Anda di halaman 1dari 3

Ayah, Hadirlah untuk Anakmu di 7

Waktu Ini!
25 Desember 2014 | Dibaca : 161081 Kali | Psikologi Keluarga

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda, “Seorang ayah yang
mendidik anak-anaknya adalah lebih baik daripada bersedekah sebesar 1 sa’ di jalan Allah.”

Nabi pun mencontohkan, bahkan ketika beliau sedang disibukkan dengan urusan menghadap
Allah SWT (shalat), beliau tidak menyuruh orang lain (atau kaum perempuan) untuk menjaga
kedua cucunya yang masih kanak-kanak, Hasan dan Husain. Bagi Nabi, setiap waktu yang
dilalui bersama kedua cucunya adalah kesempatan untuk mendidik, termasuk ketika beliau
sedang shalat.

Saat ini banyak keluarga di Indonesia yang kehilangan figur ayah. Ayah sudah berangkat kerja
saat pagi buta, ketika si kecil masih tidur. Ketika ayah pulang malam hari, sering kali anak sudah
tertidur.

“Tak heran jika anak ditanya, 'Bagaimana ayahmu?', jawabnya, 'Auk, ah gelap'. Karena memang
mereka hanya bertemu waktu gelap, saat dini hari dan tengah malam,” kata Bendri
Jaisyurahman, salah satu penggagas Komunitas Sahabat Ayah. 

Minimnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan membuat anak mengalami beberapa masalah
psikologis. Di antaranya, anak yang rendah harga dirinya, anak laki-laki yang cenderung feminin
dan anak perempuan yang cenderung tomboy, anak yang lambat dalam mengambil keputusan,
serta anak yang cenderung reaktif. Termasuk juga, maraknya generasi alay.

Lalu bagaimana idealnya peran seorang ayah dalam pendidikan anak? Menurut Bendri
setidaknya ada 7 waktu yang perlu diluangkan ayah untuk anaknya.

1. Pagi hari

Ayah bisa memulai dengan membangunkan anak. Luangkan 5 menit untuk bermain atau
mendengar cerita anak mengenai mimpinya.
2. Siang hari

Luangkan 5 menit saja untuk menelepon anak di siang hari. Mulailah dengan cerita ringan
mengenai aktivitas ayah di kantor dan pancing anak untuk bercerita mengenai kegiatannya hari
itu.

3. Malam hari

Sediakan waktu untuk bermain serta mendengar cerita anak mengenai aktivitasnya seharian.
Beri komentar dan arahkan anak secara positif. Malam hari merupakan waktu yang efektif untuk
menanamkan budi pekerti dan sikap-sikap yang baik.

4. Liburan

Saat hari libur, ayah bisa secara total melakukan aktivitas bersama anak. Tidak harus pergi
berlibur, bisa juga dengan mencuci mobil bersama, memancing, pergi ke toko buku. Aktivitas
tersebut akan menciptakan ikatan yang kuat antara ayah dan anak.

5. Di kendaraan

Saat mengantar anak ke sekolah atau ke tempat lain, terutama jika menggunakan mobil,
tersedia kesempatan untuk ngobrol dengan buah hati. Selipkan nasihat, misalnya mengenai
pentingnya berkendara dengan santun, menghormati hak orang lain, mengikuti aturan lalu lintas,
dan lain-lain.

6. Saat anak sedih

Saat anak mengalami kesedihan, ia membutuhkan tempat untuk curhat dan menyampaikan


keresahan hatinya. Jika ayah mampu hadir dalam situasi ini, anak tidak akan melabuhkan
kepercayaan pada orang yang salah. Karena pahlawan bagi anak adalah mereka yang ada di
dekat mereka, menghibur, mendukung dan menguatkan ketika mereka sedih dan mengalami
masalah.

7. Saat anak unjuk prestasi

Luangkan waktu untuk hadir saat anak mengikuti lomba atau tampil di panggung. Kehadiran
ayah dan ibu dalam momen itu merupakan bentuk pengakuan akan kemampuan anak. Tepuk
tangan, foto, dan rekaman yang dibuat ayah atau ibu akan menjadi kenangan yang terus mereka
bawa hingga besar nanti.

Hal yang perlu diperhatikan, anak tidak hanya butuh ayah, namun juga ibu. Sebagaimana
pepatah Arab, al-umm madrasatun, ibu adalah sekolah bagi anak. Maka, ayah kepala
sekolahnya. Ayahlah yang bertanggung jawab agar 'sekolah' tersebut berjalan dengan baik
dengan menyediakan sarana dan prasarana, mengambil peran, serta membuat instrumen
evaluasi. Sedangkan ibu menjadi sumber ilmu, hikmah, dan inspirasi bagi anak dalam proses
tumbuh dan berkembang.

Jika masing-masing fungsi tersebut tidak dijalankan dengan baik, pengasuhan anak akan
menjadi 'pincang'. Minimnya keterlibatan ayah, membuat anak cenderung penakut dan lambat
mengambil keputusan. Sementara jika peran ibu yang hilang dalam rumah tangga, anak
cenderung mengedepankan logika, tapi tidak memiliki kepekaan.

Anda mungkin juga menyukai