Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permasalahan dalam penanganan pascapanen selalu menjadi kontroversi
individual, khususnya bagi petani yang mmerupakan sebagai produsen pemasok
hasil produk pertanian. Kurangnya akan pengetahuan dan pemahaman tentang
respon pasca panen yang sesuai untuk buah atau sayuran seperti tidak dilakukannya
proses sortasi dan grading yang tepat dengan Standar Nasional Indoesia (SNI)
dalam menyeragamkan mutu sebelum dilakukannya proses pemasaran,
pengemasan yang tidak tepat, pelabelan yang tidak diterapkan, dan metode peluang
pemasaran yang cukup tinggi menyebabkan pendapatan harga jual petani yang
diperoleh cukup rendah. Proses sortasi dan grading sangat penting untuk dilakukan
sebagai bentuk keseragaman mutu dari komoditi buah maupun sayuran. Kemudian,
diteruskan dengan proses pengemasan dan pelabelan yang tepat. Dengan begitu
nilai jual produk hasil pertanian akan semakin meningkat. Selain itu, sortasi dan
grading dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasar. Pada grading mempunyai tujuan
dalam mengkatagorikan buah atau sayuran berdasarkan gradenya kriteria tertentu.
Perolehan grading akan dipisahkan pada kontainer yang berbeda sesruai katagori
yang dapat menentukan harga komoditi di pasaran (Hasriani dan Sitti, 2022).
Petani yang menjual hasil produk pertanian ke pedagang dilakukan dengan
taksiran total komoditi buah atau sayuran pada kemasan dalam satu kantong plastic
besar. Pada kemasan tersebut akan digunakan juga dalam proses pengangkutan
maupun transportasi untuk dilakukannya pemasaran. Hal tersebut dapat menjadikan
salah satu faktor penyebab akan meningkatnya penyusutan pasca panen sebelum
sampai pada konsumen akibat pengemasan yang tidak tepat, dan ditambah adanya
penumpukan komoditi yang berlebih terhadap kendaraan bak terbuka. Selain itu,
akses jalan yang tidak sesuai atau rusak serta lokasi pengangkutan dan transpotasi
yang jauh juga dapat menyebabkan susut bobot pasca panen yang meningkat.
Tingginya tekanan komoditi pada buah atau sayuran disebabkan karena
pengemasan produk yang berlebihan dan penumpukan yang begitu tinggi saat
proses pengangkutan. Sedangkan pengemasan yang begitu sedikit akan memicu

1
timbulnya benturan serta lemparan terhadap komoditi pada kemasan akibat adanya
goncangan atau getaran yang terjadi sewaktu proses transportasi (Rozana, et al.,
2021).
Pada komoditi produk buah maupun sayuran mempunyai kandungan kadar air
yang tinggi akan memudahkan terjadinya kerusakan atau kelayuan atau
pembusukan akibat adanya laju respirasi. Terlebih pada komoditi yang bersifat
klimaterik, dimana mempunyai sifat yang sangat mudah busuk atau rusak, akibat
kandungan kadar air yang tinggi dan pengaruh tekanan mekanis, sehingga
minimnya masa penyimpanan, susut bobot yang menignkat akibat penguapan,
mikroba yang muncul dengan cepat, serta adanya prubahan baik dalam fisiologis
maupun kimia. Biasanya buah atau sayuran yang mengalami kerusakan atau
pembusukan setelah pemanenan banyakan terjadi karena adanya kontaminasi hama
dan penyakit, beberapa faktor termasuk fisiologis, dan pelukaan karena gesekan
mekanis (Najah, et al., 2015).
Secara umum permintaan pasar pada komoditi baik buah maupun sayuran
melonjak tinggi, karena banyak digunakan sebagai bahan pangan dalam kebutuhan
rumah tangga. Selain itu, terdapat beberapa dimanfaatkan sebagai olahan industri
pangan, obat-obatan maupun kosmetik (Kementerian Pertanian, 2014). Di
Indonesia permintaan konsumen akan kebutuhan komoditi sangat tinggi. Hal ini
berdasarkan tingkat konsumsi masyarakat yang begitu tinggi. Hal tersebut yang
menjadikan terjadinya tantangan terhadap penyediaan komoditi yang sesuai
keinginan konsumen. Salah satu dalam penanganan pasca panen perlu
memperhatikan mutu yang sesuai dengan komoditi dengan dilakukannya
pemilahan atau proses sortasi untuk menentukan mutu. Umumnya proses sortasi
hingga saat ini masih secara manual. Sortasi yang dilakukan secara manual tersebut
masih terbilang terdapat kekurangan. Hal tersebut karena hasil sortasi masih kurang
tepat ataupun seragam. Sortasi harus dilakukan dengan efektif dan efisien sehingga
tingkat kesalahan yang terjadi rendah. Dalam pengelolaan citra atau
imageprocessing cukup efektif digunakan dalam proses sortasi pada buah maupun
sayuran. Pengolahan citra biasanya dilakukan analisis data berupa citra. Analisis
tersebut meliputi beberapa variabel mutu komoditi seperti bentuk, warna, ukuran
dan kerusakan buah (Slamet, et al., 2022).

2
Berdasarkan penjelasan di atas, diketahui bahwa komoditi yang mengalami
kerusakan atau pembusukan, kemudian tidak dilakuan sortasi dan grading akan
sangat berpengaruh terhadap komoditi yang baik atau tidak mengalami kerusakan.
Upaya perlu dilakukan dalam pemanenan yang sesuai seperti penggunaan dan
tingkat kematangan komoditi yang tepat. Buah atau sayuran yang mengalami
pembusukan atau kerusakan perlu dipisahkan. Hal ini untuk mencegah terjadinya
kontaminasi mikroba pada komoditi yang baik (Nauly, et al., 2022). Selain itu, nilai
penjualan dipasaran akan menurun secara signifikan apabila komoditi dijual dalam
keadaan mutu yang tidak sesuai diharapkan komsumen. Sebagaimana praktikum
ini dilakukan sesuai dengan judul “Sortasi dan Grading (M4)”.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari prakrikum ini untuk mengetahui dan menilai mutu suatu
buah dan sayur

1.3 Manfaat Praktikum


Adapun manfaat dari praktikum ini agar mahasiswa dapat mengetahui dan
menentukan nilai mutu suatu buah dan sayur.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definis Pembersihan


Pembersihan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan membersihkan
kotoran atau benda asing yang bercampur atau menempel pada hasil produk
pertanian, seperti dahan, daun, atau akar yang tidak diinginkan. Selain itu,
pembersihan dilakukan juga untuk menghilangkan residu pertisida baik pada
fungisida, insktisida ataupun herbisida. Pengaruh pembersihan dalam produk hasil
pertanian dapat meminimalisir terjadinya kerusakan yang tinggi akibat kontaminasi
mikroba seperti hama dan penyakit. Umumnya pada perindustrian pangan
melakukan pemmbersihan hasil produk pertanian meliputi pembersihan dan
pengupasan. Adapun metode pembersihannya sendiri terbagi menjadi 2 bagian
yakni metode pembersihan secara kering (Dry cleaning methods) dan metode
pembersihan basah (Wet cleaning methods). Berdasarkan pada umumnya untuk
membersihkan bergam kontaminan yang terjadi dalam produk hasil pertanian dapat
dilakukan dengan mengkombinasikan lebih dari satu cara metode pembersihan
(Saidi, et al., 2021).
1. Metode Pembersihan Secara Kering (Dry cleaning methods)
Penerapan pembersihan secara kering mempunyai nilai dalam segi biaya dan
selama proses kegiatan yang dilakukan tidak menggunakan air, sehingga produk
hasil pertanian tidak mengalami kondisi basah. Hal tersebut penting dilakukan
terutama pada bahan produk yang mempunyai sifat untuk bertahan terhadap kondisi
kering, seperti biji-bijian kering dan bahan tepung lainnya. Untuk kekurangan dari
metode tersebut berupa hasil debu kering yang merupakan bentuk kotoran dan
beterbangan mengakibatkan adanya rekontaminasi atau bisa menyebabkan
timbulnya letupan akibat debu apabila struktur pabrik tidak baik (Saidi, et al.,
2021). Adapun teknik dalam metode pembersihan secara kering ini dapat dilakukan
dengan beberapa cara sebagai berikut.
a. Pengayakan (Screening)
Pada dasarnya prinsip pembersihan dengan teknik pengayakan tergantung
dari perbedaan ukuran yang digunakan.

4
b. Pembersihan Secara Abrasi (Abrasion cleaning)
Proses pembersihan dengan abrasi ini dilakukan secara kuat pada kotoran
yang begitu melekat terhadap permukaan produk hasil pertanian. Maksud
dari tersebut pembersihan juga mencakup ke dalam proses pengupasan,
seperti pengupasan kentang dengan membersihkan kotoran beserta
pengupasan kulit kentang.
c. Pembersihan Secara Aspirasi (Aspiration cleaning)
Dasar kerja teknik aspirasi dilakukan dengan memisahkan antara kotoran
dengan bahan utama melalui udara yang mengalir, sehingga terjadi
pemisahan sesuai dengan perbedaan berat. Apabila produk bersifat ringan
maka akan terbawa terbang, sedangkan produk yang berat akan terjatuh
(Saidi, et al., 2021).
2. Metode Pembersihan Secara Basah (Wet cleaning methods)
Umumnya metode pembersihan dengan cara basah terbilang sangat efektif
dalam membersihkan kotoran yang menempel pada produk hasil pertanian secara
kuat. Dalam perbersihan secara basah dapat dilakukan dengan adanya penambahan
bahan kimia seperti sanitaiser dan deterjen membuat pembersihan efisien dan dapat
ditingkatkan. Namun, dari penggunaan metode tersebut ada juga kekurangannya,
seperti penggunaan air yang berlebihan, air bekas cucian kotor yang diproduksi
cukup banyak, dan bahan yang dibersihkan menjadi basah, sehingga bisa saja
memudahkan terjadinya proses pembusukan dan adanya rekontaminasi. Selain itu,
bahan yang basah perlu dilakukan teknik penirisan (dewatering) melalui
pengaplikasian sistem saringan atau sentrifugasi (Wiastari dan I Nengah, 2021).
Adapun teknik dalam metode pembersihan secara basah ini dapat dilakukan dengan
beberapa cara sebagai berikut.
a. Perendaman (Soaking)
Teknik perendaman menjadi salah satu bentuk dalam metode pembersihan
secara basah yang terbilang cukup sederhana dan begitu efektif.
Keefektivan tersebut dapat dilakukan melalui rendaman suhu air yang
ditingkatkan, beri kelonggaran pada sirkulai air maupun produk hasil
pertanian, dan diberi penambahan bahan kimiawi seperti deterjen dan

5
sanitaiser. Selain itu, dalam meningkatkan efesiensi dapat digunakan air
rendaman kembali.
b. Penyemprotan (Spray washing)
Teknik penyemprotan paling banyak diterapkan salah satunya ke dalam
industry pangan. Untuk mengefesiensi teknik tersebut perlu dipengaruhi
oleh beberapa hal meliputi suhu, volume air, tekanan, jarak, dan lama
penyemprotan. Prinsip dasar teknik tersebut apabila tekanan semprot begitu
tinggi, maka daya pembersihan akan tinggi, begitu juga sebaliknya jika
tekanan terlalu kuat akan merusak produk hasil pertanian (Saidi, et al.,
2021).

2.2 Definisi Sortasi


Sortasi merupakan suatu kegiatan dalam pemilahan atau memisahkan produk
hasil pertanian yang telah dibersihkan berdasarkan berbagai jenis mutu atau sifat
fisik. Proses penyotiran atau sortir biasanya dilakukan pada awal kegiatan. Setelah
melakukan pembersihan akan dilanjut dengan pemisahan (off-grade) produk hasil
pertanian yang bersifat layak atau tidak. Untuk memisahkan produk hasil pertanian
tidak hanya meliputi kontaminan atau kotoran yang perlu dihilangkan. Secara
umum, produk yang telah dipisahkan dapat digunakan sebagai kebutuhan lain atau
bisa dijual dengan nilai harga yang terjangkau murah (Tambing, et al., 2020).
Dasar prinsip dilakukannya sortasi ini untuk memperoleh produk hasil pertanian
yang memiliki nilai lebih spesifik pada produk tertentu melalui persyaratan yang
telah ditentukan saat produksi, terlebih dalam cara produksi melalui penggunaan
sistem otomatis atau mesin. Semisal proses kegiatan produksi dilakukan pada
komoditi nanas yang dikemas dalam pengkalengan. Untuk proses pengupasan
nanas sendiri perlu menggunakan mesin penguas dan harus melalui penyirtiran
terlebih dahulu, sehingga hanya menyisakan produk nanas yang mempunyai sifat
fisik berupa ukuran tertentu yang dapat digunakan dalam proses pengupasan
dengan sesuai. Nanas yang mempunyai ukuran lebih kecil umumnya tidak dapat
diproduksi, maka harus dipisahkan. Selanjutnya nanas yang telah dipisahkan akan
diolah ke dalam beberapa bahanproduksi, seperti jus, atau produksi lainnya. Selain
itu, terdapat syarat kinerja dalam mesin berupa penyotiran harus menghasilkan

6
keseragaman mutu yang baik, terlebih berkaitan pada keseragaman proses (semisal
proses pendinginan, atau pemanasan), pengisian yang dikenadalikan (pengendalian
filled weights), dan tampilan yang dapat menarik daya tarik (Tambing, et al., 2020).
Pada penyortiran biasanya dilakukan pemisahan berdasarkan karakteristik fisik
terntentu, seperti dalam menentukan bentuk, volume, kadar air, ukuran, warna,
adanya kontaminasi terhadap kotoran atau benda asing, serta tekstur atau kekerasan.
Adapun berdasarkan sifat kimia diperhatikan melalui komposisi yang terkandung
dalam prosuk hhasil pertanian meliputi bau, dan rasa. Sedangkan berdasarkan
biologis dilihat dari adanya kontaminasi terhadap jenis dan jumlah serangga yang
menyebabkan kerusaan pada produk hhasil pertanian atau mikroba dan daya
tumbuh pada bahan produk yang diperoleh dalam bentuk biji-bijian (Babu, et al.,
2018).

2.3 Definisi Grading


Grading merupakan suatu kegitana pemilahan berdasarkan ke dalam hal
pengkelasan yang berkualitas. Secara umum pengkelasan tersebut erbagi menjadi
beberapa kelas tergantung karakteristik yang diinginkan, semisal dalam
pengkelasan ukuran seperti kelas 1 untuk jenis produk berukuran besar, kelas 2
untuk ukuran sedang dan kelas 3 sebagai ukuran kecil. Adapun dalam setiap
komoditi produk mempunyai kelas supernya masing-masing. Tujuan yang paling
utama dalam proses kegiatan grading ini digunakan untuk menentukan nilai harga
jual selama pemasaran dalam kondisi yang berkualitas dengan baik. Untuk standar
grading sendiri tergantung dari permintaan pasar. Standarisasi ialah suatu kegiatan
untuk menentukan kulaitas atau keadaan produk disertai pengemasan di yang dibuat
oleh produsen demi memperlacar pemasaran atau tataniaga. Pada dasarnya dalam
menenukan standarisasi dilakukan atas persetujuan kedua belah pihak antara
produsen dengan konsumen. Selain itu, bisa juga dicangkupkan terhadap kelompok
atau daerah/ wilayah/ negara pemasaran tertentu (Hasriani dan Sitti, 2022).
Dalam menentukan pengkelasan mutu perlu dilakukan karakter yang tepat dan
sesuai terhadap tujuan pengkelasan tersebut. Berdasarkan untuk menentukan
pengkelasan mutu tergantung sifat yang diingin diantaranya proses yang cocok dan
sesuai, menarik minat konsumen, standar persyaratan yang sesuai, dan penerimaan

7
konsumen (Saidi, et al., 2021). Biasanya untuk proses pengkelasan mutu dapat
diglakukan dengan menggunakan metode manual atau otomatis dengan menfaatkan
sistem otomatis mesin. Pada metode manual diterapkan melalui cara perbandingan
dengan karakteristik yang akan diamati dan syarat standar mutu yang ada. Metode
tersebut dapat menggunakan sistem batch dan kontinu (in-line grading). Untuk
sistem kontinu hanya dilakukan dengan pengamatan biasa didukung dengan
tambahan dasar prsesntasi yang lebih baik membuat pengkelasan mutu juga
berjalan dengan baik. Adapun cara yang biasa digunakan meliputi orientation,
singulation, atau dividing into lanes. Dengan begitu, pengamatan melalui metode
secara kontinu dilakukan dengan lancar. Sedangkan untuk metode pengkelasan
dengan cara otomatis dapat digunakan pada beragam mesin. Biasanya untuk metode
tersebut menggunakan mesin dengan dasar in-line garding (Juamiati, et al., 2023).

8
BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yakni timbangan dan alat tulis.
Sedangkan bahan yaitu tomat.

3.2 Prosedur atau Tahapan Pelaksanaan Praktikum


Adapun prosedur atau tahapan pelaksanaan praktikum ini sebagai berikut.
1. Ditimbang sampel tomat yang digunakan
2. Ditentukan bobot tomat berdasarkan Standar Nasional Indonesia
3. Ditentukan grade warna tomat yang berdasarkan pada standar USDA
4. Ditentukan bentuk dari sampel tomat yang terdiri dari 3 bentuk yaitu bulat, oval
dan lonjong.
5. Ditentukan keseragaman dari sampel tomat dengan rumus:
𝑚
𝑆𝑒𝑟𝑎𝑔𝑎𝑚 = × 100% < 5% toleransi yang diperbolehkan dalam standar
𝑛

Dimana:
M = Jumlah tomat segar yang mempunyai ukuran diatas dan dibawah ketentuan
yang telah ditetapkan.
N = Jumlah seluruh contoh tomat segar yang diuji.
6. Ditentukan kerusakan pada tomat dengan rumus:
𝑦
𝐵𝑢𝑎ℎ/𝑠𝑎𝑦𝑢𝑟 𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘, % (𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡/𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡) = × 100%
𝑥
Dimana:
y = Jumlah tomat rusak.
x = Jumlah seluruh contoh tomat yang diuji.
7. Ditentukan nilai kebusukan pada sampel tomat dengan rumus:
𝑎𝑛−𝑏𝑛
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑘𝑒𝑏𝑢𝑠𝑢𝑘𝑎𝑛 = × 100% > persentase yang dinyatakan dalam
𝑎𝑛

standar.
Dimana:
n = 1,2,3, … dan seterusnya.

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 1. Hasil Bobot dan Warna Tomat
Sample Percobaan
Berat Buah
Jumlah Berat Bagian
Bahan Berat yang
Sampel Warna Tomat Buah yang
(gram) diperkirakan
rusak Busuk
Busuk
Light
1 25 0 gr 0 gr
Red
Light
2 35 0 gr 0 gr
Red
Tomat 0
3 35 Pink 0 gr 0 gr
4 40 Pink 0 gr 0 gr
Light
5 25 0 gr 0 gr
Red
Pada tabel 1 di atas merupakan hasil bobot dan warna tomat dengan jumlah 5
sampel. Masing-masing sampel dilakukan pengamatan berupa berat (gr), bentuk,
warna, jumlah tomat yang busuk, berat buah yang diperkirakan busuk, dan berat
bagian buah yang busuk.

4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini membahas mengenai “Sortasi dan Grading (M4)” dengan
tujuan untuk mengetahui dan menilai mutu suatu buah dan sayur. Sebagaimana hal
ini sesuai dengan pernyataan Tambing et al. (2020) bahwa sortasi merupakan proses
kegiatan memisahkan produk hasil pertanian yang sudah dilakukan pembersihan,
kemudian dipisahkan sesuai dengan jenis mutu atau sifat fisik. Sedangkan grading
menurut Hasriani dan Sitti (2022) merupakan proses pengkelasan atau
pengkelompokan produk hasil pertanian sesuai dengan kriteria yang diingin oleh
pemasaran.

10
Pada tabel diatas merupakan hasil pengamatan dari bobot dan warna terhadap
buah tomat. Dari bahan tersebut terdiri dari 5 sampel dengan kualitas yang
ditentukan berdasarkan kriteria berat, bentuk, warna, jumlah tomat yang busuk,
berat buah yang diperkirakan busuk, dan berat bagian buah yang busuk. Pada
kriteria berat, bobot terendah diperoleh sampel 1 dan 5 seberat 25 g dan bobot
tertinggi diperoleh sampel 4 berkisar 40 gr. Kemudian kriteria warna dimana
sampel 1, 2 dan 5 memiliki warna light red, sedangkan sampel 3 dan 4 berwarna
pink. Selanjutnya, jumlah tomat yang rusak diperoleh 0. Hal ini dikarenakan tidak
ditemukannya tomat yang busuk. Begitu juga sama halnya dengan berat buah yang
diperkirakan busuk, dan berat bagian buah yang busuk diperoleh hasil pada setiap
sampel yakni 0 gr. Selain itu, terdapat juga kriteria bentuk sampel 1, 2 dan 3
memiliki bentuk sama-sama oval, sedangakan sampel 4 berbentuk lonjong serta
sampel 5 berbentuk bulat.
Untuk menetukan kriteria tersebut juga kriteria keseragaman yang dilakukan
sesuai dengan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) 01-3162-1992 untuk tomat
segar dengan menjumlahkan tomat segar yang memiliki ukuran diatas dan dibawah
ketentuan standar yang sudah ditentukan kemudian dibagi dengan jumlah seluruh
sampel tomat segar digunakan dalam pengujian. Setelah itu kalikan dengan 100%.
Untuk batas tolerasi sesuai standar yakni < 5% dari toleransi yang diperbolehkan
pada standarisasi. Dari hasil perhitungan telah dilakukan diperoleh bahwa jumlah
bobot sampel tomat rata-rata sebesar 32 g dibagi dengan 5 buah sampel, sehingga
diperoleh hasil 6,4%. Perolehan nilai keseragaman tersebut melebihi batas
toleransi, sehingga dihasilkan bahwa berat dari setiap sampel tomat tidak seragam
karena menunjukkan berat yang berbeda-beda.

11
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam praktikum mengenai “Sortasi dan Grading (M4)”
bertujuan untuk mengetahui dan menilai mutu suatu buah dan sayur. Untuk bahan
penilaian menggunakan buah tomat dengan kriteria untuk menentukan kualitas
berdasarkan berat, warna, bentuk, jumlah tomat yang busuk, berat buah yang
diperkirakan busuk, dan berat bagian buah yang busuk. Selain itu, dilakukan juga
penilaian keseragaman dengan < 5% batas toleransi yang diperbolehkan dalam SNI.
Dari hasil penilaian keseragaman tersebut diperoleh 6,4%, sehingga dapat
disimpulkan bahwa berat dari setiap sampel tomat tidak seragam karena
menunjukkan berat yang berbeda-beda.

5.2 Rekomendasi
Adapun rekomendasi dalam pelaksanaan kegiatan proses sortir dan grading ini
dapat dilakukan dengan bantuan mesin otomatis. Penggunaan mesin otomatis pada
penyortiran dan grading akan meringankan tenaga kerja dan meminimalisir waktu.
Beberapa penelitian terus mengembangkan rancangan dalam pembuatan mesin
otomatis untuk proses sortir dan grading seperti dalam penelitian Siskandar et al.
(2020) yang menerapkan rekayasa mesin sortir untuk menentukan kematangan pada
buah jeruk dan tomat dengan menggunan basis image processing. Kemudian dalam
penelitian Desi et al. (2019) yang merancang sebuah mesin untuk proses grading
atau pengkelas mutu untuk produkk biji kacang tanah. Adapun saran dalam
praktikum ini diharapkan praktikan dapat memahami terlebih dahulu mengenai
materi yang telah disampaikan oleh asisten praktiku, sehingga praktikum dapat
berjalan dengan lancar.

12
DAFTAR PUSTAKA

D. Ramesh Babu, K. V. Narasimha Rao, M. V. Satish Kumar dan B. Satish Kumar. 2018.
Handling of Apples During Sorting-Grading Operation and Measuring The
Mechanical Properties Fimness After Controlled Atmosphere Strorage.
International Journal of Mechanical and Production. 8(6): 617-634.
Desi Ratnasari, Jamaluddin, dan Patang. 2019. Rancang Bangun Mesin Grading
(Pengkelasan Mutu) Biji Kacang Tanah (Arachis Hypogaea). Jurnal Pendidikan
Teknologi Pertanian. 5(2): 11-18.
Hasriani dan Sitti. A. 2022. Pelatihan Packaging, Labeling dan Pemasaran Online
Komodittas Tomat Buah bagi Petani di Desa Bontotangga Kecamatan
Bontololempangan Kabupaten Gowa. J . A . I : Jurnal Abdimas Indonesia. Vol. 2.
No. 4: 555-562.
Jumiati, Hasriani, Hamzah, Muhamad Alhilal Hamdi Laya, Fira Fajrina, Bambang Hadi
Wantoro, Yuliana. 2023. Pelatihan Penanganan Panen dan Pasca Panen Pada
Kelompok Tani Mamampang Penghasil Cabai Organik Di Kota Makassar.
JurnalPengabdian Masyarakat. 6(2): 234-243.
Kementerian Pertanian. (2014). Outlook Komoditi Tomat. Jakarta: Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian.
Nauly, D. Helfi, G. Rosdiana, S.Y. Hafiz D. (2022). Peningkatan Pengetahuan
Petani Melalui Penyuluhan Pasca Panen Cabai pada Kelompok Tani Kebun
Berseri, Bintaro, Jakarta Selatan. Jurnal Ilmiah Pengbadian Kepada
Masyarakat : Agrorkeatif Vol 8 (2) : 204-211.
Najah, Khaerun., Eko Basuki, dan Ahmad Alamsyah. 2015. Pengaruh Konsentrasi
Chitosan Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Buah Tomat (Solanum
lycopersicum L.) Selama Penyimpanan. Pro Food (Jurnal Ilmu dan
Teknologi Pangan). 1(2): 70-76.
Rozana, Daud Perdana, dan Oktavia Nurmawaty Sigoro. 2021. Simulasi
Transportasi dan Perubahan Mutu Tomat Selama Penyimpanan. Jurnal of
Food Technology and Agroindustry. 3(1): 13-20.
Ahmad Haris Hasanuddin Slamet, RahmatDhandy, Sekar Ayu Wulandari, Wildanu
Ubaidillah, Nopi Ariyola. 2022. Sortasi Tomat (Solanum lycopersicum L)
menggunakan Pengelolaan Citra (Image Processing). CEMARA. Vol. 19(2): 98-110.

13
Saidi, I. A., Azara, R., & Yanti, E. (2021). Buku Ajar Pasca Panen dan Pengolahan Sayuran
Daun. Jawa Timur: EMSIDA Press.
Ridwan Siskandar, Noer. A. Indrawan, Billi Rifa Kusumah, Sesar Husen Santosa, Irmansyah,
Irzaman. 2020. Penerapan Rekayasa Mesin Sortir sebagai Penentu Kematangan
Buah Jeruk dan Tomat Merah Berbasis Image Processing. Jurnal Teknik Pertanian
Lampung. 9(3): 222-236.
Tambing, E., Saida, & Busaeri, S. R. (2020). Sistim Penanganan Pascapanen Dan
Efisiensi Pemasaran Usahatani Kentang (Solanum Tuberosum L) Di
Kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa.
Wiratani, 3(1), 94–110.
Ni Putu Wiastari dan I Nengah Sujaya. 2021. Aplikasi Metode Pencucian terhadap
Penurunan Jumlah Bakteri Patogen pada Sayuran Segar Selada (Lactuca sativa L):
Systematic Review. Arc. Com. Health. 8(2): 216–236.

14

Anda mungkin juga menyukai