Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PANCASILA SEBAGAI DASAR NILAI

PENGETAHUAN
Diajukan untuk memenuhi tugas individu Mata Kuliah Pendidikan Pancasila yang
diampu oleh

Drs. Maftuhin, M.SI.

Disusun oleh :

Arif Yustia Fadhila (1805504) Risma Cantika Putri (1808262)

Ade Khusnul Fahmi (1807897) Sarah Patimah (1807076)

Ari Endah Gandasari (1807912) Muhamad Isyad A (1806778)

Alfi Raufan Wijaya (1807530) Usi Sulis Setiani (1805225)

PRODI PGSD PENDIDIKAN JASMANI

FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2020
Kata Pengantar

Bismillaahirrahmaanirrahim,

Syukur Alhamdulillah, segala puja dan puji penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena hanya berkat rahmat dan karunia-Nya, dan maha suci Engkau yang
telah memberi kemudahan dalam menyusun makalah ini guna memenuhi tugas mata
kuliah, “Pendidikan Pancasila” sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan
baik.

Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi


Muhammad SAW, yang telah menuntun kita dari jalan yang penuh kegelapan ke
jalan yang penuh dengan cahaya yaitu Agama Islam.

Walupun mungkin terdapat kesalahan dan kekurangannya, kami penulis


sebagai manusia biasa yang tak terlepas dari kesalahan dan kekurangan, sangat
mengharapkan bimbingan dan kritik dari berbagai pihak, dengan harapan penulis
dapat menyempurnakan segala kesalahan dan kekurangan dari makalah ini.

Akhirnya kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh sekali dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang mampu membangkitkan jiwa
kami, sangat diharapkan. Mudah-mudahan skripsi ini mamapu memberi manfaat
serta menunjang ilmu pengetahuan bagi penullis khususnya dan bagi para generasi
yang akan datang. Serta senantiasa mendapat ridho-Nya. Amin.

Bandung, 20 Juni 2020

Penulis
DAFTAR ISI

BAB 1: PENDAHULUAN.................................................................................1
I. Latar Belakang.........................................................................................1
II.Rumusan Permasalahan.............................................................................1
III. Tujuan..................................................................................................1
IV. Metode Penelitian..................................................................................2
V.Sistematika Penulisan...............................................................................2
BAB II: PEMBAHASAN...................................................................................3
1. Data pengaruh pasar bebas di Indonesia dalam Ekspor-Impor....................3
2. Pelaku Ekonomi yang Terlibat dalam Pasar Bebas.....................................4
3. Dampak Pasar Bebas Bagi Indonesia.......................................................4
BAB III:
3.1 Deskripsi kasus......................................................................................8
......3.2 Pembahasan...........................................................................................
BAB IV: DAFTAR PUSTAKA............................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak 18 Agustus 1945, secara epistomologis, Pancasila dikaji oleh para ahli
dan juga diuji oleh berbagai peristiwa-peristiwa yang mencoba merongrong
kemerdekaan dan keutuhan Republik Indonesia. Secara empiris dan kenegaraan,
Pancasila telah menunjukkan ketangguhannya hingga pada saat ini. Pengujian secara
kognitif telah dilakukan oleh para ahli dengan berbagai pendekatan. Notonegoro
dengan analisis teori causal, Driarkara dengan pendekatan antroplogi metafisik, Eka
Darmaputra dengan etika, Suwarno dengan pendekatan historis, filosofis dan sosio-
yuridis, Gunawan Setiardja dengan analisis yuridis ideologis (Dimyati, 2006) dan
bayak para ahli dan kalangan akademisi membuktikan Pancasila sebagai filsafat

Sejak dulu, ilmu pengetahuan mempunyai posisi penting dalam aktivitas


berpikir manusia. Istilah ilmu pengetahuan terdiri dari dua gabungan kata berbeda
makna, ilmu dan pengetahuan. Segala sesuatu yang kita ketahui merupakan definisi
pengetahuan, sedangkan ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun
secara sistematis menurut metode tertentu.

Sikap kritis dan cerdas manusia dalam menanggapi berbagai peristiwa di


sekitarnya, berbanding lurus dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan. Namun
dalam perkembangannya, timbul gejala dehumanisasi atau penurunan derajat
manusia. Hal tersebut disebabkan karena produk yang dihasilkan oleh manusia, baik
itu suatu teori maupun materi menjadi lebih bernilai ketimbang penggagasnya. Itulah
sebabnya, peran Pancasila harus diperkuat agar bangsa Indonesia tidak terjerumus
pada pengembangan ilmu pengetahuan yang saat ini semakin jauh dari nilai-nilai
kemanusiaan.

Nilai –nilai Pancasila sesungguhnya telah tertuang secara filosofis-ideologis


dan konstitusional di dalam UUD 1945 baik sebelum amandemen maupun setelah
amandemen. Nilai –nilai Pancasila ini juga telah teruji dalam dinamika kehidupan
berbangsa pada berbagai periode kepemimpinan Indonesia. Hal ini sebenarnya telah
menjadi kesadaran bersama bahwa Pancasila merupakan tatanan nilai yang digali
dari nilai-nilai dasar budaya bangsa Indonesia, yaitu kelima sila yang merupakan
kesatuan yang bulat dan utuh sehingga pemahaman dan pengamalannya harus
mencakup semua nilai yang terkandung di dalamnya. Hanya saja perlu diakui bahwa
meski telah terjadi amandemen hingga ke-4, namun dalam implementasi Pancasila
masih banyak terjadi distorsi dan kontroversi yang menyebabkan praktek
kepemimpinan dan pengelolaan bangsa dan Negara cukup memprihatinkan.

Bukti-bukti empiris menunjukkan hampir semua inovasi teknologi merupakan


hasil dari suatu kolaborasi, apakah itu kolaborasi antar-pemerintah, antar-universitas,
antar-perusahaan, antar-ilmuwan, atau kombinasi dari semuanya. Aktivitas ini pun
relatif belum terfasilitasi dengan baik dalam beberapa kebijakan pemerintah

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengertian dari Ilmu ?
2. Bagaimana Pilar - Pilar Penyangga bagi Eksistensi Ilmu Pengetahuan ?
3. Bagaimana Prinsip-prinsip dalam berpikir ilmiah ?
4. Bagaimana aspek penting dalam ilmu pengetahuan ?
5. Bagaimana Strategi Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi ?
6. Bagaimana Hubungan Antara Pancasila dan Perkembangan IPTEK ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai pada pembahasan dalam makalah ini
diantaranya :
1. Mengerti pengertian dari Ilmu
2. Mengetahui pilar-pilar penyangga bagi eksistensi ilmu pengetahuan
3. Memahami prinsip-prinsip dalam berpikir ilmiah
4. Mengetahui aspek penting dalam ilmu pengetahuan
5. Memahami strategi Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
6. Mengetahui hubungan antara Pancasila dan perkembangan IPTEK
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian ilmu

Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan
dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang
pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan
kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan
(knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori
yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang
diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk
karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya
(Surajiyo. 2010).
Ilmu (Knowledge) merujuk kepada kefahaman manusia terhadap sesuatu
perkara, dimana ilmu merupakan kefahaman yang sistematik dan diusahakan secara
sedar. Pada umumnya, ilmu mempunyai potensi untuk dimanfaatkan demi kebaikan
manusia. Ilmu adalah sesuatu yang membedakan kita dengan makluk tuhan lainya
seperti tumbuhan dan hewan. Denagan ilmu kita dapat melakukan, membuat,
menciptakan sesuatu yang membawa perbedaan yang lebih baik bagi kehidupan
manusia. Ilmu pengetahuan dimengerti sebagai pengetahuan yang diatur secara
sistematis dan langkah-langkah pencapaianya dipertanggungjawabkan secara
teoretis. Sehingga ilmu pengetahun sangat diperlukan bagi setiap manusia untuk
mencapai kemajuan dan perkembangan kehidupan manusia itu sendiri.
Wilhelm Dilthey (1833-1911) mengajukan klasifikasi, membagi ilmu ke dalam
Natuurwissenchaft dan Geisteswissenchaft. Kelompok pertama sebagai Science of
the World menggunakan metode Erklaeren, sedangkan kelompok kedua adalah
Science of Geist menggunakan metode Verstehen. Kemudian Juergen Habermas,
salah seorang tokoh mazhab Frankfrut (Jerman) mengajukan klasifikasi lain lagi
dengan the basic human interest sebagai dasar, dengan mengemukakan klasifikasi
ilmu-ilmu empiris-analitis, sosial-kritis dan historis-hermeneutik, yang masing-
masing menggunakan metode empiris, intelektual rasionalistik, dan hermeneutik
(Van Melsen, 1985).

2.2 Pilar - Pilar Penyangga bagi Eksistensi Ilmu Pengetahuan

Melalui teori relativitas Einstein paradigma kebenaran ilmu sekarang


sudah berubah dari paradigm lama yang dibangun oleh fisika Newton yang ingin
selalu membangun teori absolut dalam kebenaran ilmiah. Paradigma sekarang
ilmu bukan sesuatu entitas yang abadi, bahkan ilmu tidak pernah selesai
meskipun ilmu itu didasarkan pada kerangka objektif, rasional, metodologis,
sistematis, logis dan empiris. Dalam perkembangannya ilmu tidak mungkin
lepas dari mekanisme keterbukaan terhadap koreksi. Itulah sebabnya ilmuwan
dituntut mencari alternatif-alternatif pengembangannya melalui kajian,
penelitian eksperimen, baik mengenai aspek ontologis epistemologis, maupun
ontologis. Karena setiap pengembangan ilmu paling tidak validitas (validity) dan
reliabilitas (reliability) dapat dipertanggungjawabkan, baik berdasarkan kaidah-
kaidah keilmuan (context of justification) maupun berdasarkan sistem nilai
masyarakat di mana ilmu itu ditemukan/dikembangkan (context of discovery).

Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar-pilarnya, yaitu


pilar ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-
pilar filosofis keilmuan. Berfungsi sebagai penyangga, penguat, dan bersifat
integratif serta prerequisite/saling mempersyaratkan. Pengembangan ilmu selalu
dihadapkan pada persoalan ontologi, epistemologi dan aksiologi.

1. Pilar ontologi (ontology)

Selalu menyangkut problematika tentang keberadaan (eksistensi).

a) Aspek kuantitas : Apakah yang ada itu tunggal, dual atau plural (monisme,
dualisme, pluralisme )

b) Aspek kualitas (mutu, sifat) : bagaimana batasan, sifat, mutu dari sesuatu
(mekanisme, teleologisme, vitalisme dan organisme).
Pengalaman ontologis dapat memberikan landasan bagi penyusunan
asumsi, dasar-dasar teoritis, dan membantu terciptanya komunikasi
interdisipliner dan multidisipliner. Membantu pemetaan masalah, kenyataan,
batas-batas ilmu dan kemungkinan kombinasi antar ilmu. Misal masalah krisis
moneter, tidak dapat hanya ditangani oleh ilmu ekonomi saja. Ontologi
menyadarkan bahwa ada kenyataan lain yang tidak mampu dijangkau oleh ilmu
ekonomi, maka perlu bantuan ilmu lain seperti politik, sosiologi.

2. Pilar epistemologi (epistemology)

Selalu menyangkut problematika teentang sumber pengetahuan, sumber


kebenaran, cara memperoleh kebenaran, kriteria kebenaran, proses, sarana,
dasar-dasar kebenaran, sistem, prosedur, strategi. Pengalaman epistemologis
dapat memberikan sumbangan bagi kita : (a) sarana legitimasi bagi
ilmu/menentukan keabsahan disiplin ilmu tertentu (b) memberi kerangka acuan
metodologis pengembangan ilmu (c) mengembangkan ketrampilan proses (d)
mengembangkan daya kreatif dan inovatif.

3. Pilar aksiologi (axiology)

Selalu berkaitan dengan problematika pertimbangan nilai (etis, moral,


religius) dalam setiap penemuan, penerapan atau pengembangan ilmu.
Pengalaman aksiologis dapat memberikan dasar dan arah pengembangan ilmu,
mengembangkan etos keilmuan seorang profesional dan ilmuwan (Iriyanto
Widisuseno, 2009). Landasan pengembangan ilmu secara imperative mengacu
ketiga pilar filosofis keilmuan tersebut yang bersifat integratif dan prerequisite.
Gambar 1. Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan

2.3 Prinsip-prinsip berpikir ilmiah

1) Objektif: Cara memandang masalah apa adanya, terlepas dari faktor-faktor


subjektif (misal : perasaan, keinginan, emosi, sistem keyakinan, otorita) .
2) Rasional: Menggunakan akal sehat yang dapat dipahami dan diterima oleh orang
lain. Mencoba melepaskan unsur perasaan, emosi, sistem keyakinan dan otorita.
3) Logis: Berfikir dengan menggunakan azas logika/runtut/ konsisten, implikatif.
Tidak mengandung unsur pemikiran yang kontradiktif. Setiap pemikiran logis
selalu rasional, begitu sebaliknya yang rasional pasti logis.
4) Metodologis: Selalu menggunakan cara dan metode keilmuan yang khas dalam
setiap berfikir dan bertindak (misal: induktif, dekutif, sintesis, hermeneutik,
intuitif).
5) Sistematis: Setiap cara berfikir dan bertindak menggunakan tahapan langkah
prioritas yang jelas dan saling terkait satu sama lain. Memiliki target dan arah
tujuan yang jelas.

2.4 Beberapa aspek penting dalam ilmu pengetahuan


Melalui kajian historis tersebut yang pada hakikatnya pemahaman tentang
sejarah kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan, dapat dikonstatasikan bahwa
ilmu pengetahuan itu mengandung dua aspek, yaitu aspek fenomenal dan aspek
struktural.
Aspek fenomenal menunjukan bahwa ilmu pengetahuan mewujud /
memanifestasikan dalam bentuk masyarakat, proses, dan produk. Sebagai
masyarakat, ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai suatu masyarakat atau
kelompok elit yang dalam kehidupan kesehariannya begitu mematuhi kaidah-kaidah
ilmiah yang menurut partadigma Merton disebut universalisme, komunalisme, dan
skepsisme yang teratur dan terarah. Sebagai proses, ilmu pengetahuan menampakkan
diri sebagai aktivitas atau kegiatan kelompok elit tersebut dalam upayanya untuk
menggali dan mengembangkan ilmu melalui penelitian, eksperimen, ekspedisi,
seminar, konggres. Sedangkan sebagai produk, ilmu pengetahuan menampakkan diri
sebagai hasil kegiatan kelompok elit tadi berupa teori, ajaran, paradigma, temuan-
temuan lain sebagaimana disebarluaskan melalui karya-karya publikasi yang
kemudian diwariskan kepada masyarakat dunia.
Aspek struktural menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan di dalamnya terdapat
unsur-unsur sebagai berikut.
1) Sasaran yang dijadikan objek untuk diketahui (Gegenstand)
2) Objek sasaran ini terus-menerus dipertanyakan dengan suatu cara (metode)
tertentu tanpa mengenal titik henti. Suatu paradoks bahwa ilmu pengetahuan yang
akan terus berkembang justru muncul permasalahan-permasalah baru yang
mendorong untuk terus menerus mempertanyakannya.
3) Ada alasan dan motivasi mengapa gegenstand itu terus-menerus dipertanyakan.
4) Jawaban-jawaban yang diperoleh kemudian disusun dalam suatu kesatuan sistem
(Koento Wibisono, 1985).

Dengan Renaissance dan Aufklaerung ini, mentalitas manusia Barat


mempercayai akan kemampuan rasio yang menjadikan mereka optimis, bahwa
segala sesuatu dapat diketahui, diramalkan, dan dikuasai. Melalui optimisme ini,
mereka selalu berpetualang untuk melakukan penelitian secara kreatif dan inovatif.
Ciri khas yang terkandung dalam ilmu pengetahuan adalah rasional,
antroposentris, dan cenderung sekuler, dengan suatu etos kebebasan (akademis dan
mimbar akademis). Konsekuensi yang timbul adalah dampak positif dan negatif.
Positif, dalam arti kemajuan ilmu pengetahuan telah mendorong kehidupan manusia
ke suatu kemajuan (progress, improvement) dengan teknologi yang dikembangkan
dan telah menghasilkan kemudahan-kemudahan yang semakin canggih bagi upaya
manusia untuk meningkatkan kemakmuran hidupnya secara fisik-material.
Negatif dalam arti ilmu pengetahuan telah mendorong berkembangnya
arogansi ilmiah dengan menjauhi nilai-nilai agama, etika, yang akibatnya dapat
menghancurkan kehidupan manusia sendiri.
Akhirnya tidak dapat dipungkiri, ilmu pengetahuan dan teknologi telah
mempunyai kedudukan substantif dalam kehidupan manusia saat ini. Dalam
kedudukan substantif itu ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjangkau
kehidupan manusia dalam segala segi dan sendinya secara ekstensif, yang pada
gilirannya ilmu pengetahuan dan teknologi merubah kebudayaan manusia secara
intensif.

2.5 Pancasila sebagai Dasar Nilai Dalam Strategi Pengembangan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi

Karena pengembangan ilmu dan teknologi hasilnya selalu bermuara pada


kehidupan manusia maka perlu mempertimbangan strategi atau cara-cara, taktik yang
tepat, baik dan benar agar pengembangan ilmu dan teknologi memberi manfaat
mensejahterakan dan memartabatkan manusia.
Dalam mempertimbangkan sebuah strategi secara imperatif kita meletakkan
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
Indonesia. Pengertian dasar nilai menggambarkan Pancasila suatu sumber orientasi
dan arah pengembangan ilmu. Dalam konteks Pancasila sebagai dasar nilai
mengandung dimensi ontologis, epistemologis dan aksiologis. Dimensi ontologis
berarti ilmu pengetahuan sebagai upaya manusia untuk mencari kebenaran yang
tidak mengenal titik henti, atau ”an unfinished journey”. Ilmu tampil dalam
fenomenanya sebagai masyarakat, proses dan produk. Dimensi epistemologis, nilai-
nilai Pancasila dijadikan pisau analisis/metode berfikir dan tolok ukur kebenaran.
Dimensi aksiologis, mengandung nilai-nilai imperatif dalam mengembangkan ilmu
adalah sila-sila Pancasila sebagai satu keutuhan. Untuk itu ilmuwan dituntut
memahami Pancasila secara utuh, mendasar, dan kritis, maka diperlukan suatu situasi
kondusif baik struktural maupun kultural.
Peran nilai-nilai dalam setiap sila dalam Pancasila adalah sebagai berikut.
1) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa: melengkapi ilmu pengetahuan menciptakan
perimbangan antara yang rasional dan irasional, antara rasa dan akal. Sila ini
menempatkan manusia dalam alam sebagai bagiannya dan bukan pusatnya.

2) Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab: memberi arah dan mengendalikan
ilmu pengetahuan. Ilmu dikembalikan pada fungsinya semula, yaitu untuk
kemanusiaan, tidak hanya untuk kelompok, lapisan tertentu.

3) Sila Persatuan Indonesia: mengkomplementasikan universalisme dalam sila-


sila yang lain, sehingga supra sistem tidak mengabaikan sistem dan sub-
sistem. Solidaritas dalam sub-sistem sangat penting untuk kelangsungan
keseluruhan individualitas, tetapi tidak mengganggu integrasi.

4) Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan, mengimbangi otodinamika ilmu pengetahuan
dan teknologi berevolusi sendiri dengan leluasa. Eksperimentasi penerapan
dan penyebaran ilmu pengetahuan harus demokratis dapat dimusyawarahkan
secara perwakilan, sejak dari kebijakan, penelitian sampai penerapan massal.

5) Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menekankan ketiga


keadilan Aristoteles: keadilan distributif, keadilan kontributif, dan keadilan
komutatif. Keadilan sosial juga menjaga keseimbangan antara kepentingan
individu dan masyarakat, karena kepentingan individu tidak boleh terinjak
oleh kepentingan semu. Individualitas merupakan landasan yang
memungkinkan timbulnya kreativitas dan inovasi.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus senantiasa berorientasi


pada nilai-nilai Pancasila. Sebaliknya Pancasila dituntut terbuka dari kritik,
bahkan ia merupakan kesatuan dari perkembangan ilmu yang menjadi tuntutan
peradaban manusia. Peran Pancasila sebagai paradigma pengembangan ilmu
harus sampai pada penyadaran, bahwa fanatisme kaidah kenetralan keilmuan
atau kemandirian ilmu hanyalah akan menjebak diri seseorang pada masalah-
masalah yang tidak dapat diatasi dengan semata-mata berpegang pada kaidah
ilmu sendiri, khususnya mencakup pertimbangan etis, religius, dan nilai budaya
yang bersifat mutlak bagi kehidupan manusia yang berbudaya.
2.7 Hubungan Antara Pancasila dan Perkembangan IPTEK
Negara Indonesia adalah Negara kepulauan, Jumlah pulau di Indonesia
menurut data Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia tahun 2004 adalah
sebanyak 17.504 buah. 7.870 di antaranya telah mempunyai nama, sedangkan
9.634 belum memiliki nama. Indonesia memiliki perbandingan luas daratan
dangan lautan sebesar 2:3. Letaknya sangat strategis, di antara dua samudra
yaitu samudra Hindia dan Samudra Pasifik serta dihimpit oleh dua benua yaitu
benua Asia dan benua Australia. Selain itu Negara kita dilintasi oleh garis
khatulistiwa yang menyebabkan Indonesia beriklim tropis. Hal ini menyebabkan
Indonesia sangat kaya akan fauna dan flouranya. Indonesia memiliki 10% hutan
tropis dunia yang masih tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah
spesies mamalia dunia dan 16% spesies binatang reptil dan ampibi, serta 1.519
spesies burung dan 25% dari spesies ikan dunia. Sebagian di antaranya adalah
endemik atau hanya dapat ditemui di daerah tersebut.
Selain memiliki kekayaan alam yang menakjubkan, Indonesia juga sangat
kaya akan suku bangsa, budaya, agama, bahasa, ras dan etnis golongan. Sebagai
akibat keanekaragaman tersebut Indonesia mengandung potensi kerawanan yang
sangat tinggi pula, hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
potensi timbulnya konflik sosial. Kemajemukan bangsa Indonesia memiliki
tingkat kepekaan yang tinggi dan dapat menimbulkan konflik etnis kultural.
Arus globalisasi yang mengandung berbagai nilai dan budaya dapat melahirkan
sikap pro dan kontra warga masyarakat yang menyebabkan konflik tata nilai.
Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat ini menjadi
bersifat multi dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri, hal ini seiring dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, informasi dan komunikasi. Serta sarana dan prasarana pendukung
didalam pengamanan bentuk ancaman yang bersifat multi dimensional yang
bersumber dari permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya.
Oleh karena itu. kemajuan dan perkembangan IPTEK sangat diperlukan
dalam upaya mempertahankan segala kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia
serta menjawab segala tantangan zaman. Dengan penguasaan IPTEK kita dapat
tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sesuai dengan sila ketiga
yang berbunyi Persatuan Indonesia. Maka dari itu, IPTEK dan Pancasila antara
satu dengan yang lain memiliki hubungan yang kohesif. IPTEK diperlukan
dalam pengamalan Pancasila, sila ketiga dalam menjaga persatuan Indonesia. Di
lain sisi, kita juga harus tetap menggunakan dasar-dasar nilai Pancasila sebagai
pedoman dalam mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi agar kita
dapat tidak terjebak dan tepat sasaran mencapai tujuan bangsa.
BAB III

ANALISIS KASUS

3.1 Deskripsi Kasus

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI)
Rhenald Kasali mengatakan, salah satu permasalahan akut yang terjadi pada
masyarakat kelas menengah di Indonesia adalah budaya konsumerisme.

Pasalnya, kata dia, konsumerisme membuat masyarakat kerap belanja dan


meminjam uang secara online demi keinginan semata, namun bukan karena
kebutuhan. Hal itu disampaikannya saat merespons maraknya kasus korban
peminjaman dana online yang diintimidasi oleh perusahaan fintech."Memang
persoalannya ada di kelas menengah baru yang tidak sabaran, cepat-cepat pengen
ambil uang, dan konsumtif sekali. Ditambah lagi kecenderungannya konsumtif hanya
untuk keinginan, bukan kebutuhan," kata Rhenald saat dihubungi wartawan Tirto,
Selasa (6/11/2018) siang.

Padahal, kata Rhenald, masyarakat Indonesia memiliki kultur yang ramah


sehingga tidak terlalu sulit untuk melakukan pinjaman kepada sesama bila ada
kebutuhan mendesak.

Yang menjadi permasalahan lainnya adalah kencangnya konsumsi masyarakat


Indonesia yang tidak dibarengi dengan pembelajaran risiko yang ada. "Masyarakat
harusnya juga paham peminjaman uang online ya ada risiko yang harus ditanggung,"

3.2 PEMBAHASAN

1) Konsumerisme

Konsumerisme muncul seiring dengan meningkatnya ketertarikan masyarakat


terhadap perubahan dan inovasi, sebagai respon terhadap penanggulangan yang cepat
dari hal-hal yang baru. Seperti produk baru, pengalaman baru dan citra baru.
Pengertian Konsumerisme

Pengertian konsumerisme adalah paham terhadap gaya hidup yang menganggap


barang-barang (mewah) sebagai ukuran kebahagiaan, kesenangan, dan sebagainya.
Dapat dikatakan pula konsumerisme adalah gaya hidup yang sifatnya tidak hemat.

Pengertian Konsumerisme Menurut Para Ahli

Adapun pengertian konsumerisme menurut pandangan para ahli adalah antara


lain sebagai berikut:

 Collin Campbell

Konsumerisme adalah kondisi sosial yang terjadi saat konsumsi menjadi pusat
kehidupan banyak orang dan bahkan menjadi tujuan hidup. Ketika semua itu terjadi
segala kegiatan hanya berfokus pada pemenuhan konsumsi saja.

 Robert G. Dunn

Konsumerisme merupakan sebuah ideology yang  menarik masyarakat dalam


sistem produksi massal dan merubah pola pandang terhadap konsumsi.

 Zygmut Baumant

Konsumerisme adalah situasi dimana orang membeli barang berbagai barang


semata-mata utuk kesenangan membeli, bukan karena memerlukan kebutuhan itu.
Menurutnya, hasrat adalah keinginan untuk mengonsumsi.

 Merriam-Webster

Konsumerisme memiliki dua definisi, yang pertama adalah paham yang


mempercayai bahwa menghabiskan banyak uang untuk barang dan jasa adalah
sesuatu yang baik dan yang kedua adalah aksi untuk perwujudan dari paham
pertama.

 Sasateli

Konsumerisme merupakan dampak dari adanya produk kapitalisme.


 Baudrillard

Konsumerisme hadir berakar pada ide tenteang kebahagiaan dan hal inilah yang
menjadi acuan dasar tentang masyarakat konsumsi.

Dari pengertian konsumerisme oleh beberapa para ahli di atas, maka bisa
disimpulkan bahwa pengertian konsumerisme ialah ideologi atau paham yang
merubah individu, kelompok, atau komunitas menjalankan proses konsumsi atau
pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan yang hanya melihat
melalui nilai simbol bukan nilai gunanya.

Tujuan Konsumerisme

Tujuan dari konsumerisme adalah untuk mencapai kepuasan diri dengan


mengonsumsi atau membeli barang-barang (mewah) tanpa melihat nilai guna dari
barang yang dikonsumsi tersebut. Selain daripada itu, konsumerisme juga menjadi
tolak ukur keberadaan individu dalam kelas sosial masyarakat.

Objek Konsumerisme

Objek dari konsumerisme adalah sebagai berikut:

1. Pola konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa.


2. Tingkat konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa.
3. Pergerakan taktis pasar dalam menjaring konsumen.

Ciri-ciri Fenomena Konsumerisme:

Karakteristik dalam konsumtif ini, antara lain sebagai berikut;

 Pembeli ingin tampak berbeda dari yang lain

Hakekatnya sifat konsumtif ini ada lantaran masyarakat pada umumnya


berkeinginan memiliki barang yang tidak dimuli oleh orang lain atau contoh
kelompok sosial lain. Alhasil, sikap pembeli akan mencari barang-barang mewah
terbaru yang kerapkali dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah limited
edition yang dikenal sebagai barang berkwalitas baik serta mahal.
 Kebanggaan penampilan

Kebanggaan yang muncul pada diri seserang sangatlah lekat dengan kepuasaan
yang dimiliki oleh dirinya. Perasaan akan kondisi seperti inilah menyebabkan
seseorang memilih limited edition sebagai fenomena sosial yang sangat mudah
ditemukan.

 Sekedar ikut-ikutan (pengikut)

Sifat yang dimiliki oleh seseorang dalam kepuasaan dirinya sendiri bisa terjadi
lantaran ada perasaan untuk ikutserta pada gaya penampilan orang lain. Kondisi
inilah kemudian menjadikan teman, saudara, ataupubahkan kakak dan beradik dalam
satu keluarga turut serta dalam gaya ikut-ikutan akibat proses mengajak satu sama
lainnya.

 Menarik perhatian orang lain

Kecenderungan yang pasti dimiliki oleh seseorang dalam prilaku konsumtif ialah
ingin terlihat menarik dihadapan orang lain. Menarik disini bukan lebih condong
pada gaya hidup bukan pada prilakunya. Misalnya saja untuk potngan rambut, baju,
celana, dan lain sebagainya. Sehingga ada sebuah perumpamaan bahwa kebutuhab
primer jauh lebih kecil daripada skunder.

Dampak Konsumerisme

Dampak dari adanya konsumerisme yang melakat dalam kehidupan masyarakat


secara garis besarnya tebagi menjadi 2 bentuk. Dengan yang pertamkalinya ialah
dampak positif dan dampak negative yang akan terjadi pada kehidupan. Penjelasan
akan pembagian tersebut adalah sebagai berikut:

a. Dampak Positif

Meskipun akibat prilaku konsumtif dalam kehidupan masyarakat lebih besar


dampak negatif, akan tetapi beberapa kondisi bisa mengakibatkan pada dampak
positif. Antara lain ialah sebagai berikut;
 Membuka Lapangan Kerja

Lapangan pekerjaan pada zaman seperti ini sangatlah susah ditemukan di


Indonesia, yang termasuk dalam karakteristik negara berkembang. Percaya ataupun
tidak sikap konsumtif dalam masyarakat akan menjadi inspirasi dalam membuka dan
menambah lapangan pekerjaan.

Alasan hal tersebut diungkapkan lantarana dengan melakukan produksi barang


dalam jumlah besar akan mengurangi jenis pengangguran. Misalnya saja beberapa
ide inovatif dalam hal ini ialah adanya sikap bermalas-masalan yang banyak
dijumpai menjadi salah satu inspirasi terciptanya produk “Kursi Malas” yang
menjadi unggulan produksi salah satu alumni dari mahasiswa UII.

 Mengurangai Dampak Pengangguran

Koredor dalam terciptanya konsumtif dalam kehidupan masyarakat secara


sekilas bisa menjadi pengurangan dalam dampak pengangguran. Hal ini disebabkan
lantaran banyak produk yang tercipa dalam proses ini, meskipun haruslah diakui
bahwa konsekuensinya sangat kecil.

 Meningkatkan Motivasi

Proses dalam meningkatkan motivasi konsumen dalam masyarakat konsumtif


ialah untuk menambah jumlah penghasilan yang dimilkinya, dengan demikian secara
kasap mata keinginan untuk membeli barang-barang yang diperlukan meskipun
ketegori tersier akan mudah didapatkan.

 Menciptakan Pasar Produsen

Masyarakat yang ada pada era konsumtif secara langsung dalam menjadi salah
satu solusi dalam bertambahnya jumlah barang yang akan menjadi prioritas
dikonsumsi masyarakat, dengan contoh fakta sosial seperti inilah produsen akan
membuka pasar-pasar baru guna mempermudah memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara maksimal.
b. Dampak Negatif

Dalam beberapa literatur yang telah dituliskan, dapat disebutkan bahwa


masyarakat konsumtif akan lebih menuai dampak negatif yang jauh lebih besar.
Misalnya saja akibat tersebut adalah sebagai berikut;

 Konsumerisme menjadi budaya dalam masyarakat

Kebudayaan seperti konsumtif ini lambat laun akan menjadi pengaruh dalam
kehidupan, misalnya saja budaya untuk gengsi jauh lebih besar daripada mencari
solusi atas permasalahan yang terjadi. Padahal akibat dari gengsi atau gaya terlalu
tinggi akan mengakibatkan kehidupan tidak akan terlepas dari unsur pandangan
kepada orang lain.

 Uang tidak lagi memiliki arti

Akibat lainnya dalam konsumtif ini ialah nilai uang tidak memiliki makna
sekalipun, lantaran yang hadir dalam fikirannya sebatas bagimana menghabiskan
uangnya tanpa lagi memberikan jaminan untuk esok (masa tua) yang lebih baik.

 Menimbulkan keresahan

Sikap masyarakat yang konsumtif akan berakibat pada keresaan antara


kehidupan dalam bentuk kelompok sosial. Kondisi seperti ini akan terjadi lantaran
banyak beraganggapan bahwa kebahagiaan tidak akan ada dalam pengertian
masyarakat.

 Ketimpangan sosial

Ketimpangan sosial biasasanya terjadi dalam kehidupan masyarakat lantaran


memiliki jiwa konsumtif, kondisi seperti ini bisa saja menjadi salah satu unsur yang
menakutkan lantaran dalam menjadi dorongan tingginya angkar kriminalias demi
memunuhi kebutuhan hidupnya.
 Mengurangi kesempatan untuk menabung

Jiwa konsumtif  dalam masyarakat niscaya akan lebih banyak membelanjakan


uangnya dibandingkan dengan sikap untuk hemat, misalnya saja menyisihkan untuk
ditabung, dibuatkan usaha, ataupun dibuat sebagai salah satu sulusi investasi.

 Tidak memikirkan masa depan

Jiwa-jiwa konsumtif  dalam kehidupan masyarakat akan cenderung berupa


auntuk tidak memikirkan kebutuhan hidup yang akan datang, hal ini disebabkan
lantaran orang akan mengkonsumsi lebih banyak barang atau jasa pada saat sekarang
tanpa berpikir kebutuhannya di masa tuanya.

Contoh Kasus Konsumerisme

Beragam contoh sikap konsumtif  dalam kehidupan masyarakat yang mudah


untuk ditemukan dalam berbagai bidangnya. Misalnya saja prilaku konsumtif  ini
antara lain sebagai berikut;

Sekolah

Dalam pengertian lembaga pendidikan seperti sekolah mudah menemukan


prilaku yang tergolong dalam konsumtif, misalnya dalam hal ini seperti penggunaan
ponsel Iphone yang dilihat sebagai penentu tingkatan dalam kelas sosial para pelajar.
Hal ini lantaran pengguna ponsel Iphone akan dilihat sebagai orang yang berada
dalam kelas borjuis atau orang yang kaya.

Masyarakat

Contoh sikap konsumtif  dalam kehidupan masyarakat untuk hal ini misalnya
saja “Konsumerisme ruang”, yang terjadi lantaran hancurnya suatu lingkungan
karena pemakaian yang berlebihan oleh masyarakat. Karena masyarakat terobsesi
untuk mempunyai kendaraan lebih dari satu, jalan-jalan akan semrawut.

Agama
Dalam prilaku konsumtif  juga banyak ditemukan dalam kajian keagamaan,
misalnya untuk hal ini terjadi pada perayaan Idul Fitri, masyarakat yang beragama
menggandakan pengeluarannya, antara lain untuk membeli barang-barang yang akan
dipakai pada saat silaturahmi nanti. Ini menjadi sebuah kebiasaan setiap tahunnya.

Sehari-Hari

Dalam kehidupan sehari-hari prilaku konsumtif ini juga kerapkali terjadi


dalam kehidupan masyarakat, kondisi ini misalnya saja dengan Membeli barang-
barang merek terkenal dari luar negri yang dilakukan sebagai salah sebuah hobim
yang sejatinya kondisi inilah akan mengakibatkan ruskanya keteraturan sosial dalam
masyarakat.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

 Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi
kenyataan dalam alam manusia.
 Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar-pilarnya, yaitu pilar
ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-
pilar filosofis keilmuan. Berfungsi sebagai penyangga, penguat, dan bersifat
integratif serta prerequisite/saling mempersyaratkan
 Prinsip-prinsip berpikir ilmiah diantaranya objektif, rasional, logis,
metodologis dan sistematis.
 Konsekuensi yang timbul adalah dampak positif dan negatif. Positif, dalam
arti kemajuan ilmu pengetahuan telah mendorong kehidupan manusia ke
suatu kemajuan (progress, improvement) dengan teknologi yang
dikembangkan dan telah menghasilkan kemudahan-kemudahan yang semakin
canggih bagi upaya manusia untuk meningkatkan kemakmuran hidupnya
secara fisik-material. Negatif dalam arti ilmu pengetahuan telah mendorong
berkembangnya arogansi ilmiah dengan menjauhi nilai-nilai agama, etika,
yang akibatnya dapat menghancurkan kehidupan manusia sendiri.
 Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus senantiasa berorientasi
pada nilai-nilai Pancasila. Sebaliknya Pancasila dituntut terbuka dari kritik,
bahkan ia merupakan kesatuan dari perkembangan ilmu yang menjadi
tuntutan peradaban manusia. Peran Pancasila sebagai paradigma
pengembangan ilmu harus sampai pada penyadaran, bahwa fanatisme kaidah
kenetralan keilmuan atau kemandirian ilmu hanyalah akan menjebak diri
seseorang pada masalah-masalah yang tidak dapat diatasi dengan semata-
mata berpegang pada kaidah ilmu sendiri, khususnya mencakup
pertimbangan etis, religius, dan nilai budaya yang bersifat mutlak bagi
kehidupan manusia yang berbudaya

4.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan


kesalahan, baik dari segi penulisan maupun dari segi penyusunan kalimatnya. Dari
segi isi juga masih perlu ditambahkan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kepada para pembaca makalah ini agar dapat memberikan kritikan dan masukan yang
bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Iriyanto, Ws, 2009, Bahan Kuliah Filsafat Ilmu, Pascasarjana, Semarang.


Kunto Wibisono, 1985, Arti Perkembangan Menurut Positivisme, Gadjah Mada
Press, Yogyakarta.

Kuswanjono, Arqom., E. S Nurdin, I. Widisuseno, dan Mukhtar Syamsudin. 2012. E-


Materi Pendidikan Pancasila. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Van Melsen, 1985, Ilmu Pengetahuan dan Tanggungjawab Kita, Kanisius,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai