Disusun oleh :
Yuyun Febriani
24043122040
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang
selalu senantiasa mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia
Farma 606 Banjar yang telah dilaksanakan mulai tanggal 03 April s.d 29 April
2023 dengan tepat waktu. Kegiatan PKPA bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman mahasiswa dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama
perkuliahan. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian
akhir Apoteker pada Program Pendidikan Profesi Apoteker FMIPA Universitas
Garut.
Dalam penyusunan Laporan PKPA ini penulis tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dr. Hj. Siva Hamdani, MARS., M.Farm. selaku Dekan FMIPA Universitas
Garut
2. Ibu Dr. apt. Ria Mariani, M.Si Selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
FMIPA Universitas Garut
3. Bapak apt. Farid Perdana M.Si. selaku Koordinator Penanggung Jawab Praktek
Kerja Profesi Apoteker FMIPA Universitas Garut
4. Bapak apt. Arif Cahyono, S.Farm. Selaku Manager Bisnis Tasikmalaya yang
telah memberikan kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di Apoteke Kimia Farma 606 Banjar
5. Bapak apt. Adryl Sastawiguna, S.Farm. Selaku Pembimbing Praktek Kerja
Profesi Apoeteker dan Apoteker penanggung jawab Apotek Kimia Farma 606
Banjar yang telah memberi kesempatan, semangat, ilmu dan pengalaman
selama berlangsungnya Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia
Farma 606 Banjar.
6. Bapak apt. Asman Sadino, M.Farm, Selaku Pembimbing Prakter Kerja Profesi
Apoteker FMIPA Universitas Garut
7. Ibu apt. Sherinda Sondarisa. S.Farm, Selaku Apoteker Pendamping Apotek
Kimia Farma 606 Banjar yang telah memberikan Ilmu, Pengalaman serta
semangat dalam menjalankan aktivitas perkerjaan selama PKPA.
i
8. Seluruh staf dan karyawan Apotek Kimia Farma 606 Banjar yang telah
memberikan pengalaman dan ilmu mengenai pekerjaan kefarmasian di
Apotek selama melaksanakan PKPA.
9. Segenap dosen pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker
Universitas Garut yang telah membantu kelancaran dalam perkuliahan dan
penyusunan laporan ini.
10. Kedua orangtua dan adik kakak tercinta serta keluarga besar yang selalu
memberikan dorongan, semangat, kasih sayang, dukungan dalam bentuk
doa yang tidak henti-hentinya, moril maupun materi yang selalu diberikan
kepada penulis.
11. Seluruh teman-teman seperjuangan Apoteker angkatan 8 FMIPA
Universitas Garut yang selalu memberikan dukungan semangat, kerjasama
dan turut membantu dalam penyelesaian laporan ini.
12. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
turut serta membantu dan memberi semangat kepada penulis dalam
penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan
ketidaksempurnaan didalam laporan ini. Oleh karena itu, penulis terbuka untuk
menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki
penulisan laporan kedepannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya, bagi pihak lain yang terlibat dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
4.3 Kajian Resep ................................................................................... 49
4.4 Prosedur Compunding dan Dispensing .......................................... 60
4.5 Pelayanan Informasi Obat (PIO) .................................................... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 63
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 63
5.2 Saran .............................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 64
LAMPIRAN ................................................................................................... 65
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
SUMPAH APOTEKER
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1962
vii
KODE ETIK APOTEKER
MUKADIMAH
Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta
dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan
keridhaan Tuhan Yang Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiannya serta dalam
mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya
berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :
BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah/Janji Apoteker.
Pasal 2
Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3
Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi
Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip
kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4
Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan
pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya Seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang
lain.
viii
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-
undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada
khususnya.
BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat. menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk
hidup insani.
BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Seorang Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana ia
sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan kode Etik.
Pasal 12
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan
kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat
jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam
menunaikan tugasnya.
ix
BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS
KESEHATAN LAIN
Pasal 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun
dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati sejawat petugas kesehatan lain.
Pasal 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang
dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada sejawat petugas kesehatan lain.
BAB V
PENUTUP
Pasal 15
Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode etik
Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika
seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak
mematuhi kode etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima
sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya
(IAI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 08 Desember 2009
x
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
Apoteker Indonesia merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang
dianugerahi bekal ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian di bidang
kefarmasian, yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan,
peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan pribadi warga negara
Republik Indonesia, untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur,
berazaskan Pancasila dan Undang - undang Dasar 1945.
Disiplin Apoteker merupakan tampilan kesanggupan Apoteker untuk
menaati kewajiban dan menghindari larangan sesuai dengan yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan praktik yang apabila
tidak ditaati atau dilanggar dapat dijatuhi hukuman disiplin.
Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau
ketentuan penerapan keilmuan, yang pada hakikatnya dapat dikelompokkan dalam
tiga hal, yaitu :
1. Melaksanakan praktik Apoteker dengan tidak kompeten.
2. Tugas dan tanggungjawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan
dengan baik.
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan Apoteker.
Pelanggaran disiplin berupa setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Apoteker yang
tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin
Apoteker.
xi
BAB II
TINJAUAN UMUM
1. Disiplin Apoteker adalah kesanggupan Apoteker untuk menaati kewajiban
dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar
dijatuhi hukuman disiplin.
2. Penegakan Disiplin adalah penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan
penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh
Apoteker.
3. Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia yang disingkat MEDAI, adalah
organ organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia yang bertugas membina,
mengawasi dan menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker Indonesia oleh
Anggota maupun oleh Pengurus, dan menjaga, meningkatkan dan
menegakkan disiplin apoteker Indonesia.
4. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
5. Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional, harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Tenaga kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
7. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang membantu
Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker.
8. Standar Pendidikan Apoteker Indonesia, yang selanjutnya disingkat SPAI
adalah pendidikan akademik dan pendidikan profesional yang diarahkan guna
mencapai kriteria minimal sistem pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat, di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
xii
Indonesia.
9. Kode Etik adalah Kode Etik Apoteker Indonesia yang menjadi landasan etik
Apoteker Indonesia.
10. Kompetensi adalah seperangkat kemampuan profesional yang meliputi
penguasaan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai (knowledge, skill
dan attitude), dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
11. Standar Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan
bertanggungjawab yang dimiliki oleh seorang Apoteker sebagai syarat untuk
dinyatakan mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan profesinya.
12. Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kompetensi seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik
profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
13. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta
diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya.
14. Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi.
15. Praktik Apoteker adalah upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
16. Standar Praktik Apoteker adalah pedoman bagi Apoteker dalam menjalankan
praktiknya yang berisi prosedur-prosedur yang dilaksanakan apoteker dalam
upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
17. Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat
izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik
kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
18. Standar Prosedur Operasional, yang selanjutnya disingkat SPO adalah
serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses
penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan,
dimana dan oleh siapa dilakukan.
xiii
19. Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin
praktik yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
20. Organisasi profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di
Indonesia.
BAB III
LANDASAN FORMAL
1. Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras.
2. Undang-Undang tentang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
3. Undang-Undang tentang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 tentang Sumpah Apoteker.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Bahan medis habis pakai.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
9. Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, dan peraturan
turunannya.
10. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Apoteker Indonesia
(IAI), Kode Etik Apoteker Indonesia, serta peraturan-peraturan organisasi
lainnya yang dikeluarkan oleh IAI.
xiv
BAB IV
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten. Penjelasan:
Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan standar praktek Profesi/
standar kompetensi yang benar, sehingga berpotensi menimbulkan/
mengakibatkan kerusakan, kerugian pasien atau masyarakat.
2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi tanggung
jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/
atau Apoteker pendamping yang sah.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/atau
tenaga - tenaga lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan
pasien/masyarakat.
5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to date” dengan
cara yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga berpotensi
menimbulkan kerusakan dan/atau kerugian pasien.
6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur
Operasional sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana
pekerjaan/pelayanan kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya.
7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin “mutu”, “keamanan”,
dan “khasiat/ manfaat” kepada pasien.
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat dan/atau
bahan baku obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga berpotensi
menimbulkan tidak terjaminnya mutu, khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat menimbulkan
kerusakan atau kerugian kepada pasien.
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga
berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik
ataupun mental yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas
pelayanan profesi.
xv
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya
tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai
dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah,
sehingga dapat membahayakan pasien.
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan praktik
swamedikasi (self medication) yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan
kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis, dan/atau
tidak objektif kepada yang membutuhkan.
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa
alasan yang layak dan sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.
18. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan
tidak benar.
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker
(STRA) atau Surat Izin Praktik Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker
(SIPA/SIKA) dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang
diperlukan MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan
pelanggaran disiplin.
21. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan
kemampuan/pelayanan yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang
tidak benar atau menyesatkan.
22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil
pekerjaan yang diketahuinya secara benar dan patut.
xvi
BAB V
SANKSI DISIPLIN
Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan Peraturan per
Undang- Undangan yang berlaku adalah:
1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi
Apoteker, atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja
Apoteker; dan/atau Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
institusi pendidikan apoteker. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda
Registrasi atau Surat Izin Praktik yang dimaksud dapat berupa:
1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik
sementara selama - lamanya 1 (satu) tahun, atau
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik
tetap atau selamanya;
Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
apoteker yang dimaksud dapat berupa:
1. Pendidikan formal; atau
2. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan, magang di institusi
pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana
pelayanan kesehatan yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan
paling lama 1 (satu) tahun
xvii
BAB VI
PENUTUP
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA ini disusun untuk menjadi
pedoman bagi Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia (MEDAI) dalam
menetapkan ada/atau tidak adanya pelanggaran disiplin oleh para praktisi
dibidang farmasi, serta menjadi rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar oleh
para praktisi tersebut agar dapatmenjalankan praktik kefarmasian secara
profesional. Dengan ditegakkannya disiplin kefarmasian diharapkan pasien akan
terlindungi dari pelayanan kefarmasian yang kurang bermutu; dan meningkatnya
mutu pelayanan apoteker; serta terpeliharanya martabat dan kehormatan profesi
kefarmasian.
xviii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya kesehatan merupakan setiap kegiatan yang dilakukan secara
terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah
dan/atau masyarakat (Kemenkes RI, 2009). Dalam rangka menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat diperlukan suatu sumber daya kesehatan.
Sarana yang berperan dalam upaya kesehatan salah satunya adalah apotek.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Apotek adalah sarana
pelayanan kefarmasian tempat praktik kefarmasian oleh apoteker. Seorang
apoteker bertanggung jawab atas pengelolaan apotek, sehingga pelayanan obat
kepada masyarakat akan lebih terjamin keamanannya, baik kualitas maupun
kuantitasnya (Kemenkes RI, 2016).
Pada saat ini, paradigma kefarmasian telah bergeser dari pelayanan
berorientasi produk (Product Oriented) menjadi pelayanan berorientasi pasien
(Patient Oriented) yang mengacu pada prinsip pelayanan kefarmasian
(Pharmaceutical Care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang awalnya berfokus
pada pengelolaan obat sebagai komoditi, meluas kegiatannya menjadi pelayanan
komprehensif dan menyeluruh yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Sebagai konsekuensi dari perluasan orientasi tersebut, Apoteker dituntut
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk dapat memberikan
pelayanan kefarmasian yang baik dan melakukan interaksi langsung dengan
pasien. Seorang Apoteker harus dapat mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah pasien yang berkaitan dengan obat (Drug Related Problem’s) agar
kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) semakin kecil.
Apoteker juga harus mampu berkomunikasi dan bekerja sama dengan tenaga
kesehatan lainnya untuk mendukung terapi dengan penggunaan obat yang rasional
(Republik Indonesia, 2009).
1
2
2. 2 Pengertian Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun
2017 tentang Apotek, yang dimaksud dengan Apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Sedangkan
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, menyatakan bahwa Apotek
adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan Praktek kefarmasian oleh
3
4
Apoteker.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017
tentang Apotek pasal 16, Apotek menyelenggarakan fungsi:
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
dan
2. Pelayanan farmasi klinik, termasuk di komunitas.
Oleh karena itu dalam pelayanan kefarmasian yang dapat dilakukan di
Apotek yaitu pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 73 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek yang merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
langsung kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
2. Bangunan
Bangunan Apotek harus memberikan kenyamanan, keamanan, serta
kemudahan dalam pemberian pelayanan kefarmasian kepada pasien dan
memberikan perlindungan secara merata baik bagi anak-anak, keterbatasan
(cacat fisik), serta lanjut usia. Apotek harus memiliki bangunan yang permanen
dan terpisah dari pusat perbelanjaan (pasar) agar memberikan kenyamanan
terhadap pelanggan.
3. Sarana dan Prasarana Peralatan
Sarana ruang dalam Apotek memiliki fungsi sebagai tempat penerimaan
resep, pelayanan resep dan peracikan (dispensing), konseling, penyerahan
sediaan farmasi, pernyimpanan sediaan farmasi dan penyimpanan berkas-
berkas penting.
a. Sarana
Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi
1) Penerimaan Resep
Ruang penerimaan resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat
penerimaan resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer.
Ruang penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan
mudah terlihat oleh pasien.
2) Pelayanan Resep dan Peracikan (Produksi sediaan secara terbatas)
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara
terbatas meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang
peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan,
timbangan obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok obat,
bahan pengemas obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko
salinan resep, etiket dan label obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan
cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat dilengkapi dengan
pendingin ruangan (air conditioner).
3) Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat yang dapat
digabungkan dengan ruang penerimaan resep.
6
4) Konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu meja dan kursi
konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu
konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan
pasien.
5) Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,
temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu
produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi
dengan rak/lemari obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari
pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika,
lemari penyimpanan obat khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.
6) Arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan
dengan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai serta pelayanan kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.
b. Prasarana
Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas :
1) Instalasi air bersih
2) nstalasi listrik
3) Sistem tata udara
4) Sistem proteksi kebakaran
c. Peralatan
1) Peralatan apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan pelayanan kefarmasian.
2) Peralatan antara lain meliputi rak obat, alat peracikan, bahan
pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi, komputer, sistem
pencatatan mutasi obat, formulir catatan pengobatan pasien dan peralatan
lain sesuai dengan kebutuhan.
3) Formulir catatan pengobatan pasien merupakan catatan mengenai
riwayat penggunaan Sediaan Farmasi dan/atau Alat Kesehatan atas
permintaan tenaga medis dan caatatan pelayanan apoteker yang diberikan
7
3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
menyetorkan dan mengambil uang, baik dari kasir besar atau bank.
Bertanggung jawab kebenaran jumlah uang yang dipercayakan kepadanya, dan
bertanggung jawab langsung kepada pengelola apotek, berwenang untuk
melaksanakan kegiatan arus uang sesuai dengan petunjuk-petunjuk instruksi
dari pengelola apotek.
7. Juru Resep
Seseorang yang membantu tugas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian
dalam peracikan obat, tetapi selama masih tertangani oleh apoteker dan tenaga
teknis kefarmasian maka tidak harus da juru resep.
8. Petugas Gudang
Melakukan penerimaan barang dari distributor, menyimpan, menyusun
barang digudang dan mengatur pengeluaran barang dari gudang berdasarkan
sistem FIFO (First In First Out), mengeluarkan barang berdasarkan Bon
Permintaan Barang Apotek (BPBA), mencatat barang yang masuk dan keluar
dari gudang dalam kartu stok gudang, memberikan informasi mengenai kondisi
barang yang rusak atau mendekati kadaluarsa kepada petugas pembelian untuk
di tukar ke distributor.
9. Karyawan Pembantu
Melaksanakan administrasi apotek dalam membantu tugas manager dalam
hal pekerjaan kantor bukan di bidang kefarmasian.
10. Bendahara
Melakukan penyusunan dalam rencana kegiatan pengelolaan urusan
administrasi keuangan, melaksanakan pengelolaan urusan administrasi
keuangan sesuai dengan prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku, mengevaluasi hasil kegiatan urusan administrasi keuangan secara
keseluruhan, dan membuat catatan dan laporan kegiatan di bidang tugasnya
sebagai bahan informasi dan pertanggung jawaban kepada atasan.
a. Tenaga Kefarmasiaan
b. Tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana
5. Paling lama dalam waktu 6 hari kerja sejak tim pemeriksa ditugaskan, tim
pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan setempat yang dilengkapi
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dengan menggunakan Formulir 3.
6. Paling lama dalam waktu 12 hari kerja sejak Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota menerima laporan dan dinyataan memenuhi persyaratan,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan
Organisasi Profesi dengan menggunakan Formulir 4.
7. Dalam hal hasil pemeriksaan dinyatakan masih belum memenuhi persyaratan,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus mengeluarkan surat penundaan
paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja dengan menggunakan
Formulir 5.
8. Terhadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi persyaratan,
pemohon dapat melengkapi persyaratan paling lambat dalam waktu 1 bulan
sejak surat penundaan diterima.
9. Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan, maka
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat Penolakan dengan
menggunakan Formulir 6.
10. Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA melebihi
jangka waktu, Apoteker pemohon dapat menyelenggarakan Apotek dengan
menggunakan BAP sebagai pengganti SIA.
11. Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA, maka penerbitannya bersama
dengan penerbitan SIPA untuk Apoteker pemegang SIA.
12. Masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku SIPA.
penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan
lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Dalam pelaporan apotek terdapat dua pelaporan, yaitu pelaporan internal dan
pelaporan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan
dalam kebutuhan apotek yang bersifat manajemen apotek yang meliputi
manajemen keuangan, barang dan pelaporan lainnya. Sedangkan pelaporan
eksternal merupakan suatu pelaporan dalam pemenuhan regulasi seperti pelaporan
narkotika dan psikotropika yang dilaporkan ke SIPNAP setiap bulan dan
dilakukan oleh apoteker penanggung jawab apotek.
2. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
4. Penyimpanan
a. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain,
maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi
yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat nama
Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
b. Semua obat atau bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
c. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang
lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
d. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan
kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
e. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO
(First In First Out).
f. Penyimpanan obat LASA dan High Alert.
5. Pemusnahan
a. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain
narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh
tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin
kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan
menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
17
b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep
menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
c. Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
6. Penarikan
a. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan
perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi
sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan
laporan kepada Kepala BPOM.
b. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
7. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan
atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,
kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan
dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik.
Kartu stok sekurang- kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa,
jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
8. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat
pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk
penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
18
e. kontra indikasi;
f. interaksi.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka
Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep.
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian
informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan
terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).
2. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi
obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:
a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan Resep:
1) menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan Resep;
2) mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat.
b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan
c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
1) warna putih untuk obat dalam/oral;
2) warna biru untuk obat luar dan suntik;
3) menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau
emulsi.
4) Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat
yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan
yang salah. Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut:
a) Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan
kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara
penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan
etiket dengan Resep);
b) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;
c) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;
d) Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat;
20
AIDS, epilepsi).
c. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tappering down/off).
d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, teofilin).
e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat untuk indikasi
penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih
dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan
satu jenis obat.
f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Tahap kegiatan konseling:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien
b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan abat melalui Three Prime
Questions, yaitu:
1) Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda?
2) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat anda?
3) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah
anda menerima terapi obat tersebut?
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat
e. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien. Apoteker
mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien sebagai
bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling.
5. Pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan
pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
Jenis pelayanan kefarmasian dirumah yang dapat dilakukan oleh apoteker,
meliputi :
a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan
23
pengobatan
b. Identifikasi kepatuhan pasien
c. Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya
cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin
d. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum
e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan obat
berdasarkan catatan pengobatan pasien.
f. Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian dirumah dengan
menggunakan formulir 8 pada UU No.73 tahun 2016.
6. Pemantauan terapi obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping.
Kriteria pasien:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c. Adanya multidiagnosis.
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.
f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang
merugikan.
Kegiatan:
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang
terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat dan riwayat alergi;
melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga
kesehatan lain
c. Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait obat antara lain
adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian obat tanpa indikasi,
pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah,
terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi obat
d. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan
24
25
26
Terdapat dua jenis apotek di Kimia Farma, yaitu Apotek Administrator yang
sekarang disebut sebagai Business Manager (BM) dan Apotek Pelayanan. BM
membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah. BM
bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang dan administrasi apotek
pelayanan yang berada di bawahnya. Dengan adanya konsep unit BM,
pengelolaan aset dan keuangan dari apotek dalam suatu area menjadi lebih efektif
dan efisien, demikian juga kemudahan dalam pengambilan keputusan-keputusan
yang menyangkut antisipasi dan penyelesaian masalah. Untuk wilayah
Tasikmalaya terdapat 1 Unit BM yang membawahi 14 apotek.
APOTEKER PENDAMPING
apt. Sherinda Sondarisa, S.Farm
jumlah barang tidak dapat semua dimasukan ke dalam rak penyimpanan, maka
sisanya disimpan di lemari penyimpanan. Obat-obat di Apotek Kimia Farma
Banjar disusun berdasarkan:
a. Stabilitas
Penyimpanan obat di Kimia Farma Banjar berdasarkan suhu
penyimpanan dibagi menjadi 2, diantaranya disimpan di suhu ruang (25°C)
untuk sediaan tablet, kapsul, sirup, sirup kering, gel, krim, tetes mata) dan
untuk sediaan yang termolabil disimpan di lemari es pada suhu 8°C untuk
sediaan seperti ovula, suppositoria dan insulin.
b. Golongan Obat
Obat bebas dan obat bebas terbatas atau OTC disimpan di rak swalayan,
untuk obat keras disimpan di rak penyimpanan di area pelayanan resep.
Obat narkotik dan psikotropik disimpan di tempat khusus di dalam lemari
yang memiliki dua pintu (double door) dengan dua kunci (double lock) yang
disimpan oleh petugas yang bertanggung jawab. Alat kesehatan ada yang
disimpan di rak maupun di pajang dekat swalayan.
c. Bentuk Sediaan
Penyimpanan berdasarkan bentuk sediaan yaitu sediaan padat seperti
tablet, kaplet, dan kapsul. Sediaan semipadat seperti krim, gel, salep, salep
mata. Sediaan cair seperti sirup, suspensi, drop, tetes mata, tetes hidung dan
tetes telinga. Sediaan inhaler/nebulizer, sediaan ovula/suppositoria.
d. Kelas Terapi
Berdasarkan kelas terapi, penyimpanan terbagi menjadi obat
kardiovaskular, obat lambung, obat ssp (sistem saraf pusat), obat respiratory
system, obat hormon dan kontrasepsi, obat sistem urin dan genital, obat
antidiabetes, obat alergi, antibiotik, vitamin dan mineral nutrition. Kotak
penyimpanan obat juga berdasarkan alfabetis dan diberi label warna yang
berbeda-beda sesuai dengan kelas terapi untuk mempermudah pencarian
obat.
e. FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expaired First Out) FIFO adalah
sistem dimana barang yang dijual terlebih dahulu adalah barang yang paling
awal datang sedangkan FEFO adalah sistem barang dimana barang yang
37
keluar terlebih dahulu adalah barang yang lebih dekat dengan tanggal
kadaluarsanya. Tujuannya yaitu untuk mencegah adanya produk yang
kadaluarsa sebelum dijual.
5. Pemusnahan
Pemusnahan dilakukan karena obat tersebut sudah rusak atau kadaluarsa,
dilakukan pencatatan jumlah dan tanggal kadaluarsa, kemudian dikumpulkan
untuk dimusnahkan berdasarkan bentuk sediaan. Pemusnahan obat yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh apoteker dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan obat selain
narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga
kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktek atau surat izin kerja.
Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan. Berita acara
pemusnahan dibuat oleh Apoteker Pengelola Apotek yang sekurang-
kurangnya memuat:
a. Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan
b. Nama pemegang izin khusus atau APA
c. Nama saksi dari pemerintah dan saksi dari apotek tersebut
d. Nama dan jumlah obat yang dimusnahkan
e. Cara pemusnahan
f. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang
menyaksikan pemusnahan
Selain itu, pemusnahan juga dilakukan terhadap resep yang telah disimpan
melebihi jangka waktu 5 tahun. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker
disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita acara pemusnahan resep dan
dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
6. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persedian obat sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan
atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Adanya pengendalian obat ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan,
kerusakan, kadaluarsa, kehilangan serta pengembalian obat. Tindakan
38
dokter, penjualan alat kesehatan dan dari bagian swalayan. Kemudian uang
tersebut disetorkan ke bank yang bekerjasama dengan kimia farma yaitu bank
Mandiri yang ditunjuk oleh BM yang nantinya akan menjadi bukti setoran kas
Apotek Kimia Farma Banjar kepada BM Unit Tasikmalaya. Penyetoran uang
dilakukan oleh petugas yang ditunjuk.
2. Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH)
Laporan Ikhtisar Penjualan Harian merupakan laporan harian yang terdiri
dari kumpulan bukti setoran kas apotek dalam satu hari yang berisi rincian
penerimaan uang yang berasal dari penjualan obat dan perbekalan kesehatan
lainnya, baik melalui resep ataupun non resep, baik berupa tunai, kredit dan
debit, dan penjualan obat-obat UPDS.
3. Laporan Realisasi Penggunaan Dana Kas Kecil (LRPDKK)
LRPDKK ini mengenai pelaporan penggunaan dana kas kecil untuk
keperluan operasional apotek, misalnya untuk bensin, dll. Laporan ini dibuat
pada bagian administrasi yang di tunjuk dan di ketahui oleh APA. Bon dari tiap
penggunaan akan dikumpulkan dan direkap, kemudian setiap hari senin akan
diberikan ke BM untuk penggantian uang yang terpakai.
tanpa resep dokter dilakukan atas permintaan langsung dari pasien atau
keluarga pasien. Terdapat DOWA yang merupakan obat keras dan dapat
diberikan tanpa resep dokter namun hanya boleh diserahkan oleh seorang
Apoteker. Permintaan obat tanpa resep dokter untuk obat keras dilakukan
dengan mengisi formulir permintaan obat Upaya Pengobatan Diri Sendiri
(UPDS), yang berisi nama, alamat, keluhan, nama obat, jumlah, harga, tanda
tangan Apoteker dan pemohon. Dalam pelayanan UPDS di Apotek Kimia
Farma Banjar diantaranya :
1) Menggunakan metode WWHAM (National Pharmaceutical Association)
a) Who, siapa yang membutuhkan obat ? /siapa pengguna obat?
b) What a simptom, gejala apa yang dirasakan ?
c) How Long, berapa lama gejala telah dirasakan pasien ?
d) Action, tindakan apa yang telah dilakukan untuk mengatasi gejala
tersebut?
e) Medicine, obat yang telah diberikan untuk mengatasi gejala tersebut?
2) Dengan informasi yang didapat dari pasien, maka Apoteker dapat
memilihkan, memberikan masukan dan menginformasikan obat yang
dibutuhkan sesuai dengan keluhan, dengan memperhatikan peraturan dan
etika kefarmasian yang berlaku.
3) Apabila pasien telah setuju maka obat yang dibutuhkan dituliskan. Pasien
dimintai tanda tangan dengan nama dan alamat pasien, serta Apoteker
memberikan paraf persetujuan pada form swamedikasi (UPDS).
4) Apabila gejala sudah berlangsung selama tiga hari, dianjurkan untuk
menghubungi dokter dan diberikan brosur/leaflet informasi obat.
d. Pelayanan Swalayan
Farmasi Pelayanan swalayan farmasi di Apotek Kimia Farma Banjar
menjual obat-obat bebas dan bebas terbatas, kebutuhan bayi, milk and
nutrition, alat Kesehatan, kosmetika, makanan dan minuman, dll. Barang-
barang tersebut disusun dalam suatu gondola berdasarkan kategorinya
diantaranya food suplemen, paper product, baby and child care, milk and
nutrition, kimia farma product, vitamin dan mineral, obat tradisional, first
aid, topical, personal care, beauty care, oral care, soap and bodywash,
44
seperti melalui brosur atau pustaka lain yang tersedia. Informasi Obat yang
biasanya dilakukan meliputi nama obat, kekuatan sediaan, aturan pakai, cara
dan waktu pemberian yang benar, kemungkinan efek samping, dan
kontraindikasi obat (bila ada).
4. Konseling
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 tahun 2016, Konseling
merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga
terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah
yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan
three prime questions :
a. Apa yang telah dokter katakan mengenai obat?
b. Cara pemakaian, bagaimana dokter menerangkan cara pemakaian?
c. Apa yang diharapkan dalam pengobatan ini?
Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien
sudah memahami obat yang digunakan
5. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)
Home pharmacy care atau pelayanan kefarmasian di rumah adalah
pendampingan pasien oleh apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah
dengan persetujuan pasien atau keluarganya. Kegiatan ini dilakukan di Apotek
Kimia Farma Banjar sebagai salah satu bentuk pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care) ini dilakukan dengan
berkunjung ke rumah pasien, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien
dengan pengobatan penyakit kronis.
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan proses yang memastikan
bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau
dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Bentuk PTO
di Apotek Kimia Farma Banjar yaitu telefarma. Telefarma merupakan layanan
lanjutan terhadap pasien yang sebelumnya telah mendapatkan obat sebagai
bentuk follow up terkait pengobatan lewat telepon. Selain itu, telefarma juga
ditujukan untuk mengetahui kepatuhan pasien dalam meminum obat dan
46
Skrining resep atau pengkajian resep adalah hasil dari evaluasi dengan cara
membandingkan literatur dan ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan yang telah dibuat terhadap penulisan resep dokter
untuk mengetahui, menentukan dan memastikan resep dan kerasionalan resep
(termasuk dosis) yang diberikan dokter kepada pasiennya melalui farmasis agar
menjamin ketepatan dan keamanan serta memaksimalkan tujuan terapi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun
2017 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, skrining resep
merupakan kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi
persyaratan administrasi, farmasetik dan klinis.
1. Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, SIP dan alamat dokter
b. Tanggal penulisan resep
c. Paraf dokter
d. Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
e. Nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang diminta
f. Cara pemakaian obat yang jelas
g. Informasi lainnya
2. Kesesuaian farmasetik meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, aturan pakai, cara dan lama pemberian. Pengkajian resep
berdasarkan kesesuaian farmasetik sebagai berikut:
a. Resep dapat menunjukkan bentuk sediaan obat yang jelas seperti tablet,
injeksi, sirup, suppositoria dan lain-lain.
b. Dosis yang ada pada resep harus jelas untuk pemberian kepada pasien.
c. Stabilitas dan potensi pada resep bahwa obat yang ditulis mempunyai
ketersediaan dan stabilitas.
d. Inkompatibilitas merupakan bahan-bahan obat yang tidak dapat
47
48
dicampurkan.
e. Aturan pakai, cara dan lama pemberian harus jelas agar tidak salah dalam
pemberian obat.
3. Persyaratan klinis meliputi, ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan
obat, duplikasi pengobatan, alergi, interaksi dan efek samping obat, kontra
indikasi serta efek adiktif. Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya
dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan
dan alternatif bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
a. Ketepatan indikasi, obat yang ditulis pada resep harus sesuai dengan
indikasi penyakit yang diderita pasien.
b. Dosis dan waktu penggunaan obat, pada resep harus tepat agar terapi yang
diberikan mencapai hasil yang maksimal.
c. Duplikasi pengobatan, obat yang ada pada resep terdiri dari beberapa obat
yang mempunyai indikasi yang sama.
d. Efek samping, merupakan efek yang tidak diinginkan yang timbul pada
dosis terapi.
e. Alergi, obat yang ada pada resep harus diketahui mempunyai potensi alergi
pada pasien, apalagi untuk pasien yang memiliki riwayat alergi tertentu.
f. Kontraindikasi, merupakan obat yang ditulis berlawanan dengan indikasi
penyakit pasien (Permenkes RI, 2016).
49
4.2 Resep
Keterangan Resep
No. Uraian
Ada Tidak Ada
Inscription
Identitas dokter:
1 Nama dokter √
2 SIP dokter √
3 Alamat dokter √
4 Nomor telepon √
5 Tempat dan tanggal penulisan resep √
Invocatio
6 Tanda resep di awal penulisan √
resep (R/)
Prescriptio/Ordonatio
7 Nama obat √
8 Kekuatan obat √
9 Jumlah obat √
Signatura
10 Nama pasien √
11 Jenis kelamin √
12 Umur pasien √
13 Berat badan √
14 Alamat pasien √
15 Aturan pakai obat √
16 Iter/tanda lain √
Subscriptio
A. Informasi Obat
1. Ramipril
a. Nama Obat Ramipril
2. Bisoprolol
a. Nama Obat Bisoprolol
e. Dosis Obat - Gagal Jantung : Awalnya, 1,25 mg sekali sehari selama 1 minggu.
Jika dapat ditoleransi, tingkatkan secara bertahap sebagai berikut: 2,5
mg sekali sehari selama seminggu berikutnya, 3,75 mg sekali sehari
selama seminggu berikutnya, 5 mg sekali sehari selama 4 minggu
berikutnya, 7,5 mg sekali sehari selama 4 minggu berikutnya, lalu 10
mg sekali harian untuk pemeliharaan. Maks: 10 mg sekali sehari.:20
mg sekali sehari
- Angina pektoris
Dosis awal : 5 mg/hari
Dosis pemeliharaan : 10 mg/hari
Dosis maksimal : 20 mg/hari
- Hipertensi : 2,5 mg sekali sehari
(MIMS).
f. Kontraindikasi Hipersensitivitas, sinus bradikardi, hipotensi, syok kardiogenik, gagal
jantung, asma, PPOK. (Medscape.com)
g. Efek Samping Pusing (10%), Insomnia (8%-10%), Bradyarrhythmia (9%), Infeksi
saluran pernapasan atas (5%), Diare (4%), Rhinitis (4%), Arthralgia
(3%), Batuk (3 %), Dispnea (2%), Mual (2%), Faringitis (2%), Sinusitis
(2%), Muntah (2%).
(MIMS)
h. Interaksi Obat - Penggunaan bersamaan dengan antagonis Ca (misalnya verapamil,
diltiazem) dapat menyebabkan penurunan kontraktilitas otot jantung
dan keterlambatan konduksi impuls atrioventrikular.
- Penggunaan bersama obat antihipertensi kerja sentral (misalnya
clonidine, methyldopa, moxonidine, rilmenidine) selanjutnya dapat
menurunkan tonus simpatis sentral (penurunan denyut jantung dan
curah jantung, vasodilatasi).
- Dapat meningkatkan waktu konduksi atrioventrikular dan risiko
bradikardia dengan obat parasimpatomimetik.
- Dapat mengintensifkan efek penurun gula darah dari insulin dan agen
54
antidiabetik oral.
- Penurunan denyut jantung dan peningkatan waktu konduksi
atrioventrikular dengan glikosida digitalis.
- Dapat melemahkan refleks takikardia dan meningkatkan risiko
hipotensi dengan obat anestesi.
- NSAID dapat mengurangi efek hipotensi bisoprolol.
- Penggunaan bersama agen -simpatomimetik (misalnya isoprenalin,
dobutamin) dan bisoprolol dapat mengurangi efek kedua agen.
- Peningkatan efek hipotensi dan risiko krisis hipertensi dengan MAOI
(kecuali inhibitor MAO-B).
- Mengurangi waktu paruh eliminasi dengan rifampisin.
(MIMS)
i. Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya, pada suhu ruang
(MIMS).
Tabel 4.4 Informasi Obat Bisoprolol
3. Spironolactone
a. Nama Obat Spironolactone
Hipertensi
- Dewasa: Tambahan pada pasien yang tidak terkontrol secara adekuat
dengan agen lain: Sebagai tab: Awalnya, 25-100 mg setiap hari sebagai
dosis tunggal atau dalam dosis terbagi. Sebagai susp: Awalnya, 20-75
mg sehari dosis tunggal atau dalam dosis terbagi. Dosis dapat dititrasi
dengan interval 2 minggu,
Gangguan ginjal
eGFR 30-50 mL/min/1.73 m 2 : Sebagai tab: Awal, 25 mg dua hari
sekali. Sebagai susp: Awalnya, 10 mg sekali sehari.
4. Digoxin
a. Nama Obat Digoxin
g. Efek Samping - Dapat terjadi anoreksia, mual, muntah dan sakit kepala.
- Gejala toksik pada jantung : kontraksi ventrikel prematur multiform
atau unifocal, takikardia ventricular.
- Gejala neurologik : depresi, ngantuk, rasa lemah, letargi, gelisah,
vertigo, bingung dan halusinasi visual. - Gangguan pada mata : midriasis,
fotofobia dan berbagai gangguan fisus.
- Ginekomastia, ruam kulit makulopopular atau reaksi kulit yang lain.
h. Interaksi Obat - Kuinidin, verapamil, amiodaron dan propafenon dapat meningkatkan
kadar digitalis.
- Diuretik, kortikosteroid, dapat menimbulkan hipokalemia, sehingga
mudah terjadi intoksikasi digitalis.
- Antibiotika tertentu menginaktivasi digoxin melalui metabolisme
bakterial di usus bagian bawah.
i. Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik. Simpan dalam suhu ruang.
7. Interaksi obat
8. Penggunaan obat tanpa indikasi.
hipertrigliseridemia
pada beberapa
pasien, terutama
pada pasien dengan
diabetes
8 Penggunaan obat
tanpa indikasi
Tabel 4.8 DRP
Etiket
1. Digoxin
digoxin
1 x sehari 1 tablet
Setelah makan
(jantung)
Spironolactone
1 x sehari 1 tablet
Setelah makan
(Tensi bengkak)
Ramipril
1 x sehari 1 tablet
Setelah makan
(Tensi)
4. Bisoprolol 2,5 mg
Bisoprolol
1 x sehari 1 tablet
Setelah makan
(jantung)
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker yang
dilaksanakan di Apotek Kimia Farma Banjar, maka penulis dapat membuat
kesimpulan beberapa hal, yaitu :
1. Tugas dan tanggung jawab apoteker di Apotek adalah memimpin seluruh
kegiatan apotek dan bertanggungjawab terhadap pengembangan serta
kelangsungan hidup apotek.
2. Memberikan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat, melalui pelayanan
kefarmasian.
3. Mengelola, melaksanakan dan mengawasi administrasi yang meliputi
administrasi-administrasi umum, kefarmasian, keuangan dan personalia.
5.2 Saran
Adapun saran yang diberikan untuk Apotek Kimia Farma Bajar adalah
sebagai berikut :
1. Menyediakan ruang khusus konseling untuk kegiatan pelayanan kefarmasian.
2. Memperluas ruang dispensing untuk mempermudah pergerakan dalam
pengambilan obat.
63
DAFTAR PUSTAKA
64
LAMPIRAN 1
Surat Pesanan Reguler
65
LAMPIRAN 2
Surat Pesanan Psikotropika
66
LAMPIRAN 3
Surat Pesanan Obat – obat Tertentu
67
LAMPIRAN 4
Contoh Copy Resep
68
LAMPIRAN 5
Surat Pengambilan Obat
69
LAMPIRAN 6
Etiket Obat
70
LAMPIRAN 7
Surat Elegibilitas
71
LAMPIRAN 8
Nota Penerimaan Obat
72