Anda di halaman 1dari 10

Nama Mahasiswa : AKH JHOLIANTO

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 043005085

Tangga Lahir : 08/12/1998

Kode/Nama Mata Kuliah : IPEM 4215 Teori Politik

Kode/Nama Program Studi : S I Ilmu Pemerintahan

Kode/Nama UPBJJ : 78/Palangka Raya

Hari/Tanggal UAS THE : Minggu 17 Juli 20

Jawaban

No

1.

Indonesia semenjak dilaksanakannya amandemen UUD 1945 yang

ketiga masa secara otomatis telah menerapkan sistem parlemen bikameral

yaitu DPR sebagai perwakilan “people” (kamar kedua) dan DPD sebagai

perwakilan daerah (kamar kedua). Amandemen ketiga dan keempat

merubah utusan daerah dan golongan menjad DPD sebagai parlemen

kamar kedua dan bagian dari fraksi di MPR merupakan suatu upaya untuk

memperkuat DPD khususnya sebagai anggota MPR dan untuk

meningkatkan drajat keterwakilan yang mampu memperjuangkan

kepentingan dan kesejahteraan daerah. Akan tetapi disayangkan bahwa

fungsi legislasi hanya diberikan kepada DPR. Kewenangan yang dimiliki oleh
DPD sangat terbatas dan tidak otoritatif. Sehingga DPD hanya menjadi

subordinat dari DPR dan tidak berbeda dengan LSM.

Kewenangan yang lemah tersebut semakin diperparah denan adanya

degradasi kewenangan DPD melalui UU. Oleh karenanya DPD mengajukan

permohonan uji materi di MK. Akan tetapi keputusan MK Nomor 92/PUU-

X/2012 junto putusan MK NO.79/PUUX11/2014 tidak diakomodasi di

dalam revisi UU MD3 sehingga tidak bisa di implementasikan. Untuk

mencapai kamar kedua yang kuat maka harus mampu ada fungsi check

and balancesdan untuk mewujudkannya maka harus ada kewenangan

setara antara DPR dengan DPD.

Teori strukturasi yang dibesarkan oleh Anthony Gidden menganggap bahwa

strutur merupakan suatu dualitas yaitu membatasi (constraining) dan

membuka kemungkinan/membebaskan (enabling. Berdasarkan pada teori

tersebut, hambatan struktur yang dimiliki DPD yaitu amanat kewenangan

yang terbatas dari konstitusi yang juga terduksi terus —menerus melalui

peraturan perundang-undangan dan hambatan persenal,

hambatanhambatan tersebut mampu memberikan peluang atau

kesempatan untuk memperkuat DPD. Jadi struktur yang menghambat DPD

tersebut dapat pula memperkuat DPD. Jalan untuk mememperkuat DPD

sendiri dapat dilihat melalui teori path dependece.

Berdasarkan pada teori path dependency cara untuk memperkuat struktur

yang menghambat peran DPD RI dalam menjalankan perannya sebagai

wakil daerah adalah dengan melakukan amandemen ke lima UUD 1945,

memperbaiki sistem rekruitmen anggota DPD RI dan membubarkan MPR

RI. Amandemen UUD 1945 adalah suatu kemungkinan penguatan dari

struktur yang menghambat DPD RI dengan didasarkan pada analisa


menggunakan teori strukturasi. Kemungkinan dilakukanya amandemen

kelima UUD 1945 ini semakin besar dengan adanya dinamika politik yang

ada saat ini. Oleh karenanya DPD perlu mengakpitalisasi kondisi dinamika

politik yang ada saat ini sehingga tujuan untuk memperkuat DPD dapat

terwujud.

2.

A. Dalam kajian teori politik konsepsi power, demokrasi dan legitimasi

terus berkembang sesuai dengan perkembangan kondisi sosial dan politik

setra ekonomi yang bergerak dengan sangat dinamis di berbagai ruang.

Oleh karena itu studi tentang power dan demokrasi serta legitimasi harus

memperhatikan aspek konteks dengan melihat latar belakang sosial dan

politik di setiap perkembangan masing-masing teori. Bagaimana power

atau kekuasaan beroperasi dan bagaimana discourse tentang kekuasaan

tersebut berkembang menjadi penting diperhatikan.

Dengan melihat berbagai perkembangan konsep power dan demokrasi

maka rumusan tentang kekuasaan dalam konteks masyarakat modern juga

dapat menghasilkan rumusan baru yang berangkat dari kasus yang sangat

lokal namun bisa menjadi representasi internasional karena mewakili

sebagai konsep yang membantah atau mendukung bahkan menambahi

konsep-konsep yang telah dikembangkan sebelumnya.

B. Kepuasan :

 Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok

manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau

kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu


menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang

mempunyai kekuasaan itu.

 Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang

atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai

dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh

dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau

kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi

tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan

dari pelaku.

 Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain

untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang

memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).

. Sudut pandang kekuasaan

 Kekuasaan bersifat positif, ketika pemegang kekuasaan tertinggi

yang dapat memengaruhi dan mengubah pemikiran orang lain

atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan yang

diinginkan oleh pemegang kekuasaan dengan sungguh-sungguh

dan atau bukan karena paksaan baik secara fisik maupun

mental.

 Kekuasaan bersifat Negatif, pemegang kuasa dengan cara

paksaan atau tekanan baik secara fisik maupun mental.

Biasanya pemegang kekuasaan yang bersifat negatif ini tidak

memiliki kecerdasan intelektual dan emosional yang

baik,mereka hanya berfikir pendek dalam mengambil keputusan

tanpa melakukan pemikiran yang tajam dalam mengambil

suatu tindakan. dan biasanya kekuasaan dengan karakter


negatif tersebut hanya mencari keuntungan pribadi atau

golongan di atas kekuasannya itu. karena mereka tidak

merniliki kemampuan atau modal apapun selain kekuasaan

untuk menghasilkan apapun, dan para pemegang kekuasaan

bersifat negatif tersbut biasanya tidak akan berlangsung lama

karena tidak akan mendapatkan dukungan sepenuhnya oleh

rakyatnya.

wewenang :

 Kewenangan adalah kekuasaan yang mendapatkan keabsahan

atau legitimasi. Kewenangan adalah hak moral untuk membuat

dan melaksanakan keputusan politik

 Prinsip moral : menentukan siapa yang berhak memerintah

mengatur cara dan prosedur melaksanakan wewenang. Sebuah

bangsa atau negara mempunyai tujuan. Kegiatan untuk

mencapai tujuan disebut tugas.

 Hak moral : untuk melakukan kegiatan mencapai tujuan disebut

kewenangan
Sumber kewenangan

 Tradisi - kepercayaan yang telah berakar dipelihara secara

terusmenerus dalam masyarakat. Contoh: “ darah biru

dikerajaan',keluarga.

 Kekuatan sakral seperti Tuhan, Dewa dan wah seperti kerajaan.

Oleh karena itu, hak memerintah dianggap sakral. Conte : di

Jepang Kaisar Hiro hito (dan penggantin 3) menunjukkan

kewenangan sebagai kepala Negara yang berasal dari Dewa

Matahari(Amaterasu Omikami)

 Kualitas pribadi sang pemimpin, baik penampilannya yang

agung dan diri pribadinya yang popular maupun karena

memiliki karisma.

 Peraturan perundang-undangan yang mengatur prosedur dan

syaratsyarat menjadi pemimpin pemerintahan

 *.Sumber yang bersifat instrumental seperti keahlian dan

kekayaan.

Perbedaan Kekuasaan, Kewenangan dan Legitimasi

 Kekuasaan adalah penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk

mempengaruhi pembuat dan pelaksana kebijakan politik,

sedangkan

 Kewenangan adalah hak moral untuk membuat dan

melaksanakan keputusan politik (bersifat top down)


 Legitimasi adalah pengakuan dan penerimaan kepada pemimpin

(bersifat bottom up)

3.

Pola hubungan negara dan civil society, ternyata, berkaitan erat

dengan logika kelembagaan yang berlaku dan dianut oleh sebuah

pemerintahan. Hal itu merupakan konsekuensi logis dari institutional

framework yang di dalamnya termaktub berbagai ketentuan perundangan

yang dapat dijadikan acuan bagi pemerintah maupun berbagai organisasi

kemasyarakatan, termasuk organisasi civil society. Lebih jauh, hal itu akan

berpengaruh terhadap cara suatu elemen organisasi berpersepsi dan

bertindak terhadap yang lainnya.

Dalam kaitan dengan konsepsi di atas, persepsi pemerintah sebagai

penyelenggara negara di Indonesia mulai dari tingkat pusat sampai ke

daerah terhadap civil society, ternyata, juga mengalami perubahan yang

cukup mendasar dari suatu rezim ke rezim lainnya. Pemerintahan

reformasi yang mengusung demokrasi dan desentralisasi (otonomi

daerah) di bawah kerangka kelembagaan baru, mulai mengembangkan

persepsi positif terhadap civil society sebagi mitra

pemerintah. Di pihak lain, civil society-pun mulai melihat pemerintah

bukan sebagai institusi yang harus dilawan atau ditentang, melainkan perlu

digandeng dalam rangka mewujudkan masyarakat sipil yang tangguh dan

berkeadilan.
Sejalan dengan kebijakan/regulasi yang dikeluarkan pemerintah dalam

rangka mewujudkan masyarakat yang demokratis dan goodgovenance

dengan membuka ruang publik yang lebih luas, lalu, civil society di Sumatra

Barat merespon dengan melakukan beberapa kebijakan. Respon dimaksud

adalah sebagai berikut: (1) civil societv merubah identitas dan menggeser

metode perjuangannya dari gerakan perlawanan terhadap pemerintah,

menjadi organisasi civil society yang memusatkan perhatian pada

penguatan organisasi dan kelembagaan, (2) strategi perjuang civil society

bergeser dari relasi konfliktual ke arah relasi kolaborasi, (3) isu-isu

perjuangan yang diusung civil societv bergeser dari hal-hal yang bersifat

makro (universal) ke isu yang lebih mikro/ lokal: dan (4) civil societv

bergerak dari lembaga yang secara konvensional berada di luar struktur

negara, menjadi lembaga yang memperjuangkan ide-ide mereka dengan

jalan masuk ke dalam struktur negara atau setidak-tidaknya masuk ke

organisasi yang memiliki akses langsung ke pemerintahan. Lalu, melalui

strategi tersebut civil societv memperjuangkan visi, misi, dan tujuannya dari

dalam struktur negara.

4.

A. Penekanan perlunya partisipassi massa dalam politik dengan tujuan

untuk mengamankan pembangunan ekonomi dan modal kapitalis dalam

proses pembangunan di negara-negara terbelakang. Hal ini ditujukan untuk

membangun stabilitas politik. Cara yang paling efektif adalah melalui militer.

Dengan kata lain, pembangunan di negara-negara terbelakang dipusatkan

melalui negara (kontrol militer) sehingga negaralah yang berada di posisi


strategis, massa tidak dilibatkan dalam proses politik sehingga demokrasi

tidak berjalan secara semestinya.

5.

Kemudian, setelah O’Donnel mengetahui bahwa argumen Bureaucratic

aiitlioritariaiiism tidak realistik, menurut William Liddle dan Mujani, O’

Donnell pada penghujung tahun 80-an beralih ke pendakatan elite untuk

menjelaskan variasi muncul dan stabilnya demokrasi. Mereka berkesimpulan

bahwa, munculnya rezim demokasi adalah suatu “kebetulan” sejarah yang

tidak bisa dijelaskan. Elit dinilai penting dalarn proses transisi ke rezim

demokrasi tetapi kapan elit menjadi pro demokrasi dan kapan tidak,

menurutnya tidak bisa dijelaskan. Konsep ini juga telah dikritik oleh

Prezeworski dan Lunongi, yang datang juga dari lingkaran kiri.

B.

Menurut pendekatan ini elit ini, diasumsikan bahwa transisi jadi

rezim nondemokrasi ke rezim demokrasi sebagian besar ditentukan oleh

inisiatif, kompromi, dan kalkulasi rasional elit politik. Pilihan atas demokrasi

dipandang memupgkinkan elit mencapai tujuan politiknya. Motif dan

kalkulasi elit seperti ini tentu saja akan ditemukan dikalangan elit politik

pada umumnya. Secara urut demokratisasi mencakup beberapa proses atau

tahapan yang saling berkaitan, yaitu: liberalisasi, transisi, instalasi dan

konsolidasi. Liberalisasi adalah proses mengefektifkan hak-hak politik yang

melindungi individu dan kelompok sosial dari tindakan sewenang-wenang

atau tidak sah yang dilakukan oleh negara atau pihak ketiga. Pada tahap ini

biasanya ditandai kekuasaan untuk membuka peluang terjadinya kompetisi

politik, dilepaskannya tahanan politik, dan uiberikannya ruang kebebasan

pers. Tahap lain selain liberalisasi adalah transisi, yaitu titik awal atau
interval (selang waktu) antara rezim otoritarian dengan rezim demokrasi.

Transisi diawali dengan keruntuhan rezim otoriter lama yang kemudian

diikuti dengan pengesahan lembaga politik peraturan politik baru di bawah

payung demokrasi. Setelah transisi yaitu konsolidasi. Proses konsolidasi jauh

lebih komplek dan panjang dibandingkan transisi. la merupakan proses yang

mengurangi kemungkinan pembalikan demokrasi. Didalamnya diwarnai

proses negosiasi.

Dari uraian di atas, cukup konkret apabila kita bandingkan dengan

perjalanan sejarah di Indonesia, dimana saat orde baru, peran negara

begitu ketat sehingga tidak ada yang bisa “bersaing“ dengan kehendak

negara (pemerintah). Kemudian, muncullah pergerakan yang menginginkan

perubahan dengan melumpuhkan rezim orde baru. Dan hal ini yang

dianggap sebagai solusi terciptanya perubahan. Setelah itu, lembaran baru

demokrasi mulai terbuka (reformasi) dengan adanya pemilu. Namun, hingga

sekarang perjalanan demokrasi di Indonesia ternyata tidak sesuai dengan

harapan, bahkan muncul permasalahan di berbagai bidang, seperti KKN

(terbuka secara jelas). Memang keran aspirasi dan berpendapat terbuka

lebar (sangat lebar malah),

Anda mungkin juga menyukai