Oleh :
Kelompok 3 A
Anggota : Akbar Djiwanggoro 10307003
Alya Irbah 10307005
Annisa Utami Nastiti 10307007
Ida Nurhidayah 10307021
Hari, Tanggal Praktikum : Kamis, 2 Juni 2022
Waktu : 08.00 WIB - selesai
Dosen Penilai : Enceng Sobari, SP., MP,
2.1 Pestisida
Pestisida sintetis adalah zat beracun yang digunakan untuk mengendalikan
hama tanaman (OPT) seperti serangga, gulma, patogen dan hama lainnya.
Penerapan pestisida tambahan di lahan merupakan penerapan teknik yang
diharapkan dapat membantu meningkatkan produktivitas dan menjadikan
pertanian lebih efisien dan ekonomis. Di sisi lain, penyalahgunaan pestisida yang
berkelanjutan selama setiap musim tanam dapat menyebabkan residu pestisida
terakumulasi dalam produk pertanian, pencemaran lingkungan air pertanian,
penurunan produktivitas, dan hilangnya keracunan manusia dan hewan. Bahaya
pestisida bagi kesehatan manusia dapat diakibatkan oleh keracunan pestisida
akibat penggunaan yang tidak tepat dan tidak aman atau residu pestisida pada
bahan makanan (Kacang et al., 2012).
Pestisida secara harfiah berarti pembasmi hama (pest: hama dan cide:
membunuh). Senyawa digunakan dalam pertanian, terutama sebagai pupuk dan
pestisida. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
39/Permentan/SR.330/7/2015 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran
Pestisida, Pestisida yang dimaksud tidak hanya jasad renik tetapi juga bahan
kimia atau zat lain. Berdasarkan struktur kimianya, pestisida dibagi menjadi
delapan kelompok yautu organoklorin, organofosfor, karbamat, dinitrofenol,
piretroid, fumigan, minyak bumi, dan antibiotik. Efek merugikan dari pestisida
dapat bersifat akut atau kronis karena kontaminasi melalui tiga jalur: kulit
(epidermis), inhalasi (penghirupan), dan saluran pencernaan (Fajriani et al., n.d.).
Pestisida memiliki berbagai macam. Menurut Dadang, (2006)
pengelompokan pestisida meliputi :
Berdasarkan bentuk fisiknya pestisida yaitu:
1. Cair
2. Padat
3. Aerosol
Berdasarkan jenis sasaran, pestisida dapat dikelompokkan menjadi:
1. Insektisida : jenis serangga
2. Akarisida : jenis tungau
3. Fungisida : jenis cendawan
4. Nematisida : jenis nematoda
5. Bakterisida : jenis bakteri
6. Moluskisida : jenis moluska
7. Termisida : jenis rayap
8. Rodentisida : jenis hewan pengerat
9. Piscisida : jenis ikan liar
Berdasarkan asal bahan aktif, pestisida dapat digolongkan menjadi:
1. Sintetik
Anorganik : garam-garam beracun seperti arsenat, flourida, tembaga
sulfat dan garam merkuri .
Organik
a) Organo khlorin : DDT, SHC, endrin, dieldrin, dll.
b) Heterosiklik : Kepone, mirex , dU.
c) Organofosfat : klorpirifos, prefonofos, dll.
d) Karbamat : earbofuran, SPMC, dU.
e) Dinitrofenol : Dinex, dU.
f) Thiosianat : lethane, dll.
g) Lain-lain : methylbromida dll.
2. Hasil alam (biopestisida) : Nikotinoida, Piretroida, Rotenoida dU (Dadang,
2006)
3.1.1 Alat
3.1.2 Bahan
Knapsack sprayer
disiapkan
Knapsack sprayer
digendong
Dilakukan pemompaan
Nozel katup lurus
diarahkan ke depan
Knapsack sprayer
diisi 1 liter air
Dilakukan penyemprotan
katup melebar dan dihitung
waktu habis air
HASIL PERCOBAAN
PEMBAHASAN
Pada saat penggunaan KSM untuk penyemprotan pada tanaman juga dinilai
lebih baik dibandingkan dengan KSP, hal ini dapat diketahui pada hasil
penyemprotan KSM yang lebih rapat dibandingkan KSP, sehingga air, pupuk
ataupun pestisida akan lebih optimal diserap pada daun tanaman.
Pengggunaan KSM oleh petani masih sangat kecil, karena biaya yang harus
dikeluarkan juga akan lebih besar yang disebabkan oleh harga KSM yang tinggi,
perlunya biaya operasional seperti pemenuhan minyak dan oli serta biaya perbaikan
yang akan lebih mahal. Kurangnya daya beli petani menurut (Biro Analisa
Anggaran dan Pelaksanaan APBN, 2014) dapat disebabkan oleh hak untuk
menetapkan kebijakan pertanian pada semua leve tidak dimiliki dan tidak
keberpihakannya asosiasi pertanian yang ada di Indonesia.
BAB V
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum kali ini, bahwa penggunaan KSM akan
lebih efektif dalam penggunaannya di dalam lahan pertanian, karena memiliki
ruang lingkup yang luas dibanding KSP serta tingkat kerapatan hasil semprotan
yang lebih rapat pada tanaman, sebaliknya KSP lebih renggang. Namun
kefektifitasan ini tidak mampu berbanding lurus dengan penggunaan oleh petani
Indonesia yang memiliki daya beli yang masih rendah.
6.2 Saran
Anam, S., & Fatah, M. (2021). Rancang Bangun Sprayer Pestisida Menggunakan
Pompa Air DC 12 V dan Panjang Batang Penyemprot 6 Meter Annafiyah dkk
/ Jurnal Rekayasa Mesin. 16(1), 90–99.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN. (2014). Permasalahan dan Upaya
Peningkatan Produktifitas Pertanian. Jakarta: SEKJEN DPR-RI.
Dadang, I. (2006). Pengenalan Pestisida dan Teknik Aplikasi. 5–6.
Fajriani, G. N., Fadhilla, F. R., Hutagaol, R. R., Tinggi, S., & Kesehatan, I. (n.d.).
Hubungan Intensitas Penyemprotan Pestisida. 7(1), 66–76.
Kacang, H., Arachis, T., Pada, L., Kambisol, T., Pupuk, P., Dan, K., Terhadap, F.,
Zea, J., Varietas, L., Spodoptera, H., & Kubis, T. (2012). Jurnal Ilmu
Budidaya Tanaman. 1(2).
Madureira, R. P., & Moreira, L. L. Q. (2015). Spraying Systems And Traveling
Speed In The Deposit And Spectrum. 4430, 1042–1052.
Penelitian, B., Sayuran, T., Barat, B., Barat, J., & Tanaman, B. P. (2017). Pengaruh
Arah Pergerakan Nozzle Dalam Penyemprotan PestisidaTerhadap Liputan
dan Distribusi Butiran Semprot dan Efikasi Pestisida pada Tanaman Kentang
( Effect of Nozzle Movement in Pesticide Spraying on Coverage and
Distribution of Droplets and Efficacy of Pesticide on Potato ). 113, 113–126.
Sawah, B. P. (2020). Prosiding 4. 360–363.
Yuliyanto, Kesuma, N. W., & Sinuraya, R. (2017). Efektivitas dan Efisiensi
Penggunaan Knapsack Sprayer dan Knapsack Motor Pada Penyemprotan
Gulma Di Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Citra Widya Edukasi, 9(1), 80-
92.
LAMPIRAN