Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Kelompok 2
Faiz Naufal Amanullah 2120901116
Wella 2120901117
Natasya Dwi Clarysia 2120901118
Diva Naufal Saffanah 2120901119
Nabilah Fettiani 2120901120
Apriza Dwi Priadi 2120901121
Nurlailah Mubarokah 2120901123
Nail Ammashun Al Yahya 2120901124
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita
nikmat iman dan kesehatan, sehingga penulis diberi kesempatan yang luar biasa ini
yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang “Teori
Inteligensi: Spearman dan Thurstone.”
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan Nabi kita,
yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk
kita semua, yang merupakan petunjuk yang paling benar dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Selain itu penulis juga sadar bahwa pada makalah ini dapat ditemukan banyak
sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis benar-benar
menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat direvisi dimasa yang selanjutnya.
Diakhir kata, penulis berharap makalah sederhana ini dapat dimengerti oleh setiap
pihak yang membaca. Penulis pun memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila
dalam makalah ini terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inteligensi memainkan peran yang sangat signifikan dalam dunia persaingan
global saat ini. Kemampuan individu yang memiliki tingkat inteligensi lebih tinggi
dapat memengaruhi individu lain yang memiliki tingkat inteligensi yang lebih rendah.
Penting untuk dicatat bahwa inteligensi tidak dapat diukur hanya dari tingkat
pendidikan atau tingkat akademis seseorang. Sebaliknya, inteligensi seseorang
berkembang seiring dengan kemampuannya dalam menghadapi berbagai masalah.
Ketika seseorang menggali informasi baru dan kemudian menerapkannya dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapinya, maka bisa dikatakan bahwa inteligensinya
telah meningkat. Ini adalah proses yang berkelanjutan.
Charles Edward Spearman, dalam pandangannya pada tahun 1927, memandang
inteligensi sebagai suatu kemampuan mental yang mencakup berbagai fungsi kognitif.
Berdasarkan pengamatannya terhadap skor tes, Spearman menemukan bahwa skor tes
yang berbeda yang mengukur berbagai aspek kemampuan mental cenderung memiliki
korelasi satu sama lain. Dari sini, ia menyatakan bahwa ada satu faktor umum yang
disebut sebagai "general factor (g)" dalam inteligensi. Faktor umum ini memungkinkan
individu untuk berhasil dalam berbagai tugas intelektual. Namun, Spearman juga
menyadari bahwa banyak orang memiliki keunggulan dalam bidang-bidang tertentu,
sehingga ia memasukkan konsep "faktor-faktor khusus (s)" yang memungkinkan
keunggulan individu dalam tugas-tugas khusus.
Louis Thurstone juga menyumbangkan pandangan yang penting tentang
inteligensi dengan teorinya yang dikenal sebagai "Primary Mental Ability (PMA)."
Thurstone mengidentifikasi beberapa faktor kemampuan mental primer yang
melibatkan berbagai aspek seperti verbal, spasial, perseptual, numerik, ingatan, induksi,
deduksi, penalaran umum, kefasihan dalam berbicara, dan kemampuan menyelesaikan
masalah. Faktor "reasoning (R)" yang merupakan bagian dari PMA Thurstone
mengacu pada kemampuan individu untuk mengambil kesimpulan dari contoh-contoh,
aturan, atau prinsip-prinsip yang ada, dan hal ini juga berkaitan dengan kemampuan
pemecahan masalah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Charles Spearman?
2. Bagaimana teori inteligensi Charles Spearman?
3. Bagaimana biografi Louis Leon Thurstone?
4. Bagaimana teori inteligensi Louis Leon Thurstone?
C. Tujuan
Untuk mengetahui untuk menjadi bahan pembelajaran mengenai teori
intelegensi dari Spearman dan Thurstone sehingga dapat menambah wawasan
dan pengetahuan para pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Teori Spearman
Kecerdasan merupakan pusat energi yang dibutuhkan untuk semua tugas
kognitif (Spearman, 1904). Dalam teorinya, Spearman memperkenalkan konsep faktor
g atau biasa dikenal dengan "general ability", yang berperan dalam menyimpan dan
menghubungkan informasi, mensintesis konsep, memahami hubungan serta menarik
kesimpulan, memproses materi, dan menyusun kombinasi baru dari materi tersebut.
Dia kemudian mengembangkan teknik statistik yang disebut analisis faktor, yang
memungkinkan peneliti menggunakan sejumlah item tes yang berbeda untuk mengukur
kemampuan umum. Spearman berpendapat bahwa faktor g ini bertanggung jawab atas
kinerja keseluruhan tes kemampuan intelektual. Ia mencatat bahwa meskipun orang
pasti bisa unggul di bidang tertentu dan sering kali berhasil, mereka yang sukses di
satu bidang juga cenderung sukses di bidang lain (Medianta Tarigan & Fadillah, 2021).
Menurut Spearman (Syane Triwulandari & Supardi U.S, 2022), kecerdasan bukanlah
suatu kemampuan tunggal tetapi terdiri dari dua faktor, itulah sebabnya teorinya
disebut teori kecerdasan dua faktor atau two-factor theory. Kecerdasan dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu kecerdasan umum (general ability) dan kecerdasan khusus
(special ability), sehingga kecerdasan mempunyai dua unsur. Kedua faktor tersebut
adalah faktor umum (faktor umum, disingkat g) dan faktor khusus (faktor spesifik,
disingkat s).
1. Faktor Umum (G)
Faktor G mencakup semua aktivitas intelektual yang dimiliki setiap orang pada
tingkat yang berbeda-beda. Beberapa ciri faktor G antara lain: (1) merupakan
kemampuan umum bawaan; (2) bersifat konstan; (3) digunakan dalam aktivitas
individu; (4) besarnya faktor G setiap individu berbeda-beda; (5) Semakin besar
jumlah G yang dimiliki seseorang maka semakin besar pula peluang
keberhasilan dalam hidup.
2. Faktor Khusus (S)
Faktor S mencakup sejumlah faktor spesifik yang terkait dengan tugas tertentu.
Beberapa ciri faktor S antara lain: (1) dipelajari dan diperoleh dari lingkungan;
(2) perubahan dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya oleh individu yang sama;
(3) Besarnya jumlah S pada setiap individu berbeda-beda.
Kedua faktor ini mungkin tumpang tindih atau tampak berbeda. Menurut
Spearman, faktor G lebih mewakili secara genetis dan faktor S diperoleh terutama
melalui pelatihan dan pendidikan. Kedua faktor di atas sangat penting dalam mengenali
kapasitas pribadi ketika berpindah dari satu situasi ke situasi lainnya. Faktor umum
mendasari semua perilaku, sedangkan faktor spesifik hanya mendasari perilaku tertentu.
Menurut Suryabrata (2002:128), faktor umum bergantung pada genetika dan faktor
khusus bergantung pada pengalaman (lingkungan, pendidikan). Setiap masalah
diselesaikan dengan menggunakan kombinasi kecerdasan umum dan khusus.
Menurut Winkel (1996, dalam Purwanto, 2010), inteligensi adalah hasil dari
gabungan faktor umum dan sejumlah faktor khusus. Kombinasi antara faktor "g"
(general) dan faktor "s" (specific) berbeda-beda untuk setiap individu. Dalam
perspektif Spearman (Purwanto, 2010), setiap individu memiliki faktor inteligensi
umum ("g") dalam berbagai proporsi. Faktor "g" ini menjadi penentu utama
kemampuan dalam menyelesaikan tes inteligensi, sehingga seseorang dapat dianggap
cerdas atau kurang cerdas secara keseluruhan, tergantung pada sejauh mana faktor "g"
tersebut hadir dalam diri mereka. Faktor ini umumnya berkaitan dengan kemampuan
menyelesaikan masalah atau tugas-tugas umum. Orang dengan faktor "g" yang kuat
memiliki kapasitas untuk mempelajari berbagai jenis pengetahuan, seperti matematika,
bahasa, ilmu pengetahuan, sejarah, dan lain sebagainya. Di sisi lain, faktor "s" yang
lebih dominan mencerminkan kemampuan otak dalam tugas-tugas khusus atau spesifik.
Contohnya adalah kemampuan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan
dengan bidang tertentu.
Spearman (1923, dalam Gregory, 2013) menjelaskan bahwa perbedaan dalam
faktor "g" pada setiap individu tercermin dalam tiga konsep kognitif, yaitu kemampuan
dalam menangkap pengalaman, mengembangkan relasi, dan mengaplikasikan korelasi.
Istilah "mengembangkan" dalam konteks ini dapat diartikan sebagai "mencari tahu."
Edukasi relasi mencakup kemampuan untuk menemukan hubungan dasar yang berlaku
antara dua hal, sementara edukasi korelasi adalah kemampuan untuk menerapkan
hubungan dasar yang telah ditemukan dalam proses edukasi relasi ke dalam situasi
yang baru. Sebagai contoh, dalam menemukan hubungan antara dua kata, seperti
"panjang-pendek" yang merupakan hubungan lawan kata, kemudian menerapkannya
dalam situasi yang lain seperti "baik-...". Konsep ini dapat dianggap sebagai proses
encoding (penyandian), inferensi (penarikan kesimpulan), dan aplikasi (penggunaan).
3. Teori Thurstone
Teori faktor berkembang lebih lanjut sejalan dengan munculnya teknik analisis
faktor sehingga muncul multiple factors theory yang dikembangkan oleh Kelley dan
dilanjutkan oleh Thurstone. Teori ini mengemukakan bahwa kemampuan seseorang
dibentuk oleh sejumlah unsur yang terpisah satu sama lain. Thurstone menolak gagasan
tentang satu faktor yang memiliki aplikasi umum daripada yang lainnya. Menurutnya,
kecerdasan tidak dapat digeneralisasikan menjadi satu faktor saja. Terdapat beberapa
faktor dari kecerdasan, di mana setiap orang memiliki faktor-faktor tersebut namun
bisa saja satu faktor menonjol dan faktor lain tidak.
Thurstone memandang inteligensi bersifat multi faktor. Faktor-faktor yang
membentuk inteligensi adalah faktor umum (common factors, disingkat c) dan faktor
khusus (specific factors). Faktor umum terdiri dari tujuh faktor yang membentuk
perilaku tertentu yang bersifat umum. Faktor khusus adalah faktor- faktor yang
mendasari perilaku yang bersifat khusus. (Purwanto, 2010). Thurstone
mengidentifikasi sejumlah aspek kecerdasan yang disebutnya sebagai Primary Mental
Abilities (PMA). PMA adalah teori inteligensi yang memaparkan bahwa manusia
memiliki tujuh kemampuan dasar yang saling terkait satu sama lain. Ketujuh faktor
yang diidentifikasi oleh Thurstone, sesuai dengan proporsi perbedaan individu tersebut
adalah:
1. Kemampuan Spasial/Ruang (S) adalah kapasitas seseorang dalam
menggambarkan berbagai tampilan spasial atau visualisasi objek dalam ruang.
Ini melibatkan kemampuan individu untuk memproses informasi visual dan
memahami hubungan antara objek dalam konteks spasial. Tes yang mengukur
kemampuan ini termasuk teka-teki visual, pemahaman bentuk geometris, dan
identifikasi bayangan cermin yang benar dari objek, serta pengenalan objek
yang benar saat berubah sudut.
2. Pemahaman Verbal (V) adalah kemampuan seseorang untuk memahami teks
yang dibaca atau informasi yang didengar, serta menginterpretasikan makna
kata-kata dan hubungannya satu sama lain. Ini mencakup keterampilan
menggunakan bahasa, kosakata, dan pemahaman konsep verbal. Tes yang
mengukur kemampuan ini termasuk tes kosakata, tes kata acak, dan tes
pemahaman verbal atau membaca.
3. Kemampuan Numerik (N) adalah kemampuan matematika atau kemampuan
untuk melakukan perhitungan dengan cepat dan akurat. Ini biasanya diukur
dengan menguji seberapa baik seseorang dalam menyelesaikan masalah
matematika, termasuk kecepatan dan akurasi dalam aritmatika.
4. Memori (M) adalah kemampuan untuk mengingat dan mempertahankan
informasi dalam jangka waktu yang lama. Ini mencakup kemampuan
mengingat konsep atau fakta yang telah dipelajari. Pengukuran kemampuan ini
dapat melibatkan tes memori seperti mengingat suku kata yang tidak biasa atau
mengingat materi yang dipelajari selama ujian.
5. Penalaran Induktif (I) adalah kemampuan untuk berpikir logis dan membuat
kesimpulan berdasarkan informasi umum yang kemudian diterapkan pada
situasi khusus. Ini juga berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis. Tes
penalaran induktif sering melibatkan pemilihan nomor atau gambar yang sesuai
dengan pola urutan yang diberikan, seperti tes seri huruf atau tes seri angka.
6. Kecepatan Perseptual (P) adalah kemampuan untuk mengidentifikasi,
membandingkan, dan merespons stimulus dengan cepat dan akurat. Ini
mencakup pengenalan dan perbandingan stimulus seperti huruf, angka, simbol,
atau gambar dengan efisien. Tes yang mengukur kemampuan ini termasuk
pengenalan gambar dengan cepat, mencoret huruf tertentu dari barisan angka,
dan menemukan kata-kata tertentu dalam teks.
7. Kefasihan Kata (W) adalah kemampuan seseorang dalam menghasilkan kata
atau kalimat dengan cepat. Ini juga disebut sebagai kefasihan verbal dan
berkontribusi pada kemampuan komunikasi seseorang. Tes yang mengukur
kemampuan ini dapat meminta peserta untuk menghasilkan kata-kata yang
dimulai atau diakhiri dengan huruf tertentu dengan cepat.
Thurstone juga menolak konsep umur mental yang selama ini digunakan oleh
Binet. Ia menyarankan pengaplikasian peringkat persentil untuk membandingkan
kemampuan antar kumpulan subjek (Guilford, 1972). Salah satu pengukuran
kecerdasan yang dikembangkan, mengacu pada teori inteligensi yang dikemukakan
Thurstone terkait PMA adalah alat ukur Intelligence Structure Test (IST). Pada tahun
1953, IST disusun dan diciptakan oleh Rudolf Amthauer kemudian diterbitkan di
bawah naungan Hogrefe Verlag Göttingen. Tahun 1970, Amthauer menerbitkan revisi
alat ukur ini dan dinamakan IST-70. Alat ini diperuntukkan kelompok usia antara 12-
60 tahun. IST mengukur tingkat kecerdasan umum individu dan memetakan struktur
kecerdasan serta menentukan tingkat kecerdasan individu berdasarkan standar
kelompok. (Tarigan, 2021).
KESIMPULAN