Anda di halaman 1dari 4

UJIAN TENGAH SEMESTER

Politik di Asia Timur 2023

Ludgerius M.N Tumanggor - 2206076420

Korea Utara seringkali menyebabkan peningkatan ketegangan di kawasan dengan ujicoba


rudalnya ke Laut Jepang. Hal ini terkait dengan perilaku diplomasi Korea Utara untuk
mendapatkan bantuan. Mengapa para pemimpin Korea Utara mempertahankan perilaku
diplomasi tersebut?

Korea Utara, tanah yang misterius dan kontroversial, telah menjadi subjek perhatian dunia sejak
berdirinya pada tahun 1948. Terletak di Semenanjung Korea, Korea Utara memiliki sejarah yang
kaya dan kompleks, yang mencakup perpecahan dramatis dengan Korea Selatan, rezim otoriter
yang kuat di bawah pemerintahan dinasti Kim, serta pengembangan senjata nuklir dan rudal yang
mengkhawatirkan. Diplomasi regional di sekitar Korea Utara telah menjadi salah satu tantangan
utama dalam hubungan internasional.

Korea Utara sering kali berada dalam sorotan internasional karena pengembangan senjata nuklir
dan rudalnya. Program nuklir Korea Utara telah menyebabkan ketegangan regional dan global
yang serius, dan melahirkan pertanyaan penting tentang stabilitas dan keamanan di kawasan Asia
Timur. Selama beberapa dekade terakhir, negosiasi dan upaya diplomasi telah diupayakan untuk
meredakan ketegangan dan mengarahkan Korea Utara ke arah nonproliferasi nuklir. Dalam
diplomasi nuklir ini, tentu akan melibatkan penjelajahan latar belakang diplomasi Korea Utara,
menggali sejarah hubungannya dengan negara-negara tetangga, dan merinci situasi saat ini yang
berkaitan dengan upaya diplomatik dalam mengatasi masalah yang mempengaruhi stabilitas dan
perdamaian regional. Korea Utara, dengan segala kompleksitasnya, tetap menjadi salah satu
aktor utama dalam politik internasional, dan pemahaman mendalam tentang diplomasi regional
yang melibatkan negara ini menjadi sangat penting dalam konteks global.

Korea Utara, negara yang sering disebut sebagai "Negara Rudal," telah lama menjadi fokus
perhatian dunia. Terletak di Semenanjung Korea, Korea Utara adalah salah satu negara dengan
sistem pemerintahan yang paling tertutup dan otoriter di dunia. Korea Utara, secara resmi
dikenal sebagai Republik Demokratik Rakyat Korea, didirikan pada tahun 1948 setelah
berakhirnya Perang Dunia II dan pembagian Semenanjung Korea. Negara ini dipimpin oleh
keluarga Kim yang telah memerintah dengan tangan besi selama beberapa generasi. Kim Il-sung,
pendiri negara dan kakek dari pemimpin saat ini, Kim Jong-un, memulai dasar-dasar rezim ini
dengan pandangan Juche, yang mengutamakan otonomi nasional dan kebijakan isolasionis.

Sejarah hubungan Korea Utara dengan negara-negara tetangga adalah cerminan dari
kompleksitas politik regional dan geopolitik yang terus berkembang. Perubahan dalam
pemerintahan, kebijakan, dan dinamika internasional telah memengaruhi cara Korea Utara
berinteraksi dengan negara-negara tetangga, dan sejarah ini menjadi kunci untuk memahami
diplomasi regional saat ini di Semenanjung Korea. Dalam mengatasi tantangan-tantangan ini,
diplomasi dan dialog tetap menjadi sarana penting untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di
wilayah tersebut.Dalam konteks diplomasi regional, hubungan Korea Utara dengan tetangganya,
terutama Korea Selatan dan Jepang, telah sangat tegang. Perang Korea (1950-1953) menyisakan
luka yang dalam antara Korea Utara dan Korea Selatan, yang masih secara resmi berada dalam
keadaan perang. Di sisi lain, Korea Utara telah terlibat dalam beberapa insiden maritim dengan
Jepang, termasuk peluncuran rudal ke laut Jepang, yang telah mempersulit upaya diplomasi.

Perpecahan antara Korea Utara dan Korea Selatan pada tahun 1945 menjadi salah satu peristiwa
paling signifikan dalam sejarah hubungan regional. Perang Korea (1950-1953) menyebabkan
pembagian fisik semenanjung dan menetapkan zona demiliterisasi yang memisahkan kedua
Korea. Meskipun gencatan senjata telah berlaku sejak 1953, perasaan antagonisme tetap kuat di
antara kedua Korea. Diplomasi inter-Korea telah berkembang seiring berjalannya waktu, dan ada
upaya-upaya untuk memperbaiki hubungan ini, termasuk pertemuan tingkat tinggi antara
pemimpin Korea Utara dan Korea Selatan.

Pada bulan Mei lalu, Korea Utara sekali lagi mengejutkan dunia dengan meluncurkan
serangkaian rudal balistik ke Laut Jepang. Tindakan ini segera menimbulkan ketegangan di
kawasan Asia Timur dan memunculkan pertanyaan tentang tujuan sebenarnya di balik
peluncuran ini. Rudal-rudal yang diluncurkan oleh Korea Utara adalah bagian dari program
senjata rudalnya yang telah menjadi sumber perhatian global selama beberapa dekade. Program
ini telah mengalami perkembangan pesat, dan peluncuran-peluncuran seperti ini menjadi rutin
dalam diplomasi yang melibatkan Korea Utara. Namun, apa yang membuat peluncuran ini
menjadi lebih kontroversial adalah rute mereka yang melintasi wilayah Laut Jepang, mendekati
negara-negara tetangga.

Reaksi internasional terhadap tindakan ini tidak segera datang, tetapi ketegangan di wilayah ini
memuncak. Jepang segera merespons dengan meningkatkan kewaspadaan dan memobilisasi
sistem pertahanan udara. Negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, bahkan
China juga memberikan pernyataan keras menentang peluncuran rudal tersebut Walau dalam
sejarahnya, China adalah sekutu sejarah yang kuat bagi Korea Utara. Sebagian besar negara di
wilayah ini dan komunitas internasional secara umum menganggap peluncuran rudal ini sebagai
tindakan provokatif yang dapat membahayakan stabilitas regional.

Pada tingkat internasional, tindakan Korea Utara yang terkait dengan senjata nuklir dan rudal
selalu dihadapi dengan penolakan yang kuat. Pada tahun 2003, Korea Utara mengumumkan
penarikan diri dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) dan melanjutkan program nuklirnya,
yang menjadi pemicu kebijakan keras sanksi internasional. Dewan Keamanan PBB telah
mengeluarkan beberapa resolusi yang menerapkan sanksi ekonomi dan diplomatik yang ketat
terhadap Korea Utara. Terdapat percobaan negosiasi dan dialog, seperti negosiasi enam pihak
yang melibatkan Korea Utara, Korea Selatan, Amerika Serikat, China, Rusia, dan Jepang.
Namun, upaya-upaya ini sering kali mengalami kebuntuan, dengan ketegangan yang tetap tinggi
dan sikap keras dari pihak Korea Utara.
Kedua pemain besar dalam diplomasi Korea Utara, Amerika Serikat dan China, telah berperan
penting dalam upaya menahan program senjata Korea Utara. Amerika Serikat mengambil
pendekatan campuran antara sanksi dan tawaran diplomasi, dengan upaya untuk mencapai
denuklirisasi Semenanjung Korea. Di sisi lain, China, yang merupakan sekutu sejarah Korea
Utara, memiliki pengaruh signifikan, dan upaya diplomasi China untuk menyelesaikan krisis
telah menjadi faktor penting dalam upaya pemecahan masalah.

Dalam kesimpulan, reaksi internasional terhadap program nuklir dan rudal Korea Utara
mencerminkan kompleksitas diplomasi regional dan upaya global untuk mengatasi masalah ini.
Program nuklir dan rudal Korea Utara terus menjadi isu penting dalam politik internasional,
dengan reaksi yang beragam dari berbagai pemangku kepentingan yang berusaha
menyelesaikannya. Dalam prosesnya, program ini menggarisbawahi pentingnya diplomasi,
dialog, dan kerja sama internasional dalam mencapai perdamaian dan stabilitas di kawasan yang
sangat penting ini.
DAFTAR PUSTAKA

Cha, Victor D. (2009). The Impossible State: North Korea, Past and Future. HarperCollins.

Kim, Byung-Kook, et al. (2019). North Korea: The Politics of Regime Survival. Lynne Rienner
Publishers.

Lee, Kyo Duk, & Lee, Soon Ok. (2014). North Korea: Unmasked. Xlibris Corporation.

Park, Kyung-Ae. (2019). New Challenges of North Korean Foreign Policy. Palgrave Macmillan..

Anda mungkin juga menyukai