Disusun Oleh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya sampaikan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya saya dapat melaksanakan dan menyusun laporan Small Group
Discussion (SGD) LBM 3 yang berjudul “Gas Pernafasan” ini tepat pada
waktunya. Laporan ini ditulis untuk memenuhi persyaratan sebagai syarat nilai
SGD serta Pleno dalam Blok Respirasi 1. Dalam penyusunan laporan ini, saya
mendapat banyak bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagaipihak.
Oleh karena itu, melalui kesampatan ini saya menyampaikan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan kaporan ini dengan lancar.
2. dr, Dian Rahadianti, M.Biomed selaku Tutor serta Fasilitator Small Group
Discussion (SGD) kelompok 10
3. Bapak/Ibu dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar yang
memberikan masukan terkait laporan yang saya buat.
4. Kakak tingkat yang berkenan memberikan masukan terkait dengan laporan
yang telah saya buat.
5. Serta kepada teman-teman yang memberikan masukan dan dukungannya
kepada saya.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan perlu
pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata saya berharap semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang akan menggunakannya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Skenario
LBM 3
GAS PERNAFASAN
1
1.2 Deskripsi Masalah
Pada blok yang ditempuh yaitu blok respirasi 1 dimana merupakan blok
yang mempelajari mengenai sistem pernafasan, proses pengambilan O2 dari luar
tubuh dan pengeluaran CO2 dari dalam tubuh manusia. Tujuan dari seseorang
bernafas adalah untuk mendapatkan O2 yang selanjutnya akan dipergunakan untuk
menghasilkan energi. Selain itu respirasi juga bertujuan untuk mengeluarkan racun
serta CO2 dari dalam tubuh. mekanisme pertukaran gas ini dilakukan dengan
mekanisme difusi. Dari hasil diskusi pada SGD LBM 3 sesi 1 didapatkan empat
identifikasi masalah. Identifikasi masalah yang pertama adalah bagaimana gas
seperti O2 dan CO2 dapat masuk ke dalam darah. Hal seperti itu dapat tejradi karena
pada alveolus terdapat kapiler dan terjadi proses difusi. Kemudian yang selanjutnya
adalah mengapa nitrogen tidak dapat masuk ke dalam darah yaitu karna hal ini
terjadi karena hemoglobin hanya dapat mengikat O2 dan CO2 di dalam darah.
Bagaimana gas tersebut dapat bergerak bebas di dalam darah? Karena memiliki
ikatan molekul yang lebih renggang dan juuga krean gas memiliki sifat yang dapat
bergerak bebas kemana saja. Identifikasi masalah yang terkahir adalah mengapa
proses difusi gas berada dalam alveolus? Hal ini terjadi karena alveolus terdapat
pembuluh kapiler serta alveolus yang sangat tipis dan memungkinkan terjadinya
difusi atau perpindahan zat dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Topik ini
penting untuk dipahami agar dapat dengan lancar memahami materi di blok blok
selanjutnya,
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 Mekanisme Difusi Gas Pernapasan Pada Alveolus
4
Pertukaran gas paru adalah difusi O2 dari udara di alveolus paru ke darah di
kapiler paru serta difusi co2 dalam arah yang berlawanan. Pertukaran gas di paru
ini mengubah darah terdeoksigenasi (kandungan O2 berkurang) menjadi darah
beroksigen (jenuh oleh O2). Sewaktu mengalir melalui kapiler paru, darah
mengambil O2 dari udara alveolus dan mengeluarkan udara CO2 ke udara alveolus.
Meskipun mekanisme ini sering disebut dengan istilah pertukaran gas, masing-
masing gas berdifusi secara bebas dari tempat yang tekanan parsialnya lebih tinggi
ke tekanan parsialnya lebih rendah (Tortora, GJ, Derrickson, B. 2014).
O2 berdifusi dari udara alveolus, tempat tekanan parsialnya adalah 105
mmHg, ke darah kapiler paru, tempat PO2-nya hanya 40 mmHg dalam keadaan
istirahat. Apabila baru berolahraga, PO2, bahkan akan lebih rendah karena serat-
serat otot yang berkontraksi menggunakan lebih banyak O2. Difusi berlanjuthingga
PO2 darah kapiler paru meningkat untuk menyamai PO2 udara alveolus, 105
mmHg. Darah yang meninggalkan kapiler paru dekat rongga udara alveolus
bercampur dengan sejumlah kecil darah yang telah mengalir melalui bagian
penghantar sistem pernapasan, tempat pertukaran gas tidak terjadi. Oleh sebab itu,
PO2 darah di vena pulmonalis sedikit lebih rendah daripada PO2 di kapiler paru,
yaitu sekitar 100 mmHg (Tortora, GJ, Derrickson, B. 2014).
Sementara O2 berdifusi dari udara alveolus ke darah terdeoksigenasi, CO2
berdifusi dalam arah berlawanan. PCO2 darah terdeoksigenasi adalah 45 mmHg
pada keadaan istirahat, dan PCO2 udara alveolus adalah 40 mmHg. Karena
perbedaan PCO2 ini, karbon dioksida berdifusi dari darah terdeoksigenasi ke
alveolus sampai PCO2 darah turun menjadi 40 mmHg. Ekshalasi menyebabkan
PCO2 alveolus tetap 40 mmHg. Karenanya, darah beroksigen yang kembali ke
sisi kiri jantung dalam vena pulmonalis memiliki PCO2 40 mmHg. Jumlah kapiler
di dekat alveolus di paru sangatlah besar, dan darah mengalir cukup lambat melalui
kapiler-kapiler ini sehingga jumlah O2 yang dapat terserap maksimal. Sewaktu
olahraga berat, saat curah jantung meningkat, darah mengalir lebih cepat melalui
sirkulasi sistemik dan paru. Akibatnya, waktu transit darah di kapiler paru menjadi
lebih singkat. Namun PO2 darah di vena pulmonalis normalnya tetap mencapai 100
mmHg (Tortora, GJ, Derrickson, B. 2014).
5
Ventrikel kiri memompa darah beroksigen ke dalam aorta dan melalui arteri
sistemik ke kapiler sistemik. Pertukaran O2 dan CO2 antara kapiler sistemikdan sel
jaringan disebut respirasi internal atau pertukaran gas sistemik. Sewaktu O2
meninggalkan aliran darah, darah beroksigen diubah menjadi darah
terdeoksigenasi. Tidak seperti respirasi eksternal, yang terjadi hanya di paru,
respirasi internal berlangsung di jaringan di seluruh tubuh. PO2 darah yang
dipompa ke dalam kapiler sistemik lebih tinggi (100 mmHg) daripada PO2 di sel
jaringan (40 mmHg saat istirahat) karena sel secara terus-menerus menggunakan
O2 untuk menghasilkan ATP. Karena perbedaan tekanan ini, oksigen berdifusi
keluar kapiler ke dalam sel jaringan dan PO2 darah turun menjadi 40 mmHg saat
darah keluar dari kapiler sistemik (Tortora, GJ, Derrickson, B. 2014).
Sementara O₂ berdifusi dari kapiler sistemik ke dalam sel jaringan, CO₂
berdifusi dalam arah berlawanan. Karena sel jaringan terus-menerus menghasilkan
CO₂ , PO2 sel (45 mmHg saat istirahat) lebih tinggi daripada tekanannya di darah
kapiler sistemik (40 mmHg). Akibatnya, CO₂ berdifusi dari sel jaringan melalui
cairan interstisial ke kapiler sistemik sampai PO2 dalam darah meningkat menjadi
45 mmHg. Darah terdeoksigenasi kemudian kembali ke jantung dan dipompa ke
paru untuk siklus respirasi eksternal berikutnya (Tortora, GJ, Derrickson, B. 2014).
Saat istirahat, sel jaringan rata-rata memerlukan hanya 25% dari O2 yang
tersedia dalam darah beroksigen. Meskipun dinamai emikian, darah terdeoksigenasi
mempertahankan 75% kandungan O2-nya. Sewaktu olahraga, lebih banyak O2
berdifusi dari darah ke dalam sel yang aktif bermetabolisme. Sel- sel aktif
menggunakan lebih banyak O2 untuk menghasilkan ATP, menyebabkan
kandungan O2 darah terdeoksigenasi turun di bawah 75% (Tortora, GJ, Derrickson,
B. 2014).
6
seluruh molekul gas yang membentur permukaan pada keadaan tertentu. Hal ini
menandakan bahwa tekanan berbanding langsung dengan konsentrasi molekul-
molekul gas. Pada fisiologi pernapasan, banyak sekali campuran gas-gas terutama
oksigen, nitrogen, dan karbon dioksida. Kecepatan difusi masing-masing gas ini
berbanding langsung dengan tekanan yang disebabkan oleh gas itu sendiri, yang
disebut tekanan parsial gas (Putra, K. A. H. Astara, M. E. J. 2016), (Guyton, A.C.,
dan Hall, J.E. 2019).
8
2.4 Komposisi Dan Konsentrasi Darah Yang Teroksigenasi Dan Tidak
Teroksigenasi
Darah teroksigenasi merupakan darah yang mengandung banyak oksigen
(CO2). Darah teroksigenasi ini mengalir dari vena pulmonalis kemudian masuk ke
jantung melalui bilik kiri dan selanjutnya disebar ke seluruh jaringan tubuh melalui
bilik kiri jantung. Darah terdeoksigenasi merupakan darah yang memiliki
konsentrasi oksigen yang rendah dan cenderung kaya akan CO2. Darah ini mengalir
dari jaringan tubuh kemudian dibawa ke jantung untuk selanjutnya dibawa ke paru
paru untuk dikeluarkan melalui hidung (Tortora, GJ, Derrickson, B. 2014).
9
Keterangan:
D = Kecepatan difusi
P = Perbedaan tekanan parsial di kedua ujung jalur difusi
A = Luas penampang
S = Daya larut gas
d = Jarak difusi
MW = Berat molekul gas
Makin besar daya larut gas, makin banyak jumlah molekul yang tersedia
untuk berdifusi pada perbedaan tekanan parsial tertentu. Makin besar luas
penampang daerah difusi itu, makin besar jumlah total molekul yang berdifusi.
Sebaliknya, makin jauh jarak yang harus ditempuh oleh molekul, makin lama waktu
yang diperlukan oleh molekul tersebut untuk berdifusi. Akhirnya, makin besar
kecepatan gerakan kinetik molekul-molekul, yang berbanding terbalik dengan akar
pangkat dua berat molekul, makin besar kecepatan difusi gas itu. Semua faktor
tersebut dirumuskan dengan rumus yang ada diatas (Guyton, A.C., dan Hall, J.E.
2019).
10
Alveolus memiliki luas permukaan yang amat luas yakni sekitar 70 m2.
Banyak kapiler yang mengelilingi permukaan alveolus sehingga setiap saat,
tersedia hingga 900 mL darah untuk ikut serta dalamn pertukaran gas. Penyakit paru
yang menyerang atau menurunkan luas permukaan fungsional membranrespiratorik
akan menurunkan laju respirasi eksternal.
C. Jarak difusi
Membran respiratorik memiliki ketebalan membran yang sangat tipis,
sehingga difusi berlangsung dengan sangat cepat. Kapiler juga juga demikian
sempit sehingga sel darah merah harus melaluinya satu per satu dan jarak difusi dari
ruang udara alveolus ke hemoglobin di dalam sel darah merah menjadiminimal.
Penimbunan cairan interstisial di antara alveolus, seperti penyakit edemaparu dapat
memperlambat laju pertukaran gas karena jarak difusi semakin bertambah.
11
2.6 Proses transport O2 dan CO2 dalam darah
12
dengan hemoglobin adalah PO2. Semakin besar PO2, maka semakin banyak O2
yang terikat ke hemoglobin.
A. CO2 terlarut
CO2 merupakan persentase terkecil yakni sekitar 7% adalah CO2 yang
terlarut dalam plasma. Ketrika mencapai paru, bentuk ini berdifusi ke dalam udara
alveolus dan dikeluarkan.
B. Senyawa karbamino
Senyawa ini memiliki persentase yang lebih tinggi, sekitar 23%. Senyawa
karbamino berikatan dengan gugus amino dari asam amino dan protein dalam darah
untuk membentuk senyawa karbamino. Karena protein paling banyak dalamdarah
adalah hemoglobin. Sebagian besar CO2 yang diangkut dengan cara iniakan terikat
ke hemoglobin. Tempat utama pengikatan CO2 adalah asam-asam amino terminal
di dua rantai alfa dan dua rantai beta. Hemoglobin yang mengikat CO2 disebut
dengan karbaminohemoglobin.
C. Ion bikarbonat
Persentase terbesar CO2 sekitar 70% diangkut dalam plasma darah sebagai
ion bikarbonat. Sewaktu berdifusi ke dalam kapiler sistemik dan masuk ke sel darah
merah, co2 bereaksi dengan air berkat keberadaan enzim karbonat anhydrase (CA)
untuk membentuk asam karbonat yang terurai menjadi H+ dan HCO3-.
Darah terdeoksigenasi yang kembali ke kapiler paru mengandung CO₂ yang larut
dalam plasma darah. CO₂ berikatan dengan globin sebagai karbaminohemoglobin
(Hb-CO₂ ), dan CO₂ bergabung dengan HCO, di dalam sel darah merah. Sel darah
merah juga menyerap H+, yang sebagian di antaranya berikatan dan karenanya
disangga oleh hemoglobin (Hb-H). Sewaktu darah melewati kapiler paru, molekul
molekul CO₂ yang terlarut dalam plasma darah dan CO₂ yang terlepas dari bagian
globin hemoglobin berdifusi ke dalam udara alveolus dan dihembuskan keluar.
13
Pada saat yang sama, O₂ yang terhirup berdifusi dari udara alveolus ke dalam sel
darah merah dan berikatan dengan hemoglobin untuk membentuk oksihemoglobin
(Hb-O,). Karbon dioksida juga dibebaskan dari HCO3- ketika H+ berikatan dengan
HCO3- di dalam sel darah merah. H₂ CO3 yang terbentuk dari reaksi ini kemudian
terurai menjadi CO₂ yang dihembuskan keluar, dan H2O. Sewaktu konsentrasinya
turun di dalam sel darah merah di kapiler paru, HCO3- berdifusi masuk dari plasma
darah, dipertukarkan dengan Cl-. Pada akhirnya, darah beroksigen yang
meninggalkan paru memiliki kandungan O2 yang lebih tinggi dan kandungan CO₂
dan H+ yang lebih rendah. Di kapiler sistemik, karena semua sel menggunakan O2
dan menghasilkan CO₂ , reaksi-reaksi kimianya berbalik(Tortora, GJ, Derrickson,
B. 2014).
14
BAB III
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2019. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Revisi
Berwarna Ke-13.
Sadler TW. 2014. Embriologi Kedokteran Langman Edisi 12. Jakarta: EGC;
Schunke, M., Schulte, E., & Schumacher, U. (2021). Atlas Anatomi Manusia
Prometheus: Organ Dalam (5 ed.). EGC.
Sherwood, L.Z., 2019. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed: 9. Jakarta: EGC
Snell R.S. (2011). Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Alih Bahasa: Liliana
Sugiharto. Editor Edisi Bahasa Indonesia: Ardy Suwahjo, Yohanes
Antoni, Liestyawan. Jakarta: EGC, 2011; 67-69, 83-87.
iii