Anda di halaman 1dari 7

FILSAFAT SEJARAH

Nama : Wahyu Suyahya

NIM : 1.20.595

Dosen : Benediktus Minonealdus, M.Pd.K

Mata Kuliah : Filsafat

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI MAGELANG


FEBRUARI 2022
BAB I

PENDAHULUAN

Istilah filsafat sejarah mengundang perdebatan, di satu sisi ada yang berargumen
filsafat sejarah dan di sisi yang lain menyebutnya teori sejarah, namun teori sejarah
atau sejarah teoritis tidak memiliki hak hidup karena tidak dapat mandiri, maka
sebaiknya penggunaan filsafat sejarah adalah hal yang tepat (Anskermit, 1987).

Istilah filsafat sejarah seringkali digunakan di Belanda, sedangkan di Inggris lebih sering
disebut teori sejarah. Menurut G. Collingwood (Ismaun, 1993), istilah filsafat sejarah
mula-mula diperkenalkan oleh Voltaire pada abad ke-8 sebagai sejarah kritis atau
sejarah ilmiah (critical or scientific history), yaitu jenis-jenis pemikiran dalam
membangun pikiran sendiri sejarawan, jadi bukan duplikasi dari kisah-kisah sejarah
yang dijumpai dalam buku-buku yang sudah ada.

Walsh (1967) menyatakan bahwa sebelum mendefinisikan filsafat sejarah hendaknya


memperhatikan pengertian kata sejarah yang kadang kadang diartikan sebagai
peristiwa yang terjadi di masa lalu, dan kadang diartikan penuturan tentang peristiwa-
peristiwa. Dengan demikian, menurutnya, ruang lingkup filsafat sejarah adalah
perjalanan sejarah dan perkembangannya serta perkembangan pemikiran filosofis
tentang perjalanan sejarah dan perkembangannya.

Dalam Artikel “history and philosophy” yang ditulis oleh Thayer (1980) mengemukakan
bagaimana hubungan antara filosofi dan sejarah. Apakah filsafat sejarah sama dengan
filsafat itu sendiri atau filsafat yang ada pada masa lalu. Filsafat sejarah sering kali
dikaitkan dengan Sejarah Kritis (Thayer, 1980). Ketika berbicara tentang filsafat sejarah
yang mungkin dimaksudkan hanyalah upaya kritis dan spekulatif para filsuf yang
terletak di berbagai waktu dan tempat.

Romein memandang filsafat sejarah dengan teori sejarah merupakan hal yang berbeda
namun Ia tidak dapat menarik garis perbatasan antara teori sejarah dengan filsafat
sejarah (Anskermit, 1987). (Perbedaan) Teori sejarah bertugas menyusun kembali
kepingan-kepingan mengenai masa silam sehingga kita dapat mengenal kembali
gambaran suatu peristiwa. Kerap terjadi perselisihan dalam ilmu sejarah seperti,
menentukan apakah unsur sejarah seperti filsafat sejarah, teori sejarah, dan pengkajian
sejarah dapat menjadi satu kesinambungan (Anskermit, 1987).
BAB II

PENGERTIAN FILSAFAT SEJARAH

Etimologi Sejarah
Menurut Azyumardi Azra, istilah 'sejarah', berasal dari kata Arab
'syajarah' yang berarti pohon. Pemakaian istilah ini agaknya berkaitan dengan
kenyataan bahwa 'sejarah' --setidaknya dalam pandangan orang yang pertama
menggunakan kata ini-- berkaitan dengan syajarah al-nasab, pohon geneologis
yang dalam masa sekarang bisa disebut 'sejarah keluarga' (family history). Tetapi dalam
perkembangan selanjutnya, kata syajarah dipahami mempunyai makna yang sama
dengan kata tarikh (Arab), istoria (Yunani), history (Inggris), geschiedenis (Belanda),
atau geschichte (Jerman), yang secara sederhana mempunyai arti kejadian-kejadian
yang menyangkut manusia di masa silam (Azyumardi Azra, 2003: xi).

Pengertian Filsafat Sejarah


Filsafat ialah pemikiran reflektif atau merenung dan berusaha supaya memikirkan
suatu hal dengan mendalam serta radikal. Yang berartikan pemikiran yang jauh untuk
menjangkau ke dasar- dasar yang paling dalam untuk dapat mendapatkan hakikat
sesuatu yang jauh yang dapat dicapai dengan kemampuan budi dan akal manusia (Van
Der Maulen).

Pengertian sejarah yang terdiri dari tiga yaitu sejarah sebagai peristiwa ataupun
kejadian yang sesungguhnya terjadi (res gestae), dan sejarah sebagai kisah (story) serta
ilmu mengenai peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi (rerun gestarum) ataupun
scientia rerum gestarum dan juga sejarah sebagai value ataupun nilai. Sedangkan secara
umum pengertian filsafat sejarah ialah suatu pemikiran filosofis tentang peristiwa yang
sudah terjadi.

Istilah filsafat sejarah merujuk pada aspek teoretis sejarah dalam dua pengertian. Sudah
menjadi kebiasaan untuk membedakan filsafat kritis sejarah dengan filsafat spekulatif
sejarah.

Filsafat kritis sejarah adalah aspek "teori" dari disiplin ilmu sejarah akademis, dan
berkaitan dengan permasalahan seperti asal-usul bukti sejarah, sejauh mana
objektivitas dapat dilakukan, dan sebagainya.

Filsafat spekulatif sejarah adalah bidang filsafat tentang signifikansi hasil, jika ada, dari
sejarah manusia. Lebih lanjut, teori ini berspekulasi mengenai kemungkinan akhir
teologis terhadap perkembangannya-yaitu, mempertanyakan apakah ada prinsip-
prinsip desain, tujuan, atau petunjuk; atau finalitas dalam proses sejarah manusia.

Bagian dari Marxisme, misalnya, merupakan filsafat spekulatif sejarah. Contoh lainnya
adalah "historiosofi", istilah yang dikenalkan pada 1838 oleh August Cieszkowski untuk
menjelaskan pemahamannya atas sejarah. Meski terdapat beberapa tumpang tindih,
keduanya biasanya dapat dibedakan; sejarawan profesional modern cenderung skeptis
mengenai filsafat spekulatif sejarah.
Terkadang filsafat kritis sejarah termasuk dalam historiografi. Filsafat sejarah jangan
sampai tertukar dengan sejarah filsafat, yang merupakan kajian mengenai
perkembangan gagasan filsafat dalam konteks sejarahnya.

Pengertian Filsafat Sejarah Menurut Para Ahli

Tentu di dalam suatu pengetahuan atau sebuah teori pasti memiliki keikutsertaan
orang-orang tertentu didalamnya. Ada beberapa pengertian dari filsafat sejarah
menurut para ahli.

1. Harry Ritter. Didalam Dictionary of Concepts in History (1986) pengertian dari


filsafat sejarah ialah “Philosophy of history is a reflection on the nature of history-
history being understood as either the course of human events or more narrowly as the
specialized activity of historians.

2. R.G. Collingwood. Didalam bukunya yaitu The Idea of History (1956) bahwa
pengertian dari filsafat sejarah ialah “The philosophy of history means the philosophical
study of that phenomenon which we call historical knowledge or thought.

3. Karl R. Popper. Di dalam A pluralist Approach to the philosophy of History (1969),


bahwa filsafat sejarah mempunyai hubungan dengan 3 pertanyaan besar ialah: 1. What
is the plot of History (Apa plot sejarah) 2. How to write the history (Bagaimana dari cara
menulisakan sejarah) 3. What is the use of history (Apa kegunaan dari sejarah)

4. Patrick Gardiner. filsafat sejarah yang menjawab pertanyaan mengenai arti ataupun
tujuan dari proses sejarah, takdir alami manusia (the nature of human destiny), the
course of human history dan juga masa depan dari umat manusia (the future of
mankid).

5. Ibn Khaldun. Filsafat sejarah merupakan pengkajian aspek internal dari suatu
peristiwa eksternal sejarah (Zainab al-Khudairi, 1979:58).

6. Menurut Muthahhari, ada tiga cara mendefinisikan sejarah dan ada tiga disiplin
kesejarahan yang saling berkaitan, yaitu pertama, sejarah tradisional ( tarikh naqli)
adalah pengetahuan tentang kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa dan keadaan-
keadaan kemanusiaan di masa lampau dalam kaitannya dengan keadaan-keadaan masa
kini. Kedua, sejarah ilmiah ( tarikh ilmy), yaitu pengetahuan tentang hukum-hukum
yang tampak menguasai kehidupan masa lampau yang diperoleh melalui pendekatan
dan analisis atas peristiwa-peristiwa masa lampau. Ketiga, filsafat sejarah ( tarikh
falsafi), yaitu pengetahuan tentang perubahan-perubahan bertahap yang membawa
masyarakat dari satu tahap ke tahap lain, ia membahas hukum-hukum yang menguasai
perubahan-perubahan ini. Dengan kata lain, ia adalah ilmu tentang menjadi masyarakat,
bukan tentang mewujudnya saja.

7. Pendapat lain tentang sejarah dikemukakan oleh Hugiono dan Poerwantara bahwa
dalam penulisan sejarah perlu dibedakan terlebih dahulu antara sejarah dalam
kerangka ilmiah, dan sejarah dalam kerangka filosofis. Sejarah dalam kerangka ilmiah
adalah sejarah sebagai ilmu, artinya sejarah sebagai salah satu bidang ilmu yang
meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat
serta kemanusiaan di masa lampau beserta seluruh kejadian-kejadian, dengan maksud
untuk menilai secara kritis seluruh hasil penelitian dan penyelidikan tersebut, untuk
akhirnya dijadikan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah
program masa depan.

Sejarah dalam kerangka filosofis adalah sejarah dalam pengertian sebagai filsafat
sejarah. Filsafat sejarah mengandung dua spesialisasi. Pertama, sejarah yang berusaha
untuk memastikan suatu tujuan umum yang mengurus dan menguasai semua kejadian
dan seluruh jalannya sejarah. Usaha ini sudah dijalankan berabad-abad lamanya. Kedua,
sejarah yang bertujuan untuk menguji serta menghargai metode ilmu sejarah dan
kepastian dari kesimpulan-kesimpulannya.

Dalam kajian-kajian modern, filsafat sejarah menjadi suatu tema yang mengandung dua
segi yang berbeda dari kajian tentang sejarah. Segi yang pertama berkenaan dengan
kajian metodologi penelitian ilmu ini dari tujuan filosofis. Ringkasnya, dalam segi ini
terkandung pengujian yang kritis atas metode sejarawan. Pengujian yang kritis ini
termasuk dalam bidang kegiatan analitis dari filsafat, yakni kegiatan yang mewarnai
pemikiran filosofis pada zaman modern dengan cara khususnya, di mana si pemikir
menaruh perhatian untuk menganalisis apa yang bisa disebut dengan sarana-sarana
intelektual manusia. Ia mempelajari tabiat pemikiran, hukum-hukum logika, keserasian
dan hubungan-hubungan antara pikiran-pikiran manusia dengan kenyataan, tabiat,
realitas, dan kelayakan metode yang dipergunakan dalam mengantarkan pada
pengetahuan yang benar.

Dari segi yang lain, filsafat sejarah berupaya menemukan komposisi setiap ilmu
pengetahuan dan pengalaman umum manusia. Di sini perhatian lebih diarahkan pada
kesimpulan dan bukannya pada penelitian tentang metode atau sarana-sarana yang
digunakan seperti yang digunakan dalam metode analitis filsafat. Dalam kegiatan
konstruktif, filosof sejarah bisa mencari pendapat yang paling komprehensif yang bisa
menjelaskan tentang makna hidup dan tujuannya.
BAB III

FILSAFAT SEJARAH DIPANDANG DARI ALKITAB/TEOLOGI

Alkitab, dalam proses penulisannya tidak terlepas dari kisah-kisah yang nyata terjadi
pada jaman itu. Alkitab itu ditulis berdasarkan sejarah yang bertujuan untuk
menceritakan hal yang terjadi pada waktu itu kepada generasi sesudahnya. Karena itu,
seringkali oleh orang-orang liberal ataupun sekuler alkitab sering dipandang hanya
sebagai buku sejarah saja. Sedangkan hal-hal yang di luar nalar ataupun dari wahyu
ilahi dianggap sebagai mitos belaka. Adapun beberapa contoh bahwa teologi di dalam
alkitab tidak bisa diterima oleh para filsuf karena peristiwa yang terjadi tidak bisa
dicerna oleh akal. Contohnya kisah penciptaan alam semesta ataupun kisah penciptaan
Adam dan Hawa, kisah tersebut ditulis pada jaman Musa. Sehingga tidak mungkin pada
jaman Adam dan Hawa ataupun sebelum manusia diciptakan, manusia dapat
mengetahuinya kisah penciptaan tersebut. Oleh para filsuf dianggap sebagai dongeng
saja. Contoh lainnya adalah peristiwa perkawinan di Kana, di mana ada mujizat air
menjadi anggur. Meskipun peristiwa tidak ditolak oleh satu orang pun pada saat itu
tetapi oleh para filsuf hal tersebut tidak mungkin pernah bisa terjadi. Mukjizat-mujizat
yang dilakukan oleh musa dalam peristiwa 10 tulah, oleh para filsuf dan ilmuwan
mereka akan mencari dengan segala cara untuk membuktikan bahwa mujizat 10 tulah
tersebut dapat dijelaskan secara ilmiah ataupun akal.

Namun, dengan filsafat sejarah kita mampu melihat makna ataupun faedah dari
pembacaan Alkitab. Misalnya ketika melihat perpolitikan di dalam Alkitab yakni pada
zaman raja-raja Israel maupun Yehuda, kita akan mendapati bahwa raja yang tidak
melakukan kaidah-kaidah yang benar dalam kehidupan sosialnya, maka masa
kejayaannya pun tidak akan bertahan lama dan mendapat rintangan dari masyarakat
maupun dari pihak musuh. Namun dengan kacamata teologi, kita malahan akan melihat
bahwa segala sesuatu yang terjadi berada di bawah tangan Tuhan. Kerajaan yang
menentang Tuhan tidak akan selamanya memperoleh kejayaan, bahkan seringkali
kehancuran selalu di depan mata.

Filsafat sejarah tidak selalu bertolak dari pandangan teologi sejarah, namun ada bagian-
bagian tertentu yang tidak dapat dicakup melalui filsafat sejarah karena pewahyuan
Allah bukanlah hasil dari pemikiran manusia.
BAB IV

KESIMPULAN

Adapun beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan di atas adalah
sebagai berikut:

1. Filsafat sejarah bukan hanya mencakup tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi


pada masa lampau, namun juga aturan-aturan, hukum-hukum, norma-norma,
alur kisah, dan juga hal yang signifikan yang mampu membuat perubahan atau
perkembangan bagi masyarakat saat itu.
2. Filsafat sejarah hanya mampu mencakup atau menerima Alkitab sebatas apa
yang dapat diterima oleh akal budi manusia dan mengabaikan hal-hal yang
bersifat pewahyuan dari Allah.
3. Sebagai orang Kristen, hendaknya kita jangan hanya melihat Alkitab dari filsafat
sejarah saja, namun biarlah Roh Kudus membimbing kita terhadap hal-hal yang
supranatural sehingga semakin sempurna pengenalan kita akan Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai