Anda di halaman 1dari 2

NAMA : RESKI ADITYA

NIM : 30100119019

KELAS : AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM 1

TEORI EMANASI MENURUT AL-FARABI

Al-Farabi melalui ajaran teori emanasi ini memecahkan masalah gerak dan
perubahan. Beliau menggunakan teori ini pula ketika memecahkan masalah yang Esa dan
yang banyak dan dalam memadukan teori materi Aristoteles dengan ajaran Islam tentang
penciptaan. Materi itu tua, setua teori akal sepuluh, tetapi ia tercipta karena ia memancar dari
akal agen. Untuk mengukuhkan keesaan tuhan, Al- Farabi memilih menengahi akal sepuluh
ini antara Tuhan dan dunia bumi.

Emanasi merupakan teori tentang keluarnya suatu wujud yang mungkin (alam
mahluk) dari Zat yang wajibul wujud (Zat Yang Wajib Adanya, Yakni TUHAN). Teori
emanasi disebut juga dengan nama “teori urut-urutan wujud”. Tampaknya, Al-Farabi
mendapat ilham dari seorang filsuf emanasi, plotinus. Allah, menurut Al-Farabi menciptakan
alam semesta melalui emanasi, dalam arti bahwa wujud Tuhan melimpahkan wujud alam
semesta. Emanasi tersebut terjadi melalui tafakkur (berfikir) Tuhan tentang zat-Nya, yang
merupakan prinsip dari peraturan dan perbaikan dalam alam.

Dengan kata lain, berfikirnya Allah tentang zat-Nya adalah adanya sebab dari adanya
alam ini. Dalam arti bahwa Dia-lah yang memberi wujud kekal dari segala yang ada.
Berfikirnya Allah tentang zat-Nya, sebagaimana kata seyyed Zayid, adalah ilmu Tuhan
tentang dirinya-Nya, dan ilmu itu adalah daya (al-qudrah) yang menciptakan segalanya. Agar
sesuatu tercipta, cukup Tuhan yang mengetahuinya. Berfikirnya Allah yang maha Esa tentang
zat-Nya yang Esa, melimpahkan yang terbilang pertama, yaitu Akal Pertama. Dengan
demikian, Tuhan yang dalam diri-Nya tak terdapat arti banyak, secara langsung hanya
menciptakan yang satu. Dalam zat Tuhan, kata Al- Farabi, tidak terdapat arti banyak, karena
arti banyak terdapat sesudah ruh-Nya. Inilah, bagi Al-Farabi, Tauhid yang betul-betul murni.
Arti banyak mulai terdapat pada akal pertama. Kalau Allah merupakan wujud pertama, Akal
pertama adalah wujud kedua. Sebagai wujud kedua, ia tidak lagi mempunyai satu objek
tafakkur. Di samping Tuhan, diri-Nya terdapat dua objek, dan ini sudah mengandung arti
banyak.
Akal pertama berfikir, yang merupakan qudrah, tentang Allah, mewujudkan Akal
kedua, dan berfikir tentang diri-Nya mewujudkan langit pertama. Akal kedua juga berfikir
tentang Tuhan dan mewujudkan Akal ketiga, dan berfikir tentang diri-Nya mewujudkan alam
bintang. Akal ketiga sampai dengan akal kesepuluh juga berfikir tentang Allah dan tentang
diri masing-masing. Berfikir tentang Tuhan menghasilkan akal-akal, dan berfikir tentang diri
menghasilkan planet-planet.

Demikianlah akal ketiga mewujudkan akal keempat dan saturnus. Akal keempat
mewujudkan akal kelima dan jupiter. Akal kelima mewujudkan akal keenam dan mars. Akal
keenam mewujudkan akal ketujuh dan matahari. Akal ketujuh menghasilkan akal kedelapan
dan venus . Akal kedelapan mewujudkan akal kesembilan dan merkurius. Dan, akal
kesembilan mewujudkan akal kesepuluh dan bulan. Namun, berfikirnya akal kesepuluh tidak
menghasilkan akal, yang diwujudkannya hanyalah bumi.

Demikianlah bagaimana Allah, dalam pemikiran Al-Farabi, menciptakan alam


semesta, yaitu alam seperti yang terdapat dalam ilmu mengenai wujud ketika itu. Alam
semesta terdiri atas langit pertama, bintang-bintang, dan kedelapan planet tersebut alam
semesta memancar dari berfikirnya Tuhan tentang Zat-Nya, dan pancaran yang maha Esa itu
dilanjutkan oleh akal-akal ke alam yang tersusun dari banyak unsur tersebut. Dengan filsafat
inilah, Al-Farabi ingin menjelaskan bagaimana yang terbilang banyak bisa memancar dari
yang maha Esa. Dengan kata lain, melalui pemikiran inilah, Al-Farabi memurnikan tauhid
dalam Islam.

Anda mungkin juga menyukai