Anda di halaman 1dari 2

RESEP TELUR BURUNG DARA

Ketika kesempatan diskusi dibuka, salah seorang ibu peserta BKB bercerita tentang
pengalamannya membuat anak perempuannya yang berusia 8 bulan mulai lancar
mengucapkan beberapa kata sederhana seperti ‘ibu’, ‘bapak’, atau ‘makan’. “Saya kasih
telur burung dara”, cerita si Ibu penuh semangat. Menurut pengakuannya, setelah rutin
mengkonsumsi telur burung dara, anaknya mulai sering ‘ngoceh’ padahal sebelumnya
belum bisa mengucapkan satu katapun. Dari pengalamannya itu, si Ibu berkesimpulan
bahwa telur burung dara memang manjur untuk anak-anak balita yang mengalami
kesulitan bicara atau terlambat bicara. “Bukan hanya saya, beberapa ibu yang punya
masalah serupa dengan saya juga sudah membuktikan”, tambah si Ibu sambil menyebut
beberapa nama untuk lebih meyakinkan. Sontak cerita si Ibu menjadi perbincangan riuh
ibu-ibu yang hadir. Ada yang bertanya lebih jauh karena penasaran. Ada juga yang
bilang kalau itu hanya mitos. Tapi ada juga yang bercanda kalau banyak orang tua yang
mengikuti maka populasi burung dara akan melesat turun.

Terlepas dari kebenaran ilmiah apakah telur burung dara memani obat yang manjur bagi
anak yang susah bicara, tapi pertemuan BKB memang saya idamkan menjadi
kesempatan bagi para orang tua untuk berbincang secara bebas dan hangat tentu saja
dalam batasan topik pengasuhan anak. Jauh dari kesan yang selama ini melekat kuat
pada BKB : ceramah, satu arah, pasif dan membosankan. Tapi bukan perkara gampang
pastinya. Apalagi pengalaman saya menghadirii ratusan pertemuan BKB selama 10
tahun terakhir memperlihatkan bagaimana ibu-ibu peserta BKB cenderung menjadi
‘silent majority’ atau mayoritas diam. Padahal ketika ditanya siapa yang punya masalah
dalam merawat, mengasuh dan mendidik anak, semua tunjuk jari. Tapi ketika diminta
mengungkapkan, hanya 1-2 orang saja yang memiliki keberanian. Jelas ini bukan salah
mereka. Tapi dosa sejarah menurut saya. Karena selama ini dalam kegiatan BKB kita
lebih sering menempatkan mereka menjadi sasaran, obyek atau ‘pendengar pasif’.

Dengan memberi kesempatan dan menumbuhkan keberanian para ibu untuk berbicara
dan terlibat aktif dalam percakapan, akan ada banyak manfaat yang didapatkan oleh
BKB. Mereka akan merasa bahwa BKB adalah tempat yang nyaman bagi mereka untuk
‘menumpahkan’ semua permasalahan yang mereka hadapi, berbagi pengalaman dan
mendiskusikan solusi yang paling mungkin. Tidak bisa dipungkiri, tugas mengasuh dan
mendidik anak khususnya di rentang usia 0-5 tahun adalah pengalaman yang paling
membahagiakan sekaligus mendebarkan, menegangkan, menghadirkan stress dan
penuh drama. Sementara ruang dan kesempatan untuk berkeluh kesah ataupun
berkonsultasi sangatlah terbatas. Boleh dibilang sebagian besar orang tua menunaikan
perannya dengan metode ‘learning and doing’ atau ‘melakukan sambil belajar’, cuma
lebih dominan pada ‘melakukan’ sementara proses belajarnya sedikit sekali. Disinilah
BKB bisa mengambil peran sebagai forum belajar para orang tua, dan itu kita mulai
dengan membuat mereka mau dan berani untuk berbicara serta terlibat aktif dalam
percakapan.

Jadi ternyata yang punya masalah kesulitan bicara atau terlambat bicara (speech delay)
bukan hanya anak balita, tapi para ibunya juga. Boleh jadi yang lebih membutuhkan telor
burung dara bukan anak balitanya, tapi malah ibunya. Lag-lagi saya tidak ingin kembali
pada perdebatan apakah telur burung dara manjur untuk anak balita yang punya
masalah kesulitan bicara. Tapi poin pentingnya adalah, topik telur burung dara telah
berhasil memancing para ibu untuk aktif berbicara. Dan percakapan hangat pun
mengalir alami dengan toipk-topik lain mengikuti. Bisa jadi resep telur burung dara bisa
kita terapkan di BKB-BKB yang lain. Selamat mencoba !

Anda mungkin juga menyukai