Anda di halaman 1dari 7

NAMA : AMALIA HIKMATUL JANNAH

NIM : 214420087

KELAS : B REGULER
1. Plato dan Teorinya
Plato adalah seorang filsuf Yunani, ia dilahirkan di kota Athena pada tahun 428 SM. Ia
adalah keturunan kerajaan atau darah biru baik dari jalur ayah maupun ibunya, sejak
kecil Plato sudah mengikuti diskusi-diskusi Sokrates. Pelajaran yang diperolehnya
dimasa kecil, selain pelajaran umum adalah menggambar dan melukis disambung
dengan belajar musik dan puisi. Sebalum dia dewasa dia sudah pandai membuat
karangan yang bersajak. Di masa itu Plato mendapat didikan dari guru-guru filosofi,
pelajaran filosofi mula-mula diperolehnya dari Kratylos. Plato juga sebagai pemikir
Politik yang sangat kritis terhadap penguasa di Athena, apalagi pada saat Gurunya yaitu
socrates dihukum mati oleh pemerintah, maka pemikiran Plato mulai berkembangan
dan kritis terhadap pemerintah sehingga berpendapat bahwa orang yang paling tepat
dan baik sebagai pemimpin itu orang yang berfilsafat.

Teori Idea Plato


Menurut Plato teori idea adalah sebuah pandangan mengenai sesuatu yang terwujud
karena adanya idea satu yang menyebabkan idea yang lain dan idea asli itu adalah
sesuatu yang bisa mewujudkan sesuatu yang lain. Contoh mudahnya yakni ketika kita
melihat ranjang maka itu adalah ranjang yang dibuat oleh tukang kayu, dan semua
ranjang adalah buatan tukang kayu dimana semua ranjang itu sebuah opini kita. Tukang
kayu itu bukan pembuat ranjang yang hakikat tetapi peniruan dari indrawi manusia,
dengan kata lain kita tidak bisa menyebut tukang kaya itu sebagai pembuat, tetapi
peniru dari idea lain dimana yang asli itu adalah satu idea yang menghasilkan sesuatu
yang lain artinya sang pembuat itu adalah yang awal mempunyai ide tersebut.
Semua yang ada dalam alam semesta ini adalah bagian-bagian yang banyak yang
asalnya itu dikarnakan adanya satu, semua yang ada itu sebuah opini kita. Idea
mengandung unsur metafisika atau ghoib mengenai adanya alam semesta terwujud
karena ada unsur satu, dan satu itu tidak diwujdan tetapi mewujudkan. Dalam hal ini
kenyataan dunia ini itu adalah sebab dari satu,seperti contoh bahwa Ayam Bangkok
ayam lehor, ayam jawa semua itu adalah jenis ayam,dan ayam adalah jenis hewan. kita
ambil lagi manusia kulit putih manusia kulit kuning manusia kulit hitam semua itu
adalah jenis manusia, bisa kita tarik kesimpulan bahwa manusia dan hewan adalah jenis
makhluk, dan makhluk itu yang banyak itu adalah hasil dari satu pencipta yang
menyiptakan itu satu. Dari uraian tersebut dapat kita mengerti bahwa Plato lebih
mengutamakan idea yaitu alam yang tidak indrawi sesuatu yang tidak terwujud, dan
juga Plato mengatakan bahwa kebenaran itu bersumber dari satu tidak ada kebenaran
yang materi, materi hanyalah kebenaran yang membohongkan kebenaran hakiki itu ada
dalam Idea, dengan kata lain plato mengatakan sesuatu yang ada terdapat dua unsur
yaitu jasmani dan rohani dimana rohani akan abadi tidak akan rusak dengan perbedaan.
maka konsep Idea Plato itu melihat dua unsur yaitu jasmani dan rohani. Adapun
mengenai materi manurut Plato hanyalah gambaran yang digerakan oleh Idea maka
dunia ini hanyalah rangkaian yang asalnya itu terdapat pada Idea.

Link artikel

. JAQFI: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol. 5, No. 1, 2020 | h. 68-82 Izul Haq Lidinilah p-issn
2541-352x e-issn 2714-9420

Link artikel jurnal; https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jaqfi/article/view/6859


Link file pdf ; file:///E:/teori%20plato.pdf

2. Al Farabi dan Teorinya


Al-Farabi atau Abu Nashr Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhan ibn Auzalagh Al
Farabi dikenal dengan Abu Nashr (Abunasaer). Nama Al-Farabi diambil dari nama kota
Farab—sebuah kota yang mayoritas mengikuti mazhab Syafi’iyah. dilahirkan di desa
Wasij di Distrik Farab (Utrar, provinsi Transoxiana, Turkestan) tahun 257 H (890M).
Mendapat sebutan orang Turki sebab ayahnya Iran menikahi wanita Turki. Al Farabi
menguasai 70 jenis bahasa dunia adalah fisikawan, kimiawan, filsuf, ahli ilmu logika, ilmu
jiwa, metafisika, politik, musik, dll

a. Teori Filsafat Al Farabi


Al-Farabi mendasarkan hidupnya atas kemurnian jiwa sebagai syarat pertama bagi
pandangan filsafat dan buahnya. Al-Farabi mendefinisikan jiwa sebagaimana definisi
Aristoteles sebagai ‘kesempurnaan awal bagi fisik yang bersifat; alamiah, mekanistik
dan memiliki kehidupan yang energik. Dibidang filsafat, Al-Farabi tergolong ke
dalam kelompok filsuf kemanusiaan karena mementingkan soal–soal kemanusiaan
seperti akhlak (etika), kehidupan intelektual, politik, dan seni. Berfilsafat adalah
memperdalam ilmu dengan segala yang ada hingga membawa pengenalan Allah
sebagai penciptanya. Dari uraian terseut, filsafat adalah ilmu satu-satunya yang
menghamparkan di depan kita gambaran lengkap mengenai cakrawala dengan
segala isinya. Tujuan terpenting mempelajari filsafat ialah mengetahui Tuhan bahwa
Ia Esa dan tidak bergerak, Ia menjadi sebab yang aktif bagi semua yang ada, Ia yang
mengatur alam ini dengan kemurahan, kebijaksanaan dan keadilan-Nya. Al-Farabi
mendefinisikan filsafat Al Ilmu Bilmaujudaat Bima Hiya Al Maujudaat; suatu ilmu
yang menyelidiki hakikat sebenarnya dari segala yang ada. Bagi Al-Farabi tujuan
filsafat dan agama sama, yaitu mengetahui semua wujud. Hanya saja filsafat
memakai dalil-dalil yang diyakini dan ditujukan kepada golongan tertentu sedang
agama memakai cara iqna’i (pemuasan perasaan) dan kiasan-kiasan serta gambaran
dan ditujukan kepada semua orang, bangsa dan negara

a. Teori Emanasi
Di antara pemikiran filsafat Al-Farabi yang terkenal adalah penjelasannya
tentang emanasi (al-faid) suatu teori tentang proses urutan kejadian suatu
wujud yang mungkin (alam makhluk) dari Zat yang wajib al wujud (Tuhan).
Menurutnya, Tuhan adalah akal pikiran yang bukan berupa benda. Segala
sesuatu menurut Al-Farabi keluar (memancar) dari Tuhan karena Tuhan
mengetahui bahwa Ia menjadi dasar susunan wujud yang sebaik – baiknya. Ilmu-
Nya menjadi sebab bagi wujud semua yang diketahui-Nya. Al-Farabi
menggunakan proses konseptual yang disebut nazhariyyah al-faidh (teori
emanasi) untuk memahami hubungan antara Tuhan dan alam pluralis dan
empirik. Menurut teori ini, alam terjadi dan tercipta karena pancaran dari Yang
Esa (Tuhan), yaitu keluarnya al-wujud (disebut alam) dari pancaran Wajib al-
Wujud (Tuhan). Proses emanasi (pancaran) melalui tafakur (berpikir) Tuhan
tentang diri-Nya sehingga Wajib al-Wujud diartikan ‘Tuhan yang berpikir’. Tuhan
senantiasa aktif berpikir tentang diri-Nya sendiri sekaligus menjadi obyek
pemikiran.

Al Farabi membagi wujud-wujud ke dalam 2 kategori; 1. ) esensinya tidak


berfisik baik yang tidak menempati fisik (yaitu Tuhan, Akal I dan Akal-Akal
Planet) maupun yang menempati fisik (yaitu jiwa, bentuk, dan materi) 2. )
esensinya berfisik yaitu benda-benda langit, manusia, hewan, tumbuhan,
barang-barang tambang, dan unsur yang empat: api, udara, air, tanah.
Selanjutnya, Al-Farabi mengelompokkan akal menjadi dua; 1.) Akal Praktis; apa
yang mesti di kerjakan, 2.) Akal Teoritis; membantu menyempurnakan jiwa yang
terdiri atas; (a) akal Fisik (material) atau di sebut sebagai akal Potensial, adalah
jiwa atau bagian jiwa atau unsur yang mempunyai kekuatan mengabstraksi dan
menyerap esensi pada setiap hal yang ada tanpa disertai materinya.

b. Teori Pengetahuan
Al-Farabi berpendapat bahwa jendela pengetahuan adalah indera, pengetahuan
masuk ke dalam diri manusia melalui indera. Sementara pengetahuan totalitas
terwujud melalui pengetahuan parsial atau pemahaman universal merupakan
hasil penginderaan terhadap hal-hal yang parsial. Jiwa mengetahui dengan daya
dan indera adalah jalan yang dimanfaatkan jiwa untuk memperoleh
pengetahuan kemanusiaan. Tetapi penginderaan inderawi tidak memberikan
kepada kita informasi tentang esensi segala sesuatu melainkan hanya
memberikan sisi lahiriah segala sesuatu. Pengetahuan universal dan esensi
segala sesuatu hanya diperoleh melalui akal.
Link artikel ; https://secangkirsurga.wordpress.com/2019/02/05/teori-emanasi-al-farabi/

3. Ibnu Sina dan Teorinya


Abu Ali Al Hussain Ibnu Abdullah Ibnu Sina, adalah seorang dokter Persia terkemuka,
yang menjadi filsuf muslim serta perintis Ilmu kedokteran dunia. Lahir pada 980 di
Bukhara, di Uzbekistan, Ibnu Sina mendapatkan dukungan dari kerajaan setelah
mengobati Raja Bukhara dan Hamadan (Iran saat ini). Ahli diagnosis, dengan nama Latin
Avicenna ini, mengasah keterampilannya yang luar biasa, di bidang-bidang yang
diabaikan oleh orang lain. Dia menggabungkan pengetahuan ilmiahnya dengan
pertanyaan filosofis, yang dirinci dalam studinya, "Al Qanun fil-Tibb" (The Canon of
Medicine) dan "Kitab Al Shifa ”(Kitab Penyembuhan). Penyelidikan filosofisnya kompleks,
menggabungkan perspektif Aristotelian dan Platonis, dengan teologi Muslim.
Paradigmanya canggih, membagi semua pengetahuan menjadi teori (matematika, fisika,
kimia, astronomi dan metafisika) dan ilmu praktis (filsafat, etika, ekonomi dan politik).
Sementara pandangan rasionalnya tentang hakikat Tuhan dan Kehidupan, membuatnya
menyimpulkan bahwa ada tempat untuk dunia jasmani dan roh.

Akal dan realitas


Pencapaian Ibnu Sina menemukan kebenaran tertinggi ilmu, pantas mendapat
perhatian. Konsepsi tentang realitas dan penalaran yang dia miliki berputar di sekitar
Tuhan. Sebagai prinsip dari semua eksistensi, dia berpandangan bahwa Tuhan adalah
intelek murni, dan sumber dari segala sesuatu. Namun, karena “kebutuhan”, manusia
dipanggil untuk menggunakan konsep nyata yang sekarang disebut ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, manusia dipanggil untuk mengembangkan dan menggunakan aturan
logika untuk memenuhi kebutuhannya. Konsep dasar logika yang Ibnu Sina andalkan
dikembangkan dari gurunya, Aristoteles. Dari konsep sang guru, dia menambahkan
pandangannya tentang pentingnya kebutuhan manusia untuk mendapatkan
pengetahuan untuk kemajuan hidupnya. Meskipun semua kecerdasan berasal dari
Tuhan, menurutnya, kemampuan seseorang untuk memperoleh pengetahuan
menentukan cara pandangnya. Untuk mencapai itu, manusia perlu meningkatkan
kehidupan mereka dengan mengembangkan keseimbangan antara kebutuhan fisik dan
spiritual, dengan iman menjadi salah satu dari beberapa bahan utama yang menopang
kehidupan. Menurutnya Tuhan sebagai titik tertinggi di atas intelek murni, tidak
bertentangan dengan upaya manusia untuk mencari ilmu pengetahuan. Sebab dengan
ilmu pengetahuan itu, manusia justru dapat lebih memahami keagungan Tuhan.

Link artikel ; https://internasional.kompas.com/read/2021/04/23/200728870/biografi-


tokoh-dunia-ibnu-sina-filsuf-muslim-perintis-ilmu-kedokteran?page=all
4. Immanuel Kant dan Teorinya

Keluar dari pembicaraan mengenai latar belakang budaya dan intelektual Jerman, ada
seorang genius, yakni Immanuel Kant (1724–1804) yang pertama kalinya
mengemukakan jawaban filosofis atas skeptisme Hume.Namun, jawaban Kant atas
Hume juga berlaku untuk hal lain, Jawaban itu berisi salah satu manuver besar dalam
filsafat, sebuah pergeseran menuju cara pandang batu atas keseluruhan filsafat. Karva
paling besar Kant adalah Critique of Pure Reason dan dipublikasikan pada 1781, delapan
tahun sebelum Revolusi Prancis.

Kant memahami kekuatan argumen èmpirisme Hume. Namun, Kant melihat bahwa
produk logis empirisme Hume, yang menyatakan landasan segala pengetahuan terletak
pada pengalaman, mengarah pada kesimpulan bahwa tidak ada pengetahuan. Yang ada
hanyalah gabungan gagasan melalui kebiasaan, pengharapan psikologis, dan dorongan.
Akhirnya, dalam pandangan empirisme Hume, tidak ada apa pun kecuali keyakinan
kebinatangan sebagai pedoman untuk meyakini bahwa kebiasaan pengalaman dan ilmu
pengetahuan akan terus berlangsung, bahwa matahari besok akan bersinar, atau bahwa
air akan mulai beku pada suhu 32 derajat Fahrenheit.

a. Komponen Pengindraan

Kant menekankan bahwa obat untuk bencana ini, sebagaimana dikatakan filsafat
Hume, bukan terletak pada pengambilan langkah pertama—langkah empirisme
radikal, yang menyatakan bahwa pengetahuan hanya bersumber pada pengalaman
pengindraan. Berlawanan dengan empirisme radikal, yang mencari pengetahuan
hanya dari pegalaman pancaindraan, Kant memperkenalkan sebuah konsepsi
pengetahuan yang baru. Pengetahuan memang bersumber seperti pada elemen
kesan Hume, elemen pancaindra yang kaitanya adalah pemikiran menjadj pasif,
sekedar menerima kesan yang kemudian menyalinnya dalam bentuk pemikiran.

b. Konsep Murni Mengenai Pemahaman: Komponen Rasional

Pikiran dibekali konsep murninya yakni bahwa pikiran mengatur perubahan kesan
pengindraan menjadi berbagai zat, ciri, dan jumlah, serta menjadi sebab dan akibat.
Berlawanan dengan Hume, pikiran, kata Kant. tidak kosong, tetapi dilengkapi dua
belas konsep murni atau kategori. pikiran tidaklah pasif, seperti dinyatakan Hume
dan penganut empirisme yang lain. Pikiran tidak sekadar menerima, seperti pada
sebuah layar atau teater, aliran kesan indra; pikiran bukanlah kain atau kertas
kosong yang ditulisi alam. Jadi, pikiran itu aktif. Pikiran ini dengan aktif
menerjemahkan dunia bukannya secara pasif menerima dan merekam dalam
ingatan apa yang datang dari dunia luar melalui pancaindra. Pikiran adalah berbagai
kategori pikiran kita sendiri yang mengatur perubahan sensorik dan memaknainya
sebagai benda, dengan kualitas, dan kuantitas, atau terhubung sebagai sebab dan
akibat, atau timbal penyebaban timbal-balik.

c. Konsep Murni (Kategori) sebagai Sebuah Priori


Konsep Murni (kategori) mengenai pemahaman ini oleh Kant dianggap sebagai
sebuah priori. Maksud Kant adalah; 1.) bahwa konsep itu secara logis mendahului
pengalaman. Konsep itu diharuskan ada bagi segala pengalaman. 2.) bahwa konsep
murni itu tidak terkait pada pengalaman; pengalaman tidak akan bisa mengubahnya.
Konsep itu memberikan pengalaman dan pengetahuan kita miliki karena konsep itu
adalah cara kita memahami sesuatu. Surá Ditambah lagi, Kant menunjukkan, konsep
murni dari pemikiran adalah. 3.) universal, konsep itu membentuk kerangka
pemikiran dan kesadaran apa pun itu.
Aspek lebih jauh lagi dari hal ini adalah keempat, konsep itu sangatlah bersifat
keharusan. Konsep itu merupakan keharusan suatu kondisi pengalaman, tanpa
konsep tersebut, tidak akan ada pengetahuan, bahkan tidak akan ada pengalaman.
Konsep tersebut mengisi elemen wajib yang dikatakan Hume bahwa tidak ada
pengetahuan. Akal yang memasok konsep yang mengatur dan menyatukan berubah-
ubahnya sensasi. Tanpa konsep priori atas benda untuk mengatur berubah-ubahnya
kesan pengindraan, Anda tidak akan bisa memiliki pengalaman atas suatu benda.
Tanpa konsep priori atas sebab akibat, yang merupakan penyusun segala pemikiran,
dan mengatur kesan pengindraan menjadi sebab dan akibat, Anda tidak akan pernah
mengalami kausalitas, tetapi hanya serangkaian kesan pengindraan atomistis.

Link artikel ; https://mengeja.id/2021/09/20/teori-pengetahuan-immanuel-kant/

5. Thales dan Teorinya


Thales of Miletus lahir sekitar tahun 624–620 SM dan meninggal sekitar tahun 548–545
SM. Dia terkenal sebagai salah satu dari Tujuh Orang Bijak yang legendaris, atau Sophoi,
dari zaman kuno. Dia dikenang terutama karena kosmologinya yang didasarkan pada air
sebagai esensi dari semua materi, dengan Bumi sebagai piringan datar yang mengapung
di lautan luas.
Teori Thales yang terkenal antara lain:
1. bahwa lingkaran dibelah dua oleh diameternya
2. Ukuran sudut dalam segitiga yang berlawanan dengan dua sisi panjang yang sama
adalah sama
3. Sudut berlawanan yang dibentuk oleh perpotongan garis lurus berukuran sama
4. Sudut yang ada di dalam setengah lingkaran adalah sudut siku-siku
5. Segitiga dapat dihitung ukurannya jika alas dan dua sudut pada alasnya diketahui.
Klaim bahwa Thales merupakan peletak dasar filsafat Eropa bertumpu pada
pernyataan Aristoteles (384-322 SM), yang menulis bahwa Thales adalah orang
pertama yang menyatakan substrat material tunggal untuk alam semesta, yaitu, air,
atau kelembapan. Menurut Aristoteles, Thales juga berpendapat bahwa benda
magnetis memiliki jiwa berdasarkan kemampuannya untuk menggerakkan besi —
makhluk jiwa yang dalam pandangan Yunani membedakan yang hidup dari benda
mati, serta gerak dan perubahan ( atau kemampuan untuk memindahkan atau
mengubah hal-hal lain) menjadi karakteristik makhluk hidup.
a. Bumi Mengapung di Atas Air
Thales of Miletus percaya bahwa Bumi mengapung di atas air dan segala sesuatu
berasal dari air. Baginya, Bumi adalah piringan datar yang mengapung di samudra
tanpa batas. Juga diklaim bahwa Thales menjelaskan gempa bumi dari fakta bahwa
Bumi mengapung di atas air.

b. Teori Gempa
Teori Thales tentang penyebab gempa bumi sejalan dengan hipotesisnya bahwa
bumi mengapung di atas air. Tampaknya ia menerapkan perumpamaan
mengambang di atas air pada fenomena alam gempa bumi.
Aëtius mencatat bahwa Thales dan Democritus menemukan penyebab gempa bumi
di air, dan Seneca mengaitkan teori Thales bahwa pada saat bumi dikatakan gempa,
bumi berfluktuasi karena gejolak yang terjadi di lautan. Meskipun teorinya salah,
hipotesis Thales rasional karena memberikan penjelasan yang tidak menggunakan
entitas tersembunyi. Ini adalah kemajuan dari pandangan Homer tradisional bahwa
gempa dihasilkan dari dewa supernatural yang marah, Poseidon, yang mengguncang
bumi melalui langkahnya yang cepat.

c. Pembahasan di atas mungkin  tidak mudah untuk kita mengerti, karenanya berikut
ringkasan gagasan terkenal Thales;

“Semuanya berasal dari air dan akan kembali menjadi air”


Menurutnya, air adalah pangkal dari segalanya di alam semesta dan menjadi sumber
kehidupan dari bahan makanan sampai tubuh manusia mengandung unsur air.
Sehingga, ketika mati, makhluk hidup dan tumbuh-tumbuhan akan kembali menjadi
unsur air.
“Semua Hal Memiliki Jiwa Termasuk Benda-benda”
Thales berpendapat segala sesuatu di alam raya ini memiliki Jiwa. Teorinya ini
disebut hylezoisme. Thales mungkin benar, hanya saja tak semua orang berani untuk
merasakan, meyakini, dan mengimaninya.
“Dogma adalah Awal dari Kehancuran”
Menurut Thales, dogma adalah awal dari kehancuran. Sebab dogma dapat membuat
orang tak mau mengalah dari pandangan orang lain, tidak berdasarkan situasi
maupun kondisi. Dia bersikukuh pada pandangannya yang egois. Sehingga dogma
berakibat sangat buruk jika bersatu dengan narsistik atau fanatisme.

Link artikel ; https://www.untukyangterbaik.com/thales-of-miletus-bapak-filsafat-dunia/

Anda mungkin juga menyukai