Anda di halaman 1dari 3

6 Tahun Kasus Penyerangan Novel Baswedan serta

Pengungkapannya yang Lambat

Figure 1 Novel Baswedan saat menjadi penyidik KPK. Dia menjawab pertanyaan wartawan saat
peluncuran Jam Waktu Novel di gedung KPK, Selasa (11/12/2018). Menyambut Hari HAM Internasional,
Wadah Pegawai KPK meluncurkan Jam Waktu Novel sebagai pengingat bagi penegak hukum untuk
membongkar kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK itu.

Hari Selasa (11/4/2023), menandai enam tahun kasus penyiraman air keras terhadap Novel
Baswedan, saat menjadi penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Usai shalat
subuh, Novel berjalan dari masjid menuju rumahnya yang hanya berjarak 50 meter. Di tengah
perjalanan, sebuah sepeda motor mendekatinya. Belum sempat menengok ke arah suara,
pengendara motor itu melempari air keras ke arah wajah Novel. Ia segera dilarikan ke RS
Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta, lalu dirujuk ke RS Jakarta Eye Center, Menteng,
Jakarta. Penyerangan itu mengakibatkan kebutaan pada mata sebelah kirinya. Untuk
menjalani perawatan mata yang lebih baik, ia dirawat di Singapore General Hospital. Butuh
waktu tiga tahun untuk mengusut kasus penyerangan tersebut.

Pengungkapan kasus butuh tiga tahun


Polisi tidak dapat langsung mengusut tuntas kasus penyerangan, dengan alasan tidak ada
rekaman CCTV yang dengan jelas menangkap wajah pelaku. Polri baru memeriksa Novel
pada 14 Agustus 2017, ketika ia masih dirawat di Singapura. Jarak empat bulan setelah kasus
penyerangan. Kemudian, Polda Metro Jaya baru merilis sketsa dua wajah terduga pelaku
pada 24 November 2017. Diwartakan Kompas.com, sketsa itu merupakan hasil kerja tim
Australian Federal Police (AFP) dan Pusat Inafis Mabes Polri. Tak kunjung menemui jalan
terang, pengacara, pihak keluarga, dan Novel sendiri melaporkan kasus penyiraman air keras
tersebut ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Januari 2018.
Seorang mahasiswa menirukan Novel Baswedan saat demo Hari Anti Korupsi dan
HAM di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (10/12/2019). Mereka
mendesak Presiden mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU KPK No. 19
tahun 2019, menuntaskan kasus Novel Baswedan

Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik menilai bahwa kasus penyiraman air keras
ini terorganisir, dengan adanya pembagian peran. Peran itu, menurut dia, mulai dari
pemantau, pengintai, sampai eksekutor. "Tindakan penyiraman ini bukan personal, karena
waktu itu sempat dibangun opini bahwa mungkin berhubungan dengan permasalahan pribadi
Saudara Novel, tetapi ada kaitan yang erat dengan pekerjaan Saudara Novel sebagai penyidik
KPK," kata Taufan dikutip dari situs Komnas HAM. Komnas HAM membentuk Tim
Pemantauan Proses Hukum kasus Novel Baswedan yang mulai bekerja pada awal Maret
2018.

Pelaku penyerangan ditangkap


Terdapat dua tersangka pelaku penyiraman air keras, yakni Rahmat Kadir dan Rony Bugis.
Penetapan tersangka baru dilakukan pada Desember 2019, tetapi rekonstruksi kasusnya baru
dilakukan pada 7 Februari 2020. Dikutip dari Kompas.com, 16 Juli 2020, Rahmad Kadir
divonis dua tahun penjara, sementara Rony Bugis 1 tahun 6 bulan penjara. Keduanya terbukti
bersalah karena melanggar Pasal 353 Ayat (2) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,
subsider Pasal 351 Ayat (2) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Vonis yang dijatuhkan
lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni satu tahun penjara.
Tugas PPKN
Artikel Tentang Perlindungan dan Penegakan Hukum di Indonesia

Disusun oleh:
Wahyu Dwinugroho

Anda mungkin juga menyukai