Anda di halaman 1dari 6

Televisi di Indonesia

Siaran televisi di Indonesia dimulai pada 1962. Saat itu, masyarakat Indonesia disuguhi tontonan
realitas yang begitu memukau. Meskipun hanya siaran televisi hitam-putih, siaran pertama televisi
di Indonesia menjadi momentum yang sangat bersejarah. Tren televisi dimulai pada 1992 ketika
RCTI mulai mengudara dengan bantuan dekoder.
Saat ini ada sebelas stasiun televisi dengan jaringan nasional satu milik pemerintah dan sepuluh
milik swasta ditambah dengan televisi berjaringan dan televisi digital yang juga berada dalam pasar
produsen program televisi.
Dalam buku Empat Windu TVRI disebutkan bahwa keputusan untuk pengadaan media televisi di
Indonesia pada 1961 merupakan “langkah kecil manusia, namun langkah besar bangsa Indonesia”
yang pada saat itu baru berusia 16 tahun.
Televisi merupakan hasil produk teknologi tunggal (hi-tech) yang menyampaikan isi pesan dalam
bentuk audiovisual. Isi pesan audiovisual memiliki kekuatan sangat tinggi untuk memengaruhi
mental, pola pikir, dan tindak individu. Jumlah individu menjadi relatif besar apabila isi pesan
audiovisual disajikan melalui media televisi. Berkat dukungan satelit kini siaran televisi dapat di
konsumsi oleh khalayak yang lebih luas, dari lokal, nasional, dan regional, menjadi internasional
atau global.
R. Maladi, mengusulkan kepada pemerintah untuk mengadakan media televisi. Untuk tahap awal,
media televisi dipakai untuk menyiarkan penyelenggaraan Asian Games IV yang dibuka oleh
Presiden Soekarno pada 24 Agustus 1962. Usul tersebut mendapat dukungan sepenuhnya dari
Soekarno dengan satu keputusan untuk memasukkan pengadaan media televisi yang dipimpin oleh
Jenderal TNI Prayogi (KUPAG). KUPAG pada saat itu tengah melaksanakan pembangunan sarana
dan prasarana Kompleks Olahraga Senayan, tempat dilangsungkannya Asian Games IV. Keputusan
tersebut telah diambil, walaupun pengadaan media televisi hanya diperuntukkan penyelenggaraan
Asian Games IV.
Menindaklanjuti keputusan pemerintah untuk mengadakan media televisi, Menteri Penerangan
Maladi mengeluarkan Surat Keputusan No. 20/SK/M/1961 tertanggal 25 Juli 1961 tentang
Pembentukan Panitia Persiapan Televisi (P2TV). Dan baru dikeluarkan pada 25 Juli 1961, SK
tersebut berlaku surut 1 Juli 1961. Rapat pertama P2TV berlangsung di Cipayung pada 16 Juli
1961.
P2TV menyusun rencana sarana dan prasarana serta beberapa lokasi tempat dibangun stasiun
televisi. Berbagai lokasi stasiun yang ditinjau, antara lain gedung PERFINI, PFN, RRI, Kebayoran,
dan Kompleks Senayan Mandiri. Pilihan lokasi akhirnya jatuh di tempat rencana pembangunan
gedung Akademi Penerangan di Senayan (lokasi TVRI saat ini). Pemancar disarankan dibangun di
atas Hotel Indonesia dengan pertimbangan letaknya di tengah kota dan menara yang didirikan
setinggi 45 meter. Sementara pihak Siemen mengusulkan agar studio dan pemancar dibangun di eks
gedung PERFINI dengan alasan daya pancar 10 kw dapat menjangkau Bogor. Namun, pada
akhirnya tetap di eks gedung akademi penyiaran. Mengingat terbatasnya waktu pengadaan, untuk
peliputan Asian Games IV diusulkan menggunakan outside broadcasting van (OB-Van) yang
bersifat mobil dan mudah dipindah-pindah (Empat Windu TVRI, 1994: 95-96).
Hinca Panjaitan membuat tahapan dalam perkembangan TVRI. Menurutnya, era penyelenggaraan
penyiaran televisi yang dilakukan TVRI sejak 1963 terus berlangsung sampai dengan 1990,
sekalipun sejak 1971, 1986, dan 1987 terlihat adanya era pembaruan dari sisi aturan main.
Walaupun demikian, secara de facto, monopoli penyiaran masih terus berlangsung. Karena itu, era
pembaruan televisi di Indoneisa dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu era pembaruan tahap
pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
ERA PEMBARUAN TAHAP PERTAMA
Era ini disebut era pembaruan tahap pertama karena sejak 3 Mei 1971, pemerintah melalui
Departemen Penerangan mengeluarkan Keputusan Menteri Penerangan Nomor
54/B/KEO/MENPEN/1971 tentang Penyelenggaraan Siaran Televisi di Indonesia. Melalui
keputusan tersebut, muncul keinginan untuk mulai menata sistem penyelenggaraan penyiaran
televisi di Indonesia. Keinginan tersebut dilatar belakangi adanya perkiraan terjadinya
perkembangan yang pesat mengenai pertelevisian di wilayah Republik Indonesia. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu penanganan yang terintegrasi dalam pembangunan nasional. Diperlukan
pengaturan yang tegas tentang wewenang dan kebijaksanaan tentang penyelenggaraan siaran
televisi, dan seluruh wilayah Indonesia.
Televisi Republik Indonesia. Dalam pelaksanaannya, Departemen Penerangan dapat membenarkan
partisipasi pemerintah daerah atau instansi resmi lainnya di dalam investasi pembangunan prasarana
pertelevisian di Indonesia menurut pola yang disusun oleh Departemen Penerangan cq Direktorat
Televisi dengan ketentuan bahwa proyek pembanguna studio atau stasiun relai televisi yang
bersangkutan harus
(a) diintegrasikan di dalam proyek-proyek pembanguan daerah;
(b) diintegrasikan di dalam keseluruhan proyek pertelevisian Departemen Penerangan sebagai
ekstensifikasi jaringan TVRI, baik secara politis maupun teknis;
(c) diserahkan kepada Departeman Penerangan untuk pengelolaan selanjutnya setelah proyek
tersebut selesai.
Meskipun pengaturan sistem penyelenggaraan penyiaran televisi baru menyentuh kulitnya saja,
pengaturan yang demikian dicatat sebaga suatu awal untuk melakukan pembaruan pengaturan
penyelenggaraan pertelevisian di Indonesia. Kebijakan pengaturan tersebut bertahan selama 15
tahun, yaitu sejak 3 Mei 1971 sampai 20 Agustus 1986.
ERA PEMBARUAN TAHAP KEDUA
Era ini ditandai dengan dikeluarkannya kebijakan Menteri Penerangan RI melalui Keputusan
Menteri Penerangan Nomor 167/B/KEP/ Menpen/1986 tentang Penyelenggaraan Siaran Televisi di
Indonesia tertanggal 20 Agustus 1986. Dengan dikeluarkannya aturan baru tersebut maka aturan
sebelumnya tidak berlaku lagi.
Berdasarkan aturan baru tersebut, setidaknya ada 3 alasan terhadap perubahan aturan yang selama
ini dilaksanakan.
Pertama, diyakini bahwa pesatnya kemajuan teknologi informasi dan teknologi telekomunikasi
telah membawa perkembangan baru di bidang penyelenggaraan siaran televisi di Indonesia.
Kedua, disadari bahwa perkembangan pertelevisian Indonesia haruslah benar-benar terintegrasi di
dalam menunjang pembangunan nasional di segala bidang serta dapat menghindari tim- bulnya
dampak langsung ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamananan juga
gangguan elektromagnetik yang merugikan.
Ketiga, sebelum ditetapkannya Undang-Undang Siaran, dipandang perlu menyempurnakan
ketentuan-ketentuan mengenai wewenang dan kebijaksanaaan tentang penyelengaraan siaran
televisi di seluruh wilayah Indonesia.
Awalnya, terutama melalui Keputusan Presiden Nomor 215 Tahun 1963, tidak ada pengaturan
tentang materi dan bagian dari penyiaran pertelevisian. Ternyata, dalam perkembangannya, mau-
tidak-mau beberapa peristilahan yang berkaitan dengan penyiaran pertelevisian harus dirumuskan
terlebih dahulu. Keputusan Menteri Penerangan Nomor 167/B/KEP/MENPEN/1986
memperkenalkan sekaligus menelurkan lima hal baru, yaitu:
1. Siaran televisi adalah siaran dalam bentuk gambar dan suara yang dapat ditangkap langsung
untuk dilihat dan didengar oleh umum, baik dengan sistem pemancaran gelombang radio dan atau
kabel maupun serat optik.
2. Stasiun relai adalah stasiun yang meneruskan siaran televisi dari stasiun pemancar ke arah
sasaran yang dituju.
3. Antena parabola adalah perangkat telekomunikasi bukan milik TVRI atau penyelenggara
telekomunikasi umum yang digunakan hanya untuk menerima siaran televisi yang dipancarkan
melalui satelit.
4. Sistem distribusi adalah sistem untuk menyebarluaskan siaran televisi dengan menggunakan
stasiun pemancar ulang dan/atau kabel maupun serat optik.
5. Sistem closed circuit adalah sistem penyiaran yang didistribusikan melalui kabel dan/atau serat
optik untuk khalayak terbatas dalam satu bangunan atau lingkungan bangunan tertentu, baik yang
diterima dar acara televisi setempat dan/atau melalui satelit mau pun yang dihasilkan dengan
pemutaran kembali rekaman video atau film.
PEMBARUAN TAHAP KETIGA
Era ini ditandai dengan keluarnya aturan tentang Siaran Saluran Terbatas TVRI yang dituangkan
dalam Keputusan Menteri Penerangan RI Nomor 190A/KEP/MENPEN/1987 tertanggal 20 Oktober
1987. Berdasarkan konsiderans keputusan menteri tersebut, ada beberapa hal yang menjadi dasar
pembaruan tahap tiga:
Pertama, disadari perkembangan dan kemajuan teknologi informasi serta telekomuni- kasi sangat
pesat. Pada lain sisi, terdapat keterbatasan dana dalam pembangunan. Karena itu, perlu segera
melakukan peninjauan kem- bali terhadap program-program siaran televisi yang disajikan.
Kedua, disadari pentingnya sikap tegas dan kontinu untuk mendorong suksesnya pembangunan
serta sejalan dengan harapan masyarakat untuk segera mengambil langkah-langkah
mengembangkan siaran televisi sesuai dengan tingkat kemampuan dan penelitian bahwa tahapan
yang memungkinkan saat ini untuk melaksanakan sebagai upaya pengem- bangan siaran televisi
ialah dengan menambah program siaran melalui siaran saluran terbatas.
Pengaturan dalam pasal satu dan dua Keputusan Menteri Penerangan tersebut memperlihatkan
adanya perubahan sikap ter- hadap pengaturan penyelenggaraan sistem penyiaran dengan mene-
gaskan bahwa Direktorat Televisi Departemen Penerangan RI, di samping menyelenggarakan
Siaran Saluran Umum (SUU), mem- berikan wewenang kepada Yayasan TVRI untuk
menyelenggarakan Siaran Saluran Terbatas (SST) di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
SSU adalah siaran televisi yang dapat ditangkap langsung oleh umum melalui pesawat penerima
televisi biasa tanpa peralatan khusus, sedangkan SST adalah siaran televisi yang hanya ditangkap
oleh pelanggan melalui pesawat penerima televisi biasa yang dilengkapi dengan peralatan khusus.
Dalam menyelenggarakan SST, sesuai dengan kemampuan yang ada, Yayasan TVRI dapat
menunjuk pihak lain sebagai pelaksana dengan ketentuan dan jangka waktu yang akan ditetapkan
dalam perjanjian tersendiri. Perjanjian kerja tersebut harus mengutamakan kepentingan masyarakat
luas, kepentingan pemerintah, dan kepentingan kesinambungan penyelenggaraan siaran oleh
Yayasan TVRI. Di samping itu, pengoperasian SST tetap di bawah pengawasan dan pengendalian
Yayasan TVRI. Hasil usaha SST dkelola oleh Yayasan TVRI guna menunjang kegiatan operasional
Yayasan TVRI. Dalam acara SST tersebut dapat disisipkan siaran niaga/iklan kan untuk menunjang
pembangunan nasional.
Dengan demikian, kebijakan pertama yang memungkinkan pihak swasta melaksanakan penyiaran
televisi di Indonesia. Hal tersebut berarti monopoli TVRI dalam melaksanakan penyiaran telah
berakhir. Pihak swasta pertama yang diizinkan melakukan penyiaran televisi adalah Rajawali Citra
Televisi Indonesia (RCTI) melalui pemberian izin prinsip dari Departemen Penerangan RI c.q.
Direktur Televisi/Direktur Yayasan TVRI tertanggal 28 Oktober 1987 Nomor 557/DIR/TV/1987
untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan Siaran Saluran Terbatas (SST) dalam wilayah Jakarta
dan sekitarnya. Penunjukan sebagai pelaksana SST TVRI diatur dengan Surat Perjanjian antara
Direktur Televisi/ Direktur Yayasan TVRI dan Direktur PT RCTI Nomor 12/SP/ DIR/
IV/1988_RCTI.BT.02/1988 tertanggal 22 Februari 1988. Sebagai kelanjutan era pembaruan tahap
pertama dan kedua, tahap ketiga pun berisi lompatan pembaruan pengaturan penyelenggaraan
penyiaran televisi di Indonesia, yakni dengan lahirnya Keputusan Menteri Penerangan RI Nomor
190A/KEP/MENPEN/1987 tentang Siaran Saluran Terbatas TVRI tertanggal 20 Agustus 1987. Era
ini berlangsung sampai 24 Juli 1990 (Panjaitan, 1999: 17-27).
ERA PEMBARUAN TAHAP KEEMPAT
Panjaitan masih memaparkan era pembaruan dunia penyiaran televisi di Indonesia. Tahap
berikutnya adalah era pembaruan tahap keempat yang melatarbelakangi lahirnya SCTV, TPI,
ANTV, dan Indosiar.Era pembaruan tahap keempat dimulai dengan lahirnya Kepu- tusan Menteri
Penerangan Nomor 111/KEP/Menpen/1990 tentang Penyiaran Televisi di Indonesia tertanggal 24
Juli 1990. Aturan ter- sebut semakin membuka keran kemungkinan bagi pihak swasta untuk
melaksanakan penyiaran televisi di Indonesia. Perubahan tersebut diperluas dengan dikeluarkannya
Keputusan Menteri Penerangan Nomor 84A/KEP/Menpen/1992 tentang Perubahan Ketentuan Pasal
7 dan Pasal 14 Keputusan Menteri Penerangan RI Nomor 111/KEOP/ Menpen/1990 tentang
Penyiaran Televisi di Indonesia tertanggal 1 Mei 1992 disusul dengan keluarnya Keputusan Menteri
Penerangan RI Nomor 04A/KEP/Menpen/1993 tentang Perubahan Pasal 7, 14, 16, 19, dan 20
Keputusan Menteri Penerangan RI Nomor 111/KEP/ Menpen/1990 tentang Penyiaran Televisi di
Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Penerangan RI Nomor 84A/
KEP/Menpen/1992.Menyusul RCTI yang sudah terlebih dahulu berdiri, izin prinsip yang
diterbitkan Departemen Penerangan c.q. Dirjen RTF Nomor 1415/RTF/IX/1989 diberikan
Penyelenggaraaan SST kepada PT Surya Citra Televisi (SCTV) di Surabaya dan sekitarnya. Pada 1
Agustus 1990 diizinkan menyelenggarakan siaran tanpa dekoder berdasarkan izin prinsip
Departemen Penerangan c.q. Dirjen RTF Nomor 1217E/ RTF/K/VIII/1990. Secara operasional,
kegiatan SCTV baru dapat dilaksanakan berdasarkan Perjanjian Penunjukan Pelaksana STSU
SCTV Nomor 150/SP/Dir/TV/1990-02/SPS/SCTV/VIII/1990 ter- tanggal 24 Agutus 1990. Pada
tanggal yang sama telah diberikan pula izin prinsip bagi SCTV untuk mendirikan SPTU Denpasar
melalui Keputusan Departemen Penerangan c.q. Dirjen RTF Nomor 1217B/RTF/K/VIII/1990.
Berdasarkan izin prinsip Departemen Penerangan c.q. Dirjen RFT Nomor 206/RTF/K/I/1993
tertanggal 30 Januari 1993 tentang Izin Siaran Nasional, SCTV diperbolehkan menyelenggarakan
siaran nasional dengan ketentuan bahwa siaran nasional SCTV berkedudukan di Jakarta merupakan
siaran gabungan antara SCTV Surabaya dan SCTV Denpasar.
Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) mendapat izin prinsip dari Departemen Penerangan c.q. Dirjen
RTF Nomor 1271B/RTF/K/ VIII/1990 tertanggal 1 Agustus 1990. Penyelenggaraan siaran TPI
dilaksanakan atas perjanjian kerja sama antara Yayasan TVRI dan PT Cipta Televisi Pendidikan
Indonesia tentang Pelaksanaan Siaran Pendidikan Indonesia Nomor
145/SP/DIR/TV/1990-23/TPI/PKS/ SHR.23/VIII/90 tertanggal 16 Agustus 1990. Pengoperasian
siaran TPI diresmikan Presiden Soeharto pada Rabu, 23 Januari 1991, di Studio XII Stasiun Pusat
TVRI Jakarta. Pada 30 Januari 1993, lahir televisi swasta ANTV berdasarkan izin prinsip
Departemen Penerangan c.q. Dirjen RTF Nomor 207/ RTF/K/I/1993 tentang Izin Siaran Nasional
bagi PT Cakrawala Andalas Televisi. Siaran nasional ANTV yang berkedudukan di Jakarta
merupakan siaran gabungan antara PT.Cakrawala Andalas Televisi Bandar Lampung melalui izin
prinsip Nomor 2071/RTF/K/IX/1991 tertanggal 17 September 1991 dengan PT.Cakrawala Bumi
Sriwijaya Televisi Palembang dengan izin prinsip Nomor 2900/RTF/K/XII/1991 tertanggal 31
Desember 1991. PT.Indosiar Visual Mandiri (Indosiar) merupakan televisi swasta yang lahir pada
18 Juni 1992 berdasarkan izin prinsip Departemen Penerangan c.q. Dirjen RTF Nomor
208/RTF/K/I/1993 sebagai penyesuaian terhadap Izin Prinsip Pendirian Nomor 1340/RTF/K/
VI/1992 dari Stasiun Televisi Khusus menjadi SPTSU yang berkedudukan di Jakarta.
Dengan demikian, Keputusan Menteri Pencerahan Nomor 111/1990 telah memungkinkan lahirnya
lembaga-lembaga penyiaran swasta, yaitu RCTI, SCTV, TPI, ANTV, dan Indosiar. Berdasarkan
konsiderans Keputusan Menteri Nomor 111/1990, terdapat tiga hal yang menjadi pertimbangan
dasar pengaturan penyiaran televisi di Indonesia pada era pembaruan tahap ketiga.
Pertama, penyiaran televisi sebagai media komunikasi massa elektronik diyakini mempunyai
kemampuan tinggi dalam menyebarluaskan informasi guna menunjang percepatan usaha
pembangunan bangsa dan negara.
Kedua, tingkat keberhasilan pembangunan bangsa dan negara telah mendorong pesatnya
perkembangan penyiaran televisi.
Ketiga, pesatnya perkembangan televisi harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan
nusa, bangsa, dan negara dengan menghindari kemungkinan timbulnya dampak-dampak negatif di
bidang ideologi politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, serta bidang teknologi penyiaran
televisi. Dengan begitu, diperlukan suatu pembaruan peng aturan sistem penyiaran televisi
(Panjaitan, 1999: 28-34) Setelah lahirnya ANTV, terjadi peralihan kekuasaan di Indonesia dengan
lengsernya Soeharto dan digantikan Habibie. Dari pemerintahan Habibielah mulai muncul
deregulasi di bidang pengelolaan informasi dan komunikasi. Puncaknya, pada pemerintah Gus Dur,
Departemen Penerangan dilikuidasi dan berdirilah beberapa televisi swasta baru lainnya, yakni
Metro TV, Trans TV, Lativi, Global TV, dan TV7.
Analisis
Siaran televisi pertama di Indonesia dimulai pada 1962. Pengadaan media televisi di Indonesia
merupakan “langkah kecil manusia, namun langkah besar bagi Indonesia”. Pengadaan media
televisi yang dipimpin oleh Jendral TNI Prayogi (KUPAG) mendapatkan dukungan penuh dari dari
Soekarno.

Anda mungkin juga menyukai