Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN DIGITAL

LINGKUNGAN DAN SUMBER BELAJAR DIGITAL

Yang disusun oleh :

1. Mita Anggraini { A1B122072 }


2. Saffrina { A1B122074 }
3. Arzetti Rahayu { A1B122085 }

Dosen Pengampu : Lusia Oktri Wini, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA


INDONESIA

UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN AKADEMIK 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia- Nya, sehingg a saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Shalawat serta salam tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa'atnya kelak di akhirat. Rasa syukur dan
terimakasih saya ucapkan untuk Ibu . Selaku dosen mata kuliah Retorika yang telah menyerahkan
kepercayaannya kepada saya untuk menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Saya berharap
dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu pemahaman teman teman saya dalam
mengetahui tentang lingkungan dan sumber belajar digital. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Demikian yang dapat saya sampaikan. Saya pun menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih banyak salah,baik dari segi isi penulisan maupun kata-kata yang digunakan. Oleh
karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan makalah ini.

Jambi , 13 Maret 2023

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…...………………………………………………………….……………………. 1

DAFTAR ISI...................................................................................................................2

BAB 1...........................................................................................................................3

PENDAHULUAN...........................................................................................................3

1.........................................................................................................Latar Belakang3

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................3

1.3Tujuan................................................................................................................4

BAB II...........................................................................................................................5

PEMBAHASAN.............................................................................................................5

2.1 Sejarah Retorika................................................................................................5

2.2 Tokoh Tokoh Sejarah Retorika.........................................................................6

2.3 Perkembangan Retorika Attic..........................................................................11

2.4 Perkembangan Retorika Sophisme..................................................................11

2.5 Perkembangan Retorika Tradisional................................................................12

2.6 Perkembangan Retorika Romawi.....................................................................12

2.7 Perkembangan Retorika Modren.....................................................................13

BAB III........................................................................................................................14

PENUTUP...................................................................................................................14

3.1 Kesimpulan...................................................................................................14

3.2Saran................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Proses belajar mengajar dalam pendidikan merupakan salah satu aspek yangsangat
dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Melalui proses belajar dapa tmemberi pengaruh terhadap
perkembangan kemampuan cendekiawan dan psikologis setiap manusia dalam hidupnya. Belajar
merupakan proses interaksiantara peserta didikdengan pendidik dan sumber belajar pada
suatulingkungan belajar.Belajar juga merupakan kegiatan yang melibatkan seseorang dalam
upaya memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai positif denganmanfaatkan berbagai
sumber untuk belajar

Dari Seels dan Richey menjelaskan bahwa teknologi pendidikan dicirikandengan pemanfaatan
sumber belajar semaksimal mungkin untuk kebutuhan belajardan dalam upaya memperoleh hasil
belajar yang maksimal, maka dari itu sumber belajartersebutperlu dikembangkandan
dikelolasecarasistematik,baik, danfungsional.

Sumber belajar sangat sering kita dengar dan kita temui dalam buku-bukumengenai
pendidikan dan pengajaran. Sumber belajar memiliki sebuah pengertian yang cukup luas dan
tidak terbatas buku-buku teksata upunguru.Kualitas pembelajaran dan pendidikan masyarakat
sangat dipengaruhi olehkondisi sumber belajar yang ada. Hal ini tidak bisa dipungkiri, jika
kondisi danketersediaan sumber belajar mencukupi, maka proses belajar dapat berjalan dengan
baik baik.Secara tidak langsung halin ipertunjukan seberapapentingn yaart idanfungsi sumber
belajar dalam sebuah proses pembelajaran. Namun realitas dilapangan tidak demikian,
masyarakat masih saja memiliki pandangan yangsempit mengenai arti dan fungsi sumber
belajar. Anak didik kita, selakugenerasi masa depan bangsa pun demikian

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan lingkungan dan sumber belajar digital?


2. Apa fungsi belajar sumber digital?
3. Apa saja yang termasuk komponen sumber belajar digital?
4. Apa manfaat dari sumber belajar digital?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan lingkungan dan sumber belajar digital
2. Untuk mengetahui fungsi sumber belajar digital
3. Untuk mengetahui komponen sumber belajar digital
4. Untuk mengetahui manfaat dari sumber belajar digital
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Lingkungan dan Sumber Belajar Digital

Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, sumber daya, energi, keadaan,
dan makhluk hidup termasuk juga manusia dan perilakunya yang memengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain menurut
Undang undang No. 23 Tahun 1997. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
istilah lingkungan dapat diartikan sebuah daerah atau kawasan dan seluruh bagian yang
terdapat di dalamnya yang ada di sekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan kehidupan
manusia.

Sumber belajar merupakan sumber informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai
bentuk media, yang dapat membantu dalam proses pembelajaran. Bentuknya tida terbatas apakah
dalam bentuk cetakan, video, format perangkat lunak atau kombinasi dari berbagai format yang
dapat digunakan oleh siswa ataupun guru. Dipilihnya sumber belajar video dibandingkan dengan
sumber belajar lain atau media pembelajaran lain dalam kegiatan belajar pembelajaran
dikarenakan keunggulan sumber belajar video tersebut, yaitu dapat menjembatani keterbatasan
pengalaman siswa terhadap objek yang langkahnya terlalu cepat atau lambat, serta memberikan
pengalaman nyata kepada siswa, memicu keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran,
mendorong munculnya pola pembelajaran yang bervariasi, dan sekaligus membuat pesan yang
disampaikan sulit dilupakan oleh siswa
2.2 Fungsi Dari Sumber Belajar Digital

Sumber belajar memiliki fungsi yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Kalau
media pembelajaran lebih sekedar sebagai media untuk menyampaikan pesan, sedangkan
sumber belajar tidak hanya memiliki fungsi tetapi juga termasuk strategi, metode dan tekniknya.

Sumber belajar memiliki fungsi diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Memungkinkan penyajian-penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan cara Penyajian


informasi yang mampu menembus batas geografis.

2. Meningkatkan produktifitas pembelajaran, dengan cara :

a. Mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan waktu


secara lebih baik

b. Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih


banyak membina dan mengembangkan gairah belajar siswa.

3. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan cara :

a. Mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional

b. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan


kemampuannya.

4. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran, dengan cara :

a. Perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis

b. Pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi oleh penelitian

5. Lebih memantapkan peembelajaran, dengan cara :

a. Meningkatkan kemampuan sumber belajar

b. Penyajian informasi dan bahan secara lebih konkrit

6. Memungkinkan belajar secara seketika, dengan cara:

a. Mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak


dengan ralitas yang sifatnya konkrit
b. Memberikan yang sifatnya langsung

2.3 Perkembangan Retorika Attic

Studi retorika pertama kali terjadi pada sekitar abad ke 5 sebelum Masehi di Sirakus ibukota
Sicilia yang termasuk daerah keuasaan Yunani. Retorikus yang pertama kali mempelajarinya adalah
Coraz dan Tissias (muridnya). Mereka menulis sebuah buku tentang retorika yang berjudul Techne.
Pada awal pertumbuhan retorika di daerah Sirakusa (Syracuse), daerah ini baru saja mengalami
pergantian pemerintahan dan timbul masalah perebutan hak milik di pengadilan. Tanah yang semula
dirampas oleh kelompok tiran sekarang berhak diambil kembali asa cukup bukti dan kuat
argumentasi. Seringkali terjadi, orang kehilangan miliknya hanya karena ia tidak pandai berbicara.

Corax yang hidup kira-kira tahun 500 sebelum. Masehi juga meletakkan dasar-dasar retorika
dengan membagi pidato ke dalam lima bagian: Pengantar, uraian, argumen, penjelasan tambahan
dan kesimpulan. Karena retorika Coraz dan Tessias ini kemudian sangat populer di Semenanjung
Attic (Yunani) maka masa ini dikenal dengan Masa Retorika Attic.

2.4 Perkembangan Retorika Sophisme

Menjelang akhir abad ke 5 sebelum Masehi, retorika lebih dikembangkan lagi sekolompok filsuf
yang terkenal dengan Kaum Sophisme. Menurut kaum ini manusia adalah makhluk yang
berpengetahuan, jika memiliki kemauan. Sebab mereka berpendapat bahwa masing-masing
manusia mempunya penilaiannya sendiri mengenai baik buruknya sesuatu, mempunyai nilai-nilai
etikanya sendiri, maka kebenaran suatu pendapat hanya dicapai apabila orang ternyata dapat
memenangkan pendapatnya terhadap pendapat-pendapat yang berbeda dan norma-normanya.
Tidak mengherankan bahwa akibatnya banya manusia melatih diri untuk mendapat kelihaian dalam
berbicara, sehingga inti pembicaraan beralih dan mencari kebenaran menjadi mencari kemenangan.

Golongan Sophis yang terkenal adalah mengembangkan retorika dan mempopulerkannya.


Retorika bagi mereka hanya ilmu pidato, tapi meliputi pengetahuan sastra, gramatika dan logika.
Orang Sophis tahu bahwa rasio tidak cukup untuk menyakinkan orang. Mereka mengajar ahli pidato
untuk memanipulasi emosi, menggunakan prasangka pendengar untuk merebut simpati dan
menggoncangkan hakim dalam memberikan vonisnya.

2.5 Perkembangan Retorika Tradisional

Masa yang ketiga ini disebut masa Retorika Tradisional atau disebut Retorika Arisloteles atau
Retorika Kebenaran. Aristoteles (384-322 SM) adalah filsuf yang menyelamatkan retorika dari
citranya yang kurang baik akibat ajaran-ajaran kaum Sophis. Berbeda dengan retorika Sophisme
yang bertujuan untuk memenangkan suatu kasus, Aristoteles menganggap retorika harus
dipergunakan untuk kebenaran. Selain Aristoteles, penentang Georgias (tokoh Sophisme) adalah
Socrates (469-39) yang berpendapat bahwa retorika harus dipergunakan demi kebenaran. Tekniknya
adalah "dialog". Dengan teknik ini, menurut Socrates, kebenaran akan timbul dengan sendirinya.

Metode yang dipakai Socrates (filosuf yang banyak berpidato di Agora yaitu alun-alun di Athena
ini) adalah:

1. Memisahkan pemikiran salah dari yang tepat yaitu dengan jalan berpikir yang mendalam dan
memperhatikan suatu persoalan dengan sungguhsungguh agar dapat menemukan suatu "Nilai
Universal".

2. Bertanya (dialog) dan menyelidiki argumentasiargumentasi yang diberikan kepadanya.

2.6 Perkembangan Retorika Romawi

Perkembangan retorika yang paling menonjol pada masa ini adalah pada masa hidupnya Cicero
(106-43 SM). Keahlian berpidato pada bangsa Romawi baru timbul setelah diduduki oleh Yahudi.
Mula-mula pendidikan menuju retorika adalah dibawah bimbingan seorang guru yang selalu
menemani muridnya, mengantarnya ke ruangruang pengadilan dan mendengarkan
argumentasiargumentasi yang dikeluarkan di sana mengenai suatu persoalan. Lambat laun muridnya
mengenai seluk beluk kemasyarakatan, tata negara, hukum, norma-norma bangsanya. Tujuan
tertinggi ketika itu adalah menjadi anggota perwakilan atau pemimpin Negara.

Dalam zaman ini retorika bersama logika dan Gramatika merupakan pelajaran di sekolah
selunihnya disebut Trivium, sehingga retorika semakin luas dan meliputi juga Poetika. Kalau pidato-
pidato Cicero dijadikan contoh berabad-abad, maka buku Quintillianus yang berjudul Institutio
Oratorio merupakan karya klasik yang hampirmenandingi karya Aristoteles.

2.7 Perkembangan Retorika Modren

Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa pada masa keemasan Islam, ketika pemikiran Yunani
tidak memperoleh iklim yang subur di Eropa, maka retorika mendapat tempat yang subur dalam
bahasa Arab yang puistis. la disambut baik oleh bangsa Arab yang secara tradisional menghargai
kefasihan berbicara Buku Nahj Balaghah, Ma'ani dan Bayan. Akan tetapi setelah zaman keemasan
Islam berakhir, perjalanan ilmu ini menjadi tertegun sebentar, tetapi kemudian bangkit kembali
dalam gerakan Renaisance di Italia. Retorika juga muncul kembali dalam rona baru.
Setelah retorika mengalami kemunduran, maka dalam zaman modern (terutama dalam
perkembangan agama Protestan dan Katholik) banyak muncul ahli-ahli retorika baru. Dalam perang
agama di daratan Eropa pada abad ke 16 ini yang paling terkenal Martin Luther. Di Inggris, zaman
keemasan retorika tersebut (1688-1832) ditandai antara lain dengan kemahiran diplomat-
diplomatnya, satu diantaranya adalah Sir Winston Churcil. la terkenal karena dengan gaya
retorikanya berhasil menggerakkan bangsa Inggris (yang mula-mula anti perang) untuk melawan
Jerman yang melanggar netralitas Belgia. Perkembangan ilmu pengetahuan, khusu Psikologi,
Sosiologi dan ilmu komunikasi demikian juga Linguistik telah memperkaya retorika. Perkembangan
spesialisasi ilmu pengetahuan juga ikut memperjelas bidang garapan retorika sebenarnya. Pidato
(speech) menjadi pokok bahasanya, sehingga karena terlalu arstistik, retorika identik dengan speech
(pidato), oral communication (komunikasi lisan) atau public speaking (berbicara di depan umum).
Dari gambaran mengenai perkembangan retorika di atas dalam zaman modern ini, retorika yang
sebelumnya mencakup komunikasi lisan dan tulisan, kini cenderung untuk menuju ke pengertian
retorika secara khusus yaitu kecenderungan untuk berspesialisasi pada komunikasi lisan terutama
dalam bentuk pidato (speech).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Retorika atau public speaking menjadi sesuatu yang penting untuk dipelajari.
Sejarah membuktikan bahwa kemampuan berbicara bisa dipergunakan untuk berbagai
keperluan: politis, sosial, maupun psikologis. Perkembangan retorika diawali dari
pengembaraan kaum sofis Yunani sebagai ilmu berbicara yang dapat dipelajari dengan
penekanan pada seni berbicara. Public speaking menekankan pada efektivitas pesan yang
dapat diterima audiens.

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/Perfecto/Downloads/RETORIKA%20(2).pdf
file:///C:/Users/Perfecto/Downloads/mas_dewantara,+artikel7-Jul-Des2010.pdf

Anda mungkin juga menyukai