Anda di halaman 1dari 13

FILSAFAT SEJARAH

Disusun oleh:

Wahyu Tero Primadona

Dwi Wandari Purwa N

Elfina Camelisa

Fatmi Fauzani Duski 19161007

PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SEJARAH

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

1441 H/ 2020 M
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Filsafat ilmu, pengetahuan benar berasal dari rasional dan empiris. Salah satu
contoh nyata dari rasional dan empiris adalah filsafat sejarah sebagai fenomena yang berusaha
mencari penjelasan dan kebenaran serta berusaha masuk ke dalam pikiran dan cita-cita manusia
dan memberikan keterangan tentang bagaimana munculnya suatu negara, bagaimana proses
perkembangan kebudayaannya sampai mencapai puncak kejayaannya dan akhirnya mengalami.
kemunduran seperti yang pernah dialami oleh negara-negara atas zaman yang lalu disertai peran
pemimpin-pemimpin terkenal sebagai subjek pembuat sejarah pada zamannya. Bagi seorang
filsuf, berfilsafat adalah berpikir dan merenungkan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh
secara mendalam dan mendasar untuk menemukan jawaban segala pertanyaan sampai ke akar-
akarnya untuk dapat memahami hakikat segala sesuatu. Maka dapat dikatakan ,Filsafat adalah
upaya dan hasil dari pemikiran serta renungan manusia dengan akal (budi) dan kalbunya (hati
nurani) tentang segala sesuatu secara rasional, kritis, sistematis, spekulatif, dan runtut serta
sungguh-sungguh mendasar dan meluas untuk mencari, mencari, dan terus mencari sampai
menemukan kebenaran yang hakiki. Pemahaman mengenai hakikat filsafat itu penting sebagai
dasar untuk lebih memahami aliran filsafat dan filsafat-filsafat khusus, seperti filsafat ilmu
ataupun lebih khusus lagi tentang filsafat politik, filsafat negara, filsafat agama, filsafat
Pancasila, dan sebagainya. Pada kesempatan kali ini ,pemakalah akan membahas mengenai
filsafat pada cabang ilmu sejarah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Manusia dan Sejarah

Manusia tidak dapat melepaskan diri dari sejarah. Dalam semua bentuk pengalaman
manusiawi, akan ditemukan kategori-kategori, demikian dikatakan oleh Ernst Cassirer
Sesungguhnyalah, dunia sejarah pun tidak dapat dipahami dan ditafsirkan dari sudut perubahan
semata-mata. Dunia sejarah pun mengandung unsur substansial, unsur ada, meski tak boleh
dirumuskan dengan cara yang persis sama dengan dunia fisik. Tanpa unsur substansial ini, maka
tak mungkin berbicara, sebagaimana dilakukan oleh Ortega Y. Gasset, tentang sejarah sebagai
suatu sistem (Ernst Cassirer, 1990: 261).Sebuah sistem senantiasa mengandaikan, kalaupun
bukan identitas dalam hal kodrat, sekurang-kurangnya identitas dalam hal struktur. Sebenarnya
identitas struktural ini selalu digarisbawahi oleh para sejarawan besar.Mereka menunjukkan
bahwa manusia mempunyai sejarah karena manusia mempunyai kodrat.Itulah pendirian para
sejarawan Renaisans, seperti Machiavelli, dan banyak didukung oleh sejarawan modern.Di balik
arus waktu dan di belakang beraneka corak kehidupan manusia, mereka berharap bisa menggali
ciri-ciri konstan kodrat manusia.

Dalam Thought on World History, Jakob Burckhardt merumuskan tugas sejarawan


adalah untuk mengetahui dengan pasti unsur-unsur konstan yang selalu berulang dan tipikal
(Ernst Cassirer, 1990: 261). Apa yang disebut dengan 'kesadaran historis' adalah hasil dari
peradaban manusia yang relatif baru. Sebelum tampilnya para tokoh sejarawan Yunani,
kesadaran itu belum muncul. Bahkan para pemikir Yunani masih belum mampu mengajukan
analisis filsafat yang bercorak khas pemikiran historis.Analisis semacam itu baru muncul abad
abad kedelapan belas.Konsep sejarah untuk pertama kali mencapai kematangannya dalam karya
Gambattista Vico dan Herder.

Waktu pertama kali sadar akan persoalan waktu, manusia tidak lagi 17 terkungkung oleh
lingkaran yang sempit berupa keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan sesaat. Ketika
manusia mulai mempersoalkan asal-usul benda, pertama-tama mereka memikirkan dan
menyatakannya dalam pengertian asal-usul yang bercorak mitis, bukan asal-usul yang bersifat
historis. Kita bisa menelusuri masing-masing tahap dalam proses ini, apabila mempelajari
perkembangan pemikiran historis Yunani sejak Herodotus sampai Thucydides.

Thucydides merupakan pemikir pertama yang mengamati dan melukiskan sejarah


jamannya sendiri dan meninjau masa lalu dengan pikiran yang kritis dan jernih.Ia pun sadar
bahwa langkahnya itu merupakan langkah yang baru dan menentukan. Ia yakin bahwa
pemisahan antara pemikiran mitis dengan historis, antara legenda dan kebenaran, adalah ciri khas
yang akan membuat karyanya bernilai abadi. Dalam satu uraian singkat tentang riwayat
hidupnya, Ranke berkisah bagaimana ia mula-mula menyadari panggilan hidupnya sebagai
sejarawan. Di masa muda, ia sangat tertarik oleh tulisantulisan roman-historis Walter Scott, dan
ia amat terkejut ketika mengetahui bahwa deskripsi Scott ternyata amat bertentangan dengan
fakta-fakta historis

B. Filsafat Sejarah

Filsafat Sejarah, dalam pengertian yang paling sederhana, seperti dikemukakan oleh al-
Khudairi adalah tinjauan terhadap peristiwa-peristiwa historis secara filosofis untuk mengetahui
faktor-faktor essensial yang mengendalikan perjalanan peristiwa-peristiwa historis itu, untuk
kemudian mengikhtisarkan hukum-hukum umum yang tetap, yang mengarahkan perkembangan
berbagai bangsa dan negara dalam berbagai masa dan generasi (Zainab al-Khudairi, 1987: 54).

Ada beberapa penulis yang berpendapat bahwa sejarah berjalan sesuai dengan suatu
kerangka tertentu dan bukannya secara acak-acakan, dan filsafat sejarah adalah upaya untuk
mengetahui kerangka tersebut yang diikuti sejarah dalam perjalanannya, atau arah yang
ditujunya, atau pun tujuan yang hendak dicapainya. Menurut F. Laurent, sebagaimana dikutip al-
Khudairi, menyatakan bahwa sejarah tidak mungkin hanya merupakan seperangkat rangkaian
peristiwa yang tanpa tujuan atau makna. Dengan demikian, sejarah sepenuhnya tunduk kepada
kehendak Tuhan seperti halnya peristiwa-peristiwa alam yang tunduk pada hukum-hukum yang
mengendalikannya.

Sementara itu, menurut W.H. Walsh (W.H. Walsh, 1967: 16) dalam bukunya yang
berjudul An Intoduction to Phillosophy of History, menyatakan bahwa sebelum mendefinisikan
filsafat sejarah hendaknya memperhatikan pengertian kata sejarah. Sejarah kadang-kadang
diartikan sebagai peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu (the totality of past human
actions) atau history as past actuality, dan kadang-kadang diartikan pula dengan penuturan kita
tentang pertistiwa-peristiwa tersebut (the narrative or account we construct of them now) atau
history as record. Namun demikian, hingga abad XIX, apa yang disebut Walsh sebagai filsafat
sejarah spekulatif pada dasarnya adalah satusatunya filsafat sejarah. Dua arti dari kata sejarah
tersebut penting karena dengan demikian membuka dua kemugkinan terhadap ruang lingkup atau
bidang kajian filsafat sejarah.Pertama, adalah suatu studi dalam bentuk kajian sejarah
tradisional, yaitu perjalanan sejarah dan perkembangannya dalam pengertian yang aktual.Kedua,
adalah suatu studi mengenai proses pemikiran filosofis tentang perjalanan dan perkembangan
sejarah itu sendiri.

Dalam kasus yang kedua, filsafat sejarah mengandung arti studi mengenai jalannya
peristiwa sejarah, atau studi terhadap asumsi dan metode para sejarawan. Ketika seseorang
berpikir tentang asumsi dan metode para sejarawan, kata Walsh, maka ketika itu ia sedang
bergumul dengan filsafat sejarah kritis atau analitis. Dalam kaitan dengan filsafat sejarah ini,
pembagian Walsh ke dalam filsafat sejarah kritis dan spekulatif telah diterima secara luas
(Marnie Hughes-Warrington, 2008: 660).

Filsafat sejarah, pada dasarnya berpangkal dari keinginan manusia untuk memperoleh
jawaban atas pertanyaan tentang makna sejarah di Dunia, dengan adanya dua pertanyaan
pokok ,yaitu mengapa sejarah terjadi dan kemana tujuan sejarah ? Jawaban atas pertanyaan
tersebut bukan dimaksudkan untuk memperoleh jawaban dari sejarah mengenai ruang lingkup
,tempat dan waktu tertentu ,namun itu jawaban dari proses sejarah umat manusia secara
keseluruhan tanpa dibatasi oleh tempat dan waktu tertentu.

C. Tipologi Filsafat Sejarah

Filsafat sejarah menurut Ankersmit terdiri atas tiga unsur yaitu deskriptif, spekulatif dan
kritis.Ankersmit membedakan filsafat sejarah menjadi dua bagian yaitu filsafat sejarah spekulatif
dengan filsafat sejarah kritis.

1. Filsafat sejarah spekulatif merupakan perenungan filsafati mengenai tabiat-tabiat atau


sifat-sifat proses sejarah. Tiga hal yang manjadi pusat perhatian filsafat sejarah spekulatif
yaitu pola dalam proses sejarah, motor penggerak sejarah, dan tujuan peristiwa sejarah.
Filsafat sejarah spekulatif yang lebih dekat dengan metafisis, penuh ketidakpastian ini
memunculkan kritis oleh para ahli sejarawan. Apabila sejarah bersifat metafisis
bagaimana cara kita untuk dapat mempercayai dan membuktikan kebenaran sejarah yang
diterangkan.
2. Filsafat sejarah kritis merupakan sikap kritis dan skeptis atas peristiwa sejarah, konsep-
konsep sejarah, teori-teori sejarah, dan penulisan sejarah yang penuh
subyektivitas.Filsafat sejarah kritis lebih baik untuk dipelajari karena dapat membuka
pamahaman dan wawasan kita mengenai sejarah. Sejarah kritis ini mengajak kita agar
tidak mudah untuk mempercayai begitu saja pemahaman sejarah orang lain dengan
begitu ilmu sejarah akan terus berkembang.

Menurut Purwo Husodo,dari berbagai macam pandangan para pakar mengenai filsafat
sejarah, ada tiga unsur yang saling berkaitan diantaranya :

1) Filsafat Sejarah Deskriptif , yaitu penelitian yang dilakukan oleh filsafat sejarah yang
bersifat deskriptif, yang dinamakan dengan historiografi. Dalam hal ini ada dua pendapat
tentang filsafat yang bersifat deskriptif yaitu .Pertama, para ahli menganggap bahwa
historiografi merupakan bagian dari filsafat sejarah. Kedua , ada juga para ahli yang tidak
menganggap bahwa historiografi merupakan bagian dari filsafat sejarah.
2) Filsafat Sejarah Kritis , membahas masalah teori-teori dalam sejarah,namun istilah ini
sering diganti dengan Filsafat Sejarah Analitis. Walaupun banyak Filsafat Sejarah kritis
yang di ilhami oleh filsafat sejarah analitis ,namun masih banyak aliran filsafat lain yang
melatarbelakangi filsafat sejarah kritis.
3) Filsafat Sejarah Spekulatif , merupakan hasil renungan tentang substansi sejarah dalam
kehidupan manusia,suatu sintesa dari pengalaman sejarah umat manusia yang melampaui
batas-batas ruang lingkup waktu dan tempat.

D. Tokoh-tokoh Pemikir Filsafat Sejarah


1. Friedrick Hegel ( 1770-1831)

George Wilhelm friedrick hegel lahir di Stutgart, Jerman pada tahun 1770.Belajar filsafat
bersama Schelling di Tubingen. Tahun 1817 Hegel diangkat sebagai guru besar di Heidelberg
dan satu tahun kemudian pindah ke Berlin. Disini Hegel sangat popular dan disebut “ professor
professorum “ artinya guru besarnya Professor. Mahasiswa-mahasiswa datang dari mana-mana
untuk mendengarkan ajarannya. Tahun 1813 ia meninggal di Berlin.

Untuk mengerti filsafat Hegel harus diterangkan bentuk filsafat. Seluruh system Hegel
terdiri dari rangkaian-rangkaian dialektis dari 3 ahap yaitu ; Tesis-Antithesis-Sintesis. Contoh
dari Ada-tidak ada- Menjadi. H.Hamersma dalam (Rustam ETamburaka, 2002; 162) Dialektis
merupakan suatu “Irama” yanmemerintahkan seluruh pikiran Hegel. Kelemahan filsafat Hegel,
antara lain, bahwa segala sesuatu ‘dicocokkan’ dengan struktur dialektis ini, dipaksakan untuk
bentuk yang sesuai dengan keseluruhan

Hegel memandang sejarah manusia sebagai perwujudan ilahiyang mutlak dan setiap
bagian atau periode sejarah merupakan suatu langkah terus kearah penyempurnaan ini
mesti ada berbudi dan segala yang ada adalah hasil perkembangan yang akan datang.Ide
ilahi itu diwujudkan dengan kesempurnaan yang tertinggi dalam Negara. Manusia menerima
segala yang ia butuhkan untuk hidupnya baik yang moral maupun social dari Negara. Manusia
tergantung pada Negara semata-mata dalam Eksistensinya dn esensi dan seperti
perhubungan itu manusia harus mengabdi kepada Negara seperti instansi yang tertinggi di dunia.

Hegel memandang ide itu yaitu yang mutlak sebagai sebab yang terakhir untuk
segala kejadian. Idelah yang menetapkan dan membentuk setiap yang disebut realitet
dalam setiap fase (periode, langkah perkemmbangan sejarah ). Kebanyakan filsuf abad
kesembilan belas dan abad kedu puluh tidak dapat dimengerti kalau mereka dilepaskan dari
Hegel. Filsafat eksistensi (Kierkegaard,Nietzsche, Scheler, Marcel, Sartre,Heidegger,Karl
Jaspers); kemudian positivism (Augus Comte); Materialisme (Feurbach); materialisme
diaklektis (marx, Engel, Lenin) dan beberapa aliran “neo” yang kembali kepemikir-
pemikirsebelum hegel hanya dapat dimengerti kalau juga dimengerti betapa berbeda mereka
dari Hegel.

2. Dialektis Materialisme dan Historis Materialisme, oleh Karl Max (1880-


1883) dan Fredericht Engels (1820-1895)

Dalam ajaran Hegel “dialektis” adalah bahan yang paling utama. Dialektis berasal dari
kata dialego yang artinya membuat percakapan, polemic. Dalam proses berpikir dapat
dibagi menjadi 3 lapisan, yaitu ; pendapat, jawaban, dan persatuan. Persatuan itu dalam
waktu sama merupakan pendapat baru yang menuntut keberatan yang baru. Demikian proses itu
berlangsung terus membimbing sampai pengetahuanyang lebih terang. Proses itu
dinamakan oleh murid-murid Hegel dengan “Thesis” , “Antithesis” , dan “Synthesis” .Marx
memandang ide dan segala yang berhubungan denagan ide itu tidak lain dari pada suatu
materi yang diganti dan dibentuk dalam pikiran manusia ( A. Marks dan R.E Tamburaka,
1965;25 ).

Menurut Marx segala yang disebut manusia pada umumnya rohani,jwa hanya suatu
refleks dari suatu materi, refleks dari alam. Marx memakai istilah materi itu pada intinya
berasal dari ajaran Feuerbach seorang murid dari Hegel. Feuerbach memusatkan segala
pikirannya dalam persoalan religious. Ia memandang manusia sebagai Allah untuk
manusia. Manusia dalam hakikatnya adalah mahluk yang bermasyarakat, dan hanya kalau
dalam masyarakat dan dalam persatuan dengan manusia yang lain manusia itu adalah
mahluk yang sejati. Dari Feuerbach Marx mengambil pikiran tentang humanisme yaitu
cita-cita untuk melepaskan manusia dari perbudakannya, dan dari pikiran itu Marx
dibimbing ke sosialisme. Feuerbach juga mengajarkan apakah mausia itu, yaitu amhluk
yang berindera dan itu adalah realitet yang sejati.Semua yang disebut rohani dan spiritual
yang umumya hanya ilusu manusia. Pikiran, bayangan dankemauan hanya hasil otak saja
(sekreta) seperti organ (anggota-anggota badan lainnya) mengelurkan bahan-bahan yang lain.

Dasar filsafat Marx ialah bahwa setiap zaman, sistem produksi merupakan hal
yang fundamental. Yang menjadi persoalan bukan cita-cita politik atau teologi berlebihan,
melainkan suatu sistem produksi. Sejarah merupakan perjuangan kelas, perjuangan kelas
yang tertindas melawan kelas yang berkuasa, pada waktu itu di Eropa disebut kelas Borjuis.
Pada puncaknyadari sejarah,ialah suatu masyarakat yang tidak berkelas, yang menurut
ajaran Marx ialah masyarakat komunis. Pandangan Marx tentang agama, sma halnya seperti
Feuerbach, yang memendang agama sebagai proyeksi kehendak manusia. Perasaan atau
gagasan keagamaan merupakan hasil kemauan suatu masyarakat tertentu, oleh Negara, oleh
perorangan, bukan berasal dari dunia gaib. Pandangan inilah yang paling bertentangan
dengan ajaran pancasila di Indonesia.
3. Arnold Joseph Toynbee

Arnold Joseph Toynbee lahir di London, Inggris pada tanggal 14 April tahun 1889. Ia
merupakan seorang sejarawan besar penulis buku monumental yang mengulas tentang peradaban
manusia, A Study of History sejumlah 12 jilid. Ia menamatkan studinya di Winchester College
dan Baliol College di Oxford Inggris serta di British Archaeological School di Athena Yunani. Ia
memulai karir sebagai pengajar di Balliol pada tahun 1912, kemudian menjadi pengajar di
King’s College London, menjadi Profesor sejarah Modern Yunani dan Binzantium, menjadi guru
besar sejarah internasional di Universitas London pada 1925-1946, serta pada London School
Economics dan di Royal Institute of International Affairs (RIIA) di Chatam House. Kemudian ia
menjadi pemimpin dari RIIA pada tahun 1925-1955. Ia bekerja pada departemen Ilmu
Pengetahuan di Departemen Luar Negeri Inggris dan pada saat perang dunia pertama
berlangsung dan kemudian menjadi delegasi pada Paris Peace Conference pada tahun 1919 dan
pada 1946 menjadi delegasi untuk acara yang sama.

Bersama dengan asisten penelitinya, Veronica M. Boulter, ia menjadi co-editor Survey of


International Affairs yang diadakan RIIA. Pada saat perang dunia kedua, dia kembali bekerja di
departemen luar negeri dan menjadi pembicara pada seminar tentang perdamaian. Mengenai
kehidupan pribadinya, ia pernah menikah dengan Rosalind Murray, putri dari Gilbert Murray dan
dikaruniai tiga orang putera. Namun mereka bercerai, dan kemudian Toynbee menikah dengan
Veronica M. Boulter (asisten penelitinya) pada tahun 1946. Toynbee meninggal pada 22 Oktober
1975.

Pemikiran Toynbee tentang peradaban adalah bahwa peradaban selalu mengikuti alur
mulai dari kemunculan sampai kehancuran. Teori Toynbee ini senada dengan hukum siklus.
Artinya ada kelahiran, pertumbuhan, kematian, kemudian disusul dengan kelahiran lagi, dan
seterusnya. Pemikiran Toynbee ini senada dengan teori yang berkembang di Yunani pada masa
pra-Socrates. Pemikiran tersebut juga senada dengan teori gerak sejarah menurut beberapa tokoh
lain. Ibnu Khaldun, Vico, Spengler, P. A. Sorokin serta Toynbee dipandang sebagai tokoh gerak
siklus sejarah, meskipun harus diakui bahwa di antara mereka terdapat perbedaan mengenai
rinciannya. Misalnya saja antara Toynbee dengan Spengler. Toynbee menolak paham
deterministik Spengler yang menggambarkan bahwa peradaban timbul dan tenggelam sebagai
sebuah siklus yang mengikuti kehendak alam. Menurut Spengler kehancuran adalah layaknya
organisme yang pasti terjadi dan tidak bisa ditahan. Sedangkan menurut Toynbee kehancuran
bisa ditahan. Dengan penggantian segala norma-norma kebudayaan dengan norma-norma
Ketuhanan, menurutnya itu merupakan upaya untuk menahan kehancuran/keruntuhan
kebudayaan/peradaban. Ia juga menyatakan bahwa dengan penggantian itu, tampaklah pula
tujuan gerak sejarah, yakni kehidupan ketuhanan, atau dengan bahasan yang lebih konkret adalah
Kerajaan Allah (Civitas Dei).

Pandangan Toynbee tentang gerak sejarah adalah bahwa dalam sejarah tidak terdapat
suatu hukum tertentu yang menguasai dan mengatur timbul-tenggelamnya kebudayaan-
kebudayaan dengan pasti. Toynbee menganjurkan bahwa sejarah harus dipelajari secara holistik.
Mempelajari sejarah tidak dapat dipisah-pisahkan antara bagian-bagian yang ada di dalamnya.
Mempelajari sejarah harus mempelajari suatu masyarakat secara keseluruhan, masyarakat secara
utuh sebagai satu kesatuan unit dari proses sejarah.

4. Menurut Ibnu Khaldun (1332-1406)

Kata kunci konsepsi Ibnu Khaldun tentang Filsafat sejarah adalah “Ibrar”, yang berarti
contoh atau pelajaran moral yang berguna. Kata itu pula yang kemudian digunakan Khaldun
sebagai judul buku, yang didalamnya ia menuliskan seluruh pikirannya tentang sejarah. Secara
terminologis, Ibrar, dalam pengertian seluruh bahasa Semit, berarti melalui, melampaui,
menyebrang, atau melanggar perbatasan. Kelompok sufi menggunakan kata itu sebagai alat
untuk pengembangan dunia batin mereka. Dalam pengertian, untuk melukiskan fungsi spiritual
dari semua ungkapan mistik yang lebih jauh (to the world beyond).

Sebagai seorang filosof sejarah, Khaldun mengatakan bahwa pertautan sejarah pada
filsafat mengantarkannya pada pengertian yang sederhana bahwa filsafat sejarah adalah tinjauan
terhadap peristiwa-peristiwa historis secara filosofis untuk mengetahui faktor-faktor esensial
yang mengendalikan peristiwa historis itu, untuk kemudian mengikhtisarkan hukum-hukum
umum yang tetap, yang mengarahkan perkembangan berbagai bangsa dan negara dalam berbagai
masa dan generasi. Sebagian berpendapat bahwa sejarah berjalan sesuai dengan suatu kerangka
tertentu dan bukannya secara acak-acakan, dan filsafat sejarah adalah upaya untuk mengetahui
kerangka tersebut yang diikuti sejarah dalam perjalanannya, atau arah yang ditujunya, ataupun
tujuan yang hendak dicapainya. Dalam kasus yang demikian ini, filsafat sejarah merupakan
wawasan atau penilaian seseorang pemikir terhadap sejarah. Temuannya tentang konsepsi
sejarah dijadikan referensi bagi seluruh ahli sejarah dan ahli sosiologi di dunia. Sebagaimana
Ibnu Khaldun mengemukakan mengenai konsepsi sejarah “ibrar” merupakan fenomena-
fenomena yang merujuk pada sejarah bahwa ilmu sejarah dapat dilihat dengan menggunakan
pendekatan filsafat sejarah. Dengan menggunakan pendekatan tersebut, sisi bangunan sejarah
tidak lebih dari rekaman siklus periode masa lampau. Disini filsafat menawarkan kekuatan logis
dan estetis bahwa sejarah akan lebih dinamis jika dilihat dari sudut pandang filsafatnya.
Sehingga sebuah peristiwa masa lampau dapat dijadikan hikmah dan pelajaran bagi generasi
sekarang dan masa mendatang.

Berdasarkan pemikiran filsafat sejarahnya itu, dapat dikatakan bahwa Khaldun telah
melahirkan bibit filsafat sejarah diantaranya aliran sosial, karena dia berpendapat bahwa
fenomena-fenomena sosial dapat diinterpretasikan dan teoriteorinya dapat diikhtisarkan dari
fakta-fakta sejarah, berikutnya aliran ekonomi, yang menafsirkan sejarah secara materialistis dan
menguraikan fenomenafenomena sosial secara ekonomis serta merujukan setiap perubahan
dalam masyarakat dan fenomena-fenomenanya pada faktor ekonomi.

5. Santo Agustinus

Santo Agustinus lahir pada tanggal 13 November 354 di Tegaste, Algeria, Afrika Utara.
Ayahnya bernama Patristius, seorang kafir. Ibunya Santo Monika, seorang Kristen yang saleh.
Dia mendapat didikan Kristen dari ibunya. Saat berumur sebelas tahun, ia dikirim ke sekolah
Madaurus, suatu sekolah tempat orang kafir. Lingkungan itu mempengaruhi perkembangan
moral dan agamanya sementara ibunya mendoakan agar anaknya menerima ajaran
Kristen.Pendidikan dan karier awalnya ditempuh dalam filsafat dan retorika, seni persuasi dan
bicara di depan publik. Ia mengajar di Tagaste dan Karthago, namun ia ingin pergi ke Roma
karena yakin bahwa di sanalah para ahli retorika yang terbaik dan paling cerdas berlatih.

Namun setiba di Roma, ia kecewa dengan sekolah-sekolah di sana, yang dirasa


menyedihkan. Sahabat-sahabatnya yang beragama Manikeanis memperkenalkannya kepada
kepala kota Roma, Simakhus, yang telah diminta untuk menyediakan seorang dosen retorika
untuk istana kerajaan di Milano. Agustinus mendapatkan pekerjaan itu dan berangkat ke utara
untuk menerima jabatan tersebut pada akhir tahun 384. Di usianya yang ke-30, ia mendapatkan
kedudukan akademik yang paling menonjol di dunia Latin. Pada saat itulah ia mendapatkan
akses ke jabatan-jabatan politik. Meski demikian, ia merasakan ketegangan dalam kehidupan di
istana kerajaan.Menginjak dewasa, Santo Agustinus mulai berontak dan hidup liar. Sementara
hatinya merasa gelisah, ia mencari-cari sesuatu yang dalam berbagai aliran kepercayaan untuk
mengisi kekosongan jiwanya. Dalam autobiografinya yang berjudul Pengakuan-pengakuan
(confessions), ia melukiskan masa mudanya sebagai periode sensualitas yang memalukan dengan
hasil menjadi ayah bagi seorang putra di luar nikah. Kejadian itu terjadi pada tahun 370, karena
bantuan kawannya, Rommanius, ia pergi ke Kartago. Di sana ia tinggal bersama seorang guru
wanita yang melahirkan anak untuknya yang bernama Adeodatus pada tahun 371. Agustinus
mulai mencari solusi atas keburukan di dunia.Solusi pertama yang menarik hatinya adalah ajaran
para pemikir Manikean, para pengikut Mani (216-276 M).

Doktrin utamanya adalah dunia ini merupakan manifesti peperangan antara dua prinsip
ilahi yang sangat kuat, yang satu adalah kebaikan, dan yang lainnya adalah keburukan.[28]
Dengan kata lain Manicheisme mengajarkan bahwa permulaan alam ialah cahaya dan gelap.
Cahaya berarti kebaikan dan keindahan, sedangkan gelap berarti keburukan; manusia berjiwa
dua, jiwa tubuh yang berasal dari gelap (keburukan) dan jiwa cahaya (kebaikan). Pada tahun 384,
ia pindah ke Roma dan mulai tertarik dengan iman kriten. Membaca Kitab Suci dan mempelajari
filsafat Neo-Platonisme, khususnya tentang keberadaan sutu dunia yang immaterial yang secara
total berbeda dengan dunia material. Selanjutnya dari Plotinos, ia membuat konsep bahwa
kejahatan bukanlah suatu realitas yang harus ada, melainkan absensi dari kebaikan.Pada tahun
386, ia bertobat dan meninggalkan keahlian retorikanya, menurutnya filsafat yang benar adalah
filsafat yang identik dengan pengetahuan akan Allah. Filsafat yang benar adalah filsafat yang
saling mempengaruhi antara iman dan rasio.Dibawah pengaruh Ambrosius dia masuk agama
Kristen.

Pada tanggal 25 April 387, Santo Augustinus dan anaknya dibaptiskan oleh Uskup
Ambrosius, ia memutuskan untuk mengabdikan diri kepada Tuhan. Ia seorang Kristen yang taat.
Setelah mengalami konversi, ia mengabdikan seluruh dirinya kepada Tuhan dan melayani
pengikut-pengikutnya. Pada tahun 388 M ia kembali ke Afrika Utara. Pada tahun 391 ia menjadi
pendeta di dekat kota Hippo.Pada bulan Agustus tahun 430 terjadi peperangan yang
menyebabkan Kota Kartago dan Hippo jatuh ke tangan bangsa Vandal. Akhirnya, pada tanggal
28 Agustus 430, ia meninggal dunia. Ide-idenya tidak berlalu begitu saja setelah ia meninggal. Ia
menjadi pilar utama tradisi kristen dan pengarunya sangat kuat hingga abad ke-19. Hanya pada
seratus tahun terakhir ini saja pemikirannya dianggap asing, aneh, tidak biasa, dan tidak lazim,
yang merupakan ciri masyarakat sekuler.Sejarah filsafat abad pertengahan diawali oleh masa
Patristik. Masa ini diisi oleh para pujangga kristen dari abad-abad pertama kekristenan. Mereka
berupaya meletakkan dasar intelektual bagi agama Kristen.Landasan Teoretis Seperti Plato, ia
berpendapat, bahwa tugas manusia ialah memahami gejala kenyataan yang selalu berubah.Ia
memperjelas perbedaan penginderaan yang memberikan kepada kita pandangan yang semu
tentang suatu objek dengan suatu pengertian tentang kebenaran yang sebenarnya atau yang abadi
yaitu kebenaran yang berada di luar pengamatan inderawi. Pengetahuan tentang objek-objek
melalui panca indera hanyalah pengetahuan yang bersifat semu, tidak akurat dan tidak pasti.

Daftar Rujukan

Ahmad Tafsir, 2013, Filsafat Ilmu (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya)


Ankersmit, R.F.,1987, Refleksi Tentang Sejarah : Pendapat-Pendapat Modern tentang Filsafat
Sejarah, di Indonesiakan oleh Dick Hartoko.PT, Gramedia Jakarta
Dr. Zaprulkhan,M.Si,2012, Filsafat Umum Sebuah Pendekatan
Tematik( Jakarta,PT.RajaGrafindo Persada )
Hasbullah, Moeflih. Supriyadi, Dedi. Filsafat Sejarah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2012.
Suriasumantri, Jujun S. 2000. Filsafat Ilmu. Jakarta: Sinar Harapan.
Tamburaka E. Rustam. Prof. MA. Drs ;. pengantar ilmu sejarah, teori filsafat sejarah, sjarah
filsafat dan IPTEK, PT. RINEKA CIPTA, Jakarta,2002.
Anonim;Https://Ratnakartika2010.Wordpress.Com/2011/11/06/Pemikiran-Tokoh-Tokoh-
Filsafat-Sejarah-Dan-Model-Clm/

Anda mungkin juga menyukai