DI PUSKESMAS KASSI-KASSI
PELAYANAN RESEP
JUSNA
23039040
MAKASSAR 2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)
DI PUSKESMAS KASSI-KASSI
Disetujui Oleh
MENGETAHUI
2
KATA PENGANTAR
3
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Namun besar harapan kiranya dapat bermanfaat bagi
ilmu pengetahuan terutama di bidang Farmasi.
Makassar, Juli 2023
Penulis
4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................v
DAFTAR TABEL................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
I.1 Latar Belakang...............................................................................................1
I.2 Tujuan PKPA.................................................................................................2
I.3 Manfaat PKPA..............................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1 Tinjauan Puskesmas......................................................................................4
2.2 Tinjauan Umum Puskesmas Tempat PKPA................................................26
BAB III STUDI KASUS PERESEPAN DI PUSKESMAS..............................31
3.1 Contoh Resep..............................................................................................31
3.2 Skrining Resep............................................................................................32
3.3 Uraian Obat.................................................................................................39
3.4 Analisis Interaksi.........................................................................................42
3.5 Penyiapan, Pembuatan dan Pengemasan Obat.............................................42
3.6 Etiket............................................................................................................44
3.7 PIO (Pemberian Informasi Obat).................................................................45
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................46
4.1 Kegiatan yang dilakukan............................................................................46
4.2 Pembahasan Kasus.......................................................................................48
BAB V PENUTUP...............................................................................................50
5.1 Kesimpulan.................................................................................................50
5.2 Saran...........................................................................................................50
5
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................51
LAMPIRAN.........................................................................................................53
6
DAFTAR TABEL
7
DAFTAR GAMBAR
8
DAFTAR LAMPIRAN
9
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat jasmani, rohani, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU
No. 36 Tahun 2009). Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009
menyatakan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan setiap orang untuk
hidup sehat, sehingga peningkatan derajat kesehatan menjadi setinggi-
tingginya. Salah satu upaya pemerintah dalam melaksanakan pembangunan
kesehatan adalah dengan dibentuknya Pusat Kesehatan Masyarakat
(PUSKESMAS).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 26 tahun 2020
tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 tahun 2016 Pusat
Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) merupakan suatu unit pelakasana
teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja
(Permenkes, 2020).
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang
menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif),
dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya
kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas pelayanan
kesehatan di Indonesia termasuk Puskesmas (Permenkes, 2016).
Salah satu pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah pelayanan
Kefarmasian. Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan kepada pasien
yang berkaitan dengan sediaan farmasi, baik berupa obat, bahan habis pakai,
maupun alat kesehatan, yang dapat meningkatkan mutu kehidupan pasien
(Permenkes, 2016). Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu
Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma
10
lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma
baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi
Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care). Berdasarkan hal tersebut maka
seorang Apoteker harus mempunyai kemampuan untuk bermitra dan
berinteraksi dengan profesi kesehatan lainnya dalam menjalani praktik
profesinya (Permenkes, 2016).
Peran Apoteker sebagai profesi yang bertanggung jawab memberikan
layanan kesehatan, sehingga menjadikan suatu pembelajaran bagi calon
apoteker dalam memahami peran, fungsi dan tanggung jawab profesionalitas
sebagai apoteker. Peperti disebutkan dalam PP No. 51 tahun 2009 tentang
pekerjaan kefarmasian disebutkan bahwa penyerahan dan pelayanan obat
berdasarkan resep dilaksanakan oleh Apoteker (PP, 2009). Apoteker memiliki
peranan yang sangat penting dalam proses pelayanan kefarmasian di
Puskesmas. Oleh karena itu, calon Apoteker perlu melakukan praktik kerja di
Puskesmas sebagai salah satu bentuk pelatihan, dimana proses Praktik Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi
Makassar yang bekerjasama dengan Puskesmas Tamangapa Makassar untuk
mempersiapkan calon Apoteker yang memberikan pelayanan kefarmasian
yang baik kepada pasien serta dapat melakukan fungsi manajemen
kefarmasian di Puskesmas dengan baik melalui pengalaman praktik kerja
secara langsung yang dilaksanakan pada periode Periode 26 Juni-21 Juli
2023.
11
4. Mempersiapkan calon apoteker dalan memasuki dunia kerja.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Puskesmas
2.1.1.Pengertian
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya
(Kemenkes, 2019).
Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang
(Kemenkes, 2019):
1. Memiliki prilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat.
2. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu
3. Hidup dalam lingkungan sehat
4. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat
Berdasarkan karakteristik wilayah kerjanya Puskesmas dikategorikan
menjadi (Kemenkes, 2019):
1. Puskesmas kawasan perkotaan
Puskesmas kawasan perkotaan merupakan Puskesmas yang wilayah
kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari
4 (empat) kriteria kawasan perkotaan sebagai berikut:
a. Aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduknya pada
sektor non agraris, terutama industri, perdagangan dan jasa
b. Memiliki fasilitas perkotaan antara lain sekolah radius 2,5 km,
pasar radius 2 km, memiliki rumah sakit radius kurang dari 5
km, bioskop, atau hotel
c. Lebih dari 90% (sembilan puluh persen) rumah tangga memiliki
listrik
13
d. Terdapat akses jalan raya dan transportasi menuju fasilitas
perkotaan
2. Puskesmas kawasan pedesaan
Puskesmas kawasan pedesaaan merupakan Puskesmas yang wilayah
kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari
4 (empat) kriteria kawasan pedesaan sebagai berikut:
a. Aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduk pada
sektor agraris
b. Memiliki fasilitas antara lain sekolah radius lebih dari 2,5 km,
pasar dan perkotaan radius lebih dari 2 km, rumah sakit radius
lebih dari 5 km, tidak memiliki fasilitas berupa bioskop atau
hotel
c. Rumah tangga dengan listrik kurang dari 90% (Sembilan puluh
persen
d. Terdapat akses jalan dan transportasi menuju fasilitas
3. Puskesmas Kawasan terpencil dan sangat terpencil
Merupakan Puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi Kawasan
dengan karakteristik sebagai berikut:
a. Berada di wilayah yang sulit dijangkau atau rawan bencana,
pulau kecil, gugus pulau, atau pesisir
b. Akses transportasi umum rutin 1 kali dalam 1 minggu, jarak
tempuh pulang pergi dari ibukota kabupaten memerlukan
waktu lebih dari 6 jam, dan transportasi yang ada sewaktu-
waktu dapat terhalang iklim atau cuaca
c. Kesulitan pemenuhan bahan pokok dan kondisi keamanan yang
tidak stabil.
2.1.2 Ketentuan Umum Perundang-undangan
Dalam menjalankan praktek kefarmasiannya, Puskesmas sebagai
salah satu fasilitas pelayanan kefarmasian berlandaskan pada:
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
14
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesis No. 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 74 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas.
4. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 4 tahun 2018
tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 43 tahun 2019
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 26 tahun 2020
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas (Pasal 11
dan Pasal 12 dihapus).
2.1.3 Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker
Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian,
dijelaskan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi,
distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan. Undang-Undang RI
Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menerangkan bahwa sumber
daya manusia untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas
adalah apoteker. Secara umum peran apoteker, yaitu (Kemenkes, 2014):
1. Sebagai Penanggung Jawab
a. Mempunyai kemampuan untuk memimpin;
b. Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk mengelola dan
mengembangkan pelayanan kefarmasian;
c. Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri;
d. Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain;
dan
e. Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi, mencegah,
menganalisis dan memecahkan masalah.
15
2. Sebagai Tenaga Fungsional
a. Mampu memberikan pelayanan kefarmasian;
b. Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian;
c. Mampu mengelola manajemen praktis farmasi;
d. Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian;
e. Mampu melaksanakan pendidikan dan pelatihan; dan
f. Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan
Fungsi dan tugas Apoteker sesuai dengan kompetensi WHO yakni
nine stars pharmacist (WHO, 2016):
1. Care giver, dapat diartikan Apoteker dapat memberikan pelayanan
kepada pasien, mengkomunikasikan informasi medis kepada
masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.
2. Decision maker, dapat diartikan Apoteker diperbolehkan
mengambil keputusan, mengambil keputusan tidak hanya tertuju
pada manajemen farmasi melainka juga pada pelayanan kepada
pasien.
3. Communicator, dapat diartikan seorang Apoteker harus memiliki
kemampuan dalam berkomunikasi, tidak hanya dengan teman
sejawat melainkan kepada pasien ataupun keluarga pasien.
4. Leader, dapat diartikan seorang Apoteker harus memiliki jiwa
kepemimpinan di tempat kerja (Apotek), dimana yang diketahui
seorang Apoteker merupakan seseorang yang memiliki tanggung
jawab dalam mengelolah suatu apotek mulai dari manajemen
farmasi hingga farmasi klinik.
5. Manager, dapat diartikan seorang Apoteker harus memiliki
kemampuan dalam mengelolah manajemen apotek, pengelolaan
tenaga kerja dan administrasi keuangan. Untuk itu Apoteker harus
mempunyai kemampuan manajerial yang baik.
6. Life long learner, dapat diartikan seorang Apoteker harus memiliki
rasa ingin terus-menerus menuntut ilmu pengetahuan, tidak
16
memiliki rasa puas akan pengalaman dan mampu mengembangkan
keterampilan yang dimiliki.
7. Teacher, dapat diartikan seorang Apoteker tidak hanya mampu
menjalankan manajerial farmasi dan farmasi klinik melainkan
seorang Apoteker juga mampu menjadi seorang guru, preseptor bagi
pelajar yang menggali ilmu di dunia farmasi dan mampu memimpin
stafnya.
8. Researcher, dapat diartikan seorang Apoteker yang mampu ikut
serta dalam berbagai penelitian tidak hanya untuk berbagi ilmu
melainkan untuk menambah wawasan dan peengalaman.
9. Entrepreneur, dapat diartikan seorang Apoteker harus memiliki
jiwa bisnis (pengusaha). Ada banyak ilmu yang dimiliki seorang
Apoteker tidak hanya mengenai obat melainkan ilmu pengusaha
juga dikembangkan oleh seorang Apoteker.
2.1.4 Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas
Menurut Permenkes No 74 Pelayanan Obat Puskesmas Tahun 2016
terdapat 2 (dua) pelayanan kefarmasian yaitu, kegiatan pengelolaah obat
dan bahan medis habis pakai (BMHP) mulai dari perencanaan, permintaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemantauan, pencatatan dan
pelaporan, serta pemantauan dan evaluasi. Maksud dari manajemen
farmasi yaitu untuk memastikan ketersediaan obat dan bahan medis habis
pakai (BMHP) atau menghindari yang namanya kekosongan sehingga
terdapat kegiatan pengelolaan manajemen farmasi yang efektif, efisien dan
wajar secara terus menerus, juga untuk meningkatkan
pengetahuan/keterampilan medis, menciptakan sistem informasi
administrasi dan melaksanakan kontrol kualitas pelayanan. Selain kegiatan
pengelolaan manajemen farmasi juga terdapat pelayanan farmasi klinik
merupakan bagian dari pelayanan obat yang berada langsung di depan
pasien dan bertanggung jawab terhadap obat dan perbekalan kesehatan,
yang terdiri dari pelayanan evaluasi dan resep, pelayanan obat,
penyuluhan, kunjungan pasien, pemantauan efek samping obat,
17
pemantauan pengobatan, evaluasi penggunaan obat. Penyelenggaraan
pelayanan kefarmasian harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana
dan prasarana.
2.1.5 Sistem Pengelolaan Obat, BMHP dan Alat Kesehatan di Puskesmas
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 74 Tahun 2016 tentang
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan
salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan,
permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah
untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang efisien, efektif dan rasional,
meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan
sistem informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu
pelayanan.
Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung
jawab untuk menjamin terlaksananya pengelolaan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai yang baik.
Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi (Permenkes, 2016):
1) Perencanaan
Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
(BMHP) di puskesmas setiap periode, dilaksanakan oleh apoteker atau
tenaga teknis kefarmasian (TTK) pengelola ruang farmasi. Perencanaan
obat yang baik dapat mencegah kekosongan atau kelebihan stok obat dan
menjaga ketersediaan obat di puskesmas.
perencanaan membutuhkan tahap seperti kegiatan pemilihan yakni
untuk menetapkan jenis sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
sesuai dengan kebutuhan. Proses pemilihan obat di puskesmas dilakukan
dalam rangka perencanaan permintaan obat ke dinas kesehatan
kabupaten/kota dan pembuatan formularium puskesmas. Pemilihan obat
di puskesmas harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional
18
(DOEN) dan Formularium Nasional (FORNAS). Untuk menjaga
ketersediaan obat, apoteker atau penanggung jawab ruang farmasi
bersama tim tenaga kesehatan di puskesmas menyusun formularium
puskesmas. Penggunaan formularium puskesmas selain bermanfaat dalam
kendali mutu, biaya, dan ketersediaan obat di puskesmas, juga
memberikan informasi kepada dokter, dokter gigi, apoteker dan tenaga
kesehatan lain mengenai obat yang digunakan di puskesmas. Formularium
puskesmas ditinjau kembali sekurang- kurangnya setahun sekali
menyesuaikan kebutuhan obat di puskesmas.
2) Pengadaan
Pengadaan obat di puskesmas, dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan melakukan permintaan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
pengadaan mandiri (pembelian).
b. Permintaan
Sumber penyediaan obat di puskesmas berasal dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Obat yang disediakan di Puskesmas harus
sesuai dengan Formularium Nasional (FORNAS), Formularium
Kabupaten/Kota dan Formularium Puskesmas. Permintaan obat
puskesmas diajukan oleh kepala puskesmas kepada kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO.
Permintaan obat dari sub unit ke kepala puskesmas dilakukan secara
periodik menggunakan LPLPO sub unit. Permintaan terbagi atas dua
yaitu:
1) Permintaan rutin Dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan
dan kondisi masing – masing puskesmas.
2) Permintaan khusus Dilakukan diluar jadwal distribusi rutin.
Proses permintaan khusus sama dengan proses permintaan rutin.
Permintaan khusus dilakukan apabila:
a) Kebutuhan meningkat
b) Terjadi kekosongan obat
19
c) Ada kejadian Luar Biasa (KLB/Bencana)
b. Pengadaan Mandiri
Pengadaan obat secara mandiri oleh Puskesmas dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Puskesmas dapat
melakukan pembelian obat ke distributor. Dalam hal terjadi
kekosongan persediaan dan kelangkaan di fasilitas distribusi,
Puskesmas dapat melakukan pembelian obat ke apotek. Pembelian
dapat dilakukan dengan dua mekanisme:
1) Puskesmas dapat membeli obat hanya untuk memenuhi
kebutuhan obat yang diresepkan dokter
2) Jika letak puskesmas jauh dari apotek, puskesmas dapat
menggunakan SP (Surat Pesanan), dimana obat yang tidak
tersedian di fasilitas distribusi dapat dibeli sebelumnya, sesuai
dengan stok yang dibutuhkan.
3) Penerimaan
Penerimaan sediaan farmasi dan BMHP dari Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota (IFK) dan sumber lainnya merupakan salah satu
kegiatan yang dilakukan oleh apoteker atau tenaga teknis kefarmasian
(TTK) penanggung jawab ruang farmasi di puskesmas. Apoteker dan
TTK penanggung jawab ruang farmasi bertanggung jawab untuk
memeriksa kesesuaian jenis, jumlah dan mutu obat pada dokumen
penerimaan. Pemeriksaan mutu meliputi pemeriksaan label, kemasan
dan jika diperlukan bentuk fisik obat. Setiap obat yang diterima harus
dicatat jenis, jumlah dan tanggal kadaluarsanya dalam buku penerimaan
dan kartu stok obat.
Bila terjadi keraguan terhadap mutu obat dapat dilakukan
pemeriksaan mutu di laboratorium yang ditunjuk pada saat pengadaan
dan merupakan tanggung jawab pemasok yang menyediakan dan
dicantumkan dalam perjanjian jual beli. Petugas penerima obat
bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik dan kelengkapan dokumen
yang menyertainya. Sediaan farmasi dan BMHP hasil permintaan dapat
20
dilakukan penerimaan setelah mendapatkan persetujuan dari Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau pejabat yang diberi wewenang.
Petugas penerima obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat
yang diserah terimakan sesuai dengan isi dokumen dan ditandatangani
oleh petugas penerima serta diketahui oleh Kepala Puskesmas. Petugas
penerima dapat menolak apabila terdapat kekurangan dan kerusakan
obat. Setiap penambahan obat dicatat dan dibukukan pada buku
penerimaan obat dan kartu stok. Masa kedaluwarsa minimal dari
Sediaan Farmasi yang diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan
di Puskesmas ditambah satu bulan
4) Penyimpanan
Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan
farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab,
menjaga ketersediaan, serta memudahkan pencarian dan pengawasan.
a. Aspek umum yang perlu diperhatikan:
1. Persediaan dan BMHP puskesmas disimpan di Gudang obat yang
dilengkapi lemari dan rak-rak penyimpanan obat.
2. Suhu ruang penyimpanan harus dapat menjamin kestabilan obat
3. Sediaan farmasi dalam jumlah besar (bulk) disimpan diatas pallet,
teratur dengan memperhatikan tanda-tanda khusus.
4. Penyimpanan sesuai alfabet atau kelas terapi dengan system, First
Expired First Out (FEFO), High Alert dan Life Saving (obat
emergency)
5. Sediaan Psikotropik dan narkotik disimpan dalam lemari terkunci
dan kuncinya dipegang oleh apoteker atau tenaga kefarmasian
yang dikuasakan.
6. Sediaan farmasi dan BMHP yang mudah terbakar, disimpan di
tempat khusus dan terpisah dari obat lain. Contoh : Alkohol,
Chlor Etil, dan lain-lain.
21
7. Tersedian lemari pendingan untuk penyimpanan obat tertentu
yang disertai dengan alat pemantauan suhu yang diisi setiap
harinya.
8. Jika terjadi pemadaman listrik, dilakukan Tindakan pengamanan
terhadap obat termasuk dalam proiritas yang mendapatkan listrik
cadangan (genset).
9. Obat yang mendekati kadaluarsa (3 sampai 6 bulan sebelum
tanggal kadaluarsa tergantung kebijakan puskesmas) diberikan
penandaan khusus dan diletakkan ditempat yang mudah terlihat
agar bisa digunakan terlebih dahulu sebelum tiba masa
kadaluarsa.
10. Inspeksi/pemantauan secara berkala terhadap tempat
penyimpanan obat
b. Aspek Khusus yang perlu diperhatikan:
1) High Alert
Obat High Alert adalah obat yang perlu diwaspadai karena
dapat menyebabkan terjadinya kesalahan/kesalahan serius
(sentinel event), dan berisiko tinggi menyebabkan dampak yang
tidak diinginkan (adverse outcome).
Daftar obat berisiko tinggi ditetapkan oleh Puskesmas
dengan mempertimbangkan data dari referensi dan data internal
di Puskesmas tentang “kejadian yang tidak diharapkan” (adverse
event) atau “kejadian nyaris cedera” (near miss). Referensi yang
dapat dijadikan acuan antara lain daftar yang diterbitkan oleh
ISMP (Institute for Safe Medication Practice). Puskesmas harus
mengkaji secara seksama obat-obat yang berisiko tinggi tersebut
sebelum ditetapkan sebagai obat high alert di Puskesmas.
Untuk obat high alert (obat dengan kewaspadaan tinggi)
berupa elektrolit konsentrasi tinggi dan obat risiko tinggi harus
disimpan terpisah dan penandaan yang jelas untuk menghindari
22
kesalahan pengambilan dan penggunaan. Penyimpanan
dilakukan terpisah, mudah dijangkau dan tidak harus terkunci.
Disarankan pemberian label high alert diberikan pada gudang
atau lemari obat untuk menghindari kesalahan (penempelan
stiker High Alert pada satuan terkecil).
23
2) Obat Narkotika, Psikotropikam dan Prekursor
24
penyalahgunaan, keteledoran maupun dari pencurian oleh
oknum, sehingga dan seharusnya tempat penyimpanan obat
harus dikunci semi permanen atau yang dikembangkan
sekarang disegel dengan segel yang memiliki nomor seri
tertentu atau sering kita sebut segel berregister yang nomor
serinya berbeda-beda. Segel tersebut hanya dapat digunakan
sekali/disposable artinya ketika segel dibuka, segel tersebut
menjadi rusak sehingga tidak bisa dipakai lagi. Ini
dimaksudkan supaya terjaga keamanannya dan setiap segel
terbuka ada maksud dan alasan serta tercatat dalam buku
pemantauan obat-obat emergency. Penggunaan segel sekali
pakai memiliki keuntungan sebagai indikator apakah obat
emergency tersebut dalam keadaan utuh atau tidak.
4) Vaksin
Penyimpanan vaksin, untuk menjaga kualitas vaksin tetap
tinggi sejak diterima sampai didistribusikan ketingkat berikutnya
(atau digunakan), vaksin harus selalu disimpan pada suhu yang
telah ditetapkan (Permenkes No. 12, 2017).
Tabel 1. Penyimpanan Vaksin
Wilayah/Daerah Vaksin Penyimpanan
25
Lainnya cold room atau vaccine refrigerator
Kabupaten/Kota Vaksin Disimpan pada suhu -15°C s.d. -25°C
Polio
pada freeze room atau freezer
Tetes
Vaksin disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada
Hepatitis B langsung
26
Vaksin yang telah mendapatkan paparan panas lebih
banyak (yang dinyatakan dengan perubahan kondisi
Vaccine Vial Monitor (VVM) A ke kondisi B harus
digunakan terlebih dahulu meskipun masa kedaluwarsanya
masih lebih panjang. Vaksin dengan kondisi VVM C dan D
tidak boleh digunakan.
27
Belum kadaluarsa
Tidak terendam air selama penyimpanan
Belum melampaui masa pemakaian
5) Pendistribusian
Pendistribusian adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan
sediaan farmasi dan BMHP dari Puskesmas induk untuk memenuhi
kebutuhan pada jaringan pelayanan Puskesmas yaitu (Kemenkes,
2019):
b. Puskesmas Pembantu
b. Puskesmas Keliling
b. Bidan Desa
Pendistribusian sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan sediaan farmasi dan
bahan medis habis pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi
kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskesmas dan jaringannya.
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan sediaan farmasi sub unit
pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan
jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat (Permenkes No. 74, 2016).
Sub-sub unit di peuskesmas dan jaringannya antara lain
(Kemenkes, 2016).
a. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas
28
b. Puskesmas Pembantu
c. Puskesmas Keliling
d. Posyandu
e. Polindes
Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD dan lain- lain)
dilakukan dengan cara atau metode sebagai berikut (Permenkes No. 74,
2016):
a. Pemberian obat sesuai resep yang diterima (floor stock)
b. Pemberian obat persekali minum (dispensing dosis unit)
c. Metode kombinasi
Sedangkan pendistribusian ke jaringan Puskesmas dilakukan
dengan cara penyerahan obat sesuai dengan kebutuhan (floor stock).
Langkah- langkah yang dilakukan dalam distribusi obat antara lain
(Permenkes No. 43, 2019):
b. Menentukan frekuensi distribusi dengan mempertimbangkan:
Jarak distribusi dan bianya distribusi yang tersedia
c. Menentukan jumlah dan jenis oabt yang diberikan dengan
mempertimbangkan:
1) Pemberian rata-rata per periode untuk setiap jenis obat
2) Sisa stok
3) Pola penyakit
4) Jumlah kunjungan di masing-masing jaringan pelayanan
Puskesmas.
d. Melaksanakan penyerahan obat ke jaringan pelayanan
Puskesmas. obat diserahkan bersama-sama dengan form LPLPO
jaringan pelayanan Puskesmas yang ditandatangani oleh
penanggungjawab jaringan pelayanan Puskesmas dan pengelola
obat Puskesmas induk sebagai penanggungjawab pemberi obat
(Permenkes No. 43, 2019)
29
6) Pemusnahan dan Penarikan
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan
dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh
pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik
izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM.
Penarikan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. Pemusnahan
dilakukan untuk Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
bila:
a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
b. Telah kadaluwarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehata atau kepentingan ilmu pengetahuan, dan/atau
d. Dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai terdiri dari:
a. Membuat daftar sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
yang akan dimusnahkan
b. Menyiapkan berita acara pemusnahan
c. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
kepada pihak terkait
d. Menyiapkan tempat pemusnahan, dan
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk
sediaan serta peraturan yang berlaku.
30
7) Pengendalian
Pengendalian persediaan obat dan perbekalan kesehatan
merupakan kegiatan yang menjamin tercapainya tujuan yang
diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah
ditetapkan, sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekurangan obat di unit pelayanan primer.
Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan
Obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Pengendalian Sediaan
Farmasi terdiri dari:
a) Pengendalian persediaan;
b) Pengendalian penggunaan; dan
c) Penanganan Sediaan Farmasi hilang, rusak, dan kadaluwarsa.
8) Administrasi
Pengelolaan meliputi pencatatan dan pelaporan semua
kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan (BMHP), serta obat dan perbekalan kesehatan, yang
diterima, disimpan, diedarkan dan digunakan di Puskesmas atau
unit pelayanan lainnya.Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah:
31
b. Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan sediaan farmasi
dan bahan medis habis pakai; dan
c. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
Setiap kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis
habis Pakai, harus dilaksanakan sesuai standar prosedur operasional.
Standar Prosedur Operasional (SPO) ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas. SPO tersebut diletakkan di tempat yang mudah dilihat.
2.1.6 Pelayanan Farmasi Klinik
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 74 Tahun 2016
Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari usaha pelayanan
kefarmasian yang secara langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
yang berkaitan dengan obat dan perbekalan kesehatan dengan tujuan untuk
mencapai hasil tertentu guna meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik
untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
b. Nama, dan paraf dokter.
c. Tanggal resep.
d. Ruangan/unit asal resep. Persyaratan farmasetik meliputi:
1) Bentuk dan kekuatan sediaan.
2) Dosis dan jumlah obat.
3) Stabilitas dan ketersediaan.
4) Aturan dan cara penggunaan.
5) Inkompatibilitas (ketidak campuran obat).
2. Pelayanan Informasi Obat
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker
untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada
32
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan:
a) Menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga
kesehatan laindi lingkungan Puskesmas, pasien dan
masyarakat.
b) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan obat (contoh: kebijakan permintaan obat
oleh jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas, harus
memiliki alat penyimpanan yang memadai).
c) Menunjang penggunaan obat yang rasional.
Kegiatan:
a) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen
secara proaktifdan pasif.
b) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan
melaluitelepon, surat atau tatap muka.
c) Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding
dan lain-lain.
d) Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan
rawatinap, serta masyarakat.
e) Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan
bagi tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya terkait dengan obat
dan Bahan Medis Habis Pakai.
f) Mengoordinasikan penelitian terkait obat dan kegiatan
Pelayanan Kefarmasian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
a) Sumber informasi obat.
b) Tempat.
c) Tenaga Perlengkapan
3. Konseling
Suatu proses untuk mengidentifikasi dan memecahkan
masalah obat di rawat jalan dan rawat inap dan di keluarga pasien.
33
Tujuan penyuluhan adalah untuk memberikan pemahaman yang
benar kepada pasien/keluarga pasien tentang obat, meliputi tujuan
pengobatan, rejimen pengobatan, cara dan lama penggunaan obat,
efek samping, tanda toksisitas, penyimpanan dan penggunaan obat.
Tahap kegiatan konseling Kegiatan:
a. Memulai komunikasi antara apoteker dengan pasien, memberi
sapaan dengan menanyakan kondisi pasien.
b. Apoteker menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang
dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode pertanyaan
terbuka (open- ended question), misalnya informasi apa yang
disampaikan dokter mengenai obat, bagaimana cara pemakaian,
apa harapan yang diinginkan setelah meminum obat, dan
sebagainya.
c. Menjelaskan dan menunjukkan cara penggunaan obat.
4. Visite Pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari
dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain.
Tujuan:
1) Memantau obat pasien.
2) untuk Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan
Obat dengan mempertimbangkan kondisi dan penyakit yang dialami
pasien.
3) Memantau perkembangan kondisi pasien terkait penggunaan obat.
4) Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan
dalam terapi pasien.
5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi
atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Tujuan:
34
a) Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat,
tidak dikenal dan frekuensinya jarang.
b) Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah
sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan
efikasi dan meminimalkan efek samping.
Tujuan:
a) Mendeteksi masalah yang terkait dengan obat.
b) Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan
obat.
7. Evaluasi Penggunaan Obat
Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara
terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan
sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).
Tujuan:
a) Mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus tertentu.
b) Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat
tertentu. Setiap kegiatan pelayanan farmasi klinik, harus dilaksanakan
sesuai standar prosedur operasional. Standar Prosedur Operasional
(SPO) ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. SPO tersebut diletakkan di
tempat yang mudah dilihat
2.2 Tinjauan Umum Puskesmas Tempat PKPA
2.2.1 Sejarah
Puskesmas kassi-kassi merupakan salah satu puskesmas yang ada
dikota makassar tepatnya di jalan Tamalate 1 No. 43 Kelurahan kassi-
kassi Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Puskesmas Kassi Kassi
merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kota Makassar. Awal
mula berdirinya Puskesmas Kassi-Kassi sejak tahun 1978/1979
merupakan puskesmas perawatan ke-IV di Makassar.
35
2.2.2 Visi Misi Visi:
- Visi
Puskesmas Kassi Kassi pemberi pelayanan kesehatan yang
bermutu dan nyaman untuk semua menuju masyarakat sehat secara
mandiri.
- Misi
1. Memberi pelayanan kesehatan yang profesional sesuai standar
mutu secara menyeluruh dan komprehensif
2. Meningkatkan sumber daya manusia yang profesional untuk
kemandirian Puskesmas
3. Melakukan audit tentang mutu pelayanan secara berkesinambungan
4. Mengembangkan sarana dan prasarana yang mengutamakan
pelayanan kesehatan yang bermutu
5. Meningkatkan peran serta aktif masyarakat dan lintas sektor
terhadap kesehatan
6. Mengembangkan sistem manajemen yang berbasis informasi
teknologi yang handal, efisien, akuntabel dan transparansi
7. Memberdayakan potensi keluarga untuk mewujudkan masyarakat
yang sehat dan mandiri.
2.2.3 Lokasi, Sarana dan Prasarana
a) Lokasi
Puskesmas kassi-kassi terletak di Jl. Tamalate 1 No 43 , Kelurahan
Kassi-Kassi, Kecematan Rappocini, Kota Makassar.
36
Gambar 6. lokasi Puskesmas kassi-kassi
b) Sarana dan Prasarana
Adapun sarana dan prasarana pada Puskesmas kassi-kassi terdiri
dari :
1. Transportasi Transportasi yang dimiliki Puskesmas /Kassi
Kassi terdiri dari kendaraan roda dua (sepeda motor) sebanyak
4 (empat) unit dan ambulance 1 (satu) unit serta 1 (satu) unit
mobil home care.
2. Ruang Tata Usaha (Administrasi) Ruang administrasi
dilengkapi dengan komputer 2 (dua) unit yang dipergunakan
untuk keperluan puskesmas, BPJS, administrasi. Bangunan
Puskesmas Kassi Kassi dilengkapi dengan IGD, apotek,
gudang farmasi, laboratorium, poli umum, poli gigi, ruang
terapi narkotika / HIV, ruang administrasi, poli KIA, rawat
inap untuk persalinan, poli KB, dan poli gizi.
2.2.4 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia
1. Sumber Daya Manusia
Puskesmas Kassi-Kassi dikepalai oleh dr. Risma Wachyuni R.
Tenaga kesehatan Puskesmas Kassi-Kassi, meliputi:
Dokter umum : 5 orang
Dokter gigi : 2 orang
Perawat : 19 orang
Bidan : 8 orang
Apoteker : 2 orang
37
Asisten Apoteker : 1 orang
Kesehatan gigi : 2 orang
Gizi : 3 orang
Sanitarian : 4 orang
Laboran : 2 orang
Kesehatan lainnya : 2 orang
Non Kesehatan : 3 orang
Jumlah : 53 orang
Puskesmas Kassi-Kassi memiliki 2 Apoteker yang bertugas di
Puskesmas Kassi Kassi, yaitu ibu Nurhayati, S. Farm., Apt. sebagai
pengelola sarana dan prasarana Apotek (Koordinator) serta
melaksanakan praktik pelayanan kefarmasian yang dibantu oleh 1
apoteker pengelola kefarmasian yaitu ibu Rahma, S. Farm., Apt., 1
penanggung jawab gudang farmasi, yaitu ibu Sri Rahayu, S. Farm,
Wahyu Tiara Indah dan Haedar Fachri sebagai TTK.
38
Gambar 7. Struktur Organisasi Apotek di Puskesmas Kassi Kassi
39
BAB III
STUDI KASUS PERESEPAN DI PUSKESMAS
3.1 Contoh Resep
Gambar 8. Resep
40
3.2 Skrining Resep
3.2.1 Skrining Administrasi
Berdasarkan skrining administratif resep maka diperoleh kelengkapan
resep sebagai berikut :
Bagian Resep Kelengkapan Ada Tidak Keterangan
Ada
Nama dokter √ - Dr. A
Nama obat √ -
41
Berdasarkan skrining administrasi resep diatas diperoleh beberapa data
yang tidak atau kurang lengkap antara lain :
a) SIP dokter tidak tercantum, pencantuman SIP dokter wajib dicantumkan
dalam resep dengan tujuan menjamin bahwa dokter tersebut secara legal
diakui dalam profesi dokter (Megawati, 2019).
b) Berat badan pasien tidak tercantum pada resep, berat badan merupakan
salah satu aspek yang diperlukan dalam perhitungan dosis. Hal ini dapat
diatasi dengan menanyakan bobot badan pasien pada saat melayani resep
(Cholisoh, 2019).
c) Jenis kelamin pasien tidak terdapat pada resep diatas, jenis kelamin
merupakan salah satu aspek yang diperlukan dalam perencanaan dosis
karena dapat mempengaruhi faktor dosis obat pada pasien selain itu salah
satu aspek yang digunakan untuk tidak terjadi kesalahan pasien saat
pemberian obat (Cholisoh, 2019).
d) Alamat pasien tidak tercantum pada resep, alamat pasien dapat
mempermudah apabila terjadi kesalahan dalam pelayanan resep.
e) Nomor telepon pasien tidak dicantumkan pada resep. Nomor telepon
pasien dapat mempermudah melakukan komunikasi kepada pasien ketika
dalam resep terdapat pengobatan yang perlu dimonitoring. Nomor
telepon juga dibutuhkan karena ketika terjadi kesalahan dalam pelayanan
atau kesalahan pemberian obat dapat ditangani dengan cepat. Namun hal
ini dapat diatasi dengan menanyakan langsung pada pasien saat
penyerahan resep.
3.2.2 Skrining Farmasetik
Skrining farmasetik dalam resep meliputi kesesuain bentuk
sediaan, stabilitas sediaan dan inkompatibilitas obat.
a. Kesesuaian bentuk sediaan
Sediaan obat yang diberikan kepada pasien dalam bentuk tablet
non racik. Hal ini sudah tepat diberikan kepada pasien yang
merupakan pasien dewasa karena lebih mudah menelan tablet.
42
Keuntungan dari sediaan tablet yang diberikan kepada pasien yaitu
ketepatan dosis, cara pemakaiannya dan stabil dalam penyimpanan.
b. Inkompatibilitas obat
Inkompatibilitas merupakan suatu kejadian obat yang tidak
tercampurkan secara fisik maupun kimia dan berakibat pada
hilangnya potensi, meningkatnya toksisitas atau efek samping yang
lain. Sediaan obat dalam resep semuanya kompatibel yang berarti
semua sediaan dalam keadaan kompatibilitas yang terjaga karena
bukan sediaan yang dicampur atau diracik dengan obat lain.
c. Stabilitas sediaan
Stabilitas obat dipengaruhi oleh suhu, Cahaya, kelembaban,
oksigen dan karbondioksida. Hal ini akan membuat stabilitas obat
berkurang jika obat-obatan tidak stabil dengan factor-faktor tersebut
(Andriani, Wijaya dan Utamu, 2013). Berdasarkan hal tersebut
obatobat yang diresepkan pada pasien akan stabil apabila disimpan
ditempat kering, pada penyimpanan suhu kamar (15-30˚C) dan
terlindungi dari cahaya.
3.2.3 Pertimbangan Klinis
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.74 tahun 2016 tentang
standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas dalam pengkajian resep,
persyaratan klinis meliputi ketepatan indikasi, dosis, waktu penggunaan
obat, duplikasi pengobatan, alergi interaksi, efek samping obat,
kontraindikasi dan efek adiktif.
1) Profil Pasien
Nama : Tn. J
Umur : 54 Thn
Jenis Kelamin : Laki-laki
Keluhan : Kontrol (luka post hecting) hari ke 7 pada
punggung kaki kiri, Rawat luka.
Riwayat Penyakit :-
Riwayat Obat : paracetamol
43
Riwayat Alergi : alergi obat Vit C.
2) Data Klinis
No Data Nilai Rujukan Hasil
1. Tekanan Darah <140/90 140/80 mmHg
2. Denyut Nadi 60-100x/menit 78x/menit
3. Suhu 36,1-37,5 ̊C 36,1 ̊C
Tabel 4. Data Klinis
3) Data Pengobatan
No Nama Obat Aturan Pakai Jumlah Obat
1. Natrium Diklofenak 2 x sehari 1 tablet 6 tablet
2. Dexametason 2 x sehari 1 tablet 6 tablet
3. Cefadroxil 2 x sehari 1 tablet 10 tablet
Tabel 5. Data Pengobatan
44
Tanggal Subjek/Objektif Intervensi DRPs Assesment Plan
6/7/202 S : Kontrol (luka post -Natrium 1. Interaksi moderate 1. Penggunaan 1. Dexametasone sebaiknya
3 hecting) hari Diklofenak antara deksametason tidak diberikan jika
ke 7 pada -Dexametasone deksametason bersamasama dengan hanya untuk mencegah
punggung kaki -Cefadroxil dengan natrium natrium diklofenak peradangan/pembengkak
kiri, Rawat diklofenak dapat meningkatkan an pada luka post
luka. resiko efek samping hectingyang telah dirawat
pada saluran selama 7 hari.
O: pencernaan seperti 2. Jika harus dilakukan
peradangan, pemberian dexametasone
TD = 140/80 mmHg perdarahan, ulserasi
N = 78x/menit sebaiknya diberi jeda
dan jarang, perforasi. waktu 1-2 jam
T = 36,1˚C Perforasi
gastrointestinal adalah
kondisi yang
berpotensi fatal dan
darurat medis dimana
45
3.2.5 Analisa Rasionalitas
No. Rasionalitas
Nama Obat
Aturan Cara Lama
Indikasi Obat Dosis Pasien
Pakai Pemberian Pemberian
1. Natrium Diklofenak R R R IR R R R
2. Dexametasone IR R R R R R R
3. Cefadroxil R R R R R R R
Tabel 5. Analisa Rasionalitas
Keterangan :
R = Rasional
IR = Irrasional
46
6) Perhitungan Resep
a. Perhitungan Bahan
1) Natrium Diklofenak 25 mg = 6 tablet
2) Dexametason 0,5 mg = 6 tablet
3) Cefadroxil = 10 Tablet
b. Perhitungan dosis
1. Natrium Diklofenak (Robert et al, 2023)
Dosis = Natrium diklofenak oral dapat diberikan dengan
dosis 25- 150 mg terbagi dua sampai tiga kali sehari
Berdasarkan resep = natrium diklofenak 25 mg dua kali dalam sehari
(memenuhi dosis terapi)
2. Dexametasone (MIMS, 2022)
Dosis = dosis dewasa oral diberikan dengan dosis 0,5-9 mg
atau dibagi dalam 2-4 kali pemberian dosis lebih
besar digunakan untuk keadaan akut atau gawat.
Berdasarkan resep = Dexametason 0,5 mg dua kali dalam sehari
(memenuhi dosis terapi)
3. Cefadroxil (ISO. Vol.53. 2021)
Dosis = dosis dewasa 1-2 g / hari atau 3-4 kali dalam
sehari untuk dosis 500 mg
Berdasarkan resep = cefadroxil 500 mg dua kali sehari atau 1g dalam
sehari (memenuhi dosis terapi).
47
3.3 Uraian Obat
48
2. Deksametason (MIMS, 2022)
Nama Obat Dexametason 0,5 mg
49
Perhatian dan - Hati-hati terutama bila perlu untuk jangka lama,
peringatan pada pasien dengan kegagalan jantung,
hipertensi, kehamilan menyusui
- Hindari penghentian pemberian secara
mendadak pada penggunaan jangka Panjang dan
harus dilakukan secara bertahap
- Pemakaian obat ini dapat menekan gejala-gejala
klinis dari suatu penyakit infeksi.
50
Efek samping Gangguan saluran cerna, colitis, mual, muntah,
urtikaria, ruam, angioderma
51
1. Natrium Diklofenak
Diambil natrium diklofenak 25 mg sebanyak 6 tablet kemudian diberi
etiket putih dengan aturan pakai 2 kali sehari 1 tablet setiap 12 jam
setelah makan
2. Dexametason
Diambil dexametason 0,5 mg sebanyak 6 tablet, diberi etiket putih
dengan aturan pakai 2 kali sehari 1 tablet setiap 12 jam, diminum setelah
makan.
3. Cefadroxil
Diambil Cefadroxil 500 mg sebanyak 10 tablet, diberi etiket putih dengan
aturan pakai 2 kali sehari 1 tablet setiap 12 jam setelah makan di habiskan
(tetap diminum walaupun tidak ada keluhan).
52
3.6 Etiket
53
3.7 PIO (Pemberian Informasi Obat)
Pemberian informasi obat pada pasien sangat penting untuk mencegah
terjadinya medication error. Sebelum menyerahkan obat kepada pasien
dilakukan pemeriksaan ulang obat yang akan diserahkan, apakah sudah tepat
pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat rute pemberian dan tepat waktu
pemberian. Terdapat informasi penting yang diberikan pada pasien yaitu :
1. Natrium diklofenak 25 mg tablet diberikan dengan informasi obat
tersebut diberikan untuk meringankan rasa nyeri pasien, diminum 2 kali
sehari setelah makan.
2. Dexametason 0,5 mg tablet diberikan dengan informasi obat tersebut
diberikan untuk meredakan atau mengurangi radang, diminum 2 kali
sehari setelah makan sebaiknya diberi waktu jedah dengan natrium
diklofenak.
3. Cefadroxil 500 mg tablet diberikan dengan informasi obat tersebut
diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka pasien, diminum
2 kali sehari setelah makan dihabiskan.
54
BAB IV
KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN
4.1 Kegiatan yang dilakukan
Adapun kegiatan yang dilakukan selama PKPA di Puskesmas Kassi-
Kassi, yaitu Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang
meliputi perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, pencatatan dan
pelaporan, pemantauan dan evaluasi serta pelayanan farmasi klinis yang
meliputi pengkajian dan pelayanan resep yang setiap hari dilakukan selama
PKPA dimana resep yang dilayani kurang lebih 80 lembar resep/hari di
Puskesmas Kassi-Kassi, dan untuk resep racikan yakni puyer hampir ada
disetiap harinya, namun ada beberapa sediaan obat puyer yang dibuat
stocknya seperti paracetamol ¼, puyer flu biasa, puyer ctm & dexametason,
dan puyer THT 25. Tujuan dilakukan stock obat racik tertentu untuk
mempercepat pelayanan dan sebagai pengganti sediaan obat dalam bentuk
dosis kecil.
Selanjutnya kegiatan dalam pelayanan informasi obat (PIO) dimana
hampir setiap hari dilakukan setiap kali melakukan pelayanan resep,
konseling, posyandu lansia dilakukan 2-3 posyandu dalam seminggu dengan
lokasi posyandu yang berbeda, pemantauan terapi obat, dan evaluasi
penggunaan obat. Adapun pelayanan resep yang dilakukan di puskesmas
kassi-kassi yakni merima resep dengan memberikan nomor antrian kepada
pasien, selanjutnya Membaca tulisan tangan resep dokter yang apabila
terdapat obat yang kosong maka pasien disuruh kembali ke dokter dengan
catatan obat yang diresepkan habis/kosong beserta catatan nama obat yang
indikasinya sama. Ada beberapa kasus pada resesp yang dialayani setiap
harinya mulai dari hipertensi, kolestrol, diabetes militus, asam urat, maag,
alergi, demam dan beberapa penyakit lainnya. Selanjutnya kegiatan skrining
resep dimana kegiatan tersebut dilakukan yaitu skrining administrasi dalam
hal ini adanya resep yang mencantumkan informasi yang kurang jelas seperti
penulisan nama pasien yang tidak dapat dibaca, serta adanya resep yang tidak
55
mencantumkan identitas pasien seperti nama pasien dan umur pasien,
sehingga biasanya mengkonfimasi langsung kepada pasien terkait nama
pasien apakah sudah benar resep tersebut milik pasien. Selanjutnya dilakukan
skrining farmasetik seperti kekuatan obat apakah sudah sesuai atau belum,
bentuk sediaan obat, jumlah obat yang disiapkan, dan lain-lainnya. Sedangkan
skrining klinis meliputi ketepatan indikasi, aturan pakai, dosis, interaksi
terhadap obat yang lain, dan lain-lain. Adapun dalam pelayanan resep yang
sering kami lakukan di puskesmas kassi-kassi adalah menghitung jumlah obat
yang harus disiapkan sesuai dengan jumlah obat yang diminta dalam resep,
dimana ada beberapa hal yang penting yang harus diperhatikan seperti
menghitung dosis sediaan puyer yang harus disesuaikan dengan berat badan
pasien. Untuk sediaan racikan seperti krim, salep dan lain-lain jarang
dilakukan di Puskesmas Kassi-kassi. Selanjutnya Melakukan double check
sebelum penyerahan obat Kegiatan dalam langkah terakhir pelayanan resep
yaitu penyerahan obat. Sebelum dilakukan menyerahkan obat kepada pasien,
selalu dilakukan double checking sebelum obat diserahkan kepada pasien dan
yang melakukan hal tersebut adalah petugas atau apoteker yang bekerja di
puskesmas kassi-kassi dengan tujuan untuk menghindari terjadinya kesalahan
dalam penyiapan obat, pengambilan obat dan menghindari penyerahan obat
yang tidak sesuai dengan resep obat pasien tersebut atau atauran pakai tidak
sesuai yang ada pada resesp dan yang tertulis di etiket obat. Pada bagian
penyerahan obat disertai dengan pemberian informasi obat kepada pasien
yang meliputi nama obat, aturan pakai, indikasi, dan lain-lain. Selanjutnya
kegiatan yang dilakukan di puskesma adalah Menyiapkan pemesanan obat
Puskesmas Di Puskesmas Kassi-kassi kegiatan pemesanan obat puskesmas
dilakukan dengan membuat Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO) tiap bulannya. Dan apabila ada stok obat yang kosong pemesanan
obat dilakukan dengan memesan langsung pada Pusat Gudang Farmasi Kota
Makassar. Dipuskesmas kassi-kassi terdapat pelayanan obat anti tubercolosis
dengan obat HIV Aids serta pelayanan obat Metadone. Terkait penyimpanan
obat pada saat obat datang dari Gudang instalasi farmasi dinas Kesehatan
56
kabupaten/kota, obat tersebut langsung diteruskan kegudang farmasi
puskesmas kassi-kassi kemudian dilakukan pengecekan kesesuain antara
barang yang datang dengan yang tertera di lembar penerimaan obat dari
gudang yang dilakukan oleh pihak gudang dan pihak farmasi dari puskesmas
tersebut, kemudian dilakukan penyimpanan dengan menerapkan prinsip
FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out). penyimpanan
obat di apotek berdasarkan obat high alert, obat TB, obat psikotropik dan obat
yang lainnya disimpan di lemari obat di dalam apotek. Pendistribusian obat di
Puskesmas Kassi-kassi dilakukan langsung dari gudang farmasi puskesmas ke
setiap unit dan setiap unit melakukan pelaporan terkait obat yang diterima dan
dikeluarkan.
4.2 Pembahasan Kasus
Pada kasus ini pasien Tn.J dengan umur 54 tahun berat badan 66 kg
dengan tinggi badan 165 cm. datang kontrol di puskesmas kassi-kassi pada
tanggal 8 juli 2023 dengan post heakting pada bagian punggung kaki
sebelah kiri lama perawatan luka 7 hari. Pada hari tersebut pasien ingin
menebus resepnya di apotek puskesmas kassi-kassi didalam resep terdapat 3
jenis obat yakni Natrium diklofenak, dexametason dan cefadroxil dengan
aturan pakai masing-masing 2 kali sehari. Tujua pemberian natrium
diklofenak yakni untuk meredakan rasa nyeri, dan pemberian dexametason
diindikasikan sebagai anti radang sedangkan pemberian cefadroxil yakni
untuk mencegan terjadinya infeksi terdapat kaki kiri pasien post heacting.
Pada kasus tersebut sebaiknya pemberian dexametason tidak dilakukan
melihat pasien telah melakukan perawatan post heacting 7 hari dan selain
itu pemberian dexametason dapat berinteraksi jika diberikan dengan obat
NSAID. Pasien juga diberi terapi cefadroxil 500 mg setiap 12 jam.
Antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi kulit dan jaringan lunak
(Anonim 2017
Penggunaan natrium diklofenak 25 mg diindikasikan untuk
meredakan nyeri. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan iritasi
lambung, mual dan dyspepsia. Analgesik sebagai salah satu manajemen
57
nyeri terbagi menjadi dua kelompok besar, salah satunya ialah kelompok
Non-steroidal anti inflammatory drugs (NSAID) yang salah satunya
adalah natrium diklofenak. Obat ini memiliki efek analgesik dengan
durasi yang lebih panjang dari pada asam mefenamat. Pada penggunaan
natrium diklofenak sebaiknya diperhatikan kondisi kesehatan umum
pasien karena memiliki efek samping yang lebih merugikan pada pasien
dengan kelainan jantung atau gagal ginjal akut. Sejauh ini, pemberian
natrium diklofenak memiliki efek samping saluran pencernaan yang lebih
ringan dari pada asam mefenamat (Kartika, 2018).
Deksametason 0,5 mg diindikasikan sebagai anti radang.
Deksametason adalah suatu derivat prednisolon dengan atom four pada
kedudukan 9-alfa, yang terutama digunakan untuk pengobatan alergi atau
inflamasi serta penyakit penyait lain yang memilki respons terhadap
glukokortikoid. Penggunaan dalam jangka panjang dapat menyebabkan
timbulnya sindrom cushing, gangguan gastrointestinal, osteoporosis, sakit
kepala, gangguan siklus haid dan gangguan cairan elektrolit tubuh.
Penggunaan deksametason bersama NSAID perlu dihindari karena dapat
meningkatkan resiko efek samping pada saluran pencernaan seperti
peradangan, perdarahan dan perforasi. Perforasi gastrointestinal adalah
kondisi yang berpotensi fatal dan darurat medis dimana lubang terbentuk
disepanjang perut atau usus. Dan jika harus diberikan keduanya sebaiknya
diberi jeda waktu minum obat antara dexametasone dengan obat golongan
NSAID.
58
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
pelayan manajemen farmasi dipuskesmas kassi-kassi telah
sesuai dengan undang-undang yang berlaku, juga Peran dan fungsi
apoteker di puskemas kassi-kassi dengan melakukan pekerjaan
kefarmasian di apotek berdasarkan keahlian dan kompentensi,
melakukan pemantauan sediaan farmasi serta melakukan farmasi klinik
yang dilakukan oleh Apoteker dan terdapat program obat anti
tuberculosis dan obat HIV serta pelayanan obat metadone yang
dikoordir oleh apoteker penanggung jawab puskesmas kassi-kassi dan
melakukan komunikasi yang baik dengan sejawat profesi kesehatan
lainnya.
Pada kasus tersebut terdapat obat yang berinteraksi yakni
natrium diklofenak dengan dexametasone Terjadi interaksi moderate
Penggunaan deksametason bersama dengan natrium diklofenak dapat
meningkatkan resiko efek samping pada saluran pencernaan seperti
peradangan, perdarahan, ulserasi, dan jarang, perforasi. Perforasi
gastrointestinal adalah kondisi yang berpotensi fatal dan darurat
medis dimana lubang terbentuk disepanjang perut dan usus. obat
tersebut diresepkan dengan waktu pemberian yang sama, dan terdapat
duplikat obat dimana obat tersebut diindikasikan untuk pengobatan
anti inflamasi. Natrium diklofenak golongan NSAID dan
deksametason golongan kortikosteroid.
5.2 Saran
Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan farmasi di
puskesamas, hendaknya seorang apoteker perlu untuk selalu
mengembangakan pengetahuannya dan informasi mengenai
pengobatan dan masalah-masalah kesehatan, sehingga mampu dalam
melakukan komunikasi dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya.
59
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2018, Peraturan Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor 4 tentang Pengawasan Pengelolaan Obat,
Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Jakarta.
60
Mendes, Polyana et all. 2014. Statin-Induced Rhabdomyolysis: a
comprehensive review of case reports. Physiotherapy Canada
Volume 66, issue 2. DOI: 10.3138/ptc.2012-65
61
LAMPIRAN
(a) (b)
(c) (d)
Gambar Kegiatan PKPA yang dilakukan di Puskesmas Kassi kassi
meliputi (a) Monitoring dan Evaluasi Dosen Pembimbing PKPA Puskesmas
(b) Diskusi tentang Metadon dan Obat Program HIV, TB (c) Diskusi tentang
Pengelolahan Sediaan Farmasi dan BMHP (d) Pelayanan Informasi Obat
(PIO) ke pasien.
62
Lampiran 2. Pencatatan di Puskesmas
(a)
63
(b)
64
(c)
65
(d)
(e)
Gambar Pencatatan di Puskesmas Kassi Kassi meliputi (a) Kartu Stok
Obat Antiretroviral (b) Kartu Registrasi Pemberian ke Pasien Obat Anti
Retroviral (c)Surat Bukti Barang Keluar (d) Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO) (e) Laporan Penggunaan Obat Rasional (POR)
66
Lampiran 3. Lemari Penyimpanan
(a) (b)
(c) (d)
67
(e) (f)
(g)
Gambar Lemari Penyimpanan Puskesmas Kassi Kassi meliputi (a)
Lemari Penyimpanan Obat Generik (b) Lemari Penyimpanan Salep dan High
Alert (c) Lemari Penyimpanan Stok Obat di Apotek dari Gudang Obat PKM
(d) Lemari Penyimpanan Obat Program (TB dan HIV) (e)Lemari Narkotika
dan Psikotropik (f) Kulkas (g) Tempat Penyimpanan Vaksin Puskesmas Kassi
Kassi.
\
68
Lampiran 4. Kegiatan Posyandu Lansia
(a)
(b)
Gambar Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Kassi Kassi
meliputi (a) Posyandu Lansia di Jl. Tidung (b) Posyandu Lansia di Jl.
Tamalate 2.
69
Lampiran 5. PTRM Puskesmas Kassi Kassi
70
Lampiran 7. Lembar Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
71
Gambar Lembar Monitoring Efek Samping Obat
72