Anda di halaman 1dari 13

Mata kuliah Dosen Pembimbing

Psikologi Bermain Rahmatul Aufa, M.Psi

PSIKOLOGI PEMBELAJARAN

BERMAIN DALAM PERSPEKTIF TEORI KLASIK

Oleh:

Miftahul Jannah 12160120023

Vanessa Dwi Nanda Maharani 12160121630

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil ‘alamin, segala puji bagi Allah tuhan semesta alam
yang telah menganugerahkan keimaan, keislaman, kesehatan, dan kesempatan
sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik dan lancar. Makalah
dengan judul “bermain dalam perspektif psikologi klasik” ini disusun dalam
memenuhi tugas makalah mata kuliah Psikologi Bermain dengan dosen pengampu
Ibu Rahmatul Aufa, M. Psi.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari campur tangan berbagai pihak yang
telah berkontribusi secara maksimal. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya.

Meski demikian, penulis meyakini masih banyak yang perlu diperbaiki dalam
penyusunan makalah ini, baik dari segi sumber, dan bahkan tata bahasa sehingga
sangat diharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian sebagai bahan evaluasi
penulis. Demikian, besar harapan penulis agar makalah ini dapat menjadi bacaaan
yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca.

Pekanbaru, 8 September 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Teori Surplus Energy.................................................................................3
B. Teori Rekreasi...........................................................................................4
C. Teori Rekapitulasi.....................................................................................5
D. Teori Praktis..............................................................................................7

BAB III KESIMPULAN........................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori klasik muncul sebelum abad ke-20 dan sebagian besar
menggambarkan suatu kekuasaan dan kekuatan pada saat teori itu diangkat atau
dimunculkan. Menurut pandangan dari para pakar Psikologi & Biologi teori klasik
meliputi: (1) Teori Rekreasi/pelepasan (Lazarus&Schaller), (2) Teori
Teleologi/pembawaan (K. Groos&Roeles), (3) Teori Rekapitulasi/ Evolusi/
Reinkarnasi (Hall), (4) Teori Surplus Energi (H. Spencer).
Teori Rekreasi/Pelepasan (Lazarus & Schaller) menyatakan bahwa bermain
merupakan kegiatan yang berlawanan dengan kerja dan kesungguhan, Bermain
merupakan imbangan antara kerja dengan istirahat. Orang yang merasa penat akan
bermain dan berekreasi untuk mengadakan pelepasan agar kesegaran jasmani dan
rohaninya segera kembali.
Teori praktis (K. Groos & Roeles) menyatakan permainan merupakan
kegiatan yang mempunyai tugas biologis yang akan digunakan oleh manusia
untuk mempelajari fungsi hidup, penguasaan gerak, rasa ingin tahu, persaingan
sebagai persiapan hidup dimasa yang akan datang. Seseorang bermain bukan
karena masih muda tetapi melalui bermain seseorang akan menjadi awet muda.
Dalam Rekapitulasi/Evolusi/Reinkarnasi dari Hall, permainan merupakan
kesimpulan dari masa lalu (anak akan bermain permainan yang pernah dimainkan
oleh nenek moyangnya), serta pertumbuhan jiwa manusia yang wajar haruslah
melalui tahap-tahap perkembangan manusia yang wajar sampai pada pertumbuhan
yang sempurna. Tahap itu meliputi: Pertumbuhan manusia, masa prenatal
(pertumbuhan-kelahiran), masa bayi&masa kanak-kanak, masa remaja, masa
dewasa, masa tua.
Teori Surplus Energi yang digagas H. Spencer, meyatakan bahwa surplus
atau kelebihan tenaga yang dimiliki oleh seseorang (yang belum

1
digunakan/tersimpan) akan disalurkan atau dikeluarkan melalui aktifitas bermain
atau permainan. Surplus/kelebihan tersebut meliputi: kelebihan energi, kelebihan
kekuatan hidup, kelebihan emosi dan vitalitas .

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan teori surplus energi?


2. Apa yang dimaksud dengan teori rekreasi?
3. Apa yang dimaksud dengan teori rekapitulasi?
4. Apa yang dimaksud dengan teori praktis?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu teori surplus energi


2. Untuk mengetahui apa itu teori rekreasi
3. Untuk mengetahui apa itu teori rekapitulasi
4. Untuk mengetahui apa itu teori praktis

2
3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Surplus Energy


Herbert spencer merupakan seorang filsuf yang lahir di Derby pada 27
april 1820. Salah satu teori yang paling menonjol muncul dari Spencer adalah
penguraiannya tentang teori surplus energy yang menjelaskan alas an hewan
terlibat dalam kegiatan bermain. Spencer mengembangkan pandangan schiller
bahwa pada prinsipnya terdapat hubungan antara bermain, seni, dan estetik.
Dirinya percaya, perhatian dengan penampilan estetika terwujud pada manusia
yang bertindak atas dorongan “ untuk mempertahankan kenikmatan kebutuhan
luar” dan dengan demikian dapat merangsang imajinasinya dalam
mewujudkanya. Kebutuhan luar dalam perspektif spencer adalah perjuangan
untuk bertahan hidup dalam masa evolusi hewan. (Blegur & Wasak, 2018)

Teori ini diajukan oleh Frederich schiler dan Herbert spencer, yang
menyatakan bahwa mengapa ada perilaku bermain karena ada surplus energi.
Bermain dipandang sebagai penutup atau klep keselamatan pada mesin uap,
energi yang berlebih dari diri seseorang harus dilepaskan dengan cara bermain.
Kelebihan tenaga dalam arti kekuatann dan vitalis pada anak atau orang
dewasa yang belum digunakan sebaiknya disalurkan dalam kegiatan bermain.
Teori surplus energy mempunyai energi besar terhadap psikologi, namun
teorinya dirasakan kurang tepat dan mendapat tantangan. Mula-mula para
pembuat teori percaya bahwa bermain hanya untuk mengeluarkan kelebihan
energi belaka, namun kemudian ada kelemahan dari teori ini, yaitu anak-anak
sering ingin tetap bermain walau sebenarnya mereka telah mendekati kelelahan
sangat (frost, 1992 dalam Pahrul, 2021).

Menurut Herbert Spencer, permainan itu disebabkan oleh mengeluarkan


energi yaitu tenaga yang belum dipakai dan menumpuk pada diri anak yang
menuntut dimanfaatkan. Teori ini disebut juga dengan teori “kelebihan

4
tenaga”. Maka permainan merupakan katup pengaman bagi energi vital yang
berlebihan
Spencer mengembangkan pandangan dari schiller bahwa pada prinsipnya
terdapat hubungan antara bermain, seni, dan estetika. Bermain yang diperlukan
untuk memungkinkan anak-anak untuk melepaskan energinya yang terpendam.
Spencer berargumen bahwa alam melengkapi manusia bahwa alam melengkapi
manusia dengan sejumlah energi yang akan digunakan dalam proses hidup.
Jika energi ini tidak digunakan untuk tujuan itu, harus dibuang entah
bagaimana caranya dan anak-anak melepaskan kelebihan energinya dengan
bermain. Dalam berbagai tulisannya, spencer mengungkapkan bahwa belajar
harus dibuat menyenangkan seperti halnya dengan bermain. (Blegur & Wasak,
2018)
Teori ini merupakan teori yang lebih popular dibandingkan teori yang lain
yang menjelaskan secara umum pandangan awam tentang bermain. (Blegur &
Wasak, 2018).

B. Teori Rekreasi

Moritz lazarus merupakan filsuf dan psikologi jerman ini lahir di kota
Filehne, Polandia pada tahun 1824. Aliran teori rekreasi memandang bermain
Sebagai cara memulihkan energi dari kelelahan karena tugas-tugas yang telah
dilakukan individu dalam kegiatan tertentu. Dengan bermain, energi yang telah
dikeluarkan akan kembali normal melalui kegiatan-kegiatan terpilih dalam
bentuk permainan. Teori ini kontradiktif dengan teori sebelumnya yang
diajukan oleh Herbert spencer, individu bermain untuk menyalurkan energi
lebih (surplus energy), maka lazarus berdalil bahwa bermain bukan untuk
menyalurkan energi lebih dalam diri individu, melainkan Sebagai bentuk
pemulihan (recovery) dari energy yang telah dikeluarkan oleh individu
tersebut.

Filsuf jerman ini membedakan antara energi fisik dan mental, poinnya
adalah ketika otak menjadi lelah (asalkan tidak lelah berlebihan), maka

5
perubahan kegiatan teristimewa pada kegiatan fisik akan mengembalikan
energi saraf individu. Sehingga perbedaan penafsiran ini sangat jelas, jika
Spencer mengutamakan pada kegiatan fisik, maka lazarus menggunakan media
fisik untuk merelaksasikan otak atau mental dari rutinitas kegiatan (misalnya
dalam bekerja dan lain sebagainya). Manfaat dari kegiatan bermain tidak hanya
selalu dikonotasikan dengan melatih kekuatan otot semata, melainkan ada
manfaat rehabilitasi untuk kesehatan saraf dan mental individu. (Blegur &
Wasak, 2018).

C. Teori Rekapitulasi

Teori rekapitulasi digagas oleh Granville Stanley Hall (Utama, 2020). Hall
merupakan presiden pertama dari American Psychological Association (APA).
Jejak teori rekapitulasi pertama kali direkam pada masa Egyptian pharaoh
psamtik I (664-610 SM), yang digunakan sebagai hipotesis tentang asal-usul
Bahasa (Blegur & Wasak, 2018).

Implementasi teori rekapitulasi dalam psikologi perkembangan


menjelaskan bahwa anak merupakan mata rantai evolusi, yaitu dari binatang
sampai manusia, sehingga anak-anak akan mereplikasi kembali kehidupan
leluhur dalam kegiatan bermainnya (motorik) sebagai manifestasi dari mata
rantai evolusi (Blegur & Wasak, 2018). Singkatnya, Perkembangan manusia
merupakan pengulangan (rekapitulasi) dari perkembangan nenek moyang
(Ratnasari, Kartadinata & Supriatna, 2022).

Menurut Hall (Khadijah & Armanila, 2017) permainan merupakan sisa-


sisa periode perkembangan manusia waktu dulu tetapi yang sekarang perlu
sebagai stadium transisi dalam perkembangan individu. Artinya permainan
ialah merupakan warisan kebudayaan orang-orang terdahulu yang dimainkan
dari generasi kegenerasi hingga pada saat ini. Hall banyak mendasari teorinya
pada J.J Rousseau dan Darwin, memandang permainan berdasarkan teori
rekapitulasi yaitu sebagai ulangan bentuk-bentuk aktivitas yang dalam

6
perkembangan jenis manusia pernah memegang peranan yang dominan.
Menurut teori rekapitulasi perkembangan individu (ontogenesa) adalah ulangan
perkembangan jenis manusia (filogenesa).

Dalam teori Rekapitulasi/Evolusi/Reinkarnasi dari Hall (Syaikhudin,


2013) pertumbuhan jiwa manusia yang wajar haruslah melalui tahap-tahap
perkembangan manusia yang wajar sampai pada pertumbuhan yang sempurna.
Tahap itu meliputi: Pertumbuhan manusia, masa prenatal (pertumbuhan-
kelahiran), masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan
masa tua.

Teori rekapitulasi (Adi Sam, 2010) berpandangan bahwa bermain


mengaktifkan tahap-tahap perkembangan manusia. Teori ini menggambarkan
bahwa anak dalam kehidupannya melalui berbagai tahap perkembangan. Setiap
anak memiliki perkembagan yang berbeda-beda dan perkembangan anak dapat
dioptimalkan melalui bermain. Hall (Blegur & Wasak, 2018) menunjukkan
pentingnya anak usia dini sampai remaja sebagai titik balik dalam pertumbuhan
psikologis. Baginya, pada saat bermain, sebernarnya anak tidak melakukan
sesuatu yang baru, malainkan melakukan kembali pengalaman-pengalaman
yang sudah ada sebelumnya, sehingga kegiatan yang muncul bukanlah sesuatu
yang asing bagi anak melainkan pengalaman motorik yang kental dengan sifat-
sifat genetiknya. Meskipun secara motorik direplikasi, namun kegiatan bermain
tidak dipandang sebagai bentuk kegiatan yang mengembangkan keterampilan
insting masa depan, namun berfungsi untuk menyingkirkan keterampilan
insting primitif dan konservatif yang tidak perlu dibawa oleh keturunan
lanjutan.

Teori rekapitulasi (Adi Sam, 2010) didasarkan pada adanya insting dan
minat pada perkembangan spesies manusia. Teori ini berpandangan bahwa
bermain itu memiliki tujuan untuk mengaktifkan tahap-tahap perkembangan
manusia. Dalam psikologi perkembangan dijelaskan bahwa anak berkembang
melalui berbagai tahap perkembangan. Bermain pada anak sebagai upaya untuk
mengoptimalkan potensi anak pada setiap tahap perkembangan. Termasuk di

7
dalamnya perkembangan dalam berpikir. Teori rekapitulasi didasarkan pada
adanya asumsi bahwa spesies manusia itu memiliki insting dan minat untuk
beraktivitas.

D. Teori Praktis

Teori praktis memiliki keyakinan bahwa bermain memiliki fungsi


menguatkan insting yang diperlukan untuk kelangsungan hidup di masa
mendatang. Bermain dikatakan berfungsi sebagai sarana latihan dan elaborasi
keterampilan yang diperlukan anak ketika dewasa nantinya (Tedjasaputra,
2001; Ratnasari, Kartadinata & Supriatna, 2022).
Teori praktis ditemukan oleh Karl Groos, seorang ahli psikologi dan filsuf
berkebangsaan Jerman yang mengusulkan teori instrumentalis evolusi bermain
(Blegur & Wasak, 2018). Groos menuturkan permainan mengandung unsur-
unsur untuk berkembang pada diri hewan serta anak-anak. Fondasi teori Groos
menyatakan bahwa permainan di masa anak-anak bagi manusia adalah
persiapan untuk kehidupan dewasa (kehidupan mendatang). Sambil bermain,
anak-anak dapat melatih diri untuk fungsi-fungsi dikemudian hari dan
permainan dinggap penting dalam praktik ilmu pendidikan.
Menurut Groos (Blegur & Wasak, 2018) bermain pada dasarnya berguna
bagi kehidupan anak. Kegiatan bermain dapat sangat membantu
pengembangan keterampilan motorik anak, kegiatan bermain tersebut dapat
dilakukan sebagai bentuk latihan terhadap physical fitness maupun kognitif dan
mental anak. Menurut teori praktis ini, tujuan dari bermain adalah untuk
memahami nilai-nilai kehidupan dan mengembangkan kapasitas anak secara
utuh, baik fisik maupun mental sehingga bermain mempunyai nilai lebih (Adi
Sam, 2010).
Dengan begitu permainan anak-anak perempuan yang bermain dengan
bonekannya dan memerankan diri sebagai layaknya seorang ibu yang sedang
menjaga/ mengasuh anaknya yang masih balita seperti berbicara kepada
boneka tersebut, menggendong, memandikan, memakaikan baju dan
memberinya makan serta menina bobokkannya. Perilaku ini merupakan latihan

8
bagi perannnya dikemudian hari untuk menjadi ibu sungguhan (Khadijah &
Armanila, 2017).

BAB III

KESIMPULAN

Teori Rekreasi/Pelepasan (Lazarus & Schaller) menyatakan bahwa bermain


merupakan kegiatan yang berlawanan dengan kerja dan kesungguhan. Teori
praktis (K. Groos & Roeles) menyatakan permainan merupakan kegiatan yang
mempunyai tugas biologis yang akan digunakan oleh manusia untuk mempelajari
fungsi hidup, penguasaan gerak, rasa ingin tahu, persaingan sebagai persiapan
hidup dimasa yang akan datang.
Dalam Rekapitulasi/Evolusi/Reinkarnasi dari Hall, permainan merupakan
kesimpulan dari masa lalu (anak akan bermain permainan yang pernah dimainkan
oleh nenek moyangnya), serta pertumbuhan jiwa manusia yang wajar haruslah
melalui tahap-tahap perkembangan manusia yang wajar sampai pada pertumbuhan
yang sempurna.
Teori Surplus Energi yang digagas H. Spencer, meyatakan bahwa surplus
atau kelebihan tenaga yang dimiliki oleh seseorang (yang belum
digunakan/tersimpan) akan disalurkan atau dikeluarkan melalui aktifitas bermain
atau permainan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Adi Sam, T. T. (2010). Permainan Anak yang Menggunakan Nyanyian (Kajian


Wilayah: Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi). Harmonia:
Journal of Arts Research and Education, 10 (2), 1-10.
Blegur, J., & Wasak, M. P. (2018). Permainan Kecil: Teori dan Aplikasi. Kupang:
Jusuf Aryani Learning.
Khadijah & Armanila. (2017). Bermain Dan Permainan Anak Usia Dini. Medan:
Perdana Publishing.
Pahrul, Yolanda. 2021. Bermain Anak Usia Dini. Universitas Pahlawan Tuanku
Tambusai
Ratnasari, D., Kartadinata, S., & Supriatna, M. (2022). Bermain Sebagai Metode
Dalam Bimbingan dan Konseling (Kajian Filsafiah Dan Ilmiah). Jurnal
Mahasiswa BK An-Nur: Berbeda, Bermakna, Mulia, 8 (1), 95-106.
Syaikhudin, A. (2013). Analisis Metode Permainan Sosial Untuk Pembelajaran
Ips Di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Ta’allum, 1 (2), 171-182.
Utama, A. M. B. (2020). Teori Bermain. Yogyakarta: Pohon Cahaya.

10

Anda mungkin juga menyukai