Anda di halaman 1dari 4

Latar belakang

Produk hortikultura pasca panen pada dasarnya berwujud segar, hal ini menyebabkan
produk tersebut dpat dengan cepat mengalami penurunan kualitas. Sifat segar dari produk
pasca panen membuatnya rentan terhadap kerusakan fisik yang mungkin timbul akibat
penanganan setelah panen. Kerusakan fisik ini dapat terjadi karena produk hortikultura
memiliki kadar air tinggi, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada produk secara fisik
apabiala produk terkena benturan ringan, gesekan, atau tekanan sekecil apapun. Selain risiko
kerusakan fisik produk hortikultura pasca panen juga rentan mengalami proses pembusukan
yang disebabkan oleh kerusakan fisik yang sudah terjadi sejak awal. Situasi ini berpotensi
menurunkan nilai produk hortikultura karena tingginya tingkat kerugian. Oleh karena itu,
pentingnya pemilihan metode pengawetan sebagai langkah untuk memastikan bahwa produk
hasil panen dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama

Kegiatan teknologi pascapanen pada berbagai jenis komoditas bertujuan untuk menjaga
kualitas konsumsi produk sebelum mencapai tangan konsumen. Penilaian kualitas produk
oleh konsumen akhir dianggap sebagai evaluasi dalam rangka produksi. Ada berbagai metode
yang dapat digunakan untuk menjaga produk, seperti pengawetan melalui pengalengan,
pengemasan, penambahan bahan seperti gula atau garam dan proses pengeringan. Meskipun
metodenya bervariasi, tujuannya tetap sama, yaitu menjaga kualitas produk.

Salah satu metode umum yang sering digunakan adalah pengeringan. Pengeringan
merupakan proses pemisahan sejumlah kecil air dari suatu bahan, sehingga mengurangi
jumlah zat cair dalam bentuk padat tersebut hingga mencapai nilai rendah yang dapat
diterima, menggunakan panas. Tujuan utama pengeringan adalah untuk menurunkan kadar air
hingga batas aman untuk penyimpanan atau sesuai dengan kebutuhan. Penurunan kadar air
pada produk dapat menghambat proses metabolisme, seperti penguraian molekul besar dalam
sel menjadi molekul kecil dan respirasi. Produk pertanian yang sering mengalami
pengeringan meliputi gabah, kedelai, kacang hijau, kacang tanah, dan jagung. Setiap produk
memiliki standar kadar air tertentu yang menentukan apakah dapat diklasifikasikan sebagai
kering. Semakin rendah kadar air dalam suatu produk, maka kemampuan simpannya akan
semakin lama. Berdasarkan uraian di atas, inilah dasar dilaksanakannya praktikum ini untuk
menilai kadar air dari beberapa produk pascapanen.
Tinjauaan pustaka

Pengolahan adalah kegiatan mengubah hasil pertanian ke bentuk lain agar tahan lebih
lama (Kembaren & Muchsin, 2021). Istilah pascapanen mulai populer di Indonesia tahun
1970 setelah diketahui bahwa produksi padi sejak panen sampai tiba di tangan konsumen
banyak mengalami kerusakan, susut dan kehilangan bobot. Penggunaan istilah pascapanen
bermacam-macam. Ada yang menyebutnya dengan penanganan pascapanen, teknologi
penanganan pascapanen, dan ada juga yang memberi istilah teknologi pascapanen (Saidi et
al., 2021). Pengolahan pasca panen adalah tahap kritis dalam rantai pasokan pangan yang
sering kali terabaikan dalam perbincangan berkelanjutan. Pengolahan pasca panen bertujuan
mengolah hasil pertanian menjadi produk bernilai jual tinggi yang dilakukan masyarakat
(Hartuti et al., 2020. Pengolahan pasca panen merujuk pada serangkaian kegiatan yang
dilakukan setelah panen untuk menjaga kualitas dan daya tahan produk pertanian. Pengolahan
pasca panen mencakup penyimpanan, pemrosesan, pengemasan, dan distribusi.
Jenis penanganan produk pascapanen dapat dibagi dalam dua tahapan yaitu penanganan
pasca pemanenan (post harvest) dan penanganan dengan pengolahan (processing).
Penanganan pascapanen (primary processing) merupakan istilah yang digunakan untuk
semua perlakuan dari mulai panen sampai komoditas dapat dikonsumsi dalam keadan segar
atau untuk persiapan pengolahan berikutnya. Umumnya perlakuan tersebut tidak mengubah
bentuk penampilan atau penampakan, kedalamnya termasuk berbagai aspek dari pemasaran
dan distribusi. Perlakuan dapat berupa: pembersihan, pencucucian, pengikatan, sortasi,
grading, pengemasan, penyimpanan dingin, dan berbagai kegiatan lain. Kegitan pascapanen
sendiri berawal dari sejak komoditas hortikultura diambil atau dipisahkan dari tanaman
(panen) sampai pada komoditas tersebut sampai di konsumen. (Hanifah, et all., 2021).
Produk hortikultura khususnya sayur dan buah identik sebagai produk yang mudah
rusak. Kerusakan yang terjadi pada produk hortikultura tersebut dapat menurunkan nilai jual
produk serta mempersingkat umur hidup produk. Tidak sedikit petani yang merugi akibat
penurunan kualitas produk. Penanganan pasca panen merupakan segala kegiatan yang
dilakukan untuk mempertahankan kualitas produk baik sayur maupun buah sebelum sampai
pada konsumen. Penanganan pasca panen yang kurang baik dapat menyebabkan losses
(kehilangan) baik berupa penurunan bobot, perubahan penampilan, maupun perubahan rasa.
Perubahan tersebut berakibat pada penurunan kualitas juga nilai jual produk. Berbagai
kegiatan pasca panen tersebut dilakukan dengan hati- hati untuk menjaga kerusakan pada
produk. Penanganan pasca panen yang baik dapat memperpanjang umur simpan sayur dan
buah. Setiap produk hortikultura memiliki kriteria kualitas dan karakteristik yang berbeda.
Karakteristik tersebut berpengaruh pada cara penanganan yang dilakukan setelah panen..
Sinar matahari langsung dapat merusak sel dan jaringan buah yang menyebabkan adanya luka
dan perubahan penampilan. Selain itu, paparan sinar matahari secara langsung dapat
meningkatkan laju transpirasi produk. Akibatnya buah dan sayur tidak lagi segar
(Kusumiyati, 2017)
Kegiatan pascapanen bertujuan mempertahankan mutu produk segar agar tetap prima
sampai ke tangan konsumen, menekan losses atau kehilangan karena penyusutan dan
kerusakan, memperpanjang daya simpan dan meningkatkan nilai ekonomis hasil pertanian.
Diperkirakan, kehilangan hasil sayuran masih relatif tinggi melebihi 20%. Melalui
penanganan pasca panen, diharapkan mutu hasil pertanian akan lebih meningkat, sehingga
daya tahan dan harga jual lebih meningkat. Upaya perbaikan penanganan pasca panen hasil
pertanian sangat diperlukan paling tidak untuk untuk dua hal, yaitu meningkatkan pendapatan
dan mengurangi terbuangnya hasil pertanian, baik hasil utama maupun sampingan dengan
penggunaan teknologi panen dan pasca panen (Shiddieqy & Widiani, 2012).

Hartuti, S., Juanda, J., & Khatir, R. (2020). Upaya Peningkatan Kualitas Biji
Kakao (Theobroma Cacao L.) Melalui Tahap Penanganan Pasca Panen
(ULASAN). Jurnal Industri Hasil Perkebunan, 15(2): 38–52
Kembaren, E. T., & Muchsin, M. (2021). Pengelolaan Pasca Panen Kopi Arabika Gayo Aceh.
Jurnal Visioner &Strategis, 10(1): 29–36
Saidi, I.A., et al. 2021. Buku Ajar Pasca Panen dan Pengolahan Sayuran Daun. Umisda
Press. Sidoarjo
Hanifah, N., Windra, B.B., Muhammad, N.F., dan Etty, H. 2021. Membangun Sinergi antar
Perguruan Tinggi dan Industri Pertanian dalam Rangka Implementasi Merdeka
Belajar Kampus Merdeka. Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-45
UNS. Hal 258-275’
Kusumiyati. 2017. Penanganan Pasca Panen dan Kriteria Kualitas Buah dan Sayur di
Indonesia. Unpad Press. Bandung.
Shiddieqy, M., & Widiani, W. (2012). Terhadap Pendapatan Petani SayuranBinaan Sub
Terminal Agribisnis ( Sta ) Cigombong Desa Ciherang Kabupaten Cianjur.
Journal of Agroscience, 4(5), 74–84.

Anda mungkin juga menyukai