Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MAKALAH

HUKUM KETENAGAKERJAAN

UNIVERSITAS BALIKPAPAN
FAKULTAS HUKUM

Nama : Dhea Narullita Sabrina


Kelas / NPM : A 4 / 213014913
Mata Kuliah : Hukum Ketenagakerjaan
Dosen Pengampu : Mangara Maidlando Gultom,S.H, M.H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
dan karunianya saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Adapun tema dari makalah ini adalah "Kasus Perpanjangan
Kontrak Kerja dengan Syarat Staycation".

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar


besarnya kepada dosen mata kuliah Hukum Ketenagakerjaan yang telah
memberikan tugas ini. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna karena terbatasnya pemahaman dan pengetahuan
yang saya miliki oleh karena itu, saya mengharapkan makalah ini dapat
memenuhi tugas saya dan berguna untuk membantu pengetahuan
tentang mata kuliah ini, terima kasih.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Perjanjian Kerja
1. Pengertian perjanjian kerja
2. Unsur - unsur dalam perjanjian kerja
3. Isi perjanjian kerja
B. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja
1. Pengertian perlindungan hukum
2. Perlindungan hukum terhadap pekerja
3. Hak pekerja dalam pernanjian kerja
BAB III PEMBAHASAN
A. Apa itu staycation?
B. Hubungan kasus kontrak kerja dengan syarat
staycation
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ditengarai terjadi di banyak pabrik atau tempat kerja yang mayoritas
pekerjanya kalangan perempuan. Fenomena 'staycation' atau kegiatan
menginap ‘bareng bos’ di suatu tempat sebagai syarat perpanjangan kontrak
kerja pegawai atau buruh viral di media sosial saat ini. Persoalan ini
mendapat kecaman publik karena memanfaatkan jabatan atau relasi kuasa
untuk kepentingan pribadi yang merugikan pekerja khususnya perempuan.

Pengamat Hukum Ketenagakerjaan Andy William Sinaga menyampaikan


fenomena ‘staycation’ atau ‘tidur bareng bos’ adalah fenomena yang tidak
terbantahkan yang terjadi dalam hubungan industrial antara atasan dan
bawahan. Dia menyampaikan sebelum viral fenomena staycation ini
disinyalir sering kali terjadi dari jenjang pekerjaan yang sifatnya pada
berbagai kategori seperti unskill, high skill, blue worker, white workers atau
pekerja kalangan atas kantoran, asisten rumah tangga dan buruh di tingkat
pabrik dan lapangan.

Menurutnya, fenomena ‘staycation’ ditengarai terjadi di banyak pabrik atau


tempat kerja yang mayoritas pekerjanya kalangan perempuan. Sedangkan
sifat pekerjaannya relasi kuasa atau sub ordinasi, bos atau atasan dan
bawahan dengan alasan-alasan tertentu. Seperti halnya memuluskan
naiknya jabatan, diancam pemutusan hubungan pekerjaan (PHK) atau
dipecat maupun diiming-imingi uang.

Dia menjelaskan, karena posisi para pekerja atau buruh tersebut dalam
posisi tersub-ordinasi karena status sosial atasan dan bawahan, membuat
mayoritas pekerja atau buruh perempuan takut untuk berbicara atas kasus
atau kondisi yang dialaminya. Baginya, fenomena ‘staycation’ dapat
dikategorikan sebagai delik aduan dalam peristiwa pidana. Karenanya
dapat dijerat dengan menggunakan Kitab Undang -
Undang Hukum Pidana (KUHP) dan bukan UU No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan walaupun alasannya ancaman kontrak tidak diperpanjang
atau akan di PHK apabila tidak menuruti keinginan atasan.
Selain sektor industri manufaktur yang mempekerjakan mayoritas buruh
perempuan menurut Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia itu,
sektor industri pertanian dan perkebunan dan rumah tangga adalah sektor
yang ditengarai banyak peristiwa staycation terjadi.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi


(Disnakertrans) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Rachmat Taufik Garsadi
menegaskan pihaknya telah menerjunkan tim untuk menyelidiki kabar
viral tentang atasan atau bos perusahaan di Cikarang, Kabupaten Bekasi
yang mensyaratkan tidur bareng untuk memperpanjang kontrak kerja
pegawai perempuan/karyawati.
B. Rumusan Masalah
1. Apa penyebab kondisi tersebut terjadi?
2. Apa perlindungan para pekerja untuk mengatisipasi kasus tersebut
terjadi?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui hak dan perlindungan dalam mencegah oknum
dalam kasus tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja merupakan salah satu turunan dari perjanjian pada
umumnya, dimana masing-masing perjanjian memiliki ciri khusus yang
membedakannya dengan perjanjian yang lain. Namun seluruh jenis
perjanjian memiliki ketentuan yang umum yang dimiliki secara universal
oleh segala jenis perjanjian, yaitu mengenai asas hukum, sahnya perjanjian,
subyek serta obyek yang diperjanjikan, sebagaimana telah diterangkan
sebelumnya. Ketentuan dan syarat-syarat pada perjanjian yang dibuat oleh
para pihak berisi hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang harus
dipenuhi. Dalam hal ini tercantum asas kebebasan berkontrak (idea of
freedom of contract), yaitu seberapa jauh pihak-pihak dapat mengadakan
perjanjian, hubungan-hubungan apa yang terjadi antara mereka dalam
perjanjian itu serta seberapa jauh hukum mengatur hubungan antara para
pihak.

1. Pengertian perjanjian kerja


Menurut Pasal 1601a KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian kerja
adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu, pekerja, mengikatkan diri
untuk bekerja pada pihak yang lain, pemberi kerja, selama suatu waktu
tertentu, dengan menerima upah. Selanjutnya dalam pasal 1 angka 14
Undang - undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
perjanjian kerja adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan
pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja , hak dan
kewajiban para pihak.

2. Unsur-unsur dalam perjanjian pekerja


Dalam perjanjian kerja, pada prinsipnya unsur-unsur seperti yang
ditentukan Pasal 1320 KUHPerdata tersebut masih juga menjadi pegangan
dan harus diterapkan, agar sutu perjanjian kerja tersebut keberadaannya
bisa dianggap sah dan konsekuensinya dianggap sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Walaupun demikian di dalam pembuatan
perjanjian kerja, selain berpedoman pada ketentuan Pasal1320
KUHPerdata, ternyata masih ada unsur-unsur lain yang harus meraka
penuhi yaitu sebagai berikut :

a) Adanya unsur pekerjaan


Dalam suatu perjanjian harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (objek
perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja,
hanya dengan izin majikan dapat menyuruh orang lain.

b) Adanya unsur perintah


Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha
adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha
untuk melakukan pekerjaan sesuai yang diperjanjikan.

c) Adanya waktu
Adanya waktu yang dimaksud adalah dalam melakukan pekerjaan harus
disepakati jangka waktunya.Unsur jangka waktu dalam perjanjian kerja
dapat dibuat secara tegas dalam perjanjian kerja yang dibuat misalnya
untuk pekerja kontrak, sedangkan pekerja tetap hal ini tidak diperlukan.

d) Adanya Upah
Upah memegang peran penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja)
bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja pada
pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur
upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja.

3. Isi perjanjian kerja


Dalam KUHPerdata ketentuan mengenai kewajiban buruh/pekerja dalam
Pasal 1603, 1603 a, 1603 b, dan 1603 c KUHPerdata yang pada intinya
adalah sebagai berikut :

1. Buruh/pekerja wajib melakukan pekerjaan; melakukan pekerjaan


adalah tugas utama dari seorang pekerja yang harus dilakukan sendiri,
meskipun demikian dengan seizin pengusaha dapat diwakilkan.
2. Buruh/pekerja wajib mentaati peraturan majikan/pengusaha; dalam
melakukan pekerjaan buruh/pekerja wajib mentaati petunjuk yang
diberikan oleh pengusaha.
3. Kewajiban membayar ganti rugi dan denda; jika buruh/pekerja
melakukan perbuatan yang merugikan perusahaan baik karena kesengajaan
atau kelalaian, maka sesuai dengan perinsip hukum pekerja wajib
membayar ganti rugi dan denda.

B. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja


1. Penger an perlindungan hukum
Perlindungan hukum adalah suatu upaya perlindungan yang
diberikan kepada subyek hukum, tentang apa-apa yang dapat dilakukannya
untuk mempertahankan atau melindungi kepentingan dan hak subyek
hukum tersebut. Sedangkan Perlindungan sendiri adalah hal atau perbuatan
melindungi. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran
dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu
keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.
Bagi masyarakat umum perlindungan hukum merupakan konsep universal,
dalam arti dianut dan diterapkan oleh setiap Negara yang mengedepankan
diri sebagai Negara hukum, namun seperti disebutkan Paulus E. Lotulung,
masing-masing Negara mempunyai cara dan mekanismenya sendiri
tentang bagaimana perlindungan hukum itu diberikan.

Agar hubungan antar subyek hukum itu berjalan secara harmonis,


seimbang, dan adil, dalam arti setiap subyek hukum mendapatkan apa yang
menjadi haknya dan menjalankan kewajiban yang dibebankan kepadanya,
maka hukum tampil sebagai aturan main dalam mengatur hubungan hukum
tersebut. Hukum diciptakan sebagai suatu sarana atau instrument untuk
mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban subjek hukum, agar masing-
masing subyek hukum dapat menjalankan kewajibannya dengan baik dan
mendapatkan haknya secara wajar. Disamping itu, hukum juga berfungsi
sebagai instrumen perlindungan bagi subyek hukum.

Menurut Philipus M. Hadjon ada, dua macam perlindungan hukum, yaitu


perlindungan hukum preventif dan represif.

1. Perlindungan hukum preventif, rakyat diberikan kesempatan untuk


mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu
keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Artinya
perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya
sengketa, sedangkan perlindungan yang represif bertujuan untuk
menyelesaikan sengketa atau perselisihan. Perlindungan yang preventif
sangat besar artinya bagi tindakan pemerintah yang didasarkan kepada
kebebasan bertindak,karena adanya perlindungan hukum yang preventif
pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil
keputusan yang didasarkan pada diskresi. Ada beberapa alasan
warganegara harus mendapat perlindungan hukum dari pemerintah yaitu:
pertama, karena dalam berbagai hal warganegara dan badan hukum
perdata tergantung pada keputusan-keputusan pemerintah. Oleh karena itu
warganegara dan badan hukum perdata perlu mendapat perlindungan
hukum, terutama untuk kepastian hukum dan jaminan keamanan, yang
merupakan faktor penentu bagi kehidupan dunia usaha; kedua, hubungan
antara pemerintah dengan warganegara tidak berjalan dalam posisi sejajar,
warganegara sebagai pihak yang lebih lemah dibandingkan pemerintah;
ketiga, berbagai perselisihan warganegara dengan pemerintah itu
berkenaan dengan keputusan, sebagai instrumen pemerintah yang bersifat
sepihak dapat melakukan intervensi terhadap kehidupan warga negara.

2. Perlindungan hukum represif, adalah perlindungan hukum yang


mengabdi kepada kekuasaan represif dan kepada tata tertib sosial yang
represif. Kekuasaan yang memerintah adalah represif, dikatakan kurang
memperhatikan kepentingan-kepentingan rakyat yang diperintahkan
apabila ia cenderung untuk tidak mempedulikan kepentingan-kepentingan
tersebut atau menolak legitimasinya.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara


(ASN) dalam Pasal 106 mengatur:

1. Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa:


a) Jaminan hari tua
b) Jaminan Kesehatan
c) Jaminan kecelakaan kerja
d) Jaminan kematian, dan
e) Bantuan hukum

3. Perlindungan berupa jaminan haritua, jaminan kesehatan, jaminan


kecelakaan kerja, dan jaminan kematian sebagaimana dimaksud pada
ayat(1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dilaksanakan sesuai sistem
jaminan sosial nasional.

2. Perlindungan hukum terhadap pekerja


Salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan
perlindungan kepada pekerja/buruh dalam mewujudkan kesejahteraan,
yaitu sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 4 huruf c Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Lingkup perlindunga
terhadap pekerja yang diberikan diatur dalam Undang-undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah :

1. Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja, obyek perlindungan ini


adalah sebagai berikut :
a. Perlindungan pekerja/buruh perempuan;
b. Perlindungan terhadap pekerja/buruh anak;
c. Perlindungan bagi penyandang cacat;
2. Perlindungan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu
hak dari pekerja atau buruh seperti yang telah diatur dalam ketentuan Pasal
86 ayat (1) huruf Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Untuk itu pemberi kerja wajib melaksanakan secara
sistematis dan terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
Perlindungan ini bertujuan untuk melindungi keselamatan pekerja guna
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, dengan cara pencegahan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian cahaya di tempat kerja,
promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.

3. Perlindungan atas Jaminan Sosial Tenaga Kerja


Pengertian dari Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana diatur pada
Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja, adalah suatu perlindungan bagi pekerja dalam bentuk
santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang
hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan
yang dialami oleh pekerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin,
hari tua, dan meninggal dunia. Perlindungan ini merupakan perlindungan
ekonomis dan perlindungan sosial, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat
(2), Pasal 4 ayat (1), Pasal 8 ayat (2), Pasal 12 ayat (1), Pasal 14 dan Pasal
15 serta Pasal 16 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja.

Jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3


Tahun 1992 merupakan hak setiap tenaga kerja yang sekaligus merupakan
kewajiban dari pemberi kerja. Pada hakekatnya program jaminan sosial
tenaga kerja dimaksudkan untuk memberikan kepastian berlangsungnya
arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau
seluruh penghasilan yang hilang. Disamping itu program jaminan sosial
tenaga kerja mempunyai beberapa aspek antara lain :

a) Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan


hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya.
b) Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah
menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan
tempatnya bekerja.40
Untuk pegawai negeri sipil dilindungi dengan Peraturan Pemerintah Nomor
26 Tahun 1981 tentang Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN)
dan program Asuransi Kesehatan (ASKES) berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil


Negara (ASN) Pasal 101-104 dan pasal 106, Pemerintah wajib memberikan
perlindungan berupa:
a) Jaminan hari tua;
b) Jaminan Kesehatan
c) Jaminan kecelakaan kerja;
d) Jaminan kematian; dan
e) Bantuan hukum

Untuk program jaminan sosial nasional saat ini telah diatur dalam ketentuan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS), yang selanjutnya dibentuk 2 (dua) BPJS yaitu BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS kesehatan menyelenggarakan
program jaminan kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan
jaminan kematian.

4. Perlindungan atas Upah


Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan
Upah disebutkan bahwa upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan
dari pengusaha kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah
atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang
ditetapkan menurut persetujuan atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha
dengan buruh, termasuk tunjangan, baik untuk buruh itu sendiri maupun
keluarganya.41 Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1,
memberikan pengertian upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan
dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau
pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan
menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-
undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas
suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. penjelasan
dari Pasal 88 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan diterangkan, bahwa yang dimaksud dengan penghasilan
yang memenuhi penghidupan yang layak adalah jumlah penerimaan atau
pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu
memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar
yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan,
kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua. Upah yang dibayarkan kepada
pekerja harus memenuhi ketentuan upah minimun regional, sesuai dengan
Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999
tentang Upah Minimum, yang dimaksud dengan upah minimum adalah
upah bulanan yang terendah, terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap.

3. Hak pekerja dalam perjanjian kerja


Masalah yang menyangkut dengan Hak Asasi Manusia yang tidak
boleh dilanggar, sudah merupakan bagian dari hukum positif di Indonesia.
Meskipun Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur secara lengkap
tentang Hak-hak Asasi Manusia akan tetapi hak untuk hidup, hak
persamaan dalam hukum, kebebasan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dan pendapat telah dijamin dalam konstitusi. Di
samping itu sebagai anggota PBB Indonesia terikat deklarasi universal Hak
Asasi Manusia. Meskipun Indonesia belum meratifikasi konvensi hak sipil
dan politik, tidak berarti Indonesia boleh melanggar Hak-hak Asasi tersebut
karena konvensi ini telah menjadi International Customary Law dimana
Indonesia mempunyai kewajiban moral untuk menghormati dan
melindunginya.

Adapun hak-hak pekerja dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003


Tentang Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:

1. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi


untuk memperoleh pekerjaan (Pasal 5);
2. Setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa
diskriminasi dari pemberi kerja (Pasal 6);
3. Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan
dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya melalui pelatihan kerja (Pasal 11);
4. Setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti
pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya (Pasal 12ayat (3));
5. Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah
mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja
pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta atau pelatihan di tempat kerja
(Pasal 18ayat (1));
6. Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas
pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga
sertifikasi (Pasal 23);
7. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk
memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan
yang layak di dalam atau di luar negeri (Pasal 31);
8. Pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama satu setengah
bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah
melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan (Pasal
82ayat (1);
9. Pekerja perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak
memperoleh istirahat satu setengah bulan atau sesuai dengan surat
keterangan dokter kandungan atau bidan (Pasal 82ayat (2); 10. Setiap
pekerja yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c dan d, Pasal 80dan Pasal 82berhak
mendapat upah penuh (Pasal 84); 11. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak
untuk memperoleh perlindungan atas:
a. Kerja
b. Keselamatan Moral dan kesusilaan; dan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-
nilai agama (Pasal 86 ayat (1)
10. Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88ayat (1));
11. Setiap pekerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan
sosial tenaga kerja (Pasal 99 ayat (1));
12. Setiap pekerja berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja
(Pasal 104ayat (1)
13. Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja dan serikat pekerja dilakukan
secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan (Pasal
137)
14. Dalam hal pekerja yang melakukan mogok kerja secara sah dalam
melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh
pemberi kerja, pekerja berhak mendapatkan upah (Pasal 145);

BAB III
PEMBAHASAN

A. Apa itu staycation?


Staycation adalah istilah yang telah cukup lama populer untuk menyebut
waktu liburan yang dihabiskan di rumah atau suatu tempat tinggal. Jadi,
saat staycation, kamu tidak harus jalan-jalan ke tempat wisata atau daerah
lain dengan jarak yang terlalu jauh dari kediaman atau wilayah domisili.
Yang penting waktu libur bisa dinikmati dengan suasana yang agak
berbeda, meski hanya di sekitar tempat tinggal.

Menurut Cambridge Dictionary, staycation adalah liburan yang dilakukan


di rumah atau dekat rumah alih-alih berwisata ke tempat lain. Seiring
berjalannya waktu, istilah staycation kerap merujuk pula pada kunjungan
wisata domestik, ketika seseorang berlibur di negara atau daerahnya sendiri
alih-alih bepergian jauh ke luar kota atau luar negeri.
Staycationjuga dikenal sebagai holistay, yang merupakanperpaduan dua kata
‘holiday (liburan)’ dan ‘stay (tinggal)’.

Nah, istilah staycation pertama kali dicetuskan oleh komedian Kanada,


Brent Brutt, dalam acara televisi Corner Gas di tahun 2005. Kata tersebut
pun jadi digunakan secara luas di Amerika Serikat pada tahun 2008, ketika
liburan musim panas tiba di tengah situasi ekonomi yang sulit. Kala itu,
harga gas meroket sehingga banyak orang harus memangkas biaya untuk
berbagai keperluan, termasuk untuk berwisata. Makanya, liburan pun
dihabiskan di rumah atau tempat-tempat terdekat dari rumah saja.

Kemudian di tahun 2020, staycation makin sering disebut-sebut dan


dilakukan akibat pandemi Covid-19 yang melanda dunia. Larangan
bepergian dan pembatasan perjalanan membuat orang-orang tidak bisa
berwisata keluar dari daerah domisili sebebas biasanya. Hal ini membuat
staycation menjadi tren, khususnya bagi masyarakat yang suntuk dengan
rutinitas terbatas di tengah pandemi dan tidak bisa berlibur ke tempat yang
jauh untuk mengatasinya

B. Kasus perpanjangan kontrak kerja dengan syarat


staycation
Istilah staycation selama beberapa waktu terakhir malah identik dengan
ajakan ‘ngamar’ atau ‘tidur bareng bos’, yang menjadi kedok relasi kuasa
atasan terhadap pekerja, khususnya pekerja perempuan.
Hal ini berawal dari laporan seorang karyawati sebuah perusahaan
kosmetik di Cikarang, Jawa Barat, tentang atasannya yang kerap
mengajaknya berkencan hingga staycation bersama dirinya jika ingin
memperpanjang kontrak kerja di sana. Jika tidak menuruti permintaan
tersebut, sang manajer mengancam akan memutus kontrak kerjanya. Risih,
karyawan perempuan itu akhirnya menolak ajakan tersebut sehingga
bosnya marah dan menghentikan kontraknya secara sepihak. Kejadian
tersebut membuat karyawati itu trauma dan memutuskan untuk
melaporkannya ke polisi.

Kasus tersebut harus diingat sebagai tanda serius bahwa lingkungan kerja
masih belum bisa menjadi tempat yang aman bagi pekerjanya. Direktur
Jenderal Hak Asasi Manusia Kemenkumham Dhahana Putra mengatakan
tindakan bos salah satu perusahaan di Cikarang yang tidak memperpanjang
kontrak pegawai perempuan karena menolak staycation merupakan bukan
hanya bentuk pelanggaran HAM, melainkan juga permasalahan HAM.

"Jika benar isu viral di Cikarang tersebut terjadi, maka ini bukan semata
pelanggaran hukum, tetapi juga permasalahan HAM," kata Dhahana dalam
keterangan resmi, Sabtu, 6 Mei 2023.
Ia mengatakan modus keji pelecehan seksual yang dilakukan atasan di
perusahaan semacam itu dinilai benar-benar mencederai hak asasi para
pekerja perempuan. Padahal, kata Dhanana, pemerintah telah berkomitmen
untuk terus mendorong penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan
dan pemenuhan HAM (P5HAM) bagi perempuan. Selain UUD NRI 1945
dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, komitmen
perlindungan HAM bagi perempuan yang dilakukan pemerintah adalah
dengan meratifikasi Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) melalui Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984.

Di dalam CEDAW, kata Dhahana, negara pihak didorong untuk


memberikan jaminan keamanan dan perlindungan bagi perempuan
termasuk di dunia kerja. “Semangat P5HAM bagi perempuan di tanah air
juga kini semakin dikuatkan dengan adanya UU Nomor 12 Tahun 2022
tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS),” Menurut Dhahana
pada Pasal 12 dan 13 UU TPKS sangat jelas memberikan ancaman serius
bagi pihak yang melakukan penyalahgunaan wewenang untuk
mendapatkan keuntungan berupa eksploitasi seksual. Adapun bunyi dari
Pasal 12 UU TPKS, yaitu:
“Setiap Orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan
menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, perbawa yang
timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan, kerentanan,
ketidaksetaraan, ketidakberdayaan, ketergantungan seseorang, penjeratan
utang atau memberi bayaran atau manfaat dengan maksud untuk
mendapatkan keuntungan, atau memanfaatkan organ tubuh seksual atau
organ tubuh lain dari orang itu yang ditujukan terhadap keinginan seksual
dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena eksploitasi seksual,
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Ada pun pasal 13 UU TPKS berbunyi sebagaimana berikut:


“Setiap Orang secara melawan hukum menempatkan seseorang di bawah
kekuasaannya atau orang lain dan menjadikannya tidak berdaya dengan
maksud mengeksploitasinya secara seksual, dipidana karena perbudakan
seksual, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/ atau
pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Dhanana mengatakan pemerintah juga sedang mematangkan terkait strategi


nasional bisnis dan HAM untuk disahkan menjadi peraturan presiden.
Peraturan itu ditargetkan akan mendapatkan persetujuan presiden pada
Agustus ini. “Dengan disahkannya strategi nasional bisnis dan HAM,
harapannya, kami dapat semakin intensif berdialog dengan para pelaku
usaha untuk membumikan nilai-nilai HAM sehingga kesadaran pentingnya
penghormatan HAM khususnya bagi pekerja perempuan di dunia usaha
semakin baik," kata Dhahana.

Kemenkumham akan koordinasi dengan berbagai pihak untuk


menindaklanjuti isu staycation ini, ia mengatakan Direktorat Jenderal
HAM akan berkoordinasi bersama Kementerian Tenaga Kerja,
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Pemerintah Provinsi Jawa barat, dan Pemerintah Kabupaten Bekasi.
"Kami sudah minta Pak Direktur Yankomas agar segera berkoordinasi baik
dengan KemenPPPA, Kemenaker maupun Disnaker Provinsi Jabar dan
Kabupaten Bekasi untuk menelusuri kabar viral dugaan adanya modus
pelecehan seksual yang merendahkan harkat dan martabat para pekerja
perempuan," kata Dhahana.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN DAN SARAN


Perjanjian kerja atau kontrak kerja merupakan salah satu turunan dari
perjanjian pada umumnya, dimana masing-masing perjanjian memiliki ciri
khusus yang membedakannya dengan perjanjian yang lain. Namun seluruh
jenis perjanjian memiliki ketentuan yang umum yang dimiliki secara
universal oleh segala jenis perjanjian, yaitu mengenai asas hukum, sahnya
perjanjian, subyek serta obyek yang diperjanjikan, sebagaimana telah
diterangkan sebelumnya. Ketentuan dan syarat-syarat pada perjanjian yang
dibuat oleh para pihak berisi hak dan kewajiban dari masing-masing pihak
yang harus dipenuhi. Dalam hal ini tercantum asas kebebasan berkontrak
(idea of freedom of contract), yaitu seberapa jauh pihak-pihak dapat
mengadakan perjanjian, hubungan-hubungan apa yang terjadi antara
mereka dalam perjanjian itu serta seberapa jauh hukum mengatur hubungan
antara para pihak.

Istilah staycation selama beberapa waktu terakhir malah identik dengan


ajakan ‘ngamar’ atau ‘tidur bareng bos’, yang menjadi kedok relasi kuasa
atasan terhadap pekerja, khususnya pekerja perempuan. Hal ini berawal
dari laporan seorang karyawati sebuah perusahaan kosmetik di Cikarang,
Jawa Barat, tentang atasannya yang kerap mengajaknya berkencan hingga
staycation bersama dirinya jika ingin memperpanjang kontrak kerja di sana.
Jika tidak menuruti permintaan tersebut, sang manajer mengancam akan
memutus kontrak kerjanya. Risih, karyawan perempuan itu akhirnya
menolak ajakan tersebut sehingga bosnya marah dan menghentikan
kontraknya secara sepihak. Kejadian tersebut membuat karyawati itu
trauma dan memutuskan untuk melaporkannya ke polisi.

Kasus tersebut harus diingat sebagai tanda serius bahwa lingkungan kerja
masih belum bisa menjadi tempat yang aman bagi pekerjanya. Direktur
Jenderal Hak Asasi Manusia Kemenkumham Dhahana Putra mengatakan
tindakan bos salah satu perusahaan di Cikarang yang tidak memperpanjang
kontrak pegawai perempuan karena menolak staycation merupakan bukan
hanya bentuk pelanggaran HAM, melainkan juga permasalahan HAM.

Pemerintah telah berkomitmen untuk terus mendorong penghormatan,


perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM (P5HAM) bagi
perempuan. Selain UUD NRI 1945 dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, komitmen perlindungan HAM bagi perempuan yang
dilakukan pemerintah adalah dengan meratifikasi Konvensi mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)
melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984.
Adapun peraturan perlindungan mengenai hak para pekerja bahwasanya
masalah yang menyangkut dengan Hak Asasi Manusia yang tidak boleh
dilanggar, sudah merupakan bagian dari hukum positif di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

https://hukumonline.com/berita/a/staycation-sebagai-syarat-perpanjangan-
kontrak-kerja-dapatkah-dipidana-lt6454c731c5893/
https://www.konde.co/2023/05/jadi-syarat-perpanjangan-kontrak-kerja-
karyawati-di-cikarang-staycation-itu-apa-sih.html/
https://repository.uin-
suska.ac.id/15942/8/8.%20BAB%20III__2018244IH.pdf
https://repositori.uma.ac.id/bitstream/123456789/666/5/121803028_file%
205.pdf

Anda mungkin juga menyukai