Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGERTIAN FAKTA, PERNYATAAN MENGENAI FAKTA, DAN


KEBENARAN DALAM KAJIAN SEJARAH

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Sejarah

Dosen Pengampu: Dr. Hj. Siti Maryam, S. Ag., M. Pd.

Disusun oleh:

Kelompok 1

1. Roihan Fadhil Kusuma (20101020069)

2. Wahid (20101020070)

3. Najmiyatun Fajrin Fiilmi (20101020071)

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dikatakan oleh Ibnu Khaldun bahwa dalam hakikat sejarah, terkandung pengertian
observasi (nazhar), usaha untuk mencari kebenaran (tahqiq), dan keterangan yang
mendalam tentang sebab dan asal benda maujud, serta pengertian dan pengetahuan
tentang substansi, esensi, dan sebab-sebab terjadinya peristiwa. Dengan demikian,
sejarah benar-benar berakar dalam filsafat dan patut dianggap sebagai salah satu cabang
filsafat.

Ilmu baru yang dimaksudkan oleh Ibnu Khaldun seperti yang dikatakan oleh
Zainab Al-Khudairi adalah filsafat sejarah, yang di Eropa baru dikenal beberapa abad
kemudian. Memang cikal bakalnya telah ada sejak zaman kuno, misalnya dalam karya
Aristoteles, Politics, dan karya Plato, Republic, akan tetapi bahkan terminologinya
sendiri baru dirumuskan pada abad ke-18 (Zainab Al- Khudairi, 1987: 43).

Filsafat Sejarah, dalam pengertian yang paling sederhana, seperti dikemukakan oleh
Zainab Al-Khudairi adalah tinjauan terhadap peristiwa-peristiwa historis secara filosofis
untuk mengetahui faktor-faktor essensial yang mengendalikan perjalanan peristiwa-
peristiwa historis itu, untuk kemudian mengikhtisarkan hukum-hukum umum yang
tetap, yang mengarahkan perkembangan berbagai bangsa dan negara dalam berbagai
masa dan generasi (Zainab Al-Khudairi, 1987: 54).

Ada beberapa penulis yang berpendapat bahwa sejarah berjalan sesuai dengan suatu
kerangka tertentu dan bukannya secara acak-acakan yakni filsafat sejarah adalah upaya
untuk mengetahui suatu kerangka yang diikuti peristiwa sejarah dalam perjalanannya
atau arah yang ditujunya atau pun tujuan yang hendak dicapainya. Menurut F. Laurent,
sebagaimana yang dikutip oleh Zainab Al-Khudairi menyatakan bahwa sejarah tidak
mungkin hanya merupakan seperangkat rangkaian peristiwa tanpa tujuan atau makna.
Dengan demikian, sejarah sepenuhnya tunduk kepada kehendak Tuhan seperti halnya
peristiwa-peristiwa alam yang tunduk pada hukum-hukum yang mengendalikannya 1.
Untuk itu dalam pembahasan makalah ini hendak menjelaskan bagaimana fakta dan
kebenaran dalam kajian sejarah itu.

Adapun rumusan masalah yang disusun sebagai berikut:

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Fakta dan Pengelompokkan Fakta Sejarah?

2. Bagaimana Pernyataan Fakta dalam Ilmu Sejarah?

3. Bagaimana Kebenaran dalam Kajian Sejarah?

1.3. Tujuan

1. Menjelaskan Mengenai Pengertian Fakta dan Pengelompokkan Fakta Sejarah.

2. Mendeskripsikan Mengenai Pernyataan Fakta dalam Ilmu Sejarah.

3. Memaparkan Mengenai Kebenaran dalam Kajian Sejarah.

1
BAB IV: Pengertian Filsafat Sejarah, http://staffnew.uny.ac.id di unduh pada 28
Februari 2022 pukul 11.56.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Fakta dan Pengelompokan Fakta

Fakta berasal dari Bahasa Latin, faktuas dan facerel, yang artinya selesai atau
mengerjakan. Fakta sejarah adalah fakta-fakta yang berhubungan langsung dengan
peristiwa sejarah yang kita teliti. F. J. Tigger mendefinisikan fakta sebagai hasil
penyelidikan secara kritis yang ditarik dari sumber-sumber dokumenter (Sidi Gazalba.
1966: 29)2. Fakta adalah sesuatu yang tertangkap oleh indera manusia. Dalam istilah
keilmuan, fakta adalah suatu hasil yang objektif dan dapat diverifikasikan secara
empiris. Fakta dalam prosesnya kadang kala dapat menjadi sebuah ilmu3.

Isdriani (2009:138) mengatakan bahwa fakta adalah hal, keadaan, atau peristiwa
yang merupakan kenyataaan atau sesuatu yang benar-benar terjadi. Sesuatu dapat
dinyatakan fakta apabila dapat dibuktikan kebenarannya dan memiliki sumber yang
jelas4. Mengenai fakta sejarah, menurut Patrick Gardiner, bukti-bukti dari apa yang
telah terjadi di masa lalu itu belum merupakan suatu kebulatan gambaran tentang
peristiwa masa lampau. Jadi, lebih bersifat sebagai data yang berserakan yang
menyebabkan kita sering ragu, apakah itu benar-benar bukti dari peristiwa yang kita cari
itu. Dengan kata lain untuk bisa membuat pernyataan bulat bahwa sesuatu peristiwa di
masa lampau benar-benar telah terjadi diperlukan suatu proses untuk mengumpulkan
dan kemudian menguji bukti-bukti tersebut melalui kegiatan kritik sumber terutama
untuk menentukan keberannya. Hasil dari proses inilah baru bisa kita namakan sebagai
fakta sejarah5.

2
M. Dien Madjid dan Johan Wahyudi, 2014. Ilmu Sejarah: Sebuah Pengantar.
Jakarta: Prenada Media Group. hlm. 36.
3
BAB II: Kajian Teoretis, http://repository.unpas.ac.id/12318/5/BAB%20II.pdf
diunduh pada 27 februari 2022 pukul 11.02.
4
Ibid,.
5
Nurcahaya S, Jenny. 2010. “FAKTA SEJARAH”. Program Studi Pendidikan
Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.
Fakta sejarah dikelompokan menjadi empat jenis, yaitu:

1. Fakta Lunak: merupakan fakta yang masih perlu dibuktikan dengan dukungan
fakta-fakta lain. Fakta ini memiliki tingkat kebenaran yang rendah namun tidak
berarti keberadaannya dilupakan atau bahkan ditinggalkan begitu fakta lain
dianggaplebih terpercaya ditemukan. Fakta lunak berguna untuk bahan studi
ulang yang kemudian hari dilakukan. Para sejarawan melalui penelitian
sumber-sumber sejarah mencoba mengolah dan menyusun fakta-fakta itu
sehingga bisa di mengerti. Tapi, bisa saja bahwa apa yang dianggap sebagai
fakta oleh sebagian orang, belum tentu bisa diterima oleh sebagian yang lain,
sehingga tidak jarang masih mengundang perdebatan.

2. Fakta Keras: fakta ini biasanya sudah diterima sebagai suatu peristiwa yang
benar yang tidak lagi diperdebatkan. Fakta keras juga disebut fakta yang sudah
mapan (established) dan tidak mungkin dipalsukan lagi. Seperti suau peristiwa
yang meninggalkan bukti berupa naskah, dokumentasi berupa foto maupun
rekaman suara.

3. Interferensi: merupakan ide-ide sebagai benang merah yang mejembatani antara


fakta yang satu dengan fakta yang lain. Ide atau gagasan ini dapat dimasukan
dalam kategori fakta, tetapi masih cukup lemah karena interferensi tidak lebih
dari suatu pertimbangan logis yang menjelaskan pertalian antar fakta-fakta,
namun demikian dalam interferensi sering kali muncul kritik terhadap fakta-
fakta yang sudah ada.

4. Opini: mirip dengan interferensi, tetapi opini ini lebih bersifat pendapat pribadi
atau perorangan. Karena merupakan sebuah pendapat pribadi maka tidak
didasarkan pada konsideren umum. Sebagai salah satu bentuk informasi
sejarah, opini merupakan penilaian (value judgment) atau sangkaan pribadi.
Opini sejarawan tentu sangat dibutuhkan bagi kelanjutan studi mengenai
peristiwa masa lampau. Namun begitu, opini sejarawan haruslah ditunjang
dengan pertimbangan yang logis, paling tidak menurut pendapat pribadinya.
Untuk itu, sejarawan dituntut harus jeli dalam memandang hal-hal detail dari
peristiwa masa lalu6.

Kemudian berdasarkan bentuknya, fakta sejarah dibagi menjadi empat, yaitu:

1. Artefak (artefact), semua benda peninggalan masa lampau, baik secara


keseluruhan atau sebagian hasil garapan tangan manusia, contohnya potongan
relief candi, arca, dan perkakas.

2. Fakta Sosial (sosiofact), fakta yang berdimensi sosial, yakni kondisi yang
mampu menggambarkan tentang keadaan sosial, suasana zaman, dan kondisi
masyarakat pada zamannya.

3. Fakta Mental (mentifact), kondisi yang menggambarkan suasana batin

dalam suatu peristiwa sejarah.

4. Fakta Ekologis (ecofact), keberadaan alam dan lingkungan di sekitar tempat


kejadian yang mendukung suatu peristiwa sejarah7.

A. Eddy Kristiyanto menyatakan, bahwa fakta historis tak dapat diubah dan
begitulah adanya. Hal yang baru pada sejarah adalah (proses) hermeneuse, cara pandang
atas fakta jika di kemudian hari ditemukan fakta dan bukti baru (novum) dan berbeda
atas fakta historis yang lama. Hal ini dimungkinkan oleh perkembangan peradaban
manusia (termasuk tradisi, ideologi, kebudayaan, dan lain sebagainya) yang
memfasilitasi munculnya cara pandang baru mengenai pemahaman atas fakta 8.
Sejarawan Leopold von Ranke (1795-1886), yang menekankan pentingnya mempelajari
sumber-sumber asli dengan terobosan-terobosan ilmiah dan sikap objektif terhadap
peristiwa sejarah dalam rangka menentang romantisasi dan subjektivitas sejarah yakni
6
M. Dien Madjid dan Johan Wahyudi, 2014. Ilmu Sejarah: Sebuah Pengantar.
Jakarta: Prenada Media Group. hlm. 42-45.
7
Ibid., hlm. 47-50
8
Kristiyanto, A. Eddy . 2016. “Fakta dan Sejarah: Usaha Mengkaji Alam Pikiran
di Balik Peristiwa Historis”, STF Driyakarya, Jakarta Studia Philosophica et
Theologica, Vol. 16 No. 1, Maret 2016. hlm. 18.
bahwa kewajiban sejarawan adalah semata-mata memperlihatkan bagaimana senyatanya
peristiwa sejarah itu9.

Fakta hanya berbicara apabila sejarawan mencari, menemukan, menyaring,


membandingkan, dan mengolahnya. Hanya sejarawan dan penulis sejarah yang
memiliki integritas tinggi yang memutuskan apakah suatu peristiwa itu fakta historis
atau hanyak fiktif belaka. Fakta historis itu menyangkut suatu masalah interpretasi
dalam setiap fakta sejarah. Persoalan yang lebih mendasar ialah bagaimana
membedakan antara fakta historis dan fakta non-historis. Karena ada anggapan semua
fakta itu bersifat historis10.

2.2. Pernyataan Mengenai Fakta Dalam Ilmu Sejarah

Fakta sejarah menjadi senjata pamungkas bagi para sejarawan dalam mengungkap
keaslian suatu peristiwa sejarah. Sejarah sangat tergantung pada peristiwa yang terjadi
dalam sepanjang perjalanan hidup manusia sebagai objek (formal dan material) yang
terabadikan dalam sumber catatan dan memori kolektif manusia. Sumber itu kemudian
diteliti oleh sejarawan untuk menentukan fakta sejarah. Selanjutnya, fakta tersebut
digali lebih dalam untuk menimbulkan penafsiran atas fakta yang kemudian hasilnya
dituangkan dalam bentuk tulisan sejarah (historiografi)11.

Kredibilitas sumber sebagai fakta sejarah harus memenuhi syarat yakni sumber itu
harus bersifat ilmiah dan mampu mengungkapkan fakta yang dapat diuji kebenarannya.
Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh sejarawan untuk melakukan proses
penentuan pernyataan mengenai fakta dalam ilmu sejarah ada empat. Pertama,
mengumpulkan semua riwayat mengenai sumber sebanyak-banyaknya. Kedua,
melakukan pengujian terhadap sumber-sumber yang ada (verifikasi). Ketiga, memahami
informasi yang termuat dalam sumber. Keempat, melakukan koroborasi yakni memilah
dan menyeleksi informasi dari sumber fakta sejarah yang saling mendukung dan
berhubungan untuk digabung-gabungkan menjadi satu agar sesuai dengan tema subjek

9
Ibid,. hlm. 22.
10
Ibid,. hlm. 24.
11
Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya,
1995. hlm. 60-65.
kajian kemudian membuang data-data yang tidak penting atau yang tidak berkaitan
dengan tema subjek kajian agar tidak mengganggu sejarawan dalam
menginterpretasikan fakta sejarah sehingga membentuk sebuah cerita peristiwa sejarah.
Setelah melalui empat tahapan tadi, maka sumber sejarah dapat dikatakan sebagai fakta
sejarah12.

Dari penjelasan di atas apakah fakta sejarah itu? untuk menjawab pertanyaan
tersebut perlu dikaitkan antara fakta dan pernyataan. Keduanya pada dasarnya
membahas satu hal yang sama yakni mengenai masa lalu. Fakta sejarahnya adalah
adalah suatu peristiwa yang benar-benar terjadi di masa lalu. Fakta itu kemudian
ditafsirkan melalui sumber-sumbernya sehingga melahirkan pernyataan mengenai
peristiwa sejarah itu sendiri (fakta mental). Jadi, fakta sejarah adalah pernyataan
seorang sejarawan mengenai interpretasi kesimpulan dari studi kritis atas sumber-
sumber sejarah. Fakta sejarah bukanlah kenyataan atau realita melainkan sesuatu yang
dipikirkan oleh seorang sejarawan. Fakta sejarah itu muncul secara imajinatif ketika
seorang sejarawan mengadakan penelitian. Semuanya bergantung pada sejarawan saat
memproduksi fakta itu sendiri. Dalam melakukan rekonstruksi dan interpretasi sejarah
tidak semua fakta otomatis menjadi fakta sejarah. Fakta-fakta masa lalu dianggap
menjadi fakta sejarah apabila sejarawan memilihnya karena dianggap mempunyai
hubungan (relevansi) yang berarti (signifikansi) dengan apa yang diteliti.

Pada hakikatnya, fakta sejarah bersifat subjektif karena memuat unsur dari subjek.
Intinya, fakta sejarah adalah suatu statement tentang suatu kejadian atau peristiwa
sejarah dari seorang sejarawan. Fakta dalam pengertian sehari-hari adalah realitas tetapi
fakta dalam ilmu sejarah berbeda dengan pengertian fakta pada umumnya. Fakta sejarah
dihasilkan dari penyelidikan seorang sejarawan terhadap sumber-sumber yang ada. Oleh
karena itu, fakta sejarah bersifat nisbi karena berasal dari pandangan seorang sejarawan
sehingga fakta sejarah itu tidak multak. Yang multak hanyalah kenyataan peristiwa
sejarahnya. Fakta sejarah dalam hal ini berkaitan dengan peristiwa sekarang disebabkan
karena fakta sejarah itu muncul secara imajinatif di dalam pikiran seorang sejarawan.

Ankersmit, Franklin Rudolph. Refleksi Tentang Sejarah: Pendapat-Pendapat


12

Modern Tentang Filsafat Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka, 1987. hlm. 99-109.
Maksud dari kata “sekarang” adalah suatu istilah yang tidak pasti yakni sebuah titik
dimana penyelidikan tidak berada dalam kurun waktu tertentu seperti halnya ketika
seorang sejarawan melakukan periodesasi dalam suatu peristiwa sejarah13.

2.3. Kebenaran Dalam Kajian Sejarah

Pemahaman umum mengenai kebenaran adalah hal yang lekat dengan akal sehat.
Asumsi ini dapat dikaitkan dengan apa yang dimaksud dengan kebenaran dalam sejarah
yaitu sebuah wacana atau teks sejarah yang sebagian besar terdiri atas pernyataan-
pernyataan tunggal dan umum mengenai masa lampau 14. Jadi, kebenaran ada pada
seberapa jauh subjek mempunyai pengetahuan mengenai objek. Sedangkan pengetahuan
bersal mula dari banyak sumber. Sumber-sumber itulah yang kemudian sekaligus
berfungsi sebagai ukuran kebenaran. Maka dalam upaya untuk memahaminya ada
empat teori kebenaran dalam filsafat sejarah, yaitu:

a. Teori Kebenaran Korespondensi

Teori Kebenaran Korespondensi, The Correspondence Theory of Truth, atau kadang


disebut juga dengan The Accordance Theory of Truth adalah teori yang berpandangan
bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika suatu peristiwa sejarah
berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang
dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan dianggap benar apabila ada
kesesuaian (correspondence) antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau
pendapat dengan objek yang dituju oleh pernyaan atau pendapat tersebut15.

Misal, Pekanbaru adalah Ibukota dari Provinsi Riau. Pernyataan ini disebut benar
apabila pada kenyataannya Pekanbaru adalah Ibukota dari Provinsi Riau. Kebenarannya
terletak pada pernyataan dan kenyataan.

13
Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.
Jakarta: Gramedia Pustaka: 1992. hlm. 118 & 199.
14
Geger Riyanto, “Kebenaran Sejarah.” Jurnal Universitas Indonesia.
15
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2000.
b. Teori Kebenaran Koherensi

Teori Kebenaran Koherensi atau Teori Kebenaran Konsistensi adalah teori


kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan
disebut benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan
yang berhubungan secara logis. Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas
hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta dan realitas, tetapi atas
hubungan antara putusan-putusan itu sendiri16.

Misal, Semua manusia membutuhkan air, Ahmad adalah seorang manusia, Jadi,
Ahmad membutuhkan air.

c. Teori Kebenaran Pragmatisme

Teori Kebenaran Pragmatisme adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide
dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya
suatu dalil teori tergantung kepada bermanfaat atau tidaknya dalil teori tersebut bagi
manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional
dalam kehidupan praktis17.

Misal, Teori Pragmatisme dalam dunia pendidikan, di SMK 1 Pekanbaru, prinsip


kepraktisan (practicality) dalam memperoleh pekerjaan telah mempengaruhi jumlah
siswa baru pada masing-masing jurusan. Jurusan Teknik menjadi favorit, karena
menurut masyarakat lulus dari Jurusan Teknik bisa menjadi montir dan terjun langsung
di dunia kerja.

d. Teori Kebenaran Performatif

Teori Kebenaran Performatif menjelaskan suatu pernyataan dianggap benar jika ia


menciptakan realitas. Jadi, pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang
mengungkapkan realitas, tetapi justru dengan pernyataan itu tercipta realitas
sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu sendiri. Teori ini disebut juga
16
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Edisi Revisi, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2012
17
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2000.
“tindak bahasa” mengaitkan kebenaran satu tindakan yang dihubungkan dengan satu
pernyataan18. Misal, dengan ini, saya mengangkat anda menjadi Gubernur Riau.

BAB III

Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu: Dari Klasik Hingga Kontemporer, Jakarta:
18

Rajawali Pers, 2014.


PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Fakta sejarah adalah kenyataan yang berhubungan langsung dengan suatu
peristiwa sejarah. Fakta sejarah dikelompokan menjadi empat yaitu fakta lunak,
fakta keras, interfernsi, dan opini kemudian berdasarkan bentuknya, fakta sejarah
dibagi menjadi empat yaitu artefak, fakta sosial, fakta mental, dan fakta ekologis.

Pernyataan mengenai fakta dalam ilmu sejarah adalah pernyataan seorang


sejarawan mengenai interpretasi kesimpulan dari studi kritis atas sumber-sumber
sejarah. Fakta sejarah bukanlah kenyataan atau realita melainkan sesuatu yang
dipikirkan oleh seorang sejarawan. Oleh karena itu, pernyataan mengenai fakta
dalam ilmu sejarah bersifat nisbi karena berasal dari pandangan seorang sejarawan
sehingga fakta sejarah itu tidak multak. Dalam melakukan proses penentuan
pernyataan mengenai fakta dalam ilmu sejarah terdapat empat tahapan yang harus
dilakukan oleh seorang sejarawan.

Pandangan mengenai suatu ‘kebenaran’ dalam sejarah sangat tergantung dari


sudut pandang filosofis dan teoritis yang menjadi pijakannya. Saat meneliti suatu
kebenaran peristiwa sejarah diperlukan teori-teori ataupun metode-metode yang
berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi jalannya penelitian tersebut Dalam filsafat
sejarah terdapat empat teori kebenaran yaitu teori kebenaran korespondensi, teori
kebenaran koherensi, teori kebenaran pragmatisme, dan teori kebenaran
performatif.
DAFTAR PUSTAKA
Ankersmit, Franklin Rudolph. 1987. Refleksi Tentang Sejarah: Pendapat-Pendapat
Modern Tentang Filsafat Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka.

BAB II: Kajian Teoretis, http://repository.unpas.ac.id/12318/5/BAB%20II.pdf pada 27


februari 2022 pukul 11.02
BAB IV: Pengertian Filsafat Sejarah, http://staffnew.uny.ac.id di unduh pada 28
Februari 2022 pukul 11.56.
Bakhtiar, Amsal. 2012. Filsafat Ilmu, Edisi Revisi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Heryati, 2017. Pengantar Ilmu Sejarah. Palembang: Universitas Muhammadiyah
Palembang Press.
Kristiyanto, A. Eddy . 2016. “Fakta dan Sejarah: Usaha Mengkaji Alam Pikiran di
Balik Peristiwa Historis”, STF Driyakarya, Jakarta Studia Philosophica et
Theologica, Vol. 16 No. 1, Maret 2016.
Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta:
Gramedia Pustaka:
Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Lubis, Akhyar Yusuf, 2014. Filsafat Ilmu: Dari Klasik Hingga Kontemporer, Jakarta:
Rajawali Pers,
M. Dien Madjid dan Johan Wahyudi, 2014. Ilmu Sejarah: Sebuah Pengantar. Jakarta:
Prenada Media Group.
Nurcahaya S, Jenny. 2010. “FAKTA SEJARAH”. Program Studi Pendidikan Sejarah,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.
Riyanto, Geger. “Kebenaran Sejarah”. Jurnal Universitas Indonesia.
Sanusi, Anwar. 2013. Pengantar Ilmu-Ilmu Sejarah. Cirebon: UIN Syekh Nur Jati
Press.
Suriasumantri, Jujun S. 2000. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan,

Anda mungkin juga menyukai