Anda di halaman 1dari 49

PROPOSAL TESIS

ANALISIS DAMPAK BANK WAKAF MIKRO TERHADAP


KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PONDOK PESANTREN
DI PROVINSI BANTEN

MUHAMAD FAUZI
1961101042

Disusun sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Magister Sains pada
Program Pascasarjana Program Studi Magister Keuangan Syariah Institut
Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT TEKNOLOGI DAN BISNIS
AHMAD DAHLAN JAKARTA
2021

i
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : Muhamad Fauzi


NIM : 1961101042
PRODI : Magister Keuangan Syariah
JUDUL TESIS : Analisis Dampak Bank Wakaf Mikro Terhadap Kesejahteraan
Masyarakat Pondok Pesantren di Provinsi Banten

Telah disetujui dan diterima untuk memenuhi persyaratan seminar proposal


dan penentuan pembimbing tesis

Jakarta, April 2021

Direktur Program Pascasarjana


ITB Ahmad Dahlan Jakarta

Dr. Eng. Saiful Anwar, SE, Ak, M.Si, CA

ii
ANALISIS DAMPAK BANK WAKAF MIKRO TERHADAP
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PONDOK PESANTREN
DI PROVINSI BANTEN

ABSTRAK

MUHAMAD FAUZI, Analisis Dampak Bank Wakaf Mikro Terhadap


Kesejahteraan Masyarakat Pondok Pesantren di Provinsi Banten.

Meningkatnya angka kemiskinan di Indonesia disebabkan pandemi Covid-19


sehingga perlu stimulan bagi masyarakat berpenghasilan rendah mendapat akses
pembiayaan mudah dan murah guna usaha produktif. Bank wakaf mikro (BWM)
yang didirikan otoritas jasa keuangan (OJK) bertujuan memanfaatkan wakaf uang
tunai bagi masyarakat luas sehingga diharapkan memberi manfaat positif bagi
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta akhirnya memberikan
kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan. Tujuan penelitian ini untuk
menganalisis dampak bank wakaf mikro terhadap kesejahteraan masyarakat
pondok pesantren, menganalisis manajemen strategi bank wakaf mikro dikalagan
pelaku usaha mikro dan mengetahui model kemitraan pondok pesantren dengan
perguruan tinggi dalam meningkatkan kualitas kinerja bank wakaf mikro. Metode
penelitian menggunakan metode campuran (mix method) dengan strategi
eksplanatori sekuensial. Objek penelitian tiga bank wakaf mikro di Banten (El
Manahij, An-Nawawi dan Lan Taburro) dengan jumlah sampel 73 kumpi dengan
rumus Slovin. Pertimbangan mengambil survei badan wakaf mikro di Banten
belum pernah dilakukan secara keseluruhan namun sebelumnya pernah dilakukan
penelitian secara parsial. Sumber data primer dari nasabah outstanding dan
pengelola serta data sekuder dari BPS, KNEKS, BI, Kemenkop dan BWM.
Sebelum dilakukan analisis data, perlu pengujian validitas dengan uji product
moment dan reliabilitas dengan alpha cronbach. Pengumpulan data menggunakan
kuesioner, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka. Persyaratan analisis
dilakukan uji normalitas dengan Kolmogrov-Smirnov. Analisis data dampak bank
wakaf mikro terhadap kesejahteraan masyarakat pondok pesantren menggunakan
model CIBEST, analisis manajemen strategi bank wakaf mikro menggunakan
analisis SWOT, AFI dan AFE serta analisis model kemitraan pondok pesantren
dengan perguruan tinggi menggunakan triangulasi. Kebaharuan (novelty) dari
rencana penelitian ini menganalisis bank wakaf mikro di Banten dengan
melibatkan peran pondok pesantren dan perguruan tinggi dan menggunakan
metode penelitian campuran (mixed method) dengan strategi eksplanatori
sekuensial.

Kata Kunci: Bank Wakaf Mikro, CIBEST, Kesejahteraan, Pesantren, SWOT

iii
DAFTAR ISI

Hal
JUDUL PENELITIAN................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... ii
ABSTRAK.................................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... v
DAFTAR TABEL......................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang............................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah........................................................................ 8
1.3. Tujuan Penelitian............................................................................ 9
1.4. Manfaat Penelitian.......................................................................... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 10
2.1. Konsep Wakaf................................................................................. 10
2.1.1. Unsur-Unsur Wakaf................................................................. 12
2.1.2. Wakaf Uang ............................................................................. 13
2.1.3. Wakaf Produktif ...................................................................... 14
2.2. Lembaga Keuangan Mikro Syariah.................................................. 16
2.3. Bank Wakaf Mikro........................................................................... 17
2.4. Konsep Kesejahteraan...................................................................... 20
2.5. Manajemen Strategi........................................................................ 23
2.5.1. Analisis SWOT......................................................................... 25
2.5.2. Analisis AFE dan AFI.............................................................. 26
2.6. Konsep Kemitraan ........................................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN 29
3.1. Lokasi Penelitian.............................................................................. 29
3.2. Jenis Penelitian................................................................................. 29
3.3. Populasi dan Sampel........................................................................ 30
3.4. Sumber Data..................................................................................... 30
3.4.1. Data Primer............................................................................... 30
3.4.2. Data Sekunder........................................................................... 30
3.5. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 30
3.6. Analisis Data.................................................................................... 31
3.6.1. Analisis Strategi Pengembangan Bank Wakaf Mikro.............. 32
3.6.2. Model Kerjasama Pondok Pesantren dan Perguruan Tinggi 35
Meningkatkan Kualitas Kinerja Bank Wakaf Mikro................
3.6.3. Analisis Dampak Bank Wakaf Mikro Terhadap 36
Kesejahteraan Masyarakat Pondok Pesantren..........................
3.7. Rencana dan Jadual Penelitian ........................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA 39

iv
DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 2.1: Model Integrasi Wakaf dan Lembaga Keuangan Mikro
Syariah....................................................................................... 19
Gambar 3.1: Analisis SWOT.......................................................................... 34
Gambar 3.2: Kuadran CIBEST....................................................................... 36

v
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 1.1: Kinerja Bank Wakaf Mikro Nasional dan Provinsi Banten........ 6
Tabel 1.2: Kinerja Bank Wakaf Mikro di Provinsi Banten Tahun 2020....... 7
Tabel 3.1: Lokasi Penelitian........................................................................... 29
Tabel 3.2. Perhitungan Indeks CIBEST.......................................................... 33

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Muslim mayoritas di Indonesia menjadi potensi besar dalam memberikan
kesejahteraan bagi segenap di dalam negeri maupun luar negeri dengan jumlah
populasi 270.200.000 jiwa atau sebesar 87.7% dari keseluruhan penduduk di
Indonesia (BPS, 2021), baik potensi secara produktif maupun konsumtif dimana
keduanya memberikan kontribusi pasar serta pertumbuhan ekonomi yang besar.
Namun disisi lain tingkat kemiskinan di Indonesia dikategorikan mustahik
sebanyak 26.420.000 jiwa atau 9,78%, sedangkan di provinsi Banten terdapat
sejumlah 775.990 jiwa atau 5,92% di bawah garis kemiskinan dengan pendapatan
Rp.508.091/kapita/bulan (BPS, 2020). Adanya kenaikan jumlah tersebut salah
satunya terdampak dari pandemi Covid-19 dimana seluruh dunia merasakan
dampak negatifnya. Untuk itu perlu dilakukan stimulan agar tingkat kemiskinan
dijaga agar kegiatan perekonomian secara bertahap pulih.
Dari aspek kegiatan ekonomi, dimana salah satunya keuangan mikro syariah
pada tahun 2020 menunjukkan kontribusinya sebesar 31.26% dari total pelaku
usaha kecil menengah, dengan kata lain dengan pencapaian sebanyak 4.230.000
pelalu usaha dari total 13.350.000 orang melalui 80 lembaga keuangan mikro
syariah dengan aset Rp.490.200.000.000,- (OJK, 2021) dan 4.169 koperasi simpan
pinjam syariah dengan aset Rp.17.628.000.000.000,- (Kemenkop, 2021). Data
tersebut menggambarkan potensi dan layanan keuangan mikro syariah secara
pangsa pasar perlu diupayakan melalui berbagai jalur kebijakan makro sehingga
laju pertumbuhannya memberikan dampak nyata bagi kalangan masyarakat
kurang mampu atau miskin.
Sebagai salah satu perwujudan dalam mencapai perekonomian yang sejahtera
dan adil bagi seluruh rakyat Indonesia, sejak tahun 2017 Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) menerbitkan tentang peraturan tentang lembaga keuangan mikro
syariah/LKMS–bank wakaf mikro/BWM yang bertujuan dalam memperluas akses
dana atau modal serta pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah serta

1
belum memiliki layanan pada perbankan atau lembaga formal lainnya. Hal
tersebut menjadi harapan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
mengurangi ketimpangan (gap) ekonomi dan sosial. Selain itu juga diberikan
pelatihan dan pendampingan usaha sehingga dapat dirasakan maksimal manfaat
dari bank wakaf mikro ini.
Salah satu latar belakang bank wakaf mikro terbentuk, Nugroho dan Hilal
(2020) menilai bahwa peran bank syariah dan badan wakaf Indonesia serta
regulasinya tidak efektif. Untuk itu pemerintah berinovasi mendirikan bank wakaf
mikro, walaupun masih terkendala pada pembentukan jalur kelembagaan dan
sumber dana dikatakan melanggar rukun wakaf serta nama dianggap sebagai
merek saja tanpa aplikasi wakaf.
Selain itu semakin lebarnya mobilisasi renternir atau lintah di setiap tempat,
hal senada dikatakan Sitepu (2020) dengan melakukan pinjaman kepada renternir
pada umumnya orang miskin akan terlilit hutang secara berkepanjangan karena
penghasilan mereka sangat kecil sehingga dapat dikatakan ketika membayar
angsuran sama dengan menyerakan seluruh penghasilan hari itu dan berimplikasi
akan membayar dengan pinjaman baru atau menjual aset. Untuk itu bank wakaf
mikro menjadi jalar keluar, menurut Rozalinda dan Nurhasnah (2020) program
bank wakaf mikro memiliki peran penting dalam membebaskan masyarakat
berpenghasilan rendah dari renternir dan telah mampu meningkatkan kondisi
perekonomian masyarakat sekitar.
Pada masa pandemi Covid-19 dimana hampir seluruh sendi kehidupan sosial
dan ekonomi mengalami keterbatasan dan perlambatan, dimana Nurgrahana dan
Zaki (2020) menjelaskan bahwa bank wakaf mikro tetap memiliki peran positif
antara lain dengan mendata nasabah yang terdampak Covid-19, melakukan
relaksasi pembiayaan atau angsuran, pembayaran angsuran yang dipermudah dan
mendorong pemberian layanan media online dalam rangka pengembangan usaha.
Ketiga faktor di atas antara lain kurang optimalnya koordinasi perbankan
syariah dan badan wakaf Indonesia, masih banyaknya renternir yang hadir di
kawasan masyarakat miskin dan terdampaknya masyarakat miskin atas kredit
macet dalam kondisi pandemi Covid-19 pada aktivitas ekonomi dan pembiayaan

2
mikro. Sebagai strategi kehadiran bank wakaf mikro menjalankan tugas dan
fungsinya sebagai cara alternatif melalui instrumen kebijakan otoritas jasa
keuangan yang mendorong agar masyarakat miskin memiliki akses ekonomi
melalui akses layanan keuangan tanpa membebani atau memberatkan masyarakat
serta menghindari renternir.
Dalam melakukan kegiatannya menurut Arinta dkk, (2020) bank wakaf mikro
hadir sebagai lembaga keuangan syariah bertujuan membantu akses permodalan
bagi usaha kecil mikro yang mendapat kesulitan pendanaan dari bank. Adapun
skema pembiayaan didasarkan atas tolong menolong tanpa anggunan yang
biasanya menggunakan akad qardh dengan legalitas fatwa dewan syariah nasional
majelis ulama Indonesia sehingga terjamin baik syariat dan legalitas hukumnya.
Pentingnya strategi bank wakaf mikro melakukan sosialisasi kepada
masyarakat secara luas di daerahnya akan memberikan akses ekonomi yang lebih
luas, bukan hanya pada akses layanan keuangan tetapi pendampingan dan
pelatihan melalui sistem renteng bersama dengan kelompok kecil (KUMPI) yang
terdiri atas beberapa orang menjadi modal penting berjalannya akses ekonomi
tersebut terlebih resiko kredit macet sangat kecil. Kemudian cicilan dibayarkan
seminggu sekali sekaligus adanya kegiatan pertemuan mingguan serta
pengawasan melalui otoritas jasa keuangan yang melakukan koordinasi antara
instansi antara lain pondok pesantren, kementerian koperasi dan lembaga amil
zakat.
Adapun menurut OJK (2017) bahwa keunggulan bank wakaf mikro antara
lain dengan memberikan kegiatan pendampingan serta pelatihan, tanpa bunga,
modal tanpa jaminan, non deposito taking, bagi hasil terendah sama dengan 3%
pertahun, mempromosikan literasi dan inklusi keuangan, konsep tanggung
renteng, mengurangi kemiskinan dan ketimpangan serta menghindari jeratan
renternir. Untuk itu perlu langkag strategis yang dilakukan bank wakaf mikro
untuk memperluas sasaran dan tujuannya sehingga efektivitas memberikan
dampak bagi kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat miskin produktif.
Dalam upaya mempertahankan atau menjaga nasabah atau KUMPI sebagai
program berkelanjutan, dimana bank wakaf mikro perlu mempersiapkan strategi

3
keputusan efektif sebagai sebuah lembaga keuangan, peran nasabah bukan hanya
ketika dalam masa pembiayaan atau cicilan tetapi setelah lunas harus tetap
melakukan pendampingan dan pelatihan sehingga memberikan pengaruh yang
lebih luas (multiplayer effect) terhadap spesifikasi dan produk yang dihasilkan.
Dengan demikian, apakah bank wakaf yang ada di provinsi Banten telah
menjalankan peran strategisnya sebagaimana yang diatur dalam edaran otoritas
jasa keuangan yang membahas lembaga keuangan syariah mikro-bank wakaf
mikro.
Sebagai langkah sinergitas bank wakaf mikro ini difokuskan antara lain pada
pondok pesantren dengan melakukan model bisnis keuangan mikro atas
pertimbangan memiliki keragaman adat dan budaya, keagamaan serta loyalitas
sehingga secara kelembagaan bank wakaf mikro mempunyai tujuan yakni menjadi
lembaga yang lebih mandiri dan efisien dalam keuangan dan memberikan
kontribusi memiliki bagi pendampingan, pemberdayaan dan pelayanan usaha
mikro kecil kepada masyarakat miskin (BI, 2021).
Potensi sumberdaya lembaga pendidikan pondok pesantren di Indonesia
menunjukkan 27.722 pondok pesantren dengan 4.175.555 santri seluruh
Indonesia, sedangkan di provinsi Banten terdapat 4.794 pondok pesantren dengan
284.527 santri yang tersebar di 4 kabupatan dan 4 kota di Banten (Kemenag,
2020). Hal tersebut didukung dengan jumlah perguruan tinggi Islam yang tersebar
di Indonesia antara lain perguruan tinggi Islam negeri sebanyak 58 buah dan 828
perguruan tinggi Islam swasta, sedangkan di Banten terdapat 2 perguruan tinggi
Islam negeri dan 13 perguruan tinggi Islam swasta (Kemdikbud, 2020).
Dilihat dari potensi pondok pesantren dan perguruan tinggi memiliki
tanggungjawab dalam melakukan kerjasama dan sinergitas perbaikan bank wakaf
mikro baik secara kinerja maupun sumberdayanya. Adanya bentuk kemitraan
antara lembaga pendidikan dan dunia usaha yaitu pondok pesantren dengan
perguruan tinggi akan memberikan penguatan internal dan eksternal dalam
prosesnya hingga mencapai hasilnya. Tujuan kemitraan dilakukan semata untuk
meningkatkan pemberdayaan usaha yang meliputi manajemen, produk, pemasaran
dan teknis dengan harapan menjaga keberlangsungan usaha dan melepaskan diri

4
dari ketergantungan orang lain (Tohar, 2000). Untuk itu kepentingan antara
pesantren dan perguruan tinggi saling membutuhkan, menurut Iskarimah (2017)
kemitraan antara pesantren dan perguruan tinggi bersifat mutualistik dimana
saling menguntungkan satu dengan lainnya terllihat dari praktek yang memiliki
kesamaan visi dan misi dalam bidang pendidikanm ekonomi dan keagamaan serta
kemitraan semu melalui komunikasi dan komitmen yang kuat.
Dalam pengembangan dan potensi di pesantren menurut Zayanie dkk, (2019)
adanya potensi ekonomi kreatif yang sedang berjalan hingga saat ini ditandai
dengan permintaan dari pelanggan untuk menambah jumlah dana juga meningkat
sehingga perlunya variasi atau diversifikasi program yang memiliki potensi bisnis
yang prospektif. Dalam rangka mewujudkannya pentingnya manajemen strategi
yang dilakukan bank wakaf mikro sebagai langkah mencapai tujuan pendiriannya.
Perbaikan kinerja bank wakaf mikro yang dioperasionalisasi pondok
pesantren menurut Fatira dan Nasution (2019) dapat dilakukan dengan
peningkatan sumberdaya manusia baik manajemen dan akuntasi, pengelolaan
kelembagaan ekonomi yang profesional berbasis syariah serta membangun
jejaring. Dalam tercapainya potensi besar dalam bisnis dan pemasaran. Hal senada
diungkap Harahap dkk, (2019) menunjukkan bahwa peran bank wakaf mikro
syariah yang dilaksanakan oleh pesantren mempunyai peranan guna
memberdayakan masyarakat melalui pemberian pinjaman modal usaha,
melepaskan diri dari jeratan lintah darat atau renternir yang memberlakukan
sistem bunga (riba) dan mendapat kajian keagamaan dan kesejahteraan bagi
masyarakatnya.
Manfaat atau dampak dari bank wakaf mikro menurut Ramadhan dan
Sukmana (2019) menjelaskan bahwa ada perbedaan baik sebelum dan setelah
mendapat dana bank wakaf mikro, dimana selain bertambahnya keuntungan,
adanya pembinaan spritual, pembinaan manajerial, orientasi pasar dan
pendampingan bisnis. Kemudian Sukmana dan Safitri (2019) menjelaskan bahwa
pembiayaan bank wakaf mikro memberikan dampak positif dan efektif dalam
menurunkan tingkat kemiskinan yang ditandai dengan nilai pembiayaan dan
pendampingan bisnis. Pendapat lain, Disemadi dan Roisah (2019) bank wakaf

5
mikro sebagai mediator peningkatan layanan dana dalam skala mikro bagi
masyarakat dengan usaha kecil, mikro dan menengah serta mengupayakan
perekonomian dan produktivitas yang berorientasi pada pendapatan serta
kesejahteraan masyarakat. Dampak positif yang telah diuraikan memberikan andil
dalam mengurangi kemiskinan dan membuka peluang atau kesempatan kerja
sehingga setiap masyarakat melakukan aktivitas ekonomi yang produktif untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam setiap proses pembiayaan terdapat masalah yang dihadapi, Nurjamil
dkk, (2019) mengungkapkan adanya permasalahan pembiayaan bank wakaf mikro
antara lain pada tahap penagihan intensif, penjadualan ulang (reschedule),
persyaratan ulang atau penataan ulang serta yang paling akhir adalah musyawarah
dan media dengan kumpi sehingga penyelesaiannya tidak perlu pada tingkat
pengadilan agama. Dengan berbagai permasalahan yang timbul di lapangan, bank
wakaf mikro telah memberikan peran besar bagi konsolidasi masyarakat miskin
untuk keluar dari zona miskinnya melalui kegiatan produktif sehingga secara
bertahap akan mencapai tingkat kesejahteraan tertentu.
Berdasarkan data bank wakaf mikro nasional dan provinsi Banten
menunjukkan adanya tren meningkat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 1.1: Kinerja Bank Wakaf Mikro Nasional dan Provinsi Banten
No Kinerja Nasional Provinsi Banten
2021* 2018 2019 2020 2021*
1 Jumlah 63 M 2.1 M 4.7 M 5.6 M 6.4 M
Pembiayaan
Kumulatif
2 Jumlah 12.6 M 900 Jt 1M 606 Jt 1,1 M
Pembiayaan
Outstanding
3 Jumlah Nasabah 42.7 Rb 1.5 Rb 2.7 Rb 3.1 Rb 3.5 Rb
Kumulatif
4 Jumlah Nasabah 12.2 Rb 1 Rb 900 616 747
Outstanding
5 Jumlah Kumpi 4.7 Rb 158 247 251 245
6 Jumlah BWM 56 3 3 3 3
7 Jumlah Produk - 9 9 9 9
Binaan
* Data Sementara
Sumber Data: (Bank Wakaf Mikro, 2021)

6
Tabel 1.1 di atas menjelaskan bahwa dengan adanya pandemi Covid-19 pada
jumlah pembiayaan outstanding dan jumlah nasabah outstanding pada tahun 2020
menurun dibanding tahun sebelumnya 2019 yaitu dengan pembiayaan sebesar
Rp.606.000.000 dan nasabah sebanyak 616 orang, artinya setiap nasabah
mendapatkan pembiayaan Rp.1.000.000,-. Namun data sementara 2021
menunjukkan instrumen kinerja bank wakaf mikro sebagai berikut:
Tabel 1.2: Kinerja Bank Wakaf Mikro di Provinsi Banten Tahun 2020
No Kinerja BWM BWM El BWM
An- Manahij Lan
Nawawi Taburo
1 Jumlah Pembiayaan Kumulatif 1,1 M 2,2 M 2,4 M
2 JumlahPembiayaan Outstanding 323,4 Jt 459,3 Jt 568,4 Jt
3 Jumlah Nasabah Kumulatif 1,1 Rb 1,1 Rb 1,2 Rb
4 Jumlah Nasabah Outstanding 222 171 354
5 Jumlah Kumpi 84 93 77
6 Jumlah Produk Binaan 3 3 3
Sumber Data: (Bank Wakaf Mikro, 2021)

Terlihat dari tabel 1.2 yang menunjukan sejak awal berdiri tahun 2018-2021
jumlah produk binaan yang dilakukan oleh ketiga bank wakaf mikro di Banten
masing-masing berjumlah tiga produk, antara lain kue, makanan ringan, pisang
molen, mie tiaw goreng, kerupuk, rempeyek, keripik pisang dan buket bungan
panel. Namun belum memanfaatkan sumberdaya lokal atau ciri khas dari masing-
masing daerah untuk melakukan variasi produk sehingga memberi potensi pasar
dan brand image yang lebih kuat.
Dari penjelasan dan kajian pendahuluan di atas, yang menjadi perbedaan
rencana penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu melihat bank wakaf
mikro sebagai terobosan (ijtihadiyah) dalam mencari upaya memanfaatkan wakaf
dengan usaha produktif dengan pendekatan teori kesejahteraan yang melibatkan
pondok pesantren sebagai operator serta kontribusinya terhadap masyarakat
miskin di provinsi Banten.
Penelitian ini, pertama akan menganalisis dampak bank wakaf mikro
terhadap kesejahteraan masyarakat pondok pesantren dengan model quadran
CIBEST, pada penelitian sebelumnya Safitri dan Sukmana (2019) melihat

7
efektifitas bank wakaf mikro dalam mengurangi kemiskinan dengan data kuatitatif
melalui kuesioner dan analisi uji t yang menggunakan variabel realisasi nilai
pembiayaan sebagai variabel dependen sedangkan kemiskinan yang dilihat dari
pendapatan nasabah sebagai variabel independen serta model CIBEST.
Kedua, akan menganalisis manajemen strategi tiga bank wakaf mikro
berdasarkan analisis SWOT, AFE dan AFI dan membandingkannya, penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Mutmainnah dan Afif (2020) tentang strategi
pengelolaan dan distribusi dana di bank wakaf mikro Almuna dengan data
kualitatif, pengumpulan data dengan triangulasi serta analisis data dengan SWOT,
IFAS dan IFAS.
Ketiga, akan menganalisis model kemitraan yang dilakukan pondok pesantren
dengan perguruan tinggi dalam meningkatkan kualitas kinerja bank wakaf mikro
karena dalam satu yayasan terdapat perguruan tinggi Islam swasta menggunakan
metode triangulasi. Adapun penelitian sebelumnya Iskarimah (2017) menjelaskan
bahwa model kemitraan antara pondok pesantren dengan perguruan tinggi
menghasilkan kemitraaan mutualistik dan semu, dimana mutualistik saling
menguntungkan dikarenakan memiliki visi, misi dan keagamaan yang sama,
sedangkan kemitraan semu yang terjalin dari komunikasi dan komitmen yang
sama yang dianalisis dengan metode triagulasi.
Metode penelitian menggunakan metode campuran bertahap (sequential
mixed method) dengan strategi eksplanatori sekuensial. Objek penelitian diambil
seluruh bank wakaf mikro yang ada di Banten berjumlah tiga lembaga. Teknik
sampling menggunakan rumus slovin dengan simple purposive.

1.2. Rumusan Masalah


Tantangan melebarkan sayap pada lembaga keuangan mikro syariah/LKMS-
bank wakaf mikro/BWM di provinsi Banten dihadapkan seberapa besar manfaat
dan dampak terhada masyarakat miskin sekitar pondok pesantren, belum
meluasnya pemahaman tentang prinsip wakaf secara konseptual dan praktis
dimasyarakat, rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakatn sekitar pondok
pesantren, rendahnya manajemen dan akuntabilitas sumber daya manusia di bank

8
wakaf mikro, masih tinggi tingkat kemiskinan, belum menggunakan strategi
pengembangan yang tepat dalam pengambilan keputusan, tingkat kepercayaan
masih rendah, kurangnya sinergi pondok pesantren dengan perguruan tinggi,
tingginya mobilitas renternir dikalangan masyarakat miskin dan masih terbatasnya
produk binaan bank wakaf mikro.
Berdasarkan pendapat dan latar belakang di atas, peneliti menyusun rumusan
masalah antara lain:
1. Bagaimana dampak bank wakaf mikro terhadap kesejahteraan masyarakat
pondok pesantren?
2. Bagaimana manajemen strategi bank wakaf mikro meningkatkan
kesejahteraan pelaku usaha mikro?
3. Bagaimana model kemitraan pondok pesantren dan perguruan tinggi dalam
meningkatkan peran bank wakaf mikro?

1.3. Tujuan Penelitian


Mengulas pada rumusan yang disusun sebelumnya, maka ditetapkan tujuan
penelitian sebagai berikut:
1. Menganalisis dampak bank wakaf mikro terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat pondok pesantren.
2. Menganalisis manajemen strategi bank wakaf mikro dalam meningkatkan
kesejahteraan pelaku usaha mikro.
3. Mengetahui model kemitraan pondok pesantren dengan perguruan tinggi
dalam meningkatkan kualitas kinerja bank wakaf mikro.

1.4. Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian yang akan
didapatkan sebagai berikut:
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan penguatan
lembaga keuangan mikro syariah-bank wakaf mikro dan meningkatkan
kesejahteraan serta menurunkan kemiskinan.

9
b. Manfaat praktis
Penelitian ini dalam penerapan praktisnya dapat memberikan harapan dan
manfaat bagi berbagai pihak sebagai berikut:
1. Untuk penulis
Menambah pengetahuan penulis tentang praktek dan strategi
pengembangan lembaga keuangan syariah dan bank wakaf mikro bagi
masyarakat luas.
2. Untuk akademik
Hasil penelitian ini dapat menjadi penguatan dan pemberdayaan
ekonomi pondok pesantren, perguruan tinggi dan pemerintah sehingga
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1. Konsep Wakaf


Dalam pengertian kata wakaf jamaknya menjadi (awqaf) pada dasarnya untuk
mencegah atau menahan, namun secara harfiah berarti kurungan atau penahanan.
Hal ini ditegaskan oleh Alabij (2004) dalam istilah syarat bahwa wakaf adalah
menahan harta benda yang dapat diambil gunakan manfaatnya tanpa
menghabiskan, merusak atau menghabiskan harta benda tersebut yang bertujuan
untuk kebaikan orang banyak.
Menjelaskan konsepsi wakaf yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist
terdapat dalam Al-Baqarah ayat 26 yang artinya “perumpamaan (nafkah yang
dikeluarkan) oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah
serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada setiap bulir
terdapat seratus biji. Sesungguhnya Allah melipatgandakan pahala bagi siapa
yang dikehendakin dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui”,
(QS.2:26).
Di ayat lain dijelaskan dalam Al-Imran ayat 92 yang artinya “Kamu sekali-
kali tidak akan sampai kepada kebajikan yang sempurna sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”, (QS.3:92).
Dalam hadist dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah bersabda “apabila
seorang manusia mati maka terputuslah pahala amal perbuatannya kecuali tiga
perkara yaitu sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh
yang berdoa untuk orang tuanya”, (HR, Muslim: Shahih No.1631).
Dalam aspek hukum kenegaraan sebagaimana terdapat pada UU No.41/2004
tentang wakaf menjelaskan bahwa perbuatan hukum bagi seseorang yang akan
mewakafkan (wakif) guna memisahkan diri atau memberikan sebahagia untuk
digunakan selamannya atau dalam masa perjanjian waktu tertentu seseuai dengan
kepentingan banyak orang antara lain bagi keperluan kegiatan ibadah, kegiatan

11
sosial dan manfaat kesejahteraan untuk masyarakat luas berlandaskan sesuai
prinsip syariah.
Berdasarkan tujuannya, sikap berwakaf menjadi amalan kebaikan yang
menjadi karakter implementatif dalam kehidupan sosial baik khusus atau umum.
Untuk itu terdapat tujuan umum yaitu memiliki fungsi sosial, menyantuni dan
menolong yang lemah sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah sehingga
akan membantu terhadap kehidupan perekonomian serta interaksi antar manusia
dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan tujuan khusus tersedianya, fasilitas,
sarana prasarana yang dimanfaatkan bagi kepentingan umum yang diharapkan
mewujudkan kesejahteraan bersama dalam semua aspek antara lain ibadah dan
muamalah (Direktorat Wakaf, 2007).
Dengan demikian secara konsepsi wakaf dikatakan suatu niat yang
diimplementasikan dari wakif kepada nazir baik perorangan ataupun lembaga
yang disertai dengan sesuatu berupa barang yang dapat dikelola untuk menfaat
dan mashlahat yang lebih luas baik dalam jangka pendek ataupun panjang.
2.1.1. Unsur-Unsur Wakaf
Sebagai bagian dari persyaratan wakaf, maka diperlukan unsur-unsur yang
dipenuhi berdasarkan UU Wakaf No.41/2024 antara lain: wakif (individu,
organisasi dan badan hukum) dan nazhir (warga negara Indonesia, beragama
Islam, dewasa, sehat jasmani dan rohani, tidak berada dalam tekanan dan
beralamat atau berdomisili di lokasi benda diwakafkan).
Adapun syarat menjadi nazhir berbadan hukum sebagai berikut sesuai syarat
menjadi nazir individu, badan hukum yang telah disahkan pemerintah dan badan
hukum konsern dengan bidang pendidikan, keagamaan, sosial dan
kemasyarakatan. Sedangkan syarat menjadi nazir bentuk organisasi antara lain
sesuai syarat menjadi nazir individu dan gerak organisasi dibidang pendidikan,
keagamaan, sosial dan kemasyarakatan.
Suatu harta benda wakaf akan dikatakan menjadi sah menjadi benda wakaf
apabila harta benda yang diwakafkan dapat bersifat bergerak ataupun tidak
bergerak yang memiliki nilai guna atau manfaat serta harta benda yang halal serta

12
sah diwakafkan oleh wakif yang benar-benar sah yang dimanfaatkan bagi orang
banyak.
Adanya pengakuan atau pernyataan berupa ikrar, dimana ikrar wakaf menjadi
penyataan baik secara perkataan (lisan) atau tertulis oleh wakif yang diketahui
secara lahir dan batin dengan memberikan sebagian harta untuk diwakafkan.
Manfaat yang dihasilkan atas wakaf tersebut tidak secara langsung diserahkan
pada wakif akan tetapi dialihkan kepada kegiatan umat seperti keagamaan,
kesehatan sosial, pendidikan dan ekonomi.
Dalam pandangan fiqh, dalam proses pengamalan wakaf ada bentuk respon
atau sikap tinggi yang diberikan oleh Islam terhadap penyembahan kepada Allah
yang juga memiliki nilai sosial tersebut. Lebih dari itu, wakaf merupakan
perwujudan dari rasa keimanan yang kuat dan rasa persaudaraan yang kuat antara
satu sama lain, karena unsur wakaf dapat memperkuat perekonomian umat Islam
untuk mencapai kesejahteraan bersama dalam kehidupan kelangsungan hidupnya.
Dengan demikian syarat atau unsur yang harus dipenuhi dalam wakaf
sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang tentang wakaf termasuk
didalamnya tertuang dalam fiqih wakaf yang diterbitkan oleh direktorat wakaf
kementerian agama RI.
2.1.2. Wakaf Uang
Istilah wakaf uang saat ini dengan “cash waqf” atau dana abadi dengan
menghimpun dana yang berasal dari sumber sah serta halal, setelah hasil
penghimpunan dana tersebut direinvestasikan dengan tingkat penjagaan yang
tinggi agar nilai pokoknya abadi atau tidak berubah dari penyusutan melalui
lembaga penjamin syariah.
Salah satu jenis wakaf antara lain wakaf uang, menurut Hasan (2011) adalah
melakukan kegiatan perwakafan melalui uang tunai, kemudian dapat
diinvestasikan ke berbagai sektor usaha ekonomi guna menghasilkan manfaat
serta meningkatkan pelayanan sosial dan kepentingan banyak orang. Kebijakan
wakaf di Indonesia dimana pengertian wakaf secara khusus berupa uang baik
langsung ataupun tidak langsung melalui peraturan lembaga keuangan syariah
atau kementerian agama. Tentunya dalam pengelolaan wakaf uang ini, dimana

13
pihak yang mengelola akan mendiversifikasikan dalam bentuk produk jasa dan
kemudian dijamin keamanan dan keutuhan wakaf uangnya melalui lembaga
penjamin simpanan dan lembaga ansuransi syariah yang ada.
Dari penjelasan di atas, maka praktek wakaf uang atau tunai menjadi penting
dilaksanakan antara lain: pada aspek keamanan dari penyusutan dengan upaya
mewujudkan kekekalan pokok nilai uang yang dijadikan benda wakaf (mauquf)
yang diperuntukkan kepada orang yang menerima wakaf (mauquf ‘alaih).
Kemudian pada aspek peninvestasian dana abadi tersebut harus produktif dengan
menjelaskan keberadaan sasaran wakaf yang jelas, benar dan tepat sasaran.
2.1.3. Wakaf Produktif
Sebagai bagian dari wakaf, maka wakaf produktif memiliki tujuan yang jelas
dimana yang menerima wakaf harus mampu mengelola dengan baik secara
produktif dan memberi manfaat yang luas tanpa mengurangi nilai wakaf tersebut.
Pada pengertian lain, wakaf produktif dimana harta benda atau bentunya pokok
tetap yang diwakafkan dapat dimanfaatkan dalam kegiatan produksi serta hasilnya
dapat dimanfaatkan dan disalurkan dengan tujuan wakaf, sebagai contoh wakaf
tanah untuk pertanian, mata air untuk diambil airnya (Qahar, 2005).
Untuk itu distribusi produktif wakaf ini menjadi penting agar tercipta rasa
keadilan dari suatu nilai yang abstrak tetapi menuntut suatu tindakan yang jelas
dan positif. Hal ini menunjukkan adanya transfer atau pemberian harta benda
sangat dicintai untuk manfaat yang lebih luas. Dengan demikian si wakif dituntut
keikhlasannya agar harta yang diberikannya dapat memberi manfaat yang luas
karena keluasaan ekonomi yang dimilikinya merupakan Rahman dan Rahim Allah
yang sangat tinggi (Djunaidi & Asyhar, 2007).
Dalam pengelolaan wakaf produktif tentunya dapat memberikan pembinaan
dan pelayanan terhadap sejumlah harta yang dikhususkan untuk merealisasikan
tujuannya memperolah manfaat yang sebesar-besarnya. Maka tujuan pengelolaan
wakaf antara lain mencapai peningkatan kelayakan produksi pada harta wakaf
sehingga mencapai manfaat yang maksimal kepada banyak orang, melindungi
pokok harta wakaf dengan melakukan pemeliharan dan perbaikan yang baik
sehingga nilai investasinya tidak berkurang, melaksanakan distribusi hasil wakaf

14
dengan baik pada tujuan wakaf yang ditentukan, berpegang teguh pada prinsip
syariha perwakafan untuk memberi penjelasan kepada wakif dan dermawan serta
melahirkan wakaf-wakaf produktif baru lainnya (Choiriyah, 2017).
Dalam prinsip akad wakaf produktif di bank wakaf mikro, Faujiah (2020)
menjelaskan bahwa akad qardul hasan dilaksanakan atas dasar sosial,
kemanusiaan dan kesejahteraan bersama dengan cara membantu memberi modal
usaha, hak ini menjadi salah satu pilihan bagi yang membutuhkan pinjaman dana.
Namun dilain sisi, apabila penerima hutang ingin bersedekah maka tidak
ditentukan oleh pihak pemberi hutang melainkan atas kesadaran diri sendiri.
Selain itu prinsip lain sebagaimana diungkap Apriliawan dkk, (2021) bahwa
wakaf produktif dengan bank wakaf mikro telah memberi peran dalam
kesejahteraan masyarakat yang didukung dengan pelaksanaan maqasid syariah
berupa perlindungan agama (hifdzu ad-din), perlindungan jiwa (hifdzu an-anfs),
perlindungan akal (hifdzu aql), perlindungan keturunan (hifdzu an-nashl) dan
perlindungan harta (hifdzu mal).
Dalam pelaksanaan wakaf produktif dengan bank wakaf mikro selain hak
materil, Attamimi dkk, (2019) menjelaskan adanya hak privasi yang terdiri atas
rahasia nasabah, dana nasabah dan advokasi terhadap nasabah. Kemudian hak
spiritual merupakan hak keagamaan yang terkait dengan kebebasan masyarakat
untuk menjalankan muamalah berdasarkan agamanya yang telah diatur dalam
akad-akad pembiayaan sesuai dengan fatwa dewan syariah nasional majelis ulama
Indonesia.
Dalam kasus di Malaysia sebagaimana yang diungkap Mahat dkk, (2020)
dimana wakaf produktif mikro sebagai program yang layak, praktis dan secara
bersama menerima respon dari nasabah. Untuk itu ruang geraknya dalam wakaf
mikro membantu mengatasi kesulitan nasabah sehingga menjadi solusi dari
terbatasnya akses pembiayaan sehingga wakaf mikro akan meningkatkan
kesadaran masyarakat akan konsep wakaf.
Dengan tujuan kegiatan ekonomi produktif untuk meningkatkan
kemashlahatan yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk diataranya
pemenuhan kebutuhan manusia secara langsung maupun tidak langsung, bersifat

15
moderat, menyediakan barang dan jasa dan pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial
dan ibadah kepada Allah (Hadi, 2020). Dengan demikian undang-undang wakaf
termasuk didalamnya wakaf uang dan wakaf produktif koheren dengan teori
ekonomi produktif.

2.2. Lembaga Keuangan Mikro Syariah


Istilah lembaga keuangan mikro (LKM) dan lembaga keuangan mikro syariah
(LKMS) merupakan bentuk yang sama tetapi yang membedakannya adalah
dengan prinsip syariah yang terintegrasi dalam produk barang dan jasa, akad
pembiayaan dan operasionalnya serta memberikan pelayanan melancarkan sistem
pembiayaan semua sektor keuangan mikro dengan memfokuskan pada praktek
ekonomi Islam dengan cara menghindari riba, gharar dan maisir.
Pengertian lain Nurianto (2012) menjelaskan sebagai lembaga keuangan yang
fokus kegiatan utamnya dengan penghimpunan dana masyarakat melalui tabungan
simpanan atau depositi serta mendistribusikan kembali kepada masyarakat dalam
bentuk pembiayaan yang berpegang pada prinsip syariah melalui mekanisme
dunia perbankan.
Jadi lembaga keuangan mikro syariah secara konseptual adalah organisasi
yang mencakup dua jenis kegiatan sekaligus termasuk penggalangan dana dari
berbagai sumber yaitu zakat, infaq dan shodakah serta lainnya. Selain itu juga
bertujuan untuk mengembangkan perusahaan yang ramah bisnis dan investasi
berdasarkan prinsip syariah dalam rangka meningkatkan kualitas ekonomi pemilik
usaha kecil dalam memerangi kemiskinan sehigga kemiskinan dapat dikurangi
dengan kegiatan berbasis nilai. Pada akhirnya akan menambah produktivitas yang
baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis sumber daya manusia (Ilmy,
2002).
Pengertian lain dijelaskan Darsono dan Ali (2017), dimana lembaga keuangan
yang menggambungkan motif keuntingan dan sosial nirlaba dalam kegiatan
utamanya yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Adapun sifat usaha yang
dilakukan berfokus pada bisnis profesional sehingga mencapai tingkat efisiensi
sehingga mampu memberi bagi hasil bagi deposannya dan meningkatkan

16
kesejahteraan pengelola dan anggotanya. Dalam sifat sosialnya bertujuan pada
peningkatan kehidupan anggota dan masyarakat sekitar yang membutuhkan
(Darsono & Ali, 2017).
Dari paparan di atas, maka lembaga keuangan mikro syariah dalam
menjalankan aktifitas operasionalnya tidak terlepas dari fungsinya sebagai
koperasi syariah sama dengan koperasi konvensional lainnya dengan
melaksanakan perangkat dan tugasnya antara lain rapat anggota tahunan,
rapat pengurus dan rapat pengawas. Dimana dalam rapat anggota tahunan
menjadi kedudukan paling tinggi dalam pengambilan kebijakan atau
keputusan dalam lembaga koperasi syariah ataupun konvensional. Kemudian
dalam koperasi adanya pengurus merupakan seseorang yang diberi amanah
untuk menjalankan hasil rapat anggota sedangkan fungsi pengawas
melakukan pengawasan terhadap kinerja pengurus yang menjalankan
tugasnya di koperasi.

2.3. Bank Wakaf Mikro


Bank wakaf mikro merupakan sebuah lembaga keuangan mikro syariah yang
terfokus pada pembiayaan masyarakat berpenghasilan rendah atau mustahik
dengan prinsip syariah. Lembaga ini telah diresmikan di bulan Oktober 2017 oleh
OJK. Dalam operasionalisasi OJK mengajak kerjasama dengan pondok pesantren
sedangkan dalam pengeloaan dan distribusi modal pembiayaan bekerja sama
dengan lembaga amil zakat nasional (Laznas) dengan membentuk lembaga
keuangan mikro syariah.
Kemudian OJK memfasilitasi pembuatan model bisnis bank wakaf mikro
dengan platform LKMS. Bank wakaf mikro berbadan hukum koperasi jasa
dengan mengantongi izin usaha sebagai lembaga keuangan mikro syariah
sehingga pengawasannya berada di bawah OJK bidang industri keuangan non
bank. Tujuan pendirian bank wakaf mikro ini untuk menyediakan layanan atau
akses dana permodalan bagi msyarakat berpenghasilan rendah yang belum
memiliki jaringan kepada lembaga keuangan formal. Adapun potensinya dapat

17
meningkatkan taraf hidup masyarakat serta mengurangi ketimpangan dan
kemiskinan di masyarakat.
Langkah kebijakan bank wakaf mikro yang diinisiasi dari pusat atau otoritas
jasa keuangan melalui pembangunan ekonomi dan keuangan syariah, hendaknya
pemerintah daerah menyusun dalam sebuah publikasi yang dapat diakses publik
berupa laporan yang sebagian terdiri dari aspek regulasi, data fundamental,
praktek bisnis, tantangan, peluang, investasi serta didalamnya sektor industri
halal, keuangan mikro syariah, keuangan sosial syariah antara lain zakat, infak,
sodaqoh dan wakaf (ZISWAF), pendidikan ekonomi masyarakat serta
pemberdayaan ekonomi pondok pesantren (KNEKS, 2020).
Dalam menjalankan fungsinya menurut Fitri (2020) dimana bank wakaf
mikro mendukung masyarakat yang mengalami kesulitan pada akses pembiayaan
bank (unbankable) karena tidak memenuhi syarat yang dikenal ‘5C’s of Credit’
antara lain karakter, kapasitas, modal, kondisi dan jaminan. Namun dengan bank
wakaf mikro berupaya dengan tujuan peningkatan layanan pembiayaan skala
mikro, peningkatan pemberdayaan ekonomi, produktivitas masyaraat serta
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan rakyat miskin.
Kehadiran bank wakaf mikro Nur dkk, (2019) menjelaskan sebagai modal
usaha mengembangkan usaha serta pendampingan usaha termasuk pendampingan
religiusitas sehingga berdampak pada peningkatan jumlah produksi, pendapatan
dan laba serta mendorong terjadinya peningkatan kondisi ekonomi nasabah.
Pelibatan pondok pesantren dalam operasionalisasi bank wakaf mikro
Sulistiani dkk, (2019) sehingga dalam bank wakaf mikro menjadi dana yang
tersebar dan terserap ke masyarakat tetap terjaga intinya tanpa mengurangi
manfaatnya walaupun secara operasional dilaksanakan oleh pondok pesantren.
Namun penamaan bank wakaf mikro tapi badan hukumnya adalah koperasi
sedangkan izin usaha lembaga keuangan mikro syariah serta dibawah pengawasan
otoritas jasa keuangan.
Sebagai wujud peningkatan kesejahteraan, Disemadi dan Roisah (2019)
menjelaskan dimana bank wakaf mikro sebagai wadah meningkatkan akses
pendanaan skala mikro bagi masyarakat dan usaha mikro, kecil dan menengah

18
serta mendorong pemberdayaan ekonomi dan produktivitas dengan mengarah
pada peningkatan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat.
Dalam menjelaskan dan menggambarkan adanya integrasi wakaf dengan
lembaga keuangan mikro syariah model yang dikembangkan Amin dkk, (2015)
dapat menguraikan hubungan antara satu dengan lainnya diserta dengan manfaat
yang diterimanya.

Gambar 2.1: Model Integrasi Wakaf dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah
Sumber: (Amin dkk, 2015)

Dalam gambar di atas dapat dijelaskan beberapa interaksi yang didasari atas
komponen modil, dimana penomoran dan arah panah masing-masing menyiratkan
sebagai berikut:
(A). Dana wakaf dapat dimanfaatkan untuk mengurangi biaya modal
bertujuan memperluas kegiatan keuangan mikro syariah;
(B). Keuangan mikro syariah menawarkan perlindungan atau jaminan
(ansuransi syariah), pembiayaan program dan pengembangan
sumberdaya manusia;
(C). Kapasitas sumberdaya manusia yang didapati selanjutnya melengkapi
pelaksaanaan program yang tepat;
(D). Keberhasilan pelaksanaan program yang didanai diharapkan
berkontribusi terhadap pengentasan kemiskinan;

19
(E). Perlindungan ansuransi syariah akan mengurangi resiko pembiayaan
keluarga miskin.

Dengan demikian bank wakaf mikro menjadi alternatif bagi terwujudnya


proses distribusi kekayaan melalui wakaf tunai dan wakaf produktif dengan
memberikan akses manfaat yang lebih luas bukan hanya aspek ekonomi dan sosial
saja tetapi juga aspek spiritualitas atau religiusitas.

2.4. Konsep Kesejahteraan


Kegiatan perekonomian tidak lepas dari fungsi dan tujuan pasar itu sendiri
sehingga pada hakikatnya bukan hanya mendapatkan keuntungan dalam setiap
aktifitas ekonomi yang dilakukan. Dari interaksi personal atau kelompok dalam
aktifitas ekonomi yang berlaku dalam fungsi pasar dimana bertemunya penjual
dan pembeli dengan kesepakatan atau tingkat sepada maka mencapat
kesejahteraan bersama (pareto optimum). Namun dilain sisi sangat sulit dalam
perekonomian yang sejahtera ditandai dengan mekanisme pasar tetapi dilain sisi
kemakmuran menjadi penting dalam menjaga stabilitas sosial ekonomi.
Secara spasial Todaro dan Smith (2003) menjelaskan secara sederhana bahwa
masyarakat yang tidak sejahtera atau miskin umumnya bertempat tinggal di
daerah pedesaan dengan pencaharian pokok pertanain atau yang terkait dengan
sektor ekonomi tradisional. Konsep kemiskinan yang digunakan badan pusat
statistik yaitu dengan pendekatan moneter yang mengartikan kemiskinan sebagai
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan standar dasar baik makanan atau bukan
makanan. Kemudian untuk menjelaskan fenomena kemiskinan di Indonesia
ditetapkan kriteria kemiskinan dan garis kemisknan menurut BPS (2020), dimana
seseorang dikategorikan miskin memiliki pendapatan Rp.454.652/kapita/bulan,
sedangkan dikategorikan rumah tangga miskin dengan rata-rata jumlah anggota
keluarga 4,66 jiwa berpendapatan Rp.2.118.678/rumah tangga/bulan.
Untuk itu dalam kehidupan masyarakat, dimana tingkat kepuasan dan
kesejahteraan merupakan dua kata yang saling terkait. Dimana tingkat kepuasan
mengacu pada individu atau kelompok sedangkan kesejahteraan pada tingkat
komunitas secara umum. Untuk itu dalam pandangan kesejahteraan tidak bisa

20
terlepas dari aspek kemiskinan, menurut Pindyck dan Rubinfeld (2009) dimana
kemiskinan menjadi antitesisnya dari kondisi kesejahteraannya. Dengan demikian
tujuan dari setiap individu untuk mencapai kesejahteraan, namun ketika individu
gagal mencapai tingkat kesejahteraan menjadi miskin dalam pengertiannya. Pada
pandangan ini dimana menjelaskan kesejahteraan dan kemiskinan menggunakan
konsep keuntungan manfaat (marginal utility), dimana meningkatnya pendapatan
individu secara terus menerus maka kepuasan akan bertambang dengan semakin
banyak yang dikonsumsinya.
Menurut Friedlander, kesejahteraan sosial adalah pendekatan sistematis
terhadap pekerjaan dan organisasi sosial yang dirancang untuk membantu
individu dan kelompok mengakses perawatan sosial dan kesehatan yang memadai
serta hubungan untuk pertumbuhan, sedangkan kapasitas dan kesehatan sangat
erat kaitannya dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat (Fahrudin, 2012).
Pengertian kesejahteraan, Nasikun (2012) menjelaskan sebagai persamaan
konsep harkat kemanusiaan yang dilihat dari empat indikator antara lain
keamanan, kesejahteraan, kebebasan dan identitas. Dalam pemahaman
kemanusiaan indikator hak asasi untuk mendapatkan kenikmatan atau
kesejahteraan menjadi keinginan semua orang, namun hal ini bukan sebagai
tujuan ansih melainkan pada indikator atau parameter yang dilakukan dan
dirasakan seseorang. Adapun kesejahteraan mencakup pangan, pendidikan,
kesehatan, dan terkadang juga terkait dengan kesempatan kerja, perlindungan hari
tua dan kebebasan dari kemiskinan.
Pendekaan pembangunan ekonomi, menggunakan prinsip kesejahteraan dapat
dilihat melalui indikator moneter dan non-moneter, dimana menurut Arsyad
(2016) menjelaskan bahwa indikator moneter antara lain pendapatan perkapita dan
indikator kesejahteraan ekonomi bersih. Sedangan indikator non-moneter meliputi
indikator sosial, kualitas hidup dan pembangunan manusia (harapan hidup, melek
huruf, pendapatan riil perkapita) dan indikator campuran (pendidikan, kesehatan,
perumahan, perjalanan wisata).
Untuk itu dalam teori kesejahteraan yang dibangun Todaro dan Smith (2006),
dimana indikator yang dibangun kemudian diidentifikasi dan disederhanakan

21
menjadi rumus fungsi kesejahteraan W (welfare) dengan menggunakan
persamaan berikut:

W = W ( Y, I, P)
Ket:
Y = Tingkat Pendapatan Perkapita
I = Tingkat Ketimpangan (Gap)
P = Tingkat Kemiskinan Tetap (Absolut)

Pada rumus di atas dijelaskan bahwa asumsi kesejahteraan sosial dan


ekonomi berhubungan positif dengan pendapatan perkapita, tetapi yang menjadi
masalah jika berhubungan negatif dengan kemiskinan absolut maka akan
menghasilkan ketimpangan (gap). Sehingga dalam teori ekonomi kesejahteraan
penyelesaiannya adalah bagaimana mencapai keseimbangan (equlibrium) agar
optimalisasi dari kegiatan rumah tangga atau pendapatan menjadi optimal. Hal ini
menggunakan pendekatan moneter dimana tingkat pendapatan, kemiskinan dan
diferensiasinya untuk menjelaskan sejahtera atau tidaknya individu atau rumah
tangga.
Dalam perkembangan mengetahui parameter kemiskinan dan kesejahteraan
yang dikolaborasikan dengan perilaku beragama dalam perspektif Islam, adapun
parameter yang digunakan Beik dan Arsyianti (2015) menggunakan pendekatan
Central Islamics Business and Economics Studies (CIBEST) melalui
keseimbangan kebutuhan materi duniawi dan akhirat dengan formulasi indeks
kesejahteraan, indeks kemiskinan materi duniawi, indeks kemiskian dimensi
akhirat dan indeks kemiskinan absolut.
Untuk itu Brudeseth (2015) dalam pengertian kesejahteraan menjelaskan
sebagai kualitas dari kepuasan hidup dengan tujuan mengukur atau mengetahui
posisi anggota masyarakat dalam membangun keseimbangan hidup, materi,
bermasyarakat, emosi dan keamanan. Pandangan ini menjadi salah satu acuan
penilaian dalam sosial masyarakat sebagai stratifikasi dari kesejahteraan yang
diperolehnya.

22
Dengan demikian konsep kesejahteraan bukan hanya mementingkan
mensejahterakan diri sendiri melainkan orang lain dan lingkungan sehingga
adanya distribusi kesejahteraan akan memberikan rasa keadilan bagi semua orang
dengan segala aktivitasnya termasuk didalamnya mencapai kesejahteraan sosial
dan ekonomi. Selain itu perlunya kesejahteraan yang memadukan keseimbangan
antara dimensi materi duniawi dan akhirat karena keduanya perlu dirasakan
menfaat atas sesuatu yang diperolehnya.

2.5. Manajemen Strategi


Perusahaan (company) yang berdedikasi pada manufaktur dan jasa harus
memiliki strategi untuk bersaing dengan kompetitornya, agar perusahaan dalam
mencapai tugas perusahaan dalam mendapatkan cita-cita yang akan dicapai, maka
harus mengembangkan strategi strategi tersebut untuk mencapai hasil yang
diharapkan.
Manajemen strategis adalah metode manajemen perusahaan yang mengelola
semua aktivitas perusahaan saat dijalankan. Melalui organisasi ini perusahaan
memahami arah, pergerakan, tingkatan dan tingkatan perusahaan (Sofjan, 2016).
Hal tersebut dalam Islampun sudah diatur sedemikian rupa sehingga dalam
perspektif Islam manajemen diisitilahkan menjadi pengaturan (at-tadbir).
Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur’an. Artinya : “Dia
mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya
dalam suatu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu”.
(QS.15:5). Dari petikan arti di atas dapat diambil intisari bahwa Allah telah
mengatur seluruh alam ini dengan tanda-tanda kekuasaannya, namun kita tetap
memiliki ikhtiar atau cara strategi agar alam ini berjalan baik sebagaimana yang
diperintahkan Allah kepada kita,
Dalam pandangan Islam dimana tahapan manajemen ada empat tahapan yaitu
perencanan (ahdaf), pelaksanaan (tatbiq), evaluasi (muhasabah) dan pengawasan
(ar-riqobah), dengan menentukan perencanaan yang seharusnya ada sebelum
sebuah perusahaan melakukan usaha bagi perusahaan atau organisasinya. Untuk

23
itu karena perencanaan tidak disiapkan maka organisasi akan tidak terarah dan
tidak mengetahui tujuannya (Usman, 2015).
Menurut Fred (2011), dimana proses manajemen strategi terdiri atas tiga
tahapan, yaitu:
1. Perumusan Strategi
Pada tahap awal, dimana manajemen strategi memuat pengembangan visi dan
misi, melakukan identifikasi peluang eksternal dan ancaman perusahaan,
menentukan kekuatan dan kelemahan internal perusahaan, menetapkan tujuan,
strategi alternatif dan menentukan strategi untuk mencapai tujuan.
2. Implementasi Strategi
Tahap kedua ini sangat memerlukan keputusan yang bersumber dari pihak
berwenang sehingga pengambilan keputusan dalam mencapai tujuan diperoleh
sesuai dengan jangka waktu antara lain: tahunan, menyusun kebijakan,
motivasi karyawan dan memfokuskan pada sumberdaya strategis yang dimiliki
perusahaan.
Dengan demikian, dalam mengembangkan strategi perlu dukungan budaya,
struktur perencanaan, efektivitas organisasi, memperbaharui usaha pemasaran
yang dilakukan, fokus efisiensi budgenting, pengembangan sistem informasi
serta menguatkan hubungan kompensasi karyawan terhadap kinerja organisasi.
3. Evaluasi Strategi
Evaluasi strategis adalah tahap terakhir dari manajemen strategis. Manajer
harus sangat menyadari bahwa beberapa strategi tidak bekerja dengan baik.
Evaluasi strategi adalah alat utama untuk memperoleh informasi ini. Ini dapat
dilakukan dengan mengevaluasi atau melakukan proses evaluasi strategi. Ada
tiga kegiatan evaluasi dasar dalam mengevaluasi suatu strategi, yaitu: meninjau
faktor eksternal dan internal yang menopang strategi saat ini, mengukur
kinerja, dan melakukan tindakan korektif. Perusahaan harus mengevaluasi
strategi tersebut karena strategi yang sedang berjalan tidak akan selalu berhasil
dimasa yang akan datang.
Dengan demikian manajemen strategi dapat dirumuskan sebagai langkah dan
tahapan dalam proses manajemen yang bertujuan menetapkan tujuan strategis

24
perusahaan yang dilakukan dengan perumusan strategi, implementasi dan
evaluasi.

2.5.1. Analisis SWOT


Pengertian analais SWOT menurut Rangkuti (2014) merupakan
pengidentifikasian faktor-faktor yang ada dengan sistematis guna merumuskan
dan tujuan strategi perusahaan, sehingga analisis ini didasari pada logika yang
dapat maksimalisasi kekuatan dan peluang tetapi dalam saat yang sama
meminimalkan kelemahan dan ancaman. Adapun proses pengambilan keputusan
strategis selalu berkaitan dengan misi, visi, tujuan dan kebijakan yang ditetapkan
perusahaan.
Bank wakaf mikro berdasarkan analisis kekuatan, kelemahan, kesempatan
dan ancaman menurut Hasib dkk, (2020), dimana kriteria teratas yaitu strategi
pengembangan adalah kekuatan dan kriteria terakhir adalah ancaman. Upaya
penguatan bank wakaf mikro terdiri dari sosialisasi dan edukasi, penguatan peran
lembaga tentang program bisnis, meningkatkan manajer profesional dalam
mendapatkan keuntungan serta kerjasama dengan instansi dalam meningkatkan
bisnis dan kompetensi pelanggan.
Dalam aspek kajian pengembangan strategis analisis internal, eksternal dan
SWOT bank wakaf mikro menurut Afif dan Muthmainnah (2019) menemukan
dalam pengelolaan bank wakaf mikro bahwa adanya faktor eksternal yang terdiri
dari peluang dan ancaman lebih besar dengan faktor internal yang terdiri dari
kekuatan dan kelemahan, kemudian dihasilkan strategi strength-opportunity (SO)
yang berusaha memanfaatkan peluang dengan kekuatan yang dimiliki. Pendapat
lain Pramono dan Wahyuni (2021) analisis internal dari bank wakaf mikro
kekuatan yang paling tinggi adalah bebas bunga (riba) dan kelemahan paling
tinggi sumberdaya manusia sedangkan analisis eksternal dari populasi muslim
paling tinggi menjadi peluang dan peluang yang paling rendah semakin
munculnya program studi ekonomi Islam, ekonomi syariah atau keuangan syariah
di perguruan tinggi.

25
Oleh karena itu, para ahli strategi perencanaan (strategic planner) harus
mampu melakukan analisis faktor-faktor yang dinilai strategis dari perusahaan
dengan mempertimbangkan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam
kondisi saat ini yang biasa disebut dengan analisis situasi yang paling populer
menggunakan analisis SWOT.
2.5.2. Analisis Faktor Internal dan Eksternal (AFI dan AFE)
Proses penyusunan strategi ini yang utama adalah tahap pengumpulan daya
yang dikumpulkan tidak hanya dikumpulkan lalu dianalisis tetapi juga dilakukan
klarifikasi dan pra analisis. Dimana pengumpulan data terdapat dua yaitu analisis
faktor internal dan eksternal sebagai berikut:
1. Analisis Faktor Eksternal (AFE)
a. Lingkungan secara umum yang terdiri dari berbagai elemen yang ada dalam
masyarakat dan dapat mempengaruhi perusahaan.
b. Lingkungan industri secara khusus yang sering berkaitan dengan persaingan
antar perusahaan dalam memproduksi agar produk mereka saling dapat
menggantikan satu dengan lainnya.
2. Analisis Faktor Internal (AFI)
a. Sumberdaya dengan melibatkan semua aspek yang ada dalam produksi
b. Kapabilitas menjadi integrasi antar sumberdaya perusahaan sebagai tujuan
yang dimiliki sehingga eksploitasi terhadap sumberdaya yang dimiliki
perusahaan menjadi kekuatan utamanya.
c. Kompetensi inti menjadi suatu keunggulan perusahaan yang dapat
diintegrasikan antara kemampuan dan sumberdaya.

2.6. Konsep Kemitraan


Dalam memahami kemitraan dalam kata lain kerjasama (partnership) yang
diinisiasi atau dilaksanakan oleh lebih dari dua pihak menjadi dasar pentingnya
hal ini dibangun dan dirawat. Untuk itu pengertian kemitraan menurut Sumardjo
(2004) merupakan upaya peningkatan kemitraan, keberlanjutan usaha,
meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha
serta menumbuhan dan meningkatkan kelompok usaha mandiri.

26
Kebutuhan akan kesetaraan dan sejajar dalam bekerjasama tentu yang
diharapkan banyak pihak, terutama yang memiliki kesamaan orientasi dan
menghasilkan manfaat yang berlipat, Dalam pandangan etimologis Sulistiyani
(2004) menggambarkan kemitraaan yang disandingkan dengan perjodohan,
kongsi, pasangan atau sekutu dengan model kemitraan yang di bangun antara lai
a. Kemitraaan Semu
Kemitraan ini mengandung maksud kemitraan yang bersekutu yang terjadi
antara dua pihak atau lebih tetapi tidak sesungguhnya melakukan kerjasama
yang seimbang, bahkan salah satu pihak ada yang belum memahami akan
persekutuan serta tujuan yang disepakatinya. Dengan kata lain para pihak
melakukan kemitraan tetapi tidak semua pihak memahami tujuan dan
manfaat dari apa yang dilakukannya.
b. Kemitraan Mutualisme
Pengertiannnya adalah kemitraan yang disadari oleh para pihak untuk
salaing memberi manfaat hingga tujuan yang disepakati tercapai sehingga
para pihak merasa puas dan untung dari kerjasama ini bukan hanya jangka
pendek tetapi jangka panjang sekalipun sebatas para pihak masih
menyetujui kemitraan yang disepakati
c. Kemitraan Kongjungsi
Pengertian ini memberikan makna menjadi kemitraan yang berkembang dan
melebur, hal ini bertujuan mendapatkan energi atau keuntungan tetapi
terpisah antara pihak dengan pihak lain, tetapi dari para pihak dapat
melakukan kongjugasi dalam rangka meningkatkan kemampuan dan
manfaat masing-masing.

Kesetaraan yang terbangun antara lembaga yang cenderung memiliki karekter


dan tujuan yang sama tentunya akan sangat cepat beradaptasi dan memberikan
lebih pada kemitraaan itu sendiri, untuk itu Nana (2006) menjelaskan kerjasama
yang menguntungkan antar pihak dengan menempatkannya sederajat.
Berdasarkan penjelasan di atas maka pengertian kemitraan adalah suatu
proses yang dijalani oleh para pihak yang memiliki kesamaan tujuan baik jangka

27
pendek dan panjang yang menyepakati proses dan hasil dari kemitraan yang akan
dijalani dan dihasilkan. Adapun kemitraaan pondok pesantren dan perguruan
tinggi semata-mata memberikan nilai penguatan yang lebih dengan kelebihan dan
kelemahan masing-masing, perguruan tinggi dinilai memiliki keunggulan dalam
hal sumberdaya dan teknis terhadap pondok pesantren.

28
BAB III
METODA PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di 3 (tiga) bank wakaf mikro di provinsi Banten
antara lain:
Tabel 3.1: Lokasi Penelitian
No Nama Alamat
1 Koperasi LKM Syariah Komplek Pesantren An-Nawi Tanara Rt
Pesantren An Nawawi 01/02 Kel. Tanara Kec. Tanara Kab. Serang
Tanara Prov. Banten
2 Koperasi LKM Syariah Kampung Serdang Rt 03/04 Desa Pasar
El Manahij Keong Kec. Cibadak Kab Lebak Prov Banten
3 Koperasi LKMS Lan Jl. Parakan Satri Desa Banjar Irigasi Kec.
Taburo Lebag Gedong Kab Lebak Prov Banten

3.2. Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan menggunakan metode dengan jenis penelitian
campuran bertahap (mixed research sequential), dimana jenis penelitian ini
memiliki karakteristik menggambungkan metode penelitian kuantitatif dan
kualitatif. Adapun jenis penelitian campuran ini memiliki kelebihan antaranya
dapat mengkombinasi dengan penelitian lainnya sehingga mudah dan lebih
lengkap orang membaca hasilnya.
Adapun jenis penelitian campuran ini menggunakan strategi eksplanatoris
sekuensial, diterapkan dengan pengumpulan dan analsis data kuantitatif pada
tahap pertama yang kemudian dilakukan pengumpulan dan analisis data kualitaif
pada tahap kedua menggunakan parameter yang ditetapkan berupa kuantitatif
dalam hal ini menggunakan survei yang dibangun berdasarkan hasil data
kuantitatif sehingga bobot atau prioritas merupakan data kuantitatif (Creswell,
2014).

29
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi merupakan seluruh jumlah kumpi tahun 2021 yang ada dipropinsi
Banten sebanyak 254 kumpi sehingga dapat ditentukan sampel penelitian
berdasarkan rumus Slovin menurut Amirin (2011) yaitu:
N= N = 254 = 71,751 (dibulatkan ke atas 73)
1 + Ne2 1+254(0,1)2

Berdasarkan rumus di atas dihasilkan bahwa yang dijadikan sampel adalah


sebesar 73 kumpi sehingga setiap bank wakaf mikro diambil sebanyak masing-
masing 24 kumpi secara acak sederhana (purposive sampling).

3.4. Sumber Data


3.4.1 Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian
dengan menggunakan alat ukur atau alat untuk mengumpulkan data secara
langsung tentang subjek tersebut sebagai sumber informasi yang diminta. Sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer yang diperoleh
dari informan selaku nasabah, pengelola bank wakaf mikro, pimpinan pondok
pesantren dan pimpinan perguruan tinggi.
3.4.2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data penelitian yang diperoleh peneliti secara
langsung atau tidak langsung melalui media atau direkam orang lain sebelumnya.
Sebagian besar data sekunder berupa data atau laporan yang dikumpulkan dalam
arsip yang diterbitkan dan tidak diterbitkan. Data sekunder yang diperoleh dari
bank wakaf mikro objek penelitian, Bank Indonesia, Kementerian Koperasi,
KNEKS, BPS, OJK dan BWM.

3.5. Teknik Pengumpulan Data


Data penelitan dikumpulkan melalui sumber informan baik berupa kuesioner,
wawancara, dokumentasi dan studi pustaka yang sebelumnya telah ditelaah untuk
mendapat informasi dan data terbaik.

30
Oleh karena itu, peneliti menggunakan berbagai teknik pengumpulan data
sebagai berikut:
1. Kuesioner
Daftar pertanyaan atau pernyataan (questionare) adalah teknik mengumpulkan
data dan informasi melalui angker pertanyaan tertulis secara tertutup dengan
memilih salah satu pilihan jawaban.
2. Wawancara
Wawancara merupakan teknik mengumpulkan data dan informasi melalui
informan digunakan dalam penelitian kualitatif. Wawancara merupakan proses
mendapatkan informasi untuk kepentingan penelitian melalui tanya jawab
langsung yang dilakukan pewawancara terhadap informan yang diwawancari
dengan menggunakan pedoman pertanyaan untuk wawancara yang telah
disiapkan sebelumnya.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang mencari data atau
informasi yang telah dicatat atau dipublikasikan pada beberapa dokumen yang
ada.
4. Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan proses pencarian dan penghimpunan data dengan
mengandalkan sumber informasi dari jurnal penelitian, laporan resmi dan
seminar baik yang tercetak maupun melalui internet.

3.6. Analisis Data


Sistematika analsisi data adlah bertujuan mencari dan menghimpun data yang
diperoleh melalui kuesioner, wawancara dan studi pustaka sehingga akan mudah
faham serta hasilnya dibagikan kepada orang lain. Menurut (Sugiyono, 2014)
bahwa dengan menyusun data serta menjelaskannya dalam pengertian satuan,
mensistesis dan merangkai data agar lebuh mudah dalam pengambilan
kesimpulan.
Sebelum dilakukan analisis data dilakukan pengujian validitas butir instrumen
dengan menggunakan metode product moment dan pengujian reliabilitas

31
menggunakan teknik alpha cronbach. Setelah itu dilakukan uji normalitas dengan
teknik kormogorov-Smirnov (K-S) dan analisis deskriptif antara lain mean,
median, modus dan range.
3.6.1. Analisis Dampak Bank Wakaf Mikro Terhadap Kesejahteraan Masyarakat
Pondok Pesantren

Dalam melakukan analisis pada tujuan penelitian pertama menggunakan


kuantitatif dengan memberi kuesioner kepada sampel penelitian kemudian
dilakukan bobot skor skor dengan skala likert (1-4) serta dilakukan analisis dan
interpretasi.
Data yang dianalisis menggunakan model Center of Islamic Business and
Economic Studies (CIBEST) yang digagas oleh Beik dan Arsyianti (2015) yang
menjadikan suatu alat ukur mengetahui tingkat kesejahteran dan kemiskinan yang
sesuai dengan tinjauan syariah yang terdiri atas quadran CIBEST serta indikator-
indikator kesejahteraan, kemiskinan spiritual, kemiskinan materiil dan kemiskinan
tetap (absolut).
Dengan menggunakan perhitungan skor materiil untuk setiap individu di
rumah tangga yang didasari atas formula dibawah ini:

Ket:
MV = Minimal standar kebutuhan materiil yang wajib terpenuhi rumah
tangga dalam bentuk uang (garis kemiskinan materiil)
Pi = Harga barang dan jasa dalam bentuk uang
Mi = Jumlah minimal kebutuhan barang dan jasa

Dalam hal ini MV ditentukan berdasarkan data BPS Provinsi Banten (2020)
dimana garis kemiskinan sebesar Rp.501.091/kapita/bulan berjumlah 775.990
orang dengan total populasi 11.904.562 jiwa dan jumlah rumah tangga 3.168.512
sehingga diperoleh 3,757 x Rp. 501.091 = Rp. 1.882.598/kapita/bulan
Sedangkan formula penentuan skor spiritual individu rumah tangga yaitu:

32
Ket:
Hi = Bobot skor nyata anggota rumah tangga ke-i
Vp = Bobot skor Ibadah Solat
Vf = Bobot skor Ibadah Shaum
Vz = Bobot skor Ibadah Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf
Vh = Bobot skor Kondisi Tempat Kerja
Vg = Bobot skor Kebijakan Pemerintah

Dengan perhitungan bobot skor kebutuhan spiritual antara lain melalui


penjumlahan terhadap semua bobot skor anggota rumah tangga kemudian dibagi
dengan jumlah anggota rumah tangga menggunakan rumus sebagai berikut:

Ket:
SH = Bobot skor rerata kebutuhan spiritual rumah tangga
Hh = Bobot skor spiritual anggota rumah tangga ke-h
Mh = Jumlah anggota keluarga

Ket:
SS = Bobot skor rerata kebutuhan spritual seluruh rumah tangga diamati
SHk= Bobot skor kebutuhan spritual rumah tangga ke-k
N = Jumlah rumah tangga

Adapun rumus penghitungan indeks CIBEST menurut Beik dan Arsyianti


(2015) diuraikan pada tabel berikut:
Tabel 3.2. Perhitungan Indeks CIBEST

33
Pada quadran CIBEST dengan melihat bagaimana kemampuan rumah tangga
(keluarga) guna pemenuhan kebutuhan spiritual dan materiil berubah menjadi
tanda positif (+) yang menunjukkan bahwa rumah tangga mampu memenuhi
keinginannya, dan tanda negatif (-) menunjukkan bahwa rumah tangga tersebut
tidak dapat mencapai pemenuhan kebutuhannya. Terlihat dari gambar bahwa pada
sumbu (X) merupakan garis vertikal dan garis sumbu (Y) merupakan garis
horizontal (Beik, 2017). Maka dengan hal adanya model tersebut akan mencapai
empat alternatif keputusan.
Adapun pola seperti ini akan menghasilkan empat alternatif kemungkinan
antara lain:

Gambar 3.1. Quadrant CIBEST (Beik dan Arsiyanti, 2015)

Dalam gambar di atas dapat dijelaskan berikut:


a. Quadrant Pertama (I/Sejahtera/Tidak Miskin)
Terdapat tanda positif (+) menandakan bahwa aspek memenuhi kebutuhan
spirituil dan materil dalam rumah tangga (keluarga) dikatakan masuk dalam
kategori tidak miskin (sejahtera) jika rumah tangga (keluarga) berdasarkan
skoring telah mampu memenuhi secara kebutuhan spirituil dan materil.
b. Quadrant Kedua (II/Miskin Materiil)
Terdapat tanda positif (+) menandakan bahwa pada kebutuhan spirituil dan
tanda minus (-) pada kebutuhan meteril sehingga rumah tangga (keluarga)

34
masih dikatakan miskin materil sehingga masuk kategori mampu secara
spirituil tapi tidak secara materil.
c. Quadrant Ketiga (III/Miskin Spiritual)
Terdapat tanda minus (-) pada kebutuhan sprituil dan tanpa positif (+)
menandakan bahwa pada kebutuhan materiil sehingga rumah tangga (keluarga)
dikatakan miskin spirituil sehingga masuk dalam kategori mampu secara
materil tetapi sayangnya tidak mampu secara spirituil.
d. Quadrant Keempat (IV/Miskin Absolut)
Terdapat tanda minus (-) menandakan bahwa aspek pemenuhan kebutuhan
spirituil & materil tidak ada, namun kondisi ini menjadi situasi paling buruk
pada kondisi rumah tangga (keluarga) dimana rumah tangga masuk ke dalam
kategori tidak mampu memenuhi kebutuhan materil & spirituil secara
bersamaan.

3.6.2. Analisis Manajemen Strategi Pengembangan Bank Wakaf Mikro


Dalam melakukan analisis pada tujuan penelitian kedua menggunakan
kuantitatif dengan memberi kuesioner kepada sampel penelitian kemudian
dilakukan bobot skor dengan skala likert (1-4) baik pada analisis SWOT maupun
AFE dan AFI.
Pertimbangan dalam analisis manajemen strategi menggunakan analisis
SWOT, AFE dan AFI dimana antara bank wakaf mikro berbeda kabupaten/kota,
perbedaan kinerja serta perbedaan produk yang dihasilkan nasabahnya. Adapun
persamaannya berbentuk di lingkungan pondok pesantren, memiliki dukungan
yang baik, serta memiliki perguruan tinggi yang dilihat secara mikro karena akan
mengetahui banyak yang terjadi dilapangan.
Adapun diagram SWOT serta dilakukan analisis dan interpretasi sebagaimana
terdapat dalam gambar di bawah ini:

35
ANALISIS SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat)

ALI/AFI Strength Weaknees


(S+W)
Sebutkan lima sampai Sebutkan lima sampai
ALE/AFE sepuluh faktor kekuatan sepuluh faktor
(O+T) internal kelemahan internal

Opportunity Strength Opportunity Weaknees Opportunity

Sebutkan antara lima Dengan cara pemanfaatan Dengan cara minimalisir


sampai sepuluh kekuatan guna mendapatkan kelemahan guna
faktor peluang peluang memanfaatkan peluang
eksternal

Threat Strength Threat Weaknees Threat

Sebutkan lima Dengan cara pemanfaatan Dengan cara


sampai sepuluh kekuatan untuk meminimalisir
faktor ancaman menyelesaikan ancaman kelemahan dengan
eksternal menghindar

Gambar 3.2 Analisis SWOT (Rangkuti, 2014)

3.6.3. Model Kemitraan Pondok Pesantren dan Perguruan Tinggi dalam


Meningkatkan Kualitas Kinerja Bank Wakaf Mikro

Dalam melakukan analisis pada tujuan penelitian ketiga menggunakan


kualitatif dengan melakukan wawancara terstruktur kepada pengelola bank wakaf
mikro, pimpinan pesantren dan pimpinan perguruan tinggi disekitarnya kemudian
dilakukan analisis triangulasi.
Adapun dalam menjawab tujuan penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan triangulasi seusai tahapan yang disusun Sugiyono (2014) dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Data Kolektif
Data kolektif merupakan aspek yang tak terpisahkan dalam proses analisis
data. Adapun pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan kuesioner
dan wawancara bersumber dari informan.

36
2. Data Reduksi
Data reduksi menjadi bagian dalam proses pemilihan, pemusatan perhatian
dengan menyederhanakan dan transformai data kasar yang muncul dengan cara
menyiapkan ringkasan, koding, penelusuran, menyusun gugur serta menulis
memo dengan tujuan menyaring data atau informasi yang tidak sesuai.
3. Data Display
Data display sebagai pendeskripsian sekumpulan informasi yang tersusun
untuk memberikan kemungkinan adnya pengambilan kesimpulan dan
keputusan sehingga dalam penyajiannya dalam bentuk penjelasan naratif atau
bida dalam bentuk matrik, tabel, diagram dengan pembagian tema atau dimensi
yang ditentukan.
4. Verifikasi dan penarikan kesimpulan
Kegiatan ini menjadi bagian terakhir dari analisis penelitian kuantitatif
sehingga proses pengambilan kesimpulan berupa interpretasi dengan
menemukan data menemukan dari data yang tersaji dalam bentuk tabel
sehingga memberikan makna penegasan kata yang tegas dan jelas, dimana
dapat difahami dengan analisis data kualitatif yang dilakukan menjadi opaya
berkelanjutan, berulang dan berkesinambungan.

37
3.7. Rencana dan Jadual Penelitian

38
DAFTAR PUSTAKA

Alabij, A.A. (2004), Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktek.,
PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Ali dan Darsono. (2017), Perbankan Syariah di Indonesia, PT Raja Grafindo,
Jakarta
Amin, F.M., Muhammad, A.D., Dabour, N., & Bağcı, K. (2015), Integration of
Waqf and Islamic Microfinance for Poverty Reduction: Case Studies of
Malaysia, Indonesia and Bangladesh, Statistical, Economic and Social
Research and Training Centre for Islamic Countries (SESRIC) and
International Islamic University Malaysia (IIUM), Gombak., Kuala Lumpur
Amirin, T., (2011), Populasi dan Sampel Penelitian 4: Ukuran Sampel Rumus
Slovin, Erlangga, Jakarta
Apriliawan, F.B.A, Ridlwan, A.A., & Haryanti, P. (2021), “Peran Bank Wakaf
Mikro Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus BWM
Tebuireng Mitra Sejahtera)”, JIES: Journal of Islamic Economics Studies,
Vol. 2, No. 1, hal. 41 -55
Arinta, Y.N., Nabila, R., Umar, A.U.A., Alviani, A.W., & Inawati, Y. (2020),
“Eksistensi Bank Wakaf Mikro dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan
Masyarakat Dalam Perspektif Islam”, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, Vol. 6,
No. 02, hal. 372-378
Arsyad, L. (2016), Ekonomi Pembangunan, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.
Attamimi, Z.F., Disemadi, H.S., & Santoso, B. (2019), “Prinsip Syariah Dalam
Penyelenggaraan Bank Wakaf Mikro Sebagai Perlindungan Hak Spiritual
Nasabah”, Jurnal Jurisprudence, Vol. 9, No. 2, hal.117-132
Badan Wakaf Indonesia. (2008), Fatwa MUI Wakaf Uang, BWI., Jakarta
Badan Wakaf Indonesia. (2013), Manajemen Wakaf di Era Modern, Badan Wakaf
Indonesia., Jakarta
Bank Indonesia. (2021), Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah Tahun 2020,
Bank Indonesia., Jakarta
Bank Wakaf Mikro. (2021), Statistik Data Nasional Tahun 2021, BWM., Jakarta.
Beik, I.S., & Arsyianti, L.D. (2015), “Konstruksi Model Cibest Konstruksi Model
Terminal Sebagai Pengukuran Indikasi Kemiskinan dan Kesejahteraan dari
Islam Perspektif,” Al-Iqtishad, Vol. 7, No. 1, 2015, hal. 10-25.
Beik, I.S. (2017), Ekonomi Pembangunan Syariah, Rajawali Pers, Jakarta
Biro Pusat Statistik. (2019), Statistik Penduduk Tahun 2018, BPS., Jakarta
Biro Pusat Statistik. (2020), Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2020, BPS.,
Jakarta

39
Biro Pusat Statistik. (2020), Profil Kemiskinan di Banten Maret 2020, BPS.,
Serang
Biro Pusat Statistik. (2021), Berita Resmi Statistik Tahun 2020, BPS., Jakarta
Biro Pusat Statistik. (2021), Hasil Sensus Penduduk Tahun 2020, BPS., Jakarta
Brudeseth. (2015), “Dampak Upah Minimum Propinsi Terhadap Penyerapan
Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Pulau Sulawesi”, Jurnal
Ilmiah Efisiensi, Vol. 19, No 04, hal. 15-29
Choiriyah. (2017), “Wakaf Produktif dan Tata Cara Pengelolaannya”, Islamic
Banking, Vol. 2, No. 2, hal. 25-34
Creswell, J.W. (2014), Research Design (Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed), Pustaka Pelajar., Yogyakarta
Departemen Agama RI. (2015), Al-Qur’an dan Terjemahan, CV. Darus Sunnah.,
Bandung
Direktorat Pemberdayaan Wakaf. (2007), Fiqih Wakaf, Kemenag., Jakarta
Direktorat Pemberdayaan Wakaf. (2012), Himpunan Peraturan Badan Wakaf
Indonesia, Kemenag., Jakarta
Disemadi, H.S., & Roisah, K. (2019), “Kebijakan Model Bisnis Bank Wakaf
Mikro Sebagai Solusi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat”, Law Reform,
Vol. 15, No. 2, hal. 177-194.
Djunaidi, A., dan Asyhar, T.A. (2007), Menuju Era Wakaf Produktif., Mumtaz
Publishing, Jakarta
Fahrudin, A. (2012), Pengantar Kesejahteraan Sosial, Refika Aditama, Bandung
Faujiah, A. (2020), “Praktek Akad Qardhul Hasan Pada Bank Wakaf Mikro”,
Activa: Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 3, No. 1, hal. 20-36
Fitri, W. (2020), “Sharia Compliance in Micro Waqf Bank Business Activities: A
Study of Protection of Consumer’s Spiritual Rights”, Law Reform, Vol. 17,
No. 1, hal. 107-120
Fred, D.R. (2011), Strategic Management, Salemba, Jakarta
Fuad, A.B.M. (2012), Terjemahan Al-Lu’lu’uwalmarjan (kumpulan hadits shahih
bukhari muslim)., PT. Pustaka Riski Putra, Semarang
Hadi, S. (2020), “Dimensi Ekonomi Produktif dalam Regulasi Wakaf di
Indonesia”, Tawazun: Journal of Sharia Economic Law, Vol. 3, No. 2, hal.
189-202
Harahap, I., Mailin & Amini, S. (2019), “Peran Bank Wakaf Mikro Syariah Di
Pesantren Mawaridussalam Dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat”,
Tansiq, Vol. 2, No. 2, hal. 154-164
Hasan, S. (2011), Wakaf Uang Perspektif Fiqih, Hukum Positif, dan Manajemen.,
UIN Maliki Press, Malang

40
Hasib, F.F., Mahmudah, S.N., Sukmaningrum, P.S., Ajija, S.R., & Zusak, M.B.F.
(2020), “The Strategies for Developing Micro Waqf Bank in Indonesia”,
International Journal of Innovation, Creativity and Change, Vol. 13, No.10,
hal. 279-301
Ilmi, M. (2002), Teori dan Praktek Lembaga Keuangan Mikro Syariah, UII Pres,
Yogyakarta
Iskarimah, S. (2017), Model Kemitraan Program Pesantrenisasi IAIN
Purwokerto, Tesis, IAIN Purwokerto, Purwokerto
Kemdikbud RI. (2019), Statistik Perguruan Tinggi Tahun 2019, Kemdikbud RI.,
Jakarta
Kemenag RI. (2020)., Statistik Pesantren Tahun 2020, Kemenag RI., Jakarta
Kemenkop RI. (2021)., Statistik Koperasi Indonesia Tahun 2020., Kemenkop.,
Jakarta
KNEKS. (2020), Laporan Perkembangan Ekonomi Syariah Daerah 2019-2020,
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah., Jakarta
Mahat, M.A., Jaaffar, M., & Rasool, M.H.S. (2015), “Potential of Micro-Waqf as
an Inclusive Strategy for Development of a Nation”, Procedia Economics and
Finance, 31, hal. 294-302
Marlya Fatira, M., & Nasution, A.W. (2019), “Boosting The Welfare of Business
Community: Implementing The Model of Islamic Micro Bank of Waqf in
Pesantren”, Al-Falah: Journal of Islamic Economics, Vol. 4, No. 1, hal. 13-20
Mutmainnah, & Afif, M. (2020), “Strategi Pengelolaan dan Distribusi Dana di
Bank Wakaf Mikro Almuna Berkah Mandiri Yogyakarta Tahun 2019”,
Journal of Islamic Economics and Philanthropy (JIEP), VOL. 03, No. 04,
hal. 1043-1062.
Nana, R.D.W. (2006), Strategic Partnering For Educational Management,
Alfabeta, Bandung
Nasikun. (2012), Sistem Sosial Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta
Nugrahana, Y.R.Y, & Zaki, I. (2020), “Peran Bank Wakaf Mikro di Masa
Pandemi Covid-19”, Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan, Vol. 7, No.
9, hal. 1731-1742
Nugroho, W., & Hilal, F.N. (2019), “Micro Waqf Bank in Indonesia Analysis of
The Constitution Concept According to The Maqashid Sharia”, Al-Iktisab:
Journal of Islamic Economic Law, Vol. 3, No. 1, hal. 28-39
Nur, M.A., Muharrami, R.S., & Arifin, M.R. (2019), “Peranan Bank Wakaf Mikro
dalam Pemberdayaan Usaha Kecil Pada Lingkungan Pesantren”, Journal of
Finance and Islamic Banking, Vol. 2, No. 1, hal. 25-49
Nurianto, A.M. (2012), Lembaga Keuangan Syariah (Suatu Kajian Teoritis dan
Praktis)., Pusaka Setia, Bandung

41
Nurjamil., Nurhayati, S., Agung, A., & Risnaningsih, I. (2019), “Model
Penyelesaian Sengketa Pembiayaan Bermasalah Pada Bank Wakaf Mikro
Berbasis Pesantren”, Res Nullius Law Journal, Vol. 1, No. 2, hal. 85-97
Otoritas Jasa Keuangan. (2021), Statistik Lembaga Keuangan Mikro Tahun 2020,
OJK., Jakarta
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/ Pojk.05/2016 Tentang Lembaga
Keuangan Mikro Syariah (LKMS) - Bank Wakaf Mikro (BWM)
Pindyck, R.S. dan Rubinfeld, D.L. (2009), Microeconomics, Edisi Ketujuh,
Pretice Hall, New Jersey
Pramono, N.H., & Wahyuni, A.M. (2021), “Strategi Inovasi dan Kolaborasi Bank
Wakaf Mikro Syariah dan UMKM Indonesia di Era Digital”, Jurnal Ilmiah
Ekonomi Islam, Vol. 7, No. 01, hal. 183-194
Qahar, M. (2005), Manajemen Wakaf Produktif., PT Khalifa, Jakarta
Ramadhan, M.F., & Sukmana, R. (2019), “Peran Bank Wakaf Mikro Dalam
Penguatan Modal dan Pemberdayaan Usaha Mikro di Surabaya”, Jurnal
Ekonomi Syariah Teori dan Terapan, Vol. 6, No. 11, hal. 2172-2184.
Rangkuti, F. (2014), Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
Rozalinda & Nurhasnah. (2020), “Bank Wakaf Mikro: Its Operations and Its Role
in Empowering Commuinities Surrounding Islamic Boarding School in
Indonesia’, Islam Realitas: Journal of Islamic and Social Studies, Vol. 6, No.
1, hal. 47-63
Safitri, R.A., & Sukmana, R. (2019), “Efektivitas Bank Wakaf Mikro Dalam
Mengurangi Kemiskinan (Studi Kasus LKMS Denanyar Sumber Barokah)’,
Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan, Vol. 6, No. 10, hal. 1936-1952
Sanusi, A. (2012), Metode Penelitian Bisnis, Salemba Empat., Jakarta
Sitepu, A. (2020), “Fenomena Rentenir: Studi Eksploratori di Kabupaten Bekasi
dan Sekitarnya”, Sosio Konsepsia: Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial, Vol. 10, No. 1, hal. 55 -7
Sofjan, A. (2016), Strategic Management, Rajawali Pers, Jakarta
Sugiyono. (2014), Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,.
Kualitatif, dan R&D, Alfabeta, Bandung.
Sulistiyani, A.T. (2004). Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan, Gava
Media, Yogyakarta
Sulistiani, S.L., Yunus, M., & Bayuni, E.M. (2019), “Peran dan Legalitas Bank
Wakaf Mikro dalam Pengentasan Kemiskinan Berbasis Pesantren di
Indonesia”, Jurnal Bimas Islam, Vol. 12, No. 1, hal. 1-26
Sumardjo. (2004), Kemitraan Agribisnis, Jakarta, Penebar Swadaya

42
Todaro, M.P., dan Smith, S.C. (2003), Pembangunan Ekonomi, edisi kelima,
Erlangga, Jakarta
Todaro, M.P., dan Smith, S.C. (2006), Pembangunan Ekonomi (edisi kesembilan,
jilid I), Erlangga, Jakarta
Tohar, M. (2000), Membuka Usaha Kecil, Kanisius, Yogyakarta
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Usman, A.H. (2015), Manajemen Strategis Syari’ah: Teori, Konsep, dan Aplikasi,
Zikrul Hakim, Jakarta
Widyanti, A. (2020), “Strategy Marketing of Sharia Banks of Micro Sharia Wakaf
in Increasing The Number of Customers (Case Study: Typical Islamic Micro
Waqf Bank Cirebon”, Journal of Social Science, Vol. 1, No. 1, hal. 1-9
Zayanie, J.M., Fitria, A., & Kamariah, R. (2019), “Bank Wakaf Mikro and
Creative Economics in Pesantren Buntet”, Shirkah, Vol. 4, No. 2, hal. 254-
288

43

Anda mungkin juga menyukai