Anda di halaman 1dari 2

Nama : Muhammad Fitrah Ramadhan

Matkul : Qowaid Tafsir

Kls/Smstr : B/3

KAIDAH AYAT MUBHAMAT

PENGERTIAN AYAT MUBHAMAT

Ayat mubhamat adalah istilah dalam ilmu ushul fiqh, cabang ilmu fiqh dalam tradisi Islam.
Dalam konteks ini, "mubham" berasal dari bahasa Arab yang berarti samar atau tidak jelas.
Ayat mubhamat merujuk kepada ayat-ayat Al-Quran atau hadis yang maknanya tidak jelas
atau ambigu.

Dalam hukum Islam, ketidakjelasan dalam suatu ayat atau hadis bisa timbul karena beberapa
sebab, misalnya kata-kata yang digunakan memiliki beberapa makna, konteks ayat atau hadis
tidak cukup jelas, atau karena ada perbedaan antara ayat atau hadis yang satu dengan yang
lain.

Ketidakjelasan ini menciptakan tantangan dalam menentukan hukum atau aturan agama yang
spesifik. Oleh karena itu, ulama Islam menggunakan prinsip-prinsip interpretasi dan
metodologi tafsir untuk mencoba memahami ayat-ayat mubhamat dengan lebih baik, dengan
mempertimbangkan konteks, hadis-hadis terkait, dan pemahaman para ulama terdahulu. Ini
mencerminkan pentingnya ilmu ushul fiqh dalam menjelaskan dan memahami hukum-hukum
Islam.
PERBEDAAN AL-MUBHAMAT DENGAN AL-KHOFIYU AL-DILALAH

1. Al-Mubhamat (‫)المبهمات‬

Al-Mubhamat merujuk kepada ayat atau hadis yang maknanya tidak jelas atau samar.
Artinya, teks tersebut memiliki keraguan atau ketidakpastian dalam memahami hukum yang
seharusnya diambil dari teks tersebut. Dalam konteks hukum Islam, ketidakjelasan ini dapat
mengarah pada ketidakpastian apakah suatu perbuatan atau keadaan dilarang, dianjurkan,
atau netral.

Contoh Al-Mubhamat: Ayat atau hadis yang menggunakan istilah umum atau samar,
sehingga memerlukan penafsiran lebih lanjut untuk menentukan hukumnya.

2. Al-Khafiyyu Al-Dilalah (‫)الخفية الداللة‬

Al-Khafiyyu Al-Dilalah merujuk kepada dalil-dalil yang tidak begitu jelas dalam
menunjukkan hukumnya. Artinya, meskipun teksnya jelas, namun aplikasi atau
implementasinya dalam kasus tertentu memerlukan pemahaman yang mendalam dan
kontekstual.

CONTOH PENAFSIRAN AL-MUBHAMAT

Berikut adalah contoh penafsiran Al-Mubhamat, yaitu surat Al-Baqarah ayat 187:

‫( َوہُ َو الَّ ِذ ۡی َج َع َل الَّ ۡی َل َو النَّہَا َر ِخ ۡلفَ ٗہ لِ َم ۡه اَ َرا َد اَ ۡن یَّ َّذ َّک َز اَ ۡو اَ َرا َد ُش ُک ۡورًا‬187 ‫)البقزة‬

Artinya: "Dan Dialah yang menjadikan malam dan siang bergantian untuk orang yang ingin
mengingat Allah, atau ingin bersyukur."

Dalam ayat ini, istilah "orang yang ingin mengingat Allah" dan "orang yang ingin bersyukur"
termasuk dalam kategori Al-Mubhamat. Penafsiran ayat ini membutuhkan pemahaman
mendalam tentang konteks sosial dan spiritualitas dalam Islam. Beberapa penafsiran yang
mungkin dilakukan terhadap ayat ini adalah:

1. Malam dan Siang Sebagai Tanda Kebesaran Allah: Ayat ini bisa ditafsirkan sebagai
pengingat akan kebesaran Allah yang menciptakan sistem waktu yang bergantian antara
malam dan siang. Manusia yang memahami hal ini diharapkan akan mengingat kebesaran
Allah dan bersyukur atas segala nikmat yang diberikan, baik dalam kegelapan maupun
terangnya waktu.
2. Kebebasan Memilih: Ayat ini juga menunjukkan kebebasan manusia untuk memilih jalan
hidupnya. Manusia diberi pilihan untuk mengingat Allah dan bersyukur atau sebaliknya. Ini
mengandung pesan tentang kebebasan beragama dan tanggung jawab manusia terhadap
pilihan-pilihan spiritualnya.
3. Siklus Kehidupan: Malam dan siang sebagai simbol siklus kehidupan manusia. Ada waktu
kesedihan dan cobaan (malam) serta waktu kebahagiaan dan kesuksesan (siang). Manusia
diingatkan untuk tetap mengingat Allah dan bersyukur dalam semua kondisi kehidupan.
4. Ketundukan dan Rasa Syukur: Ayat ini juga dapat diartikan sebagai ajakan untuk
merenungkan waktu malam dan siang sebagai pengingat atas ketaatan manusia kepada Allah.
Waktu-waktu ini juga menjadi kesempatan untuk bersyukur atas segala nikmat yang
diberikan oleh Allah.

Penting untuk diingat bahwa penafsiran Al-Mubhamat memerlukan pengetahuan yang luas
tentang Al-Quran, hadis, tafsir, sejarah Islam, dan bahasa Arab. Selain itu, penafsiran ayat-
ayat Al-Mubhamat juga harus dilakukan dengan hati-hati, menghindari penafsiran yang
bersifat spekulatif atau bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang telah mapan.

Anda mungkin juga menyukai