Makalah Budidaya Tanaman Obat - Kel 3 - A
Makalah Budidaya Tanaman Obat - Kel 3 - A
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III
Nurul Awwaliyah Putri Firman (G70119073)
Kurniya (G70119073)
Sulfiani (G70118161)
Maria Novryanti Sia (G70118105)
Nirwana (G70118107)
Syafira (G70119015)
Milamar (G70119019)
Melyani Mule (G70119006)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2022
KATA PENGANTAR
Puji sykur kehadirat Allah SWT. Yang maha besar, berkat rahmat dan karunianya
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
tentang “Penanganan panen dan pascapanen” bagi para pembaca dan juga penulis.
Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen Pengampu mata kuliah
Budidaya Tanaman Obat yang telah memberikan tugas makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
Karena itu, kritik dan saran yang membangun kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Kelompok 3
ii
DAFTAR ISI
SAMPULi
KATA PENGANTARii
DAFTAR ISIiii
BAB I PENDAHULUAN1
I.3 Tujuan2
III.1 Kesimpulan9
III.2 Saran9
DAFTAR PUSTAKA10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Kehilangan hasil panen produksi pada umumnya terjadi pada saat proses panen dan
pasca panen. Kehilangan kuantitatif merupakan susut hasil akibat tertinggal di
lapang waktu panen, tercecer saat pengangkutan, atau tidak terpipil. Kehilangan
kualitatif merupakan penurunan mutu hasil akibat butir rusak, butir berkecambah,
atau biji keriput selama proses pengeringan, pemipilan, pengangkutan atau
penyimpanan (Darwis.V, 2018).
1
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penanganan panen dan pascapanen yang baik?
2. Apa saja pengaruh pengolahan pascapanen terhadap hasil?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi sifat hasil tanaman obat?
I.3 Tujuan
1. Mengetahui bagaimana penanganan panen dan pascapanen yang baik
2. Mengetahui pengaruh pengolahan pascapanen terhadap hasil
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi sifat hasil tanaman obat
BAB II
PEMBAHASAN
2
II.1 Penanganan Panen dan Pascapanen
Panen dan penanganan pasca panen merupakan tahapan di dalam proses produksi
yang tidak kalah penting dibanding dengan tahapan-tahapan lainnya dalam proses
produksi pertanian. Berbagai input teknologi produksi yang dilakukan untuk
meningkatkan produksi dapat menjadi tidak berarti jika tahapan panen dan
penanganan pascapanen produk pertanian tidak dilakukan dengan tepat, benar dan
baik. Panen dan pasca panen merupakan kegiatan yang dapat menentukan kualitas
dan kuantitas produksi. Kesalahan dalam penanganan panen dan pasca panen dapat
mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Oleh karena itu penanganan panen dan
pasca panen secara benar perlu mendapat prioritas dalam proses produksi usahatani
(Fitriani, 2017).
3
pasca panen maka perlunya pelatihan pengolahan pasca panen hasil tanaman
keluarga (Toga) (Widyaningsih, et al. 2021).
Pengelolaan pasca panen tanaman obat merupakan suatu perlakuan yang diberikan
kepada hasil panen tanaman obat hingga produk siap dikonsumsi atau menjadi
simplisia sebagai bahan baku obat tradisional atau obat alam. Pengelolaan pasca
panen bertujuan untuk melindungi bahan baku dari kerusakan fisik dan kimiawi,
sehingga dapat mempertahankan mutu bahan baku atau simplisia yang dihasilkan,
terutama menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan, dan khasiat sediaan
(produk akhir). Selain itu, penanganan pasca panen juga bertujuan untuk menjamin
ketersediaan bahan baku tanaman obat yang bermutu dalam jumlah cukup dan
berkelanjutan. Pengelolaan pasca panen dimulai sesaat sejak bahan tanaman
dipanen hingga siap dikonsumsi. Tahapan pengelolaan pasca panen tanaman obat
meliputi pengumpulan bahan, sortasi basah, pencucian, penirisan, pengubahan
bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengemasan, dan penyimpanan (Ningsih, I, Y.
2016)
Salah satu cara yang juga efektif dalam melakukan penangan pasca panen ialah
dengan menurunkan laju respirasi dan metabolisme dari produk panen. Penekanan
laju respirasi dan metabolisme dapat dilakukan dengan menurunkan suhu ruang
penyimpanan produk panen. Suhu rendah dapat memperpanjang umur simpan dan
dapat mengurangi aktifitas enzim klorofilase yang merusak klorofil. Penurunan
4
mutu produk pangan adalah perubahan kadar air dalam produk. Perubahan kadar
air dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban ruangan selama penyimpanan
(Pamungkas, S, S. dkk, 2020).
5
perbedaan sifat dan komposisi masing-masing hasil tanaman obat Menurut
(Alqamari et al. 2017) dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu faktor dalam, faktor
luar, dan faktor tingkat kemasakan hasil
1. Faktor Dalam
Faktor ini merupakan sifat yang diwariskan induk tanaman, seperti rasa, bau,
komposisi kimia, dan kemampuan produksi biomassanya. Faktor dalam
meliputi hal-hal yang bersifat genetis. Jenis atau varietas tanaman
menyebabkan pula perbedaan sifat, seperti rasa, bau, kandungan kimia, dan
jumlah produksi yang dihasilkan. Pengaruh faktor genetis pada sifat hasil
tanaman obat dapat dimanfaatkan dalam upaya mendapatkan kandungan
senyawa aktif yang tinggi dengan produksi biomassa yang tinggi pula.
2. Faktor Luar
Faktor-faktor luar yang turut mempengaruhi sifat, komposisi, kenampakan
(morfologi), serta produksi biomassa dari tanaman banyak dipengaruhi oleh
faktor budidaya, perawatan, dan lingkungan, seperti cahaya, temperatur,
musim, dan unsur hara yang tersedia
a. Cahaya matahari
Cahaya matahari berpengaruh terhadap sintesis zat-zat makanan yang
terdapat dalam jaringan tanaman. Melalui fotosintesis cahaya matahari
dapat membentu pembentukan zat-zat makanan dalam jaringan tanaman.
Aktivitas sintesis zat-zat makanan juga berbeda-beda tergantung kepada
banyaknya cahaya matahari yang mengenai tanaman. Hal ini
mempengaruhi sifat hasil tanaman obat yang diperoleh, misalnya kadar
alkaloida daun tapak dara (Vinca rosea) yang kena sinar matahari langsung
lebih tinggi dibanding daun-daun yang ternaungi.
b. Suhu dan Kelembapan
Suhu dan kelembaban juga merupakan faktor penting bagi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Proses-proses fisik dan kimia dalam tanaman
banyak dikendalikan oleh suhu. Kelembaban dan suhu optimal bagi suatu
jenis tanaman obat tidak selalu merupakan suhu dan kelembaban optimal
bagi tanaman obat lainnya. Dengan demikian sifat hasil tanaman obat di
6
dataran rendah dengan suhu dan kelembaban relatif lebih tinggi akan
berbeda dengan tanaman obat yang tumbuh di dataran tinggi. Pada beberapa
jenis tanaman yang mengandung minyak atsiri, kadar minyaknya semakin
tinggi dengan semakin tingginya tempat tumbuh atau semakin rendahnya
suhu lingkungan.
c. Musim
Pengaruh musim terhadap hasil pertanian secara umum, termasuk tanaman
obat, sangat jelas. Musim erat hubungannya dengan suhu, cahaya, dan
kelembaban yang berpengaruh terhadap faktorfaktor fisik, kimia, dan
biologi yang terjadi di dalam tanaman. Oleh karena itu, pengaruh musim
juga tidak berbeda jauh dengan faktor di atas. Tanaman obat yang tumbuh
pada musim kemarau umumnya mempunyai kandungan zat-zat aktif yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman obat pada musim hujan.
d. Habitat
Salah satu hal yang berhubungan erat dengan habitat adalah sifat tanah.
Tanaman yang ditanam di tanah berlempung atau berkapur akan berbeda
sifatnya. Habitat berkaitan erat dengan mutu, kandungan senyawa aktif, dan
bentuk fisik atau morfologi tanaman. Beberapa jenis rempah-rempah akan
memberikan hasil optimal jika ditanam di tanah yang sedikit berlempung
dan tidak akan memberikan hasil yang memuaskan jika ditanam di tanah
berpasir yang bersifat porous.
e. Unsur Hara
Tanaman akan tumbuh subur apabila tempat tumbuhnya banyak
mengandung unsur hara yang diperlukan. Oleh karena itu, pada budidaya
tanaman obat, unsur hara tanah merupakan faktor yang sangat penting.
Tanaman obat yang tumbuh liar di alam pada umumnya memiliki sifat yang
sangat bervariasi tergantung kesuburan tanah. Tanaman obat yang tumbuh
di lahan subur atau di hutan berhumus tebal akan menghasilkan
pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman obat
yang tumbuh di tanah berkapur yang kering atau tandus.
3. Tingkat Kemasakan
7
Produk tanaman obat yang diinginkan untuk memproduksi simplisia berbeda-
beda tingkat kemasakannya. Banyak tanaman obat yang dipanen dalam keadaan
belum masak atau setengah masak sehingga harus diperam dahulu. Beberapa
daun tanaman obat dipanen pada waktu muda bersama dengan pucuknya,
misalnya sambiloto (Andrographis paniculata) dan kumis kucing (Orthosipon
stamineus). Ada pula yang dipanen setelah mengalami pertumbuhan maksimal
atau tua, misalnya daun jati belanda (Guazuma ulmifolia) dan sembung
(Blumea balsamifera). Tingkat kemasakan yang berbeda tersebut
mengakibatkan perbedaan sifat hasil, seperti fisik, kimia, maupun biologi
tanaman obat itu sendiri. Perbedaan tersebut terutama terlihat pada kandungan
zat-zat penyusun, tekstur, dan warnanya.
8
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Panen dan pasca panen merupakan kegiatan yang dapat menentukan kualitas
dan kuantitas produksi. Kesalahan dalam penanganan panen dan pasca panen
dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar
2. Pengelolaan pasca panen tanaman obat merupakan suatu perlakuan yang
diberikan kepada hasil panen tanaman obat hingga produk siap dikonsumsi
atau menjadi simplisia sebagai bahan baku obat tradisional atau obat alam.
Pengelolaan pasca panen bertujuan untuk melindungi bahan baku dari
kerusakan fisik dan kimiawi, sehingga dapat mempertahankan mutu bahan
baku atau simplisia yang dihasilkan, terutama menjamin keseragaman
senyawa aktif, keamanan, dan khasiat sediaan (produk akhir).
3. faktor yang mempengaruhi perbedaan sifat dan komposisi masing-masing
hasil tanaman obat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu faktor dalam, faktor
luar, dan faktor tingkat kemasakan hasil.
III.2 Saran
Penerapan teori dalam pengembangan tanaman obat sangat diperlukan untuk
meminimalisir kerusakan yang dialami tanaman pada saat pertumbuhan dan
pengambilan tanaman obat yang dilakukan serta pengembangan TOGA dalam
pekarangan rumah juga dianjurkan.
9
DAFTAR PUSTAKA
Alqamari, et al.2017. Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. Medan : UMSU Press
Buntoro et al. 2014. Pengaruh Takaran Pupuk Kandang dan Intensitas Cahaya
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Temu Putih (Curcuma zedoaria L.). Vegetalika
ol 3, No.4
Darwis.V (2018). Potensi Kehilangan Hasil Panen Dan Pasca Panen Jagung Di
Kabupaten Lampung Selatan. Journal of Food System and Agribusiness Vol. 2
(1): 55-67.
Firmansyah, I. U., dkk (2006). Proses pascapanen untuk menunjang perbaikan kualitas
produk biji jagung berskala industry dan ekspor. Laporan Akhir. Balai Penelitian
Tanaman Serealia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Depatemen Pertanian, 57.
Fitriani. (2017). Climate Changing Impact on Rice Production. JoFSA, 1(1), 41–46.
Setyono, A., S., dkk (2008). Prinsip penanganan pascapanen padi. Dalam Padi:
Introduksi Teknologi dan Ketahanan Pangan. Buku I. Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi, Sukamandi.
10
Widyaningsih, et al. 2021. Penerapan Cup Sealer Sebagau Teknologi Penunjangn
Pelatihan Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat Keluarga. Jurnal DIANMAS,
Vol. 10, No 1
11