Obgyn
Obgyn
Mioma Uteri
Oleh :
Pembimbing:
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
dengan rahmat, karunia dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
yang berjudul “Mioma Uteri” sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepanitraan Klinik
Senior (KKS) di bagian Ilmu Obgyn dan Genekologi Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih yang tak terhingga
kepada dr.Acholder Sirait,Sp.OG sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktunya
memberi arahan kepada penulis selama mengikuti KKS di bagian Ilmu Obgyn dan
Ginekologi Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus
ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan
yang membangun demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu masalah kesehatan reproduksi yang dialami wanita adalah terjadinya
penyakit mioma uteri. Mioma uteri adalah salah satu tumor jinak yang paling umum pada
sistem reproduksi wanita, insidensi sekitar 50-60%, dan sering terjadi pada usia reproduksi.
Menurut letaknya mioma uteri, dapat dibagi menjadi tiga jenis berikut: mioma intramural,
mioma submukosa, dan mioma subserosa.
Menurut International Federation of Gynecology and Obstetric, 2016 mioma
submukosa memiliki tiga klasifikasi yaitu mioma submukosa dengan pedunkula atau
bertangkai, mioma submukosa tanpa pedukula yang ≤50% ekspansi ke intramural, dan
mioma submukosa tanpa pedunkula yang >50% ekspansi ke intramural. Jumlah kejadian
mioma uteri di Indonesia menempati urutan kedua setelah kanker serviks. Medical Survei
Monthly Report, Armed Force Amerika Serikat periode 2001-2010 melaporkan terdapat
11.931 kasus mioma uteri (insedens rate 57,6 per 10.000 tiap tahun) pada wanita usia
reproduksi aktif. Kejadian mioma submukosa uteri menurut survei oleh Yang et al., 2011
adalah sekitar 20-40% dan penyakit ini sering terjadi pada wanita berusia 30-50 tahun.
Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39% - 11,87% dari
semua penderita ginekologi yang dirawat (Prawiroharjo, 2016). Di USA wanita
kulit hitam 3-9 kali lebih tinggi menderita mioma uteri dibandingkan wanita
berkulit putih, sedangkan di Afrika wanita kulit hitam sedikit sekali menderita
mioma uteri (Baziad, 2016). Wanita yang sering melahirkan sedikit kemungkinannya
untuk perkembangan mioma uteri dibandingkan dengan Wanita yang tak pernah hamil atau
hanya satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita
yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali. Prevalensi meningkat apabila
ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan, dan nullipara.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.6 Planning
Advice dr. Alcholder Sirait, Sp.OG :
- Ketorolac 3x1 k/p
- R/ operasi histerektomi + miomektomi
2.7 Follow Up Pasien
Hari/Tanggal Follow-Up
Senin/6 November 2023 S/ pasien ngeluh nyeri A/ susp adenomiosis
18.10 WIB perut kanan bawah sejak uteri
7 hari SMSR, memberat
2 hari SMSR. P/
Acc alih rawat indikasi
O/ St. Present histerektomi
KU : Baik
Sens : Compos mentis
TD : 134/70 mmHg
DN : 78 x/i
RR : 22 x/i
T : 36
Vas :7/10
USG : cystitis susp
adenomyosis uteri
Pembagian Uterus
a. Fundus Uteri (dasar rahim) : bagian uterus yang proksimal yang terletak antara kedua
pangkal tuba uterina.
b. Korpus Uteri : bagian uterus yang membesar pada kehamilan. Korpus uteri mempunyai
fungsi utama sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada
korpus uteri disebut kavum uteri.
c. Serviks Uteri (leher rahim): ujung serviks yang menuju puncak vagina disebutporsio,
hubungan antara kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri yaitu bagian
serviks yang ada di atas vagina
B. Mioma uteri
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos
rahim. Mioma uteri terjadi pada 20% - 25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh
faktor yang tidak diketahui secara pasti. Insidensnya 3 - 9 kali lebih banyak pada ras kulit
berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. Selama 5 dekade terakhir, ditemukan 5O
% kasus mioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna.2,8,9
Penyebab pasti mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali dite
mukan sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi, dan ha nya
bermanifestasi selama usia reproduktif. Umumnya mioma terjadi di beberapa tempat.
Pertumbuhan mikroskopik menjadi masalah utama dalam penanganan mioma karena
hanya tumor soliter dan tampak secara makroskopik yang memung kinkan untuk
ditangani dengan cara enukleasi. Ukuran rerata tumor ini adalah 15 cm, tetapi cukup
banyak yang melaporkan kasus mioma uteri dengan berat mencapai 45 kg (100 lbs).9,10
a. Umur
Frekuensi kejadian mioma
uteri paling tinggi terjadi
antara usia 35-50
tahun yaitu mendekati angka
40%, sangat jarang ditemukan
pada usia dibawah
20 tahun, sedangkan pada
usia menopause hampir
tidak pernah ditemukan.
Pada usia sebelum menarche
kadar estrogen rendah, dan
meningkat pada usia
a. Umur
Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi terjadi antara usia 35-50 tahun yaitu
mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun,
sedangkan pada usia menopause hampir tidak pernah ditemukan. Pada usia
sebelum menarche kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi, serta
akan turun pada usia menopause, pada wanita menopause mioma uteri
ditemukan sebesar 10%. Proporsi mioma meningkat pada usia 35- 45 tahun.
Penelitian Chao-Ru Chen di New York menemukan wanita kulit putih umur 40-44
tahun beresiko 6,3 kali menderita mioma uteri dibandingkan umur < 30 tahun.
Sedangkan pada wanita kulit hitam umur 40-44 tahun beresiko 27,5 kali untuk
menderita mioma uteri jika dibandingkan umur < 30 tahun.
b. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan
wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Pada Wanita tertentu,
khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri lebih tinggi.
c. Obesitas
B. Adenomiosis.
Gambaran Umum
Adenomiosis merupakan lesi pada lapisan miometrium yang ditandai dengan
invasi jinak endometrium yang secara normal hanya melapisi bagian dalam
dinding uterus/ kavum uteri . Pada beberapa hal, terdapat kesamaan antara
adenomiosis dengan endometriosis walaupun adenomiosis lebih banyak diderita
oleh perempuan berusia 40-an tahun dan multipara, sedangkan endometriosis
pada perem puan dewasa muda dan infertil. Oleh sebab itu, sebagian pakar
keilmuan menggolongkan adenomiosis sebagai endometriosis interna untuk
membedakannya dengan endometriosis pelvik (eksterna).2,11,
Gambaran Klinik
Dalam literatur disebutkan bahwa sekitar 10% - 20% spesimen histerektomi
adalah adenomiosis tetapi apabila gambaran epitel endometrium dalam
miometrium dijadikan patokan untuk diagnosis maka insidensnya meningkat
menjadi 38,5%. Pembesaran oleh adenomiosis bersifat difus (tidak nodular
seperti mioma). Terjadi penebalan yang sangat nyata pada dinding endometrium
dan umumnya tidak simetris. Gambaran histopatologi yang spesifik dari
adenomiosis adalah adanya pulau-pulau epitel en dometrium yang menyusup jauh
dari membrana basalis jaringan asal dan kadang kadang dapat mencapai lapisan
serosa uterus. Pulau-pulau endometrium di dalam otot berfungsi seperti yang ada
di kavum uteri sehingga di bagian tengahnya terdapat cairan merah kecokelatan
seperti darah menstruasi. Sebagian besar epitel endometrium adenomiosis bukan
termasuk yang matur atau dewasa, non-fung sional, dan tersusun seperti keju
Swiss (Swiss-cheese hyperplasia). 2,11,12
Simtom utama adenomiosis adalah menoragia dan dismenorea yang semakin
lama akan semakin berat, terutama pada perempuan berusia 40 tahunan.
Dismenorea yang terjadi, bersifat seperti kolik sebagai akibat kontraksi yang kuat
dan pembengkakan intramural oleh timbunan darah di dalam pulau-pulau
jaringan endometrium. 2
Dengan memperhatikan faktor predisposisi dan gambaran klinik yang
jelas maka upaya diagnosis relatif mudah dilaksanakan. Pemeriksaan rontgen
tidak banyak mem bantu untuk adenomiosis karena hanya menampakkan
gambaran tumor atau adanya filling defect apabila menggunakan kontras,
Gambaran yang lebih jelas dapat ditun jukkan dengan pemeriksaan MRI. 2,11,12
Terapi
Terapi pilihan adalah histerektomi karena terapi konservatif (hormonal) hanya
akan menunda penyembuhan dan upaya untuk mengatasi keluhan penderita,
termasuk gangguan kesehatan akibat perdarahan atau stres psikis yang
berkepanjangan. Untuk tindakan tambahan (salpingo-ooforektomi) sangat
tergantung dari faktor usia, status fisik, tenggang waktu dari saat operasi hingga
menopause, dan ada tidaknya gangguan lain pada ovarium (termasuk
endometriosis) pada saat laparotomi dilakukan.1 Pada pasien-pasien yang
terdapat kontra indikasi untuk operasi atau jika takut operasi dapat dilakukan
pemberian penghambat aromatase (aromatase inhibitor).
KESIMPULAN
Mioma uteri yang juga dikenal sebagai leiomioma uteri atau fibromioma uteri
merupakan neoplasma otot polos jinak yang berasal dari miometrium. Mioma uteri sering
ditemukan pada wanita usia reproduksi sekitar 20% - 25%, angka kejadian ini lebih tinggi
pada usia diatas 35 tahun, yaitu sekitar 40%. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35
50 tahun menunjukkan adanya hubungan antara mioma uteri dengan hormon estrogen. Di
Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39% - 11,87 % dari semua penderita
ginekologi yang dirawat. Hingga saat ini penyebab pasti dari mioma uteri masih belum
diketahui dan diduga merupakan penyakit multifaktorial selain itu terdapat juga korelasi
antara pertumbuhan tumor dengan peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan
mioma uteri. Mioma uteri kaya akan reseptor estrogen. Meyer dan De Snoo mengajukan teori
Cell nest atau teori genitoblast, teori ini menyatakan bahwa untuk terjadinya mioma uteri
harus terdapat dua komponen penting yaitu sel nest (sel muda yang terangsang) dan estrogen
(perangsang sel nest secara terus menerus). Mioma uteri dijumpai setelah menarche.
Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen
eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium.
Berdasarkan lokasi tumbuhnya mioma di miometrium, mioma uteri dapat dibagi menjadi
mioma submukosa, mioma intramural, dan mioma subserosa. Gejala yang timbul akibat
mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah pertumbuhan, jenis, besar, dan jumlah
mioma. Hanya dijumpai pada 35% – 50% saja mioma uteri yang menimbulkan keluhan
sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun. Hipermenore dan menometroragia merupakan
gejala klasik dari mioma uteri, selain itu gejala lain yang dapat timbul ialah terasa adanya
massa di perut bawah, perdarahan abnormal, nyeri perut, efek penekanan, penurunan
kesuburan, serta abortus spontan.
Diagnosis mioma uteri dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan bimanual, serta pemeriksaan penunjang seperti USG. Penatalaksanaan mioma
uteri harus memperhatikan usia, paritas, kehamilan, konservasi fungsi reproduksi, keadaan
umum, dan gejala yang ditimbulkan. Bila kondisi pasien sangat buruk, lakukan upaya
perbaikan yang diperlukan termasuk nutrisi, suplementasi zat esensial, ataupun transfusi.
Pada keadaan gawat darurat akibat infeksi atau gejala abdominal akut, siapkan tindakan
bedah gawat darurat untuk menyelamatkan penderita. Pilihan prosedur bedah terkait dengan
mioma uteri adalah miomektomi atau histerektomi. Prognosis mioma uteri dengan lesi soliter
biasanya sangat baik, khususnya bila dilakukan eksisi. Fertilitas dapat terpengaruh,
tergantung dari ukuran dan lokasi mioma. Mioma uteri sendiri jarang bertransformasi
menjadi kanker. Tindakan operatif histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma
merupakan suatu tindakan kuratif.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2. DeCherney AH, Pernoll MD. Current Obstetrics and Gynecologic Diagnosis
and Treatment, Lange Er Appleton, London 7994: 700-53
3. Center for Disease Control. Sexually transmitted disease guidelines. MM\il/R
1989: 38 Suppl 8
4. Lorincz AT. Humanpapilomavirus infection of the cervix: Relative risk
associations of 15 common anogenital types. Obstet Gynecol 1993;8l:728
5. Azhari, Saleh ZS. Prevalensi infeksi HPV di lokalisasi PSK Teratai Putih
Palembang, Thesis PPDS FK Unsri, Palembang 7995: 22-36
6. Holst. Endometrial finding following curettage in 2018 women according to
age and indications. Ann Chir Gynaecol 1,983; 72: 274
7. Siegler AM. Panoramic CO2 hysteroscopy. Clin Obstet Gynaecol 1983;26:
242
8. Marrugo M. Estrogen and progesteron receptors in uterine leiomyomata. Acta
Obstet Gynecol Scand 1989; 8: 731
9. Carlson KJ, Nichois DH, Schi{f I. Indication for hysterectomy. N Eng J Med
1993; 328: 856
10. Azziz R. A&nomyosis: Current perspectives. Obstet Gynecol Clin Nonh Am
7989; 1,6: 221
11. Thomas JS Jr, Clark JF. Adenomyosis: A retrospective vGw- j Nxl Med
Assoc 1989; 81: 969