Anda di halaman 1dari 41

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS NEGERI SEM ARANG (UNNES)


r: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id

FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 4dari 8 27 Februari 2017

KEMEN
TERIAN RISET, BAHAN AJAR
TEKNOLOGI
DAN
PENDIDIKAN MATA KULIAH : PENGAWETAN MAKANAN
TINGGI SEMESTER : VI
UNIVERSITAS
NEGERI SEM
ARANG
(UNNES)
r: Komplek
Simpang 5 Unnes
Kampus Sekaran,
Gunungpati,
Semarang 50229
Rektor:
(024)8508081 Fax
(024)8508082,
Purek I: (024)
8508001
Website:
www.unnes.ac.id -
E-mail:
unnes@unnes.ac.i
d

FORMULIR
MUTU
BAHAN
AJAR/DIKTAT
No. Dokumen
FM-01-AKD-07
No.
Revisi
02 PROGRAM
Hal STUDI PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
4dari 8 Tanggal
Terbit FAKULTAS TEKNIK
27 Februari 2017 UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2020
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEM ARANG (UNNES)
r: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id

FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 4dari 8 27 Februari 2017

VERIFIKASI BAHAN AJAR

Pada hari ini Jumat tanggal 22 bulan Agustus tahun 2020 Bahan Ajar Mata Kuliah
Pengawetan Makanan Program Studi Pendidikan Tata Boga Fakultas Teknik
telah diverifikasi oleh Ketua Jurusan/ Ketua Program Studi Pendidikan Tata
Boga

Semarang, 22 Agustus 2020

Ketua Prodi Pendidikan Tata Boga Tim Penulis

Saptariana, S.Pd, M.Pd Ir. Siti Fathonah, M.Kes


NIP. 197011121994032002 NIP. 196402131988032002
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEM ARANG (UNNES)
r: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id

FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 4dari 8 27 Februari 2017

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Alloh SWT atas selesainya penulisan buku ajar mahasiswa
S-1 Pendidikan Tata Boga dengan judul Pengawetan Makanan. B u k u i n i
pengetahuan dasar yang berhubungan tentang kerusakan makanan dan teknik
pencegahannya serta usaha memperpanjang masa simpan berbagai bahan pangan.

Buku ini ditulis dengan tujuan dapat digunakan sebagai salah satu sumber
bacaan atau referensi untuk meningkatkan wawasan dan ketrampilan di bidang
Pengawetan Makanan. Dengan berbagai teknik pengawean makanan, diharapkan bahan
makanan yang mudah rusak dapat ditingkatkan nilai guna dan daya simpannya.
Penulis mengharapkan masukkan, saran dan koreksi dari para pembaca
demi sempurnanya buku ini. Semoga buku HSKK ini dapat memberikan manfaat
bagi pembacanya. Aamiin Ya Robbal Alamiin.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEM ARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id

FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 5dari 8 27 Februari 2017

DESKRIPSI MATAKULIAH

Mata kuliah ini berisi tentang pengetahuan dasar yang berhubungan dengan
kerusakan makanan dan teknik pencegahannya serta usaha memperpanjang masa
simpan
Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) : Penghasil produk-produk dengan
proses pengolahan bidang tata boga yang ramah lingkungan. Capaian Pembelajaran
Matakuliah (CPMK) : Penguasaan berbagai teknik pengawetan bahan makanan
untuk skala industri rumah tangga dilandasi sikap jujur, kreatif dan inovatif untuk
mewujudkan wawasan konservasi
.
BAB I. KERUSAKAN BAHAN MAKANAN

Pengantar
Bahan makanan terdiri dari bahan pangan nabati dan bahan pangan hewani. Bahan
pangan nabati berasal dari tumbuh-tumbuhan, memiliki sel-sel dan jaringan dengan
komponen-komponen penyusunnya hampir sama. Apabila bahan pangan tersebut telah
dipetik atau dipanen akan mudah mengalami kerusakan. Contohnya buah-buahan hanya
tahan sekitar 1 – 7 hari, sayuran segar dapat tahan 1 - 2 hari. Bahan pangan hewani pada
umumnya bersifat lunak, tidak tahan terhadap tekanan atau hantaman, dan banyak
mengandung air yang merupakan komponen utama bagi pertumbuhan mikroba. Oleh
karena itu bahan pangan hewani tidak mempunyai daya simpan yang lama terutama dalam
keadaan segar. Berikut daya simpan bahan pangan pada suhu 70oF
Tabel 1. Daya Simpan Bahan Pangan Nabati dan Hewani
No Produk bahan Daya simpan
pangan pada suhu
70oC (hari)
1. Daging hewan 1-2
2. Ikan 1-2
3. Unggas 1-2
4. Daging dan ikan ≥ 360
kering, asin dan
asap
5. Buah-buahan 1 -7
6. Buah-buahan ≥ 360
kering
7. Sayuran daun 1–2
8. Umbi-umbian 7 - 20
9. Biji-bijian kering ≥ 360
Sumber : Desrosier (1988)
Suatu bahan pangan baik nabati maupun hewani dikatakan telah rusak bila terjadi
penyimpangan-penyimpangan yang melewati batas sehingga bahan pangan tersebut
tidak dapat diterima secara normal oleh pancaindera manusia atau oleh parameter lain
yang biasa digunakan. Kerusakan tersebut berupa penyimpangan pada susunan kimia
bahan, tekstur maupun struktur bahan, penyimpangan pada bentuk penampakan,
warna atau rasa bahan. Kerusakan tersebut dapat terjadi sebelum, selama maupun
sesudah pemanenan dan pengolahan.

A. Tanda-tanda dan Penyebab Kerusakan Bahan Makanan


Setiap jenis bahan pangan memiliki anda-tanda terjadinya kerusakan yang
berbeda-beda. Tanda kerusakan tersebut ada yang dapat dilihat (visible), sepertibuah
memar, daging warna kebiruan dan ada yang tidak memperlihatkan tanda-tanda yang
jelas (invisible) (ulat pada petai). Tanda-tanda kerusakan bahan makanan antara lain :
(1) pemeraman, pelunakan, dan pembusukan, seperti memar pada buah-buahan,
pelunakan pada kentang, wortel yang masih segar, dan busuk pada daging 2)
pelendiran, seperti daging, ikan dan susu berlendir,(3) perubahan bau, rasa dan
warna, seperti ikan rusak yang berbau, insang pucat dan (4) penggumpalan, seperti
tepung terigu atau tepung beras yang menggumpal.

Tomat dan pepaya Kacang panjang Wortel Selada air

Daging sapi Ayam Ikan bandeng


Gambar 1. Bahan Pangan Nabati dan Bahan Pangan Hewani yang Telah Rusak

Kerusakan bahan makanan dapat terjadi secara cepat atau lambat. Penyebab
utama terjadinya kerusakan pada bahan makanan antara lain (1) pertumbuhan dan
activitas mikroorganisme, (2) serangga, tikus dan parasit lain, (3) aktivitas enzim di
dalam bahan makanan, (4) pengaruh udara terutama oksigen, dan (5) pengaruh sinar,
dan (6) pengaruh waktu.
Mikroorganisme biasanya tidak ditemukan pada jaringan yang hidup, seperti
daging hewan atau buah-buahan. Air susu sapi pada kelenjar susu masih steril, namun
setelah diperah dapat mengalami pencemaran oleh mikroorganisme yang berasal dari
udara, wadah atau dari si pemerah susu. Buah-buahan, sayuran dan biji-bijian akan
mengalami pencemaran mikroorganisme segera setelah dikupas kulitnya.
Adanya mikroorganisme di dalam bahan pangan dapat mengakibatkan: (1)
perubahan komposisi bahan makana, seperti pati dan selulosa terurai menjadi gula
sederhana, lemak terurai menjadi aldehide dan keton yang berbau tengik, protein
terurai menjadi amoniak yang berbau busuk, (2) membentuk lendir, gas, busa, asam,
racun dan lain-lain, seperti makanan kaleng yang menggelembung karena terbentuk
gas dan mungkin beracun.
Sayuran, buah-buah, biji-bijian dan umbi-umbian dapat dirusak oleh serangga
yang akan merusak permukaan bahan makanan sehingga bahan tersebut lebih mudah
tercemar oleh mikroorganisme. Biji-bijian dapat dirusak oleh tikus, sebelum dan
setelah dipanen, dan setelah ada di gudang. Serangga, tikus dan parasit lain dapat
bertindak sebagai pembawa mikroorganisme.
Enzim di dalam pangan dapat berasal dari dalam pangan itu sendiri maupun dari
pencemaran mikroorganisme. Enzim dapat mempercepat reaksi-reaksi kimia yang
terdapat didalam bahan pangan dan dapat mengakibatkan perubahan komposisi
bahan pangan tersebut. Enzim memiliki keaktifan yang maksimal pada derajad
keasaman (pH) antara 4 – 8, sekitar pH 6.
Penyimpanan buah-buahan, akan merubah warna buah yang semula hijau
menjadi kekuning-kuningan, rasa buah yang semula asam menjadi manis. Perubahan
buah menjadi manis karena enzim yang lebih aktif berkerja adalah enzim amilase yang
mengubah pati menjadi gula. Tekstur buah yang padatakan bebrubah menjadi lunak.
Perubahan kimia dan fisik buah tersebut terjadi karena aktivitas enzim yang terdapat di
dalam buah tersebut. Apabila buah tersebut disimpan pada suhu yang lebih rendah,
maka reaksi enzimatik akan berhenti atau berlangsung lebih lambat.
Pemanasan dan pendinginan pada bahan makanan yang diberikan secara tidak
teratur dan tidak teliti akan menyebabkan kerusakan bahan makanan. Pemanasan
yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan struktur protein,
pemecahan emulsi, pemecahan lemak dan minyak, dan penghancuran vitamin.
Pemanasan pada sari buah tomat menjadi pasta tomat akan menyebabkan perubahan
warna menjadi coklat. Perubahan warna menjadi coklat sering diinginkan dan
disenangi seperti pembakaran sate atau pembuatan karamel.
Bahan makanan yang diawetkan dengan cara pembekuan, kecuali es krim, akan
mengalami pencairan kembali atau thawing sebelum dikonsumsi. Bahan makanan
yang telah mengalami pencairan kembali akan menjadi kenyal (liat) dan dalam
keadaan ekstrim dapat menjadi kering (kesat). Hal ini disebabkan karena pada waktu
proses pembekuan berlangsung, yang terlebih dahulu membeku adalah air bebas,
kemudian diiukuti air yang terikat pada koloidal. Selanjutnya ranta-rantai polipeptida
akan saling mendekati sehingga pembentukan jembatan-jembatan akan dipermudah.
Pembentukan jembatan-jembatan ini akan mengakibatkan pada waktu pencairan
kembali, air tidak dapat diabsorbsi kembali. Membesarnya molekul-molekul pada
jaringan akan mengakibatkan tekstur menjadi liat. Kerusakan buah-buahan pada suhu
rendah berhubunhan erat dengan derajat kematangan buah-buahan tersebut. Makin
muda buah makin peka terhadap kerusakan. Suhu optimum penyimpanan buah-
buahan sekitar 4,5 o C dapat memperlambat atau mencegah proses pembusukan.
Kadar air bahan makanan, terutama pada permukaan bahan, banyak dipengaruhi
oleh kelembaban nisbi (RH) sekitarnya. Apabila kadar air bahan makanan rendah dan
kelembaban di sekitarnya tinggi, akan terjadi penyerapan uap air dari udara sekitar
sehingga kadar air bahan makanan naik. Akibatnya suhu bahan makanan lebih
rendah dan akan terjadi kondensasi udara pada permukaan bahan sehingga
permukaan bahan menjadi basah. Permukaan bahan yang basah merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme terutama bakteri
dan kapang. Untuk menghindari kerusakan pada permukaan bahan dan untuk
mencegah kehilangan air pada bahan makanan yang terlalu banyak, maka perlu
ditentukan suhu dan kelembaban nisbi dan sesuai.
Bahan makanan yang disimpan pada tempat yang banyak mengandung udara
atau oksigen, maka kemungkinan untuk ditumbuhi kapang sangat besar (kapang
bersifat aerob). Oksigen dapat merusak vitamin A, vitamin C, warna dan flavour bahan
pangan. Pada bahan makanan yang banyak mengandung lemak, oksigen dapat
mengakibatkan ketengikan.
Sinar atau cahaya dapat merusak beberapa vitamin (vitamin A, vitamin C, dan
riboflavin) dan warna bahan makanan. Air susu yang disimpan pada botol yang tembus
cahaya, akan mengakibatkan proses oksidasi lemak, dan perubahan protein, yang
mengakibatkan perubahan flavour. Bahan yang sensitif terhadap sinar atau cahaya
dapat disimpan dalam wadah yang tidak tembus cahaya.
Semua faktor yang menyebabkan kerusakan bahan makanan tersebut diatas
(mikrooranisme, aktivitas enzim, suhu, serangga, kadar air, oksigen, dan sinar) akan
dipengaruhi oleh waktu. Waktu yang lebih lama akan menyebabkan kerusakan yang
lebih besar.

B. Jenis-jenis Kerusakan
Berdasar faktor-faktor penyebab kerusakan, jenis kerusakan makanan dibedakan
menjadi 5, yaitu : (1) kerusakan mikrobiologis, (2) kerusakan mekanis, (3) kerusakan
fisik, (4) kerusakan biologis, dan (5) kerusakan kimia.
1. Kerusakan Mikrobiologis
Kerusakan mikrobiologis adalah kerusakan yang diakibatkan mikroorganisme, dapat
tterjadi pada bahan mentah, setengah jadi dan bahan jadi. Kerusakan ini secara fisik
relatif lebih kecil, namun dampaknya pada produk pertanian paling besar dan
mempengaruhi kesehatan manusia. Hal tersebut disebabkan karena mikroorganisme
dapat menghasilkan racun, ada yang bersifat patogen, dan penularan dan
perkembangan kerusakannya sangat cepat. Faktor yang mempengaruhi
perkembangan mikroba antara lain jenis bahan makanan, kadar air bahan, suhu, lama
penyimpanan, derajat infestasi awal, persentase kotoran, dan aktivitas
serangga.Mikroorganisme perusak bahan makanan disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Mikroorganisme yang Dapat Merusak Bahan Makanan
No. Jenis Produk Jenis Mikroorganisme
Bahan Makanan
1. Produk susu Streptococcus, Lactobacillus, Mikrobacterium, gram
positif berbentuk tongkat, Bacillus
2. Daging segar Gram negatif berbentuk tongkat, Micrococcus,
Cladosporium, Thanidium
3. Ayam Gram positif berbentuk tongkat, Micrococcus
4. Sosis, ham Micrococcus, Lactobacillus, Streptococcus,
Debarymyces, Penicillium
5. Ikan, Udang, Gram positif berbentuk tongkat, Micrococcus
kerang
6. Telur Pseudomonas, Cladosporium, Penicillium,
Sporotrichum
7. Sayur-sayuran Gram positif berbentuk tongkat, Lactobacillus,
Bacillus
8. Buah-buahan dan Acetobacter, Lactobacillus, Saccharomyces,
sari buah Torulopsis, Botrytis
9. Biji-bijian Aspergillus, Fusarium, Monalia, Penicillium,
Rhizopus
10. Roti Bacillus, Aspergillus, Endomyces, Neurospora,
Rhizopus
Sumber : Buckle, Edward, Fleet, and Wootton (1987)
Mikroba merusak bahan makanan dengan cara menghidrolisa atau menguraikan
makromolekul-makromolekul ysng menyusun bahan menjadi fraksi yang lebih kecil,
yakni (1) karbohidrat (pati, pektin, selulosa) dipecah menjadi gula sederhana, dan gula
dipecah lagi menjadi asam-asam yang dapat menyebabkan pelunakan; (2) protein
dapat dipecah menjadi gugusan peptida, senyawa amida, dan gas amoniak, yang
selanjutnya mengakibatkan perubahan bau dan cira rasa; (3) Lemak dapat dipecah
menjadi asam lemak dan gliserol.

2. Kerusakan Mekanis
Kerusakan mekanis terjadi karena adanya benturan (antara bahan dengan bahan,
bahan dengan alat atau wadah), himpitan, regangan atau gesekan mekanis pada
waktu pemanenan, penanganan, penyimpanan, dan pengangkutan. Misalnya : (1)
buah mangga atau durian yang diambil dengan galah, dapat rusak karena galah atau
memar karena jatuh terbentur batu atau tanah keras, (2) sayuran dan buah-buahan
yang diangkut dengan wadah yang tidak memadai dapat rusak karena benturan atau
gesekan satu dengan lainnya, (3) umbi-umbian dapat cacat karenatersobek, terpotong
oleh cangkul atau alat penggali lain.
Tingkat kerusakan mekanis tergantung pada jenis bahan, macam dan besarnya gaya
mekanis, kadar air bahan, ukuran berat, dan bentuk bahan. Tingkat resistensi terhadap
gaya mekanis dipengaruhi oleh sifat ketahanan dan susunan kimia kulit luar bahan.
Kulit dengan kandungan lignin 5 % lebih tahan dibanding kulit dengan kandungan
lignin 1,5 %.
3. Kerusakan Fisik
Kerusakan fisik terjadi karena perlakuan fisik pada bahan makanan seperti pemanasan
dan pendinginan. Kerusakan fisik dapat berupa (a) casehardening, (b) Chilling injury,
(c) freezing injury, (d) retak, dan (e) perubahan kimia.
Pengeringan awal dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan bahan makanan kering
bagian dalam sedangkan bagian luar masih basah disebut dengan casehardening.
Misalnya pengeringan teh hitam, apabila teh masih dbasah langsung dikeringkan
dengan suhu yang tinggi maka bagian permukaan teh akan langsung kering, terbetuk
lapisan tipis pada permukaan teh yang tak dapat ditembus air sehingga air di bagian
dalam teh tidak dapat menguap. Akibatnya teh akan berwarna putih pada ujungnya
(white end) dan mutunya turun. Penggunaan suhu tinggi pada pengolahan pangan,
selain akan mengakibatkan kegosongan yang mempengaruhi rasa, juga dapat
merusak vitamin dan susunan kimianya.
Proses Chilling injury dapat terjadi karena : (1) Toksin (asam klorogenat) bahan
makanan meningkat jumlahnya pada suhu dingin. Asam klorogenat pada kondisi netral
(jaringan hidup) dapat dinetralkan (detoksikasi) oleh asam askorbat sehingga aktivitas
toksin dapat ditekan. Pada suhu dingin, proses detoksikasi menurun, pembentukan
asam klorogenat terus berjalan sehingga akan tertimbun dan dapat meracuni sel. Sel
akan mati dan kemudian membusuk; (2) Adanya perbedaan jumlah dua macam asam
lemak dalam mitokondria yakni asam lemak linolenat yang peka terhadap pendinginan
dan asam palmitat yang tahan terhadap pendinginan. Apabila kadar asam palmitat
lebih banyak daripada asam linolenat maka bahan makanan akan tahan terhadap
pendinginan. Sebaliknya Apabila kadar asam linolenat lebih banyak daripada asam
palmitat maka bahan makanan akan peka terhadap pendinginan dan menjadi rusak.
Freezing injury terjadi karena adanya pembekuan air dalam sel sehingga menjadi
kristal-kristal es. Kristal es akan makin besar dengan jalan menyerap air dari sekitar
sel sehingga sel menjadi kering. Pada sel yang kering ikan sulfidril (-SH) dari protein
akan berubah menjadi ikatan disulfian (-S-S-) sehingga secara fisiologis, fungsi
protein dan enzim-enzim akan hilang dan metabolisme terhenti, sel akan mati dan
akhirnya membusuk.
Retak pada biji-bijian terjadi karena adanya perbedaan suhu dan perbedaan kadar air.
Kenaikan suhu yang tinggi atau melampuai suhu kritis (suhu dimana terjadi eprbedaan
koefisien pengembangan) mengakibatkan kecepatan pengembangan atau pemuaian
melampaui batas kekuatan bahan sehingga biji retak. Jagung dengan kadar 14 -19 %
lebih banyak mengalami retak selama pengeringan apabila dibandingkan dengan
jagung dengan kadar ari 16 – 21 % dan 10 - 15 %.

4. Kerusakan Biologis.
Kerusakan biologis terdiri dari kerusakan fisiologis dan kerusakan karena serangga
dan binatang pengerat. Kerusakan fisiologis meliputi kerusakan oelh reaksi-reaksi
metabolisme atau oleh enzim-enzim alami dalam bahan makanan. Tanda dari
kerusakan ini adalah adanya peningkatan suhu, kelembabab dan timbulnya gas akibat
akibat proses respirasi dan pembusukan. Perubahan karbohidrat, protein dan lemak
menjadi susunan yang lebih sederhana dapat terjadi apabila suhu dan kelambaban
memungkinkan sehingga enzim amilase, protease, lipase menjadi lebih aktif. Apabila
hal tersebut terjadi pada biji-bijian, buah-buahan atau sayuran yang disimpan maka
proses pengembunan, pemuaian serta akumulasi gas dapat terjadi dan menimbulkan
kerusakan.
Sesaat setelah hewan dipotong, temperatus daging akan naik (semula 99,7 O F naik
menjadi 103O F). Pada saat hewn dipotong terjadi penghentian sirkulasi darah yang
menbawa oksigen ke jaringan otot (daging), sehingga metabolisem berubah dari
aerobik ke anaerobik yang menghasilkan asam laktat. Banyaknya asam laktat
mengakibatkan pH turun menjadi sekitar 5,6 – 5,8, dan warna daging berubah menjadi
lebih gelap yangmenunjukkan daging mulai mengalami kerusaka.
Kerusakan oleh serangga dan binatang pengerat dumulai dari lapangan sampai di
gudang. Serangga perusak seperti Sitopilus sp, Tribolium sp, dan Oryzaephilus sp
dapat merusak biji-bijian dan kacang-kacangan di lapangan maupun di gudang,
sehingga bahan makanan hancur dan rusak. Masuknya ulat dan serangga ke dalam
buah-buahan dan sayuran dapat merusak bagian dalam, yang merupakan jalan
masuknya mikrooranisme pembusuk, untuk selanjutnya tumbuh dan merusak bahan
tersebut. Tikus dapat menyebabkan kerusakan pada beberapa macam pembungkus
dan memakan isinya.

5. Kerusakan Kimia
Kerusakan kimia terjadi akibat kerusakan lainnya, seperti kerusakan fisik, biologis, dan
mikrobiologis. Ketengikan pada lemak dan minyak dapat disebabkan karena adanya
oksigen yang menimbulkan reaksi oksidasi pada asam lemak yang tidak jenuh.
Perubahan pH pada daging dapat menyebabkan perubahan warna, denaturasi protein
dan penggumpalan. Terjadinya noda-noda hitam pada makanan kaleng disebabkan
oleh adanya senyawa FeS yang dihasilkan dari reaksi senyawa H 2S yang diproduksi
dengan Fe dari lapisan dalam kaleng yang kurang baik.

C. Cara Pencegahan Kerusakan


1. Pencegahan kerusakan mikrobiologis
Pencegahan mikrobiologis dapat dilakukan dengan :
a. Mencegah kontaminasi. Pencegahan kontaminasi bahan makanan dapat dilakukan
dengan : (1) pencucian, dilakukan dengan air bersih pada bahan makanan, wadah
atau tempat untuk menyimpan, mengolah dan mengangkut. Air kotor dapat
mengandung mikroba 10 3 – 10 6 mikroba/1 ml air; (2) Sortasi atau pemilihan bahan-
bahan yang telah rusak; (3) Pembersihan (trimming) yaitu membuang bagian-bagian
yang tidak berguna; (4) pembungkusan terutama untuk mrncegah kontaminasi
mikroba dari udara.
b. Mencegah pertumbuhan mikroba. Untuk mencegah pertumbuhan mikroba dapat
digunakan cara : (1) pengaturan suhu, keadan suhu yang menyimpang dari suhu yang
dibutuhkan mikroba akan menghambat pertumbuhan mikroba. pemanasan bersifat
jauh lebih merusak daripada pendinginan; (2) pengaturan kadar air. Pertumbuhan
mikroorganisme tidak pernah terjadi tanpa adanya air. Kebutuhan mikroba akan air
untuk pertumbuhannya disebut dengan aktivitas air (water activity), dan setiap
jenismikroorganisme memiliki kisaran A wtertentu. Bakteri umumnya tumbuh dan
berkembang biak dalam media dengan A w tinggi (0,91), khamir 0,87 – 0,91, dan
kapang 0,80 – 0,87. Bahan makanan yang memiliki A w sekitar 0,70 sudah dianggap
cukup baik dan tahan selama penyimpanan; (3) pengaturan pH. Hal sama terjadi
seperti pada pengaturan suhu, dimana setiap mikroba memiliki pH optmum untuk
pertumbuhannya. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan pencelupan bahan pada air
kapur, air garam atau dengan cara penambahan asam; (4) pengaturan oksigen.
Tanpa adanya oksigen, mikroba aaerobik tidak dapat tumbuh dan akhirnya mati; (5)
penggunaan bahan pengawet anti mikroba. Masalah bahan pengawet akan dibahas
pada bab 10.
Tabel 3. Pengelompokan Mikroorganis berdasarkan Reaksi Pertumbuhannya Terhadap Suhu
N Jenis Suhu pertumbuhan ( O C)
o Mikroorganisme Minim Op Mak
um tim sim
um um
1 Psikrofil - 15 10 20
.
2 Psikotrof - 5 25 35
.
3 Mesofil 5 - 10 30 45
. -
37
4 Thermofil 40 45 60 -
. - 80
55
5 Thermotrof 15 42 50
. -
46

c. Eliminasi Mikroba secara lengkap (sterilisasi)


Cara yang dapat dilakukan untuk eliminasi (pengurangan/penghapusan) mikroba secara
lengkap adalah (1) uap panas/ gas. Alat yang digunakan untuk sterilisasi dengan uap
panas adalah autoklaf atau retort pada suhu 121O C atau 250O F pada tekanan 15 psi.
Sterilisasi dengan gas (etilen oksida dicampur dengan gas freon). Lama sterilisasi
tergantung jumlah awal mikroba pada bahan makanan; (2) Filtrasi atau penyaringan. Untuk
bahan cair yang tidak tahan terhadap panas, dengan alat Millipore filter yang memiliki
diameter pori-pori lebih kecil daripada diameter mikroorganisme; (3) Irradiasi, dapat
membunuh mikroorganisme di permukaan dan di dalam bahan makanan, serangga dalam
bentuk telur, pupa, dan vegetatifnya juga ikut musnah.
d. Eliminasi sebagain
Eliminasi sebagian dari mikroorganisme dapat dilakukan dengan pemanasan yaitu
pasteurisasi, irradiasi dosis rendah, dan penggunaan bahan kimia (senyawa DEPC/ Diethyl
pyrocarbonate)

2. Pencegahan kerusakan Mekanis


Kerusakan mekanis dapat dilakukan pencegahan dengan cara : (1) melakukan pemanenan
dengan hati-hati, pemanenan dengan tangan akan lebih baik dibandingkan dengan
peralatan; (2) melakukan sortasi, grading dan trimming; (3) penggunaan bantalan-bantalan
pada pinggir wadah atau antar bahan; (4) penggunaan jalinan sterofoam untuk bungkus.

3. Pencegahan kerusakan fisik dan kimia


Pencegahan kerusakan fisik dan kimia dapat dilakukan dengan cara (1) Penguasaan
pengetahuan tentang pengaruh suhu tinggi dan suhu rendah terhadap komponen bahan
makanan, dan suhu optimumnya; (2) Penguasaan pengetahuan fisiologi lepas panen
terutama pada buah-buahan dan sayuran; (3) Pembungkusan. Pembungkusan daging
dengan kain blacu yang dibasahi terlebih dahulu dengan air dapat mengurangi penguapan
air dari daging dan mencegah perubahan warna menjadi coklat; (4) Penggunaan suhu
pembekuan yang lebih rendah dan proses dilakukan dengan cepat, untuk mencegah
pecahnya sel pada saat thawing; (5) Penggunaan suhu pengeringan yang tidak terlalu
tingi, mencegah casehardening; (6) Pemberian zat antioksidan utnuk mencegah reaksi
oksidasi pada lemak dan minyak; dan (7) Penambahan zat kimia tertentu, seperti NaHSO4
untuk mencegah browning enzimatis maupun browning non enzimatis.

4. Pencegahan kerusakan bilogis.


Pencegahan kerusakan biologis dapat dilakukan dengan cara : (1) Penyimpanan dan
penggudangan yang baik dan higienis/ bersih, ventilasi yang baik, dan disemprot dengan
insektisida; (2) Fumigasi (pengasapan) dilakukan secara teratur dan berkala dengan
phostoksin, atau metil bromida; (3) Penggunaan zat anti serangga pada pembungkus; (4)
Penggunaan bahan pengawet pada kayu untuk wadah pengangkutan, seperti klornaptalen,
karbolinum, Na PCP, CuSO4, dan minyak.

D. Ruang Lingkup Pengawetan Makanan


Proses pengolahan dilakukan untuk membuat suatu macam bahan dari bahan lain,
sehingga bahan hasil olahan tersebut menjadi lebih berguna bagi kehidupan manusia.
Keawetan hasil olahan tersebut tergantung pada usaha lain yang diberikan selama dan
sesudah pengolahan. Misalnya pembuatan jam dari buah-buahan. Daya tahan jam
setelah diolah, apabila dibiarkan hanya tahan 1 hari. Namun bila jam tersebut dibotolkan
dan dilakukan sterlisasi maka jam akan lebih awet. Pembotolan dan sterilisasi
merupakan cara atau teknik proses pengawetan. Pengawetan adalah suatu
teknik/tindakan/usaha yang dilakukan pada bahan makanan sedemikian rupa sehingga
bahan makanan menjadi tidak mudah rusak atau awet.
Tujuan pengawetan makanan adalah (1) untuk menghambat atau mencegah terjadinya
kerusakan bahan makanan; (2) untuk mempertahankan mutu bahan makanan; (3) Untuk
menghindarkan terjadinya keracunan; (4) Untuk mempermudah penanganan,
penyimpanan dan pengangkutan. Peranan pengawetan dalam teknologi hasil pertanian
adalah sebagai penunjang sehingga pengolahan hasil pertanian berjalan sempurna
untuk menghasilkan hasil olahan yang lebih baik dan lebih awet. Hasil olahan tersebut
akan sampai ke tangan konsumen dengan baik tanpa mengalami kerusakan atau
penurunan gizi yang terlalu banyak.

Rangkuman
Bahan makanan rusak bila terjadi penyimpangan-penyimpangan yang melewati
batas sehingga bahan pangan tersebut tidak dapat diterima secara normal oleh
pancaindera manusia atau oleh parameter lain yang biasa digunakan. Tanda-tanda
kerusakan adalah (1) pemeraman, pelunakan, dan pembusukan, daging 2) pelendiran,
(3) perubahan bau, rasa dan warna, (4) penggumpalan. Penggolongan kerusakan
bahan makanan dibedakan menjadi 5, yakni (1) kerusakan mekanis, (2) kerusakan
mekanis, (3) kerusakan fisik, (4) kerusakan biologis, dan (5) kerusakan kimia.
Pencegahan kerusakan dapat dilakukan sesuai dengan jenis kerusakannya. Untuk
meningkatkan daya guna bahan makanan dapat dilakukan pengolahan, yang ditunjang
dengan proses pengawetan.

Evaluasi
Kerjakan soal berikut dengan uraian yang singkat namun jelas !
1. Kapan bahan makanan dikatakan telah mengalami kerusakan ? Jelaskan jawaban Sdr
disertai dengan tanda-tanda kerusakan dan contoh kasusnya.
2. Bedakan kerusakan fisik dan kerusakan mekanis, berdasar pengertian, tanda-tanda
kerusakan dan cara pencegahannya.
3. Bedakan antara pengolahan dan pengawetan makanan berdasar pengertian, tujuan dan
contoh kasusnya

BAB 2. PENGERINGAN
Pengantar
Bahan makanan segar mudah mengalami kerusakan dengan kadar air yang tinggi.
Berbagai biji-bijian seperti padi, dan kacang-kacangan yang telah tua dan kering dapat
lebih lama dibandingkan dengan buah-buahan dan sayuran. Supaya dapat dimanfaatkan
lebih lama maka dilakukan cara pengawetan dengan pengeringan. Proses pengeringan
secara alami menggunakan sinar matahari telah lama dilakukan nenek moyang, seperti
pengeringan gabah, jagung, kacang-kacangan, dan sale pisang.
Dengan perkembangan teknologi industri, pengeringan telah banyak dilakukan
secara buatan dengan menggunakan alat pengering khusus. Selain menggunakan tungku
api, dapat digunakan pengeringan dengan oven. Penggunaan alat khusus biasanya
digunakan untuk pengeringan komoditas pangan dalam skala besar, seperti pengeringan
teh, gula, tembakau, dan rempah-rempah, dll.

A. Prinsip Dasar dan Fungsi Pengeringan


Pengeringan pangan berarti pengawetan makanan dengan menurunkan kadar air
(lebih penting aktivitas air) dengan sengaja dari bahan pangan dengan cara pemanasan
sampai kadar air tertentu.Dengan terbatasnya kadar air, akan menyebabkan enzim-enzim
tidak aktif dan atau mikroorganisme tidak dapat tumbuh. Walaupun secara fisik ataupun
kimia masih terdapat molekul-molekul air yang terikat, namun tidak dapat dipergunakan
untuk metabolisme mikroba. Dibandingkan metode pengawetan yang lain, pengeringan
merupakan metode yang sederhana karena tidak memerlukan alat yang khusus. Oven
dapur, rak-rak pengering dan wadah penyimpanan adalah peralatan dasar yang
dibutuhkan.
Lama proses pengeringan tergantung dari bahan yang dikeringkan dan cara
pemanasan. Jika suatu benda padat mengering, maka terjadi 2 proses, yaitu : (1)
pemindahan panas untuk menguapkan cairan-cairan yang terdapat pada benda padat; (2)
pemindahan massa dalam bentuk air dalam bahan makanan atau dalam bentuk uap ke
udara.
Keuntungan utama pengeringan alami dan dehidrasi dibanding dengan metode
lainnya adalah : (1) bahan yang dikeringkan dapat disimpan lebih lama dan praktis dalam
penyimpanan karena sebagian besar air (90 – 99%) menguap; (2) Meningkatkan efisiensi
pengemasan (packaging), penyimpanan, dan transportasi (tujuan ekonomi karena
menurunkan berat dan volume); (3) Biaya atau investasi modal untuk peralatan relatif lebih
murah dibanding cara lain: (4) Tidak memerlukan cara-cara sterilisasi khusus dan
persyaratan yang berarti dalam penyimpanan; (5) Pemakaian bahan kering lebih praktis,
tidak perlu menghabiskan bahan sekaligus. Namun kerugian yang mungkin timbul dengan
pengeringan adalah : (1) Kerusakan-kerusakan yang timbul pada bahan kering tidak dapat
segera diketahui sebelum wadah dibuka; (2) Perlu perlakuan sebelum dipakai, seperti
perendaman dalam air (rehidrasi).

B. Macam-macam Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pengeringan alami dan
pengeringan buatan. Proses pengeringan alami yaitu suatu proses kehilangan air
yang disebabkan oleh kekuatan alam seperti sinar matahari atau angin kering. Proses
pengeringan buatan yaitu suatu proses kehilangan air dengan menggunakan alat-alat
pengering (dehidrator)
1. Pengeringan dengan Sinar Matahari (Sun Drying)
Pengeringan dengan sinar matahari adalah cara tertua untuk
mengeringkanmakanan karena menggunakan panas matahari dan pergerakan udara
secaraalami. Cara ini memerlukan sinar matahari yang terik, kelembaban
rendah, dan suhu sekitar 100OF. Bahan makanan yang berbentuk padat seperti
buah-buahan dan sayuran dapat dikeringkan dengan cara ini.Kelemahan metode ini: (1)
Makanan harus dilindungi dari serangga, debu dan kotoran lainnya dan ditutup pada
malam hari; (2) Metode ini tidak sehigienis metode yang lain; (3) Lama pengeringan
tergantung cuaca; (4) tempat penegringan dieprlukan lebih luas.Diperlukan waktu kira-kira
3-7 hari untuk mengeringkan buah-buahan dan sayuran.

2. Pengeringan Buatan
Pada proses pengeringan buatan, udara yang telah dipanaskan dialirkan atau
disirkulasikan dengan alat penghembus. Untuk menghasilkan produk dengan tingkat
kekeringan tertentu dapat dilakukan pengaturan pada suhu, kelembaban, dan kecepatan
udara. Kelebihan pengeringan buatan adalah (1) suhu dan aliran udara dapat diatur, (2)
kebersihan bahan makanan dapat terjamin, (3) proses pengeringan dapat dikontrol
sehingga kerusakan dapat dikurangi, (4) tidak memerlukan areal yang luas, dan (5)
penyusutan bahan lebih kecil. Kelemahannya adalah membutuhkan peralatan yang mahal,
membutuhkan bahan bakar yang relatif mahal, dan memutuhkan tanaga yang mempunyai
keahlian. Berbagai jenis pengering diuraikan berikut.
a. Metode Pengeringan Pengeringan dengan Oven
Pengeringan oven merupakan carayang paling sederhana untuk mengeringkan
makanan karena tidak memerlukan peralatan khusus. Metode ini juga lebih cepat daripada
metode pengeringan dengan sinar matahari (penjemuran) ataupun dengan menggunakan
pengering makanan (food dryer). Kelemahannya adalahmetode oven hanya dapat
digunakan untuk skala kecil. Oven dapur biasahanya dapat menampung 4–6 pounds (1
pounds = 453,6 gram) makananuntuk sekali pemakaian.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengeringan dengan oven adalah
sebagai berikut:
1. Pada awal pemanasan, suhu oven diatur pada 60OC. Kemudian suhuoven dipertahankan
pada 60-70OC. Pengecekan suhu dilakukan setiapsetengah jam.
2. Pengaturan makanan yang akan dikeringkan dalam rak-rak. Pada setiap rak disusun 1-2
pounds makanan sebanyak satu lapis. Untuk sekali pemakaian rak yang digunakan tidak
lebih dari 4 rak. Muatan yang tidak terlalu padatakan lebih cepat kering dibandingkan
muatan yang penuh. Harus disediakan ruang kosong kira-kira1-1,5 inci dari tiap sisi rak
agar udara dapat bersirkulasi dengan baik.
3. Perlu disediakan ventilasi yang cukup agar uap air dapat keluar sementara panas tetap
berada dalam oven. Untuk oven listrik ventilasi kira-kira 4-6 inci,sedangkan untuk oven gas
sekitar 1- 2 inci. Kipas angin listrik dapat diletakkan di depan pintu oven untuk membantu
sirkulasi udara.
4. Pergiliran dalam meletakkan rak(rotasi) diperlukan karena suhu di setiap tempat pada oven
tidak sama. Rotasi dilakukan setiap setengah jam sekali. Pembalikan bahan makanan yang
dikeringkan setiap setengah jam juga diperlukan agar pengeringan makanan berjalan
dengan baik.

b.Pengeringan dengan Pengering Makanan (Food Dryer)


Pengering makanan komersial atau buatan rumah tangga atau oven konveksi dapat
secara otomatis mengontrol panas dan ventilasi. Pengering ini lebih hemat listrik
dibandingkan oven listrik. Namun, suhunya lebih rendah (sekitar 50OC)sehingga
pengeringan berjalan lebih lama dibandingkan oven.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan pengering iniantara lain:
1. Pemanasan awal sekitar 52OC. Pemanasan dinaikkan secarabertahap hingga 60OC.
Dengan cara ini diperlukan 4-12 jam untuk mengeringkan buah-buahan atau sayur-
sayuran.
2. Tidak boleh menggunakan pemanas ruangan untuk mengeringkan makanan karena
pemanas ruangan menggerakkan debu dan kotoran sehingga dapat mengkontaminasi
makanan.

c. Pengeringan dengan Pengering Beku (Freeze Drying)


Pengeringan beku cocok dilakukan pada produk-produk yang sangat sensitif
terhadap panas. Untuk produk komersial yang paling banyak dikering bekukan adalah kopi
instan. Beberapa produk buah-buahan juga mulai dikering bekukan walau masih dalam
jumlah terbatas. Dalam pengeringan beku, air dikeluarkan dari bahan tanpa perubahan
fase atau melalui proses sublimasi. Jadi, bahan yang sudah dibekukan langsung
dikeluarkan airnya melalui pengeringantanpa mengalami pencairan bahan.Alat
pengeringan beku (freeze dryer) terdiri atas a dryer cabinet; dryingchamber with:
heating/cooling shelves, trays and door; vacuum pump, condenser, controls and digital
readout.
d. Pengeringan dengan Pengering Semprot (Spray Drying)
Metode pengeringan yang paling umum adalah pengeringan semprotyang cocok
diterapkan untuk produk-produk cair. Cairan yang akandisemprotkan ke alat pengering
semprot harus dikontrol densitasnya (berat persatuan volume) dengan menambahkan
sejumlah padatan. Susu bubuk adalahcontoh produk yang dikeringkan dengan cara ini.
Alat pengering semprot terdiri atas pemasukan udara (air inlet), pemanas
udara (air heater), drying chamber, inlet atomizer, cyclone chamber, cycloneseparator,
tempat penampungan produk-produk yang sudah dikeringkan,hot air inlet and outlet, kipas
dan motor pengering, alat pengontrol.

Alat pengering semprot Alat pengering drum Alat pengering vacuum


Gambar 2. Berbagai Jenis Alat Pengering

e. Pengeringan dengan Pengering Drum yang Berputar (Drum Dryer)


Metode ini kurang umum dibandingkan metode yang telah diuraikan di atas. Bahan
yang akan dikeringkan dialirkan di atas drum panas yang berputar. Produk yang sudah
dikeringkan berbentuk serpihan-serpihan. Metode ini lebih rendah biayanya dibandingkan
metode pengering semprot dan pengering beku, namun dihasilkan banyak panas
yangdapat merusak produk.

C. Cara Pengeringan
Cara pengeringan bahan makanan dilakukan dengan tahapan yang berbeda-beda.
Sayuran dan buah-buahan dicuci, dipotong kemudian diblansir; buah-buahan dilakukan
pencelupan atau pemberian belerang, ikan direndam dalam air garam atau diasapi.
Berikut tahapan cara pengeringan.
1. Pemanenan. Sayuran dan buah-buahan yang akan dikeringkan dianjurkan untuk
dipanen pada tingkat kematangan yang tepat. Setelah pemanenan, dilakukan
penanganan dengan hati-hati dan secepat mungkin, bila perlu disimpan dan diangkut
dengan suhu dingin untuk pangan yang peka terhadap kerusakan.
2. Pencucian. Pencucian dilakukan sampai bersih untuk menghilangkan kotoran yang
melekat.
3. Pengupasan dan pemotongan, disesuaikan dengan jenis bahan pangan.
4. Pencelupan. Pencelupan dengan larutan natrium bikarbonat atau larutan basa 0,5 %
dilakukan pada buah-buahan yang utuh untuk menghilangkan lapisan lilin pada
permukaan kulit buah dan memberikan hasil kerung yang rapuh atau cryspy.
5. Pemberian belerang. Pemberian belerang atau sulfur ditujukan untuk memperta hankan
warna yang menarik, mencegah timbulnya warna coklat akibat senyawa fenolik dan
aktivitas enzim fenol oksiadse, mencegah kerusakan, dan mempertahankan nilai gizi.
Pemberian belerang dapat berupa uap belerang yang dibakar (1 – 2 % SO 2 dalam
udara), larutan natrium bisulfit 3.000 ppm selama 15 menit.
6. Pemblansiran. Blansir adalah pemanasan pendahuluan dalam uap atau air panas di
bawah titik didih air dalam waktu singkat. Blansir terutama dilakukan pada sayuran dan
buah-buahan, suhu 90 – 92OC selama 3 - 5 menit. Tujuan pemblansiran adalah (1)
mengurangi udara yang terdapat dalam jaringan, (2) memantapkan warna hijau klorofil,
(3) Memudahkan pengupasan kulit, misalnya tomat, (4) membantu membersihkan
bahan makanan dari kotoran (getah, tanah, insekta), (5) memudahkan pengaturan
makanan dalam wadah, (6) menonaktifkan enzim terutama enzim oksidase, dan (7)
menghilangkan bau dan flavour yang tidak dikehendaki.
Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah (1) Sifat fisik dan kimia bahan makanan
(bentuk, ukuran, komposisi, dan kadar air), (2) Pengaturan geometris produk
sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindah panas (seperti
nampan untuk pengeringan), (3) Sifat-sifat fisik lingkungan alat pengering (suhu,
kelembaban, dan kecepatan udara), dan (4) karakteristik alat pengering (efisiensi
pemindahan panas). Sebagian besar pangan mengalami periode kecepatan
pengeringan dengan awal yang cepat, kenudian menurun sampai batas kritis.
Pengeluaran 15 – 20 % dari jumlah keseluruhan air yang diuapkan memnyita sebagian
besar waktu dan energi, dan digunakan sebagai batasan mutu produk.

D. Produk Pengeringan
Berbagai buah kering telah lama diproduksi di berbagai negara seperti anggur, kurma,
peach, aprikot. Anggur dengan kematangan tertentu dicelup dalam larutan berisi 2,5 %
kalium karbonat dan 2 % minyak, dan disebarkan dalam rak pengering. Selanjutnya
dijemur selama 1 - 3 hari, dicuci, diberi minyak dan dikemas.
Pengeringan jagung manis : pengirisan jagung dari tongkol, blansir 1 menit pada
suhu 212O F, sulfitasi sampai 2.000 ppm SO2, pengeringan dengan pengering udara
samapi kadar air 4 %. Jagung tepat kondisi baik walapun telah disimpan 6 bulan pada suhu
100O F.
Pisang Sale merupakan pisang segar yang telah mengalami pengeringan sapai
tingkat kadar air 17 – 18 %. Pada proses pengeringan sale terjadi proses fermentasi yaitu
pengubahan pati menjadi gula sederhana oleh enzim pemecah pati. Proses
pembautannya sederhana yakni pengupasan pisang yang matang, pengeringan di bawah
sinar matahari menggunakan tampah yang dialasi merang, dan pengepresan sampai
tingkat ketebalan tertentu. Untuk meningkatkan keawetan pisang sale, sebelum dijemur
dapat dilakukan pengasapan dengan gas belerang.
Indonesia yang kaya dengan berbagai empon-empon dapat diawetkan dengan cara
pengeringan yang sederhana: empon-empon dicuci, diiris tipis, bisa direndam dalam
larutan natrium bisulfit, kemudian dijemur dan dikemas.

Kunyit kering Jahe kering Sale Pisang


Gambar 3. Produk-produk Pengeringan

Rangkuman
Pengeringan adalah suatu proses pengurangan kadar air dengan cara pemanasan sampai
kadar tertentu. Dengan pengurangan kadar air akan menurunkan pertumbuhan
mikroorganisme dan menonaktifkan enzim sehingga meningkatkan daya simpan bahan
makanan. Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pengeringan alami dan
pengeringan buatan. Pengeringan buatan dapat dilakukan dengan beberapa alat
pengering antara lain oven, food dryer, pengering beku, pengering semprot, dan
pengering semprot yang berputar.
Tahap-tahap proses pengeringan yakni pencucian, pengupasan dan pemotongan,
pencelupan, pemberian belerang, pemblansiran dan pengeringan. Faktor yang perlu
diperhatikan dalam proses pengeringan adalah (1) Sifat fisik dan kimia bahan
makanan, (2) Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau
media perantara pemindah panas, (3) Sifat-sifat fisik lingkungan alat pengering, dan (4)
karakteristik alat pengering.

Evaluasi
1. Pengeringan merupakan pengawetan yang paling mudah dilakukan.
a. Jelaskan prinsip pengeringan dan mengapa produk pangan kering dapat awet ?
b. Bagaimana mekanisme penguapan air pada proses pengeringan ?
2. Proses pengeringan alami dan pengeringan buatan dapat digunakan dalam pengeringan
umbi-umbian.
a. Jelaskan keuntungan dari kedua jenis pengeringan tersebut !
b. Proses pemblansiran dan pemberian belerang dilakukan dalam pengeringan umbi.
Jelaskan proses dan fungsinya !
BAB 3. PENGAWETAN DENGAN SUHU TINGGI

Pengantar
Berbagai cara pengawetan bahan makanan dengan menggunakan suhu tinggi atau panas
telah lama digunakan seperti memasak, merebus, dan menggoreng. Dengan perlakuan
tersebut terjadi perubahan-perubahan fisik maupun kimia sehingga bahan makanan
menjadi lunak dan enak dimakan. Dengan pemanasan, sebagian besar mikroorganisme
dan enzim mengalami kerusakan. Namun bahan makanan tersebut tidak menjadi steril,
kemungkinan akan terkontaminasi kembali oleh mikroorganisme, dan rusak dalam jangka
waktu relatif pendek.
Pengawetan dengan suhu tinggi sering diistilahkan dengan proses termal, yaitu
proses pengawetan pangan yang menggunakan panas untuk menonaktifkan bakteri.
Contoh aplikasi dari proses termal adalah pengalengan. Konsep ini dapat juga digunakan
untuk mengevaluasi penurunan nilai gizi produk ketika dipanaskan.
Proses termal merupakan salah satu metode terpenting yang digunakan dalam
pengolahan makanan karena: (1) Memiliki efek yang diinginkan pada kualitas makanan
(kebanyakan makanan dikonsumsi dalam bentuk yang dimasak) ; (2) Memiliki efek
pengawetan pada makanan melalui destruksi enzim dan aktivitas mikroorganisme,
serangga, dan parasit ; (3) Destruksi atau penghancuran komponen-komponen anti nutrisi,
sebagai contoh tripsin inhibitor pada kacang-kacangan ; (4) Perbaikan ketersediaan
beberapa zat gizi, contohnya daya cerna protein yang semakin baik, gelatinisasi pati, dan
pelepasan niasin yang terikat ; (5) Kontrol kondisi pengolahan yang relatif sederhana.

A. Prinsip Dasar Pengawetan Suhu Tinggi


Panas merupakan faktor penting untuk mematikan mikroorganisme. Kematian
mikroorganisme tersebut disebabkan terjadinya penggumpalan (koagulasi) protein dan
enzim-enzim yang diperlukan dalam proses metabolsme mikroorganisme menjadi inaktif.
Secara lebih rinci, tahapan kematian mikroorganisme adalah : (1) denaturasi enzim-enzim
yang terdapat di dalam sel-sel mikroorganisme, (2) pemecahan struktur molekul protein
yang terdapat di dalam sel-selnya, dan (3) pemecahan molekul-molekul organik kompleks
lainnya. Ketahanan mikroorganisme terhadap panas berbeda. Pemanasan dapat
mematikan sebagian besar bakteri, terutama dalam bentuk vegetatifnya, spora lebih tahan
panas. Kenaikan suhu menyebabkan perubahan kecepatan tumbuh dan kegiatan
metabolisme mikroorganisme. Setiap kenaikan suhu 18O F akan mempercepat reaksi kimia
dan terjadinya perubahan bahan makanansebesar 2 kali, dengan kenaikan suhu yang
sama kerusakan mikroorganisme seebsar 10 kali. Suhu optimum pertumbuhan mikroba
disajikan pada Tabel 3.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pemanasan dengan temperatur yang lebih
tinggi dan waktu yang lebih lama dapat menghasilkan destruksimikroorganisme dan enzim
yang lebih besar. Proses pemanasan pada temperatur tinggi waktu singkat (HTST= high
temperature short time) memiliki perpanjangan waktu simpan yang sama dengan proses
pemanasan pada temperatur lebih rendah dan waktu yang lebih lama (LTLT = low
temperature long time), tetapi memiliki retensi (penahanan) sifat-sifat sensori (seperti rasa,
warna, aroma, tekstur) dan nilai-nilai gizi yang lebih baik. Jadi, proses HTST lebih
menguntungkandibandingkan LTLT.

B.Cara-cara Pengawetan Suhu Tinggi


Perpindahan panas dapat terjadi secara konveksi terjadi pada bahan cair, konduksi terjadi
pada bahan padat, dan radiasi. Kecepatan perambatan panas pada suatu bahan
tergantung pada (1) perbedaan suhu mula-mula otoklaf dan bahan yang dipanaskan, (2)
bentuk dan ukuran wadah, wadah yang besar memerlukan waktu pemanasan yang lebih
lama dibandingkan wadah yang kecil (3) cara perambatan panas, (4) bahan yang dipakai
untuk membuat wadah, kaleng tiga kali lebih cepat panas dibandingkan dengan gelas, dan
(5) pengadukan (agitasi) bahan selama pemanasan.
Di dalam makanan kaleng dikenal istilah ”cold point”, yakni titik atau tempat yang
paling lambat menerima panas. Cold point untuk bahan-bahan yang
merambatkan panas secara konduksi terdapat di tengah atau di pusat bahan tersebut.
Adapun cold point untuk bahan-bahan yang merambatkan panasnya secara konveksi
terletak di bawah atau di atas pusat yakni kira-kira seperempat
bagian atas atau bawah sumbu. Perambatan panas secara konveksi jauh lebih cepat
dibandingkan perambatan panas secara konduksi. Jadi, semakin padat bahan pangan,
maka perambatan panas akan semakin lambat.
Berdasarkan bentuk panas yang digunakan, proses termal tinggi ini secara garis
besar dibedakan atas empat, yakni: (1) proses termal dengan menggunakan uap (steam)
atau air sebagai media pembawa panas yang dibutuhkan, meliputi: blansir (blanching),
pasteurisasi, sterilisasi, evaporasi, dan ekstrusi ; (2) proses termal dengan menggunakan
udara panas, yakni: dehidrasi (pengeringan) dan pemanggangan ; (3) proses termal
dengan menggunakan minyak panas, yaitu penggorengan(frying); (4) proses termal
dengan menggunakan energi iradiasi, yaitu pemanasandengan gelombang mikro
(microwave) dan radiasi inframerah.

Merebus Mengukus Pasteurisasi susu Otoklaf


Gambar 4 . Cara Pengawetan Suhu Tinggi

Blansir
Blansir adalah pemanasan pendahuluan dalam uap atau air panas dalam waktu
singkat dengan suhu di bawah titik didih air, terutama untuk sayuran dan buah-buahan.
Blansir biasanya dilakukan sebelum proses pembekuan, pengeringan, dan pengalengan,
serta ditujukan terutama untuk menonaktifkan enzim yang ada dalam makanan. Tujuan
lainnya adalah untuk meng-hilangkan gas dari bahan pangan, menaikkan suhu bahan
pangan, membersihkan bahan pangan, melunakkan/ melemaskan bahan pangan
sehingga mudah dalam pengepakan di dalam kaleng. Media panas yang digunakan untuk
blansir adalah air panas, uap panas, atau udara panas pada suhu 82 - 93OC selama 3–5
menit. Untuk mendapatkan warna sayuran yang tetap segar sangat baik digunakan
kombinasi panas dan pendinginan yang sangat cepat.

Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan perlakuan panas di bawah titik didih air atau di bawah suhu
sterilisasi yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen tetapi tidak
membunuh mikroorganisme pembusuk dan nonpatogen.Pasteurisasi dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1. Low Temperature Long Time: suhu 63OC selama 30 menit.
2. High Temperature Short Time: suhu 72OC selama 15 detik.
Pasteurisasi biasanya disertai dengan cara pengawetan lain, misalnya setelah
dipasteurisasi makanan disimpan pada suhu dingin. Dengan demikian dayasimpan
makanan tersebut akan lebih lama. Sebagai contoh, susu pasteurisasiyang disimpan
dalam lemari es selama 1 minggu atau lebih tidak terjadiperubahan cita rasa yang nyata,
tetapi jika susu tersebut disimpan pada suhukamar maka akan menjadi busuk dalam 1 atau
2 hari. Pasteurisasi sari buah dapat dilakukan pada suhu 63 – 74O C selama 15 - 30 menit.

Sterilisasi
Istilah sterilisasi berarti membebaskan alat atau bahan dari semua mikroorganisme.
Sterilisasi biasanya dilakukan pada suhu yang tinggi misalnya 121OC selama 15 menit.
Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi tergantung dari besarnya kaleng yang digunakan
dan kecepatan perambatan panas dari makanan tersebut. Selama proses sterilisasi dapat
terjadi beberapa perubahan terhadap makanan yang dapat menurunkan mutunya. Oleh
sebab itu, jumlah panas yang diberikan harus dihitung sedemikian rupa sehingga tidak
merusak mutu makanan. Untuk bahan makanan di dalam kaleng atau botol biasanya
dilakukan sterilisasi komersial, yang ditujukan untuk membunuh mikroba patogen, mikroba
penghasil toksin, danpembusuk, sedangkan mikroba nonpatogen atau sporanya masih
mungkinditemukan tetapi dalam fase dorman yang tidak dapat berkembang
setelahpemanasan.
Panas yang diberikan sekitar 121OC selama 30-60 menit, tergantung bahan yang akan
disterilkan. Makanan-makanan kaleng yang steril secara komersial biasanya tahan sampai
setengah tahun lebih. Sterilisasi dikenal dengan istilah UHT (Ultra High Temperature) yaitu
sterilisasi pada suhu 150OC selama beberapa detik.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk menentukan lamanya proses pemanasan
adalah : (1) Waktu kematian mikroorganisme yang paling tahan panas yang terdapat dalam
bahan makanan, (2) kecepatan perambatan panas panas ke dalam wadah dan bahan, (3)
Akibat yang dialami oleh bahan makanan, dan (4) tingkat keasaman bahan makanan.
Makin tinggi derajat keasaman bahan, waktu pemanasan yang dibutuhkan untuk
mensterilkan makin lama. Tabel 4 menyajikan penggolongan bahan pangan berdasar
derajat keasaman.
Tabel 4. Penggolongan Bahan Pangan Berdasar Derajat Keasaman
No Tingkat keasaman pH Jenis Bahan Makanan
1. Tidak asam ≥ 5,3 Jagung, kacang polong, daging, ikan
unggas., susu
2. Berasam sedang/ 4,5 – 5,3 Bayam, bit, asparagus
agak asam

3. Asam 3,7 – 4,5 Tomat, pir, kobis merah


4. Sangat asam < 3,7 Acar mentimun, arben, asinan, kubis

Ketahanan panas mikroorganisme dan spora-sporanya dipengaruhi oleh : (1) umur dan
keadaan mikroorganisme atau spora sebelum dipanaskan, (2) komposis medium dimana
mikroorganisme atau spora tumbuh, terutama adanya garam, gula, zat pengawet, lemak
dan minyak, (3) pH dan aw mrdia pemanasan, (4) suhu pemanasan, dan (5) konsentrasi
awal mikroorganisme atau sporanya.
Pasteurisasi susu digunakan suhu 61 – 63O C selama 30 menit. Flash
pasteurizationdigunakan suhu yang tinggi dengan waktu yang singkat, yaitu : (1)
pemanasan suhu 88O C selama 1 menit, (2) suhu 100O C selama 10 - 15 detik, (3) suhu
121O C selama 1 – 3 detik.

C. Kerusakan Pengawetan Suhu Tinggi


Suhu dan waktu yang diperlukan untuk mematikan mikroorganisme berbeda-beda
tergantung dari jenis mikroorganisme yang harus dimatikan, cara pengawetan lainnya yang
dipergunakan, dan pengaruh panas terhadap bahan makanan. Kerusakan yang mingkin
terjadi akibat pemanasan yang terlalu tinggi adalah :
1. Kegosongan. Kegosongan terjadi reaksi antara gula dan asam amino sehingga warna
berubah menjadi coklat sampai hitam.
2. Proses blansir akan melarutkan vitamin B, mineral dan gula ke dalam air.
3. Susu setelah pasteurisasi akan cepat asam bila dibiarkan terbuka pada suhu kamar

Rangkuman
Panas merupakan faktor penting untuk mematikan mikroorganisme. Kematian
mikroorganisme tersebut disebabkan terjadinya penggumpalan (koagulasi) protein dan
enzim-enzim yang diperlukan dalam proses metabolsme mikroorganisme menjadi inaktif.
Perpindahan panas dapat terjadi secara konveksi terjadi pada bahan cair, konduksi terjadi
pada bahan padat, dan radiasi. Berdasarkan bentuk panas yang digunakan, proses termal
dibedakan menjadi (1) proses termal dengan menggunakan uap (steam) atau air sebagai
media pembawa panas (2) proses termal dengan menggunakan udara panas (3) proses
termal dengan menggunakan minyak panas, (4) proses termal dengan menggunakan
energi iradiasi. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk menentukan lamanya proses
pemanasan adalah : (1) Waktu kematian mikroorganisme yang paling tahan panas yang
terdapat dalam bahan makanan, (2) kecepatan perambatan panas panas ke dalam wadah
dan bahan, (3) Akibat yang dialami oleh bahan makanan, dan (4) tingkat keasaman bahan
makanan.

Evaluasi
1. Pemanasan tidak selalu mengawetkan bahan makanan.
a. Benarkah pernyataan tersebut ? Berilah alasan jawaban sdr, disertai dengan contoh kasus.
b. Bagaimana prinsip dari pemanasan sehingga bisa mematikan mikroorganisme ?
2. Pemanasan dengan uap panas dapat dilakukan dengan pasteurisasi dan sterilisasi.
a. Bedakan kedua proses tersebut berdasar pengertian, tujuan, dan contoh aplokasinya pada
pangan yang sama.
b. Akibat apa yang timbul bila melakukan pemanasan tersebut pada point 2 a dilakukan pada
suhu yang lebih tinggi ?
BAB 4. PENGAWETAN DENGAN SUHU RENDAH

Pengantar
Jika dua buah benda mempunyai suhu yang berbeda, maka terjadi perpindahan panas dari
benda yang satu ke benda yang lain. Yang menjadidingin disebut benda panas, benda
yang menerima panas dikatakan sebagai benda yang dingin. Metabolisme jaringan
merupakan fungsi suhu di sekelilingnya. Organisme yang hidup mempunyai suhu optimum
untuk pertumbuhannya. Suhu yang lebih tinggi akan merusak, sedangkan suhu yang lebih
rendah menghambat metabolisme. Suhu rendah mendekati titik beku air sangat efektif
dalam mengurangi laju respirasi yang terjadi, dan menurunkan pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk dihambat.
Berbagai jenis pangan akan tahan lama disimpan pada suhu beku. Di samping itu
beberapa jenis pangan dikonsumsi dalam keadaan beku seperti es krim.

A. Prinsip Dasar Pengawetan Suhu Rendah


Prinsip dasar pengawetan dengan menggunakan suhu rendah adalah (1)
memperlambat kecepatan reaksi enzimatis dan reaksi kimiawi dan (2) menghambat
pertumbuhan mikroorganisme penyebab kebusukan dan kerusakan.Prinsip yang pertama
dapat kita pahami karena setiap penurunan suhu sebesar8OC maka kecepatan reaksi
metabolisme berkurang setengahnya. Jadi, semakinrendah suhu penyimpanan maka
bahan pangan akan semakin lama rusaknya,atau dengan kata lain bahan pangan akan
semakin awet. Prinsip yang keduaakan efektif jika bahan pangan dibersihkan dulu sebelum
didinginkan.Hal ini dimaksudkan bahan pangan yang akan disimpan sedapat
mungkinterbebas dari kontaminan awal,terutama mikroorganisme darigolongan psikrofilik
yang tahan suhu dingin. Dapat disimpulkan bahwamenyimpan makanan pada suhu rendah
(pada lemari es atau lemari beku) dapatmengurangi kerusakan makanan dan
memperlambat proses pelayuan. Suhudingin juga membatasi tumbuhnya bakteri yang
merugikan.
2. Macam-macam Pengawetan Suhu Rendah
Cara-cara pengawetan dengan suhu rendah secara garis besar dikelompokkan
menjadi dua, yakni : (1) pendinginan (cooling) dan (2) pembekuan (freezing). Perbedaan
antara keduanya dapat dilihat dalam Tabel 5.
Tabel 5. Perbedaan Suhu dan Masa Simpan Pendinginan dan Pembekuan
Kriteria Pendinginan Pembekuan
Suhu Lebih tinggi dari titik beku Lebih rendah dari titik beku bahan
bahan makanan makanan
-1 – +4O C -12 – (-24)O C
Masa simpan Beberapa hari – minggu Beberapa bulan - tahun

a. Pendinginan
Penurunan suhu di bawah suhu minimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
mikroorganisme dapat memperpanjang waktu generasi mikroorganisme dan mencegah
atau menghambat perkembangbiakannya. Berdasarkan pada kisaran suhu pertumbuhan,
mikroorganisme dibedakan atas 3 kelompok, yaitu termofilik (35-55OC), mesofilik (10-
40OC), dan psikrofilik (-5-15OC).
Pendinginan mencegah pertumbuhan mikroorganisme termofilik dan mesofilik.
Sejumlah mikroorganisme psikrofilik menyebabkan kebusukan makanan, tetapi tidak ada
yang patogen (dapat menimbulkan penyakit). Oleh karena itu, pendinginan di bawah suhu
5-7OC menghambat kebusukan dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen.
Pendinginan juga mengurangi kecepatan perubahan enzimatik dan mikrobiologik serta
menghambat respirasi bahan pangan segar.
Faktor-faktor yang mengendalikan waktu simpan bahan pangan segar dalam
penyimpanan dingin meliputi : (1)jenis dan varietas bahan pangan; (2)bagian dari bahan
pangan (bagian pertumbuhan tercepat memiliki kecepatan metabolisme tertinggi dan waktu
simpan terpendek). Sebagai contoh asparagus memiliki kecepatan respirasi relatif 40 dan
waktu simpan pada suhu 2O C selama 0,2-0,5 minggu, sedangkan bawang putih kecepatan
respirasi relatifnya 2 dan waktu simpannya pada suhu yang sama selama 25-50 minggu;
(3) kondisi panen dan tingkat kematangan, contoh: adanya kontaminasi mikroorganisme,
kerusakan mekanis (bahan pangan terkelupas, memar, dan sebagainya); (4)suhu
pendistribusian dan suhu penjualan; (5) kelembaban relatif pada ruang penyimpanan yang
mempengaruhi kehilangan air (dehidrasi).
Faktor-faktor yang menentukan penyimpanan dingin dari pangan olahan meliputi :
(1) jenis makanan; (2) tingkat kerusakan mikroorganisme atau inaktivasi enzim yang
diperolehmelalui proses; (3) kontrol higienis selama pengolahandan pengemasan; (4) sifat-
sifat barier dari bahan pengemas; (5) suhu selama distribusi dan penjualan.
Peralatan untuk pendinginan dibedakan berdasarkan metode yang digunakan untuk
memindahkan panas, yaitu: (1) refrigerator mekanik dan (2) sistem kriogenik. Kedua jenis
alat pendingin tersebut dapat diterapkan untuk operasi pendinginan yang terputus-putus
(batch) atau berkesinambungan (continuous).

Pendinginan Pembekuan
Gambar 5. Cara Pengawetan Suhu Rendah

b. Pembekuan
Yang dimaksud dengan pembekuan adalah suatu unit operasi dimana suhu
makanan dikurangi di bawah titik pembekuan dan bagian air mengalami perubahan untuk
membentuk kristal-kristal es. Dengan pembekuan makanan dapat awet yang dicapai
melalui kombinasi dari suhu rendah, berkurangnya aw, dan perlakuan pendahuluan melalui
blansir. Perubahan gizi dan mutu organoleptik hanya sedikit apabila prosedur pembekuan
dan penyimpanan diikuti.
Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan pada suhu di bawah -12OC belum
dapat diketahui dengan pasti. Jadi penyimpanan makanan beku pada suhu sekitar -18o C
dan dibawahnya akan mencegah kerusakan mikrobiologis dengan syarat tidak terjadi
perubahan suhu yang besar. Walaupun jumlah mikroorganismebiasanya menurun selama
pembekuan dan penyimpanan beku (kecuali spora),makanan beku tidak steril dan sering
cepat membusuk seperti produk yang tidak dibekukan. Pembekuan dan penyimpanan
makanan beku mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kerusakan sel
mikroorganisme.Jika sel yang rusak tersebut mendapat kesempatan untuk menyembuhkan
dirinya, maka pertumbuhan yang cepat akan terjadi jika lingkungan sekitarnya
memungkinkan.
Alat yang dapat membekukan bahan pangan biasa disebut freezer. Faktor-faktor
yang mempengaruhi laju pembekuan adalah cara pembekuan (cepat atau lambat), suhu
yang digunakan, sirkulasi udara, ukuran dan bentuk pembungkus, serta jenis komoditi. Ada
3 cara pembekuan cepat, yaitu :(1) pencelupan bahan ke dalam refrigerant, contoh
pembekuan ikan dalam larutan garam dan buah beri dalam sirup;(2) kontak tidak langsung
dengan refrigerant; serta(3) air-blast freezing dengan udara dingin: -17,8-(-34,4)OC.
Metode pembekuan yang dipilih untuk setiap produk tergantung pada: (1) mutu
produk dan tingkat pembekuan yang diinginkan; (2) tipe dan bentuk produk, pengemasan;
(3) fleksibilitas yang dibutuhkan dalam operasi pembekuan; (4) biaya pembekuan.
Kelebihan pembekuan cepat dibandingkan pembekuan lambat adalah: (1) kristal es yang
terbentuk kecil-kecil sehingga dapat memperkecil kerusakan mekanis apabila bahan
dicairkan (thawing); (2) faktor pemadatan air lebih cepat; (3) pencegahan pertumbuhan
mikroorganisme lebih cepat; dan (4) kegiatan enzim cepat menurun.Walaupun secara
umum dapat dikatakan bahwa pembekuan cepat lebih baik daripada pembekuan lambat,
namun perlu diperhatikan kekhususan kondisi penyimpanan untuk setiap komoditi yang
memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Tabel 6. Kekhususan Kondisi Penyimpanan Beberapa Bahan Pangan


No Jenis Pangan kondisi penyimpanan
Pangan
1. Daging Jika disimpan pada 4OC dapat awet beberapa hari,
tetapi jika dibekukan pada -18-(-23,5)O C daya
simpannya dapat lebih lama. Ikan lebih cepat busuk
daripada daging sehingga jika disimpan pada 0-4OC
maka setelah 5 hari akan berbau tak sedap, oleh
karena itu penyimpanan sebaiknya dengan
pembekuan

2. Susu Susu segar baik jika disimpan pada 0-1OC,


segar sedangkan susu kental pada 1-4,5OC. Penyimpanan
di bawah suhu tersebut akan menyebabkan emulsi
susu pecah sehingga terjadi pemisahan lemak.
Selain itu, protein akan terdenaturasi yang ditandai
dengan terbentuknya gumpalan

3. Telur Suhu terbaik -1,5OC dengan kelembaban nisbi 82-


85%. Jika kelembaban terlalu rendah, maka isi telur
akan menguap sehingga kantong udara membesar.
Telur tidak boleh dibekukan karena jika isi telur
membeku maka telur akan pecah, sedangkan jika
kuning telur membeku maka akan menyebabkan
kerusakan yang irreversible (tidak dapat diperbarui)

Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi mutu akhir dari makanan beku adalah:
1. Mutu bahan baku yang digunakan termasuk varitas, kematangan, kecocokan untuk
dibekukan dan disimpan dalam keadaan beku.
2. Perlakuan sebelum pembekuan seperti blansir, penggunaan SO2, atau asam askorbat
(vitamin C).
3. Metode dan kecepatan pembekuan yang dipakai.
4. Suhu penyimpanan dan fluktuasi suhu.
5. Waktu penyimpanan.
6. Kelembaban lingkungan tempat penyimpanan, terutama jika makanan tidak dikemas.
7. Sifat-sifat dari setiap bahan pengemas.

Pembekuan Buah-buahan dan Sayuran


Apabila suhu penyimpanan dipertahankan tidak melebihi batas minimum dari
pertumbuhan mikroorganisme untuk waktu penyimpanan lebih lama, mutumakanan beku
akan rusak terutama sebagai akibat dari perubahan-perubahan fisik, kimia, dan biokimia.
Perlakuan-perlakuan pendahuluan sebelum pembekuan bertujuan untuk mengurangi
kerusakan selama pembekuan dan penyimpanan beku meliputi:
1. Blansir untuk beberapa macam buah dan hampir semua sayur untuk menonaktifkan enzim-
enzim peroksidase, katalase, dan enzim penyebab warna coklat lainnya, megurangi kadar
oksigen dalam sel, mengurangi jumlah mikroorganisme, dan memperbaiki warna.
2. Penambahan atau pencelupan kedalam larutan asam untuk mempertahankan warna dan
mengurangi pencoklatan.
3. Pengemasan buah-buahan dalam gula kering atau sirup untuk meningkatkan kecepatan
pembekuan dan mengurangi reaksi pencoklatan, dengan cara mengurangi jumlah oksigen
yang masuk ke dalam buah-buahan.
4. Perubahan pH beberapa buah untuk menurunkan kecepatan reaksi pencoklatan.

Es Krim
Secara umum es krim digolongkan berdasarkan komposisi, citarasa, warna,bentuk,
dan ukuran. Menurut jenisnya dikenal es krim standard dan es krimspesial. Es krim standar
dibuat dengan resep standar dengan citarasa tertentu.Mengandung 10-12% lemak
susu,15% gula pasir, 0,3-0,5% bahan pengental,bahan pengelmusi 0,1% dan susu skim
bubuk 10%. Yang termasuk jenis ini, eskrim dengan rasa coklat, variegated atau ripple. Es
krim variegated merupakan es krim dengan rasa vanili yang dikombinasi dengan citarasa
lain, dibuat berlapis atau berselang-seling.
Es krim spesial merupakan es krim yang mengandung lemak susu lebih
tinggi dari es krim standar, memakai telur dan pewarna lebih banyak.Es krim terbuat dari
susu bubuk dengan atau tanpa susu segar, lemak susu, gula, bahan pengental atau
penstabil, bahan pengemulsi dengan atau tanpa bahan tambahan seperti pewarna, rasa,
dan telur.
Tahap-tahap pembuatan es krim meliputi penimbangan bahan, pencampuran,
pemanasan (pasteurisasi), pengecilan ukuran butiran lemak (homogenisasi),pendinginan,
aging (penuaan), pembekuan pengerasan. Bahan-bahan yang diperlukan ditimbang sesuai
resep dengan ukuran yang pasti. Tidak memakai takaran yang kurang pasti seperti sendok,
cangkir atau gelas. Jika takaran tidakpasti es krim yang dihasilkan akan kurang
memuaskan. Mula-mula bahanpenstabil dilarutkan ke dalam air. Agar larut sempurna,
campuran dipanaskansambil diaduk hingga mendidih. Bahan-bahan lain ditambahkan dan
diaduk.Campuran semua bahan ini disebut campuran es krim atau ice cream
mix.Selanjutnya dilakukan pasteurisasi, campuran dipanaskan hingga suhu 85oC. Sebelum
dingin, dilakukan homogenisasi yaitu memperkecil ukuranbutiran lemak. Proses
homogenisasi dilakukan dengan alat homogenizer.Hasilnya es krrim menjadi lebih
homogen dan lembut. Setelah itu campuran segera didinginkan misalnya dengan
merendam wadahnya dalam aires hingga suhunya mencapai sekitar 40C sambil diaduk-
aduk. Campurankemudian diaging atau dibiarkan selama 4–24 jam pada suhu tersebut.
Agingdimaksudkan untuk memberi kesempatan bahan penstabil menyerap air dalam
campuran hingga tekstur es menjadi lebih lembut dan volumenya bertambah.Campuran
dibekukan dalam otator (alat pembuat es krim) hingga suhunya – 5oC sambil terus diaduk.
Volume campuran es krim akan mengembang.Hal ini disebabkan oleh udara yang
terperangkap pada campuran. Pada skala industri pengembangannya dapat mencapai
125% yang berarti dari 1 liter bahan yang dapat menghasilkan 2,25 liter es krim.
Pengembangan volume ini menguntungkan karena es krim dijual berdasarkan volume
(literan) dan bukanberdasarkan berat.
Keluar dari alat ini sebenarnya es krim sudah jadi, teksturnya lembek dan
cepat mencair disebutes krim lunak atau soft serve ice cream. Agar teksturnyamenjadi
lebih keras, es krim disimpan dalam freezer yang bersuhu -20 sampai-50oC. Pembekuan
dilakukan setelah es krim dikemas dalam wadah-wadah.Dalam pembuatan es krim dengan
skala industri jumlah yang dibuat besar,dengan mesin berkapasitas besar.
Pada mesin pembeku es krim misalnya, sengaja disuntikkan udara agar
volume es krim mengembang lebih besar. Sedangkan untuk skala rumahtangga peralatan
dan yang dipakai lebih sederhana dan berkapasitas kecil. Beberapa tahapan seperti
homogenisasi dan aging tidak dilakukankarena peralatan yang dipakai lebih sederhana.
C. Kerusakan Pengawetan Suhu Rendah
Buah-buahan dan sayuran peka terhadap kerusakan dingin di atas suhu pembekuan.
Setiap jenis buah dan sayur tersebut memiliki jenis kerusakan yang spesifik, jenis
kerusakannya disajikan pada Tabel 7.
Apabila amonia yang digunakan sebagai bahan pendingin (refrigerant) bocor dapat
mengakibatkan perubahan warna bagian luar bahan makanan yang didinginkan berupa
warna coklat atau hijau kehitaman, bila berlanjut dapat mengakibatkan pelunakan.
Ruangan dengan amonia 1 % selama 1 jam dapat merusak apel, pisang, dan bawang
merah.
Penyimpangan bahan makanan pada pendinginan maupun pembekuan seharusnya
dibungkus dengan bahan yang kedap uap air. Bila tidak dilakukan dapat mengakibatkan
pengeringan bahan makanan. Faktor yang mempengaruhi pengeringan antara lain : (1)
suhu, (2) kelembaban, (3) kontak dengan atmosfer, (4) kecepatan sirkulalsi udara, dan (5)
perbedaan suhu antara produk dan udara.
Tabel 7. Kerusakan Buah-buahan dan Sayuran pada Penyimpanan dibawah Suhu Terbaik

Jenis Suhu Kerusakan yang terjadi


Pangan Penyimpanan
terbaik (O C)
Buah-
buahan : 7,5 Coklat bagian dalam
Adpokat
Anggur 7,5 Luka, bopeng, coklat bagian
dalam
Apel 1–2 Coklat bagian dalam, lunak,
pecah
Jeruk 2–3 Kulit tidak beraturan
Mangga 10 Bagian dalam berwarna pucat
Nenas 10 – 13 Lembek
Pepaya 7,5 Pecah
Pisang 13,5 Berwarna gelap jika masak
Sayuran :
Buncis 7,5 - 10 Bopeng, lembek, kemerah-
merahan
Kentang 4,5 Coklat
Mentimum 7,5 Bopeng, lembek, busuk
Kubis 0 Garis-garis coklat pada tangkai
Terong 7 – 10 Bintik-bintik coklat
Tomat hijau 13 Tidak berwarna jika masak dan
mudah busuk
Tomat 10 Pecah
matang
Wortel 0 – 1,5 Pecah

Rangkuman
Prinsip dasar pengawetan dengan menggunakan suhu rendah adalah (1)
memperlambat kecepatan reaksi enzimatis dan reaksi kimiawi dan (2) menghambat
pertumbuhan mikroorganisme penyebab kebusukan dan kerusakan.Cara-cara pengawetan
dengan suhu rendah dikelompokkan menjadi dua, yakni : (1) pendinginan (cooling) dan (2)
pembekuan (freezing). Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi mutu akhir dari makanan
beku adalah: (1) Mutu bahan baku , (2) Perlakuan sebelum pembekuan, (3) Metode dan
kecepatan pembekuan yang dipakai, (4) Suhu penyimpanan dan fluktuasi suhu, (5) Waktu
penyimpanan, (6) Kelembaban lingkungan tempat penyimpanan, dan (7) Sifat-sifat dari
setiap bahan pengemas.

Evaluasi :
1. Pengawetan dengan suhu rendah dapat meningkatkan masa simpan bahan makanan.
Bagaimana hal tersebut dapat terjadi dan berilah contohnya.
2. Bedakan pendinginan dan pembekuan berdasar suhu, masa simpan, bahan yang cocok
untuk suhu tersebut.
3. Pengeringan pangan sering terjadi pada produk pendinginan. Mengapa hal tersebut dapat
terjadi, jelaskan faktor penyebabnya !

BAB 5.PENGGULAAN

Pengantar
Gula biasanya digunakan sebagai bahan pembuatan beraneka ragam produk
makanan seperti selai, jeli, marmalad, sirup, buah-buahan bergula, dan sebagainya.
Penambahan gula selain untuk memberikan rasa manis, juga berfungsi sebagai
pengawetan, penambah flavour dan untuk memperbaiki tekstur buah-buahan yang
dikalengkan.
Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi
(paling sedikit 40% padatan terlarut), maka sebagian air yang ada terikat oleh gula
sehingga menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw)
dari bahan pangan berkurang. Padahal mikroorganisme memiliki kebutuhan aw minimum
untuk pertumbuhannya. Kemampuan gula untuk mengikat air itulah yang menyebabkan
gula dapat berfungsi sebagai pengawet.Perlu diketahui bahwa aktivitas air berbeda dengan
kadar air. Bahan dengan kadar air yang tinggi belum tentu memiliki kadar air yang tinggi
pula. Sebagai contoh sirup, yang memiliki kandungan air yang tinggi, tetapi Awnya rendah
karena sebagian air yang ada terikat oleh gula.

A. Prinsip Dasar Penggulaan


Berbagai jenis gula ditambahkan ke dalam bahan makanan berfungsi sebagai pemanis.
Jika konsentrasinya tinggi (di atas 70 % padatan terlarut) dapat berfungsi sebagai
pengawet. Efek pengawet dari gula adalah (1) menurunkan Aw dari bahan makanan
sampai suatu keadaan dimana pertumbuhan mikroorganisme tidak memungkinkan, (2)
menaikkan tekanan osmosa larutan sehingga menyebabkan terjadinya plasmolisa dari sel
mikroba. Dengan terjadinya plasmolisa, air keluar dari sel mikroba, sel akan mengering dan
mati.
Gula dapat berfungsi sebagai germisida. Desktrosa dan fruktosa lebih efektif dibanding
sukrosa dan laktosa. Dekstrosa dan fruktosa memiliki berat molekul (BM) 180, sedangkan
sukrosa dan laktosa memiliki 342. Jumlah molekul sukrosa dan laktosa lebih sedikit
dibandingkan jumlah molekul desktrosa dan fruktosa per unit berat yang sama, sehingga
tekanan osmosa yang ditimbulkan juga lebih kecil. Di samping itu aktivitas biokimia akan
menurun bila BM menjadi lebih besar. Gula dengan konsentrasi 65 % bersifat menghambat
pertumbuhan bakteri, khamir, dan kapang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan produk-produk penggulaan terhadap
mikroorganisme adalah:
1. Kadar gula yang tinggi denganpadatan terlarut 65- 73%.
2. pH rendah, sekitar 3,1-3,5 tergantung pada tipe pektin dan konsentrasi.
3. aw, berkisar antara 0,75-0,83.
4. Suhu tinggi selama pendidihan atau pemasakan (105-106OC),kecuali jika
diuapkan secara vakum dan dikemas pada suhu rendah.
5. Tegangan oksigen rendah selama penyimpanan (misalnya jika diisikan ke dalam wadah-
wadah hermetik dalam keadaan panas).

B. Produk-produk penggulaan
1. Selai
Selai atau jam adalah produk makanan yang kental atau setengah padat yang
dibuat dari campuran 45 bagian berat buah dan 55 bagian berat gula. Selai termasuk
dalam golongan makanan semi basah berkadar air sekitar 15-40% dengan tekstur yang
lunak dan plastis. Untuk selai yang terbuatdari buah anggur, jeruk, nanas, stroberi dan
sejenisnya, kadar kekentalannyatidak kurang dari 68% dan untuk selai dari apel tidak
kurang dari 65%.
Gula yang ditambahkan berfungsi selain sebagai penambah cita rasa, juga
berfungsi sebagai pengawet. Perbandingan gula dengan buah harus tepat. Jika terlalu
sedikit gula, buah-buahan tidak akan matang sempurna dan akibatnya selai menjadi
mudah berfermentasi dan tidak tahan lama. Sebaliknya jika terlalu banyak gula, selai akan
menjadi terlalu kental dan membentuk kristal. Tujuan utama pembuatan selai adalah
memanfaatkan buah-buahan segar semusim yang berlimpah hingga tetap dapat dinikmati
setiap saat. Jenis buah untuk pembuatan selai adalah buah yang mengandung pektin dan
asam yang cukup untuk menghasilkan selai berkualitas baik. Buah yang dapat digunakan
antara lain sirsak, nanas, srikaya, stroberi, pepaya, tomat, durian, dan mangga. Untuk
memperoleh selai dengan aroma baik sebaiknya digunakan buah dengan
tingkatkematangan yang tinggi (benar-benar matang). Pengolahan selai buah dapatjuga
menggunakan campuran buah setengah matang dengan buah yang benar-benar matang.
Buah setengah matang akan memberi pektin dan asam yang cukup yang dapat
memperbaiki konsistensi selai yang dihasilkan, sedangkan buah yang matang penuh akan
memberikan aroma yang diinginkan.
Untuk mengetahui kandungan pektin pada buah-buahan dapat dilakukan dengan
tes alkohol. Buah yang akan diuji diperas air buahnya, selanjutnya ditambah 3-4 sendok
alkohol ke dalam 1 sendok sari buah. Jika pada campuran banyak terdapat gumpalan
kental maka kandungan pektin pada buah tersebut tinggi. Jika gumpalan yang terbentuk
sedikit atau agak cair berarti kandungan pektinnya sedikit.
Pektin adalah sejenis ’gula’ yang terdapat dalam sayuran dan buah-buahan.Dalam
buah-buahan biasanya terdapat di bawah kulit buah, di sekitar hati buah (core), dan di
sekitar biji buah.Tiap jenis buah mempunyai kandungan pektin yang berbeda. Stroberi,
aprikot,peach, ceri, pir, anggur, nanas tergolong buah-buahan berkadar pektin rendah.
Buah-buahan ini perlu dikombinasikan dengan buah-buahan berkadar pektin tinggi atau
dibubuhi pektin komersial. Apel, plum, dan currant merah tergolong buah berkadar pektin
tinggi dan tidak memerlukan tambahan pektin. Selain buah, dapat juga digunakan kacang
tanah sebagai bahan baku selai. Kacang tanah yang digunakan adalah kacang tanah
berkualitas, tidak busuk, memiliki rasa dan bau yang khas, serta bersih dari kotoran.
Sebelum diolah menjadi selai, kacangtanah disangrai dan kulitnya dikupas terlebih dahulu.
Selai yang bermutu baik mempunyai ciri-ciri tertentu, yakni konsisten, warna cemerlang,
distribusi buah merata, tekstur lembut, flavour buah alami, tidak mengalami sineresis
(keluarnya air dari gel) dan kristalisasi selama penyimpanan. Kondisi optimum untuk
pembentukan gel adalah : (1) pektin (0,75 – 1,5 %), (2) gula 65 – 70 %, dan (3) asam pH
3,2 - 3,4.
Jam strowberi Jelly apel Conserves Torakur Kurma
Gambar 6. Produk-produk Penggulaan

2. Jeli
Jeli adalah produk yang hampir sama dengan selai, bedanya jeli dibuat dari
campuran 45 bagian sari buah dan 55 bagian berat gula. Kadar padatan terlarutnya tidak
kurang dari 65%. Karena terbuat dari sari buah-buahan,jeli bersifat jernih, transparan,
bebas dari serat dan bahan lain. Jika dikeluarkan dari kemasan tampak seperti agar-agar,
lembut, kukuh, dan dapat dengan mudah dikerat dengan pisau.
Kandungan pektin sangat penting terutama dalam pembuatan jeli. Untuk
itu banyak digunakan pektin komersial yang dibedakan atas dua macam, yangberbentuk
bubuk berwarna putih dan cairan. Pektin komersial biasanya dibuat dari buah apel pilihan,
kulit jeruk, kulit dan hati apel sisa (dari limbah pengalengan apel). Pektin bubuk untuk sari
buah yang ditambahkan dalam keadaan dingin, sedangkan pektin cairan ditambahkan
dalam sari buahatau campuran gula yang mendidih. Dengan pemanasan pektin yang
terkandung dalam buah akan terekstrak keluar. Pemanasan tidak boleh berlebih akan
menyebabkan pektin menjadi rusak.
Tingkat keasaman buah juga penting karena asam akan menarik sari pektin dari
buah. Buah yang kurang asam perlu ditambah dengan air jeruk lemon atau asam sitrun
pada saat akan mulai dimasak. Perpaduan gula, asam, dan pektin dan dipanaskan
membentuk jalinan (matriks) sehingga jeli, selai, danproduk olahanbuah yang lain menjadi
kental atau pekat.

3. Marmalade
Marmalade adalah produk buah-buahan dengan menjadikannya bubur buah
ditambah gula dan asam dengan konsentrasi tertentu dan diberi irisan kulit jeruk/potongan
buah yang menjadi ciri khas produk ini dan mengalami pengentalan dengan pemanasan.
Seperti pada pembuatan selai dan jeli,faktor pektin, kadar gula, dan asam juga harus
diperhatikan sehingga dapatdihasilkan marmalade bermutu baik. Untuk buah yang terlalu
banyak seratnya, sebagian bubur disaring untuk mendapatkan sari buah dan dicampur
dengan setengah bagian bubur buah lainnya.
4. Manisan Buah
Manisan buah adalah produk buah-buahan yang diolah dengan menambahkan gula
dalam konsentrasi tinggi sehingga dapat mengawetkan buah-buahan tersebut. Manisan
buah ada dua jenis, yaitu manisan buah basah dan manisan buah kering. Manisan buah
basah adalah manisan buah yang masih mengandung air gula sedangkan manisan buah
kering tidak mengandung air gula lagi. Untuk membuat manisan buah basah, setelah
dikupas buah direndamdalam larutan garam kemudian dimasukkan ke dalam larutan gula
dan ditiriskan. Untuk membuat manisan kering, setelah buah direndam dalam larutan gula
selama semalam, buah ditiriskan lalu ditaburi gula pasir dan dikeringkan dengan cara
dijemur di bawah terik matahari. Lamanya menjemur biasanya 3 hari dan tiap hari ditaburi
kembali dengan gula pasir.
Buah setelah dikupas akan berubah warna menjadi coklat atau kehitaman. Hal ini
disebabkan oleh reaksi kimia dari asam pada buah dengan udara yang dikenal dengan
reaksi pencoklatan (browning enzimatis). Untuk menghindari hal tersebut, buah yang
sudah dikupas sesegera mungkin direndam dengan air garam yang dapat melindungi buah
dari reaksinya dengan udara. Reaksi pencoklatan lebih lanjut dari buah yang sudah
direndam dalam larutan gula biasanya dilakukan proses sulfuring. Proses ini bertujuan
untuk mempertahankan warna dan cita rasa, asam askorbat (vitamin C) dan vitamin A.
Selain itu sebagai bahan pengawet kimia untuk menurunkan atau menghindari kerusakan
oleh mikroorganisme sehingga dapat mempertahankan mutu manisan selama
penyimpanan.
Senyawa-senyawa kimia yang dapat digunakan dalam proses sulfuring adalah
sulfur dioksida, senyawa-senyawa sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Proses sulfuring
dilakukan sebelum buah dibuat manisan dengan uap sulfur dioksida atau dengan cara
perendaman dalam larutan sulfur dioksida atau sulfit. Batas maksimum penggunaan sulfur
dioksida dalam makanan yang dikeringkan adalah 2000 sampai 3000 mg setiap kg
manisan buah.
Perendaman dalam larutan kapur beberapa saat dilakukan untuk membuat
manisan tetap renyah. Hal ini disebabkan oleh kalsium yang masuk ke dalam jaringan
buah. Buah yang dibuat untuk manisan sebaiknya yang masih muda atau mengkal karena
tidak banyak mengandung gula sehingga akan menghasilkan manisan yang baik kecuali
untuk buah salak dan buah atap. Untuk kedua jenis buah ini lebih baik dalam keadaan
matang.

5. Buah Dalam Sirup


Buah dalam sirup adalah suatu produk olahan buah-buahan yang dibuat melalui
proses blansir, dimasukkan ke dalam wadah steril ditambah larutan gula 40%,
diexhausting, di tutup rapat, di sterilisasi, dan dilewatkan di air dingin. Produk inidapat
disimpan lebih lama karena telah melalui proses sedemikian rupa. Cara mensterilkan
tempat/wadah/ kaleng adalah dengan memanaskan atau merebus wadah selama 30 menit
pada suhu 100-121OC.
Proses blansir dilakukan dengan mencelupkan buah dalam air panas/merendam
dalam larutan kimia dengan maksud menghilangkan udara dari jaringan buah yang akan
diolah dan mengurangi terbentuknya endapan.Tujuan lain adalah mengurangi jumlah
mikroorganisme, mempermudah pengisian dalam wadah, serta menonaktifkan enzim yang
menyebabkan perubahan warna menjadi coklat. Setelah diblansir, buah disusun rapi dalam
wadah lalu dituang sirup gula sampai batas 1-2 cm dari bawah tutup wadah. Sebelum
ditutup dilakukan exhausting dengan cara memanaskan kaleng dan isinya dengan
merebus sampai suhu bagian tengah kaleng mencapai 80OC selama 5 menit.
Exhausting adalah kegiatan untuk mengurangi tekanan dalam wadah
yangdisebabkan karena pengembangan pada waktu proses pemanasan. Tanpa
proses exhausting, buah yang dikalengkan akan hancur setelah pemanasan akibat
tekanan yang terlalu tinggi. Setelah exhausting, wadah langsung ditutup rapat dan
dilanjutkan sterilisasi kira-kira 30 menit pada suhu 100OC. Setelah sterilisasi, wadah segera
didinginkan dengan air mengalir.
Buah dalam sirup yang dikalengkan dapat disimpan sampai satu tahun. Jenis buah-
buahan yang sering dikalengkan adalah rambutan, leci, pisang, jambu biji, nanas, apel, pir,
dan mangga. Kadang-kadang dalam satu kaleng bisa ditemukan campuran buah. Selain
buah, juga terdapat larutan gula sebagai media, umumnya berkadar 40%. Dalam
pembuatan sirup gula ditambahkan sedikit asam sitrat untuk menambah rasa.

6. Sirup
Sirup adalah sejenis minuman ringan berupa larutan gula kental dengan cita rasa
beraneka ragam. Berbeda dengan sari buah, penggunaan sirup tidak langsung diminum
tetapi harus diencerkan dulu karena kandungan gula dalam sirup tinggi, sekitar 65%. Untuk
menambah rasa dan aroma, sering ditambah rasa, pewarna, asam sitrat, atau asam
tartarat.

Berdasarkan bahan baku utamanya, sirup dibedakan menjadi:


1. Sirup essence adalah sirup yang cita rasanya ditentukan oleh essence yang ditambahkan,
misalnya essence jeruk, mangga, nanas, dan sebagainya.
2. Sirup glukosa, hanya mempunyai rasa manis saja, sering disebut gula encer. Sirup ini
biasanya tidak langsung dikonsumsi, tapi lebih merupakan bahan baku industri minuman,
sari buah, dan lain-lain. Sirup glukosa dapat dibuat daritepung kentang, tepung jagung,
tepung beras, dan lain-lain.
3. Sirup buah adalah sirup yang cita rasanya ditentukan oleh bahan dasarnya yaitu buah
segar, misalnya jambu biji, markisa, nanas, dan sebagainya.
Modifikasi produk sirup telah berkembang di pasar. Sirup dikombinasikan dengan susu,
beberapa rasa buah, atau sirup untuk penderita diabetes mellitus. Sirup yang menggulakan
gula murni sekitar 65 % akan terlihat lebih kental bila digoyang, sedangkan yang
menggunakan pemanis buatan akan lebih encer.

7. Produk Lainnya
a. Conserves adalah produk yang dibuat dari campuran buah-buahan termasukbuah jeruk dan
sering kali ditambahkan kacang dan kismis hingga menjadi lebihpadat dari selai.
b. Preserves merupakan buah kecil-kecil yang utuh atau potongan-potongan
buah yang besar yang dimasak dengan sirup hingga jernih lalu ditambahkan
sirup atau sari buah yang kental.
c. Mentega buah (fruit butter) terbuat dari daging buah, dimasak hingga menjadi sangat halus
dan lunak lalu dibubuhi bumbu-bumbu. Mentega buahini paling sedikit mengandung gula
dibandingkan produk lainnya.
d. Madu buah (fruit honey) sekilas tampak seperti madu. Madu buah dibuat dari pekatan sari
buah yang dimasak hingga mencapai kekentalan seperti madu.

C. Kerusakan Produk Penggulaan


Proses pembuatan produk penggulaan yang kurang sesuai dengan kondisi optimum akan
mengakibatkan berbagai kerusakan atau kelainan. Warna produk yang pucat dapat
disebabkan oleh pemasakan yang terlalu lama, pendinginan yang kurang setelah
dibotolkan, buah yang digunakan pucat, dan kontaminasi dengan logam. Kristalisasi dapat
terjadi karena air yang digunakan terlalu sedikit, gula yang digunakan terlalu banyak, terlalu
lama proses pendidihan, dan terlalu lama disimpan dalam panci pemasakan.
Mikroorganisme terutama kapang dan khamir juga masih mungkin tumbuh bila produk
disimpan pada kelembaban yang tinggi, kontaminasi mikroba saat proses pembotolan, dan
zat padat terlarut dalam konsentrasi yang rendah.

Rangkuman
Gula dengan konsentrasi lebih dari 65 % dapat sebagai pengawet, karena menurunkan Aw
bahan makanan dan memiliki tekanan osmose yang tinggi sehingga sel mikroorganisme
kering dan mati. Kondisi optimum untuk pembentukan gel pada produk penggulaan seperti
selai/jam, jelly, marmalade,conserves adalah pektin (0,75 – 1,5 %), (2) gula 65 – 70 %, dan
(3) asam pH 3,2 - 3,4. Kerusakan produk penggulaan dapat ebrupa pemucatan warna,
kristalisasi dan pertumbuhan kapang dan khamir.

Evaluasi
1. Penggulaan dengan konsentrasi yang tinggi dapat berfungsi sebagai pengawet.
a. Benarkah pernyataan tersebut ? Jelaskan disetai dengan prinsip penggulaan sebagai
pengawet.
b. Bedakan jam dan jely berdasar pengertian, bahan baku dan karakteristik produknya !
2. Senyawa pektin sangat berperan dalam produk penggulaan.
a. Apa yang dimaksud dengan pektin, dimana sumbernya !
b. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pektin ?
DAFTAR PUSTAKA

Adam, M, dan Y. Motarjemi. 2003. Dasar-dasar Keamanan Pangan. Jakarta EGC.

Adawiyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Astawan,M. 2009. Panduan Karbohidrat Terlengkap. Jakarta: Dian rakyat.

Auliana, R. 1999. Gizi dan Pengolahan Pangan. Yogjakarta: Adicita Karya Nusa.

Buckle KA dkk. 1985. Ilmu Pangan. Jakarta: UI Press.

Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.


Jakarta: Bumi Aksara.

Desrosier NW. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi 3. Jakarta: UI Press.

Durance, T and P. Yaghmaee .2011. Comprehensive Biotechnology (Second


Edition)Canada : The University of British Columbia, Vancouver, BC, Canada.

Hudaya Sdan I.S.S. Darajat.Dasar-dasar Pengawetan 1. Jakarta : Dirjen DIKMENJUR.

Hudaya Sdan I.S.S. Darajat.Dasar-dasar Pengawetan 2. Jakarta : Dirjen DIKMENJUR

Winarno FG. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia.

Winarno FG dan Titi Sulistyawati Rahayu. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan
Kontaminan.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Hambali, E.M.Z. Nasution. 2006. Membuat Aneka Herbal Tea, Jakarta : Penebar
Swadaya.

Hambali E., Fatmawati, dan R. Permanik. 2006. Membuat aneka Bumbu Instan. Jakarta :
Penebar Swadaya

Anda mungkin juga menyukai