Anda di halaman 1dari 23

AL-FARABI: GURU KEDUA

FAHRUDDIN FAIZ
• Abū Nasir al-Fārābi/ Abu Nasir Muhammad Ibn Muhammad Ibn
Tarkhan Ibn Uzalah Al- Farabi/ Alpharabius / Al-Farabi/ Farabi/
Abenasir.
HARMONI AGAMA DAN FILSAFAT

 Agama tidak bertentangan dengan filsafat karena agama merupakan bentuk analogis dari filsafat.
 Gagasan-gagasan teoritis agama, seperti ketuhanan, akan ditemukan argumentasinya dalam filsafat, karena
agama diturunkan tanpa melalui argumentasi. Agama hanya menjelaskan Tuhan itu satu, tidak beranak,
dst. tanpa melalui pendalaman argumentasi, seperti pembahasan tentang gerak, diam, ruang, waktu, dan
lain sebagainya.
 Bahkan praktek-praktek amaliah agama, capaian-capaiannya dapat dijumpai dalam filsafat moral.
Semuanya ternyata telah dikaji oleh para filosof sebelum datangnya agama.
 Apa yang diterima Nabi melalui wahyu memiliki derajat kebenaran yang sama dengan temuan-temuan
para filosof melalui penalaran dan perenungan. Keduanya menerima pengetahuan dari al-aql al-fa’al, yang
merupakan pusat informasi para Nabi, filosof maupun teosof.
HARMONI AGAMA DAN FILSAFAT

 Dalam sejarah, kemunculan filsafat mendahului kemunculan agama: primitif —


beradab – beragama — beretorika (jadaliyah) / polemik — burhan (demonstratif)
 Namun capaian-capaian filsafat tidak dapat ditransformasikan ke publik secara
langsung karena sifatnya sangat elit; diperlukan satu institusi yang mampu berbicara
dan dipahami oleh publik, misalnya melalui mekanisme ancaman (tarhib) atau siksaan
(tahdib). Intinya institusi ini harus berbicara atas nama Tuhan atau hal-hal yang
transenden. Di sinilah agama berperan.
 Contoh: Berlaku adil dalam filsafat adalah karena adil itu baik jika ditinjau dari akal,
sedang dalam agama karena perintah dari Tuhan.
LOGIKA SEBAGAI SOLUSI

 Sumber perpecahan umat: bayani & irfani, solusinya: burhan, logika


demonstratif.
 Argumentasi yang dibangun melalui premis-premis dalam ilmu logika akan
menghasilkan konklusi yang benar tanpa memerlukan pihak lain (teks atau
entitas transendental).
 ‘irfan dalam pemikiran Al-farabi peting, namun ‘irfan menurut al-farabi
berada pada tataran hasil penalaran. Seorang filosof hanya akan mendapatkan
ilham dari Tuhan sesudah melakukan penalaran secara matang, jadi pelakunya
tidak pasif seperti dalam logika laduniyah.
KLASIFIKASI ILMU, LOGIKA DAN BAHASA

 Al-farabi telah memberikan klasifikasi tentang ilmu pengetahuan dalam tujuh


bagian, yaitu: logika, percakapan (‘ilm al-lisan/bahasa), matematika, fisika,
metafisika, politik, dan ilmu fikhi (jurisprudence). Ketujuh ilmu pengetahuan
ini telah melingkupi seluruh kebudayaan Islam pada masa itu.
 Al-Farabi menyatakan bahwa logika dan ilmu bahasa adalah dua ilmu yang
saling terkait erat. Dia menganggap logika sebagai sejenis tata bahasa universal
yang keabsahannya menyebar luas ke seluruh ras manusia. Dia memberi dua
alasan untuk pandangan ini. Pertama, logika berkenaan dengan pikiran atau
ucapan dalam hati, yang dimiliki oleh semua manusia. Kedua, logika hanya
berniat pada lafal yang umum terdapat pada setiap bahasa segenap komunitas.
PENGETAHUAN DAN KEBAHAGIAAN

 Bahagia = puas, merasa tuntas sempurna, tidak lagi melirik hal lain.
 Maka bahagia tidak bisa ditemukan dalam kekayaan atau kenikmatan materi, namun
terletak dalam pengetahuan kita dalam menyikapi materi yang ada.
 Kebahagiaan tergantung kesempurnaan jiwa, dan kesempurnaan jiwa tergantung
pengetahuan; semakin bertambah pengetahuan, semakin bertambah kesempurnaan
jiwa, dan semakin bertambah kebahagiaan.
 Pengetahuan akan membuat manusia tenang (sukun al-nafs) dengan apa yang dimiliki.
METAFISIKA
• Metafisika = Filsafat Tuhanan.

• Al-Farabi ketika menjelaskan Metafisika (ke-Tuhanan), menggunakan pemikiran Aristoteles dan


Neoplatonisme. Ia berpendapat bahwa al-Maujud al-Awwal sebagai sebab pertama bagi segala yang ada.
• Dalam pemikiran adanya Tuhan, al-Farabi mengemukakan dalil Wajib al-Wujud dan Mumkin al-Wujud.
Menurutnya, segala yang ada ini hanya memiliki dua kemungkinan dan tidak ada alternatif yang ketiga.
Wajib al-Wujud adalah wujudnya tidak boleh tidak ada, ada dengan sendirinya, esensi dan wujudnya
adalah sama dan satu. Ia adalah Wujud yang sempurna selamanya dan tidak didahului oleh tiada. Jika
Wujud  itu tidak ada, akan timbul kemustahilan karena Wujud lain untuk adanya bergantung kepadanya.
Inilah yang disebut dengan Tuhan. Adapun mumkin al-Wujud tidak akan berubah menjadi Wujud Aktual
tanpa adanya Wujud yang menguatkan, dan yang menguatkan itu bukan dirinya, tetapi Wajib al-Wujud.
Walaupun demikian, mustahil terjadi daur dan tasalsul (processus in infinitum) karena rentetan sebab
akibat itu akan berakhir pada Wajib al-Wujud.
TEORI EMANASI
• Teori emanasi berasal dari Plotinus
• Apabila terdapat satu zat yang kedua sesudah zat yang pertama, maka
zat yang kedua ini adalah sinar yang keluar dari yang pertama.
• DIA (Yang Esa) adalah diam, sebagaimana keluarnya sinar yang
berkilauan dari matahari, sedang matahari ini diam. Selama yang
pertama ini ada, maka semua makhluk terjadi dari zat-Nya, timbullah
suatu hakikat yang bertolak keluar. Hakikat ini sama seperti form
(surat) sesuatu, di mana sesuatu itu keluar darinya.
RASIONALISASI EMANASI
• Al-Farabi ini mencoba menjelaskan bagaimana yang banyak bisa timbul dari Yang Satu.
• Tuhan bersifat Maha-Satu, tidak berobah, jauh dari materi, jauh dari arti banyak, Maha Sempurna dan
tidak berhajat pada apapun. Kalau demikian hakekat Tuhan, bagaimana terjadinya alam materi yang
banyak ini dari Yang Maha Satu? Menurut al-Farabi alam ini terjadi dengan cara emanasi.
• Persoalan di atas, adalah sebuah rasa penasaran dari al-Farabi karena ia menemui kesulitan dalam
menjelaskan bagaimana terjadinya banyak (alam) yang bersifat materi dari Yang Maha Esa  (Allah) jauh
dari arti materi dan Mahasempurna.
• Dalam filsafat Yunani, Tuhan bukanlah pencipta alam, melainkan Penggerak Pertama (prime cause), ini
telah dikemukakan oleh Aristoteles. Di dalam doktrin ortodoks Islam (al-mutakallimin), Allah adalah
pencipta (Shani, Agent), yang menciptakan dari tiada menjadi ada (cretio ex nihilo).  Al-Farabi dan para
filosof Muslim lainnya mencoba untuk mengIslamkan doktrin ini. Maka mereka mencoba untuk melihat
doktrin Neoplatonis Monistik tentang emanasi.
• Dengan demikian, Tuhan yang dianggap penggerak Aristoles menjadi Allah Pencipta, yang menciptakan
sesuatu dari bahan yang sudah ada secara pancaran. Dalam arti, Allah menciptakan alam semenjak azali,
materi alam berasal dari “potensi ada” yang qadim, sedangkan susunan materi yang menjadi alam
adalah baharu. Sebab itu, menurut filosof Muslim, Kun (“jadilah”/bukan “adalah”) Allah yang termaktub
dalam al-Qur’an ditujukan kepada Syai’ (sesuatu) bukan kepada La syai’ (nihil).
HIRARKI EMANASI
• Al-Farabi berpendapat Tuhan sebagai akal, berpikir tentang diri-Nya, dan dari pemikiran ini timbul suatu
maujud lain. Tuhan merupakan wujud pertama (al-wujudul al-awwal) dan dengan pemikirannya itu timbul
wujud kedua (al-wujud al-tsani) yang juga mempunyai substansi. Ia disebut akal pertama (al ‘aql awwal) yang
tidak bersifat materi. Sedangkan wujud kedua berpikir tentang wujud pertama dan dari pemikiran inilah
timbul wujud ketiga (al-wujud al-tsalis) disebut Akal Kedua (al ‘aql al-tsani).
• Wujud II atau Akal Pertama itu juga berpikir tentang dirinya hingga timbullah Langit Pertama (al-Asmaul awwal),
• Wujud III / Akal kedua menimbulkan Wujud  IV/Akal Ketiga yakni bintang-bintang),
• Wujud IV/Akal Ketiga menimbulkan Wujud V/Akal Keempat, yakni Planet Saturnus,
• Wujud V/Akal Keempat menimbulkan Wujud VI/Akal Kelima, yakni Planet Jupiter,
• Wujud VI/Akal Kelima menimbulkan Wujud VII/Akal Keenam, yakni Planet Mars,
• Wujud VII/Akal Keenam menimbulkan Wujud VIII/Akal Ketujuh, yakni Matahari,
• Wujud VIII/Akal Ketujuh menimbulkan Wujud IX/Akal Kedelapan,yakni Planet Venus,
• Wujud IX/Akal Kedelapan menimbulkan Wujud X/Akal Kesembilan, yakni Planet Mercurius,
• Wujud X/Akal Kesembilan menimbulkan Wujud XI/Akal Kesepuluh, yakni Bulan
• Pada pemikiran Wujud XI/Akal Kesepuluh, berhentilah terjadinya atau timbulnya akal-akal.
Tetapi dari Akal Kesepuluh muncullah bumi serta roh-roh dan materi yang menjadi dasar
dari keempat unsur, yaitu api, udara, air, dan tanah.
RASIONALISASI HIRARKI
• Sebuah pertanyaan, mengapa jumlah akal dibataskan kepada bilangan sepuluh? Hal ini
disesuaikan dengan bilangan bintang yang berjumlah sembilan. Selain itu, ditiap-tiap akal
diperlukan satu planet pula, kecuali akal pertama yang tidak disertai sesuatu planet ketika
keluar dari Tuhan.
• Tetapi mengapa jumlah bintang tersebut ada 9 (sembilan)? Karena jumlah benda-benda
angkasa menurut Aristoteles ada tujuh. Kemudian al-Farabi menambah dua lagi, yaitu benda
langit yang terjauh dan bintang-bintang tetap. Ia menyatakan bahwa jumlah akal ada
sepuluh, sembilan di antaranya untuk mengurus benda-benda langit yang sembilan,
sedangkan akal sepuluh yaitu akal bulan yang mengawasi dan mengurusi kehidupan di bumi.
• Akal itu saling berurutan, maka pada Tuhan, yaitu Wujud Pertama yang hanya terdapat pada
satu objek pemikiran yaitu zat-Nya saja. Tetapi pada akal-akal tersebut terdapat dua objek
pemikiran yaitu Tuhan dan diri akal itu sendiri. Pemikiran akal pertama dalam kedudukannya
sebagai Wajibul Wujud karena Tuhan, dan sebagai Wujud yang mengetahui Tuhan, keluarlah
akal kedua dan seterusnya.
JIWA
• Jiwa ada dalam tubuh manusia, memancar dari akal kesepuluh. Dari
akal kesepuluh ini pulalah memancar bumi, roh, api udaradan tanah.
• Al-Farabi mencoba melakukan sintesa antara pendapat Plato dengan
Aristoteles. Menurut Plato, jiwa itu ia sesuatu yang berbeda dengan
tubuh, ia adalah substansi rohani. Sedangkan menurut Aristotelis,
jiwa adalah bentuk (form) tubuh.
• Dalam hal ini, Al-Farabi mencoba mencari jalan kompromis antara
kedua pendapat yang berbeda di atas. Menurut dia, jiwa itu berupa
substansi dalam dirinya dan bentuk dalam hubungannya dengan
tubuh.
DAYA JIWA
• DAYA GERAK: seperti gerak untuk makan, gerak untuk memelihara sesuatu,
dan gerak untuk berkembang biak.
• DAYA MENGETAHUI: seperti mengetahui dalam merasa dan mengetahui
dalam berimajinasi.
• DAYA BERPIKIR yang dipilah kepada akal praktis dan akal teoritis.
• Akal praktis berfungsi untuk menyimpulkan apa yang mesti dikerjakan oleh
seseorang.
• Akal teoritis berfungsi untuk membantu dalam menyempurnakan jiwa.
• Akal potensial atau akal fisik (material). Akal ini dapat menangkap bentuk-bentuk dari barang-
barang yang dapat ditangkap dengan panca indra.
• Akal aktual, akal biasa (habitual). Akal ini dapat menangkap makna-makna dan konsep-konsep
belaka.
• Akal mustafad, akal yang diperoleh (acquired). Akal ini mampu mengadakan komunikasi dengan
Akal Fa’al.
FILSAFAT KENABIAN
• Kalau dilihat dari segi kejiwaan, Nabi mempunyai potensi untuk berhubungan dengan Akal
Fa’al, baik kondisinya dalam keadaan terjaga maupun tertidur. Inilah sebuah potensi para
Nabi yang tidak dimiliki oleh manusia lainnya.
• Ada sebagian manusia yang mempunyai jiwa kuat, tetapi bukan para Nabi, maka mereka
tidak bisa berhubungan dengan Akal Fa’al, tetapi terkadang mereka mengalaminya ketika
tidur/tanpa disadari, mereka ini di sebut para Auliya. Ada lagi lebih ke bawah yakni,
manusia yang awam, jiwanya sangat lemah sekali sehingga tidak bisa berhubungan dengan
Akal Fa’al, baik waktu tidur ataupun terbangun.
• Menurutnya, Nabi dan filosof adalah dua sosok pribadi shaleh yang akan memimpin sebuah
kehidupan masyarakat di sebuah Negeri, karena keduanya dapat berhubungan dengan Akal
Fa’al yang menjadi sumber syari’at dan aturan yang diperlukan bagi kehidupan Negeri.
Perbedaan antara Nabi dengan filosof adalah, jikalau Nabi meraih hubungan dengan Akal
Fa’al melalui imajinasinya, sedangkan filosof melalui jalur studi dan analisis.
FITRAH SOSIAL MANUSIA
• Al-Farabi berpendapat bahwa manusia adalah makhluk sosial,
makhluk yang mempunyai kecenderungan alami untuk
bermasyarakat. Hal ini dikarenakan manusia tidak mampu
memenuhi segala kebutuhannya sendiri tanpa bantuan atau
kerjasama dengan pihak lain.
• Adapun tujuan bermasyarakat itu menurutnya tidak semata-mata
untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup, tetapi juga untuk
menghasilkan kelengkapan hidup yang akan memberikan kepada
manusia akan sebuah kebahagiaan, tidak saja materil tetapi juga
sprituil, tidak saja di dunia yang fana ini, tetapi juga di akhirat nanti.
JENIS NEGARA
 Negara Utama (al-madinah al-fadilah).
◦ Negara utama adalah Negara yang penduduknya berada dalam kebahagiaan. Bentuk Negara ini
dipimpin oleh para nabi dan dilanjutkan oleh para filsuf.
 Negara orang-orang bodoh (al-madinah al-jahilah).
◦ Negara orang-orang bodoh adalah Negara yang penduduknya tidak mengenal kebahagiaan.
 Negara orang-orang fasik.
◦ Negara orang-orang fasik adalah Negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan,tetapi tingkah
laku mereka sama dengan penduduk Negara orang-orang bodoh.
 Negara yang berubah-ubah (al-madinah al mutabaddilah).
◦ Penduduk Negara ini awalnya mempunyai pikiran dan pendapat seperti yang dimiliki penduduk
Negara utama,tetapi mengalami kerusakan.
 Negara sesat(al-madinah ad-dallah).
◦ Negara sesat adalah Negara yang pemimpinnya menganggap dirinya mendapat wahyu. Ia
kemudian menipu orang banyak dengan ucapan dan perbuatannya.
KLASIFIKASI NEGARA BODOH
 Negeri Darurat (Daruriah), yaitu Negera yang penduduknya
memperoleh minuman dari kebutuhan hidup, makan, minum, pakaian,
dan tempat tinggal.
 Negeri Kapitalis (Baddalah), yaitu Negara yang penduduknya
mementingkan kekayaan harta dan benda.
 Negeri Gila Hormat (Kurama), yaitu Negara yang penduduknya
mementingkan kehormatan saja.
 Negeri Hawa Nafsu (Hissah wa Syahwah), yaitu Negara yang
penduduknya mementingkan kekejian dan berfoya-foya.
 Negeri Anarkis (Jami’iah), yaitu Negara yang setiap penduduknya
ingin merdeka melakukan keinginan masing-masing.
TINGKAT-TINGKAT KEHIDUPAN MANUSIA
Kitab Ara’ ahl Madinah al-Fadhilah & Kitab al-Siyasah al-Madaniyah

 1_Madinahal-Nawabit (State of Vegetable or Nomadic State), Masyarakat


Kayu-kayuan atau Negara Liar.
 2_Madinah al-Bahimiyah (State of Animal or Primitive State), 
Masyarakat Binatang atau Masyarakat Primitif
◦ Mereka yang hidup terpencil di tengah gurun sahara, di hutan rimba atau di
pulau pulau terpencil dan juga di pantai- pantai yang masyarakatnya masih
tertutup.
◦ Mereka yang hidup serba primitif di dalam kebutuhan hidup yang sangat
rendah, bertempat tinggal di dusun-dusun dan di dekat wilayah-wilayah
yang mata pencahariannya tidak tetap.
◦ Mereka yang hidup bertani dan bercocok tanam, bertempat tinggal di desa-
desa dengan kehidupan yang sudah teratur walaupun masih sangat
sederhana.
 3_Madinah al-Dharurah (State of Neccessity), Negara kebetulan. Yaitu Tingkat Hidup
Bernegara Yang Pertama Sekali
◦ Kewajiban negara dalam tingkatan ini adalah mencukupkan kebutuhan pokok untuk hidup
sederhana dari rakyatnya, yaitu  makan, minum, pakaian, tempat kediaman dan seks.
 4_Madinah al-Hissah (State of Desire) ,Negara keinginan, yaitu negara yang taraf
kehidupan rakyatnya sudah naik setingkat lagi. Selain dari memikirkan makan,
minum, pakaian, kediaman dan seks, rakyatnya sudah mempunyai keinginan yang
lain.
 5_ Madinah al-Tabadul  (State of Ease), Negara bertukar kebutuhan yaitu negara yang
rakyatnya sudah mulai menghadapai peralihan (transisi) menuju kesempurnaan
untuk memenuhi hidupnya. Zaman transisi lahir maka terjadilah revolusi industri.
 6_ Madinah al-Naddzalah (Egoistic State or Individualistic Capitalism). Masyarakat
Kapitalis Negara Egois. Yaitu, negara yang rakyatnya berjuang dan bersaing untuk
mencapai kekayaan perseorangan, dan hanya menumpuk harta benda demi
kepentingan diri sendiri.
◦ Al-Farabi tidak menceritakan panjang lebar tentang perkembangan zaman kapitalisme ini. Dia
hanya mengatakan bahwa manusia menimbun harta benda melebihi dari kebutuhannya
sendiri.
 7_Madinah al-Jama’iyah (Anarchistic State or Communistic State). Negara Anarchi atau
Masyarakat Komunis.
◦ Sesudah tingkat yang tertinggi dari kapitalisme, maka ekonomi menghadapi jalan yang
bersimpang dua yaiu :
◦ 7.1.   Anarchi, karena persaingan yang maha dahsyat antara raksasa-raksasa kapitalis menjadikan
segala sesuatunya kacau, (chaos) dan berantakan (anarchi), karena masing-masing tidak
mengindahkan peraturan lagi.
◦ 7.2.   Komunisme, sebagai reaksi atas faham egoisme dan indiviualisme yang sangat merusak.  
Faham ini menumpas segala hak milik, memusnahkan segala faham yang dianggap kontra atau
anti revolusioner, dan membasmi semua orang yang menentang aliran mereka dan dianggap
pengacau dan musuh masyarakat.
◦ Dan akhirnya al-Farabi melanjutkan teorinya yang terakhir yang dianggap babak terbaik dari
babak-babak diatas yaitu :
 8_Madinah al-Fadhilah.(Model State or Socialism). Negara Utama atau Masyarakat
Sosialis.
◦ Untuk mencapai kesempurnaan ekonomi, haruslah ditempuh suatu tingkat yang paling
berbahaya yang menjerumuskan dunia ke dalam kekacauan, anarchi atau komunisme, tetapi
setelah dilewati garis merah yang berbahaya itu, barulah ekonomi mencapai puncak yang
ditujunya, yaitu tercapainya kebahagiaan yang lengkap, materiil dan spirituil. Taraf ini disebut
sebagai taraf masyarakat sosialis atau Negara Utama, dimana seluruh rakyat merasa bahagia
menikmati kepemimpinan    yang sempurna dari suatu negara
KEPALA NEGARA IDEAL
• Yang paling ideal sebagai Kepala Negara adalah Nabi/Rasul atau filosof.
Selain tugasnya mengatur Negara, juga sebagai pengajar dan pendidik
terhadap anggota masyarakat yang dipimpinnya. Kalau tidak ada sifat-
sifat Kepala Negara yang ideal ini, maka pimpinan Negara diserahkan
kepada seorang yang memiliki sifat-sifat yang dekat dengan sifat-sifat
yang dimiliki Kepala Negara ideal. Sekiranya sifat-sifat dimaksud tidak
pula terdapat pada seseorang, tetapi terdapat dalam diri beberapa
orang, maka Negara harus diserahkan kepada mereka dan mereka
secara bersama harus bersatu memimpin masyarakat.
12 CIRI PEMIMPIN IDEAL
1. Lengkap anggota badannya
2. Baik daya pemahamannya
3. Tinggi intelektualitasnya
4. Pandai mengemukakan pendapatnya dan mudah dimengerti uraiannya
5. Pencinta pendidikan dan gemar mengajar
6. Tidak loba atau rakus dalam hal makanan, minuman, dan wanita
7. Pencinta kejujuran dan pembenci kebohongan
8. Berjiwa besar dan berbudi luhur
9. Tidak memandang penting kekayaan dan kesenangan-kesenangan duniawi yang lain
10. Pencinta keadilan dan pembenci perbuatan zalim
11. Tanggap dan tidak sukar diajak menegakkan keadilan dan sebaliknya sulit untuk melakukan atau
menyetujui tindakan keji dan kotor
12. Kuat pendirian terhadap hal-hal yang menurutnya harus dikerjakan, penuh keberanian, tinggi
antusiasme, bukan penakut dan tidak berjiwa lemah atau kerdil

Anda mungkin juga menyukai