2. Memiliki Objek
Ciri-ciri yang kedua adalah memiliki objek yang berarti adanya perubahan atau
perkembangan kegiatan atau aktivitas manusia dalam dimensi waktu (masa
lampau). Dalam hal ini, waktu merupakan salah satu unsur paling penting dalam
sejarah. Tentu saja waktu yang dimaksud adalah waktu waktu terjadinya
peristiwa di masa lalu.
3. Memiliki Teori
Teori adalah pendapat yang dikemukakan oleh ahli dan berfungsi sebagai
keterangan mengenai suatu peristiwa yang terjadi. Dalam sejarah, isi dari teori
adalah satu kumpulan tentang kaidah-kaidah pokok suatu ilmu yang diajarkan
berdasarkan keperluan peradaban.
4. Memiliki Metode
Metode merupakan langkah atau cara yang sistematis serta tidak melenceng
dari norma-norma yang berlaku dan digunakan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Setiap ilmu pengetahuan tentu memiliki tujuan, begitu juga sejarah.
Sementara itu, tujuan dari ilmu sejarah ialah menjelaskan perkembangan atau
perubahan kehidupan yang dilalui oleh manusia dari waktu ke waktu. Dalam
sejarah, metode berfungsi untuk mencari kebenaran terkait peristiwa-peristiwa
khusus yang terjadi di masa lampau. Sehingga para sejarawan harus benar-
benar teliti dalam menyimpulkan suatu peristiwa.
5. Mempunyai Generalisasi
Ciri-ciri terakhir sejarah sebagai ilmu ialah mempunyai generalisasi.
Generalisasi merupakan sebuah kesimpulan yang bersifat umum yang ditarik
dari suatu pengamatan dan pemahaman penulis.
Contoh Sejarah sebagai Ilmu
1. Teori masuknya Hindu-Budha ke Indonesia
Contoh pertama adalah mengenai teori masuknya agama serta kebudayaan
Hindu-Budha ke Nusantara. Berdasarkan referensi yang ada, banyak sekali teori
yang membahas tentang peristiwa ini, termasuk 4 teori yang cukup terkenal
yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya dan Arus Balik.
Masing-masing teori telah memiliki bukti dan telah dikaji secara ilmiah serta
sistematis, sehingga teori tersebut dapat dikategorikan sebagai contoh sejarah
sebagai ilmu.
2. Teori masuknya Islam ke Indonesia
Selain masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia, teori
tentang masuknya Islam ke Indonesia juga masuk dalam kategori contoh
sejarah sebagai ilmu. Terdapat banyak teori dalam peristiwa masuknya Islam ke
Indonesia, salah satunya adalah teori Gujarat.
Dalam teori Gujarat dijelaskan bahwa agama Islam yang berhasil masuk ke
Nusantara adalah berasal dari Gujarat. Selain itu, terdapat teori-teori lainnya
yang memiliki pendapat berbeda dan tentunya juga memiliki bukti yang kuat.
Maka dari itu teori masuknya Islam ke Indonesia menjadi salah satu contoh
sejarah sebagai ilmu.
3. Teori Nusantara
Teori Nusantara disebut juga sebagai teori asal-usul nenek moyang bangsa
Indonesia yang menjelaskan tentang nenek moyang Indonesia yang bukan
berasal dari luar Nusantara. Teori ini diperkuat dengan adanya bukti, mulai dari
kondisi geografis Indonesia, persebaran manusia, dan juga migrasi bahasa.
4. Teori Yunan
Selain teori Nusantara, terdapat teori lain yang menjelaskan tentang asal-usul
nenek moyang bangsa Indonesia yaitu teori Yunan. Dalam teori ini dijelaskan
bahwa Tiongkok Selatan adalah daerah asal nenek moyang Indonesia, lebih
tepatnya adalah daerah Yunan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya
jejak-jejak yang telah diteliti oleh para sejarawan.
Hukum ini juga menyatakan bahwa alam akan melahirkan kenyataan yang terus
menerus timbul dan tenggelam tanpa tujuan, seperti pola siklus.
Berdasarkan hal ini, ada ungkapan yang menyatakan bahwa sejarah itu
berulang. Apabila ditinjau dari karakteristik sejarah sebagai ilmu yakni memiliki
metode, maka jawaban yang tepat untuk menjelaskan “sejarah berulang” ialah
…
Pembahasan (C)
Dasuki (1974, hlm. 67) menjelaskan bahwa dalam ilmu sejarah diadakan suatu
analisis kritis dengan cara membandingkan dan membeda-bedakan gejala-
gejala dari berbagai peristiwa, sehingga pada masing-masing peristiwa tersebut
dapat ditemukan unsur-unsur umum yang berulang dan unsur khusus yang tidak
berulang. Dengan adanya aspek-aspek umum yang berulang, maka terdapat
persamaan atau pararelisme pada masing-masing peristiwa sejarah. Unsur-
unsur umum yang berulang ini merupakan fenomena umum, sehingga yang
berulang bukanlah peristiwa sejarah melainkan fenomena, karena peristiwa
sejarah itu bersifat unik dan hanya terjadi satu kali.
Sejarah dapat juga memberikan kesenangan lain kepada kita. Kesenangan ini
berupa “wisata intelektual” yang dipancarkannya kepada kita. Tanpa beranjak
dari tempat duduk kita dapat dibawa oleh sejarah menyaksikan
peristiwaperistiwa yang jauh dari kita, baik jauh tempat maupun jauh waktunya.
Kita diajak untuk berwisata ke negeri-negeri nan jauh disana, menyaksikan
peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam suasana yang berbeda dengan
suasana kita sekarang. Kita akan terpesona oleh pemandangan pada masa
lampau yang dilukiskan oleh sejarawan. Dengan penuh minat kita akan
berkenalan dengan cara hidup, kebiasaan dan tindakan yang berlainan dengan
yang kita alami sekarang.
8. Pendidikan politik
Nilai-nilai politik sangat kentara dalam penulisan sejarah, terutama sejarah
yang ditulis oleh pemerintah atau penulisan sejarah yang merujuk kepada
kepentingan pemerintah. Penulisan sejarah seperti ini sangat nampak dalam
buku-buku teks pelajaran sejarah yang ada di sekolah. Mengapa demikian?
Sebab, pelajaran sejarah yang diberikan di sekolah harus merujuk kepada
kurikulum yang berlaku. Adapun kurikulum pada dasarnya merupakan produk
kebijakan politik pemerintah dalam pendidikan. Dengan demikian, sejarah yang
diajarkan di sekolah memiliki misi dalam rangka pendidikan politik.
9. Pendidikan masa depan
Dapatkah sejarah mempelajari masa depan? Sudah barang tentu dapat.
Mengapa sejarah dapat mempelajari masa depan? Sebab, sejarah adalah suatu
studi tentang kehidupan manusia dalam konteks waktu. Waktu dalam pengertian
sejarah dapat berupa sebuah garis yang lurus ke depan. Garis tersebut dapat
menunjukkan adanya kesinambungan. Kesinambungan waktu yang dimaksud
adalah kesinambungan antara masa lalu, sekarang, dan masa yang akan
datang. Masa lalu sangat menentukan masa sekarang, dan masa sekarang
sangat menentukan masa yang akan datang. Kesinambungan waktu dalam
sejarah dapat kita contohkan terhadap apa yang terjadi pada diri kita. Misalnya
sekarang kita duduk di bangku SMA. Keberadaan kita sekarang di SMA ini
sebenarnya tidak lepas dari apa yang kita lakukan pada masa lalu, yaitu ketika
kita di SMP atau di SD. Apabila kita ketika di SMP-nya belajar dengan rajin dan
serius maka ketika kita duduk di SMA tidak menutup kemungkinan prestasi kita
menjadi lebih baik lagi. Begitu pula halnya dalam melihat masa depan kita.
Apabila kita ketika di SMA-nya malas, maka tidak menutup kemungkinan masa
depan kita menjadi kurang baik. Kerajinan dan keuletan kita belajar sekarang di
SMA sangat menentukan hidup kita pada masa yang akan datang.
a. Kebudayaan Pacitan
, ditemukan oleh Von Koenigswald, alat yang ditemukan berupa kapak genggam, serta
alat serpih yang masih kasar, yang diperkirakan hasil kebudayaan manusia jenis
Meganthropus.
Alat serpih
b. Kebudayaan Ngandong
,
merupakan hasil kebudayaan yang ditemukan di daerah Ngandong, Ngawi, Jawa Timur,
alat yang ditemukan berupa peralatan yang terbuat dari tulang dan tanduk rusa, yang
diperkirakan sebagai alat penusuk, belati, atau mata tombak.
Kebudayaan Mesolithikum,
atau kebudayaan jaman batu madya. Hasil peninggalan kebudayaan adalah
ditemukannya kebudayaan Kjokkenmoddinger dan kebudayaan abris sous roche.
Kjokkenmoddinger merupakan sampah dapur yang berupa tumpukan kulit kerang, yang
di dalamnya ditemukan kapak genggam/pebble dan kapak pendek. Abris sous roche,
merupakan hasil kebudayaan yang ditemukan di gua-gua, ditemukan peralatan dari batu
yang sudah diasah, serta peralatan dati tulang dan tanduk. Banyak ditemukan di daerah
Bojonegoro, Sulawesi Selatan, serta Besuki.
Kjokkenmoddinger
Kebudayaan Neolithikum
, merupakan hasil kebudayaan jaman batu baru, dengan pembuatan yang lebih
sempurna, serta lebih halus dan disesuaian dengan fungsinya. Alat pada masa ini
digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Alat yang terkenal dari masa ini adalah
kapak persegi dan belinug persegi. Kapak persegi mirip dengan cangkul, digunakan
untuk kegiatan persawahan dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kapak lonjong
adalah alat dari batu yang diasah dan berbentuk lonjong seperti bulat telur. Daerah
penemuannya di Indonesia timur, seperti Minahasa dan Papua.
Kapak Lonjong
4. Kebudayaan Logam
,
disebut juga hasil kebudayaan dari masa perundagian. Disebut sebagai masa perundagian
karena manusia sudah mulai mengenal dan menguasai teknologi tahap awal, dengan
mulai mengembangkan ketrampilan pertukangan untuk membuat peralatan yang sesuai
kebutuhan hidup.Pada masa itu sudah dikenal peralatan yang terbuat dari perunggu dan
besi. Berikut ini merupakan peninggalan dari masa perundagian:
peralatan dari besi,yang berupa beliung, cangkul, mata pisau, mata tombak dan sabit
Gerabah, yakni peralatan yang terbuat dari tanah liat,
Pakaian, merupakan pakaian yang terbuat dari kulit kayu,
Perhiasan, berupa gelang dan kalung, baik yang terbuat dari batu dan kerang, maupun
yang terbuat dari perunggu,
Nekara, merupakan tambur yang berbentuk seperti dandang terbalik, digunakan dalam
upacara pemujaan, sehingga alat ini di anggap suci. Banyak ditemukan di Sumatra, Jawa,
Bali, Sumbawa, Pulau Selayar, Pulau Roti.
Kapak perunggu atau juga disebut kapak corong atau kapak sepatu.
Kapak Perunggu
Nekara
5. Kebudayaan Megalithikum,
a. Menhir, merupakan tiang atau tugu batu yang digunakan untuk pemujaan dan
peringatan akan roh nenek moyang.
Menhir
b. Dolmen, merupakan bangunan seperti meja yang terbuat dari batu yang digunakan
untuk meletakan sesaji dan pemujaan arwah nenek moyang.
Dolmen
E, Punden Berundak
38 Menganalisis Corak kehidupan Masyarakat Pada Kehidupan Masa Praaksara
corak kehidupan
masyarakat
praaksara
1. Pola Hunian
Dalam buku Indonesia Dalam Arus Sejarah, Jilid I diterangkan tentang pola hunian
manusia purba yang memperlihatkan dua karakter khas hunian purba yaitu, (1)
kedekatan dengan sumber air dan (2) kehidupan di alam terbuka. Pola hunian itu dapat
dilihat dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya. Beberapa contoh yang
menunjukkan pola hunian seperti itu adalah situs-situs purba di sepanjang aliran
Bengawan Solo (Sangiran, Sambungmacan, Trinil, Ngawi, dan Ngandong) merupakan
contoh contoh dari adanya kecenderungan manusia purba menghuni lingkungan di
pinggir sungai. Kondisi itu dapat dipahami mengingat keberadaan air memberikan
beragam manfaat. Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia dalam Corak
kehidupan Masyarakat Pada Kehidupan Masa Praaksara. Air juga diperlukan oleh
tumbuhan maupun binatang. Keberadaan air pada suatu lingkungan mengundang
hadirnya berbagai binatang untuk hidup di sekitarnya. Begitu pula dengan tumbuh-
tumbuhan, air memberikan kesuburan bagi tanaman. Keberadaan air juga dimanfaatkan
manusia sebagai sarana penghubung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui
sungai, manusia dapat melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lainnya.
Masa manusia purba berburu dan meramu itu sering disebut dengan masa food
gathering. Mereka hanya mengumpulkan dan menyeleksi makanan karena belum dapat
mengusahakan jenis tanaman untuk dijadikan bahan makanan. Dalam perkembangannya
mulai ada sekelompok manusia purba yang bertempat tinggal sementara, misalnya di
gua-gua, atau di tepi pantai.
3. Sistem Kepercayaan
Sebagai manusia yang beragama tentu kamu sering mendengarkan ceramah dari guru
maupun tokoh agama. Dalam ceramah-ceramah tersebut sering dikatakan bahwa hidup
hanya sebentar sehingga tidak boleh berbuat menentang ajaran agama, misalnya tidak
boleh menyakiti orang lain, tidak boleh rakus, bahkan melakukan tindak korupsi yang
merugikan negara dan orang lain. Karena itu dalam hidup ini manusia harus bekerja
keras dan berbuat sebaik mungkin, saling menolong. Kita semua mestinya takut kepada
Tuhan Yang Maha Esa bila berbuat dosa karena melanggar perintah agama, atau
menyakiti orang lain dalam Corak kehidupan Masyarakat Pada Kehidupan Masa
Praaksara.
39 Memberi beberapa teori masuknya pengaruh Hindu Budha di Indonesia antara lain Teori
argumentasi Brahmana, Teori Waisya, Teori Ksatria, dan Teori Arus Balik.
teori masuknya
agama Hindu di
Teori Brahmana
Indonesia
Teori masuknya pengaruh Hindu Budha di Indonesia yang pertama adalah Teori
Brahmana yang diajukan oleh Jacob Cornelis Van Liur. Teori ini mengemukakan bahwa
pengaruh Hindu-Budha di Indonesia dibawa oleh para brahmana atau kalangan pemuka
agama dari India. Teori ini dilandaskan pada prasasti-prasasti peninggalan kerajaan
Hindu-Budha di Indonesia pada masa lampau.
Mayoritas prasasti yang ada di Indonesia ini menggunakan huruf pallawa dan bahasa
sanskerta. Di India sendiri, aksara dan bahasa tersebut tidak sembarang orang yang bisa
menguasainya dan hanya para golongan brahmana yang menguasainya.
Teori ini juga dikuatkan oleh kebiasaan agama Hindu yang menempatkan brahmana
sebagai satu-satunya otoritas dalam ajaran agama Hindu. Maka hanya kalangan
brahmana yang memahami ajaran Hindu yang benar dan utuh, konsekuensinya hanya
merekalah yang berhak menyebarkan ajaran Hindu.
Menurut kerangka teori ini, para brahmana ini diundang ke Nusantara oleh para kepala
suku untuk menyebarkan ajarannya beserta keluhuran nilainya pada masyarakat di
Indonesia yang masih memiliki kepercayaan asli yaitu animisme dan dinamisme.
Teori Ksatria
Teori masuknya pengaruh Hindu Budha di Indonesia yang kedua adalah Teori Ksatria
yang dikemukakan oleh C.C. berg Mookerji dan J.L Moens. Dalam teori ini disebutkan
bahwa golongan bangsawan atau ksatria dari India yang membawa masuk dan
menyebarkan pengaruh agama Hindu-Budha di Indonesia.
Wilayah Indonesia menjadi pilihan karena mengikuti jalur perdagangan antara India dan
Indonesia pada masa itu. Dalam perkembangannya, mereka pun kemudian menyebarkan
ajaran dan kebudayaan kedua agama tersebut pada masyarakat local yang ada di
Indonesia.
Teori Waisya
Teori Waisya ini dikemukan oleh NJ Krom, dimana teori ini menjelaskan bahwa masuk
dan berkembangnya pengaruh Hindu-Budha di Indonesia dibawa oleh orang India
berkasta Waisya atau golongan pedagang. Para pedagang merupakan kelompok
masyarakat asal India yang paling banyak berintekasi dengan masyarakat pribumi.
Menurut kerangka teori ini, para pedagang India mengenalkan ajaran Hindu dan Budha
beserta nilai-nilai budanya kepada masyarakat local. Kegiatan itu dilakukan saat
berlabuh ke Nusantara untuk berdagang, lantaran saat itu pelayaran sangat bergantung
pada musim angin sehingga dalam beberapa waktu mereka akan menetap di kepulauan
di Indonesia sampai angin laut yang akan membawa mereka kembali ke India
berhembus.
Teori arus balik ini dikemukan oleh F.D.K Bosch yang mengatakan penyebaran
pengaruh Hindu-Budha di Indonesia terjadi karena peran aktif masyarakat Indonesia
sendiri. Pengenalan pengaruh Hindu-Budha ini merupakan inisiatif oleh orang-orang
India atau para pendeta tetapi yang menyebarkan adalah orang Indonesia yang diutus
oleh raja di Nusantara untuk mempelajari agama dan budaya para pendeta India di
Negara asalnya.
Setelah utusan tersebut menguasai ajaran agama maka mereka akan kembali ke
Indonesia dan menyampaikan pada Raja. Selanjutnya, raja akan meminta para utusan
tersebut untuk menyebarkan dan mengajarkan pengetahuan yang diperoleh pada
penduduk atau rakyat kerajaan.
40 Mengklasifikasik Pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia membawa perubahan signifikan dalam
an pengaruh berbagai bidang kehidupan masyarakat. Adapun perwujudan akulturasi antara
kebudayaan kebudayaan Hindu-Budha dengan kebudayaan Indonesia terlihat dari seni bangunan,
Hindu-Budha di kesusastraan, bahasa dan tulisan, kepercayaan dan filsafat, juga sistem pemerintahan.
Indonesia
Seni Bangunan
Pengaruh Hindu-Budha secara fisik paling jelas tampak pada bangunan candi. Dimana,
candi merupakan bangunan yang paling banyak didirikan pada masa pengaruh
kebudayaan Hindu-Budha. Candi memiliki arti atau bentuk bangunan beragam misalnya
candi yang berfungsi sebagai tempat peribadatan dan makam, candi pemandian suci
(parthirtan).
Candi terdiri atas tiga bagian, yaitu kaki bandi (bhurloka, alam dunia fana), tubuh candi
(bhurwaloka, alam pembersihan jiwa), dan puncak candi (swarloka, alam jiwa suci).
Namun, karena ciri akulturasi adalah dengan mempertahankan kekhasan budaya asalnya,
maka terdapat perbedaan arsitektur yang cukup mencolok, salah satunya candi yang
berada di kawasan Jawa Tengah dengan yang ada ada di Jawa Timur. Adapun perbedaan
dari candi-candi tersebut antara lain :
Candi di Jawa Tengah, berbentuk tambun dengan hiasan kalamakara (wajah raksasa) di
atas gerbang pintu masuk. Puncak candi berbentuk stupa, dengan bahan utama batu
andesit. Pada umumnya, candi ini akan menghadap kea rah timur.
Candi di Jawa Timur, berbentuk lebih ramping, dengan hiasan kala di atas gerbang lebih
sederhana daripada kalamakara. Puncak candi berbentuk kubus, dengan bahan utama
batu bata. Umumnya, candi yang berada di Jawa Timur ini menghadap kearah barat.
latihan soal dari Kelas Pintar
Kesusasteraan
Pengaruh akulturasi budaya ini paling jelas tampak pada upaya adaptasi yang dilakukan
oleh sejumlah pujangga seperti Mpu Kanwa, Mpu Sedah, Mpu Dharmaja, dan Mpu
Panuluh. Mereka melakukan adaptasi terhadap epic Mahabharata dan Ramayana
disesuaikan dengan kondisi pada masa itu.
Sistem Pemerintahan
Bentuk Sungai Mahakam yang mampu dilewati oleh kapal menuju Muarakaman
menjadikan tempat ini diketahui khalayak dunia.
Kondisi keterpautan tersebut bahkan menjadi bukti adanya pengaruh persebaran Hindu-
Budha sebagai awal berdirinya kerajaan ini. Tempat ini juga menyediakan Yupa yang
berbentuk semacam batu dengan tulisan bahasa sansekerta dengan aksara pallawa.
Lazimnya bahasa dan tulisan tersebut adalah digunakan di tanah hindu.
Sejarah Kerajaan Kutai sebagai kerajaan hindu juga ditandai dengan arsitektur corak
hindu yang digunakan pada bangunannya. Kerajaan ini diduga didirikan oleh Raja
Kudungga sebagai kepala adat dan pemuka agama di Kalimantan Timur.
Pasalnya kerajaan ini didirikan setelah Raja Kudungga menyebarkan agama di wilayah
tersebut.
Yupa bahkan memiliki ciri khas aksara pallawa dengan penggunaan box head yang
terdapat pada bagian atas aksara. Prasasti ini juga berbentuk tiang batu atau tugu yang
berukuran kurang lebih 1 meter.
Tiang yang ditancapkan di atas tanah tersebut bahkan memiliki fungsi sebagai prasasti,
pengikat hewan untuk upacara keagamaan dan lambang kebesaran raja.
Prasasti yupa yang berjumlah tujuh dalam satu lokasi tersebut seringkali disebut sebagai
prasasti kutai atau prasasti mulawarman.
Anda juga bisa memahami setiap prasasti untuk mempelajari sejarah Kerajaan Kutai.
Lazimnya prasasti yupa I ditulis dengan bahasa sansekerta dalam 12 baris tulisan.
Prasasti tersebut menyebutkan silsilah keluarga Sri Maharaja Kudungga yang dikaruniai
3 orang anak. Dari ketiga anak tersebut, Mulawarman adalah anak terkemuka sebagai
raja yang baik, kuat dan berkuasa.
Prasasti yupa II menghadirkan 8 baris tulisan menggunakan aksara dan bahasa yang
sama. Dalam prasasti ini, terdapat tulisan terkait kondisi Sri Mulawarman yang telah
memberikan sedekah 20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana.
Prasasti kedua ini bahkan dapat diidentikkan dengan simbol peringatan yang dibuat oleh
kaum Brahmana yang hadir di tempat tersebut.
Kemudian, prasasti yupa III juga menghadirkan 8 baris tulisan yang menerangkan
tentang kebaikan dan kebesaran Raja Mulawarman. Sedangkan prasasti yupa IV tidak
menampakkan tulisan yang sama karena terhapus.
Meski demikian, bentuk prasasti ini tetap memiliki bentuk yang sama dan masih tersisa
kepala aksara yang biasa terletak di atas tulisan.
Prasasti yupa V juga menerangkan sejarah Kerajaan Kutai pada masa Raja
Mulawarman.. Pasalnya prasasti ini memiliki 4 tulisan sebagai peringatan dua sedekah
besar yang telah diberikan oleh Raja Mulawarman.
Selain itu, prasasti yupa VII juga menghadirkan 8 baris aksara yang menerangkan
tentang kisah Raja Mulawarman. Prasasti ini bahkan mengenalkan tentang kekuatan Raja
Mulawarman yang mampu menaklukkan raja-raja yang menguasainya. Tugu prasasti ini
bahkan dibangun oleh Kaum Brahmana yang datang dari daerah lain.
Para pedagang yang melewati Selat Makassar, Filipina dan Cina juga menjadikan
Kerajaan Kutai sebagai tempat singgah. Kondisi kerjasama yang baik ini bahkan
menjadikan kerajaan yang sangat makmur.
Bahkan, masyarakat dari golongan terdidik seperti kaum ksatria dan brahmana juga telah
melakukan perjalanan ke India dan pusat penyebaran agama Hindu di Asia Tenggara.
Masyarakat cendekiawan ini juga mendapatkan kedudukan terhormat di Kutai.
Kondisi tersebut bahkan menyebabkan kerajaan ini dikuasai oleh Kerajaan Kutai
Kartanegara sebagai kerajaan Islam yang memegang kekuasaan di Kalimantan Timur.
Itulah beberapa kisah yang perlu anda ketahui terkait kondisi Kerajaan Kutai di
Kalimantan Timur. Kerajaan ini pernah mengalami masa kejayaan saat dipimpin oleh
Raja Mulawarman dan mengalami kemunduran setelahnya.
Bahkan, kondisi tersebut juga menyebabkan perebutan kekuasaan sehingga tempat ini
tergantikan oleh kerajaan Islam, Kerajaan Kutai Kartanegara.
Kerajaan Tarumanegara
Dalam catatan sejarah, kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan Hindu tertua ke-2 di
Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358–
382 Masehi di tepi sungai Citarum, yang sekarang masuk ke wilayah Kabupaten Lebak,
Banten.
Raja Jayasingawarman adalah seorang maharesi atau pendeta yang berasal dari India,
tepatnya dari daerah Salankayana. Raja Jayasingawarman mengungsi ke nusantara
karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Kerajaan Magadha.
Saat tiba di Jawa Barat, Raja Jayasingawarman meminta izin kepada Raja Dewawarman
VIII, raja Kerajaan Salakanagara yang berkuasa masa itu, untuk membuka pemukiman
baru. Setelah mendapatkan persetujuan, Raja Jayasingawarman pun membangun
Kerajaan Tarumanegara.
Nama tersebut berasal dari dua kata, yaitu “Taruma” dan “Nagara”. “Nagara” memiliki
arti kerajaan atau negara, sementara “Taruma” atau “Nila” diambil dari nama sungai
Citarum yang membelah Jawa Barat. Disesuaikan dengan letak kerajaan Tarumanegara
berada di tepi sungai Citarum.
Dalam sejarah kerajaan Tarumanegara disebutkan, bahwa kerajaan ini menjadi kerajaan
bercorak Hindu-Budha kedua terbesar di Indonesia.
Kehidupan sosial dan politik kerajaan Tarumanegara terbilang maju. Hal ini terlihat dari
daerah kekuasaannya yang sangat luas. Daerah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara
meliputi Banten sampai Cirebon. Sejak berdiri, Kerajaan Tarumanegara mengalami masa
kejayaan sebanyak 3 generasi. Kerajaan Tarumanegara mengalami masa keemasan saat
dipimpin oleh Raja Tarumanegara ke-3, yaitu Raja Purnawarman.
Keberadaan Kerajaan Tarumanegara ini pernah tercatat dalam berita dari kerajaan
Tiongkok. Dalam berita tersebut, dikatakan bahwa Kerajaan To-Lo-Mo atau
Tarumanegara pernah mengirimkan utusan mereka ke Tiongkok pada tahun 528, 538,
dan 666 Masehi untuk kunjungan persahabatan. Kabar lainnya mengenai Kerajaan
Tarumanegara datang dari Gunawarman, seorang pendeta dari Kashmir yang
mengatakan bahwa agama yang dianut rakyat Tarumanegara adalah Hindu.
Raja Dharmawarman memerintah pada tahun 382–395 Masehi. Sayangnya, tidak ada
banyak catatan mengenai raja kedua Kerajaan Tarumanegara ini. Namanya hanya
tercantum di Naskah Wangsakerta, yang menceritakan mengenai kisah kerajaan-kerajaan
di Indonesia.
Puncak Kejayaan
Nama raja dari Kerajaan Tarumanegara lainnya yang tercatat dalam Naskah
Wangsakerta adalah Raja Purnawarman. Raja Purnawarman memerintah Kerajaan
Tarumanegara dari tahun 395–434 Masehi.
Bahkan di tahun 335 Saka atau 413 Masehi, Purnawarman memerintahkan membangun
Sungai Sarasah atau Sungai Manuk Rawa atau sekarang lebih dikenal dengan Sungai
Cimanuk. Ia juga memperbaiki alur Sungai Gomati dan Sungai Candrabaga, yang
sebelumnya pernah dilakukan oleh Rajadirajaguru, kakeknya di tahun 339 Saka atau 417
Masehi.
Sungai Gomati dan Sungai Candrabaga sendiri menurut para ahli, dikenal sebagai
Sungai Bekasi sekarang. Terakhir, pada tahun 341 Saka atau 419 Masehi, ia juga
memerintahkan untuk memperdalam Sungai Citarum yang merupakan sungai terbesar di
wilayah Kerajaan Tarumanegara.
Perlu Pahamifren ketahui, sungai pada masa itu berperan penting sebagai sarana
perekonomian. Secara tidak langsung, pembangunan sungai-sungai yang dilakukan oleh
Raja Purnawarman bisa membangkitkan perekonomian pertanian dan perdagangan pada
saat itu.
Prasasti Ciaruteun
Pertama, ada Prasasti Ciaruteun. Pada prasasti ini terdapat gambar telapak kaki, lukisan
laba-laba, dan huruf ikal melingkar. Prasasti Ciareuten ini berisi:
Vikkrantasyavanipat eh
Srimatah Purnnavarmmanah
Tarumanagarendrasya
Visnoriva Padadvayam
Arti dari tulisan tersebut adalah: “Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki
Dewa Wisnu (pemelihara), ialah telapak yang mulia Sang Purnawarman, raja di negeri
Taruma, Raja yang gagah berani di dunia”.
Bekas telapak pada Prasasti Ciaruteun melambangkan kekuasaan raja atas daerah tempat
ditemukannya prasasti. Disebutkan bahwa kedudukan Raja Purnawarman diibaratkan
Dewa Wisnu, dewa dalam kepercayaan Hindu yang bertugas memelihara alam semesta.
Artinya, Raja Purnawarman dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat.
Penggunaan cetakan telapak kaki di masa itu mungkin dimaksudkan sebagai tanda
keaslian, mirip tanda tangan pada zaman sekarang.
Kalimat yang tercetak pada Prasasti Kebon Kopi adalah: “Jayavisalasyya Tarumendrasya
hastinah Airwaytabhasya vibatidam-padadyayam”. Arti dari kalimat tersebut adalah: “Di
tempat ini, di sini kelihatannya terdapat gambar sepasang telapak kaki yang mirip
dengan Airawata, gajah yang sangat kuat, penguasa di Taruma atau lebih dikenal
Tarumanegara dan kejayaan kerajaan”. Airawata sendiri adalah gajah kendaraan dewa
Indra, dewa cuaca dan raja kahyangan.
Prasasti Jambu
Prasasti ketiga adalah Prasasi Jambu, yang ditemukan di perkebunan Jambu di bukit
Pasir Koleyangkak, Bogor. Isi prasasti ini adalah “Tapak kaki ini adalah tapak kaki Sri
Purnawarman, Raja tarumanagara. Baginda termasyhur gagah berani, jujur dan setia
menjalankan tugasnya”.
Prasasti Cidanghiyang
Prasasti keempat adalah Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Lebak. Prasasti ini
ditemukan di tepi sungai Cidanghiang di desa Lebak, kecamatan Munjul, kabupaten
Pandeglang, Banten, pada tahun 1947. Prasasti ini berisi 2 baris kalimat yang berbentuk
puisi yang ditulis dengan huruf Palawa dan bahasa Sansekerta. Isi prasasti ini
mengagung-agungkan keberanian raja Purnawarman.
Prasasti Tugu
Terakhir, ada Prasasti Tugu. Prasasti ini menjadi prasasti terpenting & terpanjang dari
Raja Purnawarman yang waktu itu sudah bertahta selama 22 tahun. Dalam prasasti ini,
disebutkan mengenai pembangunan saluran air yang panjangnya 6.112 tombak. 6.112
tombak itu setara 11 km. Aliran air itu diberi nama Gomati yang dibandun dalam waktu
21 hari.
Dalam catatan sejarah Kerajaan Tarumanegara, salah satu contoh kemunduran yang
terjadi saat itu adalah pemberian wewenang pemerintahan sendiri atau otonomi kepada
raja-raja bawahan yang diberikan oleh raja-raja sebelumnya. Karena tidak disertai
hubungan dan pengawasan yang baik, para raja bawahan merasa tidak terlindungi dan
tidak diawasi oleh Kerajaan Tarumanegara.
Selain itu, pada masa itu juga muncul kerajaan pesaing Tarumanagara yang sedang naik
daun, yaitu Kerajaan Galuh, yang menimbulkan terjadinya pemberontakan. Hingga
akhirnya saat raja Kerajaan Tarumanegara terakhir, yaitu Raja Linggawarman, tidak
memiliki anak laki-laki, pamor Kerajaan Tarumanegara pun semakin merosot.
Kerajaan Tarumanegara akhirnya pecah menjadi 2 kerajaan, yaitu Kerajaan Sunda dan
Kerajaan Galuh. Kerajaan Sunda menjadi kelanjutan Kerajaan Tarumanagara yang
dipegang oleh Raja Tarusbawa, menantu Raja Linggawarman. Sedangkan Kerajaan
Galuh dikuasai oleh Raja Wretikandayun.
42 Mengklasifikasik Kerajaan Mataram Kuno
an kerajaan
Kerajaan Mataram Kuno adalah salah satu kerajaan Hindu yang berdiri di Jawa.
Mataram Kuno
dan Sriwijaya Kerajaan ini merupakan penerus langsung dari Kerajaan Kalingga atau Ho-Ling yang
terletak di pesisir utara Pulau Jawa. Kerajaan ini memilik dua corak utama, yaitu Wangsa
Sanjaya yang beragama Hindu dan Wangsa Syailendra yang beragama Buddha
Mahayana.
Kerajaan Mataram Kuno memberikan peninggalan yang masih berdiri kukuh sampai
dengan hari ini, yaitu Candi Prambanan dan Candi Borobudur yang memperlihatkan
corak masing-masing wangsa. Nantinya Kerajaan ini dipindahkan ke Timur Jawa dan
menjadi akar dari tumbuhnya kerajaan besar Hindu di Jawa Timur.
Pendirinya adalah Sri Sanjaya, generasi ketiga dari pemimpin Bhumi Mataram yang
mendeklarasikan Wangsa Sanjaya dan Kerajaan Mataram Kuno. Ia naik tahta pada tahun
732 dengan sebutan Rakai Mataram.
B. Kehidupan Politik
Kerajaan Mataram Kuno merupakan pewaris sah kekuasaan atas tanah Jawa
menggantikan Kerajaan Kalingga. Sehingga kelanjutan kekuasaan tersebut berlangsung
tanpa adanya banyak konflik. Meski begitu, sejak adanya dua wangsa dalam kekuasaan
Mataram, perebutan kekuasaan akan selalu mengintai. Hal ini kemudian terjadi ketika
Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya memperebutkan tahta dengan Balaputradewa dari
Wangsa Syailendra. Secara politis, Mataram menjalin hubungan erat dengan Sriwijaya
dan Bali. Sejak terusirnya Balaputradewa, hubungan Mataram dan Sriwijaya menurun
dan berujung pada serangan yang dipimpin oleh Dharmawangsa Teguh ke Palembang.
Kerajaan Mataram Kuno juga memiliki sistem birokrasi yang cukup rapih. Terdapat
posisi Rakryan Mahamantri yang merupakan pembantu utama raja, kemudian Rakryan
yang merupakan pejabat administrasi, dan Rakai yang merupakan penguasa daerah
sebagai perpanjangan tangan raja.
C. Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Mataram Kuno meninggalkan wilayah pesisir dan menduduki daerah
pedalaman, utamanya wilayah kaki gunung. Hal ini dapat terlihat dari peninggalan
candi-candi yang dekat dengan pegunungan di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Masyarakat umumnya bercocok tanam dan beternak, mereka melakukan perdagangan
dengan berbagai wilayah di Jawa. Tidak banyak ditemukan informasi mengenai kegiatan
perekonomian, namun jika melihat dari pusat kerajaannya sangat kecil kemungkinan
Mataram terbiasa berdagang melalui laut.
Sanjaya sebagai pemimpin pertama Mataram Kuno membangun pondasi kerajaan yang
mampu menerima berbagai kalangan agama. Hal ini nantinya terlihat dengan adanya dua
wangsa yang berbeda agama. Syailendra beragama Buddha, Sanjaya beragama Hindu.
Masih ada pula aliran campuran lainnya yang eksis di lingkungan kerajaan.
Rakai Panangkaran mampu menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya, dan
melanjutkan iklim toleransi antar agama yang baik. Ia membuat pemukiman khusus
penduduk beragama tertentu sehingga menghindarkan konflik. Ia juga memulai
pembangunan komplek besar Candi Borobudur dan Candi Sewu yang bercorak Budha.
Rakai Pikatan merupakan penerus tahta dari wangsa Sanjaya, ia berhasil mengalahkan
kandidat dari wangsa Syailendra yaitu Balaputradewa. Rakai Pikatan memulai
pembangunan komplek percandian Hindu terbesar yaitu Candi Prambanan. Pada masa
ini konflik yang berlangsung sampai ratusan tahun kemudian dengan Sriwijaya dimulai.
Dyah Balitung yang berkuasa dari 898-910 M dianggap sebagai raja yang berhasil dalam
hal ekspansi kekuasaan. Ia menguasai banyak wilayah di timur dan menguasai jalur
perdagangan melalui Sungai Brantas dan Bengawan Solo. Dua aliran sungai yang
kemudian menjadi pilihan ketika Mpu Sindok memindahkan kekuasaannya ke timur,
sekitar wilayah Jombang.
Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno
Keruntuhan Kerajaan Mataram Kuno disebabkan oleh memuncaknya konflik antara
Mataram dan Sriwijaya. Dharmawangsa Teguh melancarkan serangan melalui laut ke
Palembang. Namun Raja Sriwijaya, Sri Cudamaniwarman meminta bantuan Cina
sehingga serangan tersebut dapat digagalkan setelah enam belas tahun berperang (990-
1006). Sriwijaya membalas serangan tersebut pada tahun 1016-1017, ketika seorang
tokoh bernama Haji Wurawari melancarkan pemberontakan terhadap pemerintahan
Dharmawangsa. Kerajaan Mataram atau Medang hancur, salah satu anggota Wangsa
Isana yaitu Airlangga membawa seluruh pengikutnya dan mendirikan kerajaan
Kahuripan yang terletak di tepi sungai Brantas.
Catatan berdirinya Kerajaan Sriwijaya pertama kali diteliti oleh seorang sarjana Prancis,
George Coedes tahun 1920-an. Saat itu dirinya memublikasikan penemuannya dalam
sebuah surat kabar berbahasa Belanda dan Indonesia.
Kerajaan Sriwijaya diprediksi berdiri pada abad ke-6 Masehi berdasarkan catatan
perjalanan seorang biksu I Tzing yang menulis tentang persinggahannya selama 6 bulan
di Kerajaan Sriwijaya.
Selain itu catatan berdirinya Sriwijaya didasarkan pada penemuan sejumlah prasasti abad
ke-6.
Teori ini diperkuat oleh hasil penelitian George Coedes dan disebut sebagai Teori
Palembang.
Akan tetapi penelitian terbaru yang dilakukan Universitas Indonesia pada 2013
menemukan sejumlah situs candi bercorak Buddha di Muaro Jambi.
Dalam catatan I Tsing dan prasasti disebutkan Dapunta Hyang menjadi raja Kerajaan
Sriwijaya setelah melakukan perjalanan suci atau Siddhayatra menggunakan perahu.
Dapunta membawa ribuan prajurit dan armada untuk menaklukkan beberapa daerah di
Jambi, Palembang, Lampung, dan Bangka. Beberapa catatan menyebut Dapunta juga
mencoba menyerang kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa.
Letaknya yang berada di jalur perdagangan membuat Sriwijaya mudah menjual hasil
alam seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkih, kayu cendana, pala dan kapulaga.
Selain itu Kerajaan Sriwijaya juga menerima serangan bertubi-tubi dari Kerajaan Cola
sehingga melemahkan kekuasaannya di Selat Malaka, yang secara perlahan berhasil
menaklukkan daerah-daerah kekuasaan lain Sriwijaya.
43 Mengklasifikasik Kerajaan Singhasari atau Singosari adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan
an kerajaan oleh Ken Arok pada tahun 1222 M. Sumber sejarah mengenai Kerajaan Singhasari
Singhasari dan diperoleh dari Kitab Pararaton, Kitab Negara Kertagama dan beberapa prasasti, seperti
Majapahit Prasasti Balawi, Maribong, Kusmala, dan Mula-Malurung.
Majapahit adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang berdiri dari sekitar tahun 1293 M.
Sumber sejarah mengenai Kerajaan Majapahit diperoleh dari Kitab Pararaton, Kitab
Sutasoma, dan kitab Negarakertagama, dan beberapa prasasti, seperti Prasasti Gunung
Butak, Prasasti Kudadu, Prasasti Blambangan, dan Prasasti Langgaran.
Pembahasan
Hubungan antara Kerajaan Singhasari dan Kerajaan Majapahit adalah pendiri Kerajaan
Majapahit, yaitu Raden Wijaya, merupakan menantu dari Raja Kertanegara dari
Kerajaan Singhasari.
Berdirinya Kerajaan Majapahit berkaitan dengan runtuhnya Kerajaan Singhasari. Ketika
Kerajaan Singhasari diserang oleh Jayakatwang, Raden Wijaya yang merupakan
menantu Kertanegara berhasil meloloskan diri dan dibantu oleh Bupati Sumenep,
AryaWiraraja. Berkat bantuannya, Raden Wijaya mendapat pengampunan dari
Jayakatwang dan diberi tanah di hutan Tarik dekat Mojokerto. Daerah inilah yang
kemudian menjadi Kerajaan Majapahit.
Kesimpulan
Raden Wijaya yang merupakan menantu dari Raja Kertanegara (Raja Singhasari) adalah
pendiri Kerajaan Majapahit. Oleh karena itulah, hubungan antara Kerajaan Singhasari
dengan Kerajaan Majapahit sangat erat.
semoga membantu
Teori ini dicetuskan oleh GWJ. Drewes dan di kembangkan oleh Snouck Hurgronje dan
kawan-kawan, selain itu teori india atau teori Gujarat ini juga di yakini oleh sejarawan
Indonesia Sucipto Wirjosuprato yang meyakini awal mula masuknya islam di Indonesia
adalah melalu india (Gujarat).
Teori india atau teori Gujarat adalah teori yang menyebutkan bahwa agama islam masuk
ke Indonesia melalui para pedagang dari india muslim (Gujarat) yang berdagang di
nusantara pada abad ke-13.
Para saudagar dari Gujarat yang datang dari Malaka kemudian menjalin relasi dengan
orang-orang di wilayah barat di Indonesia kemudian setelah itu terbentuklah sebuah
kerajaan Islam yang bernama kerajaan Samudra Pasai.
Banyak bukti yang menguatkan teori Gujarat ini, salah satunya adalah makam Malik As-
Saleh yang merupakan salah satu pendiri kerajaan Samudra Pasai. Corak dari batu nisan
Malik As-Saleh sangat mirip dengan batu nisan yang ada di Gujarat. Bahkan makam
salah satu walisongo yakni makam Maulana Malik Ibrahim juga memiliki batu nisan
khas Gujarat seperti makam Malik As-Saleh.
Pada bukunya yang berjudul sejarah umat islam yang terbit pada tahun 1997, Buya
Hamka menjelaskan bukti-bukti masuknya agama Islam di Indonesia. bukti yang
dimaksud Buya Hamka ini adalah berupa sumber dari naskah kuno Cina yang
menyebutkan bahwa sekelompok Bangsa Arab yang bermukim di pesisir barat Pulau
Sumatera pada tahun 625 Masehi. Selain itu, di kawasan tersebut yang pada saat itu
merupakan kekuasaan Kerajaan Sriwijaya juga ditemukan batu nisan yang bertuliskan
nama Syekh Rukunuddin yang wafat pada tahun 672 Masehi.
Teori ini juga didukung oleh TW. Arnold yang menyatakan bahwa pada masa itu Bangsa
Arab merupakan bangsa yang dominan dalam perdagangan di nusantara. Kemudian
mereka menikah dengan warga pribumi dan berdakwah di nusantara.
Salah satu contoh kebudayaan Islam di nusantara yang mirip dengan kebudayaan Islam
di Persia adalah kaligrafi-kaligrafi yang ada di makam batu nisan di nusantara. Ada pula
beberapa ritual keagamaan seperti tabot di daerah Bengkulu dan Tabuik di daerah
Sumatera Barat yang hampir sama persis dengan ritual keagamaan di Persia yang
diadakan setiap tanggal 10 bulan Muharam.
Akan tetapi seperti yang kita ketahui, aliran Islam di Persia merupakan aliran Islam
Syiah sedangkan aliran Islam yang berkembang di Indonesia adalah aliran Sunni.
Sehingga teori Persia ini di anggap kurang relevan dengan fakta yang ada.
4. Teori Cina
Teori cina merupakan teori yang menyebutkan bahwa ajaran agama Islam masuk ke
Indonesia berasal dari Cina, agama Islam sendiri berkembang di Cina pada masa Dinasti
Tang (618-905 Masehi). Islam masuk ke Cina sendiri dibawa oleh panglima Muslim
yang bernama Saad bin Waqash yang berasal dari Madinah pada masa kekhalifahan
Utsman bin Affan. Bahkan salah satu kota di Cina pada masa itu yakni kota Kanton
pernah menjadi pusat dakwah muslim di Cina.
Dalam buku Islam in Cina yang ditulis oleh Jean A. Berlie (2004) menyebutkan bahwa
relasi antara orang-orang Islam dari Arab dengan orang-orang di Cina terjadi pada tahun
713 Masehi. Masuknya Islam ke nusantara juga diyakini bersamaan dengan banyaknya
migrasi orang-orang Cina muslim ke Asia Tenggara terutama wilayah nusantara yang
kebanyakan memasuki wilayah Sumatera bagian selatan pada tahun 879 Masehi atau
abad ke-9 Masehi.
Bukti lain dari teori cina ini adalah banyaknya pendakwah yang berasal dari keturunan
Cina yang mempunyai pengaruh besar pada masa kerajaan Demak. Seperti kita ketahui,
kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa.
Adapun buku sejarah yang ditulis oleh Nana Supriatna yang menyebutkan bahwa
kesultanan Demak didirikan oleh Raden Patah yang merupakan putra dari Majapahit
Islam ini.
Banyak yang meyakini bahwa Islam masuk ke Indonesia pada tahun 700 Masehi atau
pada abad ke-7, hal ini dikarenakan dari catatan Cina kuno menerangkan bahwa pada
masa itu terdapat perkampungan Arab atau pemukiman Arab di daerah pesisir barat
pulau Sumatera hingga ke sekitar selat Malaka.
Selain dengan berdagang, ada juga penyebar agama Islam yang murni memang berniat
menyebarkan agama Islam dengan cara berdakwah. Salah satu contoh penyebar agama
Islam di nusantara yang sangat terkenal adalah para walisongo.
Para walisongo tidak hanya menyebarkan agama Islam dengan cara mendakwah namun
juga mengajarkan agama Islam dengan cara mendekati masyarakat pribumi dan berbaur
serta mengikuti adat istiadat dan kehidupan sosial budaya di nusantara.
Di Kalimantan islam masuk pada abad ke-18, hal ini terbukti dengan ditemukannya
makam Islam kuno dengan batu nisannya. Sedangkan di wilayah timur Indonesia, Islam
masuk melalui Sulawesi yang pada masa itu merupakan salah satu daerah yang memiliki
kerajan Islam dan tempatnya pun strategis untuk jalur perdagangan di wilayah timur
Indonesia.
45 Mengidentifikasi Beberapa bukti yang dapat dipergunakan untuk memastikan masuknya Islam di
bukti masuknya Indonesia adalah sebagai berikut :
Islam ke
Indonesia
1. Surat Raja Sriwijaya
Salah satu bukti tentang masuknya Islam ke Indonesia dikemukakan oleh
Prof.Dr.Azyumardi Asra dalam bukunya Jaringan Ulama Nusantara. Dalam buku itu,
Azyumardi menyebutkan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada masa Kerajaan
Sriwijaya. Hal ini dibuktikan dengan adanya surat yang dikirim oleh Raja Sriwijaya
kepada Umar bin Abdul Azis yang berisi ucapan selamat atas terpilihnya Umar bin
Abdul Azis sebagai pemimpin dinasti Muawiyah.
Beberapa kerajaan yang disebutkan itu merupakan kerajaan dengan corak Hindu-Budha.
Namun, selain kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di nusantara juga pernah berdiri
beberapa kerajaan islam. Islam tentu saja memiliki sejarahnya sendiri juga di nusantara.
Maka dari itu, kami akan sedikit membahas sejarah masuknya Islam di Indonesia.
Sebenarnya islam sudah masuk ke nusantara sejak abad ke-7 M. Agama islam tersebut
dibawa oleh pedagang dari Arab, Gujarat, dan Persia. Pada saat itu islam masih menjadi
agama minoritas di nusantara. Belum banyak yang menganut islam karena memang
masih merupakan sesuatu yang baru di nusantara. Penyebaran islam di nusantara
berlangsung cukup lama, yaitu mulai dari abad ke-7 M sampai abad k-13 M. Pada abad
ke-13 M itulah orang mulai mengenal dan mulai memeluk agama islam.
Pedagang dari Arab, Gujarat, dan Persia itulah yang berperan dalam penyebaran islam
pertama kali di nusantara. Penyebaran agama islam tersebut dimulai dari daerah-daerah
pusat perdagangan, seperti daerah pesisir yang dekat dengan pelabuhan-pelabuhan.
Semenjak itu, pengaruh islam di nusantara mulai menguat, hal itu dibuktikan dengan
mulai berdirinya kerajaan-kerajaan islam di nusantara.
Setelah pengaruh Kerajaan Hindu-Budha mulai surut, muncul kerajaan-kerajaan islam di
Nusantara. Misalkan saja, semenjak pengaruh Kerajaan Sriwijaya mulai menurun,
mubaligh-mubaligh yang telah memeluk agama Islam terlebih mulai semakin gencar
menyebarkan agama islam ini di sekitar Malaka, dan puncaknya terdapat beberapa
kerajaan islam di sekitar selat malaka, seperti Kerajaan Perlak, Kerajaan Malaka, dan
Kerajaan Samudra Pasai.
Begitu juga di pulau jawa, semenjak Kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran,
terdapat kerajaan islam yang muncul, seperti Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang,
Kerajaan Islam Mataram, Kerajaan Islam Cirebon, Kerajaan Islam Banten, dan lainnya.
Kerajaan Perlak
Kerajaan ini merupakan kerajaan islam pertama yang berdiri di Indonesia, yang pada
saat itu dikenal dengan nusantara. Pada saat itu Perlak merupakan salah satu kota dagang
yang sangat terkenal. Raja pertama dari kerajaan ini, yaitu Sultan Alauddin Saiyid
Maulana Abdul Aziz Syah. Kerajaan Perlak atau Kerajaan Peureula ini didirikan sekitar
petengahan abad ke-9 M.
Sedangkan menurut Ishak Makarani Al Fays, Kerajaan ini didirikan pada 1 Muharram
225 H (840 M). Terdapat beberapa bukti tertulis yang menyebutkan bahwa kerajaan ini
merupakan kerajaan islam pertama di Indonesia.
Tazkirah Thabakat Jumu Sultan as Salathin, naskah yang dikarangan oleh Syeh Syamsul
Bahri Abdullah.
Silsilah Raja-raja Perlak dan Pasai, naskah yang dikarangan oleh Saiyid Abdullah Ibn
Saiyid Habib Saifuddin.
Idharatul Haq fi Mamlakatil Farlah wa Fasi, naskah yang dikarang oleh Abu Ishak
Makarani Al Fasy.
Ketiga naskah tersebut menyebutkan bahwa Kerajaan Perlak merupakan kerajaan islam
pertama di Indonesia. Terdapat beberapa peninggalan dari kerajaan ini, yaitu,
Pada batu nisan Raja Benoa (Benoa merupakan salah satu bagian dari Kerajaan Perlak)
ditulis menggunakan huruf arab. Makan Raja Benoa ini terletak di tepi Sungai
Trenggulona. Diperkirakan nisan ini dibuat sekitar abad ke-4 H tau ke-5 H.
Itulah, beberapa peninggalan dari kerajaan yang diperkirakan merupakan kerajaan islam
tertua di Indonesia. sekitar abad ke-12 M Kerajaan Perlak mulai mengalami
kemunduran.
Marah Silu merupakan raja pertama sekaligus pendiri kerajaan ini, raja yang mendapat
gelar Sultan Malik al Saleh. Tahun 1297 Sultan Malik al Saleh meninggal, ia digantikan
oleh putranya yang bernama Sultan Mahmud. Pada saat kepemimpinan Sultan
Muhammad Malik al Tahir (1297-1326) kerajaan Samudra Pasai menjadi pusat
perdagangan dan penyebaran agama islam.
Pada tahun 1326 Sultan Muhammad Malik al Tahir meninggal digantikan oleh putranya
Sultan Ahmad, sultan yang juga bergelar Malik al Tahir (1326-1348).
Pada masa kepemerintahan Sultan Ahmad Malik al Tahir Kerajaan Samudra Pasai
berkembang pesat, kerajaan ini banyak menjalin kerjasama dengan beberapa kerajaan
islam di dunia lainnya, seperti kerajaan-kerajaan di India dan Arab. Pada tahun 1348
Sultan Ahmad meninggal dan digantikan oleh Sultan Zainal Abidin. Namun, pada tahun
1521 M kerajaan ini runtuh karena berhasil ditaklukan oleh Portugis.
Kerajaan Aceh diperkirakan berdiri pada tahun 1514. Kerajaan ini terletak di daerah
yang sekarang dikenal dengan sebutan Kabupaten Aceh Besar. Raja pertama Kerajaan
Aceh, yaitu Raja Ibrahim (1514-1528), yang bergelar Sultan Ali Mughayat Syah. Di
bawah kepemimpinan Sultan Ali Kerajaan Aceh menjadi kerjaan yang besar dan kokoh.
Namun, ia memimpin dalam waktu yang tidak lama.
Pada tahun 1528 Sultan Ali Mughayat meninggal dan digantikan oleh putranya Sultan
Salahuddin (1528-1537), kemudian ia digantikan oleh adiknya yang bernama Sultan
Alaudin Ri’ayat Syah (1537-1568), yang medapat gelar Al Qohhar berkat kegagahan dan
keberhasilannya mengusai beberapa wilayah.
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa kepemerintahan Sultan Iskandar
Muda (1607-1636), di bawah kepemimpinannya Kerajaan Aceh memiliki wilayah
kekuasaan yang sangat luat. Selain itu, kerajaan ini juga berhasil menjalin kerjasama
dengan para pemimpin islam di Arab. Hubungan yang terjalin tersebut pada masa
kekhalifahan Ustmaniyah.
Kerajaan ini mulai mengalami kemunduran sejak tahun 1941. Salah satunya adalah
karena semakin menguatnya pengaruh Belanda di Malaka. Kemunduran tersebut
ditandai dengan jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan Kerajaan Aceh ke tangan
Belanda. Selain karena faktor tersebut, juga karena faktor perebutan kekuasaan di antara
pewaris kerajaan.
Beberapa peninggalan Kerajaan Aceh, yaitu Masjid Raya Baiturrahman, makam Sultan
Iskandar Muda, meriam Kerajaan Aceh, Benteng indrapatra, emas Kerajaan Aceh, dan
Gunongan.
Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan islam pertama di pulau jawa. Pada awalnya
wilayah ini bernama Bintoro, salah wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Karena
semakin lemahnya pengaruh Kerajaan Majapahit, hal tersebut mengakibatkan beberapa
penguasa daerah mulai membangun wilayah kekuasaannya sendiri, termasuk penguasa
islam di pesisir pantai Jawa.
Mereka membangun wilayah kekuasaan islam dengan menunjuk Raden Patah sebagai
raja dari Kerajaan islam pertama di pulau jawa ini. Setelah diangkat menjadi raja, Raden
Patah mendapat gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang
Sayyidina Panatagama.
Kerajaan Demak berdiri pada tahun 1478. Palembang, Maluku, Banjar, dan wilayah
bagian utara pulau jawa merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Demak. Pada saat ulama
penempati peranan penting di dalam kerajaan, Sunan Kalijaga dan Ki Wanalapa adalah
penasehat kerajaan. Tahun 1207 Raden Patah digantikan oleh Putranya yang bernama
Pati Unus. Pada masa kepemimpinannya Adipati Unus atau yang sering dijuluki
Pangeran Sabrang Lor ini bersama dengan Kerajaan Aceh menyerang Portugis yang
menduduki Malaka pada saat itu.
Pati Unus meninggal pada tahun 1521 dan digantikan oleh adiknya, yaitu Sultan
Trenggono. Kerajaan ini mengalami kemunduran karena perebutan kekuasaan antar
pewarisnya. Beberapa peninggalan Kerajaan demak, yaitu Masjid Agung Demak, Soko
Tatal dan Soko Guru, Pintu Bleedek, Kentongan, Bedug, Dampar Kencana, Pirim
Campa, Kolam Wudhu, dan Makrusah.
Kerajaan Pajang
Kerajaan ini didirikan pada tahun 1568 oleh Sultan Adi Wijaya atau yang lebih dikenal
dengan Jaka Tingkir. Jaka Tingkir merupakan menantu dari Sultan Trenggono, setelah
menikah dengan putri Sultan Trenggono, Jaka Tingkir menjadi penguasa di Pajang.
Setelah Sultan Trenggono meninggal Jaka Tingkir berhasil mengalahkan Arya
Penangsang, dan memindahkan kerajaan Demak ke Pajang.
Pada tahun 1582 Jaka Tingkir atau Sultan Adi Wijaya meninggal dan digantikan oleh
putranya, Pangeran Benowo. Pada masa kepemerintahan Pangeran Benowo, Pangeran
Arya Pangiri dari Demak mencoba untuk merebut Kerajaan Pajang, namun mengalami
kegagalan. Pangeran Benowo menyerahkan tahtanya kepada saudara angkatnya,
Sutowijoyo.
Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan ini berdiri pada tahun 1586 di Kotagede, bagian tenggara dari Yogyakarta.
Kerajaan ini didirikan oleh Sutowijoyo, saudara dari Pangeran Benowo. Sutowijoyo
memiliki gelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama setelah naik tahta
pada tahun 1586. Pada tahun 1601 Sutowijoyo meninggal dan digantikan oleh Mas
Jolang, yang memiliki gelar Panembahan Seda ing Krapyak.
Setelah Raden Mas Jolang meninggal, ia digantikan oleh Adipati Martapura, karena
sering mengalami sakit Adipati Martapura pun akhirnya meninggal. Selanjutnya ia
digantikan oleh Raden Mas Rangsang yang bergelar Panembahan Hanyakrakusuma,
pada tahun 1640 ia mengganti gelarnya menjadi Sultan Agung Hanyakrakusuma, sekitar
tahun 1640an ia mengganti gelarnya lagi menjadi Sultan Agung Senapati ing Alaga
Ngaburrahman Khalifatullah.
Pada masa pemerintahannya kekuasaaan Kerajaan Mataran islam sangat luas. Kerajaan
ini terletak di bekas wilayah Kerajaan Mataram Hindu, namun Kerajaan Mataram ini
merupakan kerajaan bercorak islam.
Beberapa peninggalan dari Kerajaan mataram islam, yaitu tahun saka, kue kipo,
kerajinan perak, pakaian kyai gundhil, kalang obong, gapura makah kotagede, batu datar,
dan sastra gendhing karya Sultan Agung.
Sunan Gunung Jati meninggal pada tahun 1570 dan digantikan oleh cicitnya yang
bergelar Panembahan Ratu. Pada tahun 1650 Panembahan meninggal dan digantikan
oleh putranya yang bergelar Penaembahan Girilaya. Setelah Panembahan Girilaya
meninggal Kerajaan Islam Cirebon dibagi menjadi dua (tahun 1697) oleh kedua puranya,
Martawijaya (Panembahan Sepuh) dan Kartawijaya (Panembahan Anom).
Beberapa peninggalan dari Kerajaan Islam Cirebon ini, yaitu Masjid Jami’ Pakuncen,
Masjid Sang Cipta Rasa, Keraton Kacirebonan, Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman,
Makan, dan beberapa benda pusaka.
Di bawah kepemimpinannya Kerajaan Islam Banten semakin kuat dan memiliki banyak
wilayah kekuasaan, bahkan sampai ke Sumatera selatan dan Kelampung. Sultan
Hasanudin menikah dengan putri Kerajaan Demak, yaitu putri dari Sultan Indrapura.
Kerajaan ini mencapai puncak kekuasaannya pada saat kepemimpinan Ki Ageng
Tirtayasa. Beberapa peninggalan Kerajaan Islam Banten ini, yaitu Istana Keraton
Surosowan Banten, Istana Keraton Kaibon Banten, Masjid Agung Banten, Vihara
Avalokitesvara, Benteng Speelwijk, Meriam Ki Amuk, Danau Tasikardi, Keris Naga
Sasra, dan Keris Panunggul Naga.
Raja pertama dari Kerajaan Islam Banjar adalah Raden Samudra. Setelah masuk islam
mendapat gelar Sultan Suryanullah. Setelah wafat, ia digantikan oleh Sultan
Rahmatullah (1545-1570). Dalam waktu yang cukup singkat agama islam juga mulai
dianut olh masyarakat di Kalimantan, seperti Bugis, dan masyarakat bagian timur
Kalimantan. Peninggalan dari Kerajaan Islam Banjar, yaitu Masjid Sultan Suriansyah
dan Candi Agung Amuntai.
Islam mulai masuk di Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura ini sekitar abad ke-
17 M, yang dibawa oleh Tuan Tunggang Parangan. Karena raja pada saat itu telah
memeluk agama islam sehingga ia segera membangun sebuah masjid di daerah tersebut.
Selain membangun sebuah masjid, ia juga membuka pengajaran agama islam.
46 Mengidentifikasi Bukti peninggalan sejarah dari kerajaan Islam, yaitu :
bukti
peninggalan
kerajaan Islam 1. Masjid Agung Demak
di Indonesia
Masjid Agung Demak adalah salah satu masjid paling tua yang ada di Negara Indonesia
dan merupakan Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia. Masjid ini berada di Kampung
Kauman, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa
Tengah. Masjid Demak dipercayai warga setempat pernah menjadi tempat
berkumpulnya para wali yang menyebarkan agama Islam di pulau Jawa yang dikenal
sebagai Walisongo. Pendiri dari masjid Agung Demak adalah Raden Patah, yaitu raja
pertama dari Kesultanan Demak sekitar tahun ke-15 Masehi. (Baca Juga : Sejarah Masjid
Agung Semarang)
Mesjid Gedhe Kauman Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah masjid raya dari
Kesultanan Yogyakarta, atau Masjid Besar milik Provinsi Yogyakarta, yang berlokasi di
sebelah bagian barat kompleks Alun-alun Utara dari Keraton Yogyakarta. Masjid Gedhe
Kauman didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I bersama dengan Kyai Faqih
Ibrahim Diponingrat (penghulu keraton Yogyakarta pertama) dan Kyai Wiryokusumo
sebagai arsitek dari masjid ini. Masjid tersebut didirikan pada hari Ahad Wage, 29 Mei
1773 M atau 6 Robi’ul Akhir 1187 H.
3. Masjid Ampel
Masjid Ampel adalah sebuah bangunan masjid kuno yang berlokasi di kelurahan Ampel,
kecamatan Semampir, kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Masjid ini memiliki luas 120
x 180 meter persegi ini dibangun pada tahun 1421 oleh Sunan Ampel, yang didekat
masjid ini terdapat kompleks pemakakaman Sunan Ampel.
Masjid ini pada saat sekarang menjadi objek wisata religi di kota Surabaya, masjid ini
dikelilingi oleh bangunan yang memiliki arsitektur Tiongkok dan Arab. Disamping kiri
dari halaman masjid, terdapat sebuah sumur yang diyakini warga setempat sebagai
sumur yang bertuah, biasanya digunakan oleh mereka yang yakin sebagai penguat janji
atau sumpah. (Baca Juga : Sejarah Istana Al Hamra)
Keraton Yogyakarta mulai dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan
pasca dari Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi dari keraton ini konon cerita
warga setempat adalah bekas dari sebuah pesanggarahan yang memilik nama
Garjitawati. Pesanggrahan Garijitawati digunakan untuk istirahat dari iring-iringan
jenazah raja-raja dari KesultananMataram yang akan dimakamkan di Kompleks
Pemakaman Imogiri. Versi lain mengatakan bahwa lokasi dari keraton ini adalah sebuah
mata air yang bernama Umbul Pacethokan, yang terletak di tengah hutan Beringan.
5. Keraton Surosowan
Pada masa Sultan Banten berikutnya bangunan keraton tersebut direnovasi bahkan
sampai melibatkan ahli arsitektur dari Belanda, yang bernama Hendrik Lucasz Cardeel
yang memeluk agama Islam yang diberi gelar Pangeran Wiraguna. Dinding pembatas
keraton ini setinggi 2 meter mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektare.
Keraton Surowowan mirip dengan benteng Belanda yang kokoh dengan dilengkapi
bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di keempat sudut bangunan keraton ini.
Sehingga pada masa jayanya Kesultanan Banten juga disebut sebagai Kota Intan. (Baca
Juga : Sejarah Islam di Indonesia)
6. Pemakaman Imogiri
Permakaman Imogiri, Pasarean Imogiri, atau Pajimatan Girirejo Imogiri adalah sebuah
kompleks permakaman yang terletak di Imogiri, Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi DI
Yogyakarta. Permakaman ini dianggap suci dan kramat oleh warga sekitar karena yang
dimakamkan disini adalah raja-raja dan keluarga raja dari Kesultanan Mataram. Makam
Imogiri didirikan pada tahun 1632 oleh Sultan Mataram III Prabu Hanyokrokusumo
yang merupakan keturunan dari Sultan Panembahan Senopati Raja Mataram pertama.
Makam ini berada di atas perbukitan yang masih satu bagian dengan Pegunungan Seribu.
Hikayat Amir HamzahHikayat Amir Hamzah adalah sebuah sajak Melayu yang asal
mulanya dari Islam – Parsi yang mengkisahkan tentang kegagahan perjuangan dari Amir
Hamzah dalam melakukan dakwah, menyebarluaskan agama Islam, dari Masyrik sampai
Magrib. Kedudukan dari Hikayat Amir Hamzah sangat populer di masyarakat bangsa
Melayu dan biasanya dibaca oleh prajurit ketika mau berangkat berperang agar timbul
semangat dan keberanian ketika berperang.
Sajak ini juga telah diterjemahkan dalam banyak bahasa di dunia dan bahasa di nusantara
yaitu bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa Sasak, Bahasa Palembang, dan
bahasa Aceh serta bahasa internasional yaitu bahasa Arab, bahasa Hindi, dan bahasa
Turki. Salah satu dari penulis/penyelenggara naskah yang membukukan Hikayat Amir
Hamzah adalah Abdul Samad Ahmad dengansebuah judal yaitu “Hikayat Amir Hamzah
(Siri Warisan Sastera Klasik)”. (Baca Juga : Sejarah Kesultanan Aceh Darussalam)
Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia selanjutnya adalah hikayat Hang Tuah. Hikayat
Hang Tuah adalah sebuah karya klasik sastra Melayu yang terkenal dan mengisahkan
tentang Hang Tuah. Pada zaman kemakmuran Kesultanan Malaka, ada seorang bernama
Hang Tuah, yaitu laksamana yang amat terkenal. Dia berasal dari kelas rendah, dan
dilahirkan dalam sebuah gubuk rusak. Tetapi karena keberaniannya, dia amat dikasihi
dan dia mendapat kenaikan pangkatnya. Maka dia menjadi seorang duta dan mewakili
negeranya dalam segala urusan kenegaraan.
Hang Tuah mempunyai sahabat karib yang bernama Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang
Lekir dan Hang Lekiu. Dalam hikayat ini diceritakan bahwa Hang Tuah sangat setia
terhadap Sri Sultan. Bahkan ketika dia dikhianati sahabat karibnya, yaitu Hang Jebat
yang melakukan pemberontakan untuk membelanya akhirnya malah dibunuh oleh Hang
Tuah.
Sjair Abdoel Moeloek adalah syair yang dibuat pada tahun 1847, yang menurut
beberapa sumber ditulis oleh Raja Ali Haji atau putrinya yang bernama Saleha. Syair ini
menceritakan tentang seorang wanita yang sedang menyamar sebagai pria yang
bertujuan untuk membebaskan suaminya yang merupakan tawanan dari Sultan
Hindustan, Sultan menawan karena berhasil melakukan serangan ke kerajaan mereka.
Buku syair ini bertemakan tentang penyamaran gender yang dianggap menata ulang
tentang hierarki dari pria dan wanita serta bangsawan dan pelayan. Tema ini sering
ditemukan di sastra kontemporer Jawa dan Melayu.
Sjair Abdoel Moeloek telah berkali-kali dicetak ulang dan diterjemahkan. Syair ini
sering diangkat menjadi lakon panggung dan menjadi dasar cerita dari Sair Tjerita Siti
Akbari karya Lie Kim Hok. (Baca Juga : Sejarah Runtuhnya Bani Ummayah Sejak Awal
Berdiri )
Grebeg Besar DemakGrebeg Besar Demak adalah sebuah acara budaya tradisional besar
dari Kesultanan Demakdan sebagai Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia. Tradisi
Grebeg Besar Demak ini diadakan setiap tahun pada tanggal 10 Dzulhijah saat Idul
Adha. Dimeriahkan oleh karnaval kirap budaya yang dilaksanakan dari Pendopo
Kabupaten Demak hingga ke Makam Sunan Kalijaga yang berada di Desa Kadilangu,
yang jaraknya sekitar 2 kilometer dari tempat acara dimulai.
Demak adalah kerajaan Islam pertama dipulau jawa dan pusat dari penyebaran agama
Islam dipulau Jawa. Berbagai cara dilakukan oleh para Walisongo dalam
menyebarluaskan agama Islam, yaitu dengan cara pendekatan para Wali melalui jalan
mengajarkan agama Islam lewat kebudayaan atau adat istiadat yang telah ada. Karena itu
setiap tanggal 10 Dzulhijah umat Islam memperingati Hari Raya Idul Adha dengan
melakukan Sholat Ied dan dilanjutkan dengan acara menyembelih hewan qurban dan
kemudian dilaksanakan acara Grebeg Besar Demak. Pada masa itu, hanya dilaksanakan
dilingkungan Masjid Agung Demak saja dan juga disisipi dengan syiar-syiar keagamaan,
sebagai upaya dari penyebarluasaan agama Islam dipulau jawa oleh Wali Sanga.
Masjid Raya Baiturrahman adalah sebuah bangunan masjid dari Kesultanan Aceh yang
didirikan oleh Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam pada abad 1022 H/1612 M.
Bangunan ini indah dan megah yang mirip dengan Taj Mahal yang ada di India ini
berlokasi di Kota Banda Aceh dan menjadi titik pusat dari segala kegiatanyang di Aceh
Darussalam.
Sewaktu Negara Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada agresi yang dilakukan
tentara Belanda pada Bulan Shafar 1290 Hijriah/10 April 1873 Masehi, Masjid Raya
Baiturrahman dibakar oleh tentara Belanda. Pada tahun 1877 Belanda mendirikan
kembali Masjid Raya Baiturrahman untuk menarik simpati masyarakat Aceh dan
meredam kemarahan dari Bangsa Aceh. Pada masa itu Kesultanan Aceh masih berada di
bawah kekuasaan Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat yang adalah Sultan
Aceh paling akhir.
istana maimunIstana Maimun adalah istana dari Kesultanan Deli yang merupakan salah
satu ikon dari kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, yang berlokasi di Jalan Brigadir
Jenderal Katamso, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun.
Didesain oleh arsitek yang berasal dari Italia dan didirikan oleh Sultan Deli yang
bernama Sultan Mahmud Al Rasyid. Pembangunan dari istana ini dilakukan pada
tanggal 26 Agustus 1888 dan selesai pada tanggal 18 Mei 1891. Istana Maimun ini
memiliki luas mencapai 2.772 m2 dan memiliki 30 ruangan. Istana Maimun sendiri
terdiri dari 2 lantai dan mempunyai 3 bagian yaitu bangunan induk, bangunan sayap kiri
dan bangunan sayap kanan. Bangunan istana tersebut menghadap ke arah utara dan pada
sisi depan bangunan istana ini terdapat sebuah bangunan Masjid Al-Mashun atau Masjid
Raya Medan.
Keraton Surakarta adalah istana milik Kasunanan Surakarta yang berlokasi di Kota
Surakarta, Provinsi Jawa Tengah. Keraton ini dibangun oleh Susuhunan Pakubuwana II
pada tahun 1744 sebagai ganti dari Istana/Keraton Kartasura yang hancur lebur akibat
Geger Pecinan 1743.
13. Tabuik
tabuikTabuik adalah perayaan lokal dalam rangka merayakan Asyura yaitu gugurnya
Imam Husain, cucu dari Nabi Muhammad, yang dilaksanakan oleh masyarakat
Minangkabau di daerah pantai Provinsi Sumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman.
Festival ini menampilkan sebuah drama dari Pertempuran Karbala, dan dengan
memainkan drum tassa dan dhol. Upacara mengarungkan tabuik ke laut dilaksanakan
setiap tahun di Kota Pariaman pada tanggal 10 Muharram sejak 1831. Upacara Tabuik
diperkenalkan di daerah ini oleh Pasukan Tamil Muslim Syi’ah dari Negeri India, yang
tinggal didaerah sini pada masa pemerintahan dari Negara Inggris di Sumatera bagian
barat.
Setelah VOC bubar maka pemerintahan Indonesia di pegang oleh pemerintah Belanda.
Belanda lebih cenderung melakukan kolonialisme (negara menguasai rakyat dan sumber
daya negara lainnya/pendudukan suatu wilayah oleh suatu negara lain dimana daerah
koloni masih berhubungan dengan negara induk dan memberi upeti kepadanya.
Pemerintahan Kolonial
1. Gubernur Jenderal didampingi oleh Raad van Indie (beranggota 4 orang) yang disebut
sebagai Pemerintah Agung di Hindia Belanda.
2. Dibantu oleh :
Ø Sekretaris Umum (Generale Secretarie) untuk membantu Commisaris General
Ø Sekretaris Pemerintah (Gouvernement Secretarie) untuk membantu Gubernur
Jenderal.
Pada tahun 1819 keduanya diganti oleh Algemene Secretarie yang bertugas membantu
Gubernur Jenderal (terutama memberikan pertimbangan keputusan).
Pemerintahan kolonial pada dasarnya sama dengan masa VOC perbedaanya terletak
pada:
a. Kewenangan gubernur jenderal.
§ VOC :tidak ada aturan khusus yang mengatur kewenangan gubernur jenderal
§ Hindia Belanda :terdapat peraturan yang mengatur kewenangan gubernur jenderal
yang tertuang dalam Regeering Reglement (RR)
b. Laporan Peranggungjawaban.
§ VOC :Gubernur Jenderal memberikan laporan pada Heeren XVII
§ Hindia Belanda:bertanggungjawab langsung pada raja melalui menteri jajahan.
Laporan diberikan pada parlemen Belanda (Staten Generaal).
Menurut Undang-undang Hindia Belanda sebagai bagian kerajaan Belanda, maka:
1. Pemerintahan tertinggi berada di tangan Raja yang dilaksanakan oleh menteri jajahan
atas nama raja. Bertanggung jawab pada Parlemen Belanda (staten general).
2. Pemerintahan Umum diselenggarakan oleh Gubernur Jenderal atas nama Raja yang
dalam prakteknya atas nama menteri jajahan.
Raja bertugas :
· Mengawasi pelaksanaan/ penyelenggaraan pemerintahan Gubernur Jenderal
· Pengangkatan pejabat penting, memberikan petunjuk kepada Gubernur Jenderal dalam
mengambil keputusan apabila terjadi perselisihan antara Gubernur jenderal dengan
Dewan Hindia Belanda.
Urusan dalam negeri Hindia Belanda diserahkan pada Gubernur Jenderal dan Dewan
Rakyat.Hindia Belanda disubordinasikan kepada kerajaan Belanda di Eropa tetapi diberi
otonomi yang cukup luas.Pemerintah Belanda yang mengurus Indonesia adalah
kementrian Jajahan yang kemudian pada perkembangannya diubah namanya menjadi
kementrian urusan seberang lautan.Pemegang pemerintahan atas wilayah Indonesia
adalah Gubernur Jenderal.Dia adalah pemegang kekuasan tertinggi. Dia menguasai
kerajaan-kerajaan dan meminta mereka bekerja sama, sehingga peran raja tidak dapat
lagi memerintah secara turun temurun tetapi dikendalikan Belanda. Kerajaan harus
menyesuaikan dengan sistem pemerintahan Belanda.
Struktur Birokrasi Kolonial masa sentralisasiRaja Belanda (pemerintahan tertinggi)
dilaksanakan oleh Menteri JajahanGubernur Jenderal (penyelenggara pemerintahan
umum) didampingi raad van indie(dewan hindia)
Kerajaan
Gubernur Jenderal pada perkembangan di dampingi oleh departemen (direksi) yang
masing-masing berdiri sendiri. Pada tahun 1933, terdapat 6 departemen, sebagai berikut:
a. Departemen van Justitie (kehakiman)
b. Departemen van Financiean (keuangan)
c. Departemen van Binenland Bestuur (dalam negeri)
d. Departemen van Onerwijs en Eredeinst (pendidikan dan kebudayaan)
e. Departemen Economische Zaken (ekonomi)
f. Departemen Verkeer en waterstaat (pekerjaan umum)
Selain 6 departemen sipil, terdapat 2 departemen militer :
a. Departemen angkatan perang (Oorlog)
b. Departemen angkatan laut (Marine)
Direktur dari departemen-departemen sipil diangkat oleh gubernur jenderal sedang
panglima angkatan darat dan laut diangkat oleh raja (Kroon).
Tahun 1903 diberlakukan Undang-undang Desentralisasi dimana dengan Undang-
undang tersebut dibentuklah Dewan Lokal yang memiliki otonomi.Dengan adanya
dewan lokal maka pemerintah lokal perlu dibentuk dan disesuaikan. Maka terbentuklah:
Provinsi, kabupaten, kotamadya, dan kecamatan serta desa.
Meskipun ada upaya untuk modernisasi struktur birokrasi tetapi tetap saja masih
mempertahankan beberapa bagian struktur politik sebelumnya. Hal ini dilakukan demi
kepentingan praktis dan untuk mempertahankan loyalitas, khususnya loyalitas elit bumi
putra.Untuk jabatan teritorial diatas tingkat kabupaten dipegang oleh orang-orang
Belanda/ Eropa.Pada perkembangannya, karena semakin luas Hindia Belanda maka
dibutuhkan tenaga kerja untuk mengelola administrasi negara semakin meningkat.
Sehingga ada pendamping pejabat teritorial yang disebut pejabat non teritorial yang
setingkat kabupaten (asisten residen), kawedanan (asisten wedono).
Struktur Birokrasi Kolonial setelah desentralisasi
Raja Belanda (pemerintahan tertinggi) dilaksanakan oleh Menteri Jajahan
Ø Gubernur Jenderal (penyelenggara pemerintahan umum) Dewan Rakyat (volsraad)
Ø Badan Perwakilan
Ø Dewan Hindia Badan Penasehat
Ø Departemen-Departemen
Ø Provinsi (Gubernur)
Ø Karisidenan/afdeling (Residen) dibantu asisten residen + controleur (pengawas)
Ø Kabupaten (bupati/regent) jabatan tertinggi, dibantu oleh seorang patih
Ø Kawedanan (wedana)/Distrik asisten wedana
Ø Kecamatan (camat)
Ø Desa (kepala desa) jabatan ini tidak termasuk dalam struktur birokrasi pemerintah
kolonial/ bukan anggota korp pegawai dalam negeri Hindia Belanda (Departemen Dalam
Negeri).Kepala desa dibantu pejabat desa (pamong desa)
Ø Pejabat pribumi (inland bestuur) yang termasuk dalam binenland bestuur
(departemen dalam negeri) disebut Pangreh Praja (pemangku Kerajaan) yang dikenal
dengan sebutan Priyayi.
Kepala desa tidak diangkat maupun digaji oleh pemerintah.Mereka dipilih langsung oleh
rakyat dan digaji oleh rakyat pula melalui tanah desa (tanah bengkok) yang diserahkan
kepadanya selama menjadi kepala desa.
A. Sistem Pemerintahan Desentralisasi
Pemerintahan Hindia-Belanda berupaya menggunakan sistem pemerintahan
desentralisasi untuk mengatur kekuasaan di wilayah jajahannya.Pada dasarnya
pemerintahan desentralisasi hindia-Belanda bertujuan untuk membuka kemungkinan
diadakannya daerah-daerah yang memiliki pemerintahan sendiri namun tetap memiliki
tanggung jawab dan berada di bawah pengawasan pemerintah pusat.
Pada awalnya gubernur jenderal yang merupakan wakil ratu belanda memiliki kekuasaan
yang sanagt luas, sehingga untuk melaksanakan tugasnya dibantu oleh organisasi-
organisasi pemerintah yang diisi oleh pejabat-pejabat baik pusat maupun daerah.Namun
kekuasaan yang tak terbatas menuai protes dari komunitas-komunitas pengusaha
Belanda, karena mereka juga ingin menyuarakan pendapatnya dalam menentukan
kebijakan.
Untuk mengatasi hal itu diusulkan untuk membentuk gewestelijk raden, yaitu suatu
dewan dimana warga eropa dapat berbicara untuk menyuarakan isi hatinya. Inilah yang
mengawali terbentukany decentralisatie wet, kurang lebih pasalnya berisi tentang
pemerintah di daerah-daerah jajahan kerajaan Belanda.
B. Birokrasi Pada Masa Pemerintah Hindia-Belanda
sebagai bangsa pendatang yang ingin menguasai wilayah nusantara, baik secara politik
maupun ekonomi, pemerintah kolonial menyadari bahwa keberadaannya tidak selalu
aman. untuk itu pemerintah kolonial menjalin hubungan politik dengan pemerintah
kerajaan yang masih disegani, hal ini bertujuan untuk menanamkan pengaruh politiknya
terhadap elite politik kerajaan.
Terjadi dualisme sistem birokrasi pemerintahan pada saat pemerintahan kolonial
berlangsung, yaitu mulai diperkenalkannya sistem administrasi kolonial (Binnenlandsche
Bestuur) yang memperkenalkan sistem administrasi dan birokrasi modern yang
puncaknya pada ratu Belanda dan sistem administrasi tradisional (inheemche Bestuur)
masih dipertahankan oleh pemerintah kolonial.
Dalam struktur pemerintahan di nusantara, Belanda menempatkan Gubernur Jenderal
yang dibantu oleh gubernur dan residen. Gubernur merupakan wakil pemerintah pusat
yang berkedudukan di batavia, setingkat wilayah propinsi. Sedangkan untuk tingkat
kabupaten terdapat asisen residen dan pengawas (Controleur).keberadaan asisten residen
diangkat oleh gubernur jenderal untuk mengawasi bupati dan wedana dalam
menjalankan pemerintahan sehari-hari. Pengawasan dari raa hanya ditunjukkan pada
saat-saat tertentu, seperti pengiriman upeti kepada raja.bupati tidak memiliki kekuasaan
yang otonom lagi, akan tetapi selalu mendapat kontrol dari pengawas yang ditunjuk
pemerintah pusat. perubahan birokrasi pemerintahan tersebut mendorong Belanda untuk
mengadakan perubahan hak pemakaian tanah.
struktur administrasi pemerintah kolonial belanda di indonesia sebagai berikut. gubernur
jenderal memegang kekuasaan tertinggi sebagai wakil dari Ratu Belanda yang
berkedudukan di propinsi. dikabupaten diperintah oleh gubernur, sub kabupaten oleh
residen, dibawahnya ada asisten residen yang mengawasi para patih dan bupati,
dibawahnya ada pengawas yang bertugas mengawasi wedana dan asisten wedana.
C. kebijakan yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda
setelah VOC dibubarkan maka indonesia berada di bawah pemerintah Hindia-belanda,
sehingga beberapa kebijakan yang diterapkan langsung berasal dari keputusan
pemerintah Belanda di Amsterdam. beberapa kebijakan yang sempat diterapkan oleh
pemerintah belanda yaitu:
· kuota pajak dan sumbanagn pajak, yaitu kewajiban rakyat untuk membayar pajak
(uptei hasil pertanian) kepada pemerintah belanda melalui para bupati
· sistem pajak bumi, para pemilik tanah wajib membayar pajak tanah kepada
pemerintah sebagai bentuk biaya penyewaan
· sistem tanam paksa, masyarakat jawa dipaksa untuk menanam tanaman komositi
perdagangan eropa yang menguntungkan belanda
· liberalisasi tanah, pemerintrah banyak menjual kavling-kavling tanah kepada
pihak sawasta, sebagian besar tanah juga disewakan untuk mendirikan perkebunan
· tenaga kerja, penduduk pribumi dijadikan tenaga kuli di perkebunan belanda baik
itu dibayar, maupun bekerja secara paksa
Walaupun beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah belanda mengalami
perubahan dari cara yang dilakukan oleh VOC namun masih ada beberapa hal yang
masih dipertahankan seperti zaman VOC berkuasa. seperti jasa blandonng yang masih
digunakan pada masa pemerintahan Deandles dan rafles. kebijakan-kebijakan dibawah
pemerintahan Belanda tidak membawa perubahan signifikan karena sistem perdagangan
yang dianut oleh pemerintah belanda masih menggunakan sistem perdagangan yang
digunaka oleh VOC. selain itu juga cara para pejabat dan pegawai yang bekerja
dipemerintah belanda masih sama dengan cara kerja paad zaman VOC.
50 Menguraikan
kebijakan sistem
Sistem Tanam Paksa merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
Tanam Paksa di kolonial Hindia Belanda melalui Gubernur Jenderal Johannes van Den Bosch
Hindia Belanda (1830-1833). Pemberlakuan tanam paksa menjadi salah satu periode kelam
dalam sejarah Indonesia dan menuai kritik keras dari sejumlah kalangan.
Kebijakan Sistem Tanam Paksa ini dicetuskan pada 1830 atau ketika van Den
Bosch mulai menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Ketentuannya, setiap desa wajib menyisihkan 20 persen tanahnya untuk
ditanami komoditas ekspor yang ditentukan pemerintah kolonial, seperti kopi
teh, tebu, dan nila.
Pada dasarnya, sistem ini adalah cara baru yang dikeluarkan oleh pemerintah
kolonial untuk dapat mengeksploitasi sumber daya alam Hindia Belanda
(Indonesia) demi kepentingan penjajah atau Kerajaan Belanda.
Kebijakan Cultuurstelsel ini akhirnya dihentikan setelah menuai protes keras dari
berbagai kalangan yang melihat bahwa telah terjadi banyak penyelewengan dari
pelaksanaan dari sistem tanam paksa.
Inilah yang kemudian menjadi dasar van Den Bosch mencetuskan sistem tanam
paksa sejak ia mulai menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada
1830. Selain itu, kebijakan tanam paksa dikeluarkan sebagai upaya untuk
mengatasi krisis keuangan yang dialami Hindia Belanda maupun Kerajaan
Belanda. Wulan Sondarika dalam penelitian bertajuk "Dampak Cultuurstelsel
(Tanam Paksa) Bagi Masyarakat Indonesia dari Tahun 1830-1870" dalam Jurnal
Artefak, menyebutkan bahwa krisis keuangan itu terjadi dikarenakan untuk
pemenuhan biaya Perang Jawa (Perang Diponegoro) tahun 1825-1830.
Salah satu penyebab terjadinya banyak praktek penyimpangan ini adalah para
pejabat lokal yang tergiur janji dari pemerintahan kolonial yang menerapkan
cultuur procenten.
Cultuur procenten (prosenan tanaman) adalah sistem pemberian hadiah oleh
pemerintah kolonial kepada kepala pelaksana tanam paksa (penguasa lokal dan
kepala desa) di daerah yang mampu menyerahkan hasil panen melebihi
ketentuan.
Robert Van Niel dalam Warisan Sistem Tanam Paksa Bagi Perkembangan
Ekonomi Berikutnya (1988) menyebutkan, beberapa dampak dari Sistem Tanam
Paksa. Selain mempengaruhi tanah (kemudian dikaitkan dengan sistem
ekonomi pedesaan) dan munculnya tenaga buruh yang murah, Cultuurstelsel
juga berdampak terhadap munculnya pembentukan modal di desa.
Sistem tanam paksa juga telah menghancurkan desa-desa di Jawa karena telah
memaksa mengubah hak kepemilikan tanah desa menjadi milik bersama dan
dengan demikian merusak hakhak perorangan yang lebih dulu atas tanah.
Selain dampak negatif, Tanam Paksa juga menghasilkan dampak yang positif.
M.C Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2008) memaparkan
bahwa terjadi penyempurnaan fasilitas, seperti jalan, jembatan, pelabuhan,
pabrik dan gudang untuk hasil budidaya.
Bidang Sosial
Terjadinya homogenitas sosial dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan
dalam pembagian tanah. Terjadi bencana kelaparan di berbagai daerah. Ikatan
antara penduduk dan desanya semakin kuat, namun justru menghambat
perkembangan desa itu sendiri. Terjadinya keterbelakangan dan kurangnya
wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduk di desa-desa. Timbulnya
kerja rodi, yakni kerja paksa bagi penduduk tanpa upah yang layak.
Bidang Ekonomi
Pekerja mulai mengenal sistem upah. Sebelumnya, mereka lebih
mengutamakan sistem kerjasama dan gotong royong terutama. Terjadi sewa
menyewa tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara paksa. Hasil
produksi tanaman ekspor bertambah dan mengakibatkan perkebunan-
perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian rakyat di kemudian
hari.
Eduard Douwes Dekker, misalnya, merilis buku berjudul “Max Havelar” dengan
nama samaran Multaltuli. Buku yang diterbitkan pada 1830 ini mengungkap
berbagai penyelewengan tanam paksa dan penindasan pemerintah kolonial di
Jawa. Sedangkan Fransen van de Putte menerbitkan artikel bertajuk “Suiker
Contracten” atau "Perjanjian Gula" yang amat merugikan kaum petani atau
masyarakat lokal di Hindia Belanda. Banyaknya protes dan reaksi yang muncul
membuat pemerintah Belanda mulai menghapus Sistem Tanam Paksa secara
bertahap. Cultuurstelsel resmi dihapuskan sejak 1870 berdasarkan Undang-
Undang Agraria atau UU Landreform.
51 Mengidentifikasi Tanam Paksa atau dalam bahasa Belanda dikenal dengan Cultuurstelsel, secara harfiah
dampak berarti Sistem Kultivasi (Cultivation System) merupakan gagasan dari Gubernur Jenderal
kebijakan sistem Johannes van den Bosch pada masa penjajahan Belanda di Indonesia. Keputusan yang
Tanam Paksa menimbulkan dampak tanam paksa di Indonesia pada tahun 1830 disebabkan oleh situasi
bagi Indonesia keuangan yang mendesak di negara Belanda. Kondisi keuangan Kerajaan Belanda pada
dan Belanda saat itu sangat mengkhawatirkan karena terlibat dalam berbagai peperangan di Eropa dan
di Indonesia. Pada masa kejayaan Napoleon, Belanda terlibat dalam peperangan yang
menghabiskan biaya yang sangat besar. Selain itu terjadinya perang kemerdekaan Belgia
dari Belanda yang berakibat pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun 1830 juga
menguras kas kerajaan.
Belum lagi terjadinya Perang Diponegoro sejak tahun 1825 – 1830 menghabiskan biaya
sekitar 20 juta gulden, turut menjadi perlawanan termahal rakyat Indonesia bagi kas
kerajaan Belanda. Semua konflik itu membuat kas negara kosong dan akibatnya Belanda
berutang sangat banyak. Peraturan dalam tanam paksa sebagai akibat penjajahan
mewajibkan setiap desa dan perorangan untuk menyisihkan sebagian tanah sebanyak 20
persen untuk ditanami komoditi ekspor khususnya kopi, tebu, teh tembakau, nila dan
karet. Hasil penanaman dibeli oleh pemerintah kolonial dengan harga yang sudah
ditentukan dan hasil panennya juga akan diserahkan kepada pemerintah kolonial.
Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja selama 66 – 75 hari dalam
setahun pada kebun – kebun milik pemerintah. Pada prakteknya, peraturan tanam paksa
adalah masa – masa yang jauh lebih kejam dibandingkan ketika para pemimpin VOC
melakukan monopoli perdagangan pada awal penjajahan Belanda di Indonesia. Berbeda
dengan ketentuan awal, lahan pertanian yang digunakan untuk cultuurstelsel tetap
dikenakan pajak sementara warga yang tidak memiliki lahan malah diwajibkan bekerja
selama setahun penuh di lahan tersebut. Tidak hanya korban harta, banyak sekali korban
jiwa dari rakyat yang makin sengsara karena dampak tanam paksa tersebut.
Van den Bosch menganggap bahwa Pulau Jawa sangat cocok untuk memberikan
keuntungan besar bagi Belanda karena tanahnya yang subur dan kepadatan penduduk
yang potensial sebagai pekerja dan pengolah lahan pertanian atau perkebunan. Lahan
yang subur dan sumber kekayaan alam Nusantara memang menjadi latar belakang VOC
didirikan. Tanam paksa diawasi langsung oleh para pegawai Belanda, tetapi pada
pelaksanaannya terjadi sangat banyak penyimpangan yang merugikan rakyat, antara lain:
Rakyat terpaksa mengabaikan keperluan ladangnya sendiri karena harus lebih fokus
kepada kegiatan menanam tanaman berkualitas ekspor.
Rakyat yang tidak memiliki lahan atau tanah harus bekerja sangat keras dan melebihi
jumlah waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan awal sehingga tidak memiliki waktu
untuk mencari nafkah.
Tanah yang digunakan untuk menanam tanaman ekspor justru melebihi seperlima dari
luas lahan garapan.
Rakyat disisakan tanah yang tidak subur.
Kelebihan hasil panen tidak dikembalikan kepada petani.
Rakyat harus bertanggung jawab akan kegagalan hasil panen walaupun bukan
kesalahannya.
Adanya sistem cultuurprosenten atau hadiah kepada pemerintah Belanda yang berhasil
melampaui target produksi membuat beban rakyat semakin bertambah.
Tanah garapan cultuurstelsel masih dikenakan pajak. Ketahui juga mengenai peristiwa
black armada, kapan VOC dibubarkan dan sejarah VOC Belanda.
Dampak Negatif Tanam Paksa
Karena adanya berbagai penyimpangan tersebut, rakyat mengalami dampak tanam paksa
yang sangat menyengsarakan kehidupan mereka. Dampak dari tanam paksa di Indonesia
akibat eksploitasi luar biasa pada sumber alam adalah sebagai berikut:
Sawah dan ladang milik rakyat tidak terurus dengan baik sehingga tidak menghasilkan
panen yang layak, karena rakyat wajib kerja rodi berkepanjangan sehingga penghasilan
sehari – hari sangat menurun.
Beban hidup rakyat semakin berat dan sulit karena harus menyerahkan sebagian dari
tanah milik serta hasil panen, termasuk membayar pajak, kerja paksa dan turut
menanggung resiko kegagalan panen.
Rakyat mengalami tekanan secara fisik dan mental yang berkepanjangan karena berbagai
kebijakan pemerintah Belanda yang membebani kehidupannya.
Karena kerap mengalami kegagalan panen dan tidak bisa mencari nafkah, kemiskinan
merajalela dan timbul dimana – mana sehingga rakyat semakin sengsara.
Muncul masalah wabah penyakit dan kelaparan dimana – mana sehingga angka kematian
meningkat tajam. Misalnya di Cirebon pada tahun 1843 sebagai dampak dari tanam
paksa berupa pemungutan pajak tambahan dalam bentuk beras, di Demak pada 1848,
Grobogan tahun 1849 hingga 1850 karena kegagalan panen. Semua itu menyebabkan
jumlah penduduk Indonesia menurun.
Dampak Positif Tanam Paksa
Dibalik dampak tanam paksa di bidang politik yang sangat membuat rakyat sengsara,
ada sedikit dampak yang positif dan berguna bagi masa depan pertanian Indonesia.
Namun manfaat ini harus dibayar dengan harga yang sangat mahal, diatas keringat dan
darah serta pengorbanan para penduduk yang terkena tanam paksa.
Dampak dari tanam paksa yang bermanfaat adalah bahwa dengan kebijakan tersebut
rakyat menjadi mengenal berbagai teknik menanam jenis- jenis tanaman baru.
Rakyat mulai mengenal jenis tanaman yang berpotensi ekspor dan bisa diperdagangkan.
Dampak Bagi Belanda
Dibalik semua kerugian dan kesulitan yang dialami rakyat Indonesia, Belanda
mendapatkan keuntungan besar sekali dari tanam paksa tersebut yaitu:
Kas kerajaan yang semula kosong bahkan minus menjadi penuh dan mendapatkan
keuntungan berlipat – lipat.
Pendapatan dari tanam paksa melebihi anggaran belanja kerajaan.
Hutang – hutang yang besar segera terlunasi.
Perdagangan dan kegiatan ekonomi Belanda berkembang pesat sehingga Amsterdam
sukses menjadi kota pusat perdagangan dunia.
Akhir Tanam Paksa
Belanda memang mendapatkan keuntungan sangat besar dari sistem tanam paksa sesuai
dengan tujuannya, tetapi semua itu diperoleh dengan menindas rakyat di daerah
jajahannya ini sebagai akibat penjajahan Belanda yang kejam. Berbagai dampak tanam
paksa yang sangat menyiksa dan memeras rakyat Indonesia pada akhirnya menimbulkan
berbagai tentangan dari berbagai kalangan di negeri Belanda maupun di Indonesia. Salah
satu tokoh terkenal yang menentang kebijakan tanam paksa adalah Edward Douwes
Dekker, seorang pejabat Belanda yang pernah menjabat sebagai Asisten Residen Lebak
(sekarang Banten).
Ia bersimpati kepada penduduk pribumi yang sengsara karena tanam paksa dan banyak
menulis buku yang bercerita akan kesengsaraan rakyat akibat tanam paksa dengan nama
samaran Multatuli, yang berarti ‘Aku telah banyak menderita’. Buku – buku tersebut
berjudul ‘Max Havelaar’ dan ;Lelang Kopi Persekutuan Belanda’. Tokoh lainnya yang
juga bersuara menentang tanam paksa adalah Baron van Hoeve, seorang misionaris yang
pernah tinggal di Indonesia pada 1847.
Selama perjalanannya di Bali, Madura dan Jawa ia melihat rakyat yang sengsara karena
sistem tanam paksa. Setelah kembali dan menjadi anggota parlemen di Belanda, ia
melanjutkan protes kepada pelaksanaan tanam paksa dengan gigih dan menuntut
penghapusan tanam paksa. Protes – protes yang bertubi – tubi dari berbagai tokoh
masyarakat termasuk dunia internasional karena dampak tanam paksa akhirnya membuat
Belanda menghapuskan tanam paksa secara bertahap. Kayu manis, nila dan teh
dihapuskan pada 1865, lalu tembakau pada 1866, dan tebu pada 1884. Kopi sebagai
komoditi terlaris yang banyak menghasilkan keuntungan baru dihapuskan pada 1917.
52 Menguraikan Latar Belakang Politik Pintu Terbuka
latar belakang
lahirnya politik Kebijakan pintu terbuka di Hindia Belanda yang diterapkan pemerintah kolonial
pintu terbuka di merupakan hasil dari menangnya Partai Liberal Belanda dalam pemilu yang diadakan
Hindia Belanda pada tahun 1850.
Sebagai partai yang menang dalam pemilu tentunya membuat Partai Liberal Belanda
berhak untuk membentuk dan menjalankan pemerintahan.
Bahkan pada tahun 1870 atau dua puluh tahun setelah kemenangan pertama pada pemilu
yang diselenggarakan negara Belanda, Partai Liberal Belanda memperoleh kemenangan
mutlak.
Pada akhir abad XIX paham liberal yang berasal dari Revolusi Prancis dan Revolusi
Industri semakin mendapatkan angin segar di negara-negara Eropa Barat, tidak
terkecuali Belanda.
Disini negara hanya bertindak untuk mengawasi kegiatan ekonomi yang dijalankan oleh
rakyatnya.
Ketika persaingan terjadi antar individu atau kelompok, negara dan rakyat akan
mendapatkan manfaatnya. Misalkan dalam bentuk produk dan harga yang bermutu dan
terjangkau.
Selain Partai Liberal Belanda, penerapan kebijakan ini juga didukung oleh menteri
jajahan Belanda yaitu De Waal yang mengeluarkan Undang-undang Agraria pada tahun
1870 yang semakin mengokohkan penjajahan terhadap bangsa Indonesia.
Melalui kebijakan ini, untuk pertama kalinya pemerintah kolonial Belanda memberikan
kebebasan bagi pemodal untuk melakukan kegiatan ekonomi di Hindia Belanda.
Beberapa contoh perkebunan dan pabrik milik swasta tersebar di beberapa wilayah Pulau
Jawa dan Sumatra:
Perkebunan tembakau berada di Deli (Sumatra Utara), Kedu dan Klaten (Jawa Tengah),
Besuki, Kediri, dan Jember (Jawa Timur), serta daerah sekitar kerajaan/vorstenlanden
(Yogyakarta dan Surakarta).
Perkebunan tebu, di pesisir pantai utara Jawa yang sampai hari ini masih banyak pabrik
gula yang masih bisa kita jumpai.
Perkebunan kina, di Jawa Barat
Perkebunan karet, di Palembang dan Sumatra Timur.
Perkebunan kelapa sawit, di Sumatra Utara
Perkebunan teh, di Jawa Barat dan Sumatra.
Untuk mendukung dan memperlancar penerapan kebijakan ini, para investor juga
membangun sarana dan prasarana seperti jalan raya, irigasi, jalur kereta api, dan
jembatan.
Dalam bidang jasa transportasi juga para investor mendirikan perusahaan pengangkutan
masal yaitu Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) yang didukung oleh Angkatan
Laut Kerajaan Belanda.
Perlu diketahui, keuntungan yang didapat oleh pemerintah Belanda selang tujuh tahun
setelah pemberlakuan kebijakan tersebut atau pada tahun 1877 mencapai 151 juta
gulden.
Namun bagi bangsa Indonesia sendiri justru berbanding terbalik, eksploitasi manusia dan
ekslpoitasi agraria adalah yang didapat oleh bangsa kita ini.
Dampak lain yang terjadi akibat kebijakan pintu terbuka adalah pengiriman tenaga kerja
secara paksa ke daerah provinsi seberang lautan milik Belanda lainnya, yaitu Suriname.
53 Menguraikan Dampak Politik Terbuka
kebijakan Politik
Pintu Terbuka di
Hindia Belanda Dampak politik pintu terbuka
Meskipun memiliki tujuan yang mulia, politik pintu terbuka ini memiliki dampak
dampak yang relatif buruk terhadap masyarakat Indonesia. Meskipun begitu, kebijakan
ini sangat menguntungkan bagi para pengusaha asing pada saat itu.
Berikut ini adalah dampak-dampak dari diberlakukannya politik pintu terbuka terhadap
masyarakat Indonesia, pemerintahan kolonial belanda serta pihak swasta
Rakyat mengenal sistem upah dan juga penggunaan uang, mengetahui barang yang perlu
di ekspor karena minat yang besar di luar negeri, serta mengetahui barang impor yang
dibuat di luar wilayah mereka.
Munculnya pedagang perantara, sehingga mereka bisa menjual hasil bumi yang dimiliki
oleh rakyat Indonesia kepada penjual atau pengepul swasta. Tidak jarang perantara ini
masuk ke daerah pedalaman guna mendapatkan hasil tani dengan harga yang terjangkau
kemudian dengan harga yang tinggi pada grosir.
Mematikan industri milik rakyat Indonesia, sebab seluruh pekerjanya masuk ke dalam
pabrik dan perkebunan yang dikelola oleh orang Eropa dan kolonial swasta.
Rakyat semakin sengsara karena penjajahan, makin sengsara karena eksploitasi besar-
besaran yang dilakukan oleh penjajah. Sumber pertanian dan perkebunan yang menjadi
andalan mereka terpaksa dijual, begitu pula dengan tenaga mereka.
Semakin kaya pihak swasta karena mereka dapat menguasai perekonomian Indonesia
dan mereka dapat melakukannya dengan lebih efisien dibandingkan dengan pemerintah.
Selain itu, pihak swasta juga memiliki modal yang lebih besar untuk mengolah sumber
daya alam yang ada di Indonesia
Berpindahnya monopoli ekonomi dari pemerintah ke pihak swasta. Dahulu
perekonomian hanya dikontrol oleh pemerintah Belanda, sekarang pihak swasta perlahan
lahan bisa masuk dan mulai menggantikan monopoli pemerintahan menjadi monopoli
korporasi.
Demikianlah penjelasan mengenai politik pintu terbuka mulai dari pengertian, sejarah,
ciri hingga dampaknya.
Saat ini Indonesia sudah tidak melakukan sistem politik dengan jenis tersebut, seiring
dengan hilangnya penjajahan yang dilakukan oleh pihak kolonial.
54 Mengevaluasi
perlawanan
PERLAWANAN TERHADAP KOLONIAL BELANDA
rakyat terhadap
pemerintah Doni Setyawan | September 25, 2016 | Perjuangan Bangsa Indonesia | 6 Komentar
kolonial Pada awalnya Belanda datang ke Indonesia hanya untuk berdagang. Faktor khusus yang
menyebabkan bangsa Belanda harus melakukan penjelajahan samudera adalah
ditutupnya pelabuhan Lisabon bagi para pedagang Belanda. Belanda berhasil mengusai
berbagai wilayah yang ada di Indonesia salah satunya adalah dengan menggunakan
strategi devide et impera (adu domba). Belanda membela salah satu pihak yang
bersengketa kemudian mengambil keuntungan dari konflik intern dalam sebuah wilayah.
Kemudian Belanda memaksa untuk memonopoli perdagangan yang ada di Indonesia.
Bersifat kedaerahan
Perjuangan berupa fisik
Tergantung pada pemimpin
Sering gagal karena berbagai kendala salah satunya persenjataan
Tidak adanya persatuan yang kuat sehingga mudah diadu domba
Bersifat sporadic yang artinya tidak terorganisir dengan baik
Belum ada tujuan yang jelas.
Berbagai perlawanan yang terjadi pada masa penjajahan Belanda antara lain:
imam-bonjolPerang Paderi merupakan perang yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol
melawan pemerintah kolonial Belanda. Peristiwa ini berawal dari gerakan Paderi untuk
memurnikan ajaran Islam di wilayah Minangkabau, Sumatra Barat. Perang ini dikenal
dengan nama Perang Paderi karena merupakan perang antara kaum Paderi/kaum
putih/golongan agama melawan kaum hitam/kaum Adat dan Belanda. Tokoh-tokoh
pendukung kaum Paderi adalah Tuanku Nan Renceh, Tuanku Kota Tua, Tuanku
Mensiangan, Tuanku Pasaman, Tuanku Tambusi, dan Tuanku Imam.
Jalannya Perang Paderi dapat dibagi menjadi 3 tahapan
Tahap I, tahun 1803 – Ciri perang tahap pertama ini adalah murni perang saudara dan
belum ada campur tangan pihak luar, dalam hal ini Belanda. Perang ini mengalami
perkembangan baru saat kaum Adat meminta bantuan kepada Belanda. Sejak itu
dimulailah Perang Paderi melawan Belanda.
Tahap II, tahun 1822 – Tahap ini ditandai dengan meredanya pertempuran karena
Belanda yang makin melemah berhasil mengadakan perjanjian dengan kaum Paderi.
Pada tahun 1825, berhubung dengan adanya perlawanan Diponegoro di Jawa,
pemerintah Hindia Belanda dihadapkan pada kesulitan baru. Kekuatan militer Belanda
terbatas, dan harus menghadapi dua perlawanan besar yaitu perlawanan kaum Paderi dan
perlawanan Diponegoro. Oleh karena itu, Belanda mengadakan perjanjian perdamaian
dengan Kaum Paderi. Perjanjian tersebut adalah Perjanjian Masang (1825) yang berisi
masalah gencatan senjata di antara kedua belah pihak. Setelah Perang Diponegoro
selesai, Belanda kembali menggempur kaum Paderi di bawah pimpinan Letnan Kolonel
Ellout tahun 1831. Kemudian, disusul juga oleh pasukan yang dipimpin Mayor Michiels.
Tahap III, tahun 1832 – Perang pada tahap ini adalah perang semesta rakyat
Minangkabau mengusir Belanda. Sejak tahun 1831 kaum Adat dan kaum Paderi bersatu
melawan Belanda yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol.
Pada tanggal 16 Agustus 1837 jam 8 pagi, Bonjol secara keseluruhan diduduki Belanda.
Tuanku Imam mengungsi ke Marapak. Pertempuran itu berakhir dengan penangkapan
Tuanku Imam, yang langsung dibawa ke Padang. Selanjutnya atas perintah Letkol
Michiels, Tuanku Imam diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat pada tahun 1838. Kemudian
pada tahun1839 dipindah ke Ambon. Tiga tahun kemudian dipindah ke Manado sampai
meninggal pada tanggal 6 November 1964 pada usia 92 tahun.
Tentara Belanda yang tersisa dalam benteng tersebut menyerahkan diri. Dalam
penyerbuan itu, Pattimura dibantu oleh Anthonie Rheebok, Christina Martha Tiahahu,
Philip Latumahina, dan Kapitan Said Printah. Berkat siasat Belanda yang berhasil
membujuk Raja Booi, pada tanggal 11 November 1817, Thomas Matulessy atau yang
akrab dikenal dengan gelar Kapitan Pattimura berhasil ditangkap di perbatasan hutan
Booi dan Haria.
Akhirnya vonis hukuman gantung dijatuhkan kepada empat pemimpin, yaitu Thomas
Matullessy atau Kapitan Pattimura, Anthonie Rheebok, Said Printah, dan Philip
Latumahina. Eksekusi hukuman gantung sampai mati dilaksanakan pada pukul 07.00
tanggal 10 Desember 1817 disaksikan rakyat Ambon.
Perlawanan Diponegoro terhadap Belanda
Pada tanggal 20 Juli 1825, Belanda bersama Patih Danurejo IV mengadakan serangan ke
Tegalrejo. Pangeran Diponegoro bersama pengikutnya menyingkir ke Selarong, sebuah
perbukitan di Selatan Yogyakarta. Selarong dijadikan markas untuk menyusun
kekuatan dan strategi penyerangan secara gerilya. Agar tidak mudah diketahui oleh
pihak Belanda, tempat markas berpindah-pindah, dari Selarong ke Plered kemudian ke
Dekso dan ke Pengasih. Perang Diponegoro menggunakan siasat perang gerilya untuk
melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Belanda melakukan penyerangan terhadap Pulau Bali pada tahun 1846. Yang menjadi
sasaran pertama dan utama adalah Kerajaan Buleleng. Patih I Gusti Ktut Jelantik beserta
pasukan menghadapi serbuan Belanda dengan gigih. Pertempuran yang begitu heroik
terjadi di Jagaraga yang merupakan salah satu benteng pertahanan Bali.
Waktu benteng Jagaraga jatuh ke pihak Belanda, pasukan Belanda dipimpin oleh
Jenderal Mayor A.V. Michiels dan sebagai wakilnya adalah van Swieten. Raja Buleleng
dan patih dapat meloloskan diri dari kepungan pasukan Belanda menuju Karangasem.
Setelah Buleleng secara keseluruhan dapat dikuasai, Belanda kemudian berusaha
menaklukkan kerajaan-kerajaan lainnya di Pulau Bali.
Ternyata perlawanan sengit dari rakyat setempat membuat pihak Belanda cukup
kewalahan. Perang puputan pecah di mana-mana, seperti Perang Puputan Kusamba
(1849), Perang Puputan Badung (1906), dan Perang Puputan Klungkung (1908).
Pangeran Tamjid inilah yang dekat dengan Belanda dan dijagokan oleh Belanda.
Belanda menekan Sultan Adam dan mengancam supaya mengangkat Pangeran Tamjid.
Di mana-mana timbul suara ketidakpuasan masyarakat terhadap Sultan Tamjidillah II
(gelar Sultan Tamjid setelah naik tahta) dan kebencian rakyat terhadap Belanda.
Kebencian rakyat lama-lama berubah menjadi bentuk perlawanan yang terjadi di mana-
mana. Perlawanan tersebut dipimpin oleh seorang figur yang didambakan rakyat, yaitu
Pangeran Antasari.
Pangeran Hidayatullah secara terang-terangan menyatakan memihak kepada Pangeran
Antasari. Bentuk perlawanan rakyat terhadap Belanda mulai berkobar sekitar tahun
1859. Pangeran Antasari juga diperkuat oleh Kyai Demang Lehman, Haji Nasrun, Haji
Buyasin, dan Kyai Langlang.
Penyerangan diarahkan pada pos- pos tentara milik Belanda dan pos-pos missi Nasrani.
Benteng Belanda di Tabania berhasil direbut dan dikuasai. Tidak lama kemudian datang
bantuan tentara Belanda dari Jawa yang dipimpin oleh Verspick, berhasil membalik
keadaan setelah terjadi pertempuran sengit.
Akibat musuh terlalu kuat, beberapa orang pemimpin perlawanan ditangkap. Pangeran
Hidayatullah ditawan oleh Belanda pada tanggal 3 Maret 1862, dan diasingkan ke
Cianjur, Jawa Barat. Pada tanggal 11 Oktober 1862, Pangeran Antasari wafat.
Sepeninggal Pangeran Antasari, para pemimpin rakyat mufakat sebagai penggantinya
adalah Gusti Mohammad Seman, putra Pangeran Antasari.
Pada tahun 1899, Belanda mulai menerapkan siasat kekerasan dengan mengadakan
serangan besar-besaran ke daerah-daerah pedalaman. Serangan-serangan tersebut
dipimpin oleh van Heutz. Tanpa mengenal peri- kemanusiaan, pasukan Belanda
membinasakan semua penduduk daerah yang menjadi targetnya.
Satu per satu pemimpin para pemimpin perlawanan rakyat Aceh menyerah dan
terbunuh. Dalam pertempuran yang terjadi di Meulaboh, Teuku Umar gugur. Jatuhnya
Benteng Kuto Reh pada tahun 1904, memaksa Aceh harus menandatangani Plakat
pendek atau Perjanjian Singkat (Korte Verklaring).
Biar pun secara resmi pemerintah Hindia Belanda menyatakan Perang Aceh berakhir
pada tahun 1904, dalam kenyataannya tidak. Perlawanan rakyat Aceh terus berlangsung
sampai tahun 1912. Bahkan di beberapa daerah tertentu di Aceh masih muncul
perlawanan sampai menjelang Perang Dunia II tahun 1939.
Pada tahun 1878 Belanda mulai dengan gerakan militernya menyerang daerah Tapanuli,
sehingga meletus Perang Tapanuli dari tahun 1878 sampai tahun 1907. Perlawanan
Belanda di daerah Tapanuli dipimpin oleh Si Singamangaraja XII. Sebab-sebab
terjadinya Perang Batak atau Perang Tapanuli.
Menghadapi perluasan wilayah pendudukan yang dilakukan oleh Belanda, pada bulan
Februari 1878 Si Singamangaraja XII melancarkan serangan terhadap pos pasukan
Belanda di Bahal
Batu, dekat Tarutung (Tapanuli Utara). Pertempuran merebak sampai ke daerah Buntur,
Bahal Batu, Balige, Si Borang-Borang, dan Lumban Julu. Dengan gigih rakyat setempat
berjuang saling bahu membahu berlangsung sampai sekitar 7 tahun. Tetapi, karena
kekurangan senjata pasukan Si Singamangaraja XII semakin lama semakin terdesak.
Bahkan terpaksa ditinggalkan dan perjuangan dilanjutkan ke tempat lain.