Kasus Novel Baswedan
Kasus Novel Baswedan
NIM : 502018240
MK : HUKUM ACARA PIDANA )
TUGAS: MENGOMENTARI TUNTUTAN JAKSA DALAM KASUS NOVEL
BASWEDAN
“Novel Baswedan, penyidik senior KPK diserang air keras pada 11 April 2017 dalam
perjalanan pulang setelah shalat subuh. 100 hari sejak penyerangan 20 juli 2017
kepolisian memeriksa puluhan saksi dan merilis sketsa diduga pelaku, namun belum
berhasil mengungkap pelaku. 1 Agustus 2017 presiden Joko widodo membahas kasus
penyiraman Novel Baswedan, dua kali Presiden dan Kapolri Tito Karnavian bertemu
membicarakan kasus ini. 20 Februari 2018, Desakan kepada Presiden Joko Widodo
Januari 2019 Polri bentuk TGPF Novel pada awal Januari 2019, menjelang debat
perdana Pilpres 2019, Tim yang mayoritas diisi unsur kepolisian itu gagal
Idham Aziz segera mengungkap kasus ini dan bahkan memberi target dalam hitungan
hari, Dua minggu setelah perintah jokowi kepolisian mengungkap dua pelaku yang
ternyata anggota polri (RM dan RB) namun wajah keduanya berbeda dengan sketsa
yang pernah dirilis kepolisian. 19 Maret 2020 sidang perdana penyerangan Novel.
hanya dituntut pasal penganiayaan, persidangan yang menjerat para pelaku juga
dinilai janggal oleh Kurnia Ramadhana, anggota Tim Advokasi Novel Baswedan,
seperti dikutip dari Kompas.com 11 mei 2020. Novel disebut disiram air Aki bukan
air Keras, Baju yang digunakan Novel saat kejadian juga diduga sudah digunting, dan
terakhir ialah memanipulasi CCTV yang tak dihiraukan oleh penyidik. 11 Juni 2020
Rahmat Kadir Mahullete dan Ronny Bugis terbukti sebagai pelaku penyiraman air
keras terhadap Novel Baswedan beberapa Tahun silam. Keduanya sudah memantau
Rumah Novel sejak sebelum beraksi. Atas kasus ini, dua Anggota aktif kepolisian ini
dituntut oleh Jaksa hukuman 1 Tahun penjara. Jaksa menilai keduanya sudah meminta
maaf secara sadar, menyesal, kooperatif, telah mengabdi sebagai Anggota polri
selama 10 Tahun, serta belum pernah dihukum dan terjerat kasus sebelumnya. Tim
Advokasi Novel merasakan adanya hal-hal janggal, seperti jaksa yang mendakwa
terdakwa dengan pasal-pasal terkait penganiayaan. Padahal, ada hal lain yang lebih
buruk bisa menimpa Novel, yakni meninggaldunia, hingga pasal yang digunakan
Polisi penyiram Air keras ke wajah Novel Baswedan dituntut 1 tahun penjara
Kedua penyerang Novel yang merupakan polisi aktif, Brigadir Rahmat Kadir dan
Brigadir Roni Bugis, telah menjalani sidang dan dituntut masing-masing 1 tahun
penjara. Jaksa menjatuhkan hukuman yang sangat ringan karena mereka bersikap
Kooperatif selama persidangan dan sudah mengabdi sebagai anggota Polri selama 7
Tahun. Jaksa menjelaskan, faktor lain yang membuat hukumannya ringan adalah
kedua terdakwa “tidak sengaja” menyiramkan air keras kebagian wajah Novel
Baswedan, menurut jaksa kedua terdakwa hanya ingin menyiramkan cairan keras ke
badan Novel. Rahmat kadir dianggap tidak memiliki niatan untuk melukai Novel yang
Menurut Habiburokhman Anggota komisi III DPR Fraksi Gerindra, kasus penyiraman
air keras serupa justru mendapatkan tuntutan jauh lebih berat, seperti yang terjadi di
Bengkulu, Pekalongan dan Bali. Pada tahun 2019, PN Bengkulu dan PN pekalongan
Denpasar memberikan tuntutan 3,5 Tahun untuk kasus serupa. Persamaan ketiga
kasus tersebut dengan kasus Novel Baswedan adalah sama-sama bermotifkan dendam
pribadi dan mengakibatkan cacat pada korban. Bedahnya, para tersangka kasus
#Dari deretan perkembangan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan
sampai dengan tuntutan jaksa yang hanya menuntut 1 tahun penjara dengan dalil
alasan tidak sengaja, menurut saya pribadi sangat tidak efisien dan kooperatif, serta
sangat melenceng pada azaz-azaz hukum dan UU yang berlaku, serta berbanding
terbalik dengan kasus-kasus pidana yang lainnya yang seakan-akan membuat hukum
JPU berpendapat bahwa kedua pelaku melakukan tindak pidana atas dasar Tidak
Sengaja atau dapat dikatakan salah sasaran yang seharusnya para pelaku
namun yang terjadi adalah pelaku menimbulkan akibat dari perbuatannya dibagian
kepala korban, pelaku paham betul atas tindakannya adalah tindakan kejahatan yang
dapat menimbulkan akibat mencelakai orang lain, apalagi pelaku adalah aparatur
kejahatan. namun meski demikian para pelaku jelas-jelas telah memenuhi unsur-unsur
Melawan Hukum,
1. pelaku mempunyai niat untuk melakukan perbuatan melawan hukum yang dapat
menimbulkan akibat tertentu pada korbannya,
dijauh hari,
Keputusan JPU pada kasus Penyiraman Novel sangat tidak relevan, karena
Penganiayaan yang dimaksud JPU ini termasuk dalam Penganiayaan berat menurut
pasal 351 ayat 2 KUHP dan kehilangan 1 pancaindra yang diartikan dalam pasal 90
KUHP. Dan mengingat juga para pelaku adalah aparat kepolisian yang seharusnya
JPU tidak terlalu memihak pada jabatan para pelaku, karena para pelaku sendiri
terbukti telah melanggar kode etik Kepolisian Negara RI, dan memberikan contoh
yang tidak baik pada Masyarakat atas Penyalahgunaan Kewenangannya. Jika JPU
oleh para elit Politik yang merajalelah, yang akan menimbulkan jurang pemisah