TESIS
Oleh
DELITA BR PANJAITAN
NIM. 177032052
52
Universitas Sumatera Utara
THE INFLUENCE OF HYDROGEN SULFIDE (H2S) GAS
EXPOSURE AND THE CHARACTERISTICS OF
SCAVENGERS ON COMPLAINT ABOUT
RESPIRATORY DISORDER AT
SEI GILING GARBAGE DUMP OF
TEBING TINGGI
IN 2019
THESIS
By
DELITA BR PANJAITAN
NIM. 177032052
53
Universitas Sumatera Utara
PENGARUH PAPARAN HIDROGEN SULFIDA (H2S) DAN
KARAKTERISTIK PEMULUNG TERHADAP KELUHAN
GANGGUAN PERNAPASAN PADA PEMULUNG
DI TPA SEI GILING KOTA
TEBING TINGGI
TAHUN 2019
TESIS
Oleh
DELITA BR PANJAITAN
NIM. 177032052
54
Universitas Sumatera Utara
Judul Tesis : Pengaruh Paparan Hidrogen Sulfida (H2S)dan
Karakteristik Pemulung terhadap Keluhan
Gangguan Pernapasan pada Pemulung di TPA
SeiGiling KotaTebing Tinggi Tahun 2019
Nama Mahasiswa : Delita BR Panjaitan
Nomor Induk Mahasiswa :177032052
Peminatan : Kesehatan Lingkungan
Menyetujui
Komisi Pembimbing:
Ketua Anggota
(Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D.) (Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si.)
NIP. 196509011991032003 NIP. 196803201993082001
i
Universitas Sumatera Utara
Telah di uji dan dipertahankan
Pada tanggal : 01 Agustus 2019
ii
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan Keaslian Tesis
Saya menyatakan dengan ini bahwa tesis saya yang berjudul “Pengaruh
Tebing Tinggi Tahun 2019” beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya
sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara
yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat
keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naska ini dan disebut dalam
daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang
terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap
Delita BR Panjaitan
iii
Universitas Sumatera Utara
Abstrak
Hidrogen Sulfida (H2S) berasal dari suatu proses alamiah dari penguraian zat-zat
organik yang ada di tempat sampah oleh bakteri dan mikroorganisme. H2S
merupakan gas tidak berwarna, beracun, dapat larut dalam air serta berbau khas
sepert itelur busuk. H2S masuk ke dalam manusia melalui udara yang dihirup dan
melalui kulit namum dalam jumlah yang sedikit dibandingkan dengan yang
dihirup. Konsentrasi H2S yang rendah dapat menyebabkan batuk, flu, sakit
tenggorokan dan nyeri dada. Sedangkan pada konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan kematian karena H2S bersifat asphyxiant yaitu melumpuhkan
sistem pusat pernapasan. Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh
paparan Hidrogen Sulfida dan karakteristik pemulung terhadap keluhan
gangguan pernapasan pada pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi
Tahun 2019. Jenis penelitian adalah survey analitik dengan desain cross
sectional. Sampel penelitian adalah seluruh pemulung yaitu 50 orang. Hasil
penelitian terdapat 33 pemulung 66% mengalami keluhan gangguan pernapasan,
sedangkan rata-rata konsentrasi Hidrogen Sulfida (H2S) di udara ambien TPA Sei
Giling Kota Tebing Tinggi mencapai 0,025 ppm yang berarti telah melebihi nilai
ambang batas yang diperbolehkan yaitu 0,002 ppm. Hasil Uji statistik diketahui
bahwa ada pengaruh jam kerja, masa kerja, penggunaan alat pelindung diri dan
konsentrasi H2S di udara ambien terhadap keluhan gangguan pernapasan pada
pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi Tahun 2019. Variabel paling
dominan berpengaruh terhadap keluhan gangguan pernapasan pada pemulung
yaitu konsentrasi H2S dan penggunaan alat pelindung diri dengan nilai
probabilitas 77,5%. Diharapkan kepada Pemerintah Kota Tebing Tinggi dan
Dinas Kawasan Pemukiman Kebersihan untuk memperhatikan, mengawasi
system pengelolaan sampah yang digunakann, serta menghimbau kepada seluruh
pemulung untuk menggunakan alat pelindung diri saat bekerja terutama
penggunaan masker.
iv
Universitas Sumatera Utara
Abstract
Hydrogen Sulfide (H2S) comes from the natural process of organic substance
decomposition by bacteria at a landfill. It is colorless, poisonous, and has specific
odor like rotten eggs. It enters the body through air inhalation. Its low
concentration can cause coughing, sore throat, pain in chest, and short of breath,
while its high concentration can cause death since it is asphyxiant which can
paralyze respiratory tract. The objective of the research was to analyze the
influence of hydrogen sulfide concentration and the use of Personal Protective
Equipment (PPE) on the complaint about respiratory disorder in the scavengers
at the dump station (TPA) Sei Giling, Tebing Tinggi, in 2019. The research used
analytic survey method with cross sectional design. The population was 50
scavengers. The study found that 33 respondents (66%) respiratory disorders and
the mean value of H2S concentration in air ambient was 0.025 ppm which
indicated that it had exceeded the threshold of 0.002 ppm. The variables which
had the most dominant influence on the complaint about respiratory disorder in
the scavengers were H2S concentration and personal protective devices ar the
probability value of (77.5%). It is suggested that the Tebing Tinggi Municipality
and the Regency and Sanitation Area Agency pay attention to and control waste
management system and appeal to all scavengers to use personal protective
devices, especially masks, during their working activities.
v
Universitas Sumatera Utara
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul
Kota Tebing Tinggi Tahun 2019”. Tesis ini merupakan salah satu persyaratan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Penulisan tesis ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D. selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
Utara.
4. Destanul Aulia, S.K.M., M.B.A., M.Ec., Ph.D. selaku Sekretaris Program Studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
5. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M. selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah
kepada penulis dalam proses bimbingan hingga penulisan tesis ini selesai.
vi
Universitas Sumatera Utara
6. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
kepada penulis dalam proses bimbingan hingga penulisan tesis ini selesai.
7. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S. selaku Dosen Penguji I yang telah
8. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H. selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan
9. dr. H. Nanang Fitra Aulia, Sp., PK. selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota
10. Agus selaku Kepala Mandor TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi yang telah
11. drg. Alvin Julius selaku Kepala Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi yang
12. Seluruh Staff TPA Sei Giling yang telah membantu dan memberikan informasi
13. Seluruh Staff Pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
pendidikan.
vii
Universitas Sumatera Utara
14. Terima kasih yang tidak terhingga penulis ucapkan kepada Orang tua dan
Lingkungan yang telah membantu dan memberikan masukan dan saran untuk
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan, baik itu dalam
penulisan kata, penyusunan kalimat dan juga tidak menutup kemungkinan dalam
penyajian data. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata,
penulis mengucapkan terima kasih. Semoga tesis ini berguna bagi semua
pembaca. Amin.
Delita BR Panjaitan
viii
Universitas Sumatera Utara
Daftar Isi
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Tesis iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiii
Daftar Lampiran xiv
Daftar Istilah xv
Riwayat Hidup xvi
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 9
Tujuan Penelitian 10
Manfaat Penelitian 10
Tinjauan Pustaka 11
Hidrogen Sulfida (H2S) 11
Pengertian Hidrogen Sulfida (H2S) 11
Sifat Hidrogen Sulfida (H2S) 12
Sumber Hidrogen Sulfida (H2S) 13
Penggunaan Hidrogen Sulfida (H2S) 14
Cara masuk Hidrogen Sulfida (H2S) 14
Mekanisme kerja Hidrogen Sulfida (H2S) dalam tubuh 14
Efek Hidrogen Sulfida terhadap kesehatan manusia 16
Pengaruh Hidrogen Sulfida terhadap gangguan pernapasan 18
Efek Hidrogen Sulfida terhadap udara 19
Baku mutu Hidrogen Sulfida (H2S) di udara ambien 20
Sistem Saluran Pernapasan 20
Pengertian sistem saluran pernapasan 21
Anatomi sistem saluran pernapasan 21
Mekanisme pernapasan 22
Gangguan saluran pernapasan pada manusia 24
Sampah 30
Pengertian sampah 30
Karakteristik sampah 31
Sumber sampah 32
Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Sampah 32
ix
Universitas Sumatera Utara
Penyakit yang Berhubungan dengan Sampah 34
Pemulung 35
Pengertian pemulung 35
Karateristik pemulung 36
Alat Pelindung Diri (APD) 38
Pengertian alat pelindung diri 38
Jenis alat pelindung diri 38
Landasan Teori 40
Kerangka Teori 41
Kerangka Konsep 41
Hipotesis Penelitian 41
Metodologi Penelitian 42
Jenis Penelitian 42
Lokasi dan Waktu Penelitian 42
Populasi dan Sampel 42
Variabel dan Definisi Operasional 43
Metode Pengumpulan Data 46
Metode Pengukuran 47
Metode Analisis Data 50
Hasil Penelitian 52
Gambaran Lokasi Penelitian 52
Gambaran Umum TPA Sei Giling 53
Analisis univariat 54
Analisis bivariat dengan uji chi-square 61
Analisis multivariat dengan uji regresi logistik 66
Pembahasan 70
Pengaruh Umur terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan pada
Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi 70
Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Keluhan Gangguan
Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing 71
Tinggi
Pengaruh Jam Kerja terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan
pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi 72
Pengaruh Masa Kerja terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan
pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi 73
Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Keluhan Gangguan
Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing 74
Tinggi
Pengaruh Penggunaan APD terhadap Keluhan Gangguan
Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing 75
Tinggi
Pengaruh Konsentrasi H2S di Udara Ambien terhadap Keluhan
x
Universitas Sumatera Utara
Gangguan Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota
Tebing Tinggi 76
Implikasi Penelitian 77
Keterbatasan Penelitian 78
Kesimpulan dan Saran 79
Kesimpulan 79
Saran 80
Daftar Pustaka 82
Lampiran 86
xi
Universitas Sumatera Utara
Daftar Tabel
No Judul Halaman
xii
Universitas Sumatera Utara
Daftar Gambar
No Judul Halaman
1 Kerangka teori 41
2 Kerangka konsep 41
xiii
Universitas Sumatera Utara
Daftar Lampiran
2 Kuesioner Penelitian 87
xiv
Universitas Sumatera Utara
Daftar Istilah
xv
Universitas Sumatera Utara
Riwayat Hidup
anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Lalu Panjaitan dan Nurledik
Makmur Kecamatan Pangkalan Kerinci Riau dan lulus pada Tahun 2005, SMPN 2
Pangkalan Kerinci Riau dan lulus pada Tahun 2008, SMAN BERNAS Pangkalan
Kerinci Riau dan lulus pada Tahun 2011. Penulis melanjutkan kuliah Strata S-1
pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) MEDISTRA Lubuk Pakam Deli
Serdang Sumatera Utara dan lulus pada Tahun 2015. Pada Tahun 2017 penulis
Delita BR Panjaitan
xvi
Universitas Sumatera Utara
1
Pendahuluan
Latar Belakang
sampah yang akan dihasilkan. Sampah merupakan bahan atau benda yang berasal
dari suatu kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang dibuang begitu
saja kelingkungan. Biasanya sampah yang dihasilkan dapat berupa sampah basah
maupun sampah kering. Sampah yang bersifat padat ialah bagian dari bentuk
zat kimia yang terdapat didalam sampah terbagi atas sampah basah yang berupa
(sayur, hasil dari sisa makanan, daun, dan buah) dan sampah kering berupa
angkut, buang dan bakar. Oleh karena itu, perlu adanya suatu kawasan untuk
tempat pengumpulan semua jenis sampah tersebut, adapun tempat atau kawasan
akhir sampah merupakan suatu wadah atau tempat terkumpulnya sampah akan
akan dikumpulkan menjadi satu di lokasi yang telah ditentukan sehingga sampah
1
Universitas Sumatera Utara
2
tersebut akan dengan mudah untuk diolah dan tidak berserakan. Pada umumnya
pengolahan sampah yang ada di tempat sampah terdapat dua macam yaitu
sanitary landfill dan open dumping. Pengelolaan sampah dengan cara sistem
terbuka atau open dumping merupakan suatu cara pembuangan sampah yang
mudah dan sering digunakan, dimana sampah tersebut diletakkan pada satu
tempat tertentu dan dibiarkan terbuka begitu saja tanpa adanya suatu perlakuan
yang khusus. Setelah lokasi tersebut penuh dengan sampah, maka lokasi tersebut
akan ditinggalkan dengan begitu saja, tentu hal ini tidak sejalan dengan Peraturan
dimana sampah yang dibuang dengan sistem open dumping terhadap proses akhir
dilarang karena dapat menyebabkan pencemaran udara yang ada di sekitar tempat
timbulnya bau yang busuk, membuat pemandangan tidak indah serta menjadi
tempat berkembangbiaknya suatu vektor penyakit seperti lalat, tikus dan vektor
kesehatan pada lingkungan yaitu dapat mencemari air, pencemaran udara dan juga
tanah. Dengan demikian teknik open dumping sebaiknya tidak diterapkan pada
penimbunan sampah disuatu tempat atau lahan yang telah ditentukan dengan
landfill ini dilakukan adalah untuk memeratakan setiap komponen lapisan sampah
yang ada, memadatkan sampah dengan menggunakan alat berat seperti compactor
kemudian menutup lapisan sampah tersebut setiap hari dengan tanah yang juga
dipadatkan, dan dilakukan berulang-ulang sampai aroma atau bau dari sampah
menggunakan teknik sanitary landfill pada umumnya sekitar kurang lebih dua
meter ataupun lebih tergantung pada sifat sampah yang dihasilkan, metode
Sampah yang dalam kapasitas jumlah yang banyak dan tidak diolah
dengan cepat dan sebaik mungkin dengan teknik yang sesuai dengan peraturan
dampaknya terhadap lingkungan seperti bagian dari fisik, komponen kimia (air
dan udara), biologi, sosial budaya, ekonomi maupun kesehatan. Selain itu, sampah
sampah yang menggunakan metode open dumping pada lokasi pembuangan akhir
sampah dapat menghasilkan gas yang berbahaya, adapun gas yang dihasilkan
berupa gas Metan (CH4), Amoniak (NH3) serta Hidrogen Sulfida (H2S) yang
lepas ke udara sehingga kualitas udara disekitar TPA menjadi tercemar dan
Hidrogen Sulfida atau Asam Sulfida (H2S) adalah salah satu gas yang
gas yang tidak ada warna, mempunyai sifat sangat beracun, mudah untuk terbakar
serta memiliki aroma yang khas seperti bau telur yang busuk yang bisa dijumpai
di tempat tumpukan sampah yang tidak dikelolah dengan baik. Hidrogen Sulfida
yang telah masuk ke dalam bagian tubuh manusia dapat melalui dua cara yaitu
melalui udara yang dihirup dan juga melalui kulit manusia namun dengan jumlah
yang sangat sedikit dibandingkan dari yang dihirup. Paparan H2S pada konsentrasi
rendah yang bersentuhan dengan kulit, maka secara otomatis akan sangat mudah
diserap kedalam aliran darah dan distribusikan keseluruh bagian tubuh yang bisa
menyebabkan iritasi pada mata, hidung, ataupun tenggorokan, hal ini juga dapat
Manusia pada umumnya dapat mengenali H2S dengan konsentrasi 0,0005 sampai
0,003 ppm, apabila H2S mencapai konsentrasi 500 ppm maka bisa menyebabkan
kematian, selain itu H2S digolongkan sebagai asphyxiant karena efek utama dari
gas ini ialah membunuh sistem pusat pernapasan pada manusia sehingga dapat
2016).
dampak yang tinggi untuk terkenah suatu gangguan penyakit karena mereka
melakukan pekerjaan di suatu tempat atau lingkungan yang tidak mendukung dan
sering terpapar oleh gas yang beracun yang dapat membahayakan bagi kondisi
keluhaan gangguan pernapasan seperti flu, batuk-batuk, sesak napas, nyeri pada
dada, sakit tenggorokan serta banyak debu dan tercium aroma busuk dari lokasi
tempat tesebut, selain itu juga terdapat beberapa keluhan penyakit seperti penyakit
kulit, gatal-gatal dan lain-lain, namun pada kasus keluhan gangguan pernapasan
yang dialami pemulung terkadang bersifat sementara dimana rasa sesak akan
hilang dengan sendirinya ketika berada di luar kawasan TPA yang sifatnya hilang
Kajian atau penelitian yang dilakukan oleh peneliti Hartini dan Kumalasari
TPA Jatibarang, hal ini diketahui berdasarkan hasil koefisien relasi pada uji Rank
Spearman dengan tingkat keeratan antara variabel masa kerja dan gangguan
kesehatan serta koefisien relasi positif yang membuktikan bahwa apabila pekerja
lama masa kerja disuatu tempat maka semakin tinggi risiko responden untuk
semua rumah penduduk di sekitar TPA sampah terjun Kecamatan Medan Marelan
membuktikan nilai konsentrasi H2S telah melebihi batas baku mutu pada jarak
analisis risiko paparan Hidrogen Sulfida dimana hasil dari penelitian tersebut
diperolah bahwa rata-rata konsentrasi H2S melebihi nilai ambang batas yaitu
0,0290 mg/m3. Hal ini terbukti bahwa konsentrasi gas H2S di TPA Terjun telah
melewati nilai baku tingkat kebauan yang diperbolehkan oleh KepMenLH tahun
1996 yaitu 0,02 mg/m3, sedangkan pada responden yang telah terpapar memiliki
risiko 11,67 kali akan mengalami keluhan gangguan kesehatan terutama pada
dan H2S terhadap keluhan gangguan pernapasan pada pemulung di TPA Mrican
menyatakan bahwa konsentrasi gas H2S di TPA tersebut melebihi dari nilai
ambang batas yaitu 0,024 ppm. Hasil uji Fisher yang dilakukan menyatakan
bahwa terdapat pengaruh paparan dari gas CH4 dan gas H2S pada keluhan
gangguan pernapasan dimana nilai p value pada setiap komponen yaitu 0,015 dan
0,038 (p<0,05), sedangkan nilai pada OR H2S adalah 0,137 dengan kemungkinan
bahwa terdapat pengaruh paparan gas H2S dengan keluhan gangguan pernapasan
pada pemulung di TPA kota Mrican Kabupaten Ponogoro pada tahun 2014.
pada lingkungan pajanan gas Hidrogen Sulfida (H2S) terhadap keluhan sistem
Ganet Kota Tanjung Pinang pada tahun 2018 dengan hasil menunjukkan bahwa
konsentrasi gas H2S rata-rata di udara 0,06 mg/m3 (melebihi baku mutu) sesuai
dengan nilai ambang batas yang dikelurakan oleh KepMenLH tahun 1996 bahwa
baku mutu bau H2S di udara yaitu 0,02 mg/m3. Pada pemulung yang terkenah
paparan H2S melewati nilai maksimal memiliki kesempatan 0,486 kali untuk
Data dari Bank Dunia mencatat ada beberapa kota di dunia menghasilkan
sampah sampai mendekati 1,3 milliar ton/tahun dan diperkirakan jumlah sampah
sendiri volume sampah yang dihasilkan sebanyak 151.921 ton/hari atau setara
volume sampah sebanyak 2000 ton/hari yang diperoleh dari 21 kecamatan yang
berada di kota Medan dan di buang ke TPA Terjun Marelan tahun 2018.
pengelolaan sampah di TPA Sei Giling Tebing Tinggi jumlah luas lahan TPA Sei
Giling Kota Tebing Tinggi mencapai ±5 hektar yang tidak jauh dari pemukiman
penduduk di Kelurahan Sei Giling Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi,
sedangkan jumlah mobil truk sampah yang masuk ke TPA Sei Giling bisa
mencapai 4-6 kali trip per/hari, dimana masing-masing mobil truk akan
jenis truk yang digunakan untuk mengangkut sampah tersebut. Adapun rata-rata
sebanyak 290,150 ton/tahun dengan rata-rata 24,179 ton/bulan, dan 96,71 m3/hari
dan rata-rata 106,68 m3/hari sampah yang dihasilkan di TPA di Sei Giling Kota
Tebing Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa volume sampah dari tahun 2017-
volume sampah Tebing Tinggi tahun 2018). Sementara itu hasil data yang di
peroleh di Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi ada lima penyakit terbesar
diantara lain yaitu: Ispa sebanyak 22631 kasus, penyakit kulit 8064, penyakit
rongga mulut 6739 kasus, penyakit infeksi usus 5829, darah tinggi 5072, dimana
dari ke lima jenis penyakit terbesar yang ada, penyakit infeksi saluran pernapasan
menduduki peringkat nomor satu yaitu sebanyak 22631 kasus dan merupakan
berbahaya dari timbunan sampah yang dihasilkan. Sementara data yang diperoleh
dari Puskesmas UPTN Satria Kota Tebing Tinggi Ispa menduduki peringkat
nomor satu yang di pantau dalam enam bulan terakhir yaitu pada bulan
September-Desember tahun 2018 yaitu sebanyak 2805 kasus (Rekapan data Dinas
bekerja di TPA Sei Giling kota Tebing Tinggi, 20 orang diantaranya mengeluhkan
keluhan gangguan pernapasan yang ditandai dengan gejala seperti batuk lebih dari
14 hari, flu, sesak napas, nyeri tenggorokan, nyeri dada, demam dan sakit kepala
dan kapasitas jumlah debu yang tinggi serta bau busuk yang keluar dari sampah
dilokasi TPA Sei Giling. Tentunya hal ini didukung karena banyaknya pemulung
yang tidak peduli serta tidak memakai perlengkapan alat pelindung diri terutama
masker ketika mereka sedang bekerja sehingga sangat mudah terpapar oleh
pemulung itu sendiri, hal lain disebutkan dalam pemantauan kualitas udara
ambien khususnya untuk parameter gas H2S belum pernah dilakukan di kawasan
TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi tersebut, dengan demikian perlu dilakukan
penelitian untuk menganalisis pengaruh paparan gas Hidrogen Sulfida (H2S) dan
Perumusan Masalah
bekerja di tempat akhir sampah, dimana sampah yang bertumpuk akan mengalami
proses dekomposisi zat organik yang berlangsung secara anaerob yaitu kadar
oksigen rendah akan dihasilkan gas yang berbahaya seperti NH3, CH4 dan H2S
biasanya bekerja ditempat akhir sampah yang memiliki risiko terkenah keluhan
gangguan pernapasan akibat udara yang mereka hirup tercamar oleh gas yang
berbahaya. Adapun keluhan yang sering dialami pemulung adalah batuk, flu,
nyeri pada dada, sakit tenggorokan, sesak napas, batuk berdarah dan aroma bau
Berdasarkan dari hasil latar belakang yang telah dijelakan diatas maka
paparan gas Hidrogen Sulfida (H2S) dan karakteristik pemulung terhadap keluhan
gangguan pernapasan pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi tahun
2019.
Tujuan Penelitian
pada pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi Tahun 2019.
Manfaat Penelitian
para pemulung
4. Menambah referensi bagi penulis tentang pengaruh paparan dari gas H2S
TPA Sei Giling Tebing tinggi dan sebagai bahan masukan dan tambahan untuk
penelitian selanjutnya.
Tinjauan Pustaka
Pengertian gas Hidrogen Sulfida (H2S). Salah satu gas yang berbahaya
bagi manusia adalah gas Hidrogen Sulfida dimana gas Hidrogen Sulfida (H2S)
biasanya dikenal sebagai bau rawa yang tidak mempunyai warna, mempunyai
sisat beracun dan mudah terbakar serta mempunyai karakteristik aroma bau telur
busuk yang sering ditemukan ditumpukan sampah yang tidak dikelolah dengan
baik. Hidrogen Sulfida atau H2S ialah gas yang bersifat racun dan berbahaya
terutama bagi kesehatan manusia, dalam jangka waktu yang pendek bisa
menghirup gas tersebut. H2S dengan dosis rendah mempunyai aroma seperti telur
yang busuk, sedangkan pada dosis tinggi aroma seperti telur yang busuk tersebut
tidak akan tercium lagi, sebab gas H2S sangat mudah membekukan sistem syaraf
Hidrogen Sulfida diperoleh dari hasil cara penguraian bahan yang mudah
terurai atau organik yang terdapat kandungan belerang oleh suatu bakteri anaerob
serta merupakan dari hasil reduksi anaerob yang terdapat sulfat oleh
yang berasal dari sumber air panas bumi dan asal bau yang dikeluarkan oleh gas
ini berasal dari tumpukan sampah yang dari hasil samping penguraian zat organik.
H2S yang bersifat racun karena memiliki risiko lima kali lebih beracun dari CO
11
Universitas Sumatera Utara
12
Sianida (HCN).
Gas H2S yang terhirup akan berbahaya apabila masuk kedalam sistem
saluran pernapasan, jika kandungan gas H2S yang tercerna akan masuk peredaran
gelaja sesak napas serta terjadinya kelumpuhan pada sistem pernapasan dengan
konsentrasi yang tinggi, apabila sipenderita tidak dibawah keruang terbuka serta
tidak diberi alat bantu pernapasan, maka dapat mengakibatkan kematian karena
kelemasan. Efek dari H2S itu sendiri dengan dosis rendah dapat mengalami batuk,
mual, sakit kepala, rasa mengantuk yang berat, sakit tenggorokan dan nyeri pada
dada. Pada konsentrasi H2S 0,025 sampai 25 ppm maka aroma bau telur busuk
akan sangat terasa dan memberikan tanda kepada orang yang berada disekitar area
tersebut agar secepatnya menjauh dan pergi dari tempat itu serta langsung
kandungan H2S terus naik sampai diatas 25 ppm secara langsung mematikan
indera penciuman yang dapat menyebabkan tidak sadarkan diri (ATSDR, 2016).
Sulfida yang diperbolehkan diudara sebesar 0,02 ppm, jika melewati maka akan
Sifat Hidrogen Sulfida H2S. Sifat gas Hidrogen Sulfida dari udara lebih
berat karena gas H2S berkumpul pada tempat yang rendah, selain itu perlu
perhatian pada lokasi yang rendah. Jika H2S terbakar akan dapat membahayakan
pada lingkungan sekitar, karena H2S yang terbakar tersebut akan membentuk gas
SO2 dalam jumlah yang kecil. Hidrogen Sulfida memiliki karakteristik aroma bau
telur yang busuk, tetapi untuk mendeteksi ada atau tidaknya kandungan H2S
langsung karena sifat dari gas ini dapat mematikan sistem saraf penciuman
seseorang. Adapun efek risiko dari gas Hidrogen Sulfida tergantung pada
seberapa lama terpapar orang terpapar dan seberapa besar nilai kandungan H2S
yang tinggi akan membuat seseorang tidak sadarkan diri, sedangkan dengan
kapasitas rendah dalam durasi 3-15 menit akan membuat iritasi kulit, mata yang
Sumber gas Hidrogen Sulfida (H2S). Hidrogen Sulfida atau yang sering
disebut H2S memiliki dua sumber sebagai berikut sumber secara alami dan
sumber dari kegiatan manusia. Sumber alami H2S dihasilkan dari aktivitas alam
contohnya seperti ledakan dari gunung merapi, sedangkan Hidrogen Sulfida yang
diperoleh dari manusia yaitu yang dihasilkan dari kegiatan pabrik industri yang
Sebagian besar H2S juga yang berada diudara berasal dari sumber alami seperti
rawa–rawa dan gunung berapi. Hidrogen Sulfida dapat juga dilepaskan dari
sumber industri seperti kilang minyak, pabrik gas alam, pabrik kertas, pengolahan
pupuk kandang dan fasilitas pengolahan air limbah maupun pengolahan sampah
(ATSDR, 2016).
digunakan terutama dalam produksi Sulfur dan Asam Sulfat, biasanya zat ini untuk
membuat bahan kimia seperti Natrium Silfida dan Natrium Hidrosulfida yang
Nikel, Mangan, Asam Klorida dan Sulfat. Hidrogen Sulfida juga digunakan dalam
(ATSDR, 2016).
Cara masuk Hidrogen Sulfida. Adapun cara masuk gas Hidrogen Sulfida
(H2S) kedalam bagian tubuh dari manusia terbagi atas dua cara yaitu, cara yang
pertama melalui udara yang mengandung H2S yang dihirup oleh manusia dan
masuk melalui kulit namun dalam jumlah yang sedikit dibandingkan yang masuk
melalui udara yang terhirup oleh manusia. Saat terhirup udara yang mengandung
Hidrogen Sulfida atau ketika terjadi kontak dengan kulit dan akan langsung
masuk melalui aliran darah, kemudian akan dialirkan keseluruh bagian tubuh
selanjutnya H2S yang terdapat dalam tubuh akan dikonversi atau diubah menjadi
sulfat dan diuraikan didalam urine, sehingga sulfat segera akan dikeluarkan dari
H2S di dalam tubuh manusia mengalami empat bagian yang meliputi absorbsi,
larutnya, saat terhirup udara yang mengandung Hidrogen Sulfida atau ketika
terjadi kontak dengan kulit. Ketika H2S yang terserap melalui kulit sangat
dampaknya sangat kecil, namun pada absorbsi H2S pada inhalasi yang besar
dimana ukuran partikel yang kecil dapat masuk ke saluran napas bagian bawah.
yang lainnya dari partikel tersebut akan dibersihkan dengan macrrophage dan
sisahnya akan masuk ke aliran darah. Efek H2S yang melewati kulit dikatakan
kurang baik dimana kulit yang berfungsi sebagai pelindungan yang baik agar tetap
menjaga fungsi kulit dari pengaruh lingkungan yang kurang baik. Perubahan
bahan yang dari lapisan luar kulit yang masuk kedalam sistem vaskuler bersifat
kurang cepat, karena permukaan dari luas pori hanya sekitar >100 µm. Jika
pemasukan yang dilakukan dengan perlahan dengan cepat, kulit akan sangat
berperan penting dalam efek yang lolos dibagian utama (ATSDR, 2000).
tubuh manusia dan kemudian disebarkan kebagian tubuh melewati aliran darah.
Kemampuan H2S yang terdapat didalam aliran darah bergantung pada cairan
plasma darah, dimana pada kandungan cairan pada intracelular serta cairan
interstitial. H2S kemudian akan distribusikan melewati plasma darah dimana sel
Haemoglobin yang dapat menaikkan kadar H2S didalam aliran darah untuk
maka H2S akan terjadi proses metabolisme, dimana H2S tersebut akan
menghambat proses kerja dari enzim cytochrome oxidase yang berfungsi sebagai
pembentuk dari oksigen didalam sel darah. Adapun kerja metabolisme secara
anaerobik ini dapat menyebabkan terjadinya penumpukan asam laktat yang akan
Ekskresi. Pada ekskresi H2S yang masuk kedalam tubuh akan diekskresi
melalui organ yaitu ginjal. Adapun yang dimaksud dengan ginjal ialah suatu
bentuk organ tubuh dari manusia yang memiliki peran yang penting dalam
mengeliminasi zat-zat yang berbahaya terutama H2S yang masuk ke dalam tubuh
(US EPA,2003).
yag ditimbukan gas H2S terhadap kesehatan tergantung dari beberapa faktor, yaitu
seberapa banyak Hidrogen Sulfida yang terhirup dan berapa lama paparan tersebut
terjadi. Studi pada pekerja, masyarakat yang tinggal di daerah sekitar industri
Hidrogen Sulfida (H2S), menunjukkan bahwa saluran pernapasan dan sistem saraf
adalah target yang paling sensitif dari keracunan Hidrogen Sulfida (H2S). Efek
kesehatan pada manusia yang terpapar oleh gas Hidrogen Sulfida mencakup iritasi
mata, hidung, iritasi tenggorokan, sakit kepala, daya ingat kurang, kelelahan serta
kesulitan bernapas terutama pada orang yang mempunyai riwayat penyakit asma.
Manusia bisa kehilangan kesadaran jika terpapar gas Hidrogen Sulfida (H2S) yang
sangat tinggi (lebih dari satu juta kali lebih tinggi dari jumlah biasanya ditemukan
konsentrasi dan rentang perhatian, gangguan memori jangka pendek, dan fungsi
yang lebih rendah dari Hidrogen Sulfida (H2S) dapat mengakibatkan efek
neurologis dan pernapasan yang tidak terlalu parah. Efek neurologis dilaporkan
gejala hidung, sakit tenggorokan, batuk, dan dyspnea. Fungsi paru-paru terganggu
juga telah diamati pada penderita asma akut yang terkena dua ppm, Hidrogen
Sulfida (H2S) tidak terdapat perubahan dalam fungsi paru-paru yang diamati
merupakan hasil dari kegagalan atau henti pernapasan, dengan sebagian besar
kardiogenik, koma, dan sianosis. Tiga orang kehilangan kesadaran dan meninggal
dengan konsentrasi tinggi, semua memiliki bau yang khas setelah diotopsi serta
disajikan dengan sianosis dan edema paru (Adelson, 1966 dalam ATSDR, 2016).
suatu proses oksidasi dan kemudian akan masuk dan diserap kedalam paru-paru
kemudian selanjutnya akan dibawa oleh darah dan disebarkan keseluruh tubuh
dan terakhir disebarkan kebagian yang sangat penting yaitu ke otak. Apabila
terhirup udara yang mengandung gas H2S secara otomatis kandungan kadar O2
akan mengalami penggurangan dan berdampak pada kinerja otak tersebut. Ketika
kadar dosisi H2S diotak terus meningkat akan terjadinya kelumpuhan pada indera
penciuman serta tidak terkendalinya fungsi kontrol dari otak dan paru-paru,
akibatnya paru-paru akan mengalami kelemahan serta dapat berhenti bekerja yang
tidak mungkin memiliki efek kesehatan jika tidak terpapar dengan lingkungan
yang tercemar gas Hidrogen Sulfida (H2S). Manusia akan terkena efek saluran
yang lebih tinggi, setidaknya 100 kali lebih tinggi dari konsentrasi yang
ditetapkan. Efek yang dapat terjadi akibat terpapar gas Hidrogen Sulfida (H2S)
adalah:
a. Iritasi mata
b. Hidung
c. Iritasi tenggorokan
e. Sakit kepala
g. Kelelahan
h. Masalah keseimbangan
Paparan gas Hidrogen Sulfida (H2S) yang sangat tinggi pada manusia,
bahkan pada manusia yang tidak memiliki riwayat gangguan saluran pernapasan
Sulfida (H2S) pada konsentrasi yang sangat tinggi (1 juta kali lebih tinggi dari
gas Hidrogen Sulfida (H2S) pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat
Tabel 1
Dampak Negatif Gas Hidrogen Sulfida terhadap Manusia
Konsentrasi gas H2S Dampak bagi Manusia
0,01 ppm Bisa dicium oleh manusia. Aman dihirup dalam
waktu 5 jam.
0,02 ppm Menyebabkan iritasi pada mata. Disarankan
menggunakan masker saat bekerja.
0,03-0,10 ppm Biasa mengirup sekitar 10 menit kebawah. Namun
bau ini kan membunuh dalam waktu 3-15 menit yang
akan menyebabkan gas mata dan luka pada
tenggorokan
20 ppm Dapat menyebabkan kerusakan syaraf
30 ppm Hilangnya pencuiman
100 ppm Terjadinya kelumpuhan pada sistem penciuman
selama 30-45 menit.
200 ppm Terjadinya kerusakan mata yang serius dan saampai
ke saraf mata.
300 ppm Kehilangan keseimbangan dan pikiran
500 ppm Menimbulkan kelumpuhan dalam waktu 3-5 menit
700 ppm Dapat menyebabkan kematian apabila tidak di
tangani dengan serius dan secepatnya.
Sumber : American National Standards Institute (ANSI Standard No. Z37.2-
1972).
menjadi rendah. Konsentrasi H2S di udara ambien yang ada di kota Amerika
Serikat sebesar 0,11 sampai 0,33 ppb, sementara lokasi yang masih dalam tahap
berkembang diperoleh konsentrasi H2S sekitar 0,02 sampai dengan 0,07 ppm.
Contoh kasus yang diakibatkan adanya efek H2S yang ada di lokasi Pozta Rica
tahun 1950 diakibatkan karena adanya kelalaian penggunaan gas didalam kilang
industri minyak yang ada di kota Mexico dekat Gulf of Mexico. Efek dari gas H2S
yang karena kebocoran pipa berjalan selama 20-25 menit yang dapat
mengakibatkan gas tersebut menyebar luas ke udara bebas serta kedaerah kawasan
permukiman penduduk. Gangguan penyakit akan muncul pada waktu 10-20 menit
sejak mulai kebocoran terjadi, adapun korban yang terjatuh yang dicatat ada 320
orang yang terserang dimana 22 orang dinyatakan meninggal dunia (Kasus H2S di
manusia setiap saat dalam kehidupannya. Untuk itu kualitas udara yang layak
udara ambien mengatur batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan
hidup, tumbuh-tumbuhan dan atau benda. Baku mutu tingkat kebauan oleh
Tabel 2
yang akan disebarkan pada bagian tubuh dan melakukan pembuangan pada
karbondioksida yang diperoleh dari hasil dari pembakaran sel. Sistem dari
pernapasan dibuat oleh beberapa bagian struktur yang berperan untuk proses
b. Pada sel alveoli dan kapiler secra bersamaan berfungsi untuk membentuk
d. Pada sistem peredaran yang utuh, pompa jantung yang efektif yang berfungsi
terbagi dari anatomi sistem pernapasan bagian bawah dan bagian atas. Adapaun
bagian dari saluran napas bagian atas yaitu: lubang hidung (cavum nasalis), sinus
paranasalis, laring dan faring. Saluran napas bagian bawah dibagi menjadi dua,
yaitu saluran udara konduktif yang terdiri dari trakhea dan bronkhus, dan saluran
Menurut Djojodibroto (2017), dalam kurung waktu 24 jam ada 300 juta
alveoli yang mempunyai total luas permukaan pada dinding yang mampu
menampung udara sebanyak 11.520 liter, sehingga kapasitas paru yang mungkin
terpajan bahan atau benda yang berbahaya yaitu gas toksik, partikel debu, dan
kuman pembawa penyakit yang terdapat diudara yang tercemar. Ketika sistem
pernapasan yang berfungsi dengan baik akan dapat menjamin jaringan untuk
memperoleh pasokan oksigen yang kuat dan akan melakukan pembuangan pada
pulmonal dalam hal bernapas, pergantian gas pada paru–paru dan jaringan,
ditransport gas oleh darah dan kemudian akan disebarkan keseluruhan bagian
tubuh.
manusia ialah proses yang berlangsung secara otomatis walaupun pada saat dalam
keadaan tertidur, hal ini disebabkan karena sistem pada pernapasan pada manusia
dipengaruhi oleh hasil susunan dari saraf otonom. Adapun lokasi berlangsungnya
suatu pergantian gas pada pernapasan dikelompokan menjadi dua jenis bagian
antara lain pernapasan bagian luar dan juga pernapasan bagian dalam. Adapun
yang dimaksud bagian pernapasan luar adalah terjadinya pergantian udara antara
udara didalam alveolus dengan darah yang didalam pembulah darah kapiler,
adanya perbedaan antara tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara
yang ada di luar tubuh. Jika tekanan udara di rongga dada tersebut lebih besar,
maka secara otomatis udara akan masuk, tetapi sebaliknya jika tekanan udara
dalam rongga dada tersebut lebih besar maka udara akan keluar. Dengan demikian
organ yang terlibat dalam pemasukan udara dan pengeluaran udara, maka
mekanisme pernapasan pada manusia dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu
antara rongga perut dan rongga dada. Adapun mekanisme pernapasan perut
mengembang. Hal ini dapat menyebabkan rongga dada akan membesar dan
tekanan udara didalam paru-paru akan lebih kecil daripada tekanan udara diluar
sehingga udara dari luar tubuh akan dapat masuk ke dalam paru-paru.
Fase ekspirasi. Fase ekspirasi adalah suatu fase relaksasi otot diafragma
(kembali ke posisi semula) sehingga rongga dada akan mengecil dan tekanan
udara didalam paru-paru akan menjadi lebih besar daripada tekanan udara dari
luar akibatnya udara yang masuk akan keluar dari paru- paru.
sebagai berikut :
akibatnya tekanan didalam rongga dada akan menjadi lebih kecil daripada tekanan
di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk kedalam tubuh manusia.
Fase ekspirasi. Fase ini adalah fase relaksasi atau yang sering dikatakan
kembalinya otot antartulang rusuk ke posisi semula yang diikuti oleh turunnya
tulang rusuk sehingga rongga dada tersebut akan menjadi kecil. Rongga dada
tekanan didalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan dari luar. Hal
ini yang dapat menyebabkan tekanan didalam rongga dada yang kaya akan
karbondioksida keluar.
pernapasan yang merupakan suatu masalah pada organ yang dimulai dari hidung
sampai alveoli serta organ-organ lainnya seperti rongga telinga tengah, sinus dan
pleura (Depkes RI, 1999). Gejala suatu penyakit dapat berupa kumpulan sindrom,
gejala umum dan gejala respiratorik. Manifestasi sistemik akibat kelainan sistem
pernapasan disebut gejala umum. Hal yang berhubungan erat dengan keluhan
gangguan pernapasan anta lain umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan
Pada sistem pernapasan orang dewasa akan memproduksi lendir 100 ml/per hari
yang biasanya tertelan, sedangkan pada saat batuk akan terjadi mekanisme yang
akan mengalami reflek untuk menjaga jalannya napas supaya selalu terbuka.
Adapun cara ini dilakukan untuk menghilangkan sekresi lendir yang menumpuk
pada saluran jalan napas, dimana gejala yang paling umum ditandai dengan batuk
produksi sputum yang sangat banyak pada dahak yang berwarna hitam
karena masuknya benda asing kedalam jalannya napas seperti bakteri maupun
hal ini yang akan dapat mempermudah terjadinya infeksi pada keluhan gangguan
pernapasan.
daerah saluran pernapasan yang didalamnya berupa pharing, laring, trakea hidung,
telinga tengah, bronchi dan paru (WHO, 1995). Sementara pada gangguan
pernapasan yang diakibatkan oleh adanya suatu partikel atau debu yang masuk
dan mengumpul didalam paru-paru dan juga diisi oleh polusi udara lainnya yang
masuk dalam tubuh. Adapun gelaja gangguan pernapasan yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
Batuk. Batuk adalah usaha untuk menjaga dan pertahanan kondisi dari
yang dimaksud dengan batuk ialah suatu tindakan yang terjadi secara
penderita yang mengalami batuk kronik ditemukan 628 sampai dengan 761 kali
mengalami batuk/hari, sedangkan pada kasus lain yaitu kasus penderita TB paru
akan mengalami batuk 327 kali/hari disusul dengan penderita influenza yaitu
154,4 kali/hari. Kondisi batuk pada seseorang biasanya terjadi keadaan yang tidak
normal dan juga adanya proses rangsangan pada keadaan psikogenik tertentu.
Dalam mekenisme batuk biasanya terjadi dalam tiga fase yaitu fase inspirasi,
kompresi dan ekspirasi. Batuk biasanya akan dimulai dengan sejumlah udara yang
kemudian akan mengalami glitis dan kembali akan menutup dimana tekanan di
dalam paru-paru akan meningkat dan pada akhirnya akan diikuti dengan
pembukaan glitis secara spondan dan ekspirasi sejumlah udalam dalam kecepatan
Dalam fase inspirasi dimulai secara cepat dan singkat dari sejumlah
kapasitas besar udara, diamana pada saat glotis terjadi secara spontan yang sudah
terbuka. Jumlah volume pada kadar udara yang diinspirasi akan sangat beragam
jumlahnya yaitu sekitar 200 sampai dengan 3500 ml diatas kapasitas residu
fungsional umumnya. Ada terdapat dua jenis manfaat utama yang dihisap
sejumlah besar volume yakni pertama volume dalam jumlah yang besar akan
diharapkan dapat mampu menghasilkan ekspirai lebih banyak dan lebih cepat
serta lebih kuat, sedangkan manfaat yang kedua yakni jumlah volume yang besar
akan memperkecil suatu rongga udara yang kemudian akan tertutup sehingga akan
terjadi pengeluaran lendir atau sekret akan mudah, setelah itu udara yang
konsidi glotis akan tertutup selama 0,2 detik dan kemudian pada masa ini tekanan
didalam paru dan abdomen akan meningkat sampai dengan 50-100 mmHg.
Penutupan terjadi pada glotis terjadi merupakan ciri dan bentuk yang khas dan
Setelah kondisi tersebut secara katif glotis akan kembali terbuka dan akan
berlangsung fase ekspirasi dimana udar akan keluar dan menggetarkan dan juga
menyebabkan keluarnya suara batuk yang biasa kita dengar. Adapun arus
ekspirasi yang maksimal akan mencapai kurang dari 3050 detik, kemudian glitis
akan terbuka dan akan diikuti dengan arus yang menentap. Kecepatan udara yang
akan dihasilkan biasanya akan mencapai 16.000 sampai dengan 24.000 cm dalam
waktu permenit dan pada fase ini akan ditemukan pengurangan diameter trakea
Sesak napas. Kondisi atau keadaan sesak napas ditandai dengan gejala
klinis yang terjadi karena adanya suatu masalah atau gangguan pada sistem
saluran pernapasan manusia. Pada kasus sesak napas ini bukan merupakan suatu
penyakit melainkan gelaja dari manifestasi dari suatu penyakit yang menyerang
sistem saluran pernapasan. Penyakit ini biasa menyerang siapa saja biasanya
disebabkan dari alergi, infeksi, inflamasi dan faktor lainya apabila tidak segera
diobati.
latihan jasmani)
Sesak napas atau dispnea bisa terjadi melalui berbagai cara seperti kondisi
ruang pada fisiologi yang meningkat yang akan menyebabkan terjadinya suatu
masalah pada sistem pertukaran gas antara gas O2 dengan gas CO2 yang bisa
terjadilah sesak napas. Dalam konsidi yang normal udara dalam ruang mati hanya
berjumlah sedikit dan dianggap tidak terlalu penting, namun pada kondisi
seseorang yang patologis disaluran pernapasan maka ruang mati akan meningkat.
Demikian juga apabila terjadi peningkatan tahanan jalan napas makan akan
mengalami pertukaran gas yang akan terganggu dan juga dapat menyebabkan
sesak napas. Sesak napas juga dapat terjadi pada seseorang yang mengalami
terhadap compliance paru maka semakin besar pula gradien tekanan trasnmual
Nyeri dada. Kondisi atau tanda pada nyeri dada paling umum ditandai
pada kondisi seseorang yang merupakan suatu tanda atau gelaja penyakit pada
jantung koroner dan bersifat progresif serta dapat menyebabkan kematian secara
mendadak, untuk itu pada kasus ini sangat perlu dilakukannnya pemerikasaan
infeksi yang terjadi dibatang tenggorokan dan bisa juga disebut dengan amandel.
Adapun penyebab atau faktor yang dapat menimbulkan sakir tenggorokan yakni
makanan yang pedas secara berlebihan dan faktor lainnya dimana kondisi seperti
ini sangat mudah untuk terkenah sakit tenggorkan, biasanya sakit tenggorokan
bisa terjadi pada siapa saja tergantung pada kondisi kekebalan atau daya tahan
mereka. Gejala suatu penyakit dapat berupa kumpulan sindrom, dimana penyakit
pada sistem pernapasan menimbulkan manifestasi klinis berupa gejala umum dan
gejala umum. Hal yang berhubungan erat dengan keluhan gangguan pernapasan
anta lain umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan lingkungan mereka tinggal
(Somantri, 2008).
pada sistem pernapasan orang dewasa akan menghasilkan lendir sebanyak 100 ml
per/hari yang biasanya tertelan. Sedangkan pada saat batuk akan terjadi
mekanisme yang akan mengalami reflek untuk menjaga jalannya napas supaya
selalu terbuka. Adapun cara ini dilakukan untuk menghilangkan sekresi lendir
yang menumpuk pada saluran jalan napas, dimana gejala yang paling umum
sputum yang berwarna kuning dapat menyebabkan terjadinya kesulitan pada saat
bernapas karena masuknya benda asing ke dalam jalannya napas seperti bakteri
gangguan pernapasan.
Sampah
adalah sebagai barang yang dibuang ke lingkungan yang tidak dipakai, tidak
digunakan yang diperoleh dari hasil aktifivitas manusia yang tidak terjadi dengan
sendirinya. Secara garis umum bahwa pengertian dari sampah merupakan dampak
dari aktivitas manusia yang dianggap benda yang tidak memiliki kegunaan yang
Adapun jenis sampah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dapat berupa
sampah gas, cair dan padat. Menurut jenisnya sampah terbagi dalam beberapa
bagian yaitu:
Rubbish. Rubbish adalah benda yang mudah terbakar atau tidak terbakar.
sampah yang didapat dari pembersih jalan, trotoar , dedaunan dan dari berbagi
tempat lainnya.
Abu atau ashes. Jenis sampah yang dihasilkan dari ampas yang terbakar
bagian hewan maupun sayuran yang berasal dari pengolahan biasanya sampah
merupakan sisa dari bangkai yang mati karena faktor alam, kecelakaan dan
penyakit.
sampah yang dihasilkan dari sisa dari bahan pesawat terbang, kapal, mobil, truk,
dari perumahan warga yang biasanya terdiri dari sampah garbage, rubbish, dan
ashes.
a. Tempat yang bisa melakukan jual-beli barang contohnya ampas dari makanan,
benda dalam bentuk kering, abu yang diperoleh dari kegiatan tersebut.
dari pemerintah setempat yang berupa tempat umum, hiburan, lapangan, jalan
umum, tempat parkir yang akan melakukan jual beli sehingga menghasilkan
sampah.
barang atau sampah seperti garbage atau sampah basah dan rubbish sampah
dalam bentuk berat maupun dalam bentuk ringan seperti pabrik makanan
4. Frekuensi harga barang, jika harga tinggi sampah yang dihasilkan akan sedikit.
5. Faktor sosial ekonomi dan budaya juga dapat menimbulkan sampah
sampah dalam suatu kawasan atau tempat dapat membawa dampak positif
a. Pengaruh positif
2. Timbunan sampah dapat membentuk suatu lahan seperti dataran rendah dan
b. Pengaruh negatif
sembarangan
1. Diare. Biasanya diare ditandai dengan adanya gejala buang air besar yang
berulang dengan konsistensi cairan yang encer, kadang juga disertai muntah,
salmonella.
pernapasan atas atau sering disebut dengan ISPA merupakan suatu kerusakan
berat pada bagian saluran pernapasan atas ataupun bawah karena terdapat
virus, kuman, bakteri, maupun jamur, ada atau tidaknya tanda yang disertai
karena adanya bahan pencemar yang disebabkan oleh udara yang mengandung
gas berbahaya yang berasal dari tumpukan sampah di TPA seperti H2S,
Metana, Amoniak.
Mycobacterium banyak dijumpai di tanah, air dan ungas. Termasuk salah satu
Aspergillosis terdapat pada makanan, sayuran basi, sampah dan tumpukan dari
Pemulung
yang mengumpulkan barang yang berasal dari sisa-sisa dari aktifitas manusia
maupun alam yang kira-kira dapat digunakan kembali. Biasanya para pemulung
tidak mendapatkan gaji atau upah seperti pekerja lainnya baik dalam bentuk
harian maupun dalam bentuk bulanan, tetapi gaji mereka didapat dari hasil
pengumpulan barang yang dihasilkan (dalam bentuk berat benda atau barang)
(Suradji, 2009).
belum mendapatkan pelayanan kesehatan pada umumnya. Adapun hal yang lain
yang ikut serta dalam menetapkan seseorang sebagai pemulung yaitu masih
rendah tingkat pendidikan, dimana sebagian besar tingkat pendidikan yang rendah
pekerjaan yang rendah, pemikiran juga mendukung untuk berfikir tidak luas, serta
modal yang mereka gunakan juga sangat terbatas yang membuat sarana yang
mereka gunakan sangat sederhana seperti goni plastik, gancu untuk mengambil
sampah atau barang bekas. Dalam menentukan faktor orang menjadi pemulung
sampah karena pendidikan yang mereka miliki masih rendah atau yang tidak
tamat dari pendidikan dasar dan kemampuan mereka miliki juga terbatas. Dalam
melewati tingkat masalah kehidupan agar tetap dapat bertahan hidup, biasanya
menjadi tidak sekolah, selain itu juga pendapatan pemulung setiap harinya jauh
Umur. Adapun usia atau umur adalah salah satu bentuk dari alasan yang
dalam perasaan, perbuatan, mental serta emosi baik laki-laki maupun perempuan
Jam kerja. Jam Kerja pada umumnya bekerja selama 8 jam/hari. Apabila
waktu kerja melebihi waktu yang telah ditentukan biasanya akan menyebabkan
Masa kerja. Lama atau tidaknya seseorang bekerja di suatu tempat sangat
penting untuk diketahui, hal ini dilakukan untuk mengetahui lamanya pekerja
telah terpapar oleh sumber penyakit yang dapat membuat seseorang mengalami
zat racun dalam satu batang rokok. Merokok suatu perilaku atau tindakan
seseorang yang sengaja membakar bahan yang terbuat dari hasil tembakau untuk
dibakar dan kemudian akan dihirup atau dihisap dimana kandungan terdapat zat
Menurut data WHO (2011) sebanyak 59.900.000 atau 34,8 persen dari
jumlah orang dewasa yang ada di Indonesia menggunakan rokok. Sementara pada
muda yaitu 15 tahun. Adapun rata-rata kalangan remaja yang merokok di usia 15
sampai 19 tahun yang berjenis kelamin pria sebesar 37,3 persen sedangkan pada
remaja wanita sebesar 3,1 persen, hal ini membuat kenaikan dalam 13 tahun
terakhir dimana 7,1 persen tahun 2001 naik 18,3 persen di tahun 2013. Daerah
yang berlokasi Sulawesi Utara dicatat bahwa 65 persen pria diusia kurang dari 15
tahun dan delapan persen wanita adalah perokok aktif (Riskesdas, 2014).
Asap rokok merupakan salah satu Particulate Matter (PM) yang berada di
udara. Partikel yang lembut dan halus sangat cepat terdorong masuk ke dalam
paru-paru yang paling dalam sehingga dapat masuk dan dialirkan kebagian
pembuluh darah atau mengendapan dalam kurung waktu yang lama. Jika partikel
dan merusak paru-paru. Pada tingkat kritis dapat menyebabkan risiko penyakit
paru.
menimbulkan keluarnya lendir atau dahak. Ketika tiba pada bulu getar yang
terdapat dalam hidung sebagian besar akan dibekukan oleh asap rokok tersebut
yang membuat lendir pada saluran pernapasan tidak bisa keluar seluruhnya yang
Penggunaan alat pelindung diri (APD). Alat pelindung diri ialah salah
satu alat ukur yang digunakan saat bekerja dan juga untuk melindungi pekerja dari
bahaya akibat kerja, selain itu juga untuk melihat seberapa besar pengaruh APD
dalam mencegah seseorang terkenah dampak dari suatu lingkungan yang dapat
diri ialah salah satu kelengkapan yang harus dan wajib dipakai saat melakukan
kesehatan dan keselamatan para pekerja, selain itu APD yang digunakan juga
harus ampuh dan pas dengan risiko yang mungkin akan terjadi, biasanya bahan
yang digunakan terbuat dari beberapa material yang mampu bertahan terhadap
diri harus mampu serta bisa mengurangi dampak kecelakaan yang mungkin terjadi
Baju kerja. Penggunan celana dan baju kerja pada saat bekerja seharusnya
tidak terlalu panjang, tidak sempit dan memiliki rongga yang luas, sedangkan
pakaian kerja seperti baju bahannya terbuat dari katun, linen, sutera dan bahan
lainnya yang sedapat mungkin tidak boleh terlalu longgar. Hal ini dilakukan untuk
melindungi para pekerja dari bahan-bahan kimia dan bahan yang lainnya
lapisan tangan dari benda yang berbau tajam serta zat yang berbahaya dan
biasanya sarung tangan sangat umum digunakan, selain itu untuk pemilihan bahan
sarung tangan juga perlu mempertimbangkan antara lain dari segi bentuk, segi
pengaman kaki harus diperhatikan karena pemakaian APD dalam hal sepatu kerja
dapat mencegah kaki dari benda yang jatuh ke kaki yang menusuk telapak kaki,
menghindari dari bahaya yang mungkin terjadi selama bekerja di dalam lokasi
kerja seperti dalam bentuk debu, gas dan uap (Harrington & Gill, 2003).
Kaca mata. Kacamata fungsinya adalah untuk melindungi area mata dari
paparan gas, uap, radiasi maupun sinar matahari yang dapat menyebabkan
gangguan pada mata. Biasanya alat yang digunakan untuk melindungi area mata
dapat berbagi jenis bentuknya ada yang berbentu kacamata biasa, ada juga yang
kacamata yang dilengkapi oleh bahan pelindung mata yang melingkupi muka
Landasan Teori
meliputi perubahan kuantitas seperti CO, O3, NH3, H2S, SO2, NO2, partikel
dibagian dalam paru, bronkitis yang lama, serta keluhan lainnya yang dapat terjadi
manusia atau faktor lain yang menyebabkan komponen dari lingkungan menjadi
berubah atau rusak yang dapat berdampak pada kesehatan manusia maupun pada
terjadinya penyakit yang bersumber dari sumbernya, kemudian akan menuju dan
bergerak dan berada dalam lingkungan (ambien). Sesudah sampai kedalam bagian
tubuh hasil dari metabolisme tersebut akan berada didalam jaringan lemak, darah,
otak yang akan berinteraksi dengan sistem pertahanan secara biologis di dalam
- Melalui udara
Tumpukan Udara yang terhirup secara Keluhan
terus-menerus Gangguan
sampah Pernapasan
- Melalui kulit yang
masuk melalui pori-
pori
Gambar 1. Kerangka teori
Kerangka Konsep
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh paparan gas Hidrogen
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
pada pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi tahun 2019.
Kelurahan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi di lokasi TPA di Zona Aktif tempat
pengambilan sampel dilakukan di tiga titik yaitu titik tumpukan sampah, titik
bongkar dan titik lokasi tempat istirahat pemulung TPA Sei Giling Kota Tebing
pengolahan data serta penyelesaian tesis yang dilakukan mulai bulan Januari
pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi yang
berjumlah 50 orang.
43
kelamin, jam kerja, masa kerja, kebiasaan merokok, penggunaan alat pelindung
adalah variabel tentang keluhan gangguan pernapasan pada pemulung di TPA Sei
1. Umur adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya keluhan
2. Jenis kelamin adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan
dalam segala hal yang berupa hal perasaan, prilaku dan rasa emosional.
3. Jam kerja per hari seseorang yang bekerja dengan baik dalam sehari pada
4. Masa kerja sangat penting bagi seseorang untuk melihat lamanya seseorang
6. Penggunaan alat pelindung diri adalah suatu alat kelengkapan yang wajib
digunakan atau dipakai pada saat bekerja, hal ini bertujuan untuk melindungi
para pekerja dari bahaya yang mungkin terjadi selama dalam bekerja.
7. Hidrogen Sulfida (H2S) adalah salah satu gas pencemar udara yang terdapat di
tempat pembuangan akhir sampah yang berbau telur busuk. Nilai baku mutu
8. Konsentrasi H2S adalah kadar nilai konsentrasi H2S di udara yang sudah
tersebuit sehingga kadar udara yang ada dilingkunga tersebut sudah tidak
sesuai dengan semestinya. Dalam hal ini pengukuran variabel konsentrasi H2S
di udara ambien didasarkan pada pengukuran secara langsung oleh seorang ahli
teknik lingkungan
9. Melebihi baku mutu adalah apabila kualitas udara yang diukur melebihi dari
nilai ambang batas yang diatur oleh Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999
10. Tidak melebihi baku mutu adalah apabila kualitas udara yang diukur tidak
melebihi dari nilai ambang batas yang diatur oleh Peraturan Pemerintah No.41
Menteri Lingkungan Hidup No.50 Tahun 1996 tentang baku tingkat kebauan.
11. Keluhan gangguan pernapasan adalah salah satu penyakit yang disebabkan
terjadi karena seseorang terlalu lama terpapar oleh udara yang sudah tercemar.
yang didasarkan pada subjektifitas yang dirasakan responden berupa batuk, flu,
12. Adanya keluhan kesehatan adalah adanya suatu gangguan kesehatan pada
seseorang akibat adanya sustu faktor yang masuk ke dalam tubuh seseorang.
Gangguan kesehatan yang dapat diserang oleh terpapranya gas H2S adalah
sistem saluran pernapasan yang dirasakan oleh pemulung yang berupa batuk,
flu, batuk berdahak, sakit tenggorokan, nyeri dada maupun sesak napas.
Tabel 3
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer
Adapun data primer dan data sekunder yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Data primer. Data primer diperoleh dari hasil observasi langsung melalui
pengukuran konsentrasi H2S di udara ambien di TPA Sei Giling kota Tebing
Tinggi yang akan dilakukan oleh seorang tenaga ahli dari Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan (BTKL), dan kemudian hasil dari pengukuran tersebut akan dianalisis
melihat konsentrasi dari gas H2S tersebut, selain itu juga dilakukannya wawancara
laporan dan rekapan dari data Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi, Puskesmas
Kebersihan dan Pertamanan yang terkait dengan data penyakit serta data dari
jumlah volume sampah yang dihasilkan di TPA Sei Giling Tebing Tinggi.
Metode Pengukuran
Tebing Tinggi akan dilakukan oleh seorang tenaga ahli dari Balai Teknik
Medan untuk melihat konsentrasi dari gas H2S di TPA tersebut. Adapun
pengambilan titik pengukuran pada konsentrasi H2S di TPA Sei Giling dengan
menentukan tiga titik zona aktif yang dimana dalam setiap titik zona aktif akan
dianggap telah mewakili konsentrasi gas H2S yang tinggi. Adapun alasan peneliti
mengambil tiga titik zona pengukuran untuk konsentrasi H2S di TPA Sei Giling
Titik tumpukan sampah. Diukur karena seluruh sampah lama dan baru
akan digabungkan ditempat titik tersebut tanpa adanya pemisahan antara sampah
yang sudah lama dengan sampah yang baru datang yang diangkit oleh mobil truk
sangat tinggi.
melakukan aktivitasnya di tempat ini, hal ini diperkuat karena ketika truk sampah
datang dengan membawah berbagai sampah dari pemukiman warga, maka para
pemulung akan berkumpul dan akan banyak melakukan kegiatannya setelah dan
anggap masih memiliki nilai jual untuk dijual kepara pengepul sampah untuk
Phenylen Diaminc dari FeCl3 yang akan membentuk Metilene blue yang
2. Spektrofotometer
dan dilarutkan dalam air kemudian ditambahkan 0,3 gram NaOH dan
aqudes hingga volume satu liter ( larutan induk). Kemudian dipipet 10 ml dan
H2S tersebut.
2. Tambahkan 0,5 ml larutan uji amin dan 3 tetes larutan FeCl3. Kemudian
3. Kemudian pengambilan sampel uji dilakukan selama 1 jam, setelah itu pompa
penghisap dimatikan.
1. Diambil 10 ml larutan sampel uji dalam midget (suhu kamar) ke dalam labu
2. Sebanyak 0,5 ml larutan amin dan 3 tetes FeCl3 ditambahkan ke dalam labu
takar.
3. Air suling ditepatkan sampai pada tanda batas yang ditentukan, kemudian akan
menit.
variabel independen.
frekuensi dan persentase dari setiap variabel. Variabel tersebut adalah keluhan
gangguan pernapasan, dan karakteristik pemulung yaitu umur, jenis kelamin, jam
kerja, masa kerja, kebiasaan merokok, penggunaaan alat pelindung diri dan
variabel bebas yang berhubungan dengan variabel terikat. Uji yang digunakan
adalah uji chi-square dengan data kategorik (data numerik yang sudah diubah
menjadi dua kelompok ). Ho ditotak bila p value <0,05 pada taraf kepercayaan 95
persen.
untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yang paling dominan dengan variabel
Hasil Penelitian
Kota Tebing Tinggi berada pada posisi koordinat geografi 03º 16´ LU-03º
23´LU- dan 99º 07´ BT - 99º 12´ BT dengan ketinggian diantara 26-34 m diatas
temperatur udara antara 25o–27oC dan kondisi alam Kota Tebing Tinggi
dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.
Tebing Tinggi dikelilingi oleh beberapa perkebunan besar yang merupakan milik
Serdang Bedagai.
3. Sebelah Timur, berbatasan dengan PT. Soefindo Tanah Besi dan PTPN - III
tiga kecamatan dengan dua puluh tujuh kelurahan yakni Kecamatan Padang Hulu,
Padang Hilir dan Rambutan namun sejak tahun 2006 melalui Perda No. 15 Tahun
54
Universitas Sumatera Utara
55
Padang Hilir, Rambutan, Bajenis dan Tebing Tinggi Kota dengan total
seluruhnya tiga puluh lima Kelurahan. Jumlah penduduk Kota Tebing Tinggi
berdasarkan Tebing Tinggi Dalam Angka Tahun 2018 sebesar 156.815 jiwa
Lokasi Tempat Proses Akhir (TPA) Sei Giling di Kota Tebing Tinggi
berada di kawasan pinggiran Kota Tebing Tinggi yang bertempat di Jalan Baja
Kecamatan Padang Hilir dengan jarak sekitar lima km dari pusat Kota Tebing
Tinggi. Tempat Pembuangan Akhir Sampah atau sering disebut dengan TPA yang
disatu tempat. TPA Tebing Tinggi yang berada dilokasi Sei Giling Kota Tebing
yaitu sampah dibiarkan begitu saja di daerah yang terbuka tanpa adanya perlakuan
dari pihak terkait, tentunya hal ini sangat bertentangan dengan sistem pengolahan
cara penimbunan sampah padat pada suatu tempat atau lahan yang telah
TPA Sei Giling berdiri tahun 2007 sampai sekarang dimana lokasi TPA
berada di jalan Baja Padang Hilir Kota Tebing Tinggi. Adapun kapasitas luas
TPA adalah ≤ lima hekter atau 50.000 m². Jumlah rata-rata volume sampah yang
rata-rata 24,179 ton/bulan dan 96,71 m3/hari sampah, sementara volume sampah
ton/tahun dengan rata-rata 26.67 ton/bulan dan rata-rata 106,68 m3/hari sampah
yang terangkut ke TPA Kota Tebing Tinggi. Jenis kendaraan yang masuk ke TPA
sebanyak dua puluh dua jenis kendaran dengan pembagian jenis kendaraan
sebagai berikut yaitu dua belas jenis Dump Truck, tujuh jenis kendaraan Arm Roll
Truck, satu jenis kendaraan Sweeper Truck, satu jenis kendaraan Compactort dan
satu jenis kendaraan Fuso Truck dimana semua jenis kendaraan tersebut setiap
harinya membawa sampah dan dibuang ke TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi.
dumping, dimana sistem ini tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang ini
tidak sehat. Kondisi lahan TPA yang seperti ini diperlukan penanganan cepat
sehingga tanah yang dicemari oleh akibat limbah padat ini tidak menimbulkan
masalah baru dalam penyediaan sumber air yang berasal dari air tanah. Lambat
laun dengan kondisi seperti ini akan menimbulkan kerugian yang lebih banyak
lainnya.
Hasil Analisis Univariat (Umur, Jenis Kelamin, Jam Kerja, Masa Kerja dan
Penggunaan Alat Pelindung Diri ) di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi
Tahun 2019
Sei Giling Kota Tebing Tinggi Tahun 2019. Berdasarkan hasil penelitian pada
karakteristik pemulung yang meliputi umur, jenis kelamin, jam kerja, masa kerja,
kebiasaan merokok, penggunaan alat pelindung diri dan konsentrasi gas H2S di
udara ambien di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi di sajikan dalam bentuk
Tabel 4
bahwa pemulung yang berumur ≥30 tahun yaitu sebanyak 32 orang (64,0%),
laki yaitu 17 orang (34,0%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemulung yang
Pada jam kerja diketahui bahwa pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling
bekerja ≥8 jam/hari sebanyak 25 orang (50,0%) dan yang bekerja <8 jam/hari
sebanyak 25 orang (50,0%). Hal ini disebabkan karena menurut pendapat para
pemulung semakin lama mereka bedara di TPA, maka semakin banyak jumlah
bertambah.
Pada masa kerja diketahui bahwa pemulung yang bekerja ≥3 tahun yaitu
sebanyak 32 orang (64,0%), sedangkan pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling
<3 tahun sebanyak 18 orang (36,0%). Hal ini di karenakan banyak dari antara
karyawan tetap, dan sebagian besar pemulung adalah ibu rumah tangga, sehingga
mereka melilih bekerja sebagai pemulung dengan alasan dapat menghasilkan nilai
perempuan, selain itu juga pemulung tidak merokok karena mereka merasa
orang (48,0%). Hal ini disebabkan karena pemulung merasa tidak nyaman saat
menggunakan alat pelindung diri yang lengkap saat bekerja dan juga mereka
di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi Tahun 2019. Pengukuran kualitas udara
di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi dilakukan di tiga titik pengukuran yang
merupakan zona aktif Hidrogen Sulfida. Adapun tempat tiga titik yang dilakukan
sampah dan tempat istirahat pemulung, dimana ketiga titik tersebut terletak tepat
di tengah-tengah tumpukan sampah dan memiliki jarak yang sangat dekat antara
Pengukuran dilakukan pada tanggal 28 Mei 2019 pada pagi sampai siang
hari yang dimulai pukul 10.30 hingga pukul 13.40 Wib, dengan durasi setiap titik
dilakukan satu titik pengukuraan dengan waktu pengukuran selama satu jam
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh KemenLH tentang cara pengukuran
kadar H2S di udara ambien. Pada saat pengukuran kondisi keadaan cuaca cukup
panas. Pada titik pertama suhu 34,5oC, titik kedua 34,7oC, dan titik ketiga 34,6oC
dimana tekanan udara yang digunakan saat pengukuran adalah 758 mmHg.
menyebabkan kelembaban pada tanah di sekitar TPA Sei Giling. Adapun hasil
titik berbeda yaitu titik pertama (57,7%), titik kedua (60,3%) dan titik ketiga
(54,6%).
pengukuran diperoleh nilai konsentrasi H2S tertinggi di dapat dari titik tumpukan
sampah sebesar 0,029 ppm, titik pembongkaran sampah yaitu sebesar 0,025 ppm,
sedangkan pada titik ketiga yaitu titik istirahat di peroleh nilai konsentrasi H2S
sebesar 0,016 ppm. Hasil pengukuran konsentrasi H2S di udara ambien di TPA
Sei Giling Kota Tebing Tinggi yang dilakukan oleh seorang tenaga ahli dari
pengukuran pada masing-masing titik selama satu jam pengambilan sampel sesuai
konsentrasi gas H2S di udara ambien di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi pada
Tabel 5
Hasil Pengukuran Konsentrasi Gas Hidrogen Sulfida di Udara Ambien TPA Sei
Giling Kota Tebing Tinggi
ambien yang dilakukan pengukuran pada TPA Sei Giling di tiga titik pengambilan
sampel diketahui konsentrasi H2S melebihi baku mutu yang diperbolehkan yaitu
pada titik tumpukan sampah sebesar 0,029 ppm dan titik bongkar 0,025 ppm,
sedangkan pada titik istirahat di dapatkan konsentrasi H2S di udara ambien masih
sesuai dengan nilai baku mutu yang diperbolehkan yaitu 0,016 ppm.
Tabel 6
Hasil Paparan Konsentrasi Gas Hidrogen Sulfida yang Melebihi dan Tidak
Melebihi Baku Mutu di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi
Sulfida (H2S) di udara ambien dapat dilihat bahwa paparan konsentrasi H2S yang
melebihi baku mutu yaitu sebanyak 22 pemulung (44%) yang di dapat dari tempat
istirhat pemulung, sedangkan paparan konsentrasi H2S yang melebihi baku mutu
yaitu sebanyak 28 pemulung (56%) yang diperolah dari tempat titik tumpukan
pengukuran H2S dan pada saat diobservasi dimana konsentrasi H2S yang melebihi
baku mutu sebanyak 28 orang pemulung yang berada pada titik tumpukan sampah
dan titik bongkar, sedangkan pemulung yang menghirup udara ambien dengan
Giling Kota Tebing Tinggi Tahun 2019. Analisis univariat distribusi frekuensi
pada keluhan yang dialami oleh pemulung yaitu batuk, flu, demam, sakit kepala,
sesak napas, nyeri dada dan sakit tenggorokan. Keluhan saluran pernapasan yang
dialami pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi dapat diketahui pada
Tabel 7
oleh pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi adalah batuk
kepala 26 orang (52%), sesak napas sebanyak 24 orang pemulung (48%), flu 23
orang (46%), sedangkan sakit tenggorokan sebanyak 22 orang (44%), nyeri dada
Tabel 8
Hasil Keluhan Gangguan Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota
Tebing Tahun 2019
Hasil Analisis Bivariat (Umur, Jenis Kelamin, Jam Kerja, Masa Kerja,
Kebiasaan Merokok, Penggunaan Alat Pelindung Diri dan Konsentrasi H2S)
Terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling
Kota Tebing Tinggi Tahun 2019
variabel independen yang meliputi umur, jenis kelamin, jam kerja, masa kerja,
kebiasaan merokok, penggunaan alat pelindung diri dan konsentrasi gas H2S di
udara ambien dengan variabel dependen yaitu keluhan gangguan pernapasan pada
pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi. Uji yang dilakukan pada
analisis bivariat ini adalah menggunakan uji Chi-Square pada taraf kemaknaan
yaitu 95 persen atau nilai p<0,05. Adapun hasil analisis uji bivariat pada
Tabel 9
Keluhan Gangguan
Total
Pernapasan
Variabel Ada Tidak ada
p-value
keluhan keluhan n %
n % n %
Umur
< 30 tahun 12 66,6 6 33,3 18 100 1.000
≥ 30 tahun 21 65,6 11 34,3 32 100
Jenis kelamin
Laki-laki 14 82,3 3 17,6 17 100 0,420
Perempuan 19 57,5 14 42,5 33 100
Jam kerja
100
<8jam/hari 14 56 11 44 25 0,003
100
≥8jam/hari 22 88 3 12 25
Masa kerja
100
<3 tahun 11 61,1 7 38,9 18 0,006
100
≥3 tahun 26 81,2 6 18,75 32
Kebiasaan merokok
100
Merokok 15 78,9 4 21,1 19 0,428
100
Tidak merokok 18 58,1 13 41,95 31
Penggunaan APD
Menggunakan 100
11 45,8 13 54,2 24 0,010
Tidak 100
22 84,6 4 15,4 26
menggunakan
Konsentrasi H2S
Melebihi NAB 100
24 85,7 4 14,3 28 0,010
Tidak melebihi 100
9 40,9 13 59,1 22
NAB
TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi dengan mengunakan uji chi-square diperoleh
nilai p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada pengaruh antara umur pemulung
terhadap keluhan gangguan pernapasan pada pemulung di TPA Sei Giling Kota
Tebing Tinggi. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Elmina (2016)
bahwa ada pengaruh umur pemulung antara 21-30 tahun dan 31-40 tahun terhadap
gangguan pernapasan pada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota
Tebing Tinggi dengan mengunakan uji chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang
berarti bahwa tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap keluhan gangguan
pernapasan pada pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi. Hasil
penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Guyton, dkk (2008) yang menyatakan
bahwa jenis kelamin dapat mempengaruhi kapasitas paru karena secara anatomi
sudah jelas berbeda, dimana volume dan kapasitas paru pada wanita kira-kira 20
pada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi dengan
mengunakan uji chi-square diperoleh nilai p<0,05 yang berarti bahwa ada
pada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi dengan
mengunakan uji chi-square diperoleh nilai p<0,05 yang berarti bahwa ada
pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Harning (2013), bahwa pemulung dengan masa kerja dan tinggal di
(88,2%). Hal ini dikarenakan semakin lama seseorang bekerja, maka semakin
banyak terapapar zat berbahaya ke dalam tubuh oleh lingkungan kerja yang tidak
dampak buruk bagi kesehatan karena kondisi yang kering, berdebu, panas, bau
Penelitian Sungkawa tahun 2008 seseorang tidak boleh terpapar gas H2S
lebih dari delapan jam/hari karena semakin lama seseorang terpapar H2S maka
semakin cepat dan tinggi reaksi yang akan terjadi. Hal ini merupakan hal yang
kerja para pemulung di TPA Sei Giling sudah melebihi standar jam pekerja yang
telah ditentukan oleh Perundang-undangan tenaga kerja yaitu delapan jam lebih
dari itu maka dihitung lembur, sehingga dapat dikaitkan bahwa jam kerja
pernapasan pada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi
dengan mengunakan uji chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang berarti bahwa
memperberat kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja padi dengan risiko 2,8
kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak merokok. Kebiasaan merokok
bukan hanya akan mengurangi tingkat pertukaran oksigen dalam darah, tetapi juga
akan menjadi faktor potensial dari beberapa penyakit paru, sehingga kebiasaan
dilakukan oleh Andhika (2016), diketahui bahwa tidak ada hubungan kebiasaan
perubahan struktur, fungsi saluran nafas dan jaringan paru-paru. Akibat perubahan
anatomi saluran nafas pada perokok, akan timbul perubahan pada fungsi paru
gangguan pernapasan pada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota
Tebing Tinggi dengan mengunakan uji chi-square diperoleh nilai p<0,05 yang
berarti bahwa ada pengaruh penggunaan alat pelindung diri pemulung terhadap
keluhan gangguan pernapasan pada pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing
Tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Susilawati (2004), yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
penggunaan alat pelindung diri dengan penyakit kulit dan gangguan pernapasan di
TPA Jatibarang.
pernapasan pada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi
dengan mengunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p<0,05 yang berarti bahwa
Sianipar (2009) tentang analisis risiko paparan Hidrogen Sulfida pada masyarakat
rata-rata konsentrasi Hidrogen Sulfida di TPA Terjun sudah melebihi baku mutu
Uji statistik dalam analisis multivariat yang digunakan pada penelitian ini
adalah regresi logistik dimana variabel dependen berupa variabel kategorik yang
syarat untuk masuk dalam regresi logistik dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 10
Variabel Nilai p
Umur 1.000
Jenis Kelamin 0,351
Jam kerja 0,003*
Masa kerja 0,006*
Kebiasaan merokok 0,428
Penggunaan APD 0,010*
Konsentrasi H2S 0,010*
*variabel yang memenuhi syarat masuk ke regresi logistik
memenuhi kriteria analisis multivariat adalah jam kerja, masa kerja, penggunaan
alat pelindung diri dan konsentrasi H2S di udara ambien. Selanjutnya variabel
independen tersebut akan dilakukan analisis untuk melihat variabel mana yang
pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi tahun 2019 dengan
Tabel 11
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik pada Jam Kerja, Masa Kerja,
Penggunaan Alat Pelindung Diri dan Konsentrasi H2S Terhadap Keluhan
Gangguan Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi
Tahun 2019
95% CI
Variabel p-value B Exp(B) Lower Upper
Limit Limit
Tabel 11
(bersambung)
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik pada Jam Kerja, Masa Kerja,
Penggunaan Alat Pelindung Diri dan Konsentrasi H2S Terhadap Keluhan
Gangguan Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi
Tahun 2019
95% CI
Variabel p-value B Exp(B) Lower Upper
Limit Limit
Masa kerja 0,058 1.777 5.910 941 37.138
Penggunaan APD 0,005 -3.090 .046 .005 .384
Konsentrasi H2S 0,003 -3.689 .025 .002 .275
Constant .066 4.995 147.741
Seleksi 1
Penggunaan APD 0,003 -3.209 040 .005 .333
Konsentrasi H2S 0,002 -3.712 .024 .002 .258
Masa kerja 0,052 1.811 6.118 .986 37.964
Constant 0,016 5.732 308.454
Seleksi 2
Penggunaan APD 0,004 -2.711 .066 .010 .426
Konsentrasi H2S 0,002 -3.280 .038 .038 .298
Jam kerja 0,046 .593 1.809 .363 9.005
Constant 0,009 6.686 226.833
Seleksi 3
Penggunaan APD 0,001 -2.840 .934 .009 .364
Konsentrasi H2S 0,002 -3.369 1.048 .004 .268
bahwa setelah variabel jam kerja, masa kerja, penggunaan alat pelindung diri dan
memiliki nilai p yang paling besar yaitu p>0,05 sehingga masa kerja tidak dapat
dimasukkan kedalam tahap dua. Pada tahap dua diketahui bahwa variabel yang
dianalisis adalah variabel jam kerja, penggunaan alat pelindung diri dan
konsentrasi H2S ternyata variabel jam kerja memiliki nilai p yang tinggi yaitu
p>0,05 sehingga jam kerja tidak dapat dimasukkan ke dalam tahap tiga. Pada
tahap tiga diketahui bahwa variabel yang dianalisis adalah variabel penggunaan
alat pelindung diri dan konsentrasi H2S, dimana dapat dilihat variabel penggunaan
alat pelindung diri dan konsentrasi H2S memiliki nilai p<0,05, sehingga variabel
penggunaan alat pelindung diri dan konsentrasi H2S merupakan variabel yang
paling berpengaruh dalam penelitian ini dengan nilai Exp.B adalah sebagai
berikut variabel penggunaan alat pelindung diri 934 dan konsentrasi H2S 1,048.
gangguan pernapasan pada pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi
2.849
Berdasarkan persamaan tersebut, secara17.267
keseluruhan didapatkan nilai
2.849 77,5 persen, hal ini berarti konsentrasi
peluang+1,37+3.97x2-1.49+223x3+1.34+3.83x4
adalah 17.267H2S di udara ambien dan
keluhan gangguan pernapasan di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi sebesar 77,5
persen, sedangkan 22,5 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.
Pembahasan
Pada variabel umur diketahui bahwa umur pemulung yang yang berumur
≥30 tahun sebanyak 64 persen dan pemulung yang berumur <30 tahun sebanyak
pernapasan pada pemulung diketahui bahwa tidak ada pengaruh antara umur
terhadap keluhan gangguan pernapasan pada pemulung di TPA Sei Giling Kota
Tebing Tinggi dengan nilai p>0.05. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui
bahwa kelompok umur ≥30 tahun maupun <30 tahun bisa saja mengalami keluhan
gangguan pernapasan apabila dikaji lebih dalam, dimana setiap orang mempunyai
seseorang.
tidak ada pengaruh antara umur terhadap keluhan gangguan pernapasan pada
pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi, sehingga variabel
umur tidak dapat masuk ke dalam analisis multivariat karena nilai p>0,25.
seluruhnya membandingkan kaitan umur ≥30 tahun maupun <30 tahun terhadap
paparan CH4 dan H2S terhadap keluhan gangguan pernapasan pemulung yang
menyatakan bawaha tidak ada hubungan yang signifikan antara umur terhadap
72
Universitas Sumatera Utara
73
Ponorogo tahun 2016. Selanjtnya penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian
pernapasan yang menyatakan bahwa pemulung yang berumur 21-30 tahun dan 31-
kepada konsidi daya tahan tubuh seseorang terhadap kuman atau bakteri yang
sebanyak (34%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemulung yang berjenis
kelamin perempuan lebih banyak dari pada pemulung yang berjenis kelamin laki-
laki. Hasil analisis pengaruh antara jenis kelamin diperoleh nilai p=0,420 atau
p>0,05 yang artinya bahwa tidak ada pengaruh antara jenis kelamin terhadap
keluhan gangguan pernapasan pada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling
gangguan pernapasan dapat diketahui nilai p>0,025, maka variabel jenis kelamin
perempuan bisa saja mengalami keluhan gangguan pernapasan apabila dikaji atau
diteliti lebih dalam bahwa setiap orang memiliki nilai peluang untuk dapat
mengalami keluhan gangguan pernapasan tergantung pada gaya hidup dan faktor
pendukung lainnya.
secara anatomi sudah jelas berbeda, dimana volume dan kapasitas paru jenis
Berdasarkan hasil uji univariat yang dilakukan di TPA Sei Giling Kota
Tebing Tinggi pada variabel lama kerja pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling
sedangkan pemulung yang bekerja lebih dari delapan jam/hari ada (50%).
gangguan pernapasan dapat diketahui nilai p=0,003 atau p<0,05 yang artinya
bahwa ada pengaruh jam kerja terhadap keluhan gangguan pernapasan pada
pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi, sehingga jam
kerja pemulung dapat masuk ke dalam analisis multivariat karena nilai p<0,025
tidak ada pengaruh jam kerja terhadap keluhan gangguan pernapasan pada
pemulung di TPA Sei Giling dengan nilai p=0,059. Pada saat wawancara yang
jam delapan pagi sampai jam enam sore, hal ini mereka lakukan dengan alasan
supaya barang-barang yang mereka hasilkan banyak agar bisa dijual untuk
menghasilkan jumlah uang yang mereka harapkan. Jam kerja yang terpapar gas
H2S yang melebihi delapan jam/hari tanpa adanya penggunaan alat pelindung diri
adalah delapan jam kerja dalam lima hari atau 40 jam dalam seminggu. Hal ini
menunjukkan bahwa rata- rata pemulung bekerja melebihi jam kerja standar yang
Penelitian Sungkawa tahun 2008 seseorang tidak boleh terpapar gas H2S
lebih dari delapan jam/hari karena semakin lama seseorang terpapar H2S maka
semakin cepat dan tinggi reaksi yang akan terjadi. Hal ini merupakan hal yang
kerja para pemulung di TPA Sei Giling sudah melebihi standar jam pekerja yang
telah ditentukan oleh Perundang-undangan tenaga kerja yaitu delapan jam lebih
dari itu maka dihitung lembur, sehingga dapat dikaitkan bahwa jam kerja
Berdasarkan hasil uji univariat yang dilakukan di TPA Sei Giling Kota
Tebing Tinggi pada masa kerja pemulung yang bekerja bahwa pemulung yang
bekerja lebih dari tiga tahun ada (64%), sedangkan yang pemulung yang bekerja
kurang tiga tahun sebanyak (36%). Hasil analisis pengaruh antara masa kerja
atau p<0,05 yang artinya bahwa ada pengaruh antara masa kerja terhadap keluhan
gangguan pernapasan pada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota
Tebing Tinggi, sehingga dapat masuk ke dalam analisis multivariat karena nilai
p<0,025.
tidak ada pengaruh masa kerja terhadap keluhan gangguan pernapasan pada
pemulung di TPA Sei Giling dengan nilai p=0,058. Penelitian ini tidak sejalan
masa kerja dan tinggal di TPA Jatibarang ≥3tahun mengalami gangguan keluhan
pernapasan sebesar (88,2%). Hal ini dikarenakan semakin lama seseorang bekerja,
maka semakin banyak terapapar zat berbahaya ke dalam tubuh oleh lingkungan
kerja yang tidak sehat. Lingkungan kerja di TPA Jatibarang sangat berpotensi
menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan karena kondisi yang kering, berdebu,
panas, bau (dari tumpukan sampah). Bau yang timbul dari timbunan sampah
pernapasan.
Berdasarkan hasil uji univariat yang dilakukan di TPA Sei Giling Kota
Tebing Tinggi pada kebiasan merokok pemulung yang merokok 19 orang (38%),
dengan nilai p=0.048 atau p>0,05 yang artinya tidak ada pengaruh kebiasaan
TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi, sehingga kebiasaan merokok tidak dapat
masuk ke dalam tahap uji multivariat karena nilai p>0,025. Pemulung yang
mempunyai kebiasaan merokok dan tidak merokok bisa saja mengalami risiko
keluhan gangguan pernapasan dikaji atau diteliti lebih dalam bahwa setiap orang
pekerja yang terpapar debu dan zat toksik dilingkungan kerja akan memperbesar
nyaman dan tercemar. Penelitian yang dilakukan oleh Andhika (2016), diketahui
dan jaringan paru – paru. Akibat perubahan anatomi saluran nafas pada perokok,
akan timbul perubahan pada fungsi paru dengan segala macam gejala klinisnya
pelindung diri pemulung yang menggunakan alat pelindung diri saat bekerja
dengan nilai p=0,010 atau nilai p<0,05 yang berarti bahwa ada pengaruh
pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi, sehingga
penggunakan alat pelindung diri dapat masuk ke dalam analisis multivariat karena
nilai p<0,025.
nilai rasio prevalen 934 (009-364) yang artinya pemulung yang tidak
Susilawati (2004), yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
Berdasarkan hasil uji univariat yang dilakukan di TPA Sei Giling Kota
Tebing Tinggi pada konsentrasi H2S di udara yang melebihi nilai ambang batas
konsentrasi H2S yang tidak melebihi baku buku yaitu 22 orang (44%).
Hasil dari bivariat pada konsentrasi H2S di udara ambien terhadap keluhan
gangguan pernapasan dapat diketahui dengan nilai p<0,05 yang berarti bahwa ada
pernapasan pada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi.
diperoleh nilai p<0,05, maka variabel konsentrasi H2S di udara ambien dapat
dengan nilai rasio prevalen adalah 1.048 (004-268) yang berarti bahwa
konsentrasi H2S pada pemulung terpapar yang melebihi nilai ambang batas
konsentrasi dibawah nilai baku mutu. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Sianipar (2009) tentang analisis risiko paparan Hidrogen Sulfida
melebihi baku mutu yaitu sebesar 0,0290 mg/m³, sementara penelitian Meirinda
kualitas udara di dalam rumah tidak memenuhi syarat kesehatan yang disebabkan
Implikasi Penelitian
di TPA Sei Giling telah melebihi nilai baku mutu yang diperbolehkan yaitu 0.02
ppm. Adapun hasil rata-rata konsentrasi H2S pada ketiga titik pengukuran
diperoleh nilai konsentrasi H2S yaitu 0,025 ppm. Selain konsentrasi H2S yang
melebihi baku mutu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa para pemulung
rata-rata tidak menggunakan alat pelindung diri pada saat bekerja sehingga udara
yang terkontaminasi dengan gas Hidrogen Sulfida sangat mudah terhidup dan
perhatian bagi pemulung agar dapat menggunakan alat pelindung diri pada saat
konsentrasi H2S ke dalam tubuh melalui udara yang di hirup yang telah
Keterbatasan Penelitian
desain cross sectional, karena peneliti hanya ingin melihat pengaruh paparan gas
pernapasan pada pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi. Penelitian
hanya melakukan wawancara hanya dalam satu waktu. Untuk mengatasi hal
ini hanya dilakukan kepada pemulung dan tidak kepada para pekerja pengangkut
sampah maupun mandor karena mereka tidak selalu berada dilokasi TPA. Selain
itu, penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan secara medis dengan tim Dokter
yangcukup mahal.
Kesimpulan
pernapasan pada pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi maka dapat
mengalami keluhan gangguan pernapasan yang bekerja di TPA Sei Giling Kota
Tebing Tinggi Tahun 2019. Pemulung yang berusia ≥30 tahun (64%), (66%)
pemulung masa kerja ≥ tiga tahun, (62%) pemulung tidak merokok, 52 peresen
pemulung tidak menggunakan alat pelindung diri dan 56 persen konsentrasi H2S
Konsentrasi H2S melebihi baku mutu pada dua titik pengambilan sampel
yaitu titik tumpukan sampah (0,029 ppm) dan titik bongkar (0,025 ppm)
sedangkan pada titik istirahat tidak melebihi baku mutu (0,016 ppm), berdasarkan
signifikan antara jam kerja, masa kerja, penggunaan alat pelindung diri dan
Sei Giling Kota Tebing Tinggi Tahun 2019. Variabel yang paling dominan
81
Universitas Sumatera Utara
82
konsentrasi H2S di udara ambien di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi dengan
gas Hidrogen Sulfida (H2S) yang melebihi nilai ambang batas berpengaruh
sebesar 1,048 kali pada pemulung terhadap keluhan gangguan pernapasan pada
nilai ambang batas. Konsentrasi H2S dan tidak menggunakan alat pelindung diri
Saran
dalam hal pengelolaan sampah agar sistem pengelolaan sampah mengarah pada
yaitu Hidrogen Sulfida (H2S). Selain itu juga perlu melakukan manajemen risiko
Giling dengan menggunakan hasil penelitian ini sebagai acuan untuk memberikan
informasi mengenai pengaruh paparan gas Hidrogen Sulfida (H2S) yang dihirup
oleh pemulung dan dampak kesehatan yang mungkin timbul akibat paparan gas
Kepada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling diharapkan untuk selalu
menggunakan alat pelindung diri terutama masker selama berada di lokasi tempat
sampah, sehingga dapat mencegah masukknya udara yang terkontaminasi oleh gas
bagi ilmu pengetahuan sebagai informasi pengaruh paparan gas Hidrogen Sulfida
(H2S) pada pemulung di TPA Sei Giling dan dapat dijadikan sabagai literatur
dikembangkan lebih dalam, seperti pengukuran kadar gas Hidrogen Sulfida (H2S)
pada gangguan pernapasan pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota
lainnya yang terdapat di tempat penumpukan sampah seperti gas amonia dan gas
Daftar Pustaka
Akbar, R. A. (2016). Pengaruh paparan CH4 dan H2S terhadap keluhan gangguan
pernapasan pemulung di TPA Mrican Kabupaten Ponorogo. Journal
Industrial Hygiene and Occupational Health, 1(1), 1-14
Asih, N. G. Y., & Effendy, C. (2003). Keperawatan medikal bedah: klien dengan
gangguan sistem pernafasan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
84
Universitas Sumatera Utara
85
bitstream/handle/123456789/37869/Reference.pdf?sequence=2&isAllowed
=y
Chandra, B. (2007). Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. (2018). Profil Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018. Diakses dari http://
dinkes.sumutprov.go.id/v2/download.html
Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi. (2018). Profil Kesehatan Kota Tebing :
Program Pengendalian ISPA, Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana Kota Tinggi Tinggi tahun 2018. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOTA_
2018/1274_Sumut_Kota_Tebing_Tinggi_2018.pdf
Ditjen PPM & PL. (2001). Parameter Pencemaran Udara dan Dampaknya
terhadap Kesehatan Manusia dan Lingkungan. Diakses dari
http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66589/potongan/S2-2013-
293731-bibliography.pdf
Djojodibroto, D. (2017). Respirologi (respiratory medicine) (Edisi ke-2). Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Guyton, A. C., & Hall, J. E (2008). Buku ajar fisiologi kedokteran (textbook of
medical physiology). Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Hartini, E., & Kumalasari, R. J (2015). Faktor risiko paparan gas amonia dan
hidrogen sulfida terhadap keluhan gangguan kesehatan pada pemulung di
TPA Jatibarang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 14 (1), 1-
10
Johansen, D., Ytrehus, K., & Baxter, G. F. (2006). Exogenous hydrogen sulfide
(H2S) protects against regional myocardial ischemia–reperfusion
injury. Basic Research in Cardiology Journal, 101(1), 53-60.
Putri, R. T., Joko, T., & Dangiran, H. L (2017). Hubungan karakteristik pemulung
dan penggunaan alat pelindung pernapasan dengan keluhan gangguan
pernapasan pada pemulung di TPA Jatibarang, Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 5(5), 838-849.
Medan,
Responden
(……………….……………)
KUESIONER PENELITIAN
PENGARUH PAPARAN HIDROGEN SULFIDA (H2S) DAN
KARAKTERISTIK PEMULUNG TERHADAP KELUHAN
GANGGUAN PERNAFASAN PEMULUNG
DI TPA SEI GILING KOTA
TEBING TINGGI
TAHUN 2019
PETUNJUK PENGISIAN
JAWABLAH PERTANYAAN YANG TERSEDIA DIBAWAH INI
SESUAI DENGAN KEADAAN YANG SEBENARNYA
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Nama :
Umur :
Jenis kelamin : 1. Laki-laki
2. Perempuan
Alamat :
PERTANYAAN
A. Jam kerja
1. Berapa jam bapak/ibu bekerja sebagai pemulung dalam sehari di TPA
Sei Giling?
1. < 8 jam/hari 2. > 8 jam/hari
B. Masa kerja
1. Berapa tahun bapak/ibu bekerja sebagai pemulung di TPA Sei Giling?
1. ≤ 3 tahun 2. ≥ 3 tahun
C. Kebiasaan Merokok
1. Apakah bapak/ibu tau bahwa merokok itu merugikan kesehatan?
1.Ya 2. Tidak
2. Apakah bapak/ibu tau istilah perokok aktif dan pasif?
1. Ya 2. Tidak
Gerbang utama
Jalan masuk Ke TPA
Pos 1
Tempat
Petugas/
Mandor
Titik Pembongkaran
Sampah
Tempat
Tempat
Alat berat Istirahat
yang siap Pemulung
beroperasi
Umur Responden
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid < 30 tahun 18 36.0 36.0 36.0
>30 tahun 32 64.0 64.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid laki-laki 17 34.0 34.0 34.0
perempuan 33 66.0 66.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 8 jam/hari 25 50.0 50.0 50.0
>8 jam/hari 25 50.0 50.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid < 3 tahun 18 36.0 36.0 36.0
> 3 tahun 32 64.0 64.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak
30 60.0 60.0 60.0
merokok
merokok 20 40.0 40.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak
26 52.0 52.0 52.0
menggunakan
menggunakan 24 48.0 48.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Keluhan batuk
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Keluhan demam
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak 26 52.0 52.0 52.0
ya 24 48.0 48.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Keluhan flu
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak 27 54.0 54.0 54.0
ya 23 46.0 46.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Keluhan sakit_kepala
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak 24 48.0 48.0 48.0
ya 26 52.0 52.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Keluhan sesak_napas
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak 26 52.0 52.0 52.0
ya 24 48.0 48.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Keluhan nyeri_dada
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak 30 60.0 60.0 60.0
ya 20 40.0 40.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Keluhan sakit_tenggorokan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak 28 56.0 56.0 56.0
ya 22 44.0 44.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak ada
17 34.0 34.0 34.0
keluhan
ada keluhan 33 66.0 66.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak melebihu
22 44.0 44.0 44.0
NAB
melebihi NAB 28 56.0 56.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Pemulung 37 2 2 1 2 0 1 1 0 1
Pemulung 38 2 2 2 1 1 1 0 1 1
Pemulung 39 2 1 2 2 1 1 0 0 1
Pemulung 40 2 2 1 2 0 0 1 1 1
Pemulung 41 1 1 2 2 1 1 0 1 0
Pemulung 42 1 2 1 1 0 0 1 1 1
Pemulung 43 2 1 1 2 1 1 0 0 1
Pemulung 44 1 2 2 2 0 1 1 1 1
Pemulung 45 1 2 1 2 1 1 0 0 0
Pemulung 46 2 1 2 1 0 0 0 1 1
Pemulung 47 2 2 1 2 1 1 1 0 0
Pemulung 48 2 1 2 2 0 0 0 0 1
Pemulung 49 2 2 1 2 1 1 0 1 1
pemulung 50 2 2 1 2 1 1 0 1 1