Anda di halaman 1dari 126

PENGARUH PAPARAN HIDROGEN SULFIDA (H2S) DAN

KARAKTERISTIK PEMULUNG TERHADAP KELUHAN


GANGGUAN PERNAPASAN PADA PEMULUNG
DI TPA SEI GILING KOTA
TEBING TINGGI
TAHUN 2019

TESIS

Oleh

DELITA BR PANJAITAN
NIM. 177032052

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

52
Universitas Sumatera Utara
THE INFLUENCE OF HYDROGEN SULFIDE (H2S) GAS
EXPOSURE AND THE CHARACTERISTICS OF
SCAVENGERS ON COMPLAINT ABOUT
RESPIRATORY DISORDER AT
SEI GILING GARBAGE DUMP OF
TEBING TINGGI
IN 2019

THESIS

By

DELITA BR PANJAITAN
NIM. 177032052

MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM


FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
2020

53
Universitas Sumatera Utara
PENGARUH PAPARAN HIDROGEN SULFIDA (H2S) DAN
KARAKTERISTIK PEMULUNG TERHADAP KELUHAN
GANGGUAN PERNAPASAN PADA PEMULUNG
DI TPA SEI GILING KOTA
TEBING TINGGI
TAHUN 2019

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan Kesehatan Lingkungan
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

DELITA BR PANJAITAN
NIM. 177032052

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

54
Universitas Sumatera Utara
Judul Tesis : Pengaruh Paparan Hidrogen Sulfida (H2S)dan
Karakteristik Pemulung terhadap Keluhan
Gangguan Pernapasan pada Pemulung di TPA
SeiGiling KotaTebing Tinggi Tahun 2019
Nama Mahasiswa : Delita BR Panjaitan
Nomor Induk Mahasiswa :177032052
Peminatan : Kesehatan Lingkungan

Menyetujui
Komisi Pembimbing:

Ketua Anggota

(Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M.) (Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D.)


NIP. 197803312003121001 NIP. 196505011992032001

Ketua Program Studi S2 Dekan

(Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D.) (Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si.)
NIP. 196509011991032003 NIP. 196803201993082001

Tanggal Lulus : 01 Agustus 2019

i
Universitas Sumatera Utara
Telah di uji dan dipertahankan
Pada tanggal : 01 Agustus 2019

TIM PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M.

Anggota : 1. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D.

2. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S.

3. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H.

ii
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan Keaslian Tesis

Saya menyatakan dengan ini bahwa tesis saya yang berjudul “Pengaruh

Paparan Hidrogen Sulfida (H2S) dan Karakteristik Pemulung terhadap

Keluhan Gangguan Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota

Tebing Tinggi Tahun 2019” beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya

sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara

yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat

keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naska ini dan disebut dalam

daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang

dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran

terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap

keaslian karya saya ini.

Medan, Januari 2020

Delita BR Panjaitan

iii
Universitas Sumatera Utara
Abstrak

Hidrogen Sulfida (H2S) berasal dari suatu proses alamiah dari penguraian zat-zat
organik yang ada di tempat sampah oleh bakteri dan mikroorganisme. H2S
merupakan gas tidak berwarna, beracun, dapat larut dalam air serta berbau khas
sepert itelur busuk. H2S masuk ke dalam manusia melalui udara yang dihirup dan
melalui kulit namum dalam jumlah yang sedikit dibandingkan dengan yang
dihirup. Konsentrasi H2S yang rendah dapat menyebabkan batuk, flu, sakit
tenggorokan dan nyeri dada. Sedangkan pada konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan kematian karena H2S bersifat asphyxiant yaitu melumpuhkan
sistem pusat pernapasan. Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh
paparan Hidrogen Sulfida dan karakteristik pemulung terhadap keluhan
gangguan pernapasan pada pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi
Tahun 2019. Jenis penelitian adalah survey analitik dengan desain cross
sectional. Sampel penelitian adalah seluruh pemulung yaitu 50 orang. Hasil
penelitian terdapat 33 pemulung 66% mengalami keluhan gangguan pernapasan,
sedangkan rata-rata konsentrasi Hidrogen Sulfida (H2S) di udara ambien TPA Sei
Giling Kota Tebing Tinggi mencapai 0,025 ppm yang berarti telah melebihi nilai
ambang batas yang diperbolehkan yaitu 0,002 ppm. Hasil Uji statistik diketahui
bahwa ada pengaruh jam kerja, masa kerja, penggunaan alat pelindung diri dan
konsentrasi H2S di udara ambien terhadap keluhan gangguan pernapasan pada
pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi Tahun 2019. Variabel paling
dominan berpengaruh terhadap keluhan gangguan pernapasan pada pemulung
yaitu konsentrasi H2S dan penggunaan alat pelindung diri dengan nilai
probabilitas 77,5%. Diharapkan kepada Pemerintah Kota Tebing Tinggi dan
Dinas Kawasan Pemukiman Kebersihan untuk memperhatikan, mengawasi
system pengelolaan sampah yang digunakann, serta menghimbau kepada seluruh
pemulung untuk menggunakan alat pelindung diri saat bekerja terutama
penggunaan masker.

Kata kunci : H2S, karakteristik, keluhan, pemulung, TPA

iv
Universitas Sumatera Utara
Abstract

Hydrogen Sulfide (H2S) comes from the natural process of organic substance
decomposition by bacteria at a landfill. It is colorless, poisonous, and has specific
odor like rotten eggs. It enters the body through air inhalation. Its low
concentration can cause coughing, sore throat, pain in chest, and short of breath,
while its high concentration can cause death since it is asphyxiant which can
paralyze respiratory tract. The objective of the research was to analyze the
influence of hydrogen sulfide concentration and the use of Personal Protective
Equipment (PPE) on the complaint about respiratory disorder in the scavengers
at the dump station (TPA) Sei Giling, Tebing Tinggi, in 2019. The research used
analytic survey method with cross sectional design. The population was 50
scavengers. The study found that 33 respondents (66%) respiratory disorders and
the mean value of H2S concentration in air ambient was 0.025 ppm which
indicated that it had exceeded the threshold of 0.002 ppm. The variables which
had the most dominant influence on the complaint about respiratory disorder in
the scavengers were H2S concentration and personal protective devices ar the
probability value of (77.5%). It is suggested that the Tebing Tinggi Municipality
and the Regency and Sanitation Area Agency pay attention to and control waste
management system and appeal to all scavengers to use personal protective
devices, especially masks, during their working activities.

Keyword : H2S, characteristics, disorder, scanvenger, TPA

v
Universitas Sumatera Utara
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul

“Pengaruh Paparan Hidrogen Sulfida (H2S) dan Karakteristik Pemulung

terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling

Kota Tebing Tinggi Tahun 2019”. Tesis ini merupakan salah satu persyaratan

akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan pada Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Penulisan tesis ini tidak terlepas dari

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis

ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D. selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

4. Destanul Aulia, S.K.M., M.B.A., M.Ec., Ph.D. selaku Sekretaris Program Studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
5. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M. selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah

banyak membimbing, memperhatikan, dan memberikan arahan serta waktu

kepada penulis dalam proses bimbingan hingga penulisan tesis ini selesai.

vi
Universitas Sumatera Utara
6. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

banyak membimbing, memperhatikan dan memberikan arahan serta waktu

kepada penulis dalam proses bimbingan hingga penulisan tesis ini selesai.

7. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S. selaku Dosen Penguji I yang telah

memberikan saran dan masukan selama penulisan tesis ini.

8. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H. selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan

saran serta masukan selama penulisan tesis ini

9. dr. H. Nanang Fitra Aulia, Sp., PK. selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota

Tebing Tinggi yang telah memberikan izin melakukan survei pendahuluan,

hingga selesai penelitian.

10. Agus selaku Kepala Mandor TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi yang telah

banyak memberikan informasi dan waktu untuk mendampingi peneliti mulai

dari survei awal hingga proses akhir penelitian ini berlangsung.

11. drg. Alvin Julius selaku Kepala Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi yang

telah memberikan izin melakukan survei pendahuluan, penelitian, dan

memberikan informasi terkait penyelesaian tesis ini.

12. Seluruh Staff TPA Sei Giling yang telah membantu dan memberikan informasi

dalam pelaksanaan penelitian dimulai dari survei awal sampai dengan

selesainya penelitian ini.

13. Seluruh Staff Pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti

pendidikan.

vii
Universitas Sumatera Utara
14. Terima kasih yang tidak terhingga penulis ucapkan kepada Orang tua dan

keluarga besar yang tidak henti-hentinya mendoakan, memberikan dukungan,

semangat, serta dana dalam menyelesaikan pendidikan karena mereka penulis

ada seperti saat ini.

15. Kepada sahabat-sahabat seperjuangan S2 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara angkatan 2017, khususnya Peminatan Kesehatan

Lingkungan yang telah membantu dan memberikan masukan dan saran untuk

kesempurnaan Tesis ini.

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan, baik itu dalam

penulisan kata, penyusunan kalimat dan juga tidak menutup kemungkinan dalam

penyajian data. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik

yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata,

penulis mengucapkan terima kasih. Semoga tesis ini berguna bagi semua

pembaca. Amin.

Medan, Januari 2020

Delita BR Panjaitan

viii
Universitas Sumatera Utara
Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Tesis iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiii
Daftar Lampiran xiv
Daftar Istilah xv
Riwayat Hidup xvi

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 9
Tujuan Penelitian 10
Manfaat Penelitian 10

Tinjauan Pustaka 11
Hidrogen Sulfida (H2S) 11
Pengertian Hidrogen Sulfida (H2S) 11
Sifat Hidrogen Sulfida (H2S) 12
Sumber Hidrogen Sulfida (H2S) 13
Penggunaan Hidrogen Sulfida (H2S) 14
Cara masuk Hidrogen Sulfida (H2S) 14
Mekanisme kerja Hidrogen Sulfida (H2S) dalam tubuh 14
Efek Hidrogen Sulfida terhadap kesehatan manusia 16
Pengaruh Hidrogen Sulfida terhadap gangguan pernapasan 18
Efek Hidrogen Sulfida terhadap udara 19
Baku mutu Hidrogen Sulfida (H2S) di udara ambien 20
Sistem Saluran Pernapasan 20
Pengertian sistem saluran pernapasan 21
Anatomi sistem saluran pernapasan 21
Mekanisme pernapasan 22
Gangguan saluran pernapasan pada manusia 24
Sampah 30
Pengertian sampah 30
Karakteristik sampah 31
Sumber sampah 32
Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Sampah 32

ix
Universitas Sumatera Utara
Penyakit yang Berhubungan dengan Sampah 34
Pemulung 35
Pengertian pemulung 35
Karateristik pemulung 36
Alat Pelindung Diri (APD) 38
Pengertian alat pelindung diri 38
Jenis alat pelindung diri 38
Landasan Teori 40
Kerangka Teori 41
Kerangka Konsep 41
Hipotesis Penelitian 41

Metodologi Penelitian 42
Jenis Penelitian 42
Lokasi dan Waktu Penelitian 42
Populasi dan Sampel 42
Variabel dan Definisi Operasional 43
Metode Pengumpulan Data 46
Metode Pengukuran 47
Metode Analisis Data 50

Hasil Penelitian 52
Gambaran Lokasi Penelitian 52
Gambaran Umum TPA Sei Giling 53
Analisis univariat 54
Analisis bivariat dengan uji chi-square 61
Analisis multivariat dengan uji regresi logistik 66

Pembahasan 70
Pengaruh Umur terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan pada
Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi 70
Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Keluhan Gangguan
Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing 71
Tinggi
Pengaruh Jam Kerja terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan
pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi 72
Pengaruh Masa Kerja terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan
pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi 73
Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Keluhan Gangguan
Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing 74
Tinggi
Pengaruh Penggunaan APD terhadap Keluhan Gangguan
Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing 75
Tinggi
Pengaruh Konsentrasi H2S di Udara Ambien terhadap Keluhan

x
Universitas Sumatera Utara
Gangguan Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota
Tebing Tinggi 76
Implikasi Penelitian 77
Keterbatasan Penelitian 78
Kesimpulan dan Saran 79
Kesimpulan 79
Saran 80

Daftar Pustaka 82
Lampiran 86

xi
Universitas Sumatera Utara
Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Dampak Negatif Gas Hidrogen Sulfida terhadap Manusia 19

2 Nilai Ambang Batas Konsentrasi Hidrogen Sulfida di


Udara Ambien yang Diperbolehkan di Udara dengan 20
KepMenlH 1996
3 Metode Pengukuran Variabel Penelitian 46

4 Hasil Karakteristik Pemulung Berdasarkan Umur, Jenis


Kelamin, Jam Kerja, Masa Kerja, Kebiasaan Merokok dan
penggunaan Alat Pelindung Diri di TPA Sei Giling Kota
Tebing Tinggi 55

5 Hasil Pengukuran Konsentrasi Gas Hidrogen Sulfida di


Udara Ambien TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi 58
6 Hasil Paparan Konsentrasi Gas Hidrogen Sulfida yang
Melebihi dan Tidak Melebihi Baku Mutu di TPA Sei
Giling Kota Tebing Tinggi 59

7 Hasil Distribusi Frekuensi Keluhan Gangguan Pernapasan


yang Dialami Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing 60
Tinggi
8 Hasil Keluhan Gangguan Pernapasan pada Pemulung di
TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi 61

9 Pengaruh Karakteristik Pemulung Meliputi Umur, Jenis


Kelamin, Jam Kerja, Masa Kerja, Kebiasaan Merokok,
Penggunaan Alat Pelindung Diri dan Konsentrasi H2S
terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan pada Pemulung
di TPA Sei Giling 62

10 Variabel Independen yang Memenuhi Kriteria Analisis


Multivariat yaitu Jam Kerja, Masa Kerja, Penggunaan
Alat Pelindung Diri dan Konsentrasi H2S di Udara
Ambien di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi Tahun 67
2019
11 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik pada Jam
Kerja, Masa Kerja, Penggunaan Alat Pelindung Diri dan
Konsentrasi H2S Terhadap Keluhan Gangguan
Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota 67
Tebing Tinggi Tahun 2019

xii
Universitas Sumatera Utara
Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Kerangka teori 41

2 Kerangka konsep 41

xiii
Universitas Sumatera Utara
Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Lembar Persetujuan menjadi Responden 86

2 Kuesioner Penelitian 87

3 Skema Pengambilan Titik Pengukuran 91

4 Surat Keputusan Pengangkatan Komisi Pembimbing 92

5 Surat Hasil Laboratorium BTKL Medan 93

6 Surat Survei Pendahuluan 94

7 Surat Izin Penelitian 95

8 Surat Balasan Izin Penelitian 96

9 Surat Balasan Izin Penelitian TPA 97

10 Surat Kode Etik Penelitian 98

11 Hasil Uji Output SPSS 99

12 Dokumentasi Penelitian 103

13 Master Data Penelitian 105

xiv
Universitas Sumatera Utara
Daftar Istilah

APD Alat Pelindung Diri


BTKL Balai Teknik Lingkungan Hidup
H2S Hidrogen Sulfida
PM Particulate Matter
PPB Part Per Bilion
PPM Part Per Milion
TPA Tempat Pembuangan Akhir Sampah
WHO World Health Organization

xv
Universitas Sumatera Utara
Riwayat Hidup

Penulis bernama Delita BR Panjaitan berumur 26 Tahun dilahirkan di

Torgamba pada tanggal 23 Agustus 1993 beragama Kristen Protestan. Penulis

anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Lalu Panjaitan dan Nurledik

Nababan. Penulis berstatus belum menikah.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan SDN 009 Desa

Makmur Kecamatan Pangkalan Kerinci Riau dan lulus pada Tahun 2005, SMPN 2

Pangkalan Kerinci Riau dan lulus pada Tahun 2008, SMAN BERNAS Pangkalan

Kerinci Riau dan lulus pada Tahun 2011. Penulis melanjutkan kuliah Strata S-1

pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) MEDISTRA Lubuk Pakam Deli

Serdang Sumatera Utara dan lulus pada Tahun 2015. Pada Tahun 2017 penulis

melanjutkan kuliah program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan

Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara sampai pada saat ini.

Medan, Januari 2020

Delita BR Panjaitan

xvi
Universitas Sumatera Utara
1

Pendahuluan

Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk dan keanekaragaman industri yang terus

bertambah dari waktu ke waktu dapat berdampak terhadap peningkatan volume

sampah yang akan dihasilkan. Sampah merupakan bahan atau benda yang berasal

dari suatu kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang dibuang begitu

saja kelingkungan. Biasanya sampah yang dihasilkan dapat berupa sampah basah

maupun sampah kering. Sampah yang bersifat padat ialah bagian dari bentuk

limbah yang ditemukan di dalam lingkungan yang bersumber dari perumahan

rumah masyarakat, kegiatan industri dan pembangunan, tempat-tempat umum,

tempat perdagangan, sarana layanan masyarakat dan pertanian. Berdasarkan dari

zat kimia yang terdapat didalam sampah terbagi atas sampah basah yang berupa

(sayur, hasil dari sisa makanan, daun, dan buah) dan sampah kering berupa

(pecah-belah, logam, abu dan lain-lain), sedangkan yang lainnya dibedakan

berdasarkan mudah atau tidaknya membusuk (Chandra, 2007).

Paradigma pengelolaan sampah yang sering digunakan sampai saat ini

khususnya di Indonesia sendiri adalah dengan menggunakan metode kumpul,

angkut, buang dan bakar. Oleh karena itu, perlu adanya suatu kawasan untuk

tempat pengumpulan semua jenis sampah tersebut, adapun tempat atau kawasan

yang dimaksud adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Tempat pembuangan

akhir sampah merupakan suatu wadah atau tempat terkumpulnya sampah akan

akan dikumpulkan menjadi satu di lokasi yang telah ditentukan sehingga sampah

1
Universitas Sumatera Utara
2

tersebut akan dengan mudah untuk diolah dan tidak berserakan. Pada umumnya

pengolahan sampah yang ada di tempat sampah terdapat dua macam yaitu

sanitary landfill dan open dumping. Pengelolaan sampah dengan cara sistem

terbuka atau open dumping merupakan suatu cara pembuangan sampah yang

mudah dan sering digunakan, dimana sampah tersebut diletakkan pada satu

tempat tertentu dan dibiarkan terbuka begitu saja tanpa adanya suatu perlakuan

yang khusus. Setelah lokasi tersebut penuh dengan sampah, maka lokasi tersebut

akan ditinggalkan dengan begitu saja, tentu hal ini tidak sejalan dengan Peraturan

Perundang-undangan Tahun 2008 Nomor 18 tentang teknik pengelolaan sampah

dimana sampah yang dibuang dengan sistem open dumping terhadap proses akhir

dilarang karena dapat menyebabkan pencemaran udara yang ada di sekitar tempat

sampah tersebut (Undang-undang No 18 tahun 2008).

Teknik open dumping biasanya mengakibatkan suatu masalah seperti

timbulnya bau yang busuk, membuat pemandangan tidak indah serta menjadi

tempat berkembangbiaknya suatu vektor penyakit seperti lalat, tikus dan vektor

lainnya, dapat menyebabkan bahaya kebakaran, serta menimbulkan masalah

kesehatan pada lingkungan yaitu dapat mencemari air, pencemaran udara dan juga

tanah. Dengan demikian teknik open dumping sebaiknya tidak diterapkan pada

pengelolaan sampah, tetapi diubah dengan menggunakan teknik sanitary lanfill.

Pengelolaan sampah dengan teknik sanitary landfill merupakan upaya

penimbunan sampah disuatu tempat atau lahan yang telah ditentukan dengan

memperhatikan keamanan pada lingkungan tersebut karena sebelumnya telah ada

Universitas Sumatera Utara


3

bekas dari timbunan sampah yang sesuai dengan persyaratan-persyaratan teknis

yang akan membuat stabilisasi lapisan tanah lebih mudah tercapai.

Salah satu dasar dari pelaksanaannya menggunakan teknik sanitary

landfill ini dilakukan adalah untuk memeratakan setiap komponen lapisan sampah

yang ada, memadatkan sampah dengan menggunakan alat berat seperti compactor

kemudian menutup lapisan sampah tersebut setiap hari dengan tanah yang juga

dipadatkan, dan dilakukan berulang-ulang sampai aroma atau bau dari sampah

tersebut tidak tercium lagi. Adapun ketebalan lapisan sampah dengan

menggunakan teknik sanitary landfill pada umumnya sekitar kurang lebih dua

meter ataupun lebih tergantung pada sifat sampah yang dihasilkan, metode

penimbunan yang dilakukan, peralatan yang digunakan, lokasi penimbunan yang

ditentukan, dan kondisi lingkungan yang ada sekitarnya.

Sampah yang dalam kapasitas jumlah yang banyak dan tidak diolah

dengan cepat dan sebaik mungkin dengan teknik yang sesuai dengan peraturan

perundang-undangan maka dapat mengakibatkan keluhan gangguan kesehatan dan

dampaknya terhadap lingkungan seperti bagian dari fisik, komponen kimia (air

dan udara), biologi, sosial budaya, ekonomi maupun kesehatan. Selain itu, sampah

yang bertumpuk akan berpotensi menyebabkan pencemaran udara. Pembuangan

sampah yang menggunakan metode open dumping pada lokasi pembuangan akhir

sampah dapat menghasilkan gas yang berbahaya, adapun gas yang dihasilkan

berupa gas Metan (CH4), Amoniak (NH3) serta Hidrogen Sulfida (H2S) yang

lepas ke udara sehingga kualitas udara disekitar TPA menjadi tercemar dan

menurun (Zulkifli, 2014).

Universitas Sumatera Utara


4

Hidrogen Sulfida atau Asam Sulfida (H2S) adalah salah satu gas yang

dihasilkan dari tumpukan sampah yang dapat membahayakan bagi manusia

apabila terpapar secara terus-menerus. Hidrogen Sulfida (H2S) merupakan suatu

gas yang tidak ada warna, mempunyai sifat sangat beracun, mudah untuk terbakar

serta memiliki aroma yang khas seperti bau telur yang busuk yang bisa dijumpai

di tempat tumpukan sampah yang tidak dikelolah dengan baik. Hidrogen Sulfida

yang telah masuk ke dalam bagian tubuh manusia dapat melalui dua cara yaitu

melalui udara yang dihirup dan juga melalui kulit manusia namun dengan jumlah

yang sangat sedikit dibandingkan dari yang dihirup. Paparan H2S pada konsentrasi

rendah yang bersentuhan dengan kulit, maka secara otomatis akan sangat mudah

diserap kedalam aliran darah dan distribusikan keseluruh bagian tubuh yang bisa

menyebabkan iritasi pada mata, hidung, ataupun tenggorokan, hal ini juga dapat

menimbulkan kesulitan bernapas bagi beberapa penderita asma. H2S dapat

berdampak negatif pada kesehatan manusia terutama pada saluran pernapasan.

Manusia pada umumnya dapat mengenali H2S dengan konsentrasi 0,0005 sampai

0,003 ppm, apabila H2S mencapai konsentrasi 500 ppm maka bisa menyebabkan

kematian, selain itu H2S digolongkan sebagai asphyxiant karena efek utama dari

gas ini ialah membunuh sistem pusat pernapasan pada manusia sehingga dapat

menyebabkan kematian yang disebabkan karena terhentinya pernapasan (ATSDR,

2016).

Pemulung yang setiap harinya tidak lepas dari sampah mempunyai

dampak yang tinggi untuk terkenah suatu gangguan penyakit karena mereka

Universitas Sumatera Utara


5

melakukan pekerjaan di suatu tempat atau lingkungan yang tidak mendukung dan

sering terpapar oleh gas yang beracun yang dapat membahayakan bagi kondisi

kesehatan mereka. Gangguan utama yang biasanya dirasakan pemulung adalah

keluhaan gangguan pernapasan seperti flu, batuk-batuk, sesak napas, nyeri pada

dada, sakit tenggorokan serta banyak debu dan tercium aroma busuk dari lokasi

tempat tesebut, selain itu juga terdapat beberapa keluhan penyakit seperti penyakit

kulit, gatal-gatal dan lain-lain, namun pada kasus keluhan gangguan pernapasan

yang dialami pemulung terkadang bersifat sementara dimana rasa sesak akan

hilang dengan sendirinya ketika berada di luar kawasan TPA yang sifatnya hilang

timbul (ATSDR, 2016).

Kajian atau penelitian yang dilakukan oleh peneliti Hartini dan Kumalasari

(2014) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan masa kerja terhadap keluhan

kesehatan pada sistem pernapasan pada pekerja pemulung perempuan di lokasi

TPA Jatibarang, hal ini diketahui berdasarkan hasil koefisien relasi pada uji Rank

Spearman dengan tingkat keeratan antara variabel masa kerja dan gangguan

kesehatan serta koefisien relasi positif yang membuktikan bahwa apabila pekerja

lama masa kerja disuatu tempat maka semakin tinggi risiko responden untuk

terkenah keluhan gangguan pada pernapasan.

Penelitian Merinda (2008) tentang pengambilan contoh atau sampel pada

semua rumah penduduk di sekitar TPA sampah terjun Kecamatan Medan Marelan

membuktikan bahwa kandungan gas H2S melebihi batas maksimum yang

diperbolehkan, sedangakan penelitian yang dilakukan oleh Mardiani (2006)

membuktikan nilai konsentrasi H2S telah melebihi batas baku mutu pada jarak

150 meter dari lokasi TPA tersebut.

Universitas Sumatera Utara


6

Sianipar (2009) melakukan penelitian di TPA Terjun Medan tentang

analisis risiko paparan Hidrogen Sulfida dimana hasil dari penelitian tersebut

diperolah bahwa rata-rata konsentrasi H2S melebihi nilai ambang batas yaitu

0,0290 mg/m3. Hal ini terbukti bahwa konsentrasi gas H2S di TPA Terjun telah

melewati nilai baku tingkat kebauan yang diperbolehkan oleh KepMenLH tahun

1996 yaitu 0,02 mg/m3, sedangkan pada responden yang telah terpapar memiliki

risiko 11,67 kali akan mengalami keluhan gangguan kesehatan terutama pada

bagian pernapasan dibandingkan dengan responden yang tidak terpapar.

Rahma, RA (2014) dalam penelitiannya tentang pengaruh paparan CH4

dan H2S terhadap keluhan gangguan pernapasan pada pemulung di TPA Mrican

menyatakan bahwa konsentrasi gas H2S di TPA tersebut melebihi dari nilai

ambang batas yaitu 0,024 ppm. Hasil uji Fisher yang dilakukan menyatakan

bahwa terdapat pengaruh paparan dari gas CH4 dan gas H2S pada keluhan

gangguan pernapasan dimana nilai p value pada setiap komponen yaitu 0,015 dan

0,038 (p<0,05), sedangkan nilai pada OR H2S adalah 0,137 dengan kemungkinan

akan mengalami keluhan gangguan pernapasan sekitar 12 persen yang berarti

bahwa terdapat pengaruh paparan gas H2S dengan keluhan gangguan pernapasan

pada pemulung di TPA kota Mrican Kabupaten Ponogoro pada tahun 2014.

Simbolon (2018) dalam penelitiannya tentang analisis risiko kesehatan

pada lingkungan pajanan gas Hidrogen Sulfida (H2S) terhadap keluhan sistem

saluran pernapasan pada pemulung di tempat pembuangan akhir sampah (TPA)

Ganet Kota Tanjung Pinang pada tahun 2018 dengan hasil menunjukkan bahwa

Universitas Sumatera Utara


7

konsentrasi gas H2S rata-rata di udara 0,06 mg/m3 (melebihi baku mutu) sesuai

dengan nilai ambang batas yang dikelurakan oleh KepMenLH tahun 1996 bahwa

baku mutu bau H2S di udara yaitu 0,02 mg/m3. Pada pemulung yang terkenah

paparan H2S melewati nilai maksimal memiliki kesempatan 0,486 kali untuk

untuk mengalami keluhan gangguan pada saluran pernapasan.

Data dari Bank Dunia mencatat ada beberapa kota di dunia menghasilkan

sampah sampai mendekati 1,3 milliar ton/tahun dan diperkirakan jumlah sampah

akan meningkat hingga mencapai 2,2 miliar ton/tahun, sedangkan Indonesia

sendiri volume sampah yang dihasilkan sebanyak 151.921 ton/hari atau setara

dengan 0,85 kg/hari sampah perorangan, selanjutnya kota Medan menghasilkan

volume sampah sebanyak 2000 ton/hari yang diperoleh dari 21 kecamatan yang

berada di kota Medan dan di buang ke TPA Terjun Marelan tahun 2018.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada petugas yang bekerja dalam

pengelolaan sampah di TPA Sei Giling Tebing Tinggi jumlah luas lahan TPA Sei

Giling Kota Tebing Tinggi mencapai ±5 hektar yang tidak jauh dari pemukiman

penduduk di Kelurahan Sei Giling Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi,

sedangkan jumlah mobil truk sampah yang masuk ke TPA Sei Giling bisa

mencapai 4-6 kali trip per/hari, dimana masing-masing mobil truk akan

mengangkut sampah dengan berat volume yang berbeda-beda tergantung pada

jenis truk yang digunakan untuk mengangkut sampah tersebut. Adapun rata-rata

volume sampah yang dihasilkan mulai dari bulan Januari-Desember 2017

sebanyak 290,150 ton/tahun dengan rata-rata 24,179 ton/bulan, dan 96,71 m3/hari

Universitas Sumatera Utara


8

sampah, sementara volume sampah pada bulan Januari-Desember tahun 2018

mengalami peningkatan yaitu 320.053 ton/tahun dengan rata-rata 26.67 ton/bulan,

dan rata-rata 106,68 m3/hari sampah yang dihasilkan di TPA di Sei Giling Kota

Tebing Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa volume sampah dari tahun 2017-

2018 mengalami kenaikan sebesar 29.903 ton/tahun (Hasil laporan rekapan

volume sampah Tebing Tinggi tahun 2018). Sementara itu hasil data yang di

peroleh di Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi ada lima penyakit terbesar

diantara lain yaitu: Ispa sebanyak 22631 kasus, penyakit kulit 8064, penyakit

rongga mulut 6739 kasus, penyakit infeksi usus 5829, darah tinggi 5072, dimana

dari ke lima jenis penyakit terbesar yang ada, penyakit infeksi saluran pernapasan

menduduki peringkat nomor satu yaitu sebanyak 22631 kasus dan merupakan

penyakit yang berhubungan dengan sampah yang menghasilkan kandungan gas

berbahaya dari timbunan sampah yang dihasilkan. Sementara data yang diperoleh

dari Puskesmas UPTN Satria Kota Tebing Tinggi Ispa menduduki peringkat

nomor satu yang di pantau dalam enam bulan terakhir yaitu pada bulan

September-Desember tahun 2018 yaitu sebanyak 2805 kasus (Rekapan data Dinas

kesehatan Kota Tebing tinggi 2018).

Berdasarkan survei awal yang dilakukan kepada 30 orang pemulung yang

bekerja di TPA Sei Giling kota Tebing Tinggi, 20 orang diantaranya mengeluhkan

keluhan gangguan pernapasan yang ditandai dengan gejala seperti batuk lebih dari

14 hari, flu, sesak napas, nyeri tenggorokan, nyeri dada, demam dan sakit kepala

Universitas Sumatera Utara


9

dan kapasitas jumlah debu yang tinggi serta bau busuk yang keluar dari sampah

dilokasi TPA Sei Giling. Tentunya hal ini didukung karena banyaknya pemulung

yang tidak peduli serta tidak memakai perlengkapan alat pelindung diri terutama

masker ketika mereka sedang bekerja sehingga sangat mudah terpapar oleh

bakteri/ mikroorganisme serta kandungan gas yang berbahaya bagi kesehatan

pemulung itu sendiri, hal lain disebutkan dalam pemantauan kualitas udara

ambien khususnya untuk parameter gas H2S belum pernah dilakukan di kawasan

TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi tersebut, dengan demikian perlu dilakukan

penelitian untuk menganalisis pengaruh paparan gas Hidrogen Sulfida (H2S) dan

karakteristik pemulung terhadap keluhan gangguan pernapasan pemulung di TPA

Sei Giling Kota Tebing Tinggi Tahun 2019.

Perumusan Masalah

Timbunan sampah yang menumpuk dapat memberikan pengaruh negatif

terhadap lingkungan dan kesehatan manusia terutama pada pemulung yang

bekerja di tempat akhir sampah, dimana sampah yang bertumpuk akan mengalami

proses dekomposisi zat organik yang berlangsung secara anaerob yaitu kadar

oksigen rendah akan dihasilkan gas yang berbahaya seperti NH3, CH4 dan H2S

yang lepas ke udara serta dapat menimbulkan pencemaran udara. Pemulung

biasanya bekerja ditempat akhir sampah yang memiliki risiko terkenah keluhan

gangguan pernapasan akibat udara yang mereka hirup tercamar oleh gas yang

berbahaya. Adapun keluhan yang sering dialami pemulung adalah batuk, flu,

Universitas Sumatera Utara


10

nyeri pada dada, sakit tenggorokan, sesak napas, batuk berdarah dan aroma bau

yang sangat busuk dilokasi tempat pembuangan sampah.

Berdasarkan dari hasil latar belakang yang telah dijelakan diatas maka

perlu melakukan suatu kajian penelitian untuk menganalisis tentang pengaruh

paparan gas Hidrogen Sulfida (H2S) dan karakteristik pemulung terhadap keluhan

gangguan pernapasan pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi tahun

2019.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis pengaruh paparan Hidrogen

Sulfida (H2S) dan Karakteristik pemulung terhadap keluhan gangguan pernapasan

pada pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi Tahun 2019.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam melakukan penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi kepada para pemulung mengenai pengaruh paparan gas

Hidrogen Sulfida pada kesehtan terutama pada sistem pernapasan

2. Memberikan informasi atau masukan bagi Dinas Kebersihan untuk

memperhatikan sistem pengolahan sampah yang digunakan di TPA Sei Giling.

3. Referensi dan pertimbangan bagi Puskesmas untuk memperhatiakan kesehatan

para pemulung

4. Menambah referensi bagi penulis tentang pengaruh paparan dari gas H2S

terhadap suatu keluhan gangguan pernapasan pada pemulung yang bekerja di

TPA Sei Giling Tebing tinggi dan sebagai bahan masukan dan tambahan untuk

penelitian selanjutnya.

5. Tambahan pustaka untuk memperkaya kajian ilmu kesehatan lingkungan

Universitas Sumatera Utara


11

Tinjauan Pustaka

Hidrogen Sulfida (H2S)

Pengertian gas Hidrogen Sulfida (H2S). Salah satu gas yang berbahaya

bagi manusia adalah gas Hidrogen Sulfida dimana gas Hidrogen Sulfida (H2S)

biasanya dikenal sebagai bau rawa yang tidak mempunyai warna, mempunyai

sisat beracun dan mudah terbakar serta mempunyai karakteristik aroma bau telur

busuk yang sering ditemukan ditumpukan sampah yang tidak dikelolah dengan

baik. Hidrogen Sulfida atau H2S ialah gas yang bersifat racun dan berbahaya

terutama bagi kesehatan manusia, dalam jangka waktu yang pendek bisa

melemahkan sistem pernapasan serta mematikan seseorang apabila sering

menghirup gas tersebut. H2S dengan dosis rendah mempunyai aroma seperti telur

yang busuk, sedangkan pada dosis tinggi aroma seperti telur yang busuk tersebut

tidak akan tercium lagi, sebab gas H2S sangat mudah membekukan sistem syaraf

serta melumpuhkan indera penciuman (ATSDR, 2016).

Hidrogen Sulfida diperoleh dari hasil cara penguraian bahan yang mudah

terurai atau organik yang terdapat kandungan belerang oleh suatu bakteri anaerob

serta merupakan dari hasil reduksi anaerob yang terdapat sulfat oleh

mikroorganisme yang merupakan bahan pencemar gas yang akan dikeluarkan

yang berasal dari sumber air panas bumi dan asal bau yang dikeluarkan oleh gas

ini berasal dari tumpukan sampah yang dari hasil samping penguraian zat organik.

H2S yang bersifat racun karena memiliki risiko lima kali lebih beracun dari CO

11
Universitas Sumatera Utara
12

atau Karbon Monoksida dan menduduki peringkat kedua setelah Hidrogen

Sianida (HCN).

Gas H2S yang terhirup akan berbahaya apabila masuk kedalam sistem

saluran pernapasan, jika kandungan gas H2S yang tercerna akan masuk peredaran

darah dan melewati kemampuan oksidasi didalam darah, maka dapat

mengakibatkan keracunan pada sistem syaraf tersebut, kemudian akan timbul

gelaja sesak napas serta terjadinya kelumpuhan pada sistem pernapasan dengan

konsentrasi yang tinggi, apabila sipenderita tidak dibawah keruang terbuka serta

tidak diberi alat bantu pernapasan, maka dapat mengakibatkan kematian karena

kelemasan. Efek dari H2S itu sendiri dengan dosis rendah dapat mengalami batuk,

mual, sakit kepala, rasa mengantuk yang berat, sakit tenggorokan dan nyeri pada

dada. Pada konsentrasi H2S 0,025 sampai 25 ppm maka aroma bau telur busuk

akan sangat terasa dan memberikan tanda kepada orang yang berada disekitar area

tersebut agar secepatnya menjauh dan pergi dari tempat itu serta langsung

menggunakan perlengkapan alat bantu pernapasan (masker), sebab jika

kandungan H2S terus naik sampai diatas 25 ppm secara langsung mematikan

indera penciuman yang dapat menyebabkan tidak sadarkan diri (ATSDR, 2016).

Adapun Ketetapan dari Menteri Negara Lingkungan Hidup tahun 1996

yang berhubungan dengan konsentrasi batas maksimum kebauan gas Hidrogen

Sulfida yang diperbolehkan diudara sebesar 0,02 ppm, jika melewati maka akan

dapat menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Hidrogen Sulfida dapat diukur

dengan menggunakan alat spektrofotometer dan gas kromotograf dengan metode

pengukuran merkuri tiosinat atau absorbsi gas (KepMeLH, 1996).

Universitas Sumatera Utara


13

Sifat Hidrogen Sulfida H2S. Sifat gas Hidrogen Sulfida dari udara lebih

berat karena gas H2S berkumpul pada tempat yang rendah, selain itu perlu

perhatian pada lokasi yang rendah. Jika H2S terbakar akan dapat membahayakan

pada lingkungan sekitar, karena H2S yang terbakar tersebut akan membentuk gas

SO2 dalam jumlah yang kecil. Hidrogen Sulfida memiliki karakteristik aroma bau

telur yang busuk, tetapi untuk mendeteksi ada atau tidaknya kandungan H2S

dilingkungan tersebut berdasarkan bau yang ditimbulkan tidak semuanya dapat

dijadikan parameter, karena kandungan H2S harus dilakukan pengukuran secara

langsung karena sifat dari gas ini dapat mematikan sistem saraf penciuman

seseorang. Adapun efek risiko dari gas Hidrogen Sulfida tergantung pada

seberapa lama terpapar orang terpapar dan seberapa besar nilai kandungan H2S

diudara yang dihasilkan dilingkungan tersebut. Konsentrasi Hidrogen Sulfida

yang tinggi akan membuat seseorang tidak sadarkan diri, sedangkan dengan

kapasitas rendah dalam durasi 3-15 menit akan membuat iritasi kulit, mata yang

berair dan menjadi batuk (ATSDR, 2016).

Sumber gas Hidrogen Sulfida (H2S). Hidrogen Sulfida atau yang sering

disebut H2S memiliki dua sumber sebagai berikut sumber secara alami dan

sumber dari kegiatan manusia. Sumber alami H2S dihasilkan dari aktivitas alam

contohnya seperti ledakan dari gunung merapi, sedangkan Hidrogen Sulfida yang

diperoleh dari manusia yaitu yang dihasilkan dari kegiatan pabrik industri yang

akan menghasilkan limbah atau sampah sehingga menghasilkan gas H2S.

Sebagian besar H2S juga yang berada diudara berasal dari sumber alami seperti

rawa–rawa dan gunung berapi. Hidrogen Sulfida dapat juga dilepaskan dari

Universitas Sumatera Utara


14

sumber industri seperti kilang minyak, pabrik gas alam, pabrik kertas, pengolahan

pupuk kandang dan fasilitas pengolahan air limbah maupun pengolahan sampah

(ATSDR, 2016).

Penggunaan Hidrogen Sulfida (H2S). Hidrogen Sulfida (H2S) dapat

digunakan terutama dalam produksi Sulfur dan Asam Sulfat, biasanya zat ini untuk

membuat bahan kimia seperti Natrium Silfida dan Natrium Hidrosulfida yang

dibuat berbagai produk seperti pewarna, seperti pestisida, obat-obatan, pemurnian

Nikel, Mangan, Asam Klorida dan Sulfat. Hidrogen Sulfida juga digunakan dalam

metalurgi, industri nuklir dan percobaan laboratorium, serta desinfektan pertanian

(ATSDR, 2016).

Cara masuk Hidrogen Sulfida. Adapun cara masuk gas Hidrogen Sulfida

(H2S) kedalam bagian tubuh dari manusia terbagi atas dua cara yaitu, cara yang

pertama melalui udara yang mengandung H2S yang dihirup oleh manusia dan

masuk melalui kulit namun dalam jumlah yang sedikit dibandingkan yang masuk

melalui udara yang terhirup oleh manusia. Saat terhirup udara yang mengandung

Hidrogen Sulfida atau ketika terjadi kontak dengan kulit dan akan langsung

masuk melalui aliran darah, kemudian akan dialirkan keseluruh bagian tubuh

selanjutnya H2S yang terdapat dalam tubuh akan dikonversi atau diubah menjadi

sulfat dan diuraikan didalam urine, sehingga sulfat segera akan dikeluarkan dari

tubuh (ATSDR, 2016).

Universitas Sumatera Utara


15

Mekanisme kerja Hidrogen Sulfida di dalam tubuh. Pergerakan kinerja

H2S di dalam tubuh manusia mengalami empat bagian yang meliputi absorbsi,

distribusi, metabolisme dan ekskresi (ATSDR, 2000).

Absorbsi. Laju absorbsi H2S tergantung pada konsentrasi dan daya

larutnya, saat terhirup udara yang mengandung Hidrogen Sulfida atau ketika

terjadi kontak dengan kulit. Ketika H2S yang terserap melalui kulit sangat

dampaknya sangat kecil, namun pada absorbsi H2S pada inhalasi yang besar

dimana ukuran partikel yang kecil dapat masuk ke saluran napas bagian bawah.

Partikel yang berukuran kecil akan melakukan penerobosan di sacus alveolaris

yang lainnya dari partikel tersebut akan dibersihkan dengan macrrophage dan

sisahnya akan masuk ke aliran darah. Efek H2S yang melewati kulit dikatakan

kurang baik dimana kulit yang berfungsi sebagai pelindungan yang baik agar tetap

menjaga fungsi kulit dari pengaruh lingkungan yang kurang baik. Perubahan

bahan yang dari lapisan luar kulit yang masuk kedalam sistem vaskuler bersifat

kurang cepat, karena permukaan dari luas pori hanya sekitar >100 µm. Jika

pemasukan yang dilakukan dengan perlahan dengan cepat, kulit akan sangat

berperan penting dalam efek yang lolos dibagian utama (ATSDR, 2000).

Distribusi. H2S yang distribusikan akan diproses untuk masuk kedalam

tubuh manusia dan kemudian disebarkan kebagian tubuh melewati aliran darah.

Kemampuan H2S yang terdapat didalam aliran darah bergantung pada cairan

plasma darah, dimana pada kandungan cairan pada intracelular serta cairan

interstitial. H2S kemudian akan distribusikan melewati plasma darah dimana sel

darah merah yang mengandung Hidrogen Sulfida akan berikatan dengan

Universitas Sumatera Utara


16

Haemoglobin yang dapat menaikkan kadar H2S didalam aliran darah untuk

dibawah dan disebarkan ke seluruh bagian tubuh (ATSDR, 2000).

Metabolisme. Ketika Hidrogen Sulfida masuk dan terserap kedalam tubuh

maka H2S akan terjadi proses metabolisme, dimana H2S tersebut akan

menghambat proses kerja dari enzim cytochrome oxidase yang berfungsi sebagai

pembentuk dari oksigen didalam sel darah. Adapun kerja metabolisme secara

anaerobik ini dapat menyebabkan terjadinya penumpukan asam laktat yang akan

mendorong ketidak seimbangan antara basa dan asam (ATSDR 2000).

Ekskresi. Pada ekskresi H2S yang masuk kedalam tubuh akan diekskresi

melalui organ yaitu ginjal. Adapun yang dimaksud dengan ginjal ialah suatu

bentuk organ tubuh dari manusia yang memiliki peran yang penting dalam

mengeliminasi zat-zat yang berbahaya terutama H2S yang masuk ke dalam tubuh

(US EPA,2003).

Efek Hidrogen Sulfida terhadap kesehatan manusia. Dampak atau efek

yag ditimbukan gas H2S terhadap kesehatan tergantung dari beberapa faktor, yaitu

seberapa banyak Hidrogen Sulfida yang terhirup dan berapa lama paparan tersebut

terjadi. Studi pada pekerja, masyarakat yang tinggal di daerah sekitar industri

Hidrogen Sulfida (H2S), menunjukkan bahwa saluran pernapasan dan sistem saraf

adalah target yang paling sensitif dari keracunan Hidrogen Sulfida (H2S). Efek

kesehatan pada manusia yang terpapar oleh gas Hidrogen Sulfida mencakup iritasi

mata, hidung, iritasi tenggorokan, sakit kepala, daya ingat kurang, kelelahan serta

kesulitan bernapas terutama pada orang yang mempunyai riwayat penyakit asma.

Universitas Sumatera Utara


17

Manusia bisa kehilangan kesadaran jika terpapar gas Hidrogen Sulfida (H2S) yang

sangat tinggi (lebih dari satu juta kali lebih tinggi dari jumlah biasanya ditemukan

di lingkungan). Beberapa individu menyatakan bahwa ada efek neurologis

permanen atau persisten termasuk sakit kepala, kurangnya kemampuan

konsentrasi dan rentang perhatian, gangguan memori jangka pendek, dan fungsi

motorik, meskipun sudah ada pemulihan (ATSDR, 2016). Paparan konsentrasi

yang lebih rendah dari Hidrogen Sulfida (H2S) dapat mengakibatkan efek

neurologis dan pernapasan yang tidak terlalu parah. Efek neurologis dilaporkan

termasuk inkoordinasi, kurangnya daya ingat, halusinasi, perubahan kepribadian,

dan anosmia (hilangnya kemampuan indera penciuman); efek pernapasan meliputi

gejala hidung, sakit tenggorokan, batuk, dan dyspnea. Fungsi paru-paru terganggu

juga telah diamati pada penderita asma akut yang terkena dua ppm, Hidrogen

Sulfida (H2S) tidak terdapat perubahan dalam fungsi paru-paru yang diamati

dalam studi pekerja non-asma.

Kematian terjadi setelah paparan akut Hidrogen Sulfida (H2S) tampaknya

merupakan hasil dari kegagalan atau henti pernapasan, dengan sebagian besar

kasus awalnya ditandai dengan insufisiensi pernapasan, edema paru non

kardiogenik, koma, dan sianosis. Tiga orang kehilangan kesadaran dan meninggal

setelah memasuki saluran pembuangan yang mengandung Hidrogen Sulfida (H2S)

dengan konsentrasi tinggi, semua memiliki bau yang khas setelah diotopsi serta

disajikan dengan sianosis dan edema paru (Adelson, 1966 dalam ATSDR, 2016).

Universitas Sumatera Utara


18

Kandungan oksigen sangat dibutuhkan oleh manusia untuk melakukan

suatu proses oksidasi dan kemudian akan masuk dan diserap kedalam paru-paru

kemudian selanjutnya akan dibawa oleh darah dan disebarkan keseluruh tubuh

dan terakhir disebarkan kebagian yang sangat penting yaitu ke otak. Apabila

terhirup udara yang mengandung gas H2S secara otomatis kandungan kadar O2

akan mengalami penggurangan dan berdampak pada kinerja otak tersebut. Ketika

kadar dosisi H2S diotak terus meningkat akan terjadinya kelumpuhan pada indera

penciuman serta tidak terkendalinya fungsi kontrol dari otak dan paru-paru,

akibatnya paru-paru akan mengalami kelemahan serta dapat berhenti bekerja yang

membuat seseorang kehilangan kesadaran dan dapat meninggal dunia dalam

waktu yang cepat (ATSDR, 2016).

Pengaruh Hidrogen Sulfida terhadap gangguan pernapasan. Manusia

tidak mungkin memiliki efek kesehatan jika tidak terpapar dengan lingkungan

yang tercemar gas Hidrogen Sulfida (H2S). Manusia akan terkena efek saluran

pernapasan dan neurologis setelah terkontaminasi gas Hidrogen Sulfida (H2S)

yang lebih tinggi, setidaknya 100 kali lebih tinggi dari konsentrasi yang

ditetapkan. Efek yang dapat terjadi akibat terpapar gas Hidrogen Sulfida (H2S)

adalah:

a. Iritasi mata

b. Hidung

c. Iritasi tenggorokan

d. Kesulitan bernafas pada penderita asma

e. Sakit kepala

Universitas Sumatera Utara


19

f. Penurunan daya ingat

g. Kelelahan

h. Masalah keseimbangan

Paparan gas Hidrogen Sulfida (H2S) yang sangat tinggi pada manusia,

kemungkinan akan berdampak pada gangguan saluran pernapasan yang berat

bahkan pada manusia yang tidak memiliki riwayat gangguan saluran pernapasan

sebelumnya. Manusia akan kehilangan kesadaran jika terpapar gas Hidrogen

Sulfida (H2S) pada konsentrasi yang sangat tinggi (1 juta kali lebih tinggi dari

jumlah biasanya ditemukan di lingkungan) dalam waktu yang singkat. Paparan

gas Hidrogen Sulfida (H2S) pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat

mengakibatkan gangguan pernapasan atau edema paru. Konsentrasi yang rendah

Hidrogen Sulfida (H2S) menyebabkan iritasi pernapasan (ATSDR, 2016).

Tabel 1
Dampak Negatif Gas Hidrogen Sulfida terhadap Manusia
Konsentrasi gas H2S Dampak bagi Manusia
0,01 ppm Bisa dicium oleh manusia. Aman dihirup dalam
waktu 5 jam.
0,02 ppm Menyebabkan iritasi pada mata. Disarankan
menggunakan masker saat bekerja.
0,03-0,10 ppm Biasa mengirup sekitar 10 menit kebawah. Namun
bau ini kan membunuh dalam waktu 3-15 menit yang
akan menyebabkan gas mata dan luka pada
tenggorokan
20 ppm Dapat menyebabkan kerusakan syaraf
30 ppm Hilangnya pencuiman
100 ppm Terjadinya kelumpuhan pada sistem penciuman
selama 30-45 menit.
200 ppm Terjadinya kerusakan mata yang serius dan saampai
ke saraf mata.
300 ppm Kehilangan keseimbangan dan pikiran
500 ppm Menimbulkan kelumpuhan dalam waktu 3-5 menit
700 ppm Dapat menyebabkan kematian apabila tidak di
tangani dengan serius dan secepatnya.
Sumber : American National Standards Institute (ANSI Standard No. Z37.2-
1972).

Universitas Sumatera Utara


20

Efek Hidrogen Sulfida terhadap kualitas udara. Gas Hidrogen Sulfida

(H2S) terdapat di tempat penumpukan sampah yang dapat mengubah kadar

kandungan udara yang ada dilingkungan sekitarnya, sehingga kualitas udara

menjadi rendah. Konsentrasi H2S di udara ambien yang ada di kota Amerika

Serikat sebesar 0,11 sampai 0,33 ppb, sementara lokasi yang masih dalam tahap

berkembang diperoleh konsentrasi H2S sekitar 0,02 sampai dengan 0,07 ppm.

Contoh kasus yang diakibatkan adanya efek H2S yang ada di lokasi Pozta Rica

tahun 1950 diakibatkan karena adanya kelalaian penggunaan gas didalam kilang

industri minyak yang ada di kota Mexico dekat Gulf of Mexico. Efek dari gas H2S

yang karena kebocoran pipa berjalan selama 20-25 menit yang dapat

mengakibatkan gas tersebut menyebar luas ke udara bebas serta kedaerah kawasan

permukiman penduduk. Gangguan penyakit akan muncul pada waktu 10-20 menit

sejak mulai kebocoran terjadi, adapun korban yang terjatuh yang dicatat ada 320

orang yang terserang dimana 22 orang dinyatakan meninggal dunia (Kasus H2S di

AS dalam ATSDR, 2016).

Baku mutu Hidrogen Sulfida (H2S) di udara ambien. Udara diperlukan

manusia setiap saat dalam kehidupannya. Untuk itu kualitas udara yang layak

harus tersedia untuk mendukung terciptanya kesehatan masyarakat. Baku mutu

udara ambien mengatur batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan

pencemar terdapat di udara namun tidak menimbulkan gangguan terhadap mahluk

hidup, tumbuh-tumbuhan dan atau benda. Baku mutu tingkat kebauan oleh

Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor:Kep-50/Menlh/11/1996 tentang baku

tingkat kebauan pengendalian pencemaran udara dalam udara ambient:

Universitas Sumatera Utara


21

Tabel 2

Nilai Ambang Batas Konsentrasi Hidrogen Sulfida di Udara Ambien yang


diperbolehkan di Udara sesuai dengan KepMenlH Tahun 1996

Parameter Satuan Nilai Metode Pengukuran Peralatan


Ambang
Batas
Amoniak ppm 2,0 Metoda Indofenol Spektrofotometer
(CH3)
Hidrogen ppm 0.02 Merkuri tiosanat Spektrofotometer
Sulfida Absorpsi Gas Gas Khromatograf
(H2S)
Ppm = satu bagian dalam satu juta

Sistem Saluran Pernapasan

Pengertian sistem saluran pernapasan. Sistem saluran pernapasan

merupakan kumpulan kegiatan sistem yang berfungi sebagai penghasil oksigen

yang akan disebarkan pada bagian tubuh dan melakukan pembuangan pada

karbondioksida yang diperoleh dari hasil dari pembakaran sel. Sistem dari

pernapasan berfungsi untuk menjaga agar tetap tersedianya oksigen, menjaga

kesetabilan berlangsungnya metabolisme dalam sel tubuh, serta mengeluarkan zat

karbondioksida (CO2) dari proses metabolisme secara menerus. Sistem

pernapasan dibuat oleh beberapa bagian struktur yang berperan untuk proses

respirasi luar/eksternal maupun dari dalam/internal (Sumantri, 2008).

Menurut Sumantri (2008), beberapa faktor yang diperlukan agar

pernapasan tetap normal, antara lain :

a. Pergerakan pada dinding dada dan diafragma yang normal.

b. Pada sel alveoli dan kapiler secra bersamaan berfungsi untuk membentuk

sitem bagian pernapasan terminal dalam jumlah yang dibutuhkan.

c. Suplai oksigen yang kuat.

Universitas Sumatera Utara


22

d. Pada sistem peredaran yang utuh, pompa jantung yang efektif yang berfungsi

sebagai sistem pusat pernapasan pada manusia.

Anatomi sistem saluran pernapasan. Anatomi dari sistem pernapasan

terbagi dari anatomi sistem pernapasan bagian bawah dan bagian atas. Adapaun

bagian dari saluran napas bagian atas yaitu: lubang hidung (cavum nasalis), sinus

paranasalis, laring dan faring. Saluran napas bagian bawah dibagi menjadi dua,

yaitu saluran udara konduktif yang terdiri dari trakhea dan bronkhus, dan saluran

respiratorius terminal terdiri dari alveoli, paru-paru, diafragma, dan sirkulasi

pulmoner (Somantri, 2008).

Menurut Djojodibroto (2017), dalam kurung waktu 24 jam ada 300 juta

alveoli yang mempunyai total luas permukaan pada dinding yang mampu

menampung udara sebanyak 11.520 liter, sehingga kapasitas paru yang mungkin

terpajan bahan atau benda yang berbahaya yaitu gas toksik, partikel debu, dan

kuman pembawa penyakit yang terdapat diudara yang tercemar. Ketika sistem

pernapasan yang berfungsi dengan baik akan dapat menjamin jaringan untuk

memperoleh pasokan oksigen yang kuat dan akan melakukan pembuangan pada

karbondioksida secara cepat. Secara umum sistem pernapasan terbagi atas

serangkaian proses yang teratur dan terintegrasi yang mencakup ventilasi

pulmonal dalam hal bernapas, pergantian gas pada paru–paru dan jaringan,

ditransport gas oleh darah dan kemudian akan disebarkan keseluruhan bagian

tubuh.

Universitas Sumatera Utara


23

Mekanisme pernapasan pada manusia. Sistem pernapasan pada

manusia ialah proses yang berlangsung secara otomatis walaupun pada saat dalam

keadaan tertidur, hal ini disebabkan karena sistem pada pernapasan pada manusia

dipengaruhi oleh hasil susunan dari saraf otonom. Adapun lokasi berlangsungnya

suatu pergantian gas pada pernapasan dikelompokan menjadi dua jenis bagian

antara lain pernapasan bagian luar dan juga pernapasan bagian dalam. Adapun

yang dimaksud bagian pernapasan luar adalah terjadinya pergantian udara antara

udara didalam alveolus dengan darah yang didalam pembulah darah kapiler,

sedangkan bagian pernapasan bagian dalam ialah pernapasan yang berlangsung

antara darah didalam kapiler dengan sel-sel bagian tubuh.

Saat masuk dan keluarnya udara di dalam paru-paru dipengaruhi oleh

adanya perbedaan antara tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara

yang ada di luar tubuh. Jika tekanan udara di rongga dada tersebut lebih besar,

maka secara otomatis udara akan masuk, tetapi sebaliknya jika tekanan udara

dalam rongga dada tersebut lebih besar maka udara akan keluar. Dengan demikian

organ yang terlibat dalam pemasukan udara dan pengeluaran udara, maka

mekanisme pernapasan pada manusia dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu

pernapasan perut pernapasan dada.

Pernapasan perut. Pernapasan perut pada manusia adalah pernapasan

dimana mekanisme melibatkan aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi

antara rongga perut dan rongga dada. Adapun mekanisme pernapasan perut

dibedakan menjadi dua bagian yakni :

Fase inspirasi. Fase inspirasi adalah kontraksi pada otot diafragma

sehingga mengembang dan akibatnya kondisi pada paru-paru pun ikut

Universitas Sumatera Utara


24

mengembang. Hal ini dapat menyebabkan rongga dada akan membesar dan

tekanan udara didalam paru-paru akan lebih kecil daripada tekanan udara diluar

sehingga udara dari luar tubuh akan dapat masuk ke dalam paru-paru.

Fase ekspirasi. Fase ekspirasi adalah suatu fase relaksasi otot diafragma

(kembali ke posisi semula) sehingga rongga dada akan mengecil dan tekanan

udara didalam paru-paru akan menjadi lebih besar daripada tekanan udara dari

luar akibatnya udara yang masuk akan keluar dari paru- paru.

Pernapasan dada. Pernapasan dada yang dimaksud adalah pernapasan

yang melibatkan antara tulang rusuk. Adapun mekanismenya dapat dibedakan

sebagai berikut :

Fase inspirasi. Fase ini akan berkontraksinya otot antartulang rusuk

sehingga rongga dada akan mengembang. Pengembangan rongga dada tersebuat

akan dapat menyebabkan volume didalam paru-paru juga akan mengembang

akibatnya tekanan didalam rongga dada akan menjadi lebih kecil daripada tekanan

di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk kedalam tubuh manusia.

Fase ekspirasi. Fase ini adalah fase relaksasi atau yang sering dikatakan

kembalinya otot antartulang rusuk ke posisi semula yang diikuti oleh turunnya

tulang rusuk sehingga rongga dada tersebut akan menjadi kecil. Rongga dada

yang mengecil akan menimbulkan volume paru-paru juga mengecil sehingga

tekanan didalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan dari luar. Hal

ini yang dapat menyebabkan tekanan didalam rongga dada yang kaya akan

karbondioksida keluar.

Gangguan saluran pernapasan pada manusia. Pada gangguan saluran

pernapasan yang merupakan suatu masalah pada organ yang dimulai dari hidung

Universitas Sumatera Utara


25

sampai alveoli serta organ-organ lainnya seperti rongga telinga tengah, sinus dan

pleura (Depkes RI, 1999). Gejala suatu penyakit dapat berupa kumpulan sindrom,

dimana penyakit pada sistem pernapasan menimbulkan manifestasi klinis berupa

gejala umum dan gejala respiratorik. Manifestasi sistemik akibat kelainan sistem

pernapasan disebut gejala umum. Hal yang berhubungan erat dengan keluhan

gangguan pernapasan anta lain umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan

lingkungan mereka tinggal (Somantri, 2008).

Gejala umum yang sering timbul pada keluhan gangguan pernapasan

biasanya di tandai dengan adanya pembentukan sputum dimana keadaan normal.

Pada sistem pernapasan orang dewasa akan memproduksi lendir 100 ml/per hari

yang biasanya tertelan, sedangkan pada saat batuk akan terjadi mekanisme yang

akan mengalami reflek untuk menjaga jalannya napas supaya selalu terbuka.

Adapun cara ini dilakukan untuk menghilangkan sekresi lendir yang menumpuk

pada saluran jalan napas, dimana gejala yang paling umum ditandai dengan batuk

dari penyakit keluhan gangguan pernapasan. Pada bronkiektasis di dapatkan

produksi sputum yang sangat banyak pada dahak yang berwarna hitam

kemungkinan disebabkan oleh polusi udara atmosfer, sedangkan sputum yang

berwarna kuning dapat menyebabkan terjadinya kesulitan pada saat bernapas

karena masuknya benda asing kedalam jalannya napas seperti bakteri maupun

mikroorganisme yang tidak mampu dikeluarkan dari sistem saluran pernapasan,

hal ini yang akan dapat mempermudah terjadinya infeksi pada keluhan gangguan

pernapasan.

Universitas Sumatera Utara


26

Adapun Infeksi saluran pernapasan dapat diartikan sebagai infeksi pada

daerah saluran pernapasan yang didalamnya berupa pharing, laring, trakea hidung,

telinga tengah, bronchi dan paru (WHO, 1995). Sementara pada gangguan

pernapasan oleh Wardana (2001) ialah suatu penyakit gangguan saluran

pernapasan yang diakibatkan oleh adanya suatu partikel atau debu yang masuk

dan mengumpul didalam paru-paru dan juga diisi oleh polusi udara lainnya yang

masuk dalam tubuh. Adapun gelaja gangguan pernapasan yang dimaksud adalah

sebagai berikut:

Batuk. Batuk adalah usaha untuk menjaga dan pertahanan kondisi dari

paru-paru manusia terhadap bermacam rangsangan yang mungkin terjadi. Adapun

yang dimaksud dengan batuk ialah suatu tindakan yang terjadi secara

refleks/spontan yang normal yang berfungsi untuk menjaga/melindungi keadaan

tubuh manusia. Suatu penelitian yang telah dilakukan membuktikan kepada

penderita yang mengalami batuk kronik ditemukan 628 sampai dengan 761 kali

mengalami batuk/hari, sedangkan pada kasus lain yaitu kasus penderita TB paru

akan mengalami batuk 327 kali/hari disusul dengan penderita influenza yaitu

154,4 kali/hari. Kondisi batuk pada seseorang biasanya terjadi keadaan yang tidak

normal dan juga adanya proses rangsangan pada keadaan psikogenik tertentu.

Dalam mekenisme batuk biasanya terjadi dalam tiga fase yaitu fase inspirasi,

kompresi dan ekspirasi. Batuk biasanya akan dimulai dengan sejumlah udara yang

kemudian akan mengalami glitis dan kembali akan menutup dimana tekanan di

Universitas Sumatera Utara


27

dalam paru-paru akan meningkat dan pada akhirnya akan diikuti dengan

pembukaan glitis secara spondan dan ekspirasi sejumlah udalam dalam kecepatan

tertentu (Rahmadani, 2011).

Dalam fase inspirasi dimulai secara cepat dan singkat dari sejumlah

kapasitas besar udara, diamana pada saat glotis terjadi secara spontan yang sudah

terbuka. Jumlah volume pada kadar udara yang diinspirasi akan sangat beragam

jumlahnya yaitu sekitar 200 sampai dengan 3500 ml diatas kapasitas residu

fungsional umumnya. Ada terdapat dua jenis manfaat utama yang dihisap

sejumlah besar volume yakni pertama volume dalam jumlah yang besar akan

selalu mempertahankan dan memperkuat fase ekspirasi yang dimana nantinya

diharapkan dapat mampu menghasilkan ekspirai lebih banyak dan lebih cepat

serta lebih kuat, sedangkan manfaat yang kedua yakni jumlah volume yang besar

akan memperkecil suatu rongga udara yang kemudian akan tertutup sehingga akan

terjadi pengeluaran lendir atau sekret akan mudah, setelah itu udara yang

diinspirasi secara keseluruhan akan mengalami fase kompresi yakni dimana

konsidi glotis akan tertutup selama 0,2 detik dan kemudian pada masa ini tekanan

didalam paru dan abdomen akan meningkat sampai dengan 50-100 mmHg.

Penutupan terjadi pada glotis terjadi merupakan ciri dan bentuk yang khas dan

yang membedakan dengan manuver ekspirasi adalah karena dapat menghasilkan

tenaga yang berbeda. (Rahmadani, 2011)

Universitas Sumatera Utara


28

Setelah kondisi tersebut secara katif glotis akan kembali terbuka dan akan

berlangsung fase ekspirasi dimana udar akan keluar dan menggetarkan dan juga

menggerakkan jaringan yang ada pada saluran pernapasan sehingga akan

menyebabkan keluarnya suara batuk yang biasa kita dengar. Adapun arus

ekspirasi yang maksimal akan mencapai kurang dari 3050 detik, kemudian glitis

akan terbuka dan akan diikuti dengan arus yang menentap. Kecepatan udara yang

akan dihasilkan biasanya akan mencapai 16.000 sampai dengan 24.000 cm dalam

waktu permenit dan pada fase ini akan ditemukan pengurangan diameter trakea

sampai dengan 80 persen besarnya (Rahmadani, 2007).

Sesak napas. Kondisi atau keadaan sesak napas ditandai dengan gejala

klinis yang terjadi karena adanya suatu masalah atau gangguan pada sistem

saluran pernapasan manusia. Pada kasus sesak napas ini bukan merupakan suatu

penyakit melainkan gelaja dari manifestasi dari suatu penyakit yang menyerang

sistem saluran pernapasan. Penyakit ini biasa menyerang siapa saja biasanya

disebabkan dari alergi, infeksi, inflamasi dan faktor lainya apabila tidak segera

diobati.

Hal yang dapat menyebabkan sesak napas yakni :

1. Faktor kondisi psikis seseorang

2. Terjadinya suatu peningkatan kinerja pada saluran pernapasan

a. Terjadinya perubahan bentuk fisik (ketahanan elastis paru meningkat,

peningkatan tahanan bronchial, tahanan elastis dinding paru meningkat,)

Universitas Sumatera Utara


29

b. Terjadinya peningkatan ventilasi (hiperkapnia, asidosis metabolik dan pada

latihan jasmani)

3. Pernapasan yang abnormal pada otot

a. Terjadi penyakit pada otot (kelumpuhan otot, distrofi, kelemahan otot,).

b. Fungsi mekanis otot mengalami penurunan

Sesak napas atau dispnea bisa terjadi melalui berbagai cara seperti kondisi

ruang pada fisiologi yang meningkat yang akan menyebabkan terjadinya suatu

masalah pada sistem pertukaran gas antara gas O2 dengan gas CO2 yang bisa

menyebabkan kebutuhan akan ventilasi semakin mengalami peningkatan sehingga

terjadilah sesak napas. Dalam konsidi yang normal udara dalam ruang mati hanya

berjumlah sedikit dan dianggap tidak terlalu penting, namun pada kondisi

seseorang yang patologis disaluran pernapasan maka ruang mati akan meningkat.

Demikian juga apabila terjadi peningkatan tahanan jalan napas makan akan

mengalami pertukaran gas yang akan terganggu dan juga dapat menyebabkan

sesak napas. Sesak napas juga dapat terjadi pada seseorang yang mengalami

penurunan terhadap komplikasi paru sehingga semakin rendah kemampuan

terhadap compliance paru maka semakin besar pula gradien tekanan trasnmual

yang harus dibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru

yang normal sehingga terjadi penurunan.

Nyeri dada. Kondisi atau tanda pada nyeri dada paling umum ditandai

pada kondisi seseorang yang merupakan suatu tanda atau gelaja penyakit pada

Universitas Sumatera Utara


30

jantung koroner dan bersifat progresif serta dapat menyebabkan kematian secara

mendadak, untuk itu pada kasus ini sangat perlu dilakukannnya pemerikasaan

yang lebih lanjut dan serius dalam mengobati penyakit ini.

Sakit tenggorokan. Kondisi pada sakit tenggorokan merupakan masalah

infeksi yang terjadi dibatang tenggorokan dan bisa juga disebut dengan amandel.

Adapun penyebab atau faktor yang dapat menimbulkan sakir tenggorokan yakni

adanya konsisi atau terjadinya pencemaran udara yang tercemar, kondisi

lingkungan yang berubah-ubah, kebiasaan merokok, mengkomsumsi bahan

makanan yang pedas secara berlebihan dan faktor lainnya dimana kondisi seperti

ini sangat mudah untuk terkenah sakit tenggorkan, biasanya sakit tenggorokan

bisa terjadi pada siapa saja tergantung pada kondisi kekebalan atau daya tahan

mereka. Gejala suatu penyakit dapat berupa kumpulan sindrom, dimana penyakit

pada sistem pernapasan menimbulkan manifestasi klinis berupa gejala umum dan

gejala respiratorik. Manifestasi sistemik akibat kelainan sistem pernapasan disebut

gejala umum. Hal yang berhubungan erat dengan keluhan gangguan pernapasan

anta lain umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan lingkungan mereka tinggal

(Somantri, 2008).

Gejala umum yang sering timbul pada keluhan gangguan pernapasan

biasanya di tandai dengan adanya pembentukan sputum dimana keadaan normal,

pada sistem pernapasan orang dewasa akan menghasilkan lendir sebanyak 100 ml

per/hari yang biasanya tertelan. Sedangkan pada saat batuk akan terjadi

mekanisme yang akan mengalami reflek untuk menjaga jalannya napas supaya

selalu terbuka. Adapun cara ini dilakukan untuk menghilangkan sekresi lendir

Universitas Sumatera Utara


31

yang menumpuk pada saluran jalan napas, dimana gejala yang paling umum

ditandai dengan batuk dari penyakit keluhan gangguan pernapasan. Pada

bronkiektasis didapatkan produksi sputum yang sangat banyak dimana dahak

yang berwarna hitam kemungkinan disebabkan oleh polusi udara atmosfer,

sputum yang berwarna kuning dapat menyebabkan terjadinya kesulitan pada saat

bernapas karena masuknya benda asing ke dalam jalannya napas seperti bakteri

maupun mikroorganisme lainnya tidak mampu di keluarkan dari sistem saluran

pernapasan, sehingga dapat mempermudah terjadinya infeksi pada keluhan

gangguan pernapasan.

Sampah

Pengertian sampah. Waste atau yang disering disebut dengan sampah

adalah sebagai barang yang dibuang ke lingkungan yang tidak dipakai, tidak

digunakan yang diperoleh dari hasil aktifivitas manusia yang tidak terjadi dengan

sendirinya. Secara garis umum bahwa pengertian dari sampah merupakan dampak

dari aktivitas manusia yang dianggap benda yang tidak memiliki kegunaan yang

berasal dari kegiatan manusia maupun alam (Sumantri, 2008).

Adapun jenis sampah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dapat berupa

sampah gas, cair dan padat. Menurut jenisnya sampah terbagi dalam beberapa

bagian yaitu:

1. Mudah atau tidak terbakar

2. Mudah atau tidaknya untuk membusuk

3. Kandungan zat yang terdapat didalam sampah

Universitas Sumatera Utara


32

Karakteristik sampah. Adapun karakteristik dari sampah menurut

Chandra (2007) mengatakan bahwa karakteristik sampah terdiri dari beberapa

bagian antara lain yaitu :

Rubbish. Rubbish adalah benda yang mudah terbakar atau tidak terbakar.

Sampah jalanan atau street sweeping. Jenis sampah ini merupakan

sampah yang didapat dari pembersih jalan, trotoar , dedaunan dan dari berbagi

tempat lainnya.

Abu atau ashes. Jenis sampah yang dihasilkan dari ampas yang terbakar

dari sampah yang gampang terbakar.

Sampah garbage. Merupakan bentuk sampah yang diperoleh dari ampas

bagian hewan maupun sayuran yang berasal dari pengolahan biasanya sampah

tersebut mudah busuk, lembab dan terdapat sedikit air.

Bangkai hewan atau dead animal. Sampah dari bangkai hewan

merupakan sisa dari bangkai yang mati karena faktor alam, kecelakaan dan

penyakit.

Bangkai kendaraan/abandonded vehicles. Sampah ini merupakan

sampah yang dihasilkan dari sisa dari bahan pesawat terbang, kapal, mobil, truk,

maupun dari bahan kereta api.

Sampah yang berasal dari perumahan. Sampah yang merupakan hasil

dari perumahan warga yang biasanya terdiri dari sampah garbage, rubbish, dan

ashes.

Sumber sampah. Adapun sumber sampah berdasarkan Chandra (2007)

terdapat beberapa bagian antara lain:

Universitas Sumatera Utara


33

a. Tempat yang bisa melakukan jual-beli barang contohnya ampas dari makanan,

benda dalam bentuk kering, abu yang diperoleh dari kegiatan tersebut.

Biasanya yang digunakan untuk melayani masyarakat yang merupakan milik

dari pemerintah setempat yang berupa tempat umum, hiburan, lapangan, jalan

umum, tempat parkir yang akan melakukan jual beli sehingga menghasilkan

sampah.

b. Pemukiman atau tempat penduduk tinggal yang juga dapat menghasilkan

barang atau sampah seperti garbage atau sampah basah dan rubbish sampah

kering seperti abu dari hasil sisa tumbuhan.

c. Pabrik industri yang sedang beroperasi untuk mengahasilkan barang baik

dalam bentuk berat maupun dalam bentuk ringan seperti pabrik makanan

minuman, industri kayu, pabrik penghasil logam.

d. Pertanian biasanya sampah dihasilkan oleh tanaman atau binatang yang

menghasilkan sisa bahan makanan yang mudah membusuk.

Faktor mempengaruhi jumlah sampah. Menurut pendapat Sumantri

(2009), jumlah sampah dapat dipengaruh beberapa faktor yaitu :

1. Teknik pengumpulan sampah dipakai.

2. Jumlah pertambahan penduduk

3. Faktor geografis lokasi tempat pembuangan sampah

4. Frekuensi harga barang, jika harga tinggi sampah yang dihasilkan akan sedikit.
5. Faktor sosial ekonomi dan budaya juga dapat menimbulkan sampah

6. Faktor waktu seperti harian, mingguan, bulanan, atau tahunan.

Universitas Sumatera Utara


34

Pengaruh sampah pada lingkungan dan masyarakat. Pengolahan terhadap

sampah dalam suatu kawasan atau tempat dapat membawa dampak positif

maupun dampak negatif pada masyarakat dan lingkungan. Adapun dampak

sampah tesebut adalah:

a. Pengaruh positif

1. Dapat digunakan sebagai pupuk pada pertanian dan perkebunan

2. Timbunan sampah dapat membentuk suatu lahan seperti dataran rendah dan

kolam kecil/ rawa-rawa

3. Dapat mengurangi tempat untuk perkembangbiakan vektor penyakit

4. Dapat dijadikan makanan ternak ataupun kompos bahan untuk pupuk


5. Lingkungan menjadi indah dan bersih serta bebas dari pencemaran udara

b. Pengaruh negatif

1. Pengaruh terhadap kesehatan

a. Berkembangbiaknya vektor penyakit seperti nyamuk yang dapat


menyebabkan insiden penyakit demam berdarah
b. Dapat menyebabkan kecelakaan akibat pembuangan sampah secara

sembarangan

2. Dampak sampah pada lingkungan sekitar

1. Menjadikan lingkungan tersebut menjadi tidak enak atau kurang sedap

dipandang oleh mata

2. Menghasilkan gas-gas yang berbahaya bagi masyarakat dan lingkungan

sekitar yang menyebabkan aroma bau yang tidak enak

Universitas Sumatera Utara


35

3. Dapat mencemari kualitas udara disekitar lingkungan tersebut dan bahaya

apabila terjadinya kebakaran

4. Kondisi lingkungan menjadi kotor dan menjadi tempat perkembangbiakan

vektor pengganggu ataupun vektor penyakit.

Penyakit yang berhubungan dengan sampah. Penyakit yang sering

ditimbulkan akibat dari tumpukan sampah meliputi:

1. Diare. Biasanya diare ditandai dengan adanya gejala buang air besar yang

berulang dengan konsistensi cairan yang encer, kadang juga disertai muntah,

dan demam. Penyakit diare disebabkan dari miktroorganisme E-coli, cholera,

salmonella.

2. Gangguan saluran pernapasan atas. Pada kasus ini gangguan saluran

pernapasan atas atau sering disebut dengan ISPA merupakan suatu kerusakan

berat pada bagian saluran pernapasan atas ataupun bawah karena terdapat

virus, kuman, bakteri, maupun jamur, ada atau tidaknya tanda yang disertai

radang didalam paru. Biasanya keluhan gangguan pernapasan juga terjadi

karena adanya bahan pencemar yang disebabkan oleh udara yang mengandung

gas berbahaya yang berasal dari tumpukan sampah di TPA seperti H2S,

Metana, Amoniak.

3. Mycobacterium atau Tuberkulosis (TBC) adalah suatu masalah kesehatan atau

penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium menyerang paru-paru.

Mycobacterium banyak dijumpai di tanah, air dan ungas. Termasuk salah satu

penyakit menular yang melalui udara.

Universitas Sumatera Utara


36

4. Aspergillosis. Aspergillosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur,

biasanya manusia yang terkontaminasi dengan jamur akan menimbulkan

berbagai reaksi alergi tergantung jenis kekebalan tubuh seseorang.

Aspergillosis terdapat pada makanan, sayuran basi, sampah dan tumpukan dari

kompos (Zulkifli, 2014).

Pemulung

Pengertian pemulung. Pemulung merupakan salah satu bentuk kegiatan

yang mengumpulkan barang yang berasal dari sisa-sisa dari aktifitas manusia

maupun alam yang kira-kira dapat digunakan kembali. Biasanya para pemulung

tidak mendapatkan gaji atau upah seperti pekerja lainnya baik dalam bentuk

harian maupun dalam bentuk bulanan, tetapi gaji mereka didapat dari hasil

pengumpulan barang yang dihasilkan (dalam bentuk berat benda atau barang)

seperti kertas, kardus dan barang-barang bekas yang dikumpulkan mereka

(Suradji, 2009).

Pekerjaan memulung tergolong dalam bidang yang tidak resmi dianggap

belum mendapatkan pelayanan kesehatan pada umumnya. Adapun hal yang lain

yang ikut serta dalam menetapkan seseorang sebagai pemulung yaitu masih

rendah tingkat pendidikan, dimana sebagian besar tingkat pendidikan yang rendah

mempengaruhi bidang pekerjaan yang mereka dapatkan juga rendah. Selain

pekerjaan yang rendah, pemikiran juga mendukung untuk berfikir tidak luas, serta

modal yang mereka gunakan juga sangat terbatas yang membuat sarana yang

mereka gunakan sangat sederhana seperti goni plastik, gancu untuk mengambil

sampah atau barang bekas. Dalam menentukan faktor orang menjadi pemulung

Universitas Sumatera Utara


37

sampah karena pendidikan yang mereka miliki masih rendah atau yang tidak

tamat dari pendidikan dasar dan kemampuan mereka miliki juga terbatas. Dalam

melewati tingkat masalah kehidupan agar tetap dapat bertahan hidup, biasanya

pemulung membawa seluruh pasukan keluarga untuk bekerja sambilan seperti

pemulung, sehingga keadaan ini secara tidak langsung membuat anak-anak

menjadi tidak sekolah, selain itu juga pendapatan pemulung setiap harinya jauh

dari yang diharapkan (Herlinda 2010).

Karakteristik pemulung. Dalam karakteristik pemulung meliputi

beberapa bagian yaitu :

Umur. Adapun usia atau umur adalah salah satu bentuk dari alasan yang

dapat mengakibatkan terjadinya masalah kesehatan pada seseorang.

Jenis kelamin. Jenis kelamin digunakan untuk membuat suatu perbedaan

dalam perasaan, perbuatan, mental serta emosi baik laki-laki maupun perempuan

yang bertumbuh di dalam lingkungan.

Jam kerja. Jam Kerja pada umumnya bekerja selama 8 jam/hari. Apabila

waktu kerja melebihi waktu yang telah ditentukan biasanya akan menyebabkan

suatu kelelahan, ganggguan kesehatan serta terserang oleh penyakit. Pekerjaan

yang melewati 8jam/sehari membuat penurunan dalam hal prestasi serta

penurunan produktif kerja (Suma’mur, 2009).

Masa kerja. Lama atau tidaknya seseorang bekerja di suatu tempat sangat

penting untuk diketahui, hal ini dilakukan untuk mengetahui lamanya pekerja

telah terpapar oleh sumber penyakit yang dapat membuat seseorang mengalami

gangguan penyakit (Suma’mur 2009).

Universitas Sumatera Utara


38

Kebiasaan merokok. Merokok salah satu dari kegiatan seseorang yang

membuat rasa nyaman bagi seseorang yang mengggunakannya. Rokok yang

mempunyai kandungan antidepressant yang dapat membuat efek nyaman pada

siperokok, meskipun kegiatan merokok merupakan perilaku yang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan karena terdapat didalam rokok terdapat 4000

zat racun dalam satu batang rokok. Merokok suatu perilaku atau tindakan

seseorang yang sengaja membakar bahan yang terbuat dari hasil tembakau untuk

dibakar dan kemudian akan dihirup atau dihisap dimana kandungan terdapat zat

nikotin, tar dan karbon monoksida (Roschayati, 2015).

Menurut data WHO (2011) sebanyak 59.900.000 atau 34,8 persen dari

jumlah orang dewasa yang ada di Indonesia menggunakan rokok. Sementara pada

remaja di Indonesia menyumbang 67 persen untuk perdana di umur yang masih

muda yaitu 15 tahun. Adapun rata-rata kalangan remaja yang merokok di usia 15

sampai 19 tahun yang berjenis kelamin pria sebesar 37,3 persen sedangkan pada

remaja wanita sebesar 3,1 persen, hal ini membuat kenaikan dalam 13 tahun

terakhir dimana 7,1 persen tahun 2001 naik 18,3 persen di tahun 2013. Daerah

yang berlokasi Sulawesi Utara dicatat bahwa 65 persen pria diusia kurang dari 15

tahun dan delapan persen wanita adalah perokok aktif (Riskesdas, 2014).

Asap rokok merupakan salah satu Particulate Matter (PM) yang berada di

udara. Partikel yang lembut dan halus sangat cepat terdorong masuk ke dalam

paru-paru yang paling dalam sehingga dapat masuk dan dialirkan kebagian

pembuluh darah atau mengendapan dalam kurung waktu yang lama. Jika partikel

Universitas Sumatera Utara


39

halus tersebut terhirup akan dapat menimbulkan iritasi, mengganggu pernapasan

dan merusak paru-paru. Pada tingkat kritis dapat menyebabkan risiko penyakit

gangguan jantung, gangguan pernapasan serta menyebabkan kanker pada paru-

paru.

Perokok akan menghisap rokok yang mengandung bahan kimia dan

kemudian akan merangsang permukaan sel saluran pernapasan sehingga

menimbulkan keluarnya lendir atau dahak. Ketika tiba pada bulu getar yang

terdapat dalam hidung sebagian besar akan dibekukan oleh asap rokok tersebut

yang membuat lendir pada saluran pernapasan tidak bisa keluar seluruhnya yang

akan menyebabkan menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri yang

menyebabkan bronchitis kronis (Rohilla, 2013).

Penggunaan alat pelindung diri (APD). Alat pelindung diri ialah salah

satu alat ukur yang digunakan saat bekerja dan juga untuk melindungi pekerja dari

bahaya akibat kerja, selain itu juga untuk melihat seberapa besar pengaruh APD

dalam mencegah seseorang terkenah dampak dari suatu lingkungan yang dapat

membahayakan bagi seseorang.

Alat Pelindung Diri (APD)

Pengertian penggunaan alat pelindung diri. Penggunaan alat pelindung

diri ialah salah satu kelengkapan yang harus dan wajib dipakai saat melakukan

pekerjaan yang memenuhi syarat dengan keperluan pekerja untuk menjamin

kesehatan dan keselamatan para pekerja, selain itu APD yang digunakan juga

harus ampuh dan pas dengan risiko yang mungkin akan terjadi, biasanya bahan

Universitas Sumatera Utara


40

yang digunakan terbuat dari beberapa material yang mampu bertahan terhadap

bahaya, merasa nyaman saat digunakan serta tidak.

Jenis alat pelindung diri. Pemakaian dalam penggunaan alat pelindung

diri harus mampu serta bisa mengurangi dampak kecelakaan yang mungkin terjadi

selama melakukan pekerjaan seperti:

Baju kerja. Penggunan celana dan baju kerja pada saat bekerja seharusnya

tidak terlalu panjang, tidak sempit dan memiliki rongga yang luas, sedangkan

pakaian kerja seperti baju bahannya terbuat dari katun, linen, sutera dan bahan

lainnya yang sedapat mungkin tidak boleh terlalu longgar. Hal ini dilakukan untuk

melindungi para pekerja dari bahan-bahan kimia dan bahan yang lainnya

(Harrington dan Gill, 2003).

Sarung tangan. Kegunaan dari sarung tangan adalah untuk melindungi

lapisan tangan dari benda yang berbau tajam serta zat yang berbahaya dan

biasanya sarung tangan sangat umum digunakan, selain itu untuk pemilihan bahan

sarung tangan juga perlu mempertimbangkan antara lain dari segi bentuk, segi

bahan dan juga ketahanan (Butarbutar, 2012)

Sepatu kerja. Pemilihan dan juga pemakain sepatu kerja sebagai

pengaman kaki harus diperhatikan karena pemakaian APD dalam hal sepatu kerja

dapat mencegah kaki dari benda yang jatuh ke kaki yang menusuk telapak kaki,

serta benda tajam yang dapat melukai kaki (Rijanto, 2010).

Masker. Adapun kegunan utamanya dari pemakain masker adalah untuk

menghindari dari bahaya yang mungkin terjadi selama bekerja di dalam lokasi

kerja seperti dalam bentuk debu, gas dan uap (Harrington & Gill, 2003).

Universitas Sumatera Utara


41

Kaca mata. Kacamata fungsinya adalah untuk melindungi area mata dari

paparan gas, uap, radiasi maupun sinar matahari yang dapat menyebabkan

gangguan pada mata. Biasanya alat yang digunakan untuk melindungi area mata

dapat berbagi jenis bentuknya ada yang berbentu kacamata biasa, ada juga yang

kacamata yang dilengkapi oleh bahan pelindung mata yang melingkupi muka

(Harrington & Gill, 2003).

Landasan Teori

Perubahan lingkungan dihasilkan dari kegiatan alamiah ataupun dari

manusia sendiri yang dapat mencemari kawasan lingkungan sehingga

mengakibatkan kerusakan pada lingkungan tersebut. Pergantian mutu udara dapat

meliputi perubahan kuantitas seperti CO, O3, NH3, H2S, SO2, NO2, partikel

debu dan Hidrokarbon. Adapun keluhan gangguan kesehatan yang mungkin

terjadi yaitu keluhan pada pandangan/mata, gangguan pernapasan, lembab

dibagian dalam paru, bronkitis yang lama, serta keluhan lainnya yang dapat terjadi

di dalam tubuh manusia.

Lingkungan yang sering berinteraksi dengan manusia akan mengalami

perubahan-perubahan yang cukup berpengaruh akibat adanya suatu aktivitas

manusia atau faktor lain yang menyebabkan komponen dari lingkungan menjadi

berubah atau rusak yang dapat berdampak pada kesehatan manusia maupun pada

lingkungan.. Faktor lingkungan juga memiliki potensi sebagai penyebab

terjadinya penyakit yang bersumber dari sumbernya, kemudian akan menuju dan

bergerak dan berada dalam lingkungan (ambien). Sesudah sampai kedalam bagian

tubuh hasil dari metabolisme tersebut akan berada didalam jaringan lemak, darah,

Universitas Sumatera Utara


42

otak yang akan berinteraksi dengan sistem pertahanan secara biologis di dalam

tubuh manusia (Teori simpul, Achmadi 2014 modifikasi).

Sumber Media Manusia Dampak

- Melalui udara
Tumpukan Udara yang terhirup secara Keluhan
terus-menerus Gangguan
sampah Pernapasan
- Melalui kulit yang
masuk melalui pori-
pori
Gambar 1. Kerangka teori

Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Karateristik pemulung Keluhan gangguan


pernapasan
- Umur
- Batuk
- Jenis Kelamin
- Demam
- Jam kerja - Flu
- Sakit kepala
- Masa kerja - Sesak napas
- Sakit
- Kebiasaan merokok tenggorokan
Kualitas Udara - Nyeri dada
- Penggunaan APD
-Konsentrasi H2S di udara
Gambar
ambien2.( Kerangka
Melebihi dan
konsep
tidak
melebihi KepMenLH tahun
1996)

Gambar 2. Kerangka konsep

Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh paparan gas Hidrogen

Sulfida dan Karakteristik pemulung terhadap keluhan gangguan pernapasan pada

pemulung di TPA Sei Giling kota Tebing Tinggi tahun 2019.

Universitas Sumatera Utara


43

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan penelitian

crosssectional yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh paparan gas Hidrogen

Sulfida (H2S) dan karakteristik pemulung terhadap keluhan gangguan pernapasan

pada pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi tahun 2019.

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini dilakukan di TPA Sei Giling

Kelurahan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi di lokasi TPA di Zona Aktif tempat

pemulung melakukan aktivitasnya memulung sampah. Lokasi atau titik

pengambilan sampel dilakukan di tiga titik yaitu titik tumpukan sampah, titik

bongkar dan titik lokasi tempat istirahat pemulung TPA Sei Giling Kota Tebing

Tinggi tahun 2019.

Waktu penelitian. Pelaksanaan penelitian ini dimulai sejak survei

pendahuluan, penyusunan proposal, seminar proposal, pengumpulan dan

pengolahan data serta penyelesaian tesis yang dilakukan mulai bulan Januari

sampai dengan Juli 2019.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi yang

berjumlah 50 orang.

43

Universitas Sumatera Utara


44

Sampel penelitian. Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah seluruh

populasi pemulung yaitu sebanyak 50 orang pemulung yang bekerja di

TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi.

Sampel penelitian sebanyak 50 pemulung adalah seluruh dari populasi

yang ditentukan. Sampel dalam penelitian ini adalah pemulung yang

berusia ≥ 18 tahun dan bekerja minimal 3 tahun di TPA Sei Giling.

Menurut Kilburn (1995) dalam Sianipar (2009), kriteria usia 18 tahun

didasarkan atas keseragaman antropometri dan lama kerja responden

minimal 3 tahun dengan hasil penelitian yang dilakukan pada para

pekerja yang terpapar Hidrogen Sulfida (H2S) pada konsentrasi antara

0,010-0,100 ppm dari unit pengolahan minyak mentah selama 40 jam

setiap minggu dalam 3-4 tahun yang menunjukkan bahwa pekerja

mengalami keluhan saluran pernapasan, batuk pilek, sakit tenggorokan,

nyeri dada, sesak napas dan sakit kepala disertai demam.

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel independen dalam penelitian ini adalah variabel umur, jenis

kelamin, jam kerja, masa kerja, kebiasaan merokok, penggunaan alat pelindung

diri, dan konsentrasi H2S di udara ambien sedangkan variabel dependennya

adalah variabel tentang keluhan gangguan pernapasan pada pemulung di TPA Sei

Giling Kota Tebing Tinggi tahun 2019.

Definisi operasional dari masing-masing variabel baik independen maupun

dependen adalah sebagai berikut ini:

Universitas Sumatera Utara


45

1. Umur adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya keluhan

gangguan penyakit pada seseorang. Pengukuran variabel umur didasarkan pada

skala ukur ordinal.

2. Jenis kelamin adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan
dalam segala hal yang berupa hal perasaan, prilaku dan rasa emosional.
3. Jam kerja per hari seseorang yang bekerja dengan baik dalam sehari pada

umumnya adalah delapan jam/hari. Bekerja yang melebihi delapan jam/hari

dapat mengakibatkan penurunan dalam total prestasi dan penurunan kecepatan

kerja yang disebabkan kelelahan.

4. Masa kerja sangat penting bagi seseorang untuk melihat lamanya seseorang

telah terpajam dengan berbagai sumber penyakit yang dapat menyebabkan

keluhan gangguan penyakit.

5. Kebiasaan merokok merupakan kegiatan yang dapat menyebabkan efek

nyaman karena didalam rokok terkandung antidepressant yang dapat

menimbulkan rasa aman bagi sipengguna.

6. Penggunaan alat pelindung diri adalah suatu alat kelengkapan yang wajib

digunakan atau dipakai pada saat bekerja, hal ini bertujuan untuk melindungi

para pekerja dari bahaya yang mungkin terjadi selama dalam bekerja.

7. Hidrogen Sulfida (H2S) adalah salah satu gas pencemar udara yang terdapat di

tempat pembuangan akhir sampah yang berbau telur busuk. Nilai baku mutu

yang diperbolehkan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 50

Tahun 1996 tentang baku tingkat kebauan adalah 0,02 ppm.

Universitas Sumatera Utara


46

8. Konsentrasi H2S adalah kadar nilai konsentrasi H2S di udara yang sudah

tercamar akibat adanya kandungan gas yang berbahaya didalam lingkungan

tersebuit sehingga kadar udara yang ada dilingkunga tersebut sudah tidak

sesuai dengan semestinya. Dalam hal ini pengukuran variabel konsentrasi H2S

di udara ambien didasarkan pada pengukuran secara langsung oleh seorang ahli

teknik lingkungan

9. Melebihi baku mutu adalah apabila kualitas udara yang diukur melebihi dari

nilai ambang batas yang diatur oleh Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999

tentang pengendalian pencemaran udara ambient dan Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup No.50 Tahun 1996 tentang baku tingkat kebauan.

10. Tidak melebihi baku mutu adalah apabila kualitas udara yang diukur tidak

melebihi dari nilai ambang batas yang diatur oleh Peraturan Pemerintah No.41

Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara ambient dan Keputusan

Menteri Lingkungan Hidup No.50 Tahun 1996 tentang baku tingkat kebauan.

11. Keluhan gangguan pernapasan adalah salah satu penyakit yang disebabkan

karena tergangguan fungsi saluran pernapasan pada seseorang. Biasanya ini

terjadi karena seseorang terlalu lama terpapar oleh udara yang sudah tercemar.

Keluhan gangguan saluran pernapasan adalah gangguan saluran pernapasan

yang didasarkan pada subjektifitas yang dirasakan responden berupa batuk, flu,

batuk berdahak, sakit tenggorokan, nyeri dada, maupun sesak napas.

Universitas Sumatera Utara


47

12. Adanya keluhan kesehatan adalah adanya suatu gangguan kesehatan pada

seseorang akibat adanya sustu faktor yang masuk ke dalam tubuh seseorang.

Gangguan kesehatan yang dapat diserang oleh terpapranya gas H2S adalah

sistem saluran pernapasan yang dirasakan oleh pemulung yang berupa batuk,

flu, batuk berdahak, sakit tenggorokan, nyeri dada maupun sesak napas.

Tabel 3

Metode Pengukuran Variabel Penelitian

Variabel Alat dan Hasil ukur Skala


cara ukur
Umur Kuesioner 1.<30 tahun Nominal
dan wawancara 2. ≥30 tahun
Jenis Kuesioner 1. laki-laki Nominal
kelamin dan wawancara 2. Perempuan
Jam Kuesioner 1. Memenuhi syarat Ordinal
kerja dan wawancara 2. Tidak memenuhi syarat
(UU No 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan
pasal 77-85
Masa Kuesioner 1. <3 tahun Ordinal
kerja dan wawancara 2. ≥3 tahun
Kebiasaaan Wawancara 1. Merokok jika Ordinal
merokok dan Kuesioner 2. Tidak merokok

Penggunaan Wawancara 1. Menggunakan Ordinal


Alat dan kuesioner 2. Tidak menggunakan
pelindung
Keluhan Wawancara 1. Ada keluhan Ordinal
gangguan dan kuesioner 2. Tidak ada keluhan
Pernapasan

Konsentrasi Pengukuran langsung 1. Melebih NAB Ordinal


H2S Menggunakan (0,002 ppm)
Spektro- 2. Tidak melebihi
fotometer (KepMenLH No
50 tahun 1996)

Universitas Sumatera Utara


48

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer

dan data sekunder.

Adapun data primer dan data sekunder yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Data primer. Data primer diperoleh dari hasil observasi langsung melalui

pengukuran konsentrasi H2S di udara ambien di TPA Sei Giling kota Tebing

Tinggi yang akan dilakukan oleh seorang tenaga ahli dari Balai Teknik Kesehatan

Lingkungan (BTKL), dan kemudian hasil dari pengukuran tersebut akan dianalisis

di laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Medan untuk

melihat konsentrasi dari gas H2S tersebut, selain itu juga dilakukannya wawancara

dengan pemulung menggunakan kuesioner dan lembar observasi terkait dengan

keluhan gangguan pernapasan perorangan pada pemulung.

Data sekunder. Data sekunder diperoleh dari hasil penelusuran dokumen,

laporan dan rekapan dari data Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi, Puskesmas

UPTN Satria Tebing Tinggi, Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman

Kebersihan dan Pertamanan yang terkait dengan data penyakit serta data dari

jumlah volume sampah yang dihasilkan di TPA Sei Giling Tebing Tinggi.

Metode Pengukuran

Pengukuran konsentrasi H2S di udara ambien di TPA Sei Giling kota

Tebing Tinggi akan dilakukan oleh seorang tenaga ahli dari Balai Teknik

Kesehatan Lingkungan (BTKL) dan kemudian hasil dari pengukuran tersebut

akan dianalisis di laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL)

Medan untuk melihat konsentrasi dari gas H2S di TPA tersebut. Adapun

Universitas Sumatera Utara


49

pengambilan titik pengukuran pada konsentrasi H2S di TPA Sei Giling dengan

menentukan tiga titik zona aktif yang dimana dalam setiap titik zona aktif akan

diambil dimasing-masing satu titik untuk pengukuran konsentrasi H2S yang

dianggap telah mewakili konsentrasi gas H2S yang tinggi. Adapun alasan peneliti

mengambil tiga titik zona pengukuran untuk konsentrasi H2S di TPA Sei Giling

adalah sebagai berikut :

Titik tumpukan sampah. Diukur karena seluruh sampah lama dan baru

akan digabungkan ditempat titik tersebut tanpa adanya pemisahan antara sampah

yang sudah lama dengan sampah yang baru datang yang diangkit oleh mobil truk

sampah sehingga diperkirakan kandungan nilai konsentrasi H2S di titik pertama

sangat tinggi.

Titik pembongkaran sampah. Diukur karena para pemulung banyak

melakukan aktivitasnya di tempat ini, hal ini diperkuat karena ketika truk sampah

datang dengan membawah berbagai sampah dari pemukiman warga, maka para

pemulung akan melakukan pembongkaran sampah-sampah tersebut, sehingga

dianggap bahwa konsentrasi H2S juga akan tinggi.

Tempat istirahat pemulung. Tempat ini diambil karena semua para

pemulung akan berkumpul dan akan banyak melakukan kegiatannya setelah dan

kemudian mereka akan melakukan pemilahan- pemilahan sampah yang mereka

anggap masih memiliki nilai jual untuk dijual kepara pengepul sampah untuk

ditukar menjadi nilai rupiah.

Universitas Sumatera Utara


50

Analisis Hidrogen Sulfida di udara. Metode paling spesifik untuk

mengukur konsentrasi H2S di udara ambien adalah dengan menggunakan reaksi p-

amino-dimetil anilin dan reaksi FeCl3. ( Magill & Holden,1956).

Prinsip pemeriksaan H2S. Ion Sulfida bereaksi dengan N, N Dimethyl 1,4

Phenylen Diaminc dari FeCl3 yang akan membentuk Metilene blue yang

kemudian intensitasnya diukur dengan alat spektofotometer pada gnajnap

gnabmoleg 670 nm.

A. Alat dan bahan

Alat ukur H2S di udara ambiend

1. Midged impinger, flow meter, vacumm pump, generator set

2. Spektrofotometer

B. Bahan dan cara pembuatan :

a. Larutan penyerap CD (OH)2. Dilakukan penimbangan 4,3 gram CdSO4.8H2O

dan dilarutkan dalam air kemudian ditambahkan 0,3 gram NaOH dan

diencerkan hingga 1 liter.

b. Larutan amin. Ditimbang 12 gram p-amino-dimetil anilin dan ditambahkan 30

ml aquades serta 50 ml H2SO4 pekat. (Stok). Diambil larutan stok 25 ml dan

diencerkan dengan H2SO4 : H2O (1:1) sampai 1 liter

c. Larutan FeCl3. Ditimbang 100 gram FeCl3.6H2O dan diencerkan dengan

aquades hingga 100 ml.

Universitas Sumatera Utara


51

d. Larutan standar Sulfide. Ditimbang 0,71 g Na2S.9H2O dilarutkan dengan

aqudes hingga volume satu liter ( larutan induk). Kemudian dipipet 10 ml dan

diencerkan dengan aquades hingga volume 100 ml

C. Prosedur pembuatan kurva kalibrasi

1. Pipet dalam 6 labu terukur masing-masing 0,1,2,3,4,5 ml larutan standar kerja

H2S tersebut.

2. Tambahkan 0,5 ml larutan uji amin dan 3 tetes larutan FeCl3. Kemudian

ditambahkan larutan penyerap sampai tanda batas.

3. Tunggu selama 30-60 menit, dibaca absorbansi dengan spektrofotometer pada

panjang gelombang 670 nm.

4. Dihitung konsentrasi H2S dalam satu seri larutan tersebut.

5. Dibuat kurva yang menyatakan hubungan absorbansi dengan komsentrasi H2S.

D. Prosedur perlakuan dan pengambilan sampel

1. Larutan penyerap H2S sebanyak 20 ml dimasukkan kedalam midget

2. Impinger Midget impinger dirangkaikan dengan pompa vakum dan diatur

kecepatan aliran udara pada 2 L/menit

3. Kemudian pengambilan sampel uji dilakukan selama 1 jam, setelah itu pompa

penghisap dimatikan.

4. Sesudah pengambilan sampel uji, diamkan selama 20 menit untuk

menghilangkan pengganggu. (Sampel uji dapat stabil selama 24 jam, jika

disimpan pada suhu 5ºC dan terhindar dari sinar matahari).

E. Cara analisis : (SNI 19-7119.7-2005)

1. Diambil 10 ml larutan sampel uji dalam midget (suhu kamar) ke dalam labu

takar 25 ml dan ditambahkan 5 ml air suling sebagai pembilas.

Universitas Sumatera Utara


52

2. Sebanyak 0,5 ml larutan amin dan 3 tetes FeCl3 ditambahkan ke dalam labu

takar.

3. Air suling ditepatkan sampai pada tanda batas yang ditentukan, kemudian akan

dihomogenkan dan selanjutnya akan di diamkan selama kurang lebih 30-60

menit.

4. Campuran larutan diatas akan diukur serapannya dengan spektrofotometer pada

panjang gelombang 670 nm.

5. Untuk pengujian blanko, ulangi seperti langkah-langkah diatas dengan

menggunakan sebanyak 10 ml larutan penyerap.

Metode Analisis Data

Analisis data yang dilakukan meliputi analisa univariat, bivariat dan

multivariat untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel dependen dengan

variabel independen.

Analisis univariat. Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi

frekuensi dan persentase dari setiap variabel. Variabel tersebut adalah keluhan

gangguan pernapasan, dan karakteristik pemulung yaitu umur, jenis kelamin, jam

kerja, masa kerja, kebiasaan merokok, penggunaaan alat pelindung diri dan

konsentrasi H2S di udara ambien.

Analisis bivariat. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh

antara dua variabel sehingga diketahui jumlah persentase responden berdasarkan

variabel bebas yang berhubungan dengan variabel terikat. Uji yang digunakan

adalah uji chi-square dengan data kategorik (data numerik yang sudah diubah

menjadi dua kelompok ). Ho ditotak bila p value <0,05 pada taraf kepercayaan 95

persen.

Universitas Sumatera Utara


53

Analisis multivariat. Analisis multivariat yaitu analisis yang dilakukan

untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yang paling dominan dengan variabel

terikat. Dimana dalam uji ini menggunakan Regresi logistik berganda.

Universitas Sumatera Utara


54

Hasil Penelitian

Gambaran Umum Kota Tebing Tinggi

Kota Tebing Tinggi berada pada posisi koordinat geografi 03º 16´ LU-03º

23´LU- dan 99º 07´ BT - 99º 12´ BT dengan ketinggian diantara 26-34 m diatas

permukaan laut (mdpl) serta memiliki topografi mendatar dan bergelombang.

Kota Tebing Tinggi dapat dikategorikan sebagai beriklim tropis dengan

temperatur udara antara 25o–27oC dan kondisi alam Kota Tebing Tinggi

dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.

Kota Tebing Tinggi berada sekitar ± 78 km ke arah Tenggara Kota Medan

yang merupakan IbuKota Provinsi Sumatera Utara. Wilayah administratif Kota

Tebing Tinggi dikelilingi oleh beberapa perkebunan besar yang merupakan milik

negara (BUMN) dengan batas-batas sebagai berikut:

1. Sebelah Utara, berbatasan dengan PTPN - III Kebun Rambutan, Kabupaten

Serdang Bedagai.

2. Sebelah Selatan, berbatasan dengan PTPN - IV Kebun Pabatu dan Perkebunan

Paya Pinang, Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Sebelah Timur, berbatasan dengan PT. Soefindo Tanah Besi dan PTPN - III

Kebun Rambutan Kabupaten Serdang Bedagai.

4. Sebelah Barat, berbatasan dengan PTPN - III Kebun Bandar Bejambu

Kabupaten Serdang Bedagai.

Secara administratif, Wilayah Kota Tebing Tinggi sebelumnya terdiri dari

tiga kecamatan dengan dua puluh tujuh kelurahan yakni Kecamatan Padang Hulu,

Padang Hilir dan Rambutan namun sejak tahun 2006 melalui Perda No. 15 Tahun

54
Universitas Sumatera Utara
55

2006 wilayahnya dimekarkan menjadi lima Kecamatan yakni Padang Hulu,

Padang Hilir, Rambutan, Bajenis dan Tebing Tinggi Kota dengan total

seluruhnya tiga puluh lima Kelurahan. Jumlah penduduk Kota Tebing Tinggi

terus bertambah meskipun pertambahan penduduk tidak bertambah melebihi

30.000 penduduk tiap tahunnya. Jumlah penduduk Kota Tebing Tinggi

berdasarkan Tebing Tinggi Dalam Angka Tahun 2018 sebesar 156.815 jiwa

(Profil Kota Tebing tinggi 2018).

Gambaran Umum TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi

Lokasi Tempat Proses Akhir (TPA) Sei Giling di Kota Tebing Tinggi

berada di kawasan pinggiran Kota Tebing Tinggi yang bertempat di Jalan Baja

Kecamatan Padang Hilir dengan jarak sekitar lima km dari pusat Kota Tebing

Tinggi. Tempat Pembuangan Akhir Sampah atau sering disebut dengan TPA yang

merupakan tempat dimana sampah-sampah tersebut dibuang dan dikumpulkan

disatu tempat. TPA Tebing Tinggi yang berada dilokasi Sei Giling Kota Tebing

Tinggi dalam proses pengelolaan sampah menggunakan proses open dumping

yaitu sampah dibiarkan begitu saja di daerah yang terbuka tanpa adanya perlakuan

dari pihak terkait, tentunya hal ini sangat bertentangan dengan sistem pengolahan

sampah yang diperbolehkan oleh Peraturan Perundang-undangan nomor 50

dimana pengelolaan sampah harus menggunakan sistem sanitary landfill yaitu

cara penimbunan sampah padat pada suatu tempat atau lahan yang telah

ditentukan dengan menimbun lapisan sampah dengan lapisan tanah secara

berulang sampai aroma sampah tersebut tidak tercium kepermukaan.

Universitas Sumatera Utara


56

TPA Sei Giling berdiri tahun 2007 sampai sekarang dimana lokasi TPA

berada di jalan Baja Padang Hilir Kota Tebing Tinggi. Adapun kapasitas luas

TPA adalah ≤ lima hekter atau 50.000 m². Jumlah rata-rata volume sampah yang

dihasilkan bulan Januari-Desember 2017 sebanyak 290,150 ton/tahun dengan

rata-rata 24,179 ton/bulan dan 96,71 m3/hari sampah, sementara volume sampah

pada bulan Januari-Desember tahun 2018 mengalami peningkatan yaitu 320.053

ton/tahun dengan rata-rata 26.67 ton/bulan dan rata-rata 106,68 m3/hari sampah

yang terangkut ke TPA Kota Tebing Tinggi. Jenis kendaraan yang masuk ke TPA

sebanyak dua puluh dua jenis kendaran dengan pembagian jenis kendaraan

sebagai berikut yaitu dua belas jenis Dump Truck, tujuh jenis kendaraan Arm Roll

Truck, satu jenis kendaraan Sweeper Truck, satu jenis kendaraan Compactort dan

satu jenis kendaraan Fuso Truck dimana semua jenis kendaraan tersebut setiap

harinya membawa sampah dan dibuang ke TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi.

Sistem pengolahan sampah di TPA ini dengan menggunakan sistem open

dumping, dimana sistem ini tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang ini

mengingat sistem ini sangat merugikan lingkungan dan membuat lingkungan

tidak sehat. Kondisi lahan TPA yang seperti ini diperlukan penanganan cepat

sehingga tanah yang dicemari oleh akibat limbah padat ini tidak menimbulkan

masalah baru dalam penyediaan sumber air yang berasal dari air tanah. Lambat

laun dengan kondisi seperti ini akan menimbulkan kerugian yang lebih banyak

bagi kesehatan lingkungan. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari kondisi

seperti dapat mengakibatkan risiko penularan dan penyebaran berbagai penyakit

lainnya.

Universitas Sumatera Utara


57

Hasil Analisis Univariat (Umur, Jenis Kelamin, Jam Kerja, Masa Kerja dan
Penggunaan Alat Pelindung Diri ) di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi
Tahun 2019

Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan untuk melihat distribusi

dan frekuensi dari masing-masing karakteristik pemulung yang bekerja di TPA

Sei Giling Kota Tebing Tinggi Tahun 2019. Berdasarkan hasil penelitian pada

karakteristik pemulung yang meliputi umur, jenis kelamin, jam kerja, masa kerja,

kebiasaan merokok, penggunaan alat pelindung diri dan konsentrasi gas H2S di

udara ambien di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi di sajikan dalam bentuk

tabel di bawah ini:

Tabel 4

Hasil Karakteristik Pemulung Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Jam Kerja,


Masa Kerja, Kebiasaan Merokok dan Penggunaan Alat Pelindung Diri di TPA
Sei Giling Kota Tebing Tinggi

Karakteristik Pemulung (n=50) Persentase (%)


Umur Pemulung
< 30 tahun 18 36
≥ 30 tahun 32 64
Jenis Kelamin
Laki-laki 17 34
Perempuan 33 66
Jam kerja
≥ 8jam/hari 25 50
<8 jam/hari 25 50
Masa Kerja
≥3 tahun 18 36
<3 tahun 32 64
Kebiasaan Merokok
Merokok 19 38
Tidak merokok 31 62
Penggunaan APD
Menggunakan 24 48
Tidak menggunakan 26 52

Universitas Sumatera Utara


58

Berdasarkan data tabel 4 pada karakteristik umur pemulung diketahui

bahwa pemulung yang berumur ≥30 tahun yaitu sebanyak 32 orang (64,0%),

sedangkan pemulung berumur <30 tahun berjumlah 18 orang (36,0%).

Pada jenis kelamin diketahui bahwa pemulung yang berjenis kelamin

perempuan yaitu 33 orang (66,0%), sedangkan pemulung berjenis kelamin laki-

laki yaitu 17 orang (34,0%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemulung yang

berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan pemulung yang

berjenis kelamin laki-laki.

Pada jam kerja diketahui bahwa pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling

bekerja ≥8 jam/hari sebanyak 25 orang (50,0%) dan yang bekerja <8 jam/hari

sebanyak 25 orang (50,0%). Hal ini disebabkan karena menurut pendapat para

pemulung semakin lama mereka bedara di TPA, maka semakin banyak jumlah

sampah yang dapat mereka hasilkan, sehingga penghasilan mereka dapat

bertambah.

Pada masa kerja diketahui bahwa pemulung yang bekerja ≥3 tahun yaitu

sebanyak 32 orang (64,0%), sedangkan pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling

<3 tahun sebanyak 18 orang (36,0%). Hal ini di karenakan banyak dari antara

pemulung yang tidak memiliki pekerjaan seperti karyawan swasta maupun

karyawan tetap, dan sebagian besar pemulung adalah ibu rumah tangga, sehingga

mereka melilih bekerja sebagai pemulung dengan alasan dapat menghasilkan nilai

tambahan rupiah setiap hari.

Pada kebiasaan merokok diketahui bahwa pemulung yang tidak merokok

sebanyak 31 (62,0%) sedangkan pemulung yang merokok sebanyak 19 orang

Universitas Sumatera Utara


59

(38,0%). Hal ini disebabkan sebagian besar pemulung berjenis kelamin

perempuan, selain itu juga pemulung tidak merokok karena mereka merasa

terganggu apabila merokok pada saat bekerja.

Pada penggunaan alat pelindung diri di ketahui bahwa pemulung yang

tidak menggunakan alat pelindung diri pada sebanyak 26 orang (52,0%),

sedangkan pemulung yang menggunakan penggunaan alat pelindung diri yaitu 24

orang (48,0%). Hal ini disebabkan karena pemulung merasa tidak nyaman saat

menggunakan alat pelindung diri yang lengkap saat bekerja dan juga mereka

beranggapan bahwa dengan menggunakan alat pelindung diri saat bekerja

membuat pekerjaan mereka menjadi lambat dan tidak maksimal.

Pengukuran konsentrasi gas Hidrogen Sulfida (H2S) di udara ambien

di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi Tahun 2019. Pengukuran kualitas udara

di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi dilakukan di tiga titik pengukuran yang

merupakan zona aktif Hidrogen Sulfida. Adapun tempat tiga titik yang dilakukan

pengukuran konsentrasi H2S yaitu tempat tumpukan sampah, tempat bongkar

sampah dan tempat istirahat pemulung, dimana ketiga titik tersebut terletak tepat

di tengah-tengah tumpukan sampah dan memiliki jarak yang sangat dekat antara

titik satu dengan titik lainnya.

Pengukuran dilakukan pada tanggal 28 Mei 2019 pada pagi sampai siang

hari yang dimulai pukul 10.30 hingga pukul 13.40 Wib, dengan durasi setiap titik

dilakukan satu titik pengukuraan dengan waktu pengukuran selama satu jam

sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh KemenLH tentang cara pengukuran

kadar H2S di udara ambien. Pada saat pengukuran kondisi keadaan cuaca cukup

panas. Pada titik pertama suhu 34,5oC, titik kedua 34,7oC, dan titik ketiga 34,6oC

Universitas Sumatera Utara


60

dimana tekanan udara yang digunakan saat pengukuran adalah 758 mmHg.

Namun sehari sebelum dilakukan pengukuran terjadi hujan deras sehingga

menyebabkan kelembaban pada tanah di sekitar TPA Sei Giling. Adapun hasil

kelembaban yang di dapatkan pada waktu pengukuran di setiap masing-masing

titik berbeda yaitu titik pertama (57,7%), titik kedua (60,3%) dan titik ketiga

(54,6%).

Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan pada ketiga titik

pengukuran diperoleh nilai konsentrasi H2S tertinggi di dapat dari titik tumpukan

sampah sebesar 0,029 ppm, titik pembongkaran sampah yaitu sebesar 0,025 ppm,

sedangkan pada titik ketiga yaitu titik istirahat di peroleh nilai konsentrasi H2S

sebesar 0,016 ppm. Hasil pengukuran konsentrasi H2S di udara ambien di TPA

Sei Giling Kota Tebing Tinggi yang dilakukan oleh seorang tenaga ahli dari

teknisi BTKL Medan dengan menggunakan alat spektrofotometer dengan waktu

pengukuran pada masing-masing titik selama satu jam pengambilan sampel sesuai

dengan prosedur yang ditetapkan oleh KenMenLH. Hasil nilai pengukuran

konsentrasi gas H2S di udara ambien di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi pada

tabel sebagai berikut:

Tabel 5

Hasil Pengukuran Konsentrasi Gas Hidrogen Sulfida di Udara Ambien TPA Sei
Giling Kota Tebing Tinggi

Kadar Hasil Baku Kelembaban Keterangan


H2S (ppm) Mutu (%)
(ppm)
Titik tumpukan 0,029 0,02 57.7 Melebihi baku mutu
sampah
Titik Melebihi baku mutu
Bongkar 0,025 60,3
Titik Tidak melebihi baku
Istirahat 0,016 54,6 mutu

Universitas Sumatera Utara


61

Berdasarkan tabel lima menunjukkan bahwa konsentrasi H2S di udara

ambien yang dilakukan pengukuran pada TPA Sei Giling di tiga titik pengambilan

sampel diketahui konsentrasi H2S melebihi baku mutu yang diperbolehkan yaitu

pada titik tumpukan sampah sebesar 0,029 ppm dan titik bongkar 0,025 ppm,

sedangkan pada titik istirahat di dapatkan konsentrasi H2S di udara ambien masih

sesuai dengan nilai baku mutu yang diperbolehkan yaitu 0,016 ppm.

Tabel 6

Hasil Paparan Konsentrasi Gas Hidrogen Sulfida yang Melebihi dan Tidak
Melebihi Baku Mutu di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi

Variabel Jumlah Persentase


(n) (%)
Konsentrasi H2S
Tidak Melebihi Baku Mutu 22 44,0
Melebihi Baku Mutu 28 56,0
Total 50 100

Berdasarkan data tabel enam pada pengkuran konsentrasi Hidrogen

Sulfida (H2S) di udara ambien dapat dilihat bahwa paparan konsentrasi H2S yang

melebihi baku mutu yaitu sebanyak 22 pemulung (44%) yang di dapat dari tempat

istirhat pemulung, sedangkan paparan konsentrasi H2S yang melebihi baku mutu

yaitu sebanyak 28 pemulung (56%) yang diperolah dari tempat titik tumpukan

sampah sebanyak 10 pemulung dan 18 pemulung di titik bongkar. Lokasi

pemulung yang menghirup gas Hidrogen Sulfida (H2S) saat dilakukan

pengukuran H2S dan pada saat diobservasi dimana konsentrasi H2S yang melebihi

baku mutu sebanyak 28 orang pemulung yang berada pada titik tumpukan sampah

dan titik bongkar, sedangkan pemulung yang menghirup udara ambien dengan

Universitas Sumatera Utara


62

konsentrasi H2S di bawah baku mutu yang ditetapkan diketahui sebanyak 22

pemulung (44,0 %).

Jenis keluhan gangguan pernapasan pada pemulung di TPA Sei

Giling Kota Tebing Tinggi Tahun 2019. Analisis univariat distribusi frekuensi

pada keluhan yang dialami oleh pemulung yaitu batuk, flu, demam, sakit kepala,

sesak napas, nyeri dada dan sakit tenggorokan. Keluhan saluran pernapasan yang

dialami pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi dapat diketahui pada

tabel di bawah ini:

Tabel 7

Hasil Distribusi Frekuensi Keluhan Gangguan Pernapasan yang Dialami


Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi

Karakteristik keluhan pada Jumlah Persentase


pemulung (n) (%)
Batuk
Batuk 30 60
Tidak batuk 20 40
Flu
Flu 23 46
Tidak Flu 27 54
Demam
Demam 26 52
Tidak Demam 24 48
Sakit Kepala
Sakit Kepala 26 52
Tidak Sakit kepala 24 48
Sesak Napas
Sesak Napas 24 48
Tidak Sesak Napas 26 52
Nyeri Dada
Nyeri Dada 20 40
Tidak Nyeri Dada 30 60
Sakit Tenggorokan
Sakit Tenggorokan 22 44
Tidak Sakit Tenggorokan 28 56

Universitas Sumatera Utara


63

Berdasarkan tabel tujuh di atas menunjukkan bahwa keluhan gangguan

kesehatan teruma keluhan gangguan pernapasan yang paling banyak dirasakan

oleh pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi adalah batuk

sebanyak 30 orang pemulung (60%), demam 26 orang pemulung (52%), sakit

kepala 26 orang (52%), sesak napas sebanyak 24 orang pemulung (48%), flu 23

orang (46%), sedangkan sakit tenggorokan sebanyak 22 orang (44%), nyeri dada

sebanyak 20 orang pemulung (40%).

Tabel 8

Hasil Keluhan Gangguan Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota
Tebing Tahun 2019

Keluhan Gangguan Pernapasan Jumlah (n) Persentase (%)


Ada keluhan 33 66
Tidak Ada keluhan 17 34
Total 50 100

Berdasarkan tabel delapan pada keluhan gangguan pernapasan dapat

dilihat bahwa pemulung yang mengalami keluhan gangguan pernapasan ada

sebanyak 33 orang (66%) sedangkan pemulung yang tidak mengalami keluhan

gangguan pernapasan ada 17 orang (34%).

Hasil Analisis Bivariat (Umur, Jenis Kelamin, Jam Kerja, Masa Kerja,
Kebiasaan Merokok, Penggunaan Alat Pelindung Diri dan Konsentrasi H2S)
Terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling
Kota Tebing Tinggi Tahun 2019

Analisis bivariat pada penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh

variabel independen yang meliputi umur, jenis kelamin, jam kerja, masa kerja,

kebiasaan merokok, penggunaan alat pelindung diri dan konsentrasi gas H2S di

udara ambien dengan variabel dependen yaitu keluhan gangguan pernapasan pada

Universitas Sumatera Utara


64

pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi. Uji yang dilakukan pada

analisis bivariat ini adalah menggunakan uji Chi-Square pada taraf kemaknaan

yaitu 95 persen atau nilai p<0,05. Adapun hasil analisis uji bivariat pada

penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 9

Pengaruh Karakteristik Pemulung Meliputi Umur, Jenis Kelamin, Jam Kerja,


Masa Kerja, Kebiasaan Merokok, Penggunaan Alat Pelindung Diri dan
Konsentrasi H2S terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan pada Pemulung di
TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi Tahun 2019

Keluhan Gangguan
Total
Pernapasan
Variabel Ada Tidak ada
p-value
keluhan keluhan n %
n % n %
Umur
< 30 tahun 12 66,6 6 33,3 18 100 1.000
≥ 30 tahun 21 65,6 11 34,3 32 100
Jenis kelamin
Laki-laki 14 82,3 3 17,6 17 100 0,420
Perempuan 19 57,5 14 42,5 33 100
Jam kerja
100
<8jam/hari 14 56 11 44 25 0,003
100
≥8jam/hari 22 88 3 12 25
Masa kerja
100
<3 tahun 11 61,1 7 38,9 18 0,006
100
≥3 tahun 26 81,2 6 18,75 32
Kebiasaan merokok
100
Merokok 15 78,9 4 21,1 19 0,428
100
Tidak merokok 18 58,1 13 41,95 31
Penggunaan APD
Menggunakan 100
11 45,8 13 54,2 24 0,010
Tidak 100
22 84,6 4 15,4 26
menggunakan
Konsentrasi H2S
Melebihi NAB 100
24 85,7 4 14,3 28 0,010
Tidak melebihi 100
9 40,9 13 59,1 22
NAB

Universitas Sumatera Utara


65

Berdasarkan tabel sembilan diketahui bahwa hasil analisis umur

pemulung terhadap keluhan gangguan pernapasan pada pemulung yang bekerja di

TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi dengan mengunakan uji chi-square diperoleh

nilai p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada pengaruh antara umur pemulung

terhadap keluhan gangguan pernapasan pada pemulung di TPA Sei Giling Kota

Tebing Tinggi. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Elmina (2016)

tentang kelompok umur terhadap keluhan gangguan pernapasan yang menyatakan

bahwa ada pengaruh umur pemulung antara 21-30 tahun dan 31-40 tahun terhadap

keluhan gangguan pernapasan.

Berdasarkan hasil analisis pengaruh jenis kelamin terhadap keluhan

gangguan pernapasan pada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota

Tebing Tinggi dengan mengunakan uji chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang

berarti bahwa tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap keluhan gangguan

pernapasan pada pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi. Hasil

penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Guyton, dkk (2008) yang menyatakan

bahwa jenis kelamin dapat mempengaruhi kapasitas paru karena secara anatomi

sudah jelas berbeda, dimana volume dan kapasitas paru pada wanita kira-kira 20

sampai 25 persen lebih kecil di bandingkan pada pria.

Hasil analisis pengaruh jam kerja terhadap keluhan gangguan pernapasan

pada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi dengan

mengunakan uji chi-square diperoleh nilai p<0,05 yang berarti bahwa ada

Universitas Sumatera Utara


66

pengaruh jam kerja pemulung terhadap keluhan gangguan pernapasan pada

pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi.

Hasil analisis pengaruh masa kerja terhadap keluhan gangguan pernapasan

pada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi dengan

mengunakan uji chi-square diperoleh nilai p<0,05 yang berarti bahwa ada

pengaruh masa kerja pemulung terhadap keluhan gangguan pernapasan pada

pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian Harning (2013), bahwa pemulung dengan masa kerja dan tinggal di

TPA Jatibarang ≥3 tahun mengalami gangguan keluhan pernapasan sebesar

(88,2%). Hal ini dikarenakan semakin lama seseorang bekerja, maka semakin

banyak terapapar zat berbahaya ke dalam tubuh oleh lingkungan kerja yang tidak

sehat. Lingkungan kerja di TPA Jatibarang sangat berpotensi menimbulkan

dampak buruk bagi kesehatan karena kondisi yang kering, berdebu, panas, bau

dari tumpukan sampah.

Penelitian Sungkawa tahun 2008 seseorang tidak boleh terpapar gas H2S

lebih dari delapan jam/hari karena semakin lama seseorang terpapar H2S maka

semakin cepat dan tinggi reaksi yang akan terjadi. Hal ini merupakan hal yang

paling berpengaruh pada terjadinya keluhan gangguan pernapasan dimana jam

kerja para pemulung di TPA Sei Giling sudah melebihi standar jam pekerja yang

telah ditentukan oleh Perundang-undangan tenaga kerja yaitu delapan jam lebih

dari itu maka dihitung lembur, sehingga dapat dikaitkan bahwa jam kerja

memiliki kaitan dengan keluhan gangguan saluran pernapasan pada pemulung.

Universitas Sumatera Utara


67

Hasil analisis pengaruh kebiasaan merokok terhadap keluhan gangguan

pernapasan pada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi

dengan mengunakan uji chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang berarti bahwa

tidak ada pengaruh kebiasaan merokok pemulung terhadap keluhan gangguan

pernapasan pada pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi.

Nugraheni (2004) menyebutkan bahwa kebiasaan merokok dapat

memperberat kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja padi dengan risiko 2,8

kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak merokok. Kebiasaan merokok

bukan hanya akan mengurangi tingkat pertukaran oksigen dalam darah, tetapi juga

akan menjadi faktor potensial dari beberapa penyakit paru, sehingga kebiasaan

merokok dapat memperberat kejadian gangguan fungsi paru. Penelitian yang

dilakukan oleh Andhika (2016), diketahui bahwa tidak ada hubungan kebiasaan

merokok terhadap keluhan saluran pernafasan. Merokok dapat menyebabkan

perubahan struktur, fungsi saluran nafas dan jaringan paru-paru. Akibat perubahan

anatomi saluran nafas pada perokok, akan timbul perubahan pada fungsi paru

dengan segala macam gejala klinisnya (Yulekha dalam Andhika, 2016).

Hasil analisis pengaruh penggunaan alat pelindung diri terhadap keluhan

gangguan pernapasan pada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota

Tebing Tinggi dengan mengunakan uji chi-square diperoleh nilai p<0,05 yang

berarti bahwa ada pengaruh penggunaan alat pelindung diri pemulung terhadap

keluhan gangguan pernapasan pada pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing

Tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Susilawati (2004), yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

Universitas Sumatera Utara


68

penggunaan alat pelindung diri dengan penyakit kulit dan gangguan pernapasan di

TPA Jatibarang.

Hasil analisis konsentrasi H2S di udara ambien terhadap keluhan gangguan

pernapasan pada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi

dengan mengunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p<0,05 yang berarti bahwa

ada pengaruh konsentrasi H2S di udara ambien terhadap keluhan gangguan

pernapasan pada pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hasil penelitian

Sianipar (2009) tentang analisis risiko paparan Hidrogen Sulfida pada masyarakat

di sekitar TPA sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan menunjukkan bahwa

rata-rata konsentrasi Hidrogen Sulfida di TPA Terjun sudah melebihi baku mutu

yaitu sebesar 0,0290 mg/m³.

Analisis Multivariat Meliputi Jam Kerja, Masa Kerja, Penggunaan Alat


Pelindung Diri dan Konsentrasi H2S

Uji statistik dalam analisis multivariat yang digunakan pada penelitian ini

adalah regresi logistik dimana variabel dependen berupa variabel kategorik yang

digunakan untuk mengetahui variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi

besar risiko terjadinya keluhan gangguan pernapasan. Variabel independen yang

memenuhi kriteria untuk di masukkan dalam analisis multivariat adalah variabel

independen yang memiliki nilai p<0.025, sehingga variabel yang memenuhi

syarat untuk masuk dalam regresi logistik dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 10

Variabel Independen yang Memenuhi Kriteria Analisis Multivariat yaitu Jam


Kerja, Masa Kerja, Penggunaan Alat Pelindung Diri dan Konsentrasi H2S di
Udara Ambien di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi Tahun 2019

Universitas Sumatera Utara


69

Variabel Nilai p
Umur 1.000
Jenis Kelamin 0,351
Jam kerja 0,003*
Masa kerja 0,006*
Kebiasaan merokok 0,428
Penggunaan APD 0,010*
Konsentrasi H2S 0,010*
*variabel yang memenuhi syarat masuk ke regresi logistik

Berdasarkan tabel sepuluh diketahui bahwa variabel independen yang

memenuhi kriteria analisis multivariat adalah jam kerja, masa kerja, penggunaan

alat pelindung diri dan konsentrasi H2S di udara ambien. Selanjutnya variabel

independen tersebut akan dilakukan analisis untuk melihat variabel mana yang

paling dominan berpengaruh terhadap keluhan gangguan pernapasan pada

pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi tahun 2019 dengan

menggunakan metode enter. Adapun hasil analisis multivariat disajikan dalam

tabel berikut ini:

Tabel 11

Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik pada Jam Kerja, Masa Kerja,
Penggunaan Alat Pelindung Diri dan Konsentrasi H2S Terhadap Keluhan
Gangguan Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi
Tahun 2019

95% CI
Variabel p-value B Exp(B) Lower Upper
Limit Limit

Jam kerja 0,597 461 1.585 2.87 8.756

Tabel 11
(bersambung)
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik pada Jam Kerja, Masa Kerja,
Penggunaan Alat Pelindung Diri dan Konsentrasi H2S Terhadap Keluhan
Gangguan Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi
Tahun 2019

Universitas Sumatera Utara


70

95% CI
Variabel p-value B Exp(B) Lower Upper
Limit Limit
Masa kerja 0,058 1.777 5.910 941 37.138
Penggunaan APD 0,005 -3.090 .046 .005 .384
Konsentrasi H2S 0,003 -3.689 .025 .002 .275
Constant .066 4.995 147.741
Seleksi 1
Penggunaan APD 0,003 -3.209 040 .005 .333
Konsentrasi H2S 0,002 -3.712 .024 .002 .258
Masa kerja 0,052 1.811 6.118 .986 37.964
Constant 0,016 5.732 308.454
Seleksi 2
Penggunaan APD 0,004 -2.711 .066 .010 .426
Konsentrasi H2S 0,002 -3.280 .038 .038 .298
Jam kerja 0,046 .593 1.809 .363 9.005
Constant 0,009 6.686 226.833
Seleksi 3
Penggunaan APD 0,001 -2.840 .934 .009 .364
Konsentrasi H2S 0,002 -3.369 1.048 .004 .268

Constant 0,000 7.795 2.429

Berdasarkan hasil analisis multivariat pada tabel 11 pada seleksi satu

bahwa setelah variabel jam kerja, masa kerja, penggunaan alat pelindung diri dan

konsentrasi H2S dimasukkan ke analisis multivariat ternyata variabel masa kerja

memiliki nilai p yang paling besar yaitu p>0,05 sehingga masa kerja tidak dapat

dimasukkan kedalam tahap dua. Pada tahap dua diketahui bahwa variabel yang

dianalisis adalah variabel jam kerja, penggunaan alat pelindung diri dan

konsentrasi H2S ternyata variabel jam kerja memiliki nilai p yang tinggi yaitu

p>0,05 sehingga jam kerja tidak dapat dimasukkan ke dalam tahap tiga. Pada

tahap tiga diketahui bahwa variabel yang dianalisis adalah variabel penggunaan

alat pelindung diri dan konsentrasi H2S, dimana dapat dilihat variabel penggunaan

Universitas Sumatera Utara


71

alat pelindung diri dan konsentrasi H2S memiliki nilai p<0,05, sehingga variabel

penggunaan alat pelindung diri dan konsentrasi H2S merupakan variabel yang

paling berpengaruh dalam penelitian ini dengan nilai Exp.B adalah sebagai

berikut variabel penggunaan alat pelindung diri 934 dan konsentrasi H2S 1,048.

Selanjutnya hasil analisis multivariat diatas akan dimasukkan kedalam model

persamaan regresi logistik berganda untuk mengidentifikasi probabilitas keluhan

gangguan pernapasan pada pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi

dengan rumus (Dahlan, 2014):


1
p=
1 + e-(2.429+..934+1.048)

2.849
Berdasarkan persamaan tersebut, secara17.267
keseluruhan didapatkan nilai
2.849 77,5 persen, hal ini berarti konsentrasi
peluang+1,37+3.97x2-1.49+223x3+1.34+3.83x4
adalah 17.267H2S di udara ambien dan

penggunanan alat pelindung berpeluang menyebabkan pemulung akan mengalami

keluhan gangguan pernapasan di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi sebesar 77,5

persen, sedangkan 22,5 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.

Universitas Sumatera Utara


72

Pembahasan

Pengaruh Umur terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan pada Pemulung di


TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi

Pada variabel umur diketahui bahwa umur pemulung yang yang berumur

≥30 tahun sebanyak 64 persen dan pemulung yang berumur <30 tahun sebanyak

36 persen. Hasil analisis pengaruh antara umur terhadap keluhan gangguan

pernapasan pada pemulung diketahui bahwa tidak ada pengaruh antara umur

terhadap keluhan gangguan pernapasan pada pemulung di TPA Sei Giling Kota

Tebing Tinggi dengan nilai p>0.05. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui

bahwa kelompok umur ≥30 tahun maupun <30 tahun bisa saja mengalami keluhan

gangguan pernapasan apabila dikaji lebih dalam, dimana setiap orang mempunyai

peluang untuk mengalami keluhan gangguan pernapasan tergantung daya tahan

seseorang.

Berdasarkan analisis bivariat didapatkan nilai p=1.000 yang artinya bahwa

tidak ada pengaruh antara umur terhadap keluhan gangguan pernapasan pada

pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi, sehingga variabel

umur tidak dapat masuk ke dalam analisis multivariat karena nilai p>0,25.

Berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya hampir

seluruhnya membandingkan kaitan umur ≥30 tahun maupun <30 tahun terhadap

keluhan gangguan pernapasan pada pemulung.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Andika 2016 tentang pengaruh

paparan CH4 dan H2S terhadap keluhan gangguan pernapasan pemulung yang

menyatakan bawaha tidak ada hubungan yang signifikan antara umur terhadap

72
Universitas Sumatera Utara
73

keluhan gangguan pernapasan pada pemulung di TPA Mrican kecamatan

Ponorogo tahun 2016. Selanjtnya penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian

Elmina tahun 2016 tentang kelompok umur terhadap keluhan gangguan

pernapasan yang menyatakan bahwa pemulung yang berumur 21-30 tahun dan 31-

40 tahun sebanyak 31 orang 32,3 persen tidak mengalami keluhan gangguan

pernapasan, sedangkan pemulung yang berumur ≥50 tahun sebanyak 6 orang

(6,2%) mengalami keluhan gangguan pernapasan. Hal ini di karenakan tergantung

kepada konsidi daya tahan tubuh seseorang terhadap kuman atau bakteri yang

masuk ke dalam tubuh seseorang.

Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan pada


Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi

Pada penelitian variabel jenis kelamin pada pemulung diketahui bahwa

yang berjenis kelamin perempuan sebanyak (66%), sedangkan pemulung laki-laki

sebanyak (34%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemulung yang berjenis

kelamin perempuan lebih banyak dari pada pemulung yang berjenis kelamin laki-

laki. Hasil analisis pengaruh antara jenis kelamin diperoleh nilai p=0,420 atau

p>0,05 yang artinya bahwa tidak ada pengaruh antara jenis kelamin terhadap

keluhan gangguan pernapasan pada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling

Kota Tebing Tinggi tahun 2019.

Berdasarkan analisis multivariat pada jenis kelamin terhadap keluhan

gangguan pernapasan dapat diketahui nilai p>0,025, maka variabel jenis kelamin

tidak dapat masuk ke dalam analisis multivariat. Berdasarkan hasil penelitian

tersebut diketahui bahwa jenis kelamin pemulung baik laki-laki maupun

perempuan bisa saja mengalami keluhan gangguan pernapasan apabila dikaji atau

Universitas Sumatera Utara


74

diteliti lebih dalam bahwa setiap orang memiliki nilai peluang untuk dapat

mengalami keluhan gangguan pernapasan tergantung pada gaya hidup dan faktor

pendukung lainnya.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Guyton,dkk (2008) yang

menyatakan bahwa jenis kelamin akan mempengaruhi kapasitas paru karena

secara anatomi sudah jelas berbeda, dimana volume dan kapasitas paru jenis

kelamin perempuan kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil dibandingkan pada

jenis kelamin laki-laki.

Pengaruh Jam Kerja terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan pada


Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi

Berdasarkan hasil uji univariat yang dilakukan di TPA Sei Giling Kota

Tebing Tinggi pada variabel lama kerja pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling

bahwa pemulung yang bekerja kurang delapan jam/hari sebanyak (50%),

sedangkan pemulung yang bekerja lebih dari delapan jam/hari ada (50%).

Hasil analisis pengaruh antara jam kerja pemulung terhadap keluhan

gangguan pernapasan dapat diketahui nilai p=0,003 atau p<0,05 yang artinya

bahwa ada pengaruh jam kerja terhadap keluhan gangguan pernapasan pada

pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi, sehingga jam

kerja pemulung dapat masuk ke dalam analisis multivariat karena nilai p<0,025

Berdasarkan hasil analisis multivariat pada jam kerja diketahui bahwa

tidak ada pengaruh jam kerja terhadap keluhan gangguan pernapasan pada

pemulung di TPA Sei Giling dengan nilai p=0,059. Pada saat wawancara yang

dilakukan penelitia diperoleh bahwa pemulung melakukan pekerjaan dimulai dari

Universitas Sumatera Utara


75

jam delapan pagi sampai jam enam sore, hal ini mereka lakukan dengan alasan

supaya barang-barang yang mereka hasilkan banyak agar bisa dijual untuk

menghasilkan jumlah uang yang mereka harapkan. Jam kerja yang terpapar gas

H2S yang melebihi delapan jam/hari tanpa adanya penggunaan alat pelindung diri

akan mengalami keluhan gangguan pernapasan akibat masuknya udara yang

tercemar oleh gas yang beracun.

Menurut Kementrian Tenaga Kerja (2004), jumlah jam kerja standar

adalah delapan jam kerja dalam lima hari atau 40 jam dalam seminggu. Hal ini

menunjukkan bahwa rata- rata pemulung bekerja melebihi jam kerja standar yang

ditetapkan oleh Kementerian Tenaga Kerja.

Penelitian Sungkawa tahun 2008 seseorang tidak boleh terpapar gas H2S

lebih dari delapan jam/hari karena semakin lama seseorang terpapar H2S maka

semakin cepat dan tinggi reaksi yang akan terjadi. Hal ini merupakan hal yang

paling berpengaruh pada terjadinya keluhan gangguan pernapasan dimana jam

kerja para pemulung di TPA Sei Giling sudah melebihi standar jam pekerja yang

telah ditentukan oleh Perundang-undangan tenaga kerja yaitu delapan jam lebih

dari itu maka dihitung lembur, sehingga dapat dikaitkan bahwa jam kerja

memiliki kaitan dengan keluhan gangguan saluran pernapasan pada pemulung.

Pengaruh Masa Kerja terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan pada


Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi

Berdasarkan hasil uji univariat yang dilakukan di TPA Sei Giling Kota

Tebing Tinggi pada masa kerja pemulung yang bekerja bahwa pemulung yang

bekerja lebih dari tiga tahun ada (64%), sedangkan yang pemulung yang bekerja

Universitas Sumatera Utara


76

kurang tiga tahun sebanyak (36%). Hasil analisis pengaruh antara masa kerja

pemulung terhadap keluhan gangguan pernapasan dapat diketahui nilai p=0,006

atau p<0,05 yang artinya bahwa ada pengaruh antara masa kerja terhadap keluhan

gangguan pernapasan pada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota

Tebing Tinggi, sehingga dapat masuk ke dalam analisis multivariat karena nilai

p<0,025.

Berdasarkan hasil analisis multivariat pada masa kerja diketahui bahwa

tidak ada pengaruh masa kerja terhadap keluhan gangguan pernapasan pada

pemulung di TPA Sei Giling dengan nilai p=0,058. Penelitian ini tidak sejalan

dengan penelitian Harning (2013) yang menyatakan bahwa pemulung dengan

masa kerja dan tinggal di TPA Jatibarang ≥3tahun mengalami gangguan keluhan

pernapasan sebesar (88,2%). Hal ini dikarenakan semakin lama seseorang bekerja,

maka semakin banyak terapapar zat berbahaya ke dalam tubuh oleh lingkungan

kerja yang tidak sehat. Lingkungan kerja di TPA Jatibarang sangat berpotensi

menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan karena kondisi yang kering, berdebu,

panas, bau (dari tumpukan sampah). Bau yang timbul dari timbunan sampah

berpotensi menimbulkan polusi udara dan dapat mempengaruhi sistem

pernapasan.

Pengaruh Kebiasaan Merokok Pemulung terhadap Keluhan Gangguan


Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi

Berdasarkan hasil uji univariat yang dilakukan di TPA Sei Giling Kota

Tebing Tinggi pada kebiasan merokok pemulung yang merokok 19 orang (38%),

sedangkan pemulung yang tidak merokok sebanyak 31 orang (62%).

Universitas Sumatera Utara


77

Hasil analisis bivariat pada kebiasaan merokok pada pemulung diperoleh

dengan nilai p=0.048 atau p>0,05 yang artinya tidak ada pengaruh kebiasaan

merokok terhadap keluhan gangguan pernapasan pada pemulung yang bekerja di

TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi, sehingga kebiasaan merokok tidak dapat

masuk ke dalam tahap uji multivariat karena nilai p>0,025. Pemulung yang

mempunyai kebiasaan merokok dan tidak merokok bisa saja mengalami risiko

keluhan gangguan pernapasan dikaji atau diteliti lebih dalam bahwa setiap orang

memiliki nilai peluang untuk dapat mengalami keluhan gangguan pernapasan

tergantung pada gaya hidup dan faktor pendukung lainnya.

Gold dalam Rifa’I (2016) menyatakan bahwa kebiasaan merokok pada

pekerja yang terpapar debu dan zat toksik dilingkungan kerja akan memperbesar

risiko kemungkinan terjadinya gangguan fungsi paru, sehingga dapat

memperburuk kondisi kesehatan pemulung yang bekerja di tempat yang tidak

nyaman dan tercemar. Penelitian yang dilakukan oleh Andhika (2016), diketahui

bahwa tidak ada hubungan kebiasaan merokok terhadap keluhan saluran

pernafasan. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur, fungsi saluran nafas

dan jaringan paru – paru. Akibat perubahan anatomi saluran nafas pada perokok,

akan timbul perubahan pada fungsi paru dengan segala macam gejala klinisnya

(Yulekha dalam Andhika, 2016).

Pengaruh Penggunaan Alat Pelindung Diri terhadap Keluhan Gangguan


Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi

Berdasarkan hasil uji univariat yang dilakukan pada penggunaan alat

pelindung diri pemulung yang menggunakan alat pelindung diri saat bekerja

sebanyak 24 orang (48%), sedangkan pemulung yang tidak menggunakan alat

pelindung diri pada saat bekerja sebanyak 26 orang (52%).

Universitas Sumatera Utara


78

Hasil analisis bivariat pada penggunaan alat pelindung diri diperoleh

dengan nilai p=0,010 atau nilai p<0,05 yang berarti bahwa ada pengaruh

penggunakan alat pelindung diri terhadap keluhan gangguan pernapasan pada

pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi, sehingga

penggunakan alat pelindung diri dapat masuk ke dalam analisis multivariat karena

nilai p<0,025.

Berdasarkan hasil multivariat pada penggunakan alat pelindung diri

memiliki pengaruh terhadap keluhan gangguan pernapasan dengan nilai dengan

nilai rasio prevalen 934 (009-364) yang artinya pemulung yang tidak

menggunakan alat pelindung diri akan mengalami keluhan gangguan pernapasan

sebesar 934 kali (009-364) dibandingkan pemulung yang menggunakan alat

pelindung diri pada saat bekerja.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Susilawati (2004), yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

penggunaan alat pelindung diri dengan gangguan pernapasan di TPA Jatibarang

dan penyakit kulit.

Pengaruh Konsentrai H2S terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan pada


Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi

Berdasarkan hasil uji univariat yang dilakukan di TPA Sei Giling Kota

Tebing Tinggi pada konsentrasi H2S di udara yang melebihi nilai ambang batas

terhadap keluhan gangguan pernapasan sebanyak 28 orang(56%) sedangkan

konsentrasi H2S yang tidak melebihi baku buku yaitu 22 orang (44%).

Universitas Sumatera Utara


79

Hasil dari bivariat pada konsentrasi H2S di udara ambien terhadap keluhan

gangguan pernapasan dapat diketahui dengan nilai p<0,05 yang berarti bahwa ada

pengaruh konsentrasi H2S di udara ambien terhadap keluhan gangguan

pernapasan pada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi.

Berdasarkan hasil analisis bivariat pada konsentrasi H2S di udara ambien

diperoleh nilai p<0,05, maka variabel konsentrasi H2S di udara ambien dapat

masuk ke dalam tahap analisis multivariat karena nilai p<0,025.

Berdasarkan hasl uji multivariat pada konsentrasi H2S di udara ambien

dengan nilai rasio prevalen adalah 1.048 (004-268) yang berarti bahwa

konsentrasi H2S pada pemulung terpapar yang melebihi nilai ambang batas

memiliki peluang 31.048 kali berpengaruh mengalami keluhan gangguan

pernapasan dibandingkan dengan pemulung yang terpapar H2S dengan

konsentrasi dibawah nilai baku mutu. Penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Sianipar (2009) tentang analisis risiko paparan Hidrogen Sulfida

pada masyarakat di sekitar TPA sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan

menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi Hidrogen Sulfida di TPA Terjun sudah

melebihi baku mutu yaitu sebesar 0,0290 mg/m³, sementara penelitian Meirinda

(2008) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas udara dalam

rumah di sekitar tempat pembuangan akhir sampah Terjun, menyatakan bahwa

kualitas udara di dalam rumah tidak memenuhi syarat kesehatan yang disebabkan

karena adanya konsentrasi polutan-polutan gas pengganggu seperti H2S, CH4,

NH3, dan SO2.

Implikasi Penelitian

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi H2S di udara ambien

di TPA Sei Giling telah melebihi nilai baku mutu yang diperbolehkan yaitu 0.02

Universitas Sumatera Utara


80

ppm. Adapun hasil rata-rata konsentrasi H2S pada ketiga titik pengukuran

diperoleh nilai konsentrasi H2S yaitu 0,025 ppm. Selain konsentrasi H2S yang

melebihi baku mutu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa para pemulung

rata-rata tidak menggunakan alat pelindung diri pada saat bekerja sehingga udara

yang terkontaminasi dengan gas Hidrogen Sulfida sangat mudah terhidup dan

masuk ke dalam tubuh manusia.

Informasi ini memberikan implikasi pada penelitian ini, sehingga menjadi

perhatian bagi pemulung agar dapat menggunakan alat pelindung diri pada saat

melakukan pekerjaannya di TPA Sei Giling terutama penggunaan masker,

sehingga diharapkan dapat memperkecil masukknya kandungan partikel-partikel

konsentrasi H2S ke dalam tubuh melalui udara yang di hirup yang telah

terkontaminasi oleh gas Hidrogen Sulfida.

Keterbatasan Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah menggunakan

desain cross sectional, karena peneliti hanya ingin melihat pengaruh paparan gas

Hidrogen Sulfida dan karakteristik pemulung terhadap keluhan gangguan

pernapasan pada pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi. Penelitian

hanya melakukan wawancara hanya dalam satu waktu. Untuk mengatasi hal

tersebut perlu dilakukan observasi terhadap pemulung secara kontiniu. Penelitian

ini hanya dilakukan kepada pemulung dan tidak kepada para pekerja pengangkut

sampah maupun mandor karena mereka tidak selalu berada dilokasi TPA. Selain

itu, penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan secara medis dengan tim Dokter

spesialis Paru dan/ Telinga Hidung Tenggorokan (THT) di karenakan biaya

yangcukup mahal.

Universitas Sumatera Utara


81

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang pengaruh paparan gas

Hidrogen Sulfida dan karakteristik pemulung terhadap keluhan gangguan

pernapasan pada pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

Dari 50 orang pemulung yang diteliti terdapat (66%) pemulung yang

mengalami keluhan gangguan pernapasan yang bekerja di TPA Sei Giling Kota

Tebing Tinggi Tahun 2019. Pemulung yang berusia ≥30 tahun (64%), (66%)

berjenis kelamin, 50 persen pemulung jam kerja ≥delapan jam/hari, (64%)

pemulung masa kerja ≥ tiga tahun, (62%) pemulung tidak merokok, 52 peresen

pemulung tidak menggunakan alat pelindung diri dan 56 persen konsentrasi H2S

berada melebihi ambang batas.

Konsentrasi H2S melebihi baku mutu pada dua titik pengambilan sampel

yaitu titik tumpukan sampah (0,029 ppm) dan titik bongkar (0,025 ppm)

sedangkan pada titik istirahat tidak melebihi baku mutu (0,016 ppm), berdasarkan

KepMen LH No. 50 tahun 1996 (0,02 ppm).

Berdasarkan hasil bivariat diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh yang

signifikan antara jam kerja, masa kerja, penggunaan alat pelindung diri dan

konsentrasi H2S terhadap keluhan gangguan pernapasan pada pemulung di TPA

Sei Giling Kota Tebing Tinggi Tahun 2019. Variabel yang paling dominan

berpengaruh terhadap keluhan gangguan pernapasan pada pemulung yaitu

81
Universitas Sumatera Utara
82

konsentrasi H2S di udara ambien di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi dengan

nilai Exp.(B)= 1.048; 95 persen CI:0.004-0.268) yang berarti bahwa konsentrasi

gas Hidrogen Sulfida (H2S) yang melebihi nilai ambang batas berpengaruh

sebesar 1,048 kali pada pemulung terhadap keluhan gangguan pernapasan pada

pemulung dibandingkan dengan konsentrasi Hidrogen Sulfida yang tidak melebihi

nilai ambang batas. Konsentrasi H2S dan tidak menggunakan alat pelindung diri

akan memiliki peluang mengalami keluhan gangguan pernapasan pada pemulung

di TPA Sei Giling sebesar 77,5 persen.

Saran

Kepada Pemerintah Kota Tebing Tinggi untuk melakukan pengawasan

dalam hal pengelolaan sampah agar sistem pengelolaan sampah mengarah pada

sistem pengelolaan yang sesuai dengan peraturan pemerintah, sehingga sampah

yang dihasilkan tidak menimbulkan polusi udara akibat adanya proses

pembusukan sampah secara alamiah yang dapat menghasilkan gas berbahaya

yaitu Hidrogen Sulfida (H2S). Selain itu juga perlu melakukan manajemen risiko

terhadap pemulung agar dapat meminimalkan terjadinya gangguan kesehatan.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi agar melakukan

penyuluhan berbasis kesehatan masyarakat kepada para pemulung di TPA Sei

Giling dengan menggunakan hasil penelitian ini sebagai acuan untuk memberikan

informasi mengenai pengaruh paparan gas Hidrogen Sulfida (H2S) yang dihirup

oleh pemulung dan dampak kesehatan yang mungkin timbul akibat paparan gas

tersebut, terutama manfaat penggunaan alat pelindung diri khususnya masker.

Universitas Sumatera Utara


83

Kepada pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling diharapkan untuk selalu

menggunakan alat pelindung diri terutama masker selama berada di lokasi tempat

sampah, sehingga dapat mencegah masukknya udara yang terkontaminasi oleh gas

Hidrogen Sulfida (H2S).

Bagi Ilmu Pengetahuan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan

bagi ilmu pengetahuan sebagai informasi pengaruh paparan gas Hidrogen Sulfida

(H2S) pada pemulung di TPA Sei Giling dan dapat dijadikan sabagai literatur

dalam melakukan penelitian selanjutnya.

Bagi Peneliti selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat

dikembangkan lebih dalam, seperti pengukuran kadar gas Hidrogen Sulfida (H2S)

pada gangguan pernapasan pemulung yang bekerja di TPA Sei Giling Kota

Tebing Tinggi, serta melakukan pengukuran terhadap gas-gas yang berbahaya

lainnya yang terdapat di tempat penumpukan sampah seperti gas amonia dan gas

metan dan lain-lain untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Universitas Sumatera Utara


84

Daftar Pustaka

Achmadi, U. F. (2019). Manajemen penyakit berbasis wilayah. Jakarta: Rajawali


Pers.

Agency Toxic Substances and Disease (ATSDR). (2000). Neurobehavioral


evaluation for a community with chronic exposure to Hydrogen Sulfide gas.
Journal Environmental, 95(1), 53-61.
Agency Toxic Substances and Disease. (2003). Neurobehavioral Evaluation for A
Community with Chronic Exposure to Hydrogen Sulfide Gas. Diakses dari
https://www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp11.pdf

Agency Toxic Substances and Disease (ATSDR). (2016). Toxicological Profile


for Hydrogen Sulfide and Carbonyl Sulfide. Diakses dari
https://www.atsdr.cdc.gov/ToxProfiles/tp.asp?id=40&tid=14
Alamsyah, D. (2011). Manajemen pelayanan kesehatan. Yogyakarta: Mulia
Medika

Akbar, R. A. (2016). Pengaruh paparan CH4 dan H2S terhadap keluhan gangguan
pernapasan pemulung di TPA Mrican Kabupaten Ponorogo. Journal
Industrial Hygiene and Occupational Health, 1(1), 1-14

Asih, N. G. Y., & Effendy, C. (2003). Keperawatan medikal bedah: klien dengan
gangguan sistem pernafasan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Badan Standardisasi Nasional. (1991) Standar Nasional Indonesia Nomor 19-


2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan.
Diakses dari http://ciptakarya.pu.go.id/plp/upload/peraturan/SNI_19-2454-
2002_tata_cara_teknik_operasional_pengelolaan_sampah_perkotaan.pdf

Badan Standardisasi Nasional. (1994). Standar Nasional Indonesia Nomor 03-


3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir
Sampah. Diakses dari https://dokumen.tips/documents/sni-03-3241-1994-
tata-cara-pemilihan-lokasi-tempat-pembuangan-akhir-sampah.html

Badan Standardisasi Nasional. (2005). Standar Nasional Indonesia Nomor 19-


7119.6-2005 tentang Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji
Pemantauan Kualitas Udara Ambien. Diakses dari
http://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/teknik_sampling_kualitas_udara.pdf

Butarbutar, M. R. J. (2014). Hubungan hygiene perorangan dan pemakaian alat


pelindung diri (APD) dengan keluhan gangguan kulit dan kecacingan pada
petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar Tahun 2012 (Tesis,
Universitas Sumatera Utara). Diakses dari http://repository.usu.ac.id/

84
Universitas Sumatera Utara
85

bitstream/handle/123456789/37869/Reference.pdf?sequence=2&isAllowed
=y
Chandra, B. (2007). Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. (2018). Profil Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018. Diakses dari http://
dinkes.sumutprov.go.id/v2/download.html
Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi. (2018). Profil Kesehatan Kota Tebing :
Program Pengendalian ISPA, Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana Kota Tinggi Tinggi tahun 2018. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOTA_
2018/1274_Sumut_Kota_Tebing_Tinggi_2018.pdf
Ditjen PPM & PL. (2001). Parameter Pencemaran Udara dan Dampaknya
terhadap Kesehatan Manusia dan Lingkungan. Diakses dari
http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66589/potongan/S2-2013-
293731-bibliography.pdf
Djojodibroto, D. (2017). Respirologi (respiratory medicine) (Edisi ke-2). Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Guyton, A. C., & Hall, J. E (2008). Buku ajar fisiologi kedokteran (textbook of
medical physiology). Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Hartini, E., & Kumalasari, R. J (2015). Faktor risiko paparan gas amonia dan
hidrogen sulfida terhadap keluhan gangguan kesehatan pada pemulung di
TPA Jatibarang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 14 (1), 1-
10

Johansen, D., Ytrehus, K., & Baxter, G. F. (2006). Exogenous hydrogen sulfide
(H2S) protects against regional myocardial ischemia–reperfusion
injury. Basic Research in Cardiology Journal, 101(1), 53-60.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. (2008). Statistik Persampahan Indonesia


Tahun 2008. Diakses dari https://unstats.un.org/unsd/
environment/Compendia/Statistik%20Lingkungan%20Hidup%20Indonesia
%202017.pdf

Kementerian Kesehatan RI. (2012). Pedoman Analisis Risiko Kesehatan


Lingkungan. Diakses dari http://www.depkes.go.id/resources/download/
pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2011.pdf

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.


102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.KEP-50/MENLH/11/1996 tentang
Baku Tingkat Kebauan.

Universitas Sumatera Utara


86

Meirinda. (2008). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas udara dalam


rumah di sekitar tempat pembuangan akhir sampah kelurahan Terjun
Kecamatan Medan Marelan. (Tesis, Universitas Sumatera Utara). Diakses
dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/27109/
Reference.pdf?sequence=2&isAllowed=y
Mukono, H. J. (2008). Pencemaran udara dan pengaruhnya terhadap gangguan
saluran pernapasan. Surabaya: Airlangga University Press
Moloeng, L (2010). Metode penelitian kuantitatif. Bandung: OT Remaja
Rosdakarya.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 1999 tentang Pencegahan
Pencemaran Udara di Udara Ambien

Putri, R. T., Joko, T., & Dangiran, H. L (2017). Hubungan karakteristik pemulung
dan penggunaan alat pelindung pernapasan dengan keluhan gangguan
pernapasan pada pemulung di TPA Jatibarang, Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 5(5), 838-849.

Rahma, R. A. A. (2014). Pengaruh paparan gas Metana (CH4), Karbon Dioksida


(Co2) dan Hidrogen Sulfida (H2S) terhadap keluhan gangguan
pernapasan pemulung di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) Klotok
Kota Kediri (Disertasi, Universitas Negeri Sebelas Maret). Diakses
https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH/article/
download/603/615
Ridley, J. (2004). Ikhtisar kesehatan dan keselamatan kerja (Edisi ke-3). Jakarta:
Erlangga.
Rifai, B., Joko, T., & Darundiati, Y. H. (2016). Analisis risiko kesehatan
lingkungan pajanan gas Hidrogen Sulfida (H2S) pada pemulung akibat
timbulan sampah di TPA Jatibarang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat,4(3), 692-701.

Rijanjo, B. (2010). Pedoman praktis keselamatan, kesehatan kerja dan


lingkungan industri kontruksi. (Cetakan ke-1). Jakarta: Mitra Wacana
Media.
Rochayati, S., Sutriadi, T., Nassir, A., & Sarwani, M. (2014). Improvement of soil
fertility and crop production through direct application of phosphate rock
on maize in Indonesia. Procedia Engineering, 83, 336-343.
Sarudji, D. (2010). Kesehatan lingkungan. Bandung: Karya Putra Darwati.
Sari, I. K., Azrin, M., & Suyanto, S. (2016). Gambaran pengetahuan pemulung
terhadap aspek Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) dalam pengelolaan
sampah di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Kota Pekanbaru. Jurnal
Online Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau, 3(1), 1-10.

Universitas Sumatera Utara


87

Sharma, S., Rohilla, M. S., & Tiwari, P. K. (2007). Developmental and


hyperthermia-induced expression of the heat shock proteins HSP60 and
HSP70 in tissues of the housefly Musca domestica: An in vitro
study. Genetics and Molecular Biology, 30 (1), 159-168
Sianipar, R. H. (2009). Analisis risiko paparan hidrogen sulfida pada masyarakat
sekitar TPA sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009 (Tesis,
Universitas Sumatera Utara). Diakses dari http://library.usu.acc.id//
download/fkm/fkm-sianiparpdf
Simbolon, V. A., Nurmaini, N., & Hasan, W. (2019). Pengaruh pajanan gas
Hidrogen Sulfida (H2S) terhadap keluhan saluran pernafasan pada
pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ganet Kota Tanjung Pinang
Tahun 2018. Journal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 18(1), 42-49.
Soemirat, J. (2009). Kesehatan lingkungan (Cetakan ke-1). Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Somantri, I. (2009). Keperawatan medical bedah: Asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan sistem pernafasan. Jakarta: Salemba Medica.
Undang- Undang Repuplik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah di Lingkungan
World Health Organization. (2005). IPCS Project on the Harmonization of
Approaches to the Assessment of Risk from Exposure to Chemicals, &
Inter Organization Programme for the Sound Management of Chemicals.
Diakses dari http://www.who.int/iomc/saicm/saicm_impl_english.pdf
Yulaekah, S. (2007). Paparan debu terhirup dan gangguan fungsi paru pada
pekerja industri batu kapur (Disertasi, Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro). Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/
4826-ID-pajanan-debu-terhirup-dan-gangguan-fungsi-paru-pada-pekerja-
industri-batu-kapur.pdf

Universitas Sumatera Utara


88

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lembar persetujuan menjadi responden penelitian


Pengaruh Paparan Hidrogen Sulfida (H2S) dan Karakteristik Pemulung
terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan pada Pemulung di TPA Sei Giling
Kota Tebing Tinggi Tahun 2019

Dengan hormat Bapak/Ibu,

Saya yang bernama Delita BR Panjaitan, Nim 177032052, adalah


mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara dengan Peminatan Studi Kesehatan Lingkungan. Saya akan
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Paparan Hidrogen Sulfida (H2S)
dan Karakteristik Pemulung terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan pada
Pemulung di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi Tahun 2019”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Paparan Hidrogen Sulfida (H2S) dan
Karakteristik Pemulung Terhadap Keluhan Gangguan Pernafasan pada Pemulung
di TPA Sei Giling Kota Tebing Tinggi Tahun 2019.
Peneliti mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi responden
dalam penelitian ini, dengan ikut berpartisipasi dengan jujur dan apa adanya tanpa
dipengaruhi oleh orang lain. Semua informasi yang diberikan akan dijaga
kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian serta
tidak akan disalahgunakan. Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat
sukarela, Bapak/Ibu bebas untuk ikut atau menolak untuk menjadi peserta dalam
penelitian ini tanpa ada sanksi apapun.
Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi responden, silahkan menandatangani
persetujuan ini pada tempat yang telah disediakan di bawah ini sebagai bukti
kesediaan Bapak/Ibu. Atas partisipasi Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih

Medan,
Responden

(……………….……………)

Universitas Sumatera Utara


89

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN
PENGARUH PAPARAN HIDROGEN SULFIDA (H2S) DAN
KARAKTERISTIK PEMULUNG TERHADAP KELUHAN
GANGGUAN PERNAFASAN PEMULUNG
DI TPA SEI GILING KOTA
TEBING TINGGI
TAHUN 2019

PETUNJUK PENGISIAN
JAWABLAH PERTANYAAN YANG TERSEDIA DIBAWAH INI
SESUAI DENGAN KEADAAN YANG SEBENARNYA

No. Responden (di isi oleh peneliti ) :


Hari/ tanggal wawancara (di isi oleh peneliti ) :

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Nama :
Umur :
Jenis kelamin : 1. Laki-laki
2. Perempuan
Alamat :
PERTANYAAN

A. Jam kerja
1. Berapa jam bapak/ibu bekerja sebagai pemulung dalam sehari di TPA
Sei Giling?
1. < 8 jam/hari 2. > 8 jam/hari
B. Masa kerja
1. Berapa tahun bapak/ibu bekerja sebagai pemulung di TPA Sei Giling?
1. ≤ 3 tahun 2. ≥ 3 tahun
C. Kebiasaan Merokok
1. Apakah bapak/ibu tau bahwa merokok itu merugikan kesehatan?
1.Ya 2. Tidak
2. Apakah bapak/ibu tau istilah perokok aktif dan pasif?
1. Ya 2. Tidak

3. Apakah bapak/ibu merokok?


1. Ya 2. Tidak

Universitas Sumatera Utara


90

Jika Ya, lanjut kepertanyaan berikut..


4. Pada usia berapa bapak/ibu mulai merokok ?
1. ≤ 20 tahun 2. ≥ 20 tahun
5. Apakah bapak/ibu merokok sudah lebih dari 3 tahun ?
1. Ya 2. Tidak
6. Apakah bapak/ibu merokok pada saat bekerja?
1. Ya 2. Tidak
7. Apakah jenis rokok yang bapak/ibu gunakan rokok berfilter ?
1. Ya 2. Tidak
8. Apakah bapak/ibu merokok bisa menghabiskan 10 batang rokok dalam
sehari?
1. Ya 2. Tidak
9. Menurut bapak/ibu, apakah prilaku merokok dapat membuat seseorang
menjadi semangat untuk melakukan sesuatu pekerjaan ?
1. Ya 2. Tidak
10. Menurut bapak/ibu, apakah merokok dapat membuat seseorang merasa
nyaman?
1. Ya 2. Tidak
D. Penggunaan alat pelindung diri ( APD)
1. Apakah bapak/ibu tau arti dari alat pelindung diri (APD) ?
1. Ya 2. Tidak
2. Apakah bapak/ibu tau fungsi dari alat pelindung diri ?
1. Ya 2. Tidak
3. Apakah bapak/ibu menggunakan alat pelindung diri pada saat bekerja ?
1. Ya 2. Tidak
jika Ya, lanjut ke pertanyaan selanjutnya
4. Apakah bapak/ibu menggunakan pakaian baju panjang dan celanan panjang
yang tebal pada saat bekerja di TPA Sei Giling?
1. Ya 2. Tidak
5. Apakah bapak/ibu menggunakan penutup kepala (topi) pada saat bekerja di
TPA Sei Giling?
1. Ya 2. Tidak
6. Apakah bapak/ibu menggunakan masker atau penutup mulut sampai ke
mulut pada saat bekerja di TPA Sei Giling ?
1. Ya 2. Tidak
7. Apakah bapak/ibu menggunakan sepatu boot pada saat bekerja?
1. Ya 2. Tidak

Universitas Sumatera Utara


91

8. Apakah bapak/ibu menggunakan sarung tangan pada saat bekerja?


1. Ya 2. Tidak
9. Dengan menggunakan alat pelindung diri pada saat bekerja, apakah dapat
menghindari bahaya yang mungkin terjadi pada saat bekerja ?
1. Ya 2. Tidak
10. Apakah bapak/ibu merasa nyaman saat menggunakan alat pelindung diri
pada saat bekerja?
1. Ya 2. tidak
E. Keluhan Gangguan Pernapasan
1. Apakah bapak/ibu mengalami penyakit gangguan kesehatan sejak 1 bulan
terakhir selama bekerja di TPA Sei Giling?
1. Ya 2. Tidak
2. Jika “Ya”, penyakit apa saja yang Bapak/Ibu alami ?
a. Batuk 1. ya 2. tidak
b. Demam 1. ya 2. tidak
c. Flu 1. ya 2. tidak
d. Sakit kepala 1. ya 2. tidak
e. Sesak napas 1. ya 2. tidak
f. Nyeri dada 1. ya 2. tidak
g. Sakit tenggorokan 1. ya 2. tidak
3. Apakah keluhan penyakit yang Bapak/Ibu alami bersifat terus-menerus?
1. Ya 2. Tidak

Universitas Sumatera Utara


92

Lampiran 3. Skema Pengambilan Titik Pengukuran

Gerbang utama
Jalan masuk Ke TPA

Pos 1
Tempat
Petugas/
Mandor
Titik Pembongkaran
Sampah

Tempat
Tempat
Alat berat Istirahat
yang siap Pemulung
beroperasi

Tempat Sampah Utama/


Zona Aktif

Universitas Sumatera Utara


93

Lampiran 4. Surat Keputusan Pengangkatan Komisi Pembimbing

Universitas Sumatera Utara


94

Lampiran 5. Surat Hasil Dari Laboratorium BTKL Medan

Universitas Sumatera Utara


95

Lampiran 6. Surat Survei Pendahuluan

Universitas Sumatera Utara


96

Lampiran 7. Surat Izin Penelitian

Universitas Sumatera Utara


97

Lampiran 8. Surat Balasan Izin Penelitian

Universitas Sumatera Utara


98

Lampiran 9. Surat Balasan Izin Penelitian TPA

Universitas Sumatera Utara


99

Lampiran 10. Surat Kode Etik Penelitian

Universitas Sumatera Utara


100

Lampiran 11. Hasil Uji Output SPSS

Uji Univariat ( Tabel Frekuensi)

Umur Responden

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid < 30 tahun 18 36.0 36.0 36.0
>30 tahun 32 64.0 64.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Jenis kelamin Responden

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid laki-laki 17 34.0 34.0 34.0
perempuan 33 66.0 66.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Jam Kerja Responden

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 8 jam/hari 25 50.0 50.0 50.0
>8 jam/hari 25 50.0 50.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Masa Kerja Responden

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid < 3 tahun 18 36.0 36.0 36.0
> 3 tahun 32 64.0 64.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


101

Kebiasaan Merokok Responden

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak
30 60.0 60.0 60.0
merokok
merokok 20 40.0 40.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Penggunaan Alat Pelindung Diri Responden

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak
26 52.0 52.0 52.0
menggunakan
menggunakan 24 48.0 48.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Keluhan batuk
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent

Valid tidak 20 40.0 40.0 40.0

ya 30 60.0 60.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Keluhan demam
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak 26 52.0 52.0 52.0
ya 24 48.0 48.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


102

Keluhan flu
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak 27 54.0 54.0 54.0
ya 23 46.0 46.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Keluhan sakit_kepala
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak 24 48.0 48.0 48.0
ya 26 52.0 52.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Keluhan sesak_napas
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak 26 52.0 52.0 52.0
ya 24 48.0 48.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Keluhan nyeri_dada
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak 30 60.0 60.0 60.0
ya 20 40.0 40.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Keluhan sakit_tenggorokan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak 28 56.0 56.0 56.0
ya 22 44.0 44.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


103

Keluhan gangguan pernapasan responden

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak ada
17 34.0 34.0 34.0
keluhan
ada keluhan 33 66.0 66.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Pengukuran Konsentrasi gas H2S

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak melebihu
22 44.0 44.0 44.0
NAB
melebihi NAB 28 56.0 56.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


104

Lampiran 12. Dokumentasi

Universitas Sumatera Utara


105

Universitas Sumatera Utara


106

Lampiran 13. Master Data Penelitian


Responden u_m jk k_JK K_Mk K-H2S K_kell k_pkm k_apd k_kelluhan
Pemulung 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1
pemulung 2 2 2 2 2 1 1 0 0 1
Pemulung 3 1 1 1 2 1 0 0 1 0
Pemulung 4 2 2 1 1 0 0 1 1 1
Pemulung 5 1 1 2 2 0 1 0 0 1
Pemulung 6 2 2 1 1 0 1 1 1 0
Pemulung 7 2 2 2 2 1 0 0 0 0
Pemulung 8 2 2 1 1 0 1 0 1 1
Pemulung 9 1 1 2 2 1 1 1 0 1
Pemulung 10 2 2 1 1 0 1 0 1 1
Pemulung 11 2 2 2 2 1 1 0 0 1
Pemulung 12 1 1 1 1 0 0 1 0 1
Pemulung 13 1 2 2 2 1 1 0 1 0
Pemulung 14 2 1 2 2 0 1 0 0 1
Pemulung 15 1 2 1 1 1 0 0 0 1
Pemulung 16 2 2 2 2 1 1 1 1 0
Pemulung 17 2 2 2 1 0 0 1 0 0
Pemulung 18 1 1 1 2 1 1 0 1 1
Pemulung 19 2 2 1 2 1 1 1 0 0
Pemulung 20 2 2 2 2 0 0 1 1 1
Pemulung 21 2 2 2 1 1 0 0 0 0
Pemulung 22 2 2 1 1 1 1 1 0 1
Pemulung 23 1 1 1 2 0 1 0 1 0
Pemulung 24 2 2 2 2 1 1 1 0 1
Pemulung 25 2 2 1 1 1 1 0 0 0
Pemulung 26 2 2 2 2 0 0 0 1 1
Pemulung 27 2 1 2 2 1 1 0 0 1
Pemulung 28 1 2 1 2 1 1 0 1 1
Pemulung 29 1 2 1 1 0 0 1 0 0
Pemulung 30 2 2 2 2 0 1 0 1 1
Pemulung 31 1 1 2 2 1 1 0 0 1
Pemulung 32 2 2 1 1 0 0 1 1 1
Pemulung 33 2 1 1 2 1 1 0 0 0
Pemulung 34 2 2 2 2 1 1 0 1 1
Pemulung 35 2 2 1 1 0 0 1 0 0
Pemulung 36 1 2 2 2 1 1 0 1 1

Universitas Sumatera Utara


107

Pemulung 37 2 2 1 2 0 1 1 0 1
Pemulung 38 2 2 2 1 1 1 0 1 1
Pemulung 39 2 1 2 2 1 1 0 0 1
Pemulung 40 2 2 1 2 0 0 1 1 1
Pemulung 41 1 1 2 2 1 1 0 1 0
Pemulung 42 1 2 1 1 0 0 1 1 1
Pemulung 43 2 1 1 2 1 1 0 0 1
Pemulung 44 1 2 2 2 0 1 1 1 1
Pemulung 45 1 2 1 2 1 1 0 0 0
Pemulung 46 2 1 2 1 0 0 0 1 1
Pemulung 47 2 2 1 2 1 1 1 0 0
Pemulung 48 2 1 2 2 0 0 0 0 1
Pemulung 49 2 2 1 2 1 1 0 1 1
pemulung 50 2 2 1 2 1 1 0 1 1

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai