jawabannya boleh jadi sesuatu yang berat
untuk dilaksanakan atau mengecewakan yang bertanya.
Contoh sikap Bani Israil kepada Nabi Musa adalah menanyakan detail tentang sapi betina (al-
baqarah) yang diceritakan pada ayat ke 67-73. Jika saja mereka patuh mencari sapi tersebut tanpa
menanyakan macam-macam, urusannya menjadi sangat sederhana. Karena suka bertanya hal-hal
yang tidak penting tentang suatu perintah, tidak langsung mentaatinya, maka Bani Israil
mengalami banyak kesulitan dalam melaksanakan pertintah itu yang kemudian mereka jadikan
alasan untuk tidak mengikuti perintah itu, sungguh licik sekali. Atau, sikap meminta sesuatu yang
di luar jangkauan, seperti permintaan melihat Allah‫ ﷻ‬yang dilakukan oleh Bani Israil yang
mengakibatkan mereka disambar petir (al-Baqarah:55).
Nah, Allah‫ ﷻ‬melarang ummat Islam untuk mengikuti jejak Bani Israil ini. Sikap yang harus
diambil adalah sikap “sami’na wa atho’na”, yaitu kami dengar dan kami laksanakan terhadap apa
saja yang diperintahkan oleh Allah‫ ﷻ‬ataupun rasulNya. Perintah Allah ‫ ﷻ‬ataupun rasulNya tentu
akan diikuti tatacara malaksanakannya dengan baik, atau jika perintah itu jelas, yang
mendengarkannya dapat melaksanakannya tanpa harus bertanya secara detail hal-hal yang tidak

61
penting. Jadi, ummat Islam diminta untuk cerdas mencerna apa saja yang disampaikan oleh
Rasulullah‫ ﷺ‬sehingga tidak bertindak bodoh yang dapat menyulitkan atau bahkan membahayakan
diri.
Bagian kedua dari ayat ke 108 adalah peringatan agar mereka yang telah beriman agar tetap
istiqamah dengan keimanannya, jangan sekali-kali menukar keimanannya dengan kekafiran,
seperti yang banyak dilakukan oleh Bani Israil karena sikap mereka yang sering meminta yang
tidak-tidak kepada Nabi Musa AS. Bani Israil yang hidup bersama Nabi Musa AS ini menyaksikan
berbagai mu’jizat yang hebat dengan mata-kepala mereka sendiri, mereka tentu beriman dengan
bukti-bukti itu. Namun, mereka rusak iman mereka dengan kekafiran karena membangkang
perintah.

Ayat ke 109 mengingatkan Ummat Islam agar waspada terhadap Ahli Kitab (dalam hal ini adalah
Yahudi). Orang-orang Yahudi ini telah dijangkiti penyakit dengki, penyakit hati yang berat,
kepada Rasulullah‫ ﷺ‬dan ummatnya. Mereka menginginkan bahwa rasul terakhir yang disebut-
sebut di dalam kitab suci mereka adalah golongan mereka. Namun, ternyata rasul terakhir itu (Nabi
Muhammad‫ )ﷺ‬adalah orang Arab. Mereka tidak terima, sehingga mereka tidak mau beriman
kepada Rasulullah‫ ﷺ‬karena Rasulullah‫ ﷺ‬orang Arab, sungguh rasis dan picik sekali sikap mereka
ini. Sikap ini membuat mereka memusuhi Rasulullah‫ ﷺ‬dan ummatnya yang sedang tumbuh di
Madinah. Mereka melakukan berbagai tipu-daya atau makar untuk menghacurkan Ummat Islam
yang akhirnya mengakibatkan mereka terusir dari Madinah dan sekitarnya dalam waktu singkat
(beberapa tahun setelah Nabi‫ ﷺ‬hijrah). Padahal mereka telah berdomisili di Madinah selama
ratusan tahun.

Orang-orang Yahudi di Madinah ini berusaha agar Ummat Islam tidak berkembang, mereka
melakukan berbagai cara untuk mengecohkan orang-orang beriman agar kembali kafir atau
menjadi orang munafik yang pro kepada mereka. Allah‫ ﷻ‬memerintahkan kepada hambaNya yang
beriman, pengikut setia Nabi Muhammad‫ﷺ‬, untuk memaafkan sikap orang-orang Yahudi yang
culas ini dan membiarkan mereka sementara, sampai ada perintah dari Allah‫ﷻ‬, yaitu perintah
bersikap tegas kepada orang-orang Yahudi ini. Perintah ini sesungguhnya adalah strategi
menghadapi orang-orang Yahudi. Tentu Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada mahluk
yang tidak tunduk kepadaNya.

Ayat ke 110 adalah sikap dan tindakan yang mesti ditempuh orang beriman, yaitu istiqamah
dengan keimanannya dengan menegakkan shalat dan menunaikan zakat, yakni memperkokoh
hablum-minallah dan hablum-minannas. Ummat yang kokoh ikatannya tidak akan mampu
digoyah oleh Yahudi yang culas dan dengki itu. Menegakkan shalat dan menunaikan zakat adalah
amal soleh yang bernilai tinggi di sisiNya, yang dianugerahi dengan pahala yang berlimpah
dariNya. Sungguh Allah‫ ﷻ‬memperhatikan dan melihat apasaja yang dilakukan oleh hamba-
hambaNya. Dia Maha Melihat, tidak ada amal yang luput dari penglihatanNya.

62
Klaim Masuk Sorga
ْ ۡ ۡ َٰ َٰ ۡ ً ۡ ْ
ٓ‫ىهٓت ِلك ٓأمان ُِّيه ۡمهٓقل ٓهاتوا ٓب ۡرهَٰنك ۡم ٓإِن‬ ‫وا ٓلنٓي ۡدخل ٓٱۡلنةٓ ٓإَِل ٓمنَٓكن ٓهودآأو ٓنصر‬ ٓ ‫وقال‬
ٌ ۡ
ٓ‫ِن ٓفلهٓ ٓٓۥ ٓأ ۡجرهٓۥ ٓعِند ٓرب ِ ٓهِۦ ٓوَل ٓخ ۡوف‬
ٞ ‫ُٓمس‬ ‫َل ٓم ۡن ٓأ ۡسلم ٓو ۡجههٓۥ ٓ ِّللِٓوهو‬
َٰٓ ‫ ٓب‬١١١ٓ ‫كنت ۡم ٓص َٰ ِدقِني‬
ۡ ۡ ۡ
ٓ‫ى‬َٰٓ ‫ت ٓٱنلصَٰر‬ ۡ ‫لَع‬
ِ ‫َٓشءٖ ٓوقال‬ َٰ ٓ ‫ى‬
َٰٓ ‫ت ٓٱنلصَٰر‬ ِ ‫ت ٓٱَلهودٓ ٓليس‬ ِٓ ‫ ٓوقال‬١١٢ٓ ‫عل ۡي ِه ۡم ٓوَل ٓه ۡم ُٓيزنون‬
ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ َٰ ۡ ۡ
َٰ
ٓٓ‫بهٓكذل ِكٓقالٓٱَّلِينَٓٓلٓيعلمونٓمِثلٓقول ِ ِه ْۚمٓفٓٱّلل‬ َٰ
ٓ ‫تٓٱَلهودٓٓلَعَٓشءٖٓوهمٓيتلونٓٱلكِت‬ ِ ‫ليس‬
ۡ ْ ۡ ۡ
ٓ ٓ١١٣ٓ‫ُيكمٓبيۡنه ۡمٓي ۡومٓٱلقِيَٰمةِٓ ٓفِيمآَكنوآفِيهَِٓيتل ِفون‬
Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-
orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang
kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang
benar" (111). (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang
ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (112). Dan orang-orang Yahudi berkata:
"Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata:
"Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," padahal mereka (sama-sama)
membaca Al Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti
ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari Kiamat, tentang apa-
apa yang mereka berselisih padanya (113).

Ayat ke 111 mengungkapkan klaim orang-orang Yahudi dan Nasrani bahwa hanya mereka yang
akan masuk sorga. Artinya, menurut mereka pengikut Nabi Muhammad‫ ﷺ‬tidak akan masuk sorga,
alias masuk neraka. Sungguh lancang ucapan mereka ini, karena ucapan ini ditujukan untuk
menggoyahkan iman kaum Muslimin. Namun, sesungguhnya ucapan mereka ini adalah angan-
angan kosong mereka, karena ucapan mereka itu sama sekali tidak mempunyai dasar. Oleh karena
itu, Allah‫ ﷻ‬memerintahkan kepada rasulNya agar orang-orang Nasrani dan Yahudi itu
membuktikan ucapan mereka yang lancang itu. Baik orang-orang Yahudi maupun Nasrani tidak
mampu membuktikan sesumbar mereka itu untuk menjawab tantangan ini.

Ayat ke 112 menjelaskan syarat untuk masuk sorga yang diklaim oleh orang-orang Yahudi dan
Nasrani itu. Syarat pertama adalah menyerahkan diri kepada Allah‫ ﷻ‬semata, yang berarti tunduk
dan patuh kepada semua perintahNya, tanpa pilih-pilih. Pernyataan ini juga berlaku untuk orang-
orang yang beriman kepada Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu baginNya. Kedua adalah berbuat
kebajikan dengan ikhlas di dunia ini. Inilah dua syarat itu. Jika sesorang memenuhi kedua syarat
ini, maka tiada kekhawatiran baginya, tiada pula bersedih hati, karena pahala dari Allah‫ ﷻ‬mengalir
terus dan dia akan mendapatkan ridhaNya yang tentunya akan mendapatkan sorgaNya.

63
Pertanyaannya sekarang, apakah orang-orang Yahudi dan Nasrani memenuhi syarat ini? Syarat
pertama tidak mereka penuhi. Allah‫ ﷻ‬memerintahkan dalam kitab suci mereka agar mereka
mengikuti nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad‫ﷺ‬, tetapi perintah ini mereka ingkari. Sedangkan
syarat kedua bermakna melakukan amal dengan ikhlas, yakni hanya ditujukan untuk Allah‫ ﷻ‬saja.
Setiap amal yang terkait dengan peribadatan haruslah mengikuti tatacara yang telah diperintahkan
oleh Allah‫ ﷻ‬dan rasulNya. Rasulullah‫ ﷺ‬bersabda: “Barangsiapa mengerjakan suatu amal yang
tidak sejalan dengan perintah kami, maka amal itu tertolak.” (HR. Muslim). Tatacara ibadat
mestilah mengikuti apa yang teah diajarkan Rasulullah‫ﷺ‬. Apakah orang-orang Yahudi dan Nasrani
melakukannya?

Tidak ada orang yang berhak mengkalim masuk sorga. Jika ingin masuk sorga, carilah ridha
Allah‫ ﷻ‬dengan dua syarat yang diungkapkan pada ayat ke 112 ini. Maka, jadilah seorang Muslim
yang sesungguhnya, yaitu menyerahkan diri kepada Allah‫ ﷻ‬semata, mengikuti semua perintah dan
menjauhi laranganNya, dan beramal saleh sesuai dengan tuntunan Allah dan rasulNya serta
melakukannya dengan ikhlas.

Ayat ke 113 mengungkapkan pertikaian antara orang-orang Yahudi dan Nasrani yang masing-
masing mengklaim kebenaran mereka, bertikai dan saling menyalahkan. Padahal kedua golongan
ini adalah pengikut rasul-rasul Allah‫ ﷻ‬terdahulu dan mereka memiliki kitab suci yang diturunkan
kepada rasul-rasul itu (yaitu Taurat dan Injil). Apakah mereka tidak membaca dengan seksama
kitab-kitab suci mereka yang tentunya akan membimbing mereka ke jalan yang lurus, yaitu
mengikuti risalah nabi terakhir, Nabi Muhammad‫?ﷺ‬

Ayat ke 113 ini juga menyinggung orang lain (bukan Yahudi atau Nasrani), yang bisa jadi Muslim,
“Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu”.
Orang-orang yang tidak mengetahui itu boleh jadi Muslim yang bertingkah seperti orang-orang
Yahudi dan Nasrani, yang memiliki pemahaman yang berbeda dengan segolongan Muslim yang
lain. Padahal ada al-Qur’an dan Sunnah di tengah-tengah mereka. Mengapa berselisih dengan
menyalahkan golongan yang lain dan kemudian mengkafirkan golongan yang tidak sefaham? Mau
mengkalim sorga itu hanya untuk mereka saja? Persis seperti klaim orang Yahudi dan Nasrani
yang diungkapkan pada ayat ke 111. Di akhirat kelak Allah‫ ﷻ‬akan mengadili orang-orang yang
berselisih ini dan mengungkapkan kesalahan-kesalahan mereka. Mengapa Allah‫ ﷻ‬mengatakan
demikian, seperti di bagian akhir ayat ke 113? Karena perselisihan itu tiada henti dan masing-
masing golongan bertahan dengan pendapatnya masing-masing, merasa benar sendiri dan saling
menyalahkan.

64
Perbuatan yang Sangat Zalim
ٓ ۡ ٓ‫ٱّللِٓأنٓي ۡذكر ٓفِيها‬ َٰ ‫ن ٓأ ۡظلم ٓمِمنٓمنع ٓم‬
ٓ‫ٓف ٓخرابِها ْۚٓأ ْو َٰٓلئِك ٓمآَكن‬
ِ َٰ
‫َع‬ ‫س‬ ‫و‬ ٓ ‫ۥ‬ ‫ه‬‫م‬ ‫ٱس‬ ٓ ٓ ‫جد‬ ِ ‫س‬ ٓۡ ‫وم‬
ٌ ‫ي ٓوله ۡم ٓف ٓٱٓأۡلخِرٓة ِٓعذ‬ ۡ ُّ ٓ ٓ ۡ
ِٓ‫ّلل‬ ٞ ‫اب ٓع ِظ‬
ٓ ِ ‫ ٓو‬١١٤ٓ ‫يم‬ ِ ٓٞ ‫ٱلنيا ٓخ ِۡز‬ ٓ ‫ٓف‬ ۡ
ِ ‫لهم ٓأنٓيدخلوها ٓإَِل ٓخائِفِنيْۚٓلهم‬
ۡ
ٞ ‫ٱّللِٓإنٓٱّللٓٓوَٰس ٌِعٓعل‬ ۡ ‫بٓفأ ۡينمآتولُّوآْفثمٓو‬ ۡ ۡ ۡ ۡ
ٓ ٓ١١٥ٓ‫ِيم‬ ٓ
ِ ْۚ ٓ ‫ه‬‫ج‬ ٓ
ْۚ ِ ‫ر‬‫غ‬ ‫م‬ ‫ٱل‬‫و‬
ٓ ٓ‫ق‬
ٓ ‫ش‬
ِ ‫ٱلم‬
Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah
dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya
masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia
mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat (114). Dan kepunyaan Allah-lah
timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui (115).
Allah‫ ﷻ‬sangat murka kepada orang yang menghalang-halangi orang beriman untuk beribadah
kepadaNya yaitu di masjid, rumahNya. Mereka yang menghalang-halangi orang beriman masuk
ke masjid adalah orang yang zalim, bahkan dikatakan di dalam ayat ke 114 ini bahwa tiada yang
lebih zalim dari perbuatan menghalang-halangi orang beriman yang hendak berizikir atau
beribadat di dalam masjid. Masjid dibangun sebagai rumah Allah‫ﷻ‬, sehingga perbuatan orang yang
menghalangi orang beriman yang ingin bertemu denganNya, mengagungkanNya di rumahNya,
adalah perbuatan dosa besar karena telah melakukan perbuatan yang sangat zalim.
Ada beberapa pendapat ahli tafsir yang berkaitan dengan maksud turunnya ayat ke 114. Pertama,
ayat ini merujuk perbuatan orang-orang Nasrani menghalangi orang shalat di dalam ke Baitul
Maqdis atau perbuatan orang Nasrani yang membantu Bukhtannasr, raja Babilonia, merobohkan
Baitul Maqdis. Kedua, ayat in merujuk perbuatan musyrikin Mekkah yang menghalangi Nabi ‫ﷺ‬
dan para sahabatnya masuk ke Mekkah (untuk melakukan haji dan tentunya beribadah di Masjidil
Haram) sehingga Nabi‫ ﷺ‬dan sahabat-sahabatnya tertahan di Hudaybiyah dan kemudian dibuatlah
perjanjian Hudaybiyah.
Namun, secara umum ayat ke 114 ini isinya mengecam siapa saja yang melakukan perbuatan yang
sangat zalim ini, yakni menghalangi orang-orang beriman yang ingin beribadat di dalam masjid.
Perbuatan menghalang-halangi itu boleh jadi berupa larangan memasuki masjid ataupun merusak
atau meruntuhkan masjid sehingga masjid itu tidak dapat digunakan sebagai tempat beribadat
kepadaNya. Mereka yang melakukan perbuatan menghalang-halangi ini sama sekali tidak pantas
masuk ke masjid, kecuali kemudian timbul rasa takut di hati mereka kepada Allah ‫ﷻ‬. Ini
berimplikasi mereka tobat dan tidak lagi menghalang-halangi orang yang hendak beribadat di
dalam masjid. Mereka yang berbuat sangat zalim ini, di dunia akan mendapatkan kehinaan dan di
akhirat akan mendapatkan siksa yang berat jika mereka tidak bertobat.
Ayat ke 115 menyatakan bahwa Allah ‫ ﷻ‬itu berada dimana-mana, disimbolkan dengan timur dan
barat. Kemanapun seseorang berada dan menghadap, dia akan berhadapan dengan Allah‫ﷻ‬. Perlu
dicamkan bahwa Allah‫ ﷻ‬tidak menempati ruang dan juga tidak terikat waktu. Secara khusus ayat

65
ini terkait dengan Kiblat dalam shalat. Ketika masih di Mekkah, kalau shalat Rasulullah‫ﷺ‬
menghadap ke Ka’bah dan sekaligus ke arah Biatul Maqdis. Setelah hijrah ke Madinah, beliau ‫ﷺ‬
shalat menghadap Baitul Maqdis, sehigga tidak dapat menghadap ke Ka’bah. Ada rasa gundah di
hati beliau‫ ﷺ‬ketika shalat tidak menghadap ke Ka’bah. Pada ayat ke 115 Allah‫ ﷻ‬menghibur
kekasihNya itu, bahwa dia‫ ﷺ‬tetap menghadap Allah walaupun tidak melalui rumahNya (Ka’bah)
di Mekkah.
Kegundahan beliau‫ ﷺ‬ini terjawab ketika Allah memerintahkan untuk shalat menghadap Ka’bah
pada ayat ke 150 surah al-Baqarah: “Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah
wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah
wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang
lalim di antara mereka. Maka janganlah kamu, takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan
agar Kusempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.”
Ayat ke 150 memansukhkan ayat ke 115. Ini contoh naskah dan mansukh (nasikh-mansukh) yang
dimuat pada ayat ke 106. Ayat ke 150 adalah nasakh dan ayat ke ke 115 adalah mansukh.
Ayat ini diakhiri dengan pernyataan rahmat dan pengetahuanNya. Bahwa Allah‫ ﷻ‬itu Maha Luas,
Maha Luas rahmatNya. Sesungguhnya rahmatNya tiada batas, melingkupi semua mahlukNya,
sekalipun mahluk itu mengingkariNya. PengetahuanNya tiada batas. Tiada yang luput dari
pengetahuanNya, baik di alam nyata (alam syahadah), maupun di alam ghaib.

Kun Fayakun
ٞ ۡ ۡ ‫وا ْٓٱَّتذٓ ٓٱّللٓ ٓو ٗلا هٓس‬
َٰ
ٓٓ‫ ٓبدِيع‬١١٦ٓ ‫ۡرض ٓك ٓلٓۥ ٓقن ِتون‬ ِٓۖ ِ ‫ت ٓوٓٱۡل‬ ِٓ َٰ ‫آف ٓٱلسمَٰو‬
ِ ‫م‬ ٓ ‫ۥ‬ ‫ٓل‬
ٓ ‫ل‬ ‫ب‬ ٓ ‫ۥ‬
ٓ ‫ه‬
ٓ ‫ن‬ َٰ ‫ح‬ ‫ب‬ ٓ ‫وقال‬
ۡ ٗ ۡ ۡ
ٓ‫ٓوقالٓٓٱَّلِينَٓٓلٓيعلمون‬١١٧ٓ‫ۡرضِٓإَوذآقَضٓأمرآفإِنمآيقولٓلٓۥٓكنٓفيكون‬ َٰٓ ِٓۖ ِ ‫تٓوٓٱۡل‬ ِٓ َٰ ‫ٱلسمَٰو‬
ۡ
ۡٓ‫تٓقلوبهمه‬ َٰ ‫هٓكٓذَٰل ِك ٓقالٓٱَّلِينٓٓمِنٓق ۡبل ِ ِهمٓم ِۡثلٓق ۡول ِ ِه ۡمۘٓت‬ٞ‫ل ۡوَلٓيكل ِمنآٱّللٓٓأ ۡوٓتأت ِينآٓءاية‬
ۡ ‫شبه‬

ٓ ٓ١١٨ٓ‫تٓل ِق ۡو ٖمٓيوق ِنون‬ ِٓ َٰ ‫ق ۡدٓبينآٱٓأۡلتَٰي‬


Mereka (orang-orang kafir) berkata: "Allah mempunyai anak". Maha Suci Allah, bahkan apa
yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepada-Nya (116). Allah
Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka
(cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah!" Lalu jadilah ia (117). Dan orang-orang
yang tidak mengetahui berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau
datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?" Demikian pula orang-orang yang sebelum
mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami
telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin (118).

Ayat ke 117 ini membantah pernyataan orang-orang kafir yang sangat batil, yaitu mengatakan
bahwa Allah‫ ﷻ‬itu mempunyai anak. Perkataan yang sangat batil ini disampaikan oleh orang-orang
Nasrani yang mengatakan bahwa Yesus AS atau Nabi Isa AS itu anak Allah‫ﷻ‬, juga dinyatakan
66
oleh sebagian orang-orang Yahudi yang mengatakan bahwa Uzair itu anak Allah‫( ﷻ‬at-Taubah:30).
Orang-orang musyrik mengatakan malaikat itu adalah anak perempuan Allah‫( ﷻ‬an-Nahl:57, al-
Isra’:40). Menyatakan Allah‫ ﷻ‬itu mempunyai anak adalah perkataan dusta yang paling dahsyat.
Allah‫ ﷻ‬membantah perkataan jahil ini berkali-kali di dalam al-Qur’an, diantaranya ayat ke 116 ini,
dan juga pada ayat-ayat lain seperti pada surah as-Shaffat ayat 151 dan 152.

ۡ ٓ
ٓ ٓ١٥٢ٓ‫ٓولٓٓٱّللِٓٓإَونه ۡمٓلكَٰذِبون‬١٥١ٓ‫ك ِه ۡمَٓلقولون‬
ِ ‫ٓأَلٓإِنهمٓم ِۡنٓإِف‬
Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka dengan kebohongannya benar-benar mengatakan "Allah
beranak". Dan sesungguhnya mereka benar-benar orang yang berdusta. (ash-Shaffat:151-152).

Maha suci Allah‫ ﷻ‬dari perkataan dusta lagi batil tersebut, Dia ‫ ﷻ‬tidak memerlukan mahlukNya,
samasekali dan tidak bergantung kepada mahlukNya, sehingga tidak mungkin beristri dan tidak
mungkin pula beranak. Seluruh ciptanNya, tujuh lapis langit, bumi dan segala isinya adalah
milikNya dan semua tunduk kepadaNya tanpa kecuali.

Dialah satu-satunya Pencipta, menciptakan langit dan bumi dan menciptakan apasaja yang terdapat
di langit dan di bumi. BagiNya menciptakan itu mudah saja, Dia‫ ﷻ‬hanya mengatakan “Kun,
fayakun” (jadilah, lalu jadilah yang diinginkanNya.). Tiada yang tidak mungkin bagiNya, semua
dapat terjadi jika Dia‫ ﷻ‬menginginkan itu terjadi.

Ayat ke 118 mengecam orang-orang musyrik yang menduskankan Rasulullah‫ ﷺ‬dan wahyu yang
disampaikannya dengan alasan yang dibuat-buat. Pada ayat ini Allah‫ ﷻ‬mengungkapkan bawah
orang-orang musyrik yang durhaka ini meminta bukti yang tidak-tidak, yaitu meminta Allah‫ﷻ‬
langsung berbicara dengan mereka, sungguh suatu permintaan yang berasal dari orang-orang
sombong lagi durhaka. Permintaan ini disampaikan oleh juru bicara mereka yang durhaka itu, yaitu
Rafi bin Huraymilah. Mereka juga meminta didatangkan tanda-tanda kekuasaan Allah‫ﷻ‬, yaitu
mu’jizat, agar diperlihatkan kepada mereka. Sesungguhnya permintaan mereka ini bermacam-
macam, yang hanya digunakan sebagai alasan untuk menolak dan mendustakan Rasulullah ‫ﷺ‬,
karena permintan-permintaan tersebut tidak akan dikabulkan. Mari kita perhatikan berbagai
permintaan yang mirip, yaitu digunakan untuk menolak pada beberapa ayat yang lain.

Pada surat al-An’ām ayat ke 111 mereka meminta diturunkan malaikat dan juga meminta agar
orang-orang mati dapat berbicara. Perhatikan surat al-Isra ayat ke 90-93 di bawah ini mengenai

ۡ ْ
beberapa permintaan yang tidak-tidak tersebut.
ٞ ً ‫ۡرض ٓيۢنب‬
ۡ ‫ ٓأ‬٩٠ٓ ‫وًع‬ ۡ َٰ ۡ ُّ
ٓ‫ِيل‬
ٖ ‫ِنَّٓن‬‫ٓم‬ ‫ة‬‫ن‬‫ٓج‬ ‫ك‬ ‫ٓل‬ ‫ون‬ ‫ك‬ ‫ت‬ٓ ٓ
‫و‬ ٓ ِ ‫ٱۡل‬ ٓ ‫ِن‬
‫م‬ ٓ‫ا‬ ‫ٓنل‬ ‫ر‬ ‫ج‬ ‫ف‬ ‫ٓت‬ ‫ت‬‫ٓح‬ ‫ك‬ ‫ٓل‬ ‫ِن‬
‫م‬ ‫ؤ‬ ‫نٓن‬ ‫ل‬ ٓ ٓ ‫وقال‬
‫وا‬
ۡ ۡ ً ۡ ۡ ٓ ۡ ۡ ً ۡ ۡ ۡ
ٓ‫ٓأ ٓوٓتسقِطٓٱلسماءٓٓكمآزعمتٓعلينآكِسفآأوٓتأ ِت‬٩١ٓ‫جريا‬ َٰ َٰ
ِ ‫جرٓٱۡلنهرٓٓخِللهآتف‬ ِ ‫بٓفتف‬ ٖ ‫وعِن‬

67
ۡ ُّ ٓ ۡ ۡ ۡ ٞ ۡ ۡ ً ۡ
ٓ‫ٓف ٓٱلسماءِٓ ٓولنٓنؤمِن‬ َٰ َٰٓ
ِ ‫ ٓأ ٓو ٓيكون ٓلك ٓبيت ٓمِنٓزخر ٍف ٓأو ٓترَق‬٩٢ٓ ‫ٱّللِٓوٓٱلملئِكةِ ٓقبِيَل‬ ٓ ِ ‫ٓب‬
ٗ ٗ ‫بٓه ۡلٓكنتٓإَلٓب‬ ۡ ‫تٓتَنلٓعل ۡينآكِتَٰ ٗبآن ۡقرؤهٓۥهٓٓق ۡلٓس‬
ٓ ٓ٩٣ٓ‫شآرسوَل‬ ِ ٓ ِ ‫ٓر‬‫ان‬ ‫ح‬ ‫ب‬ ِ َٰ ‫ل ِرقِيِكٓح‬
Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata
air dan bumi untuk kami (90), atau kamu mempunyai sebuah kebun korma dan anggur, lalu kamu
alirkan sungai-sungai di celah kebun yang deras alirannya (92), atau kamu jatuhkan langit
berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan
malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami (93), atau kamu mempunyai sebuah rumah dari
emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu
hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca". Katakanlah: Maha Suci Tuhanku,
bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul? [al-Isra’:90-93].

Orang-orang sebelum mereka, maksudnya Ahli Kitab, khususnya sebagian dari Bani Israil
memiliki tingkah-laku yang mirip, yang membuat mereka berkali-kali dimurkai Allah. Cobalah
bayangkan, betapa mereka menyaksikan mu’jizat yang hebat dari Nabi Musa AS yang diantaranya
menyelamatkan mereka dengan menyebrangi Laut Merah melalui pukulan tongkat yang mahsyhur
tersebut, tetapi mereka meminta hal yang tidak-tidak, misalnya meminta kepada Nabi Musa AS
agar mereka dapat melihat Allah‫ ﷻ‬sebagai syarat beriman. “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata:
"Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang",
karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya.” (al-Baqarah:55). Silahkan
lihat tafsir ayat ke 55 untuk lebih detailnya.

Allah‫ ﷻ‬katakan pada ayat ke 118 keserupaan mereka karena hati mereka serupa, yakni hati mereka
telah mati, tidak mampu melihat kebenaran atau kebenaran tidak dapat menyerap ke dalam hati
mereka. Akibatnya, mereka mencari dalih untuk mendustakan kebenaran itu.

Tugas Rasulullah‫ ﷺ‬dan Kewaspadaan terhadap Ahli Kitab


َٰ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ٗ ٗ ۡ ۡ ۡ ٓ
ٓ‫ ٓولن ٓترَض ٓعنك‬١١٩ٓ ‫حي ِٓم‬ ِ ‫ب ٓٱۡل‬ ِ َٰ ‫ح‬ ‫ص‬ ‫ٓأ‬ ‫ن‬ ‫ٓع‬ ‫ل‬ ٓ
‫س‬ ‫ٓت‬ ‫َل‬ ‫ٓو‬ ‫ا‬‫ِير‬ ‫ذ‬ ‫ن‬‫آو‬ ‫ري‬ ِ‫ش‬ ‫ب‬ ٓ ٓ
‫ق‬ ‫ٱۡل‬
ِ ِ ٓ
‫ب‬ ٓ ‫ك‬ َٰ ‫ن‬ ‫إِنٓا ٓأرسل‬
ٓ ۡ ۡ َٰ ۡ ۡ ۡ َٰ َٰ ۡ
ٓ‫ىهٓولئ ِ ِنٓٱتبعتٓٓأهواءهم‬ ٓ ‫ٱّللِٓهوٓٱلهد‬ ٓ ٓ‫ىٓحتٓتتبِعٓمِلتهمهٓقلٓإِن ٓهدى‬ َٰ ٓ ‫ٱَلهودٓٓوَلٓٱنلصر‬
ۡ ۡ ۡ ٓ ۡ‫ب‬
ٓٓ‫ٓٱَّلِينٓٓءات ۡينَٰهمٓٱلكِتَٰب‬١٢٠ٓ‫ري‬ ٍ ‫ص‬
ِ ‫ٓن‬ ‫َل‬ ‫ٓو‬ ‫ل‬
ٖ ِ ‫ِنٓو‬‫م‬ ِٓ ٓ
‫ٱّلل‬ ٓ ‫ِن‬‫م‬ ٓ ‫ك‬ ‫آل‬ ‫م‬ ٓ ٓ
‫م‬
ِ ‫ل‬ ‫ع‬
ِ ‫ٱل‬ ٓ ‫ِن‬ ‫م‬ ٓ ‫ك‬ ‫ء‬ ‫ا‬ ‫ج‬ٓ ‫ِي‬ ‫ٱَّل‬ٓ ‫د‬ ‫ع‬
ۡ ۡ ۡ ۡ
ٓ ٓ١٢١ٓٓ‫يتلونهٓۥٓحقٓت َِلوت ِ ٓهِ ٓۦٓٓأ ْو َٰٓلئِكٓيؤمِنونٓب ِ ٓهِه ٓۦٓومنٓيكف ۡرٓب ِ ٓهِۦٓفأ ْو َٰٓلئِكٓهمٓٱلخَٰ ِِسون‬
Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita
gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang
penghuni-penghuni neraka (119). Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada
kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah
petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah

68
pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu
(120). Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan
bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar
kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi (121).

Ayat ke 119 mengungkapkan bahwa Allah‫ ﷻ‬mengutus Nabi Muhammad‫ ﷺ‬dengan benar, sudah
ditetapkanNya dan ketetapanNya Maha Sempurna sebagai rahmat seluruh alam. Bukahkah Allah‫ﷻ‬
mengutus Nabi Muhammad‫ ﷺ‬sebagai rahmat seluruh alam? (al-Anbiya:107). Ayat ke 119 ini
mengungkapkan dua tugas utama Nabi Muhammad‫ ﷺ‬di dunia ini. Tugas pertama adalah sebagai
pembawa berita gembira, yaitu berita gembira bagi orang beriman dan beramal saleh. Mereka akan
mendapatkan balasan pahala yang berlimpah, diridhahiNya, sehingga mereka tidak akan sedih dan
tidak pula khawatir dan kelak dimasukkan ke dalam surga. Tugas kedua adalah memberikan
peringatan, yaitu peringatan kepada orang-orang zalim, kafir atau fasik. Jika mereka tidak bertobat,
dan kemudian mengikuti jalan yang benar, maka mereka akan dimasukkan ke dalam neraka.

Beliau hanya ditugaskan untuk menyampaikan berita gembira dan peringatan, tidak akan
bertanggungjawab terhadap sikap mereka yang menolak yang kelak akan masuk ke dalam neraka.
Mereka yang masuk ke dalam neraka karena ulah mereka sendiri. Bukankah mereka telah diberi
peringatan?

Ayat ke berikutnya (120) mengungkapkan tanggapan para Ahli Kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani
terhadap peringatan yang disampaikan oleh Rasulullah‫ﷺ‬. Ayat ini mengungkapkan bahwa orang-
orang Yahudi dan Nasrani tidak suka dengan Rasulullah‫ﷺ‬, kecuali jika beliau‫ ﷺ‬mengikuti millah
(gaya hidup atau way of life) mereka. Ayat ini tentu berlaku umum, sebagai peringan buat Ummat
Islam. Bahwa orang-orang Yahidi dan Nasrani ini secara umum tidak menyukai Muslimin
menerapkan Islam sebagai way of life. Mereka tidak mempersoalkan orang-orang Islam dengan
agamanya, asalkan mereka meninggalkan Islam sebagai way of life kemudian tunduk dan
mengikuti gaya hidup mereka.

Yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang Nasrani dan Yahudi adalah mengikuti yang
diperintahkan di dalam kitab-kitab suci yang mereka imani (yakni Taurat dan Injil), yaitu menjadi
pengikut nabi terakhir, Nabi Muhammad‫ﷺ‬. Jika mereka tidak melakukannya maka mereka akan
tersesat. Rasulullah bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang
dari ummat ini, baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang aku, lalu ia tidak beriman
kepadaku, melainkan ia akan masuk neraka.” (HR Muslim).

Allah‫ ﷻ‬lalu memberikan peringatan bahwa pentunjukNya, yaitu yang disampaikan kepada
Rasulullah‫ﷺ‬, adalah petunjuk yang benar. Petunjuk Allah‫ ﷻ‬yang disampaikan kepada rasul-rasul
sebelumnya telah dirusak dan tidak ada lagi yang otentik sehingga tidak ada jaminan seseorang
akan meniti jalan yang lurus jika mengikutinya. Jika ada orang yang mengaku beriman mengikuti
gaya hidup orang-orang Ahli Kitab ini, mengikuti kemauan mereka, padahal mereka tahu bahwa
mereka tidak boleh mengikutinya (yang berarti mengabaikan perintah Allah‫)ﷻ‬, maka mereka telah

69
menjerumuskan diri ke jalan yang sesat, sehingga Allah‫ ﷻ‬tidak lagi menjadi Pelindung dan
Penolong mereka. Artinya mereka akan jauh dari hidayahNya.

Kitab suci adalah karunia dan hidayah yang sangat besar dari Allah‫ ﷻ‬kepada manusia. Al-Kitab
yang terdapat pada ayat ke 121 dapat bermakna Taurat, Injil ataupun al-Qur’an, bergantung dari
ummat yang mendapatkannya. Agar al-Kitab itu dapat bermanfaat dan benar-benar menjadi
petunjuk, maka al-Kitab tersebut harus dibaca dengan hati-hati, dipahami dan dihayati dengan
seksama serta diterapkan dalam kehidupan.

Perintah-perintah ataupun larang-larangan yang terdapat di dalamnya hendaklah dijalankan atau


ditaati dengan sekuat kemampuan. Kisah-kisah ataupun pesan-pesan yang terdapat di dalamnya
hendaklah direnungkan dan diambil hikmahnya.

Selanjutnya pada bagian akhir ayat ke 121, Allah‫ ﷺ‬memperingatkan bahwa mereka yang ingkar
kepada al-Kitab yang diturunkan Allah‫ﷺ‬, mendustakan ayat-ayatnya ataupun menutupi kebenaran
yang terdapat di dalamnya (seperti yang dilakukan oleh Ahli Kitab yang menutupi ayat yang
berkaitan datangnya rasul terakhir, Nabi Muhammad‫ ﷺ‬dan kebenaran yang dibawanya) maka
mereka adalah orang-orang yang merugi, karena telah tersesat akibat mengingkari dan menjauhkan
diri dari hidayahNya.

Nikmat Allah itu Harus Disyukuri


ۡ ۡ ۡ ٓ ۡ ْ ۡ
َٰ ۡ ۡ ۡ ۡ
ٓ ٓٓ١٢٢ٓٓ‫تٓأنعمتٓعليكمٓوأ ِّنٓفضلتكمٓلَعٓٱلعل ِمني‬ ٓ ِ ‫وآن ِعم ِتٓٱل‬ ٓ ‫ّنٓإ ِ ۡسرَٰٓءِيلٓٱذكر‬
ٓٓ ِ ‫تَٰيَٰب‬
ٞ ٞ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ْ
ٓ‫يآوَلٓيقبلٓمِنهآع ۡدلٓوَلٓتنفعهآشفَٰعةٓوَلٓه ۡم‬
ٓ ‫وآي ۡو ٗمآَلَٓت ِزيٓنف ٌسٓعنٓنف ٖسٓش‬ ٓ ‫وٱتق‬
ٓ ٓٓ١٢٣ٓ‫ينِصون‬
Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Ku-anugerahkan kepadamu dan Aku telah
melebihkan kamu atas segala umat (122). Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu
seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikitpun dan tidak akan diterima suatu
tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafa´at kepadanya dan tidak
(pula) mereka akan ditolong (123).

Ayat ke 122 senada dengan ayat ke 47, menghimbau Bani Israil agar mengingat banyaknya nikmat
Allah‫ ﷻ‬yang telah mereka terima. Kali ini Allah‫ ﷻ‬mengingatkan nikmat besar di masa lalu, bahwa
Bani Israil ini telah dilebihkan Allah‫ ﷻ‬dari segala ummat yang ada pada masa lalu. Kata kerja yang
bermakna melebihkan adalah bentuk lampau (fi’il madhi), ۡ‫فَض َّۡلتُكُم‬, sehingga kelebihan yang
diberikan Allah‫ ﷻ‬itu telah berlalu, tidak berlaku lagi saat ini. Diantara kelebihan itu adalah
banyaknya nabi dan rasul yang diturunkan untuk Bani Israil, mulai dari Nabi Ya’kuf AS sampai
kepada Nabi Isa AS. Allah‫ ﷻ‬mengingatkan dengan limpahan nikmatNya yang mereka terima ini
agar mereka bersyukur kepada Allah‫ﷻ‬.

70
Ayat ke 123 adalah peringatan Allah‫ ﷻ‬kepada Bani Israil atau kepada siapa saja yang tidak
bersyukur dengan nikmat yang dicucurkanNya. Mereka yang melupakan atau bahkah mengingkari
nikmat Allah‫ﷻ‬, alias kufur ni’mat, harus mempertanggungjawabkan kekufuran mereka di akhirat
kelak. Pada saat itu (akhirat) tiap-tiap diri bertanggungjawab terhadap perbuatan yang dilakukan
selama hidup di dunia. Kesalahan atau dosa besar yang tidak diampuni Allah‫( ﷻ‬karena tidak
bertobat) akan menjadi beban yang luar biasa beratnya dan sangat menakutkan. Malangnya, dosa-
dosa itu tidak dapat ditebus dengan apapun, tidak juga dengan syafa’at, sehingga mereka tidak
akan ditolong, yakni dibiarkan sengsara di neraka.

Doa-Doa Nabi Ibrahim AS


ٗ ‫اسٓإم‬ ُّ ٓ ِ َٰ ‫َلٓإبۡر‬ ۡ
ِٓۖ‫امآقالٓومِنٓذرِي ِت‬ ِ ِ ‫تٓفأتمهنٓقالٓإ ِ ِّنٓجاعِلكٓل ِلن‬ ٖ َٰ ‫ٰٓمٓربهٓۥٓبِكل ِم‬ ِ َٰٓٓ ‫۞ِإَوذِٓٱبت‬
ْ ٗ ۡ ۡ ۡ
ٓ‫ام‬ِ ‫وا ٓمِنٓمق‬ ٓ ‫اس ٓوأ ۡم ٗنآوٓٱَّتِذ‬ ِ ‫ِإَوذ ٓجعلنآٱِل ۡيتٓ ٓمثابة ٓل ِلن‬ ٓ ٓ ١٢٤ٓ ٓ‫قال َٓل ٓينال ٓع ۡهدِيٓٱلظَٰل ِ ِمني‬
ۡ ٓ ۡ ۡ ٓ ۡ ٗ
ُّ
ِٓٓ‫كفِنيٓ ٓوٓٱلركع‬ َٰ َٰ ۡ َٰ َٰٓ
ِ ‫ٰٓم ٓمصَلِۖٓوع ِٓهدنا ٓإَِل ٓإِبرِٰٓٓم ِٓإَوسمعِيل ٓأنٓط ِهرآبي ِت ٓل ِلطائِفِني ٓوٓٱلع‬ ٓ ِ َٰ ‫إِبۡر‬
ۡ ۡ ۡ ٗ ۡ ۡ ۡ
ٓ‫تٓم ۡنٓءامن‬ ِٓ َٰ ‫قٓأهلهٓۥٓمِنٓٱثلمر‬ ٓ ‫ِلآءامِنآوٓٱرز‬ ً ‫لٓهَٰذآب‬ ٓ ‫ٱجع‬ ٓ‫ب‬ ِ ‫ٰٓمٓر‬ ٓ ِ َٰ ‫ِإَوذٓقالٓإِبۡر‬ ٓ ٓ١٢٥ِٓ‫ٱلسجود‬ ُّ
ۡ َٰ ٓ ٓ‫ِيَلٓثمٓأ ۡضط ُّره‬ٗ ۡ ‫ٱّللِٓوٓ ۡٱَل‬ ۡ
ٓ‫ارِِۖٓوٓبِئس‬
ٓ ‫ابٓٱنل‬ ِ ‫ذ‬ ‫ٓع‬‫َل‬ ِ ‫إ‬ ٓٓ
‫ۥ‬ ‫ل‬ ‫ق‬ٓ‫ۥ‬ ‫ه‬
ٓ ‫ع‬ِ ‫ت‬‫م‬ ‫أ‬ ‫ٓف‬ ‫ر‬ ‫ف‬ ‫نٓك‬ ‫م‬ ‫ٓو‬ ‫ال‬ ‫ق‬ٓٓ
‫ِر‬
ِ ‫خ‬ ‫ٱٓأۡل‬ ٓٓ
‫م‬ِ ‫و‬ ٓ ِ ‫مِنهمٓٓب‬
ۡ
ٓ ٓ١٢٦ٓ‫صري‬ ِ ‫ٱ لم‬
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan),
lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam
bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah
berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim" (124). Dan (ingatlah), ketika Kami
menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan
jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada
Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i´tikaf, yang
ruku´ dan yang sujud" (125). Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah
negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada
penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman:
"Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia
menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali" (126).

Ayat ke 124 sampai ayat ke 132 mengungkapkan penggalan cerita Nabi Ibrahim AS. Bani Israil
adalah keturunanan Nabi Ibrahim AS dan mereka membanggakan Nabi Ibrahim AS. Sepatutnya
mereka meneladani ahlak dan keikhlasan Nabi Ibrahim AS yang hanif.

Ayat ke 124 mengungkapkan bahwa Nabi Ibrahim AS mendapatkan berbagai perintah dari Allah‫ﷻ‬
(termasuk larangan dan cobaan) untuk dilaksanakan diantaranya membangun kembali Ka’bah.

71
Mungkin perintah yang berat adalah perintah untuk meninggalkan anak yang masih bayi (Nabi
Ismail AS) dan istrinya (Siti Hajar) di tengah-tengah padang pasir yang gersang. Mungkin perintah
yang paling berat adalah perintah untuk mengorbakan satu-satu anaknya (pada saat itu) yang sudah
remaja (Nabi Ismail AS). Namun, Nabi Ibrahim AS tidak pernah gagal melaksanakan perintah-
perintah Allah‫ﷻ‬, beliau melaksanakan semua perintah itu dengan sebaik-baiknya dan dengan
penuh ikhlas. Pada saat umurnya telah tua, Allah‫ ﷻ‬mengangkat beliau sebagai imam bagi seluruh
manusia. Nabi Ibrahim AS tentu sangat gembira dengan penganngkatan itu, beliau pun memohon
kepada Allah‫ ﷻ‬agar anak-cucunya atau keturunanya juga kelak diangkat sebagai imam atau
pemimpin yang diikuti ummat. Permohonan Nabi Ibrahim AS itu diperkenankan oleh Allah‫ﷻ‬
dengan mengecualikan mereka yang zalim.

Ayat ke 125 adalah ayat persiapan untuk mengganti kiblat ke Ka’bah yang akan diungkapkan pada
ayat ke 142 dan beberapa ayat setelahnya. Nabi Ibrahim AS dibantu anaknya, Nabi Ismail AS,
membangun kembali Ka’bah sebagai rumah Allah (Baitullah) yang paling mulia. Allah‫ﷻ‬
menjadikan Ka’bah menjadi tempat berkumpulnya manusia, bertawwaf mengelilingi Ka’bah,
untuk mendekatkan diri kepadaNya. Allah‫ ﷻ‬menetapkan Ka’bah sebagai pusat peribadatan
manusia. Perhatikan ayat ke 97 surah al-Māidah berikut.

ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
َٰ َٰٓ ۡ
ٓ‫اس ٓوٓٱلشهرٓ ٓٱۡلرامٓ ٓوٓٱلهديٓ ٓوٓٱلقلئ ِ ْۚٓد ٓذل ِك‬ِ ‫۞جعل ٓٱّللٓ ٓٱلك ۡعبةٓ ٓٱِل ۡيتٓ ٓٱۡلرامٓ ٓق ِيما ٓل ِلن‬
ٗ َٰ
ٌ ‫َٓش ٍءٓعل‬
ۡ ‫ۡرضٓوأنٓٱّللٓٓبكل‬ ۡ ۡ ‫تلِ ۡعلم ٓوآْأنٓٱّللٓٓي‬
ٓ ٓ٩٧ٓ‫ِيم‬ ِ ِ ٓ ِ ‫ٱۡل‬ ٓ‫آف‬
ِ ‫م‬ ‫و‬ ٓٓ
‫ت‬ِ َٰ ‫و‬َٰ ‫م‬ ‫ٱلس‬ ٓ‫آف‬
ِ ‫ٓم‬‫م‬ ‫ل‬ ‫ع‬
Allah telah menjadikan Ka´bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia)
bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram, had-ya, qalaid. (Allah menjadikan yang)
demikian itu agar kamu tahu, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan
apa yang ada di bumi dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (al-
Māidah:97)

Allah‫ ﷻ‬menjamin keamanan beribadah di Ka’bah, sehingga Kab’ah, atau secara umum Masjidil
Haram, adalah tempat yang aman. Dengan demikian penguasa yang berwenang mengatur wilayah
Masjidil Haram benar-benar harus menjaga keamanan dan melindungi mereka yang beribat di
dalamnya.

Maqam Ibrahim AS adalah batu bekas pijakan Nabi Ibrahim AS ketika beliau membangun Ka’bah.
Ibnu Abbas mengatakan Maqam Ibrahim adalah wilayah tanah haram atau tanah suci. Makam ini
menjadi sakral dan sangat dihormati karena Allah memerintahkan “Dan jadikanlah sebahagian
maqam Ibrahim tempat shalat.” Jadi, Allah‫ ﷻ‬sangat memuliakan Nabi Ibrahim AS sehingga
tempat dia berpijak (makam) pun menjadi tempat terbaik untuk beribadat (shalat) kepadaNya.
Allah‫ ﷻ‬memerintahkan kepada Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS untuk membersihkan
Baitullah itu dari kotoran, yakni bebas dari kotoran akidah seperti, bebas dari berhala-berhala
karena tempat itu adalah tempat sakral yang dikhususkan kepada hamba Allah‫ ﷻ‬yang ingin
mendekatkan diri kepadaNya melalui thawwaf, iktikaf dan shalat (ruku’ dan sujud).

72
Setelah Nabi Ibrahim AS berdoa (setelah beliau membangun Ka’bah) untuk negeri tempat
Baitullah itu berada (Mekkah), agar menjadi negeri yang diberkahi yaitu negeri yang aman sentosa,
makmur dan berlimpah buah-buahan. Walaupun Mekkah tidak banyak terdapat kebun buah-
buahan, tetapi berbagai jenis buah-buahan mudah didapatkan setelah doa itu dikabulkan.
Walaupun doa Nabi Ibrahim AS itu dikhususkan bagi orang-orang beriman, kerena dia sudah
mendeklarasikan perpisahan total dengan kekafiran (al-Mumtahanah:4), Allah‫ ﷻ‬memperkenankan
doanya itu menjadi umum, jadi yang orang-orang kafir pun dapat menikmati kemakmuran
sementara, yakni di dunia saja. Orang-orang kafir itu di akhirat kelak akan menderita selamanya
di neraka.

Kini kita mengetahui bahwa Baitullah, bahkan seluruh kota Mekkah telah steril dari berhala dan
orang kafir. Berhala dibersihkan sejak fathul Mekkah dan berbagai praktek tidak senonoh, seperti
tawwaf telanjang, telah dilarang sejak pada tahun berikutnya setelah Mekah diambil alih (at-
Taubah:1-3).

ۡ ٓ ۡ ۡ ۡ ۡ
ٓ١٢٧ٓٓ‫ِإَوسم َٰ ِعيلٓربنآتقبلٓمِنآإِنكٓأنتٓٱلس ِميعٓٓٱلعٓلِيم‬ ۡ ٓ‫ت‬ ٓ ِ َٰ ‫ِإَوذٓي ۡرفعٓإِبۡر‬
ِٓ ‫ٰٓمٓٱلقواعِدٓٓمِنٓٱِل ۡي‬ ٓ
ٓ
ٓ‫ب ٓعل ۡينا ٓإِنك‬ۡ ‫ٓم ۡسل ِم ٗة ٓلك ٓوأرنآمناسِكنآوت‬ ُّ ‫ٱجعلۡنا ٓم ۡسل ِم ۡني ٓلك ٓومِنٓذريتنا ٓٓأم ٗة‬ ۡ ٓ‫ربنا ٓو‬
ِ ِ ِ ِ
ْ ۡ ۡ ٗ ۡ
ٓ‫ث ٓفِي ِه ۡم ٓرسوَل ٓمِنه ۡم ٓيتلوا ٓعل ۡي ِه ۡم ٓءاتَٰيَٰتِك ٓويعل ِمهم‬ٓ ‫ ٓرٓبنا ٓوٓ ۡٱبع‬١٢٨ٓ ٓ‫أنت ٓٱتلوابٓ ٓٱلرحِيم‬
ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
ٓ ٓ١٢٩ٓٓ‫ٱلكِتَٰبٓٓوٓٱۡل ِكمةٓٓويزك ِي ِهمٓإِنكٓأنتٓٱلع ِزيزٓٓٱۡلكِيم‬
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail
(seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (127). Ya Tuhan kami, jadikanlah
kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami
umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-
tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang (128) Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang
Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan
mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan
mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana (129).

Ayat ke 127 memberikan informasi bahwa Nabi Ibrahim AS melaksanakan salah satu perintah
Allah‫( ﷻ‬lihat ayat ke 124), yaitu membangun kembali Ka’bah. Nabi Ibrahim AS membangun
kembali Ka’bah sebagai pusat peribadatan manusia bersama anaknya, Nabi Ismail AS, yang pada
masa itu masih seorang remaja yang sangat taat kepada ayahnya. Ketika membangun dan setelah
membangun Ka’bah, Nabi Ibrahim AS banyak sekali berdo’a, semua doanya dikabulkan.

73
Pada ayat ke 127 Nabi Ibrahim AS dan anaknya berdoa dengan khusyu’ agar amal soleh yang
mereka lakukan, yakni membangun kembali Baitullah, diterima Allah‫ﷻ‬. Tindakan Nabi Ibrahim
AS patut kita contoh, yakni setiap melakukan amal soleh berdoalah agar amal soleh itu diterima
Allah‫ﷻ‬. Mengapa? Boleh jadi amal soleh yang kita lakukan kurang sempurna, tetapi jika Allah‫ﷻ‬
menerimanya, kekurangsempurnaan itu diabaikanNya.

Ayat ke 128 dan 129 adalah doa-doa berikutnya. Banyak sekali doa-doa Nabi Ibrahim AS yang
direkam di dalam al-Qur’an. Pada ayat ke 128 doa itu ditujukan agar mereka berdua selalu menjadi
hamba Allah‫ ﷻ‬yang tunduk dan patuh kepadaNya. Kemudian mereka berdoa agar agar anak-cucu
atau keturunan Nabi Ibrahim AS juga tunduk dan patuh kepada Allah‫ﷻ‬. Permohonan disebutkan
sebagian dari anak cucunya, karena keduanya menyadari Allah‫ ﷻ‬tidak menjamin seluruh
keturunan Nabi Ibrahim AS akan taat dan patuh kepadaNya. Keduanya meminta Allah‫ﷻ‬
memberikan petunjuk tatacara cara dan tempat melaksanakan ibadah haji untuk memakmurkan
Baitullah. Selanjutnya keduanya bertaubat kepada Allah‫ﷻ‬, karena Dia Maha Penerima taubat.
Mengapa Nabi Ibrahim AS yang tak ada celanya dan bebas dari dosa itu memohon taubat kepada
Allah‫ ?ﷻ‬Memohon taubat adalah ahlak yang agung kepada Allah‫ ﷻ‬yang menjadi tauladan anak-
cucunya, ataupun ummat manusia yang beriman. Memang, Nabi Ibrahim AS dideklarasikan
Allah‫ ﷻ‬sebagai suri tauladan yang patut kita contoh (al-Mumtahanah:6).

Ayat ke 129 adalah doa yang paling hebat. Betapa tidak, beliau berdoa agar Allah‫ ﷻ‬mengutus
seorang rasul, yang menjadi rasul terakhir. Rasul terakhir ini berasal dari kalangan mereka sendiri
(masyarakat Mekkah), tempat Baitullah dibangun, mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah kepada
masyarakat tersebut serta mensucikan mereka, yakni mensucikan mereka dari penghambaan
kepada mahluk atau berhala. Rasul terakhir itu, Nabi Muhammad‫ﷺ‬, adalah keturunan Nabi
Ibrahim AS dari anaknya Nabi Ismail AS. Apa yang beliau ucapkan ini dikabulkan Allah‫ ﷻ‬dengan
pernyataan yang mirip dengan doa Nabi Ibrahim AS. Perhatikan bait pertama ayat ke dua surah
al-Jumu’ah. Sunnguh Nabi Ibrahim AS itu memiliki sifat yang sangat lembut dan hanif (lurus),
serta visinya jauh ke depan, menembus berbagai generasi, yang sangat berpengaruh kepada
kehidupan manusia sampai dunia kiamat.

ۡ ۡ ۡ ۡ ْ ۡ ۡ ۡ ٗ ۡ
َٰ َٰ
ٓٓ‫ِينٓ ٓرسوَل ٓمِنهم ٓيتلوا ٓعلي ِهم ٓءاتَٰيت ِ ٓهِۦ ٓويزك ِي ِهم ٓويعل ِمهم ٓٱلكِتب‬ٓ ِ ‫ٓف ٓٱۡلم‬
ِ ‫هوٓ ٓٱَّلِي ٓبعث‬
ۡ
ُّ ‫ٱۡل ِۡكمةِٓٓإَونَٓكنوآْمِنٓق ۡبلٓلِفٓضلَٰل‬
ٓ ٓ٢ٓ‫ني‬ ‫ب‬‫ٓم‬
ٖ ِ ٖ ِ ٓ‫و‬
Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka
Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata. (al-Jumu’ah:2).

74
Wasiat Nabi Ibrahim AS
ۡ ُّ
ٓ‫ٱصطف ۡينَٰهٓٓ ِف‬ ۡ ِٓ‫ٰٓمٓإَلٓمنٓسفهٓن ۡفسهٓ ٓۥٓولقد‬ ۡ ۡ
ِٓ ‫ٱلنيآِٓإَونهٓۥٓ ِفٓٱٓأۡلخِرٓة‬ ْۚ ِ ِ ٓ ِ َٰ ‫ومنٓيرغبٓعنٓمِلةِٓٓإِبر‬
ۡ ٓ َٰ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ٓ ُّ ۡ
ٓ‫ٰٓم‬ َٰ
ٓ ِ ‫ّصٓبِهآإِبر‬
ٓ ‫ٓوو‬١٣١ٓٓ‫بٓٱلعل ِمني‬ َٰ ِ ‫ٓإ ِ ٓذٓقالٓلٓۥٓربهٓ ٓۥٓأسل ِمٓقالٓأسلمتٓل ِر‬١٣٠ٓٓ‫حني‬ِ ِ ‫ل ِمنٓٱلصَٰل‬
ٓ ٓ١٣٢ٓ‫مٓم ۡسل ِمون‬ ُّ ‫ِفٓلكمٓٱلِينٓٓفَلٓتموتنٓإَلٓوأنت‬ ۡ ٓٓ‫بنيهِٓويٓ ۡعقوبٓتَٰيَٰبّنٓإنٓٱّلل‬
َٰٓ ‫ٱصط‬
ِ ِ ِ ِ
Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya
sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-
benar termasuk orang-orang yang saleh (130). Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk
patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam" (131). Dan
Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya´qub. (Ibrahim
berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka
janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam" (132).

Nabi Ibrahim AS adalah seorang yang sangat santun, penyayang dan selalu berkata benar. Dia
adalah manusia terbaik di zamannya dan zaman-zaman setelahnya. Bahkan dia adalah Khalilullah
atau kekasih Allah, bapak para nabi setelahnya. Nabi Ibrahim AS adalah seorang manusia
sempurna. Agama yang dibawanya, yaitu agama Islam yang hanif atau lurus yang membawa
petunjuk kepada jalan yang lurus. Maka hanya manusia yang bodoh saja yang membenci jalan
lurus yang dapat menyelamatkannya. Adakah yang lebih bodoh dari seseorang yang diberi jalan
yang pasti selamat, tetapi membenci jalan tersebut?
Nabi Ibrahim AS adalah pilihan Allah ‫ﷻ‬, doa-doanya dikabulkan sehingga sampai Hari Kiamat
nanti, ajaran Nabi Ibrahim AS yang diteruskan oleh anak-cucunya, termasuk Rasulullah‫ﷺ‬, tetap
hidup. Di dunia Nabi Ibrahim AS hidup mulia dan dimuliakan Allah ‫ﷻ‬, demikian pula kelak di
akhirat. Kedudukan beliau di sisi Allah‫ ﷻ‬sangat tinggi.
Nabi Ibrahim AS adalah seorang yang sangat patuk kepada perintah Allah ‫ﷻ‬. Apasaja yang Allah‫ﷻ‬
perintahkan pasti dilaksanakannya dengan sebaik-baiknya, dengan senang hati, gembira dan
ikhlas, walaupun perintah itu sangat berat. Ketika Allah‫ ﷻ‬berfirman “Tunduk dan patulah”, maka
serta-merta dia menjawab, "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam." Itulah Khalilullah,
sosok yang menjadi tauladan bagi kita semua (al-Mumtahanah:4). Ayat ke 131 adalah intisari
ajaran Islam, bahkan kata ‫ أ َ ۡسلِم‬adalah perintah masuk Islam dan Nabi Ibrahim AS mendeklarasikan
ُ ‫)أ َ ۡسلَ ۡم‬. Ayat ke 132 mengungkapkan dengan jelas bawa Nabi Ibrahim AS
dirinya masuk Islam ( ‫ت‬
berwasiat kepada anak-anaknya dan juga rantai keturunannya yang mengikuti jejaknya
meneruskan wasiat itu, yaitu menetap bahwa diri mereka beragama Islam. Ayat ini sangat tegas.
Jadi Agama Nabi Ibrahim AS dan agama anak-cucunya yang saleh adalah agama Islam. Jadi
agama Nabi Musa AS adalah Islam, demikian pula agama Nabi Isa AS, dan tentu saja agama yang
dibawa dan disebarkan oleh Nabi Muhammad‫ ﷺ‬adalah agama Islam. Agama seluruh para Nabi
adalah Islam. Jadi agama yang selain Islam itu agama siapa dan darimana asalnya?

75
Wasiat Menyembah Tuhan Yang Esa
ْ ۡ ۡ ۡ ٓ ۡ
ٓ‫أ ٓم ٓكنت ۡم ٓشهداء ٓإِذ ٓحۡض ٓي ۡعقوب ٓٱلموتٓ ٓإِذ ٓقال ِٓلِ نِيهِٓمآتعبدون ٓ ِمن ٓبع ِديِۖ ٓقالوا ٓنعبد‬
ۡ ۡ ُۢ ۡ ۡ
ٞ ۡ ۡ ٗ ٓ
ٓ‫ٓت ِلكٓٓأمة‬١٣٣ٓ‫ِٓإَوسحَٰقٓإِل َٰ ٗهآوَٰحِدآوَننٓلٓۥٓم ۡسل ِمون‬
ۡ ‫ِٓإَوسمَٰعيل‬
ِ
ۡ ‫ٰٓم‬ ٓ ِ َٰ ‫إِلَٰهكِٓإَولَٰهٓءابائِكٓإِبۡر‬
ْ ۡ
ٓ ٓ١٣٤ٓ‫سلونٓٓعمآَكنوآي ۡعملون‬ ٓ ‫تٓولكمٓمآكسٓيۡت ۡمٓوَلٓت‬ ۡ ‫تٓلهآمآكسب‬ ۡ ‫ق ۡدٓخل‬

Adakah kamu hadir ketika Ya´qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-
anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah
Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa
dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya" (133). Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang
telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta
pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan (134).

Ayat ke 133 mengisahkan tentang wasiat yang diberikan oleh Nabi Ya’qub AS kepada anak-
anaknya, ketika dirinya mengetahui akan segera meninggalkan dunia yang fana ini. Dia
mengajarkan kepada anak-anaknya agama hanif yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS, kakeknya,
dengan fondasi tauhid yang kokoh. Untuk meyakinkan dirinya apakah anak-anaknya menyakini
apa yang diajarkannya selama ini, dia bertanya kepada anak-anaknya dengan pertanyaan yang
singkat, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Anak-anaknya yang hadir dalam perjumpaan
itu, yang sedang mengelilingi ayahnya, menjawab dengan tegas bahwa Tuhan mereka adalah
adalah Tuhan Yang Esa, Tuhan nenek moyang mereka, Tuhan Ibrahim AS,Tuhan Ismail AS dan
Tuhan Ishaq AS. Nabi Ya’qub AS tentu saja lega, karena anak-anaknya itu telah mewarisi agama
yang luhur, agama nenek moyang mereka, yaitu agama Islam, yang fondasinya dikokohkan oleh
nenek moyang mereka, Nabi Ibrahim AS.

Ayat ke 134 berkaitan dengan pengakuan orang-orang Yahudi. Orang-orang Yahudi di Madinah,
sesumbar bahwa mereka keturunan orang-orang mulia yang disebut pada ayat ke 133. Mereka
mengklaim bahwa mereka mewarisi sifat-sifat nenek moyang mereka yang sangat mulia itu. Ayat
ke 134 menjawab tuntas klaim orang-orang Yahudi itu, yang sifatnya jauh berbeda dengan nenek
moyang mereka. Bahwa amal soleh nenek moyang mereka yang sangat mulia itu tidak terkait
dengan amal yang mereka lakukan, masing-masing bertanggungjawab dengan apa yang mereka
lakukan dan kalian, orang-orang Yahudi, tidak dapat mengklaim apapun dari kebaikan nenek
moyang kalian yang sangat mulia itu. Kalian, wahai Yahudi, tidak diminta pertanggungjawaban
apapun terhadap amal nenek moyang kalian, dan tentu sebaliknya juga berlaku.

Yang menjadi pertanyaan, mengapa orang-orang Yahudi tidak mengikuti jejak nenek moyang
yang mereka banggakan itu? Nenek moyang mereka itu sangat patuh kepada Allah‫ﷻ‬, sedangkan

76
orang-orang Yahudi ini gemar membangkang, melecehkan atau bahkan memusuhi kebenaran yang
dibawa oleh Rasulullah‫ﷺ‬, yang justru mengikuti jejak nenek moyang yang mereka sebut itu.

Mengikuti Agama Nabi Ibrahim yang Lurus


ۡ ۡ ٗ َٰ ۡ‫ىٓت ۡهتد هوا ْٓق ۡلٓب ۡلٓمِلةٓإب‬ َٰ َٰ ۡ ‫ودآأ‬ً ْ ْ
ٓ١٣٥ٓٓ‫شك ِني‬ ِ ‫م‬ ‫ٱل‬ ٓ ‫ِن‬
‫م‬ ٓ ‫ن‬ ‫آَك‬ ‫م‬ ‫ٓو‬ ‫ا‬ ‫ِيف‬ ‫ن‬ ‫ٓح‬ ‫م‬ ٓ
ِٰٓ ‫ر‬ ِ ‫ر‬ ‫ص‬ ‫ٓن‬ ‫و‬ ‫ٓه‬ ‫وا‬ ‫ون‬ ‫ك‬ ٓ ٓ ‫وقال‬
‫وا‬
ۡ ٓ ۡ‫ٱّللِٓومآٓأنزلٓإَِل‬ ْٓ
ِٓ ٓ‫ِٓإَوسحَٰقٓوي ۡعقوبٓوٓٱۡلسب‬
ِٓ‫ا‬ ۡ ۡ ‫ِٓإَوسمَٰعيل‬
ِ
ۡ ‫ٰٓم‬ ٓ ِ َٰ ‫َلٓإِبۡر‬
َٰٓ ِ ‫نزلٓإ‬
ِ ‫ٓأ‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫آو‬ ‫ن‬ ِ ٓ ِ ٓ
‫ب‬ ٓ‫ا‬ ‫ن‬‫ام‬ ‫ء‬ ٓ‫قولوٓا‬
ۡ ۡ ۡ ٓ َٰ َٰ ‫وما ٓٓأوت ٓم‬
ٓ‫وت ٓٱنلي ِ ُّيونٓ ٓمِنٓرب ِ ِه ۡم َٓل ٓنف ِرق ٓبني ٓأح ٖد ٓمِنه ۡم ٓوَنن ٓلٓۥ‬ ِ ‫ٓأ‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ٓو‬ ‫ِيِس‬ ‫ع‬ ‫ٓو‬ ‫وَس‬ ِ
ْۡ ْ ۡ ٓ ۡ ْ ۡ
ٓ‫اق‬
ِٖۖ ‫ٓف ٓشِق‬
ۡ
ِ ‫وا ِٓإَّونٓتولوا ٓفإِنمآهم‬ ٓ ‫ن ٓءامنوا ٓب ِ ِمث ِل ٓما ٓءامنتمٓب ِ ٓهِۦ ٓفق ِد ٓٱهتد‬ ٓ ِ ‫ ٓفإ‬١٣٦ٓ ‫م ۡسل ِمون‬
ۡ ۡ
ٓ ٓ١٣٧ٓٓ‫ٱّللْۚٓوهوٓٱلس ِميعٓٓٱلعل ِيم‬ ٓ ٓ‫فسيك ِفيكهم‬
Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya
kamu mendapat petunjuk". Katakanlah: "Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang
lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik" (135). Katakanlah (hai orang-
orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa
yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma´il, Ishaq, Ya´qub dan anak cucunya, dan apa yang
diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami
tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya"
(136). Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh
mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam
permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (137).

Ayat ke 135 mengungkapkan anggapan orang-orang Yahudi dan juga Nasrani bahwa agama
merekalah yang benar. Orang Yahudi menganggap agama mereka yang benar, yang lain sesat.
Demikan pula orang-orang Nasrani menganggap agama merekalah yang benar, yang lain sesat.
Orang-orang Yahudi berusaha meyakinkan Rasulullah‫ ﷺ‬dan pengikutnya agar ikut jadi penganut
Yahudi untuk mendapatkan petunjuk. Di sisi lain orang-orang Nasrani melakukan yang sama.
Karena ajakannya sama, ayat ke 135 menggabungkan ajakan orang-orang Yahudi atau Nasrani
untuk mengikuti ajaran mereka. Allah‫ ﷻ‬langsung menolak ajakan orang-orang Yahudi dan Nasrani
ini, karena agama mereka telah menyimpang dari ajaran yang lurus, ajaran Nabi Ibrahim AS,
ajaran Nabi Musa AS ataupun ajaran Nabi Isa AS.

Rasullullah‫ ﷺ‬diperintahkan Allah‫ ﷻ‬untuk mengatakan tidak, yakni menolak ajakan untuk
mengikuti agama Yahudi ataupun Nasrani dan sekaligus menyatakan bahwa dia mengikuti agama
Nabi Ibrahim AS, agama Islam yang murni karena Nabi Ibrahim AS itu menolak kemusyrikan dan
selalu berada di jalan yang lurus. Seyogyanya orang-orang Yahudi dan Nasrani ini juga jadi

77
pengikut Nabi Ibrahim AS. Kalau saja mereka mengikuti ajaran Nabi Musa AS yang murni
ataupun ajaran Nabi Isa AS yang murni, otomatis mereka juga jadi pengikut Nabi Ibrahim AS.

Kemudian ayat 136 menegaskan bahwa agama para nabi dan rasul Allah itu adalah sama, agama
Islam. Jadi Rasulullah‫ ﷺ‬dan pengikutnya disuruh Allah‫ ﷻ‬mengungkapkan prinsip penting, yaitu
beriman kepada Allah‫ﷻ‬, kepada wahyunya yang diturunkan kepada Nabi Muhammad‫ﷺ‬, yaitu al-
Qur’an, dan juga beriman kepada Nabi Ibrahim AS, Nabi Isma´il AS, Nabi Ishaq AS, Nabi Ya´qub
AS dan anak cucunya yang menjadi para nabi, termasuk Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS dan apa
yang di wahyukan kepada mereka. Ummat Islam tidak membeda-bedakan kepercayaan kepada
nabi-nabi ataupun rasul-rasul itu, dan hanya patuh dan tunduk kepada Allah‫ﷻ‬, yaitu memurnikan
tauhid kepadaNya. Ayat ini menyentil orang-orang Yahudi ataupun Nasrani yang membeda-
bedakan nabi yang diutus Allah‫ﷻ‬. Orang Yahudi tidak percaya kepada Nabi Isa AS dan Nabi
Muhammad‫ ﷺ‬dan orang Nasrani tidak percaya kepada Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.

Ayat ke 137 membalikkan kehendak orang-orang Yahudi dan Nasrani. Ayat ini mengatakan bahwa
merekalah (Yahudi dan Nasrani) yang sebenarnya tidak mendapat petunjuk, alias sesat. Jadi ajakan
mereka adalah ajakan ke jalan yang sesat. Nah, jika orang-orang Yahudi dan Nasrani ini ingin
selamat, mereka harus mengikuti Rasulullah‫( ﷺ‬beriman dengan apa yang beliau ‫ ﷺ‬beriman). Jika
orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak mau mengikuti dan beriman kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬maka
Rasulullah‫ ﷺ‬dan orang-orang Yahudi ataupun Nasrani itu berada dalam permusuhan, karena
mereka (Yahudi dan Nasrani) memusuhi Nabi‫ﷺ‬.

Namun, tidak ada yang perlu dicemaskan karena Allah‫ ﷻ‬selalu memilihara dan tentunya melidungi
kekasihNya dari kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi ataupun Nasrani. Allah Maha
Mendengar dan Maha Mengetahui. Dia‫ ﷻ‬mendengar apasaja yang dibisikkan manusia, walau tidak
terdengar oleh manusia lain ketika mereka merencanakan makar. Dia‫ ﷻ‬juga mengetahui secara
detail apa saja yang dilakukan dan direncanakan manusia. Tiada yang luput dari pendengaran dan
pengetahuanNya.

Celupan Allah
ۡ ٗ
ٓ ٓ‫ص ۡبغةٓوَننٓلٓۥ‬
ٓ ٓ١٣٨ٓ‫ع َٰبِدون‬ ٓ ٓ‫ٱّللِٓوم ۡنٓأ ۡحسنٓمِن‬
ِ ِٓ‫ٱّلل‬ ٓ ٓٓ‫ص ۡبغة‬
ِ
Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? Dan hanya kepada-
Nya-lah kami menyembah (138).

Shibghah adalah kata kunci pada ayat ini. Dari segi bahasa kata ‫ صبغة‬bermakna celupan, jalan,
atau orientasi. Menurut Ibnu Abbas ِ َّ‫ ِص ۡبغَةَ ٱّلل‬adalah agama Allah, yakni agama Islam. Menurut
Mujahid, Al-Hasan, Qatadah dan Ad-Dahhak ِ َّ‫ ِص ۡبغَةَ ٱّلل‬adalah fitrah Allah. Fitrah Allah adalah
ketundukan atau penyerahan diri secara total kepada Allah‫ﷻ‬, yang tiada lain adalah prinsip agama
Allah atau agama Islam.

78
ِ َّ َ‫ص ۡبغَة‬
Shibghatallah (‫ٱّلل‬ ِ ) adalah celupan yang mewarnai kalbu dengan agama atau fitrah Allah,
yaitu bahwa Dia‫ ﷻ‬adalah Tuhan Yang Maha Esa dan hanya kepadaNya lah penyerahan diri dan
seluruh peribadatan hanya ditujukan kepadaNya.

Agar mencapai shibghatallah yang sempurna, hati harus dibersihkan dari semua kotoran dan
penyakit yang dapat mengganggu penyerapan “warna” Allah keseluruh hati, sehingga aksi anggota
tubuh dalam bentuk amal saleh menjadi cerminan hati yang telah terwarnai dengan “warna” Allah
melalu proses shibghatallah. Tidak ada shibghah yang lebih dari shibghatallah, karena shibghah
selain shibghatallah ada coreng-moreng hati yang memburamkannya dan dapat membuatnya
rusak dan mati. Mereka yang mengalami shibghatallah yang sempurna adalah para rasul dan nabi,
seperti yang disebut ayat-ayat sebelumnya. Sedangkan mereka yang mencelupkan dirinya kepada
nafsu atau kepada setan juga dicontohkan oleh ayat-ayat sebelumnya yang mengakibatkan mereka
tersesat dan hatinya keras dan mati.

Bagian akhir ayat ini “Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah.” adalah hasil dari
shibghatallah, karena jiwa raganya telah diserahkan sepenuhnya kepada Allah‫ﷻ‬. Bukankah ini
tidak lain dari menerima Islam secara bulat? Menyatukan Islam dengan jiwa untuk menjaga fitrah
manusia.

Allah adalah Tuhan Kita


ۡ ۡ ۡ ۡ ٓ ُّ ٓ ٓ ۡ ‫ق‬
ٓ‫ٱّللِٓوهوٓر ُّبنآور ُّبك ۡمٓونلآأعمَٰلنآولك ۡمٓأعمَٰلك ۡمٓوَننٓلٓۥُٓمل ِصون‬ ٓ ٓ‫آف‬ ِ ‫لٓأَتاجونن‬
ۡ َٰ َٰ ۡ ً ْ ۡ ۡ
ٓ‫ىهٓقل‬ ‫ِٓإَوسحَٰقٓوي ۡعقوبٓوٓٱۡل ۡسبآَِٓكنوآهودآأوٓنصر‬ ۡ ‫ِٓإَوسمَٰعيل‬
ِ
ۡ ‫ٰٓم‬ٓ ِ َٰ ‫ٓأ ٓمٓتقولونٓإِنٓإِبۡر‬١٣٩
ً ۡ ۡ
ٓٓ‫ٱّللِهٓومآٱّللٓٓبِغَٰفِ ٍلٓعمآتٓ ۡعملون‬
ٓ ٓ‫ٱّللهٓوم ۡنٓأظلمٓمِمنٓكتمٓشهَٰدةٓعِندهٓۥٓمِن‬ٓ ٓ‫ءأنت ۡمٓأعلمٓأ ِم‬
ْ ۡ ۡ ‫ٓق ۡدٓخل‬ٞ‫ٓت ِلۡكٓٓأمة‬١٤٠
ٓ ٓ١٤١ٓ‫سلونٓعمآَكنوآي ۡعملون‬ ٓ ‫تٓولكمٓمآكسيۡت ۡمٓوَلٓت‬ ۡ ‫تٓلهآمآكسب‬

Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah
Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya
kepada-Nya kami mengikhlaskan hati (139). Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani)
mengatakan bahwa Ibrahim, Isma´il, Ishaq, Ya´qub dan anak cucunya, adalah penganut agama
Yahudi atau Nasrani?" Katakanlah: "Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah
yang lebih zalim dari pada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?"
Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan (140). Itu adalah umat yang telah
lalu; baginya apa yang diusahakannya dan bagimu apa yang kamu usahakan; dan kamu tidak
akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan (141).
Orang-orang Ahli Kitab (baik Yahudi maupun Nasrani) memperdebatkan Allah dengan Nabi dan
pengikutnya. Tidak ada yang perlu diperdebatkan, karena Allah‫ ﷻ‬adalah Tuhan Muslim, Tuhan
Yahudi dan juga Tuhan Nasrani. Orang-orang Islam menyembah dan mengagungkan Allah‫ﷻ‬,

79
samasekali tidak mengganggu orang-orang Yahudi ataupun Nasrani. Yang menjadi perbedaan
adalah kemurnian Tauhid dan cara mendekatkan diri kepada Allah‫ ﷻ‬dengan amalan-amalan yang
terdapat pada syariat masing-masing. Esensinya Allah‫ ﷻ‬itu tidak perlu diperdebatkan, Dia Maha
Esa, tiada tuhan selain Dia. Kemudian, masing-masing melakukan amal dan kelak
mempertanggungjawabkan amal-amal itu. Allah‫ ﷻ‬menyuruh kekasihNya untuk menjawab
perdebatan yang tidak bermanfaat itu pada ayat ke 139 karena orang-orang Yahudi dan Nasrani
ini hanya mencari masalah dan berusaha menggoyahkan iman orang-orang Islam.
Masing-masing pengikut agama samawi ini (Islam, Yahudi dan Nasrani) sangat menghormat Nabi
Ibrahim AS dan anak-cucunya yang mulia. Orang-orang Yahudi mengklaim bahwa Nabi Ibrahim
AS, beserta Nabi Isma´il AS, Nabi Ishak AS, dan Nabi Ya´qub AS dan anak cucunya adalah
penganut agama Yahudi. Orang-orang Nasrani juga mengklaim bahwa nabi-nabi yang mulia itu
penganut Nasrani. Sungguh aneh klaim-klaim mereka ini, nabi-nabi atau rasul-rasul tersebut lahir
sebelum agama Yahudi dan Nasrani ada. Sesungguhnya agama nabi-nabi dan rasul-rasul Allah
hanya satu, yaitu agama Islam dengan syariat yang berbeda.
Sangat jelas bahwa rasul-rasul yang disebut pada ayat ini (Nabi Ibrahim AS, Nabi Isma´il AS,
Nabi Ishak AS, dan Nabi Ya´qub AS) bukanlah pengikut syariat Nabi Musa AS, apalagi syariat
Nabi Isa AS karena keberadaan mereka ratusan atau ribuan tahun sebelum Nabi Musa AS atau
Nabi Isa AS lahir. Jadi mengatakan rasul-rasul mulia tersebut adalah pengikut Yahudi atau
pengikut Nasrani adalah kebohongan yang sangat nyata dan sekaligus pernyataan yang bodoh.
Allah‫ ﷻ‬mengukuhkan dengan firman-firmannya bahwa keberadaan rasul-rasul yang disebut dalam
ayat ini sebelum Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS. Apakah orang-orang Yahudi dan Nasrani ini
hendak menentang firman-firman Allah? Di dalam kitab-kitab mereka terdapat cerita yang sama,
apakah mereka sengaja menutup kesaksian yang terdapat dalam kitab-kitab itu? Atau, ayat-ayat
yang berkaitan di kitab mereka telah hilang?
Ayat ke 141 senada dengan ayat 134. Orang-orang Yahudi mengaku sebagai keturunan Nabi
Ibrahim AS dan anak-cucunya yang soleh. Namun, pengakuan itu samasekali tidak berguna,
karena mereka tidak mengikuti jejak Nabi Ibrahim AS. Sebagian besar dari Bani Israil ini
menentang rasul-rasul dari keturunan Nabi Ibrahim AS yang didatangkan untuk menyelamatkan
mereka. Mereka tidak mengakui Nabi Isa AS yang diutus untuk menyelamatkan mereka, bahkan
mereka kafir terhadap penghulu para nabi, yaitu Nabi Muhammad‫ﷺ‬. Tidak akan ada lagi nabi atau
rasul yang akan diutus Allah‫ ﷻ‬sehingga Bani Israil akan tersesat selamanya, kecuali mereka
mengakui Nabi Muhammad‫ ﷺ‬sebagai nabi terakhir dan mengikuti syariatnya.

Pemindahan Kiblat ke Masjidil Haram


ۡ ۡ ۡ ‫ت َٓكنوا ْ ٓعل‬ ۡ ‫اس ٓما ٓولىَٰه ۡم ٓعن ٓق‬ ٓ ُّ
ٓٓ‫شق‬ ِ ‫م‬ ‫ٱل‬ ٓ ِ ‫ّٓلل‬
ِ ‫ل‬ ‫ْۚٓق‬ ‫ا‬ ‫ه‬ ‫ي‬ ٓ ِ ‫ٱل‬ ٓ ‫م‬ ‫ه‬
ِ ِ ٓ
‫ت‬ ‫ل‬ ‫ِب‬ ٓ ِ ‫ٱنل‬ ٓ ‫ِن‬
‫م‬ ٓ ‫ء‬
ٓ ‫۞سيقول ٓٱلسفها‬
ْ ٗ ٗ ۡ َٰ ۡ َٰ ۡ ُّ َٰ َٰ ٓ ۡ ۡ ۡ
ٓ‫آتلكونوا‬ ِ ‫ ٓوكذل ِكٓ ٓجعلنكم ٓأمة ٓوسط‬١٤٢ٓ ‫يم‬ ٖ ِ‫ٓصر ِٖ ٓمستق‬ ِ ‫ب ٓيهدِيٓمنٓيشاء ٓإَِل‬ ْٓۚ ‫وٓٱلمغ ِر‬
ٓ ۡ ۡ ٗ ٓ
ٓ‫ت ٓكنت ٓعل ۡيها‬ ٓ ِ ‫اس ٓويكون ٓٱلرسولٓ ٓعل ۡيك ۡم ٓش ِهيدا هٓوما ٓجعلنآٱلقِ ۡبلةٓ ٓٱل‬ ٓ ِ ‫شهداء ٓلَع ٓٱنل‬

80
ً ۡ ‫ٓلَعٓعقب ۡيهِِٓإَونَٓكن‬ ۡ
ٓ‫تٓلكبِريةٓإَِلٓلَعٓٱَّلِينٓٓهدى‬ ِ َٰ ‫إَِلٓنلِ علمٓمنٓيتبِعٓٱلرسولٓٓمِمنٓينقل ِب‬
ٞ
ٞ ‫وفٓرح‬
ٓ ٓ١٤٣ٓ‫ِيم‬ ‫اسٓلرء‬ ٓ ِ ‫ضيعٓإِيمَٰنك ۡ ْۚمٓإِنٓٱّللٓٓٓب ِٱنل‬
ِ ‫ٱّللهٓومآَكنٓٱّللٓٓ َِل‬
ٓ
Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan
mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat
kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada
siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus" (142). Dan demikian (pula) Kami telah
menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan
Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami
mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh
(pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk
oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang kepada manusia (143).

Ayat ke 142 sampai ayat ke 150 berkaitan dengan peristiwa pemindahan kiblat dari Masjidil Aqsa
(Baitil Maqdis) ke Masjidil Haram. Pemindahan kiblat ini dijadikan peluang oleh orang-orang
Yahudi dan musyrikin untuk mengecam Rasulullah‫ ﷺ‬dan Ummat Islam serta mereka berusaha
sekuat tenaga menggoyang orang-orang yang telah beriman untuk berpaling, kembali kepada
kekafiran. Oleh karena itu, Allah‫ ﷻ‬mempersiapkan Rasulullah‫ ﷺ‬dan pengikutnya dan menyangkal
serta mementahkan cercaan dan argumentasi mereka.

Ayat ke 142 secara ringkas memberitakan kasak-kusuk, gosip ataupun cercaan yang akan
dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan musryikin ketika perintah pemindahan kiblat itu
dilakukan. Mereka ini dicap Allah‫ ﷻ‬sebagai orang-orang yang kurang berakal alias jahil atau
bodoh. Ayat ini adalah pengantar dari perintah pemindahan kiblat dan merupakan persiapan mental
bagi kaum Muslimin, bahwa mereka akan menghadapi cercaan dari golongan orang-orang bodoh
itu. Orang-orang bodoh itu akan menentang habis-habisan pemindahan kiblat itu. Dengan
pemindahan kiblat itu orang-orang Yahudi pasti kecewa karena Ummat Islam tidak lagi berkiblat
ke tempat nenek moyang mereka, tempat kebanggaan mereka. Bagi kaum musyrikin mereka
memang selalu mencari apasaja yang dapat mereka cela, dan perubahan adalah salah satunya.

Bahwa Allah‫ ﷻ‬menetapkan sesuatu berdasarkan ilmu dan hikmahNya. Semua yang ada di dunia
ini adalah milikNya. Dimanapun engkau berada, barat, timur atau arah mana pun adalah milik atau
berada dalam kekuasaanNya. Dia ‫ ﷻ‬berhak memerintahkan kepada hambaNya agar menghadapkan
wajah ke suatu arah yang ditentukanNya untuk berkomunikasi dan beribadah kepadaNya.

Bagian pertama ayat ke 143 menyatakan bahwa Ummat Islam adalah ummat yang dipilih Allah‫ﷻ‬
sebagai ummatan washatan yaitu yang menjadi penengah karena keseimbangan agama Allah‫ﷻ‬
yang dianut ummat ini, keseimbangan dunia-akhirat dan keseimbangan lahir-bathin, mengikuti
langkah Rasulullah‫ ﷺ‬sebagai rahmatan lil alamin. Ummat Islam bersama panutannya, kekasih

81
Allah, menjadi saksi atas segala perbuatan manusia di akhirat kelak. Betapa tingginya kedudukan
Ummat Islam ini di sisi Allah‫ﷻ‬. Ummat Islam di sini tentunya yang dimaksudkan adalah manusia-
manusia pilihan yang menjadi wakil ummat, yaitu orang-orang yang benar (Shiddiqien) yang
disebut pada surat al-Hadīd ayat ke 19: “Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-
Nya, mereka itu orang-orang Shiddiqien dan orang-orang yang menjadi saksi di sisi Tuhan
mereka. Bagi mereka pahala dan cahaya mereka. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan
ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-penghuni neraka.” (al-Hadīd:19)

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Sa’id (Hadits ini juga diriwayatkan al-Bukhari, at-Tirmidzi,
an-Nasa’i, dan Ibnu Majah), bahwa Rasulullah‫ ﷺ‬bersabda: “Pada Hari Kiamat kelak, Nuh AS
diseru kemudian ditanya, ‘Apakah engkau telah menyampaikan risalah?’ ‘Sudah’, jawab Nuh.
Kemudian kaumnya diseru dan ditanya, ‘Apakah Nuh telah menyampaikan risalah kepada kalian?’
Mereka pun menjawab, ‘Tidak ada pemberi peringatan dan tidak seorang pun yang datang kepada
kami.’ Setelah itu Nuh AS diseru lagi, ‘Siapakah yang dapat memberikan kesaksian untukmu?’
Jawab Nuh AS, ‘Muhammad‫ ﷺ‬dan umatnya.’ Lebih lanjut Rasulullah‫ ﷺ‬bersabda, ‘Demikian
itulah firman Allah: Dan demikian juga Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil
dan pilihan. Beliau bersabda: ‘Al-wasath berarti adil. Lalu kalian diseru dan diminta memberi
kesaksian bagi Nuh AS mengenai penyampaian risalah. Kemudian aku pun memberikan kesaksian
atas diri kalian’ ”.

Rasulullah‫ ﷺ‬dan dan Ummat Islam dapat menjadi saksi karena memiliki bukti-bukti dari setiap
hal yang dipermasalahkan atau pertikaian yang terjadi pada ummat-ummat terdahulu. Dimana
bukti-bukti itu diperoleh? Tentu saja bukti-bukti itu ada di dalam al-Qur’an. Allah‫ ﷻ‬pasti menerima
kesaksian dengan bukti-bukti yang terdapat di dalam al-Qur’an, karena bukti-bukti itu tiada lain
adalah firman-firmanNya yang pasti benar.

Bagian kedua ayat ke 143 menyatakan bahwa ketetapan kiblat yang baru (menghadap ke Masjidil
Haram atau Ka’bah) adalah ketetapan yang membebaskan Ummat Islam dari para pembonceng,
yaitu orang-orang munafik. Orang-orang munafik akan membelot karena menolak kiblat yang
baru. Mereka mengikuti barisan musuh, yaitu Yahudi dan musyrikin. Memang perintah
pemindahan kiblat itu bukan hal yang sederhana, pasti terasa sangat berat untuk mengikutinya.
Namun, orang-orang yang beriman akan mentaati perintah itu dengan lapang dada, karena mereka
yakin dengan kebaikan dan hikmah yang agung dibalik perintah itu. Petunjuk Allah ‫ ﷻ‬telah meresap
ke sanubari mereka, mereka telah dicelup dengan agama Allah (shibghatallah, lihat ayat ke 138).
Allah‫ ﷻ‬tidak akan menyia-nyiakan iman hamba-hambaNya. Dia‫ ﷻ‬akan membalas dengan balasan
yang berlipat ganda dan mendatangkan ketenangan di dalam hati hamba-hambaNya yang beriman
dan tentunya diikuti dengan melakukan amal saleh. Allah‫ ﷻ‬sungguh-sungguh Maha Pengasih dan
Maha Penyayang.

Berkaitan dengan kedua sifat Allah‫ ﷻ‬di akhir ayat 143, di dalam hadits shahih riwayat Sayyidina
Umar (HR Bukhari dan Muslim) disebutkan: “Didatangkanlah para tawanan perang kepada
Rasulullah‫ﷺ‬. Maka di antara tawanan itu terdapat seorang wanita yang susunya siap mengucur
berjalan tergesa-gesa –sehingga dia menemukan seorang anak kecil dalam kelompok tawanan itu,

82
dia segera menggendong, dan menyusuinya. Lalu Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda: Akankah kalian
melihat ibu ini mampu melemparkan anaknya ke dalam api? Kami menjawab: Tidak, dan dia tidak
akan mampu melemparkan anaknya. Lalu Nabi‫ ﷺ‬bersabda: ‘Sesungguhnya Allah lebih sayang
kepada hamba-Nya, melebihi sayangnya ibu ini kepada anaknya’ ”

ۡ ۡ ٗ ٓ ۡ ‫ىٓتقلُّبٓو‬
ِٓ ‫ج ِٓدٓٱۡلر‬
ٓ‫ام‬ ِٓ ‫ٓفٓٱلسما ٓءِِۖٓفلنو َِلنكٓق ِۡبلةٓت ۡرضىَٰها ْۚٓفو ِلٓو ۡجهكٓش ۡطرٓٱلم ۡس‬‫ك‬
ِ ِ ‫ه‬ ‫ج‬ َٰ ‫ق ۡٓدٓنر‬
ۡ ۡ ْ ْ ُّ
ُّ
ٓ‫ٱۡلق ٓمِن‬ ٓ ٓ ‫وح ۡيثٓ ٓمآكنت ۡم ٓفولوا ٓوجوهك ۡم ٓش ۡطرهٓۥهٓ ِٓإَون ٓٱَّلِينٓ ٓأوتوا ٓٱلكِتَٰبٓ َٓل ۡعلمون ٓأنه‬
ْ ۡ ْ
ٓ‫نٓأت ۡيتٓٱَّلِينٓٓأوتوآٱلكِتَٰبٓٓبِك ِلٓءاي ٖةٓمآتبِعوا‬ ٓۡ ِ ‫ٓولئ‬١٤٤ٓ‫رب ِ ِه ۡمهٓومآٱّللٓٓبِغ َٰ ِف ٍلٓعمآي ۡعملون‬
ٓ ۡ ٓ
ِٓ‫مٓم ُۢنٓب ۡعد‬
ِ ‫ق ِۡبلتكْۚٓومآأنتٓبِتاب ِ ٖعٓق ِۡبلته ۡ ْۚمٓومآب ۡعضهمٓبِتاب ِ ٖعٓق ِۡبلةٓب ۡع ٖضٓولئ ِ ِنٓٱتب ۡعتٓٓأٓهواءه‬
ٗ ۡ ۡ ٓ
َٰ
ٓ ٓ١٤٥ٓٓ‫مآجاءكٓمِنٓٱلعِل ِٓمٓإِنكٓٓإ ِذآل ِمنٓٱلظل ِ ِمني‬
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan
memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.
Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-
orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa
berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah
dari apa yang mereka kerjakan (144). Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-
orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan),
mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamupun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan
sebahagian merekapun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang lain. Dan sesungguhnya jika
kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu -- kalau
begitu -- termasuk golongan orang-orang yang zalim (145).

Sewaktu di Makkah Rasulullah‫ ﷺ‬shalat menghadap ke Baituil Maqdis. Namun, beberapa riwayat
mengatakan bahwa beliau ‫ ﷺ‬juga secara bersamaan menghadap ke Ka’bah, dengan cara shalat di
selatan Ka’bah, yakni beliau‫ ﷺ‬shalat di antara dua rukun, dengan posisi Ka’bah berada
dihadapannya, untuk menghadap Baitul Maqdis dan Ka’bah sekaligus. Ketika beliau‫ ﷺ‬hijrah ke
Madinah, kiblat shalat tetap ke Baitul Maqdis. Tentunya beliau tidak dapat menghadap ke Baitul
Maqdis dan Ka’bah sekaligus, karena Ka’bah ada di selatan Madinah dan Baitul Maqdis di utara
Madinah. Ayat ke 144 mengindikasikan Rasulullah‫ ﷺ‬menginginkan kiblat itu ke Ka’bah, beliau‫ﷺ‬
“menengadah ke langit” atau berdoa untuk itu.

Ibnu Abbas (melalui Ali bin Abi Thalhah) mengatakan bahwa ketika Rasulullah‫ ﷺ‬hijrah ke
Madinah, Allah Ta’ala memerintahkannya untuk menghadap ke Baitul Maqdis. Tentu orang-orang
Yahudi gembira. Maka beliau‫ ﷺ‬pun menghadap ke Baitul Maqdis selama kurang lebih belasan
bulan. Rasulullah‫ ﷺ‬menginginkan kiblat menghadap Maqam Nabi Ibrahim AS (Ka’bah). Beliau
sering berdoa, menengadahkan wajahnya ke langit, kepada Allah Ta’ala, maka Allah‫ ﷻ‬pun

83
menurunkan firman-Nya: ‫( فَ َو ِل َوجۡ َهكَ ش َۡط َر ۡٱل َم ۡس ِج ِد ۡٱل َح َر ِام‬maka palingkanlah wajahmu ke arahnya.),
yaitu ayat ke 144. Artinya, Allah mengabulkan permohonan Rasulullah‫ﷺ‬.

Ayat ke 144 adalah ketetapan kiblat baru, yaitu Masjidil Haram. Dari manapun seorang Muslim
berada, ketika hendak menghadap Allah‫( ﷻ‬shalat) maka wajahnya dihadapkan ke Masjidil Haram.
Rasulullah‫ﷺ‬, walaupun tidak disukai oleh orang-orang Ahli Kitab, bahkan dibenci oleh orang-
orang Yahudi karena mereka dengki, tetapi tetap dipercayai. Jadi, walaupun orang-orang Yahudi
itu mencela perubahan kiblat itu, mereka sesungguhnya percaya bahwa pemindahan kiblat itu
adalah perintah Allah‫ﷻ‬, sebagaimana termaktub dalam firman Allah‫ ﷻ‬pada ayat ke 144. Ini juga
bermakma bahwa orang-orang Yahudi mengetahui dari kitab mereka bahwa salah satu ciri rasul
yang mereka tunggu-tunggu itu adalah memindahkan kiblat dari Baitul Maqdis ke Masjidil Haram,
mengikuti perintah Allah ‫ﷻ‬. Namun, mereka justru mendustakannya!

Ayat ke 145 memberikan informasi bahwa betapa kerasnya hati orang-orang Yahudi itu. Walaupun
pemindahan kiblat itu adalah perintah Allah‫ ﷻ‬mereka tetap akan menolak, dengan bukti apapun
mereka akan tetap menolak. Mereka menolaknya karena mereka kufur, menolak hanya karena
keinginan menolak, akibat busuknya hati mereka. Kebenaran apapun yang datang dari Rasulullah ‫ﷺ‬
akan mereka tolak. Dengan demikian, tidak perlu menggubris celoteh dan celaan orang-orang
Yahudi. Masing-masing ummat mengikuti kiblatnya dan Ummat Islam mengikuti kiblat yang
ditetapkan Allah‫ﷻ‬. Bagian akhir ayat ke 145 adalah amaran atau peringatan kepada orang-orang
yang beriman untuk tidak sekali-kali mengikuti selera para Ahli Kitab, mereka telah menyimpang
dari ajaran Allah‫ ﷻ‬karena mengikuti hawa nafsu. Jika orang-orang beriman mengikuti keinginan
para Ahli Kitab, maka mereka akan tersesat sebagaimana Ahli Kitab itu tersesat dan jika ini terjadi,
maka tindakan tersebut adalah tindakan yang zalim.

ۡ ۡ ۡ ٗ ٓ ۡ
ٓٓ‫ٱَّلِينٓ ٓءات ۡينَٰهم ٓٱلكِتَٰبٓ ٓي ۡع ِرفونهٓۥ ٓكمآي ۡع ِرفون ٓأ ۡبناءه ۡم ِٓإَون ٓف ِريقآمِنه ۡم َٓلكتمون ٓٱۡلق‬
ۡ ‫قٓمِنٓربكٓفَلٓتكوننٓمِنٓٱلۡم‬ ۡ
ُّ ‫ٱۡل‬ ۡ ‫وه ۡمٓي‬
ٓ ٓ١٤٧ٓٓ‫َتين‬ ِ ‫م‬ ِ ٓ ٓ١٤٦ٓ‫ون‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ع‬
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal
Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian
diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui (146). Kebenaran itu
adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu (147).

Ayat 146 mengungkapkan bahwa Ahli Kitab, khususnya orang-orang Yahudi di Madinah, yang
hidup bersama dengan Rasulullah‫ ﷺ‬di Madinah, mengenal beliau‫ ﷺ‬layaknya seperti mereka
mengenal anak-anak mereka. Artinya, orang-orang Yahudi ini sesungguhnya tahu, setelah mereka
hidup bersama dengan Rasulullah‫ ﷺ‬beberapa lama, bahwa Rasulullah‫ ﷺ‬ini adalah rasul yang
mereka tunggu-tunggu, karena sifat-sifatnya sesuai dengan sifat-sifat yang digambarkan di Kitab
Taurat dan peristiwa-peristiwa yang beliau alami, termasuk pemindahan kiblat ke Masjidil Haram
juga termaktub di Kitab Taurat. Karena dengki sajalah yang menyebabkan orang-orang yang
mengetahui isi Kitab Taurat ini menyembunyikan ayat-ayat suci yang memuat sifat-sifat
Rasulullah‫ ﷺ‬serta peristiwa-peristiwa penting yang terkait, seolah-oleh ayat-ayat suci yang
84
menjadi petunjuk itu tidak ada. Sungguh mereka telah menyembunyikan informasi yang sangat
berguna untuk mereka sendiri. Tidak ada yang mereka tipu, kecuali diri mereka sendiri. Alangkah
ruginya orang-orang Yahudi ini. Mereka dengan sadar merencanakan tempat di neraka.

Ayat ke 147 mengungkapkan hukum universal tentang kebenaran. Bahwa kebenaran itu adalah
milik Allah‫ ﷻ‬dan setiap kebenaran memiliki bukti yang kuat, yang tidak dapat dibantah, kecuali
oleh orang-orang yang hatinya tidak dapat ditembus kebenaran. Kebenaran membawa petunjuk ke
jalan yang lurus, jalan yang diridhahi oleh Allah‫ﷻ‬. Oleh karena itu, janganlah ragu-ragu untuk
mengambil kebenaran dan petunjuk yang terkadung di dalamnya. Bila dikaitkan dengan perintah
tentang kiblat ke Masjidil Haram, maka perintah itu adalah kebenaran, berasal dari Allah ‫ﷻ‬,
diturunkan kepada kepada yang benar, yaitu Rasulullah‫ﷻ‬, yang jika ditaati akan mendapatkan
rahmat dan pahala yang berlimpah dariNya. Sebaliknya, jika kebenaran itu didustakan, maka yang
mendustakannya telah berada di jalan yang sesat.

ً ۡ ْ ۡ ۡ ۡ ْ ۡ ٓ‫ِك ٓو ۡجه ٌة ٓهو ٓمو َِلها ٓف‬


ٓٓ‫ت ٓبِكم ٓٱّللٓ َٓجِيعا ْۚٓإِن ٓٱّلل‬ ِ ‫ت ٓأين ٓمآتكونوا ٓيأ‬ َٰ
ِٓ ‫وا ٓٱۡلي ٓر‬ٓ ‫ٱستبِق‬ ِ ٖٓ ‫ول‬
ۡ ۡ ۡ ‫ِنٓح ۡيثٓخر ۡجتٓفولٓو ۡجهكٓش ۡطرٓٱلۡم‬
ٓ‫امِِۖٓإَونهٓۥٓللح ُّق‬ ِٓ ‫ج ِٓدٓٱۡلر‬
ِ ‫س‬ ِ ٓۡ ‫ٓوم‬١٤٨ٓ‫ِير‬
ٞ ‫َٓش ٖءٓقد‬ۡ ‫لَعٓك‬
ِ َٰ
ٓ‫ج ِٓد‬ ‫س‬ ۡ ‫ِنٓح ۡيثٓخر ۡجتٓفولٓو ۡجهكٓش ۡطرٓٱلۡم‬ ٓۡ ‫ٓوم‬١٤٩ٓ‫مِنٓربِكهٓومآٱّللٓٓبِغَٰفِ ٍلٓعمآت ۡعملون‬
ِ ِ
ٌ ۡ ۡ ۡ ۡ ْ ُّ ۡ ۡ ۡ
ٓ‫اس ٓعليكم ٓحجة ٓإَِل‬ ِ ‫ام ٓوحيث ٓمآكنتم ٓفولوا ٓوجوهكم ٓشطرهٓۥ ِٓلِ َل ٓيكون ٓل ِلن‬ ِ
ٓ ‫ٱۡلر‬
ۡ ۡ ۡ ْ
ٓ ٓ١٥٠ٓ‫تٓعل ۡيك ۡمٓولعلك ۡمٓت ۡهتدون‬ ٓ ِ ‫ يٓو ِۡلت ِمٓن ِۡٓعم‬
ٓ ِ ‫ٱَّلِينٓٓظلموآمِنه ۡمٓفَلَّٓتش ۡوه ۡمٓوٓٱخش ۡو‬
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-
lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan
kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (148).
Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram,
sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali
tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan (149). Dan dari mana saja kamu (keluar), maka
palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka
palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-
orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah
kepada-Ku (saja). Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat
petunjuk (150).

Masing-masing ummat ada kiblatnya. Jadi urusan kiblat yang dipertikaikan oleh orang-orang
Yahudi dan musyrik itu tidak perlu digubris. Kiblat Ummat Islam ke Masjidil Haram itu adalah
ketentuan Allah‫ﷻ‬, jika orang-orang bodoh itu “mengonggong” biarkan saja, karena ada yang lebih
penting untuk diperhatikan setelah kiblat itu ditetapkan. Ayat ke 148 mengungkapkan bahwa yang
lebih penting adalah menghadap Allah‫ﷻ‬, beribadah kepadaNya dan berlomba-lomba dalam
melakukan perbuat baik, yaitu selalu meningkatkan kuantitas dan kualitas perbuatan baik sebagai

85
bekal menghadap Allah‫ ﷻ‬di akhirat kelak. Ingatlah bahwa setiap insan harus
mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya di dunia ketika berhadapan dengan Allah ‫ ﷻ‬di
mahkamahNya kelak.

Ayat ke 149 menegaskan perintah Allah‫ ﷻ‬untuk menghadap ke Masjidil Haram dimana saja
seorang beriman berada ketika ingin menghadap Allah‫ﷻ‬, khususnya ketika mendirikan shalat. Jadi
setiap orang beriman berkewajiban mencari kiblat dan mendirikan shalatnya menghadap kiblat itu,
yaitu ke arah Masjidi Haram. Kiblat (menghadap Masjidil Haram) adalah ketentuan dari Allah ‫ﷻ‬
bagi orang beriman yang ingin mendirikan shalat. Kiblat adalah simbol persatuan orang-orang
beriman. Orang-orang beriman berkewajiban menjaga persatuan itu dan memupuk persatuan
dengan berlomba-lomba untuk melakukan perbuatan baik yang diridhahiNya. Bahwa, Dia‫ ﷻ‬tidak
pernah lengah dari apa saja yang dilakukan hamba-hambaNya.

Ayat ke 150 kembali menegaskan kiblat itu. Pengulangan dengan bunyi yang berbeda adalah
penegasan yang kuat terhadap ketetapan kiblat itu dan hal-hal yang tidak penting terkait
dengannya, seperti issu-issu yang mengecohkan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi, Nasrani
dan musyrik tidak perlu digubris. Taati saja perintah Allah ‫ ﷻ‬itu, karena ada kebaikan yang
berlimpah terdapat di dalamnya. Ketetapan kiblat itu tak dapat digangu-gugat oleh siapun sampai
hari Kiamat. Hanya mereka yang jahil alias bodoh saja yang menggugat ketentuan kiblat dari
Allah‫ﷻ‬. Sebenarnya mereka tidak ada urusan dengan kiblat, hanya kedengkian saja yang membuat
mereka mengingkari kiblat itu. Tidak perlu takut berhadapan dengan orang-orang jahil itu. Yang
perlu ditakuti hanya Allah‫ ﷻ‬dan orang-orang jahil itu sesungguhnya takut dengan orang-orang
yang takut kepada Allah‫ﷻ‬.

Ketaatan kepada perintah Allah akan membawa berkah, karena Dia ‫ ﷻ‬akan melimpahkan
nikmatNya dan selalu memberi petunjuk, membimbing yang taat kepadaNya ke jalan yang lurus
yang diridhahiNya.

Zikir dan Syukur


ۡ ْ ۡ ٗ ۡ ٓ
ٓٓ‫كمٓا ٓأ ۡرسلنآفِيك ۡم ٓرسوَل ٓمِنك ۡم ٓيتلوا ٓعل ۡيك ۡم ٓءاتَٰيَٰتِنآويزك ِيك ۡم ٓويعل ِمكم ٓٱلكِتَٰب‬
ْ ۡ ۡ ۡ ۡ ٓ ۡ ۡ ْ ۡ ۡ ۡ
ٓ‫وا ٓ َِل ٓوَل‬ٓ ‫و ي ٓأذكركم ٓوٓٱشكر‬
ٓ ِ ‫ ٓفٱذكر‬١٥١ٓ ‫وٓٱۡل ِكمةٓ ٓويعل ِمكم ٓما ٓلم ٓتكونوا ٓتعلمون‬
ۡ
ٓ ٓ١٥٢ٓ‫ون‬
ِ ‫تكفر‬
Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus
kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan
kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa
yang belum kamu ketahui (151). Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula)
kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku (152).

86
Ketetapan kiblat menghadap ke Masjidi Haram sebagaimana yang telah disampaikan pada ayat-
ayat sebelumnya merupakan nikmat yang besar yang dianugerahkan Allah ‫ ﷻ‬kepada rasulNya dan
tentunya kepada seluruh Ummat Islam sampai akhir zaman. Sebelumnya, nikmat yang lebih besar
lagi telah Allah‫ ﷻ‬karuniakan kepada manusia, dengan mengabulkan doa Nabi Ibrahim AS yang
direkam pada ayat ke 129. Ayat ke 151 adalah pewujudan doa Nabi Ibrahim AS tersebut, yaitu
Dia‫ ﷻ‬mengutus rasulNya yang terakhir, Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, menurunkan wahyu yang sempurna
kepadanya yang dengan wahyu itu. Kekasih Allah itu membacakan seluruh wahyu yang
diturunkan kepada ummatnya, mensucikan ummatnya dari kemusyrikan dan kejahilan dan
mengajarkan mereka apa yang dibacakannya, yaitu al-Kitab atau al-Quran dan menjelaskannya al-
Qur’an itu dengan al-Hikmah (Sunnah beliau‫)ﷺ‬. Rasulullah‫ ﷺ‬mengajarkan ummatnya, khususnya
kepada pengikut beliau‫ ﷺ‬yang hidup bersama beliau‫ ﷺ‬sesuatu yang mereka belum ketahui, yakni
berbagai macam ilmu yang membimbing mereka ke jalan yang lurus dan menjaga mereka dari
penyimpangan yang dapat memesongkan jalan lurus itu.

Nikmat yang dianugerahkan Allah ‫ ﷻ‬kepada manusia sungguh sangat besar, tidak terhingga.
Nikmat itu terus tercurahkan jika manusia berzikir dan bersyukur kepadaNya. Dengan berzikir hati
menjadi tenteram (ar-Ra’du:28) dan diri menjadi dekat kepada Allah‫ﷻ‬. Dengan bersyukur nikmat
akan bertambah (Ibrahim:7).

Berkaitan dengan ayat ke 152, Ibnu Abbas mengatakan, nikmat tersebut adalah nikmat Allah‫ﷻ‬
yang berupa diutusnya Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. Oleh karena itu, Allah Ta’ala menghimbau kepada
orang-orang yang beriman untuk mengakui nikmat tersebut dan menyambutnya dengan mengingat
dan bersyukur kepada-Nya. Dia pun berfirman: ‫ون‬ ۡ ‫“( فَ ۡٱذ ُك ُرونِي أ َ ۡذ ُك ۡر ُكمۡ َو‬Karena itu,
ِ ‫ٱش ُك ُروا لِي َو ََل ت َۡكفُ ُر‬
ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku akan mengingatmu juga. Dan bersyukurlah kepada-Ku,
dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku.”).

Zikir kepada Allah‫ ﷻ‬akan membawa kedekatan kepadaNya. Imam Ahmad meriwayatkan dari
Anas bin Malik, katanya, Rasulullah‫ ﷺ‬bersabda: “Allah‫ ﷻ‬telah berfirman, ‘Hai anak Adam, jika
kamu mengingat-Ku dalam dirimu, niscaya Aku akan mengingatmu dalam diri-Ku. Dan jika kamu
mengingat-Ku di tengah kumpulan (manusia), niscaya Aku akan mengingatmu di tengah
kumpulan para malaikat. Atau Dia menuturkan, di tengah kumpulan yang lebih baik darinya dan
jika kamu mendekat kepada-Ku satu jengkal, niscaya Aku akan mendekat kepadamu satu hasta.
Dan jika kamu mendekat kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekat kepadamu satu depa.
Dan jika kamu mendatangi-Ku dengan berjalan kaki, niscaya Aku akan mendatangimu dengan
berlari kecil.’ ”

Sabar dan Shalat


ْ َٰ َٰ ۡ ‫وا ْٓٓبٱلص‬ ۡ ْٓ ‫يأ ُّيها ٓٱَّلِينٓ ٓءامنوا‬
ٓ‫ ٓوَلٓ ٓتقولوا ٓل ِمن‬١٥٣ٓ ٓ‫َبين‬
ِِ ‫ٱلص‬ ٓ ‫ع‬ ‫م‬ ٓ ‫ٱّلل‬
ٓ ٓ ‫ن‬ِ ‫إ‬ ٓ ِ ٓ
‫ة‬‫و‬ ‫ل‬ ‫ٱلص‬‫و‬
ٓ ٓ ٓ
‫َب‬
ِ ِ ٓ ‫ين‬‫ع‬ِ ‫ت‬‫ٱس‬ َٰٓ
ۡ ٓ ۡ ۡ ُۢ ۡ
ٓ‫ف‬ ۡ
ٓ ِ ‫َشءٖٓمِنٓٱۡلو‬ۡ ِ ‫ٓونل ۡبلونكمٓب‬١٥٤ٓ‫كنَٓلٓت ۡشعرون‬ ِ َٰ ‫ٓول‬ٞ‫تْۚٓبلٓأحياء‬ ۚ َٰ ‫ٱّللِٓأمو‬
ٓ ٓ‫يل‬ ‫ي‬‫ٓس‬‫ٓف‬ِ ‫ل‬ ‫ت‬‫ق‬
ۡ
‫ي‬
ِ ِ

87
ۡ َٰ ٓ َٰ َٰ
ۡ
َٰ ۡ ۡ ۡ ِ ۡ
ٓ‫ ٓٱَّلِينٓ ٓإِذا ٓأصبتهم‬١٥٥ٓ ٓ‫َبين‬ ِ ِ ‫ش ٓٱلص‬
ِ ِ ‫ت ٓو ب‬
ِٓ ‫س ٓوٓٱثلمر‬ ٓ ِ ‫وع ٓونق ٖص ٓمِن ٓٱۡلمو ِٓل ٓوٓٱۡلنف‬ ٓ ‫وٓٱۡل‬
ٞ ۡ ٞ ٓ ْ ٞ ُّ
ٓ‫ٓأ ْو َٰٓلئِكٓٓعل ۡي ِه ۡمٓصلوَٰتٓمِنٓرب ِ ِه ۡمٓورَحةٓوأ ْو َٰٓلئِك‬١٥٦ٓ‫جعون‬ َِٰ ‫صيبةٓقال ٓوآإِنآ ِّللِِٓإَونآإَِلۡهِٓر‬ِ ‫م‬
ۡ
ٓ ٓ١٥٧ٓٓ‫همٓٱلم ۡهتدون‬
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar (153). Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-
orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup,
tetapi kamu tidak menyadarinya (154) Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar (155) (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa
musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji´uun" (156). Mereka itulah
yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk (157).

Shalat dan sabar sebagai penolong yang disebut pada ayat ke 153 adalah penegasan dari ayat ke
45. Sabar dan shalat adalah penolong yang efektif dalam melaksanakan perjuangan mencari ridha
Allah‫ﷻ‬. Di dalam perjuangan, banyak tantangan atau cabaran akan dihadapi. Sabar adalah cara
yang efektif dalam mewujudkan tujuan perjuangan sedangkan shalat adalah upaya untuk
mendekatkan diri dan berdoa kepada Allah‫ﷻ‬. Allah‫ ﷻ‬pasti membantu perjuangan hambaNya yang
tulus dan bertakwa kepadaNya. Silahkan baca tafsir ayat ke 45 surah al-Baqarah yang menjelaskan
lebih rinci. Ayat ke 153 menambahkan bahwa “Allah beserta orang-orang yang sabar” yang
maknanya cukup cukup jelas, mereka berada pada jalan yang diridhohiNya.

Ayat ke 154 berkaitan dengan perolehan orang yang berjuang di jalan Allah dan gugur dalam
perjuangan itu. Di ayat ini Allah‫ ﷻ‬mengungkapkan bahwa di kehidupan lain, yakni di alam barzah,
orang yang berjuang di jalan Allah (fī sabilillah) mendapatkan rezeki dari Allah‫ﷻ‬. Ayat ini secara
jelas mengatakan bahwa mereka hidup. Jadi kematian hanyalah interface untuk memasuki
kehidupan lain, di alam lain yang tidak fisikal, yaitu alam barzah. Keadaan kehidupan seseorang
di alam barzah bergantung dari perbuatannya di dunia. Jika dia seorang yang beriman dan beramal
soleh maka kehidupannya di alam barzah akan bahagia, sebaliknya orang-orang kafir, fasik dan
musryik akan mengalami kesengsaraan yang dahsyat. Ingatlah akan kehidupan di alam barzah ini,
tidak ada syafaat di alam barzah, karena syafaat hanya ada di akhirat.

Ayat ke 155 menegaskan pentingnya sabar dalam menghadapi cobaan hidup di dunia. Cobaan
kehidupan di dunia, dalam berbagai macam bentuknya seperti yang diungkapkan pada ayat ke 155
adalah sudah menjadi ketetapan Allah‫ﷻ‬. Cobaan adalah sarana yang digunakan Allah‫ ﷻ‬untuk
menilai kualitas keimanan seseorang. Semakin tinggi keimanan seseorang, maka cobaannya pun
semakin berat. Perhatikan firman Allah pada surah al-Ankabūt ayat ke 2 dan 3 berikut itu.

88
ۡ ْ ْ ۡ
ٓ‫ٓولق ۡٓدٓفتنآٱَّلِينٓٓمِنٓق ۡبل ِ ِه ۡم‬٢ٓ‫ٓأحسِبٓٱنلاسٓٓأنٓيَتك ٓوآأنٓيقول ٓوآءامنآوه ۡمَٓلٓيفتنون‬
ۡ ْ
ٓ ٓ٣ٓٓ‫فلي ۡعلمنٓٱّللٓٓٱَّلِينٓٓصدقوآوَٓل ۡعلمنٓٱلكَٰذِبِني‬
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman",
sedang mereka tidak diuji lagi (2). Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang
sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (3). [Al-Ankabūt:2-3]

Dalam menghadapi cobaan Allah, ayat ke 155 juga mengindikasikan solusi yang efektif, yaitu
sabar. Ada berbagai macam cobaan yang tentunya harus dihadapi juga dengan sabar. Silahkan
baca tafsir ayat ke 45 yang menjelaskan tipe sabar dan cobaan yang dihadapi.

Akhir ayat ke 155 memberikan kabar gembira buat orang-orang yang sabar, yaitu pahala
berlimpah, naik derajat kemanusiaan karena telah lulus dalam cobaan, dan tentunya sorga telah
menunggu. Ayat ke 156 adalah ucapan yang seyogyanya dituturkan ketika musibah (salah satu
bentuk cobaan) datang, yaitu "Inna lillaahi wa innaa ilaihi rāji´uun". Ucapan yang artinya
"Sesungguhnya kita ini milik Allah, dan sesungguhnya kita semua akan kembali kepadaNya".
Ucapan ini adalah ungkapan iman dan tawakkal kepada Allah‫ﷻ‬. Ucapan ini sangat agung dan akan
mendapatkan balasan yang agung juga. Dalam suatu hadist diriwayatkan bahwa Ummu Salamah
mengatakan: aku pernah mendengar Rasulullah‫ ﷺ‬bersabda: “Tidaklah seorang hamba ditimpa
musibah, lalu ia mengucapkan: innaa lillahi wa innaa ilaihi rāji’un. Ya Allah, berikanlah pahala
dalam musibahku ini dan berikanlah ganti kepadaku yang lebih baik darinya; melainkan Allah ‫ﷻ‬
akan memberikan pahala kepadanya dalam musibah itu dan memberikan ganti kepadanya dengan
yang lebih baik darinya.” Kata Ummu Salamah, ketika Abu Salamah meninggal, maka aku
mengucapkan apa yang diperintahkan Rasulullah kepadaku, maka Allah Ta’ala memberikan ganti
kepadaku yang lebih baik dari Abu Salamah, yaitu Rasulullah A. (HR. Muslim).

Ayat ke 156 mengungkapkan perolehan orang yang sabar dalam menghadapi cobaan, yaitu tiga
macam kehebatan. Pertama berkah dari Allah‫ﷻ‬, kedua rahmatNya dan ketiga hidayahNya. Luar
biasa hadiah untuk orang-orang yang sabar itu.

Shafā dan Marwah adalah Syiar Allah


ۡ ۡ ٓ ۡ
ٓ‫ٱّللِٓفم ۡنٓحجٓٱِل ۡيتٓٓأوِٓٱعتمرٓٓفَلٓجناحٓعل ۡيهِٓأنٓيطوف‬
ٓ ٓ‫۞إِنٓٱلصفآوٓٱلم ۡروةٓٓمِنٓشعائ ِ ِر‬
ٗ ۡ ‫بهما ْۚٓومنٓتطوعٓخ‬
ٌ ‫ريآفإنٓٱّللٓٓشاك ٌِرٓعل‬
ٓ ٓ١٥٨ٓ‫ِيم‬ ِ ِِ
Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi´ar Allah. Maka barangsiapa yang
beribadah haji ke Baitullah atau ber´umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa´i
antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati,
maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui (158).

89
Ayat ke 158 ini memberitakan tentang salah satu rukun haji dan umrah, yaitu sa’i. Sa’i adalah
berlari-lari kecil dari bukit Shafā ke Bukit Marwa, dilakukan sebanyak tujuh kali, mengikuti
perbuatan yang dilakukan oleh Siti Hajar berlari-lari kecil dari kedua bukit itu sebanyak tujuh kali
ketika memohon air kepada Allah‫ ﷻ‬untuk anaknya (Nabi Ismail AS) yang masih bayi dan untuk
dirinya. Setelah tujuh kali berlari-lari kecil dari bukit Shafā dan Marwah, tiba-tiba muncul air
disekitar kaki bayi Ismail AS, yaitu air Zamzam. Allah‫ ﷻ‬menjadikan Shafā dan Marwa sebagai
salah satu syiarNya sehingga melaksanakan sa’i yang berarti suatu perbuatan kebajikan, yang jika
dilakukan dengan baik dan ikhlas, maka Allah ‫ ﷻ‬akan membalasnya dengan limpahan pahala dan
keberkahan dariNya. Pada prinsipnya menjalankan semua kebajikan dengan penuh ikhlas akan
mendapatkan balasan kebaikan yang berlipat ganda dariNya.

Laknat Allah untuk Penyembunyi Wahyu


ۡ ۡ َٰ ۡ ۡ ۡ ٓ ۡ
ٓ‫ب‬ َٰ
ِٓ ‫ٓف ٓٱلكِت‬ ِ ‫اس‬ َٰ ُۢ
ِ ‫ى ٓ ِمن ٓبع ِد ٓمآبينه ٓل ِلن‬
ٓ ‫ت ٓوٓٱلهد‬ َٰ
ِٓ ‫إِنٓ ٓٱَّلِينٓ ٓيكتمون ٓما ٓأنزنلآمِن ٓٱِليِن‬
ْ ْ ْ ۡ ۡ
ٓ‫ ٓإَِلٓ ٓٱَّلِينٓ ٓتابوا ٓوأ ۡصلحوا ٓوبينوا ٓفأ ْو َٰٓلئِك ٓأتوب‬١٥٩ٓ ٓ‫أ ْو َٰٓلئِك ٓيلعنهم ٓٱّللٓ ٓويلعنهم ٓٱللَٰعِنون‬
ٓ ٓ١٦٠ٓٓ‫عل ۡي ِه ۡمٓوأنآٱتلوابٓٓٱلرحِيم‬
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa
keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia
dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat
melaknati (159), kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan
(kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha
Menerima taubat lagi Maha Penyayang (160).

Menyembunyikan kebenaran adalah dosa yang besar dan menyembunyikan ayat-ayat Allah‫ ﷻ‬yang
diketahui untuk disampaikan kepada manusia agar mereka mendapatkan petunjuk adalah dosa
yang lebih besar lagi dan mereka yang melakukannya dikutuk atau dilaknat Allah ‫ ﷻ‬dan juga
dikutuk oleh semua mahluk. Ini adalah peringatan keras bagi orang-orang yang menyembunyikan
ayat-ayat Allah‫ﷻ‬. Bagaimana ayat-ayat itu disembuyikan? Pertama ayat tersebut ditutupi dan
tidak disampaikan kepada khalayak, kedua ayat itu ditakwilkan sedemikian rupa sehingga makna
ayat itu berubah atau bahkan bertentang dengan maksud ayat.

Ayat ini berkaitan dengan prilaku para ulama atau rabbi Yahudi yang mengaburkan dan menutupi
ayat-ayat dlam Al-Kitab (Taurat) yang berkaitan dengan sifat-sifat Rasulullah‫ ﷺ‬sehingga
Rasulullah‫ ﷺ‬diingkari dan disangkal sebagai seorang rasul yang mereka tunggu-tunggu. Kesalahan
yang dilakukan oleh ulama-ulama Yahudi ini sangat fatal, karena mereka menjadi kufur dan
menyesatkan banyak manusia sampai hari akhir nanti.

90
Ayat ini juga menjadi peringatan keras yang berlaku umum kepada siapa saja yang suka
mentakwilkan ayat-ayat suci (termasuk ayat-ayat al-Qur’an) untuk mengaburkan maksud
sesungguhnya dari ayat itu.

Walaupun kesalahan menyembunyikan ayat-ayat dari kitab suci yang diturunkan Allah‫ ﷻ‬sangat
berat, tetapi Allah‫ ﷻ‬tetap memberikan kesempatan untuk mereka yang melakukannya bertobat dan
tobat yang sesungguhnya, yakni benar-bebar menyesal telah melakukan perbuat durjana itu, lalu
berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut dan kemudian melakukan perbaikan. Perbaikan
dapat dilakukan dengan cara mengoreksi tindakan yang salah sebelumnya dan beramal soleh.

ۡ ۡ ٌ ‫إنٓٓٱَّلِينٓٓكفروآْوماتوآْوه ۡمٓكف‬
ٓٓ١٦١ٓ‫اسٓأَج ِعني‬
ٓ ِ ‫لئِكةِٓوٓٱنل‬ ٓ ٓ‫ارٓأ ْو َٰٓلئِكٓعل ۡي ِه ۡمٓل ۡعنة‬
َٰٓ ‫ٱّللِٓوٓٱلم‬ ِ
ۡ ۡ ۡ
ٓ ١٦٢ٓ‫خ َٰ ِِلِينٓفِيهآَلَٓيففٓعنهمٓٱلعذابٓٓوَلٓهمٓينظرون‬
Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat
laknat Allah, para Malaikat dan manusia seluruhnya (161). Mereka kekal di dalam laknat itu;
tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh (162).
Kafir dalam ayat ini adalah kafir karena menolak setelah informasi atau ilmu yang jelas datang
kepada mereka, atau dengan kata lain adalah kafir karena menolak kebenaran setelah kebenaran
itu datang kepada mereka. Sebagai contoh kafirnya orang-orang Yahudi. Mereka mengetahui
bahwa Rasulullah‫ ﷺ‬itu adalah rasul yang mereka tunggu-tunggu, tetapi mereka mengingkarinya
dan bahkan memusuhinya. Demikian pula orang-orang musyrik Mekkah yang telah menyaksikan
bukti-bukti nyata kerasulan Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, mereka tetap mengingkari, bahkan memusuhi
beliau‫ﷺ‬. Mereka ini, jika mati dalam keadaan kafir, dilaknat Allah‫ﷻ‬, dilaknat malaikat dan juga
dilaknat seluruh manusia. Mereka akan sengsara di alam barzah dan lebih sengsara lagi di akhirat
karena masuk neraka, mendapat siksa yang sangat berat yang samasekali tidak ada keringanan,
dan mereka kekal tinggal di dalam neraka.

Prinsip Tauhid dan Tanda-Tanda WilayahNya


ۡ ۡ ٓ ٞ
ٓ‫ۡرض‬
ٓ ِ ‫ت ٓوٓٱۡل‬ ِٓ َٰ ‫ ٓإِنٓ ٓ ِف ٓخل ِق ٓٱلسمَٰو‬١٦٣ٓ ٓ‫ ٓوَٰحِد َٓل ٓإِلَٰهٓ ٓإَِل ٓهو ٓٱلر ۡحمَٰنٓ ٓٱلرحِيم‬ٞ‫ِإَولَٰهك ۡٓم ٓإِلَٰه‬
ٓ
ٓ‫ح ِٓر ٓبِمآينفع ٓٱنلاسٓ ٓوما ٓأنزل ٓٱّللٓ ٓمِن‬ ۡ ‫ت َٓتۡريٓف ٓ ۡٱِل‬ ٓ ‫ٱل‬ ٓ ٓ
‫ك‬
ۡ ۡ
‫ل‬ ‫ف‬ ‫ٱل‬ ‫و‬
ٓ ٓ ٓ
‫ار‬ ‫ه‬ ‫ٱنل‬‫و‬
ٓ ٓ ٓ
‫ل‬ ۡ‫ف ٓٱَل‬ ٓ
ۡ
َٰ ‫ٱختِل‬ٓ‫و‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ‫ٱلسمآءِٓ ٓمِن ٓمآء ٓفأ‬
َٰ
ِٓٓ‫ٱلرتَٰيح‬
ِ ٓ ‫يف‬
ِ ‫ِص‬
ِ ‫ت‬‫ٓو‬ ‫ة‬
ٖ ‫ٓاب‬‫ٓد‬ ‫ٓك‬
ِ ‫ِن‬‫م‬ ٓ ‫ا‬ ‫ِيه‬ ‫ف‬ ٓ ‫ث‬ ‫ب‬ ‫ٓو‬ ‫ا‬ ‫ِه‬ ‫ت‬ ‫و‬ ‫ٓم‬ ‫د‬ ‫ع‬ ‫ب‬ ٓ ‫ۡرض‬
ٓ ‫ٱۡل‬ ٓ ِ ‫ه‬ِ ‫ب‬ ٓ ‫ا‬ ‫ي‬ ‫ح‬ ٖ
ۡ ٓ ۡ ۡ
ٓ ٓ١٦٤ٓ‫تٓل ِق ۡو ٖمٓي ۡع ِقلون‬ ٖ َٰ ‫ٓأَلتَٰي‬ٓ ٓ
‫ۡرض‬
ِ ‫ٱۡل‬ ‫و‬
ٓ ِٓ ‫ء‬
ٓ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ٱلس‬ ٓ‫ني‬ ‫ب‬ ٓٓ
‫ر‬
ِ ‫خ‬ ‫س‬ ‫م‬ ‫ابٓٱل‬
ِٓ ‫وٓٱلسح‬
Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang (163). Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih

91
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi
manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan
bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda
(keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan (164).
Ayat ke 163 adalah deklarasi tauhid. Bahwa Tuhanmu (Allah) adalah Tuhan Yang Maha Esa, esa
atau tunggal murni, tidak memiliki bagian dan tidak dapat dibagi. Bahwasanya, tiada tuhan selain
Dia. Tidak mungkin ada tuhan lain karena selainnya adalah mahlukNya yang bergantung
kepadaNya. Jadi jika ada mengatakan sesuatu itu tuhan maka sesuatu itu adalah tuhan yang
diciptakan. Kalau diciptakan tentu saja bukanlah Tuhan. Sungguh-sungguh memang tidak ada
tuhan selain Allah‫ﷻ‬. Dengan demikian Dia‫ ﷻ‬sajalah tujuan peribadatan, sehingga peribadatan yang
ditujukan selain dariNya adalah kemungkaran yang nyata.
Allah memiliki nama-nama yang agung, diantaranya nama yang agung itu adalah ar-Rahman dan
ar-Rahim. Allah Maha Pengasih/Pemurah dan Maha Penyayang. Kedua asma atau nama ini sudah
dibahas di dalam tafsir surah al-Fatihah. Ringkasnya ar-Rahman adalah kasih sayangnya yang
meliputi semua mahlukNya, baik mahluk tersebut patuh atau tidak kepadaNya. Sedangkan ar-
Rahim adalah kasih sayang yang hanya Dia‫ ﷻ‬limpahkan kepada mahlukNya yang patuh lagi
bersyukur.
Sifat utama Tuhan adalah Maha Pencipta, menciptakan dari tiada menjadi ada secara tunggal.
Dalam menciptakan Dia‫ ﷻ‬tidak memerlukan siapapun. SelainNya adalah ciptaanNya dan Dia
menciptakan mahlukNya dengan tujuan berdasarkan HikmahNya.

Ayat 164 memaparkan penciptaan dan pengaturan yang dilakukanNya. Mari kita perhatikan satu-
persatu. Penciptaan berbagai langit yang jumlahnya banyak (di ayat lain disebut 7, misalnya ayat
ke 12 surah at-Talaq) dan bumi sungguh sangat luarbiasa, dari tiada menjadi luar-biasa luas dan
besarnya, hanya Dia yang tahu. Bumi ini adalah salah satu benda angkasa di dalam sistem tata
surya, bila dibandingkan matahari sangatlah kecil dan keberadaannya hanya setitik kecil di
antariksa. Namun, bumi menjadi berarti karena manusia hidup di bumi dan Allah‫ ﷻ‬menciptakan
manusia sebagai khalifahNya di bumi. Bumi ini disiapkan Allah‫ ﷻ‬sebagai tempat manusia hidup.
Silih bergantinya siang dan malam adalah bagian pengaturanNya untuk bumi dengan proporsi
yang pas. Malam dan siang ada karena bumi berputar pada porosnya (rotasi) dan siang terjadi jika
permukaan bumi menghadap matahari dan malam terjadi ketika permukaan bumi tidak menghadap
matahari. Karena bumi berputar pada porosnya, terjadi pergantian malam dan siang di permukaan
bumi. Baik siang maupun malam diperlukan oleh mahluk hidup dibumi. Bagi manusia, siang untuk
bekerja, mencari karuniaNya dan malam hari untuk istirahat (ar-Rūm:23).

Kemampuan bahtera atau kapal mengapung di laut dan mengarungi laut adalah karuniaNya yang
sangat besar. Kapal dapat menjadi alat transportasi yang sangat efisien, mengarungi laut untuk
membantu distribusi berbagai barang keperluan manusia dengan rahmatNya. Allah‫ ﷻ‬yang
mengajarkan Nabi Nuh teknologi kapal (Hud:37) yang sampai saat ini digunakan dan tentunya
teknologi itu telah berkembang.

92
Selanjutnya tentang Air. Bumi ini asalnya kering-kerontang, tidak mengandung air yang tentu saja
tidak ada kehidupan, karena Allah‫ ﷻ‬mejadikan segala sesuatu yang hidup dari air (Hajj:30). Dari
mana asal air itu? Ayat ke 164 ini secara jelas mengatakan bahwa air itu diturnkan Allah‫ﷻ‬, artinya
berasal dari luar bumi. Jadi asal air dari ruang angkasa, yang sampai saat ini masih menjadi teka-
teki. Ada yang mengatakan air itu berasal dari komet yang menghantam bumi. Setelah bumi berair
dan kemudian terjadi siklus air dan hujan adalah salah satu mekanisme penting untuk
mendistribusikan air di seluruh permukaan bumi. Dengan air itu Allah‫ ﷻ‬menciptakan dan
menumbuhkan berbagai tanaman. Sungguh banyak sekali jenis tanaman yang ada di bumi ini,
sangat mengagumkan. Dari mana tanaman-tanaman itu berasal? Mengapa begitu banyak jenis-
jenisnya, bahkan untuk tanaman yang sama banyak sekali varietasnya? Selanjutnya tanaman-
tanaman itu adalah sumber hidup bagi hewan, maka Allah‫ ﷻ‬menciptakan hewan-hewan yang
bertebaran di muka bumi.

Perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi (di atas permukaan bumi dan
berada pada bagian bawah lapisan atmosfir) membantu distribusi air ke seluruh permukaan bumi
(siklus air). Semuanya ini adalah tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah‫ ﷻ‬atau ayat-ayat
kauniyah. Bagi orang yang beriman yang cendekia (ulil albab), pengetahuan tentang ayat-ayat
kauniah yang berlaku pada ciptaan Allah‫ﷻ‬, tidak hanya bermanfaat untuk sarana hidup tetapi juga
akan menambah keimanannya karena hatinya pasti tergetar menyaksikan keserasian dan kehebatan
ayat-ayat Allah‫( ﷻ‬Ali Imron:190-191).

Syirik dan Akibatnya


ٗ ْ ۡ ُّ ٗ
ٓ‫آّللِه‬ِ ‫ٱّللِٓوٓٱَّلِينٓٓءامن ٓوآأش ُّدٓحب‬
ٓ ٓ‫ب‬ ِ ‫ٱّللِٓأندادآُيِبونهمٓكح‬
ٓ ٓ‫ون‬ ِ ‫خذٓمِنٓد‬ ِ ‫اسٓمنٓيت‬ ٓ ِ ‫ومِنٓٓٱنل‬
ۡ ۡ ٗ ۡ ۡ ۡ ۡ ْٓ
ِٓ ‫ول ۡوٓيرىٓٱَّلِينٓٓظلموآإِذٓيرونٓٱلعذابٓٓأن ٓٱلقوةٓٓ ِّللَِٓجِيعآوأنٓٱّللٓٓشدِيدٓٱلعذ‬
ٓ‫ٓإ ِ ٓذ‬١٦٥ٓ ‫اب‬
ۡ ۡ ‫وا ْٓورأوا ْٓٱلۡعذابٓ ٓوتقطع‬ ْ ُّ
ٓٓ‫ ٓوقالٓ ٓٱَّلِين‬١٦٦ٓ ٓ‫ت ٓب ِ ِهم ٓٱۡل ۡسباب‬ ٓ ‫وا ٓمِن ٓٱَّلِينٓ ٓٱتبع‬
ٓ ‫تَبأ ٓٱَّلِينٓ ٓٱتبِع‬
ۡٓ‫وا ْٓل ۡوٓأنٓنلآكر ٗةٓفنتَبأٓم ِۡنه ۡمٓكمآتَبءوآْمِناهٓكذَٰل ِكٓيٓريهمٓٱّللٓٓأ ۡعمَٰله ۡمٓحسرَٰتٓعل ۡٓيهم‬ ٓ ‫ٱتبع‬
ِ ٍ ِ ِ
ٓ ٓ١٦٧ِٓ‫ار‬
ٓ ‫جنيٓمِنٓٱنل‬ ِ ‫ومآهمٓبِخَٰ ِر‬
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah;
mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman
amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah
semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal) (165). (Yaitu)
ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka
melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali (166). Dan

93
berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami
akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami". Demikianlah Allah
memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali
mereka tidak akan keluar dari api neraka (167).

Bahwa Allah‫ ﷻ‬itu Maha Esa, sehingga hanya kepadaNya saja semua peribadatan ataupun
penyembahan itu dilakukan, sebagaimana telah dibahas pada tafsir ayat ke 163. Namun, banyak
manusia yang tersesat dengan menyembah tuhan-tuhan lain. Padahal tuhan-tuhan itu mereka
ciptakan lalu mereka agungkan menyetarai keagungan Allah‫ ﷻ‬karena mereka menyembah berhala-
berhala citptaan tersebut. Mereka mencintai dan bersedia berkorban atas nama berhala-berhala itu,
padahal Allah Maha Pencipta, yang menciptakan mereka dan memberikan mereka rezeki. Sungguh
mereka telah berbuat zalim kepada Allah‫ ﷻ‬dengan mempersekutukanNya dan sekaligus zalim
terhadap diri mereka sendiri karena mereka merusak fitrah mereka.

Sungguh Allah‫ ﷻ‬sangat murka dengan orang-orang berbuat syirik (mempersekutukanNya),


sehingga Dia tidak akan mengampuni dosa syirik (an-Nisā’:48) kecuali yang melakukan syirik itu
bertobat sebelum meninggal. Mereka tidak sempat bertobat akan menanggung akibatnya di akhirat
kelak, disiksa Allah‫ ﷻ‬dengan siksa yang pedih di dalam neraka. Kalaulah orang-orang berbuat
zalim ini (menyekutukan Allah‫ )ﷻ‬ini mengetahui betapa berat dan pedihnya siksa menimpa
mereka di akhirat kelak, mereka pasti tidak berani menyekutukan Allah‫ﷻ‬.

Sebaliknya, orang-orang beriman, dengan keimanan yang kokoh, kepada Allah‫ﷻ‬, sangat mencintai
Allah, mereka yakin akan Hari Akhirat dan rahmat Allah‫ ﷻ‬yang akan mereka peroleh di akhirat
kelak. Orang-orang beriman selalu taat kepada Allah‫ ﷻ‬dan jika berbuat khilaf segera memohon
ampun dan tobat kepadaNya.

Ayat ke 166 dan 167 menceritakan kesudahan orang-orang yang jadi pengikut orang-orang
musyrik ataupun menjadi pengikut setan. Ketika orang-orang yang jadi pengikut ini menyadari
betapa berat dan pedihnya siksa yang akan mereka alami (suasananya di akhirat), mereka mencari
alasan bahwa kekafiran dan kemusyrikan mereka adalah karena mengikuti orang. Namun, orang
atau orang-orang yang diikuti ini berlepas diri, tidak ada lagi hubungan antara mereka, masing-
masing bertanggungjawab terhadap perbuatan yang mereka lakukan. Demikian pula mereka yang
menjadikan setan sebagai pemimpin mereka, setan ini akan berlepas diri.

ٓ ٞ ٓ ۡ ۡ ۡ ۡ َٰ ۡ
َٰ
ٓ‫نٓإِذٓقالٓل ِِۡلنس ِنٓٱكف ٓرٓفلمآكفرٓقالٓإِ ِّنٓب ِريءٓمِنكٓإِ ِّنٓأخافٓٱّللٓٓرٓب‬
ِٓ ‫لٓٱلشيط‬ ِٓ ‫كمث‬
ۡ
ٓ ٓ١٦ٓٓ‫ٱلعَٰل ِمني‬
(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) shaitan ketika dia berkata kepada
manusia: "Kafirlah kamu", maka tatkala manusia itu telah kafir, maka ia berkata: "Sesungguhnya
aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta Alam"
(al-Hasyr:16)

94
Kemudian, ketika segala sesuatunya sudah terlambat, yang ada hanyalah penyesalan.
Orang-orang yang menjadi pengikut kesesasatan dan kezaliman ini menyesal sejadi-
jadinya, karena mereka telah tertipu seperti yang diilustrasikan pada ayat ke 167. Namun,
bukankah mereka dianugerahi akal dan hati nurani? Mengapa mereka hanya jadi pengekor
tanpa berpikir? Mereka ingin kembali lagi ke dunia? Tidak mungkin, sudah terlambat,
sehingga mereka berdomisili di neraka selamanya, sama seperti pemimpin-pemimpi yang
mereka ikuti. Betapa malangnya!

95

Anda mungkin juga menyukai