Anda di halaman 1dari 3

Kasus Novel Baswedan: Apakah hukum yang berpura-pura ataukah penegak hukumnya?

Sudah sekian lama kasus yang menimpa seorang penyidik senior KPK Novel Baswedan yang selaku
korban penyiraman air keras yang dilakukan oleh oknum kepolisian. Tindakan ini merupakan perilaku
kejahatan berencana, karena mengulik dari kejadian tersebut itu terjadi ditengah korban bepergian
sholat subuh ke masjid.

Penyiraman air keras ini terhadap korban di waktu subuh tak bisa ditutupi oleh argumen apapun yang
berdalih kejahatan tidak berencana. Pelaku dari penyiraman air keras kasus novel baswedan ini berupa
aparatur negara yang tugasnya tidak lain adalah menyidik, mengayomi dan menegakkan hukum.

Isu Kasus Novel Baswedan ini terlihat sangat rumit dimata masyarakat terwabil khusus untuk keluarga
dari korban (novel baswedan). Bertahun-tahun pelaku tersebut kemudian ditemukan Desember 2019.

Mengingat akibat dari penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK yang membuat luka berat
kepada salah satu organ tubuh yakni organ penglihatan. Mata kiri dari korban sudah tidak bisa berfungsi
lagi untuk melihat sedangkan untuk mata kanan masih melihat walaupun begitu rabun. Dengan kasus
seperti ini seharusnya pemangku kebijakan atau penegak hukum seharusnya pula tidak ikut rabun
apalagi buta seperti apa yang dirasakan oleh korban dalam hal menangani kasus kejahatan berencana
yang dilakukan oleh oknum kepolisian.

Kendati demikian, kisah pengungkapan kasus novel baswedan yang dimulai dari tepatnya 11 April 2017
yang begitu panjang. Perjalanan pengungkapan itu tiba-tiba mandek dengan rentan waktu 2.5 tahun.
Banyak pihak yang mendukung dan peduli kepada senior penyidik KPK ini melakukan desakan kepada
bapak presiden Jokowi untuk menuntut bahwa kasus novel Baswedan ini agar cepat selesai.

Pelaku kejahatan berencana berupa penyiraman air keras terhadap novel baswedan dituntut sanksi
pidana penjara sebesar 1 tahun. Keputusan jaksa penuntut umum (JPU) tersebut menuai banyak kontra
dikalangan masyarakat apalagi para akademisi atau pakar-pakar hukum. JPU menuntut 1 (satu) tahun
penjara dengan dalih bahwa pelaku memang pada dasarnya berencana melakukan perbuatan keji itu,
akan tetapi JPU mengganggap bahwa kasus ini tidak memenuhi unsur-unsur dakwaan primer soal
penganiayaan berat dari Pasal 355 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu juga pelaku
mengaku bahwa penyiraman air keras itu sasarannya berupa badan tetapi malah terkena mata korban
walaupun memang tindakan kami ini berupa kejahatan berencana dan ini juga merupakan salah satu
dalih yang digunakan oleh JPU.

Anda sebagai pembaca, coba mencerna baik-baik paragraf 6 !!! Apakah keadilan itu sebuah lelucon?
Ataukah hukum yang berpura-pura? Simak paragraf selengkapnya.

Novel Baswedan selaku korban mendengar keputusan dari jaksa penuntut umum (JPU) membuat dia
sangat kaget. Lantas demikian, Novel Baswedan mengemukakan bahwa dia meminta pelaku tersebut
untuk dibebaskan karena tidak yakin dengan terdakwa tersebut bahwa merekalah pelaku sebenarnya.
Ditengah maraknya kembali kasus tersebut, penyidik senior KPK ini bertanya kepada penyidik "apa yang
bisa menjelaskan bahwa kedua terdakwa itu pelakunya, mana buktinya, saya enggak dapat penjelasan",
ujar novel Baswedan/penyidik senior KPK. Bahkan dipersidangan pun para saksi penting tidak dihadirkan
serta ungkapan motif serangan dendam pribadi. Sehingga tuntutan yang diberikan kepada pelaku hanya
setahun saja. Nah, hal inilah yang membuat korban resah adanya ketidakadilan terhadap dirinya.

Anda sebagai pembaca, coba mencerna baik-baik paragraf 7 !!! Apakah keadilan itu sebuah lelucon?
Ataukah hukum yang berpura-pura? Simak paragraf selengkapnya.

Tak lepas dari dinamika diatas yang mengkiaskan sebuah konstruksi pertunjukan lakon dalam kasus
tersebut. Parahnya, ketua tim kuasa hukum terdakwa adalah seorang polisi yang berpangkat bintang 2
(dua) bapak Irjen. Pol. Dr. Rudy Heriyanto Adi Nugroho, S.H., M.H., M.B.A yang sekarang menempati
jabatan kepala divisi hukum polri, dimana beliau membela atau memperjuangkan terdakwa agar
selamat dari Kasus tersebut. Kita tahu bersama terdakwa merupakan oknum kepolisian yang melanggar
kewajibannya untuk mengayomi masyarakat. Hal demikian sepantasnya dikatakan lelucon yang
mengundang kemerosotan kesehatan pada sistem hukum Indonesia, karena seorang Irjen polisi bintang
2 (dua) membela polisi yang melakukan kesalahan secara fatal.

Anda sebagai pembaca, coba mencerna baik-baik paragraf 8 !!! Apakah keadilan itu sebuah lelucon?
Ataukah hukum yang berpura-pura? Simak paragraf selengkapnya.

Dari kasus novel Baswedan tersebut penulis mencoba untuk mengulik pengungkapan pelaku
penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, bahwa tuntutan 1 (satu) tahun ini merupakan
bentuk kongkalikong. Mengapa demikian? Ada dua analisis yang bisa saya sampaikan yakni "Dengan
tuntutan satu tahun ini merupakan bentuk keringanan bagi terdakwa yang sebenarnya potensi mereka
bukanlah pelaku sebenernya, hal ini seolah kemunafikan antar pelaku dengan penegak hukum".
Ataupun, "Terdakwa ini memang pelaku sebenernya akan tetapi dengan diberikan sanksi pidana 1 (satu)
tahun penjara maka Indra ucap dari pelaku ini agar tetap tidak bernyanyi untuk membongkar kedok
dibalik semua ini"

Anda sebagai pembaca, coba mencerna baik-baik paragraf 9 !!! Apakah keadilan itu sebuah lelucon?
Ataukah hukum yang berpura-pura? Jawaban: hukum yang dinobatkan sebagai konstruksi pertunjukan
lakon ditengah berlakunya sandi asma kepada terdakwa.

Maraknya kembali kasus novel Baswedan ini begitu membuat saya selaku penulis berfikir nantinya akan
mudah dibodohi oleh penegak hukum dan bukan hukum yang membodohi saya, maka dari itu bagi
kalian yang membaca tulisan ini mari kita belajar hukum secara baik dan benar demi menciptakan
hukum yang beradab serta menuntaskan ketidakadilan di negeri tercinta kita ini. GARUDA DIDADAKU

Anda mungkin juga menyukai