Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR-DASAR PENGENDALIAN ORGANISME


PENGGANGU TANAMAN

ACARA IV

“ KALIBRASI ALAT SEMPROT ”

Disusun Oleh :

Nama : Susan Priska

NPM : E1J022042

Hari/Sift : Senin, 08.00 - 10.00/A2

Dosen : Septiana Anggraini, S.P., M.Si

Co-Ass : Devia Desmantri ( E1J019065 )

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BENGKULU
2023/2024

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kalibrasi merupakan kunci untuk menyeragamkan setiap perlakuan herbisida.


Jika dosis rekomendasi tidak diaplikasikan secara merata, karena cara aplikasi
yang tidak benar, maka akan terjadi dua hal yang tidak diinginkan, yaitu: gulma
tidak akan mampu dikendalikan di areal yang teralikasi herbisida dengan dosis
yang lebih sedikit dari dosis rekomendasi dan gulma dan tanaman budidaya akan
mati di areal yang teraplikasi herbisida dengan dosis lebih tinggi dari dosis
rekomendasi.

Untuk menghindari kesalahan tersebut serta untuk menjamin teknik aplikasi


yang akurat, terlebih dahulu harus ditentukan areal penyemprotan yang aktual
dengan memperhatikan jumlah herbisida yang diperlukan untuk areal perlakuan
dan bagaimana larutan herbisida tersebut dapat diaplikasikan secara seragam pada
areal perlakuan. Hal ini melibatkan pekerjaan kalibrasi dari alat semprot
(sparayer) yang akan dipergunakan dan orang yang akan melakukan aplikasi
(apliakator).

Ada tiga faktor yang menentukan keberhasilan kalibrasi, yaitu ukuran lubang
nozel (nozel curah), tekanan dalam tangki alat semprot, dan kecepatan berjalan
( ke depan) aplikator. Ketiga faktor tersebut harus diatur sedemikian rupa
sehingga diperoleh suatu volume larutan herbisida tertentu yang dapat dilepaskan
melalui lubang nozel pada setiap waktu yang dikehendaki.

Alat yang digunakan dalam aplikasi pestisida tergantung formulasi yang


digunakan. Pestisida yang berbentuk butiran untuk menyebarkannya tidak
membutuhkan alat khusus, cukup dengan ember atau alat lainnya yang bisa
dugunakan untuk menampung pestisida tersebut dan sarungtangan agar tangan
tidak berhubungan langsung dengan pestisida. Pestisida berwujud cairan (EC)
atau bentuk tepung yang dilarutkan (WP atau SP) memerlukan alat penyemprot
untuk menyebarkannya. Sedangkan pestisida yang berbentuk tepung hembus bisa
digunakan alat penghembus. Pestisida berbentuk fumigant dapat diaplikasikan
dengan alat penyuntik, misalnya alat penyuntik tanah untuk nematisida atau
penyuntik pohon kelapa untuk jenis insektisida yang digunakan memberantas
penggerek batang (Djojosumarto, 2000). Pada dasarnya semua alat yang
digunakan untuk mengaplikasikan pestisida dengan cara penyemprotan disebut
alat semprot atau sprayer. Apapun bentuk dan mekanisme kerjanya, sprayer
berfungsi untuk mengubah atau memecah larutan semprot, yang
dilakukan nozzle, menjadi bagian-bagian atau butiran-butiran yang sangat halus.

2 Menurut Sharma et al.


(2019), aplikasi pestisida
pertanian di seluruh dunia
3 pada tahun 2020
diperkirakan akan
meningkat dari 2 juta ton
menjadi 3,5 juta ton
4 per tahun. Polusi
pestisida dianggap
sebagai salah satu
pendorong utama
5 penurunan global dalam
kelimpahan dan
keanekaragaman
serangga, tanaman dan
6 burung. Hal ini semakin
membuktikan bahwa
gangguan biocenosis
yang didorong
7 oleh pestisida juga
mempengaruhi
lingkungan ekosistem
yang berharga mulai dari
8 penyerbukan hingga
degradasi serasah daun
dan pengendalian
biologis hama
9 pertanian dan patogen
dalam air tawar.
10 Menurut Sharma et al.
(2019), aplikasi pestisida
pertanian di seluruh dunia
11 pada tahun 2020
diperkirakan akan
meningkat dari 2 juta ton
menjadi 3,5 juta ton
12 per tahun. Polusi
pestisida dianggap
sebagai salah satu
pendorong utama
13 penurunan global
dalam kelimpahan dan
keanekaragaman
serangga, tanaman dan
14 burung. Hal ini
semakin membuktikan
bahwa gangguan
biocenosis yang didorong
15 oleh pestisida juga
mempengaruhi
lingkungan ekosistem
yang berharga mulai dari
16 penyerbukan hingga
degradasi serasah daun
dan pengendalian
biologis hama
17 pertanian dan patogen
dalam air tawar.
18
1.2 Tujuan Praktikum

Mahasiswa memahami dan mampu melaksanakan kalibrasi alat semprot


dengan prosedur yang benar dan tepat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Sharma et al. (2019), aplikasi pestisida pertanian di seluruh dunia


pada tahun 2020 diperkirakan akan meningkat dari 2 juta ton menjadi 3,5 juta
tonper tahun. Polusi pestisida dianggap sebagai salah satu pendorong
utama penurunan global dalam kelimpahan dan keanekaragaman serangga,
tanaman danburung. Hal ini semakin membuktikan bahwa gangguan biocenosis
yang didorong oleh pestisida juga mempengaruhi lingkungan ekosistem yang
berharga mulai dari penyerbukan hingga degradasi serasah daun dan
pengendalian biologis hama pertanian dan patogen dalam air tawar.

Makro invertebrata air tawar di aliran kecil berada pada risiko yang
besar,karena aliran sungai mengumpulkan residu pestisida dari lahan
pertanian kedaerah perairan. Selain itu, banyak arthropoda air tawar sangat
sensitif terhadap insektisida dan fungisida. Namun, deteksi dan kuantifikasi
pestisida di sungai sangat menantang karena paparannya terjadi dalam
jangka pendek. Hal ini disebabkan oleh penyimpangan semprotan yang
berlebihan, terutama ketika hujanlebat residu pestisida yang berasal dari
lahan pertanian akan menuju daerah perairan. Puncak paparan jangka
pendek seperti itu (dalam kisaran jam)mendorong efek jangka panjang
pada komunitas makro invertebrata selama berbulan-bulan
(Morrissey et al., 2015).

Menurut Antuniassi dan Boller (2019), inspeksi penyemprot dan


operatortreinament harus memberikan pemahaman kepada masyarakat
mengenai pemeliharaan dan penggunaan alat penyemprot pestisida sehingga
petani dapat mengoptimalkan pengendalian gulma, serangga dan penyakit pada
pertanian. Dengan memberikan praktik ini, petani dapat berkontribusi pada
pengurangan biaya dan penggunaan pestisida dalam jumlah lebih rendah
pestisida di areabudidaya, sehingga mengurangi risiko kontaminasi.

Berdasarkan literatur ekstensif tentang paparan dan dampak di lingkungan


tersedia dari penelitian akademis dan dari penilaian risiko peraturan, pestisida
digunakan dalam skala besar di Amerika Serikat dan Eropa.Di negara-negara
berkembang, regulasi produk perlindungan tanaman seringkali buruk dan
informasi tentang polusi pestisida tergolong langka, namun bukti terbaru
menunjukkan bahwa penggunaan pestisida telah meningkat. Petani semakin sadar
tentang penggunaan pestisida sintetis dan efek beracunnya, sehingga dibutuhkan
lebih banyak upaya dalam penilaian dan mitigasi polusi pestisida
(Becker, et al.,2020).

Banyak petani keracunan akibat dari penggunaan alat penyemprot


pertanian yang tidak tepat. Karena itu, perlu dilakukan perawatan yang sesuai
dari mesin-mesin tersebut untuk menjaga kualitas aplikasi serta keamanan
petani. Para petani perlu dilakukan sosialiasi mengenai pengetahuan dalam
kegiatan penyemprotan pestisida yang tepat.Menurut Martini et al. (2017),
penyemprot yang tidak tepat atau tidak sesuai anjuran akan berdampak buruk
dan menyebabkan tingkat kehilangan yang tinggi serta meningkatkan risiko
kontaminasi.

Semakin lama petani penyemprot menggunakan pestisida maka diasumsikan


semakin besar kemungkinan terjadinya keracunan bahan kimia pada petani
penyemprot pestisida tersebut. Keterpaparan pestisida juga dapat terjadi melalui
kontak langsung saat penggunaan pompa gendong dan untuk menyemprot
pestisida. Terkadang pada saat pemindahan pestisida yang telah dicampur ke
pompa gendong kerap tertumpah dan mengenai pestisida langsung Mahyuni
(2015).
BAB III

METODOLOGI

3.1 Bahan dan Alat Praktikum

1. Air
2. Tali rafia dan patok-patok kecil untuk membuat petak
3. Knapsack sprayer lengkap dengan nozel dan saringan
4. Ember plastik dua buah, satu untuk menampung larutan yang
dikeluarkan dari alat semprot dan satu lagi untuk cadangan.
5. Stopwatch, untuk mengukur waktu yang diperlukan dalam
penyemprotan.
6. Gelas ujur 100 ml, untuk mengukur larutan yang keluar dari nozel.

3.2 Cara Kerja

1. Setiap kelompok mahasiswa membuat petakan berukuran 3 m x 5 m pada


area yang telah ditentukan. Batasi areal yang telah saudara ukur dengan
patok-patok kecil dan tali rafia. Dengan nozel biru mempunyai jangkauan
1, 5 m.
2. Periksa kondisi sprayer, jangan sampai ada yang bocor, tersumbat atau ada
bagian-bagian yang tidak dapat bekerja.
3. Isi tangki spayer dengan air secukupnya (kurang lebih 5 liter)Volume
larutan yang telah ditentukan adalah 500 liter/ha sehingga untuk petak 3 m
x 5 m diperlukan larutan : 1 ha hektar, = 15 m² x 500 liter/10.000 m² = 750
ml
4. Semprotkan air dari sprayer kedalam ember/gelas ukur selama 30 detik
dengan tekanan yang konstan (1,5 s.d 1,5 kg/cm²), dan diulang sebanyak 3
kali. Hitung volume rata-rata yang dikeluarkan selama 30 detik (misal: V
ml).
5. Hitunglah waktu yang diperlukan untuk menyemprot patak yang
berukuran 3 m x 5 m dengan cara sbb: (750 ml x 30 detik): V ml = T detik
6. Aturlah kecepatan berjalan dilapangan dengan menggunakan stopwatch
selama T detik untuk dua kali jalan (no.1). Jadi untuk sekali jalan perlu
waktu T/2 detik (lihat Gambar 3). Setiap anggota kelompok harus
mencoba dan mengulangi sehingga benar-benar terlatih dan tepat
waktunya (kecepatan berjalan harus konstan, tekanan sprayer konstan
antara 15 sampai 20 psi atau 1 dan 1,5 kg/cm², tinggi nozel harus tetap
berada kurang lebih 40 cm dari permukaan tanah atau gulma.
7. Setelah selesai, bersihkan semua alat yang telah digunakan dan
dikembalikan ketempat semula.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel Hasil Percobaan Semprotan 1

Percobaan Volume y keluar 30 detik Volume per detik

Uji 1 770 ml / 30 detik 26 ml / s


Uji 2 870 ml / 30 detik 29 ml / s
Uji 3 920 ml / 30 detik 31 ml / s
Rata – rata 29 ml / s

Diketahui :

Rata-rata: 20 ml/s

Ukuran petak = 310 x 5 m=15m2

Volume enjuron: 300L / ha

Dit : waktu (t) ?

• Jawaban

1. Hitung volume larutan (petak terlebih dahulu


V/p = A petak x v larutan dianjurkan / Luas I ha
2. Menghitung kecepatan
Kecepatan = V larutan petak / kecepatan v yang keluar
= 750 ml / 29 ml/s = 26 derik
T2 = Kecepatan / 2 = 26/2 = 13 detik
3. Menghitung kecepatan 1x jalan
= lebar pertakan / 1 x jalan = 5m / detik = 0,38 m/s
Maka penyemprotan menggunakan penyemprotan 1 untuk satu kali jalan
memerlukan waktu 0,38 m/s pada petakan per ukuran 3m x 5m.

Tabel Hasil Percobaan semprotan 2

Percobaan Volume y keluar 30 detik Volume per detik

Uji 1 320 ml 17 ml / s
Uji 2 710 ml 24 ml / s
Uji 3 960 ml 32 ml / s
Rata – rata 24 ml / s

 V / P = 750 ml
 Kecepatan = 750 ml / 24 ml = 31 detik
 Percepatan 1 x jalan
= 5 meter / 15,5 detik = 0,,32 m/s

Maka penyemprotan menggunakan penyemprotan ke 2 untuk satu kali jalan


memerlukan waktu 0,32 m/s pada petakan per ukuran 3m x 5m.

4.2 Pembahasan

Kalibrasi merupakan hal yang harus dilakukan ketika seorang akan


melakukan pengendalian terhadap OPT menggunakan alat semprot. Karena pada
setiap alat semprot memililki perbedaan volume yang keluar. Selain itu factor
manusia juga dapat menyebaakan perubahan tersebut. Alat semprot yang
menyebabkan perubahan adalah dari nozel, yang kemudian akan menyebabkan
volume curah yang keluar, dan nozel menyebabkan perbedaan lebar gawang.
Faktor dari manusia (penyemprot) yang menyebabkan perubahan adalah
kecepatan jalan, karena setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
Oleh karena itu kalibrasi diperlukan karena pertimbangan hal tersebut, dengan
kalibrasi maka akan didapatkan volume air per hektar.

Kehilangan cairan pestisida yang terjadi merupakan salah satu kendala


yang terjadi karena adanya keausan nozzel yang digunakan sehingga perlu
dilakukan kalibrasi dan peralatan alat yang digunakan dalam plikasi pestisida
dilapang. Kalibrasi adalah menghitung atau mengukur kebutuhan air suatu alat
semprot untuk luasan areal tertentu. kalibrasi harus dilakukan pada setiap kali
akan melakukan penyemprotan dilapang yang bertujuan untuk menghindari
pemborosan pestisida yang digunakan dan memperkecil terjadinya keracunan
pada tanaman akibat penumpukan pestisida atau pengurangan residu kimia yang
terjadi dilingkungan.

Praktikum yang dilakukan yaitu kalibrasi alat berdasarkan waktu dan


luas.kalibrasi berdasarkan waktu dilakukan dengan mengisi tangki sebanyak 6
liter,kemudian angkat atau gendong tangki. Pompa tangki atau sprayer gendong
sampai tekanan maksimal. nozle diarahkan ke beaker glass kemudian kran dibuka.
Air yang keluar dari nozle ditunggu sampai satu menit, kemudian kranditutup
kembali. Hasil air yang keluar dihitung volumenya dan dijadikan kalibrasi
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Tujuan utama dari kalibrasi adalah mencari volume air/ ha. Penyebab
dilakukannya kalibrasi adalah adanya perubahan yang disebabkan dari nozel yang
selanjutnya akan menyebabakan perubahan curah dan lebar gawang. Manusia juga
merupakan salah satu faktor penyebab perubahan yang disebabkan karena
perbedaan kecepatan jalan dari masing-masing orang yang tidak sama, kemudian
lebar gawang dan tekanan yang diberikan dari masing-masing orang juga tidak
sama. Alat-alat semprot yang banyak digunakan oleh petani maupun orang lain
memiliki berbagai macam seperti alat semprot tekanan udara otomatis, alat
semprot tekanan udara semiotomatis, handsprayer (manual) dan fogging serta
memiliki berbagai tujuan yang berbeda-beda setiap alat yang digunakan

5.2 Saran

Pada praktikum kali diharapkan untuk semua praktikan lebih kondusif dan
saat acara berlangsung dan untuk praktikan agar lebih tepat waktu
DAFTAR PUSTAKA

Antuniassi, U., & Boller, W. (2019). Pontas depulverização hidráulicas.


Antuniassi, Ur; Boller, W. Tecnologia deaplicação para culturas
anuais, 2, 67-89.Riskesdas. 2018. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018.
Kemenkes RI. Jakarta.

Becker, J. M., Ganatra, A. A., Kandie, F., Mühlbauer, L., Ahlheim, J., Brack,
W.,Torto, B., Agola, E. L., McOdimba, F., Hollert, H., Fillinfer, U., &
Liess,M. (2020). Pesticide pollution in freshwater paves the way
forschistosomiasis transmission.

Martini, A. T., Schlosser, J. F., Barbieri, J. P., Bertollo, G. M., Negri, G. M.,
&Bertinatto,R.(2017).Aspectos relevantes da inspeção de
pulverizadoresagrícolas: Impactos na precisão das pulverizações de
agrotóxicos. ActaIguazu, 6(4), 72-82.

Mahyuni, E. L. (2015). Faktor risiko dalam penggunaan pestisida pada petani


diBerastagi Kabupaten Karo 2014. Kes Mas: Jurnal Fakultas
KesehatanMasyarakat Universitas Ahmad Daulan, 9(1), 25014.

Morrissey, C. A., Mineau, P., Devries, J. H., Sanchez-Bayo, F., Liess,


M.,Cavallaro, M. C., & Liber, K. (2015). Neonicotinoid contamination
ofglobal surface waters and associated risk to aquatic
invertebrates: areview. Environment international, 74, 291-303.

Sharma, A., Kumar, V., Shahzad, B., Tanveer, M., Sidhu, G. P. S., Handa,
N.,Kohli, S. K., Yadav, P., Bali, A. S., Parihar, R. D., Dar, O. I., Singh,
K.,Jasrotia, S., Bakshi, P., Ramakrishnan, M., Kumar, S., Bhardwaj, R.,
&Thukral, A. K. (2019). Worldwide pesticide usage and its
impacts onecosystem. SN Applied Sciences, 1(11),1-16.Survei Pertanian
Antar Sensus (SUTAS).

Anda mungkin juga menyukai