Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

EPISTEMOLOGI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Manajemen Pendidikan Islam

Dosen Pengampu :

Dr. Binti Muamalah, S.Ag., M.Pd.

Kelompok : 6

MPI-2A

1. Aprillia Alifaturrahmah (126207211003)


2. Azza Minhatul Maula (126207211005)
3. Dita Dian Nopianti (126207212061)
4. Muhammad Saddam Baihaki (126207213123)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

JURUSAN TARBIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

1
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH

TULUNGAGUNG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan nikmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul
Epistemologi Manajemen pendidikan islam, sholawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan kita Baginda Rasulullah SAW yang telah membawa
kepada agama Islam yang merupakan Rahmatan lil ‘alamin. Makalah ini tidak hanya
penulis selesaikan sendiri, namun tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak.
Rangkaian ucapan terimakasih, penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah
memberi motivasi, ruang dan waktu untuk membuat makalah ini. Adapun ucapan
terimakasih yang penulis haturkan kepada:
1. Prof. Dr. H. Maftukhin, M.Pd.I selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sayyid
Ali Rahmatullah Tulungagung.
2. Prof. Dr. Hj. Binti Maunah, M.Pd.I. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan.
3. Dr. Binti Mu’amalah S.Ag,.M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah
Kepemimpinan Pendidikan Islam yang ikhlas dan tulus dalam membimbing
kami
4. Teman-teman mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
khususnya prodi Manajemen Pendidikan Islam 2A
5. Dan semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya proses
penyusunan makalah ini.

Di dalam makalah ini, kami sudah berusaha sebaik mungkin. Akan tetapi,
dengan keterbatasan waktu, kemampuan dan pengetahuan kami sadar bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Besar harapan kami agar pembaca
berkenan memberikan umpan balik baik berupa kritik atau saran. Semoga makalah
ini bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Amiin.

2
Tulungagung, 04 Maret 2022

Tim penyusun

DAFTAR ISI

Cover ........................................................................................................................1

Kata pengantar ........................................................................................................2

Daftar isi ...................................................................................................................3

Bab I Pendahuluan

A. Latar belakang................................................................................................4
B. Rumusan masalah...........................................................................................5
C. Tujuan ...........................................................................................................5

Bab II Pembahasan

A. Pengertian Epistemologi................................................................................6
B. Epistemologi Manajemen Pendidikan Islam..................................................7
C. Sistem Epistemologi Pendidikan islam……………………………………..7
D. Kurikulum Pendidikan Islam………………………………………………..8
E. Formulasi Epistemologi Pendidikan Islam………………………………….9
F. Membangun Epistemologi Pendidikan islam……………………………….11

Bab III Penutup

A. Kesimpulan ...................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................14

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seabad yang lalu, pada zaman Auguste Comte dan Herbert Spencer, sosiologi belum
diakui sebagai ilmu pengetahuan, sedangkan kesarjanaan Spencer, misalnya, tidak dapat
diragukan lagi: ia terkenal sebagai seorang filsuf dan ahli etika, ahli biologi dan sosiolog, dan
terkenal untuk puluhan buku tebal yang dia tulis, tentang pengetahuannya yang luas.
Mungkin juga karena kebiasaan bahasa Inggris (tempat lahir dan kehidupan Spencer) yang
memiliki pemahaman sempit bahwa bahasa, sejarah, politik dan ekonomi, yang disebut
"humaniora" (pengetahuan tentang manusia), tidak termasuk dalam Sains.

Pada abad ke-20, tampak bahwa di negara-negara maju, cabang ilmu baru, yaitu
manajemen, sudah mulai enggan diakui sebagai ilmu. Ini bukan hal baru. Ilmu sosial yang
sejak awal mulanya disebut sosiologi juga telah lama harus memperjuangkan kedudukannya
di samping ilmu-ilmu lain yang sudah ada sejak lama. Begitu juga dengan ilmu “manajemen”
yang menjadi pokok bahasan kita hari ini. Ilmu “manajemen” belum dianggap sebagai ilmu
pada saat Taylor dan Fayol mulai memajukannya, bahkan di beberapa bagian negara-negara
dewasa ini, masyarakat masih curiga dan ragu untuk mengajarkannya disamping filsafat yang
menurut para ahli merupakan ilmu tertua, dan ilmu-ilmu lain seperti ilmu alam, ilmu eksakta,
ilmu doktor dan sebagainya ahli.

Epistemologi yang mampu mengintegrasikan cabang-cabang filsafat mengkaji asal usul


pengetahuan. Atau bisa juga dikatakan, epistemologi adalah apa yang menjadi pengetahuan,
apa yang menjadi karakter dan kebenaran dari pengetahuan itu sendiri. Alhasil, ia berada
dalam tiga isu utama yang menjadi pusat perhatian.1

1
Sebuah Analisis Aspek Ontologi. Epistemologi, dan Aksiologi Konsep Manajemen Pendidikan
Islam,https://www.neliti.com/publications/56782/konsep-manajemen-pendidikan-islam-sebuah-analisis-
aspek-ontologi-

4
B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Epistemologi?

2. Apa itu Epistemologi Manajemen Pendidikan Islam?

3. Bagaimana Sistem Epistemologi Pendidikan islam?

4. Bagaimana Kurikulum Pendidikan Islam?

5. Apa Formulasi Epistemologi Pendidikan Islam?

6. Bagaimana Membangun Epistemologi Pendidikan islam?

C. Tujuan

1. Agar Mengetahui Epistemologi

2. Agar Mengetahui Epistemologi Manajemen Pendidikan Islam

3. Agar Mengetahui Sistem Epistemologi Pendidikan islam

4. Agar Mengetahui Kurikulum Pendidikan Islam

5. Agar Mengetahui Formulasi Epistemologi Pendidikan Islam

6. Agar Mengetahui Cara Membangun Epistemologi Pendidikan islam

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN EPISTEMOLOGI
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang sebenarnya mengkaji hakikat
pengetahuan yang khusus untuk 4 pokok persoalan pengetahuan seperti keabsahan,
struktur, batas dan sumber pengetahuan. Secara etimologi, penguraian berdasarkan
pada asal katanya, istilah epistemology berasal dari Bahasa yunani yaitu episte dan
logos. Episte artinya pengetahuan dan logos lazim dipaka untuk menunjukkan adanya
pengetahuan sistematis. Secara sederhana epistemologi diartikan sebagai pengetahuan
mengenai pengetahuan. Episteme berasal dari kata kerja epistamai, artinya
mendudukan, menempatkan atau meletakkan. Secara harfiah episteme berarti
pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan
setepatnya. 2
Anthony flew dalam A Dictionary of Philosopy menjelaskan bahwa
epistemology sebagai “The branch of philosopy concerned with the theory of
knowledge, Traditionaly central issues in epistemology are the nature and derivation
of knowledge, the scope of knowledge and the reliability of claims to knowledge” 3
Selain kata episteme, untuk kata pengetahuan dalam bahasa yunani juga
dipakai kata “gnosis”, maka istilah epistemologi dalam sejarah pernah juga disebut
gnoseologi sebagai kajian filosofis yang membuat telaah kritis dan analitis tentang
dasar dasar teoritis pengetahuan. Dalam bahasa jerman, epistemologi diterjemahkan
antara lain menjadi erkentnistheorie dan dalam Bahasa Belanda dikenal istilah
kennisleer atau kentheorien (teori pengetahuan).4 Berdasarkan asal kata dan
pengertiannya, singkatnya dapat disebutkan bahwa epistemologi adalah salah satu

2
A.M.W. Pranarka, Epistemologo dasar (Jakarta: Centre For Strategic and International Studies (CSIS), 1987).
Hal 4
3
Anthony flew, A Dictionary of pholosopy (Pan Books in association with the Macmillan Press, n.d.). Hal 101
4
J. Sudarminta, Epistemologi dasar (Yogyakarta: Kanisius,2002). Hal 18-19

6
cabang filsafat untuk membantu bagaimana cara mendapatkan pengetahuan yang
disebut ilmu. Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan bahwa epistemologi
sebaga ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan
validitas ilmu pengetahuan. 5
Secara singkat dapat dikatakan bahwa epistemologi merupakan salah satu
cabang filsafat yang mempersoalkan mengenai masalah hakikat pengetahuan. Dengan
kata lain, epistemologi merupakan disiplin filsafat yang secara khusus hendak
memperoleh pengetahuan tentang pengetahuan. Adapun pengetahuan yang tidak
ilmiah masih tergolong pra-ilmiah. Dalam hal ini, berupa pengetahuan hasil serapan
inderawi yang secara sadar diperoleh, baik telah lama maupun yang baru didapat.
Dengan kata lain, pengetahuan diperoleh secara sadar, sistematis, jelas prosesnya
secara prosedural, metodis dan teknis, tidak bersifat acak, kemudian diakhiri dengan
verifikasi atau diuji kebenaran ilmiahnya.6

B. EPISTEMOLOGI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


Pembicaraan tentang epistemologi ilmu pengetahuan manajemen pendidikan
islam akan selalu hangat dan menarik untuk diperbincangkan, karena ilmu akan selalu
berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Ilmu tidak akan berhenti selama
manusia masih mampu berpikir untuk mencermati segala fenomena-fenomena yang
terjadi, baik fenomena dalam dirinya sendiri maupun di luar dirinya. Ilmu
pengetahuan manajemen pendidikan islam yang dikembangkan sebagian berada pada
epistemologi telaah klasik.7 Secara generalistik, manajemen pendidikan islam tidak
berbeda dengan manajemen konvensional yang mengelola sumberdaya organisasi
melalui otoritas pemimpin untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama
secara efektif dan efisien.
Epistemologi ilmu manajemen berkembang sampai pada realitas empiris dan
pertimbangan rasional yang melahirkan sejumlah ilmu manajemen dalam berbagai
lokusnya dan nilai yang dikerjanya. Kelahiran ilmu manajemen dalam berbagai lokus

5
Azzurmardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi Dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: LOGOS, 1999).
Hal 144
6
Latif, Orientasi Ke Arab Pemahaman Filsafat Ilmu. Hal 197
7
Periode klasik ini dalam catatan banyak sarjana memang sebuah periode yang gemilang. Karena gilang
gemilangnya periode ini, seorang sarjana terkemuka dan juga seorang muslim yang mengajar di Universitas
London pada imperial college pernah mengatakan “bahwa antara tahun 750-1200 M ilmu pengetahuan atau
sains terutama adalah milik orang-orang islam”

7
nilai yang dikejarnya ini, dipengaruhi pula oleh realitas-realitas yang mempengaruhi
keteraturan yang dikembangkan oleh ilmu manajemen.

C. SISTEM EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM


Sistem epistemologi merupakan rangkaian dari sub sistem-sub sistem atau
unsur-unsur pendidikan yang saling terikat dalam mewujudkan keberhasilannya. Ada
tujuan, kurikulum, materi, metode, pendidik, peseta didik, sarana, alat, pendekatan,
dan sebagainya. Keberadaan satu unsur membutuhkan keberadaan unsur yang lain,
tanpa keberadaan salah satu di antara unsur-unsur itu proses pendidikan akan menjadi
terhalang, sehingga mengalami kegagalan. 8
Ketika satu unsur dominan mendapat pengaruh tertentu, pada saat yang
bersamaan unsur-unsur lainnya menjadi terpengaruh. Kemudian kita bisa
membayangkan, bagaimana mudahnya pendidikan barat modern mempengaruhi
sistem pendidikan islam dengan cara mempengaruhi substansi tujuan pendidikan
islam terlebih dahulu. Berawal dari penggarapan tujuan ini, untuk berikutnya akan
lebih mudah mempengaruhi unsur-unsur lannya. Demi kepentingan antisipasi
terhadap pendidikan islam kendatipun terlambat, kita masih perlu meninjau sistem.9
Tampaknya sistem pendidikan yang ada sampai saat ini masih menampakkan
berbagai permasalahan berat dan serius yang memerlukan penanganan dengan segera.
Dalam menangani permasalahan ini tidak bisa dilakukan sepotong-potong atau secara
parsial, tapi harus dilalukan secara total dan integratif berdasarkan petunjuk-petunjuk
wahyu untuk menjamin arah pemecahan yang benar.

D. KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM


Kurikulum dan metode merupakan elemen penting dalam proses belajar
mengajar. Berhasil dan tidaknya suatu tujuan pendidikan tergantung kurikulum yang
dipersiapkan dan metode yang digunakannya. Tidak relevannya kurikulum dan
metode yang dikembangkan di suatu sekolah dengan realitas kehidupan yang dialami
oleh siswa, menyebabkan siswa teraliniasi dari lingkungannya alias tidak bisa peka
terhadap perkembangan yang terjadi di sekitarnya. Hal ini berarti, dalam konteks
globalisasi, sekolah tersebut telah “gagal” untuk mengantarkan peserta didiknya untuk
menjadi “anak” yang cerdas, tanggap dan dapat bersaing dipasaran bebas.
8
Harun nasution, pembaharuan dala islam sejarah pemikiran dan gerakan, (Jakarta: bulan bintang, 1975), 149-
152
9
Qomar, Epistemologi pendidikan, h. 218.

8
Secara konseptual pendidikan Islam itu bertujuan untuk membentuk muslim
yang seutuhnya mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk
jasmaniah maupun rohaniyah, menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis setiap
pribadi dengan Allah, manusia, dan alam semesta. Dengan demikian pendidikan Islam
itu berupaya untuk mengembangkan individu seutuhnya sekaligus pewaris nilai-nilai
Islam. Untuk merealisasikan tujuan pendidikan ideal seperti ini, haruslah didesain
dalam kurikulum pendidikan Islam dengan melihat sub sistem dan elemen-elemen
yang ada di dalamnya yang sesuai dan tepat dengan kebutuhan masyarakat dan
lingkungan.10

Sayangnya kurikulum yang digunakan dalam pendidikan Islam kebanyakan


belum didasarkan pada asas-asas pembentukan kurikulum yang baik dan bisa
menyentuh isu-isu factual. Kebanyakan kurikulumnya masih kelihatan “usang” dan
banyak mengalami problematika ketika dihadapkan pada kebutuhan globalisasi. Hal
itu disebabkan, salah satu diantaranya yang paling mendasar adalah ketika meletakkan
kedudukan ilmu dan pandangan Islam. Telah lama terjadi di dunia Islam konsep
keilmuan melenceng dari posisi yang sebenarnya. Ilmu yang berkembang adalah
ilmu-ilmu yang terfokus pada hablum minallah saja, dan mengabaikan ilmu yang
berkenaan hablum minannas dan hablum minal ‘alam. Maka wajar, kurikulum yang
dikembangkannyapun masih juga terkesan dikotomis dan masih banyak mengajarkan
sejumlah materi yang tidak relevan dengan perkembangan zaman. Meskipun di
penghujung abad 19 dan awal abad 20 telah terjadi reformasi di dunia muslim untuk
kembali meletakkan kedudukan ilmu tersebut secara benar, akan tetapi realitasnya
belum berjalan secara maksimal. 11
Masyarakat pendidikan terhadap perkembangan yang terjadi, sehingga
pendidikan kita sering menjadi hal yang kurang diperhatikan karena hanya bersifat
antisipatoris, soalnya pendidikan harus mampu berjalan sesuai dengan eksistensinya
dan seiring dengan perkembangan yang terjadi.12

E. FORMULASI EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM


Pendidikan Islam bersumber dari al quran dan hadits, secara otomatis
epistemologi yang dipakai adalah epistemologi Islam (bersumber dari al quran dan
10
Syamsul Ma‟arif, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 45.
11
Ibid., h. 46-47.
12
Ibid., h. 48

9
hadits). Sehingga, pendidikan Islam dalam prakteknya dilihat dari kerangka
epistemologis bukan menggunakan pendekatan naturalistik-positivistik, yaitu jenis
pendekatan keilmuan yang lebih menitikberatkan pada aspek koherensi (dari
indikator, dapat terjawabnya berbagai pertanyaan pengetahuan agama) tanpa banyak
menyentuh wilayah moralitas praktis. Atau menitikberatkan pada aspek
korespondensi-tekstual yang lebih menekankan pada kemampuan untuk menghafal
teks-teks keagamaan, yang menurut istilah Fazlur Rahman adalah memory-work
dengan learning by note.
Dengan landasan epistemologi yang dibangun oleh para ilmuan-ilmuan
muslim klasik, yang mendasarkan pengetahuannya melalui indera, akal dan intuisi
juga mengakui kebenaran wahyu, itulah yang menjadi pondasi epistemologi
pendidikan Islam. Sehingga, hasil yang akan dicapai adalah menjadikan anak didik
sebagai manusia yang utuh dengan segala fungsinya, baik fisik maupun psikis. Hal
ini, sesuai dengan hakekat pendidikan itu sendiri, yaitu suatu proses dengan
“memanusiakan manusia”.Dengan demikian epistemologi pendidikan Islam bukanlah
bercorak naturalistic-positivistik, akan tetapi mempunyai corak rasionalistik-
empiristiksufistik, yang berarti bahwa pengakuan terhadap suatu realitas kebenaran
didasarkan pada indera, akal, intuisi dan wahyu. Dalam pendidikan Islam, terutama
dalam konteks pendekatan konseptual metodologis, maka pendidikan Islam
memerlukan sebuah paradigma yang mengedepankan keempat hal tersebut.

Pertama, fungsionalisasi inderawi, yaitu bagaimana dalam pendidikan Islam


terdapat dorongan terhadap anak didik untuk senantiasa memfungsikan secara
maksimal organ tubuh pemberian Tuhan, utamanya adanya panca indera tersebut
dengan melakukan observasi dalam mencari kebenaran dalam proses pendidikan.
Tidak hanya dalam konteks transfer of knowledge saja, yang menekankan pada
kemampuan untuk menghafal teks-teks keagamaan yang menurut Fazlur Rahman
disebut sebagai memory-work dan learning by note. Akan tetapi bagaimana mendidik
anak menjadi manusia yang terampil dan kreatif serta profesional.

Kedua, fungsionalisasi akal, yaitu manusia sebagai makhluk Tuhan diciptakan


dengan bentuk rupa yang sebaik-baiknya dan seindah-indahnya, kemudian dilengkapi
dengan berbagai organ psikofisik yang istimewa seperti indera dan hati, dan
kemampuan berpikir untuk memahami alam semesta dan diri sendiri yang disebut

10
akal. Akal, sebagai salah satu potensi yang penting dalam diri manusia mempunyai
kedudukan dan peran yang sangat tinggi. Hal ini bukan hanya teori, tapi fungsi akal
telah dibuktikan dalam sejarah pemikiran cendekiawan muslim zaman klasik.
Ron Landau mengatakan: “Dari orang Arablah Eropa belajar berpikir secara obyektif
dan lurus, belajar berdada lapang dan berpandangan luas. Inilah dasar-dasar menjadi
pembimbing bagi renaissance yang menimbulkan kemajuan peradaban Barat”. Dalam
proses pendidikan di lapangan, fungsionalisasi akal dengan mengajak anak didik
selalu berpikir secara maksimal dalam memahami obyek, baik yang nampak maupun
yang tidak nampak, maka tujuan pendidikan Islam akan lebih mudah tercapai.

Ketiga, wahyu dan keempat intuisi, fungsionalisasi akal dan pengalaman


inderawi dalam mencapai tujuan pendidikan Islam, pada satu sisi memang akan
menciptakan peradaban yang lebih maju, yang di dalamnya terdapat perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya. Namun, pada sisi lain,
memerlukan kontrol pula. Sebab dalam kenyataannya sains modern bisa juga
mendatangkan berbagai persoalan. Diantara dampak sains modern, khususnya dalam
perspektif epistemologi yang muncul dari pola pikir manusia yang tercermin dalam
perilakunya adalah adanya dominasi berpikir rasional dan empiris, yang merupakan
pilar metode keilmuan (scientific method). Hal ini berarti adanya pemisahan antara
kebenaran rasio dan pengalaman inderawi tersebut dengan nilai-nilai yang bersumber
dari intuisi, yang akhirnya terjadi proses sekularisasi yang menghancurkan keagungan
dan kemuliaan manusia. 13

F. UPAYA MEMBANGUN EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM


Pengaruh pendidikan Barat terhadap pendidikan yang berkembang di hampir
semua negara ternyata sangat kuat. Pengaruh ini juga menembus pendidikan Islam,
sehingga sistem pendidikan Islam mengalami banyak kelemahan. Untuk mengatasi
kelemahan-kelemahan tersebut, para pakar pendidikan Islam dan para pengambil
kebijakan dalam pendidikan Islam harus mengadakan pembaharuan-pembaharuan
secara komprehensif agar terwujud pendidikan Islam ideal yang mencakup berbagai
dimensi. Pada dimensi pengembangan terdapat kesadaran bahwa cita-cita

13
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005).

11
mewujudkan pendidikan Islam ideal itu baru bisa dicapai bila ada upaya membangun
epistemologinya.14
Epistemologi pendidikan Islam ini, meliputi; pembahasan yang berkaitan
dengan seluk beluk pengetahuan pendidikan Islam mulai dari hakekat pendidikan
Islam, asal-usul pendidikan Islam, sumber pendidikan Islam, metode membangun
pendidikan Islam, unsur pendidikan Islam, sasaran pendidikan Islam, macam-macam
pendidikan Islam dan sebagainya. Dalam pembahasan ini epistemologi pendidikan
Islam lebih diarahkan pada metode atau pendekatan yang dapat dipakai membangun
ilmu pendidikan Islam, daripada komponen-komponen lainnya, karena komponen
metode tersebut paling dekat dengan upaya mengembangkan pendidikan Islam, baik
secara konseptual maupun aplikatif.
Epistemologi pendidikan Islam ini perlu dirumuskan secara konseptual untuk
menemukan syarat-syarat dalam mengetahui pendidikan berdasarkan ajaran-ajaran
Islam. Syarat-syarat itu merupakan kunci dalam memasuki wilayah pendidikan Islam,
tanpa menemukan syarat-syarat itu kita merasa kesulitan mengungkapkan hakekat
pendidikan Islam, mengingat syarat merupakan tahapan yang harus dipenuhi sebelum
berusaha memahami dan mengetahui pendidikan Islam yang sebenarnya. Setelah
ditemukan syarat-syaratnya, langkah selanjutnya untuk dapat menangkap ”misteri
pendidikan Islam” adalah dengan menyiapkan segala sarana dan potensi yang dimiliki
para ilmuan atau pemikir, dalam kapasitasnya sebagai penggali khazanah dan temuan
pendidikan Islam.15

14
Qomar, Epistemologi Pendidikan, h. 249.
15
Ibid., h. 229.

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan asal kata dan pengertiannya, singkatnya dapat disebutkan bahwa


epistemologi adalah salah satu cabang filsafat untuk membantu bagaimana cara
mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Dengan kata lain, epistemologi
merupakan disiplin filsafat yang secara khusus hendak memperoleh pengetahuan
tentang pengetahuan. Adapun pengetahuan yang tidak ilmiah masih tergolong pra-
ilmiah. Dalam hal ini, berupa pengetahuan hasil serapan inderawi yang secara sadar
diperoleh, bak telah lama maupun yang baru didapat. Dengan kata lain, pengetahuan
diperoleh secara sadar, sistematis, jelas prosesnya secara prosedural, metodis dan
teknis, tidak bersifat acak, kemudian diakhiri dengan verifikasi atau diuji kebenaran
ilmiahnya.
Untuk pengelolaan sistem pendidikan yang mampu melahirkan output dan
outcome pendidikan yang sesuai dengan idealitas, maka pengelolaan tidak bisa lepas
dari suatu tatanan filosofis yang melatarinya terutama pada kerangka
epistemologinya. Oleh karenanya itu, perlu konstruks epistemologi pendidikan islam
monokotomik yang kemudian bermuara pada tata manajemen pendidikan islam
monokotorik yaitu suatu tata pengelolaan pendidikan islam yang didalamnya terdapat
spirit ajaran islam.

13
DAFTAR PUSTAKA

Mukhammad Ilyasin, Epistemologi pendidikan islam Monokotomik:menakar Manajemen


Pendidikan Paripurna Berbasis Rasionalistik wahyuistik, Jurnal At-Turas, Vol. 3 No.
1 Januari-Juni 2016

Arif Syihabuddin, Muhammad. Maret, 2020. Manajemen pendidikan islam dalam Tinjauan
Epiatemologi. “Jurnal JALIE: Journal of APPLIED Linguistics and Islamic Education
Volume IV. Nomor 01

Bangun, Lorens, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2005)

Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada, 2005).

Syamsul Ma’arif, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 45.

14

Anda mungkin juga menyukai