Nim : 22010000316
Tugas Mata kuliah : Hukum Perdata
Semester / Kelas : II / D
Jurusan : Hukum
1. Seorang istri dan anak ingin menjual harta peninggalan suaminya yang dianggap sebagai
keadaan tak hadir (Afwezigheid), apakah bisa, bagaai tahap dan prosesnya?
Jawaban:
Dalam Afwezigheid istri serta anak-anak yang sah dalam dalam keturunannya
merupakan ahli waris. Perlindungan hukum yang diberikan kepada ahli waris terhadap
warisan suami yang tidak hadir adalah dengan penetapan pengadilan, sehingga untuk
menjual harta suami tidak hadir dapat berdasarkan penetapan pengadilan yang menyatakan
bahwa suami yang tidak hadir diduga telah meninggal dunia. (istri dan anak bisa menjual
harta peninggalan).
Apabila suami hadir kembali dengan keadaan masih hidup dalam jangka waktu yang
telah di tetapkan dalam Undang-undang, maka suami bisa menuntut kembali hak-hak atas
harta yang ditinggalkan selama harta tersebut belum dipindah tangankan atau di jual, tetapi
apabila harta tersebut telah berpindah tanggan maka tidak dapat di tuntut oleh suami. (istri
dan anak bisa menjual harta peninggalan).
a) Melakukan pencarian suami yang hilang: Istri dan anak harus melakukan upaya
pencarian suami yang hilang dengan melaporkannya ke kepolisian dan memasang
iklan di koran. Hal ini perlu dilakukan minimal selama 6 bulan.
b) Membuat surat kuasa: Jika suami tidak ditemukan setelah 6 bulan, istri dan anak dapat
membuat surat kuasa untuk menjual harta peninggalan suami yang dianggap sebagai
keadaan tak hadir. Surat kuasa ini harus dibuat di hadapan notaris dan memenuhi
persyaratan yang berlaku.
c) Menjual harta peninggalan: Setelah surat kuasa dibuat, istri dan anak dapat menjual
harta peninggalan suami yang dianggap sebagai keadaan tak hadir. Namun, penjualan
2. Beralih pada siapa harta Afwezigheid ketika tidak memiliki ahli waris sama sekali?
Apabila yang muslim bagaimana?
Jawaban:
Jika seseorang yang dianggap sebagai keadaan tak hadir (afwezigheid) tidak
memiliki ahli waris sama sekali, maka harta benda yang ditinggalkannya akan menjadi
milik negara. Hal ini disebut sebagai "pencurian tanah" atau "escheat" dalam hukum waris.
Di banyak negara, termasuk Indonesia, escheat diatur dalam undang-undang waris.
Ketika seseorang meninggal tanpa ahli waris, maka harta benda yang ditinggalkannya
akan menjadi milik negara. Hal ini bertujuan untuk mencegah keadaan vakum dalam
kepemilikan harta benda yang dapat mengakibatkan konflik antara ahli waris atau pihak
lain yang mengklaim hak atas harta benda tersebut.
Dalam hal ini, negara akan menangani harta benda yang ditinggalkan oleh orang
yang dianggap sebagai keadaan tak hadir. Namun, proses escheat ini dapat berbeda-beda
di setiap negara, tergantung pada undang-undang waris yang berlaku di negara tersebut.
Oleh karena itu, sebaiknya Anda berkonsultasi dengan ahli hukum yang kompeten untuk
mengetahui informasi lebih lanjut tentang proses escheat di negara tempat tinggal Anda.
Dalam hukum Islam, harta peninggalan seseorang yang meninggal tanpa ahli waris
akan menjadi milik baitul maal (kas negara). Ini ditegaskan dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW
pernah kehilangan, "Seseorang yang meninggal dunia dalam keadaan tidak memiliki ahli
waris, maka harta benda yang ditinggalkannya adalah untuk baitul maal (kas negara)".
Namun, dalam praktiknya, pihak yang pasti dalam negara Islam dapat menentukan
nasib harta peninggalan tersebut. Di Indonesia misalnya, harta peninggalan seseorang
yang meninggal tanpa ahli waris akan menjadi milik negara berdasarkan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.