Anda di halaman 1dari 7

UJIAN TENGAH SEMESTER

MATA KULIAH POLITIK HAM DAN DEMOKRASI


Disusun Oleh:
Muhammad Izzul Haq
(071711233099)
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Airlangga

1) SOAL NOMOR 1!

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dalam definisinya merupakan kerangka
tujuan hak asasi manusia yang dirancang dalam bentuk umum dan merupakan sumber utama
terbentuknya dua instrumen hak asasi manusia, yaitu: Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan
Politik dan Internasional. Kovenan tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Sosial. Budaya. Hak-hak yang
terkandung dalam DUHAM merupakan perwujudan dari hak-hak dasar yang terkandung dalam
Piagam PBB masing-masing, seperti penetapan hak untuk hidup, hak atas kebebasan dan keamanan
pribadi, hak atas keadilan dan hak praduga tidak bersalah sampai terbukti bersalah (Malahayati,
2015). Pada awalnya DUHAM hanya sebatas mengikat secara politik dan moral, namun rumusan
hak asasi manusia yang dianut dalam konstitusi Indonesia mencakup semua aspek hak asasi manusia
yang diakui secara universal. Hak asasi manusia dalam konstitusi Indonesia diatur secara seimbang
antara hak dan kewajiban setiap orang, sehingga tercipta kehidupan yang sejahtera, rukun dan rukun.
Selain pembatasan bagi setiap orang dalam menjalankan hak dan kewajibannya, pembatasan tersebut
diatur oleh undang-undang untuk menjamin pengakuan, penghormatan terhadap hak dan kebebasan
orang lain, serta untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama,
keamanan dan masyarakat demokratis.
Kemudian prinsip dasar hak asasi manusia adalah bahwa setiap orang yang berkembang di
muka bumi akan memiliki persamaan, baik dalam harkat dan martabat. Keberadaan hak asasi
manusia penting untuk melindungi setiap individu untuk hidup bermartabat, seperti hak untuk hidup,
hak untuk dihormati, hak atas kebebasan, dan hak untuk mencapai keamanan. Hak asasi manusia
diciptakan untuk melindungi seseorang dari tindak kekerasan dan pelecehan. Hak yang dimiliki oleh
setiap individu harus terus diperjuangkan, hal ini bertujuan untuk meningkatkan penghormatan,
kemajuan, pemenuhan, perlindungan dan penegakan. Jika hak asasi manusia tidak diperjuangkan,
setiap individu tidak dapat hidup bebas dan hidup dalam bayang-bayang kejahatan, seperti
penindasan atau perbudakan. Hak asasi manusia akan selalu dikaitkan dengan segala aspek
kehidupan manusia, karena dengan hak asasi setiap individu dapat merasa nyaman dan hidup
berdampingan dengan individu lainnya.
Sejalan dengan hal tersebut, perkembangan negara hukum telah ada sejak zaman Plato dan
Aristoteles. Plato memperkenalkan negara hukum adalah negara yang diatur oleh negara yang adil.
Dan menurut Aristoteles, keadilan ini bisa bersifat komunikatif dan distributional. Ini menunjukkan
bahwa negara harus adil dan dapat memberikan kesejahteraan bagi warganya. Negara berhak
menjamin perlindungan hak asasi manusia bagi setiap warga negara, seperti memberikan kebebasan
kepada rakyatnya, baik kebebasan berpendapat, kebebasan memilih atau memilih, dan kebebasan
keadilan. Demokrasi sangat erat kaitannya dengan hukum. Demokrasi tanpa hukum tidak akan
berkembang dengan baik, sebaliknya hukum tanpa sistem politik yang demokratis hanya akan
menjadi hukum yang elitis dan represif (Mahfud, 1999). Nampaknya dalam proses pemilu,
masyarakat telah menunjukkan sikap demokratisnya dengan memberikan hak pilihnya kepada wakil
rakyat. Wakil rakyatlah yang kemudian berhak membuat undang-undang. Demokrasi menciptakan
supremasi hukum. Oleh karena itu, demokrasi selalu dikaitkan dengan konstitusi, yaitu demokrasi
konstitusional atau demokrasi negara konstitusional.
Dalam hak asasi manusia, setiap individu memiliki hak yang harus dijunjung, seperti
kebebasan berpendapat, kebebasan pers, kebebasan berserikat, dan kebebasan berpartisipasi dalam
partisipasi politik. Penegakan HAM sangat tergantung pada kualitas demokrasi yang dijalankan.
Upaya penguatan penegakan HAM di jalur demokrasi tidak hanya menjadi tanggung jawab sebuah
lembaga, tetapi menjadi tanggung jawab seluruh komponen negara. Dan negara memiliki peran
untuk melindungi, melindungi dan menjamin keberadaan warganya. Hak asasi manusia dalam
memperkuat demokrasi dapat dilihat dari hak atas kebebasan untuk memilih atau dipilih oleh rakyat.
Di sisi lain, hak asasi manusia dapat dilindungi dan ditegakkan jika negara menganut sistem
demokrasi. Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai hak setiap individu maka akan menjunjung tinggi
dan memajukan sistem demokrasi. Pemerintah sebagai eksekutif dituntut untuk menghasilkan
kebijakan publik yang senantiasa mengacu pada landasan konstitusional. Dalam konteks demokrasi,
partisipasi masyarakat sangat diharapkan dalam pemberantasan pelanggaran HAM terhadap
kelompok minoritas.
Referensi:
Malahayati. 2015. INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA. [Online]
Tersedia dalam http://repository.unimal.ac.id/2153/1/instrumen%20ham.pdf (diakses pada 20
April 2021).
Moh. Mahfud M.D. 1999. Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi. Yogjakarta: Gama Media Offset.

2) SOAL NOMOR 3!
a) Kajian dalam berbagai bidang yang tidak lepas dari pembahasan ilmu sosial dan politik
memberikan bekal untuk mengetahui dinamika kehidupan manusia dari segala aspek kehidupan,
seperti pendidikan dan pengetahuan tentang demokrasi, norma, agama, dan tentunya tentang
kemanusiaan. Masalah pelanggaran HAM masih marak di Indonesia. Dengan adanya kajian-
kajian di bidang ilmu sosial dan politik diharapkan dapat memajukan dan memperjuangkan
keutuhan hak asasi manusia. Hak asasi manusia harus ditempatkan sebagai prioritas utama dalam
pembuatan kebijakan. Hak asasi manusia sendiri lahir dan dipahami sebagai fenomena sosial, dan
ilmu politik merupakan bekal utama dalam pengambilan kebijakan berupa keputusan politik.
Ilmu sosial dianggap sangat penting dalam menyelesaikan masalah yang sedang terjadi. Untuk
menghasilkan keputusan kebijakan yang tepat, materi ilmu sosial dan politik harus berpijak pada
agama, norma, dan tentunya pembentukan kader atau pemimpin bangsa yang cerdas dan
berkualitas, hal ini agar mampu menyelesaikan permasalahan sosial khususnya yang berkaitan
dengan hak asasi Manusia.

b) Dalam menjalankan amanat konstitusi kita kembali pada prinsip negara Indonesia yaitu hukum
rakyat. Dimana hukum dibuat oleh wakil rakyat yang merupakan pilihan rakyat. Masyarakat
telah berpartisipasi dalam proses demokrasi, untuk memperoleh kehidupan yang layak. Wakil
rakyat harus adil dalam membuat kebijakan, karena kebijakan tersebut melibatkan hajat hidup
orang banyak. Peran negara adalah melindungi hak setiap warga negara. Dan warga negara
memiliki hak untuk memperjuangkan hak yang mereka miliki. Meski dalam praktiknya hak-hak
tersebut dijamin dalam peraturan perundang-undangan, namun jika negara tidak mampu bersikap
adil terhadap rakyatnya, maka hukum akan berakhir sia-sia. Oleh karena itu, dalam proses
pengambilan kebijakan, nilai-nilai demokrasi harus dijunjung tinggi agar tidak ada pihak yang
merasa dirugikan.

c) Negara yang menganut sistem demokrasi akan menjamin hak setiap warganya melalui hak asasi
manusia. Hak-hak tersebut tertuang dalam konstitusi, dimana pembuat kebijakan adalah wakil
rakyat yang dipilih oleh rakyat. Hak asasi manusia dan demokrasi saling terkait dan berpotensi
bentrok. Dalam proses pemilihan itulah penerapan sistem demokrasi dimulai. Di Indonesia,
pemilu adalah perebutan kekuasaan atau otoritas. Banyak yang berlomba-lomba memperebutkan
kursi tersebut, sehingga proses demokrasi tidak bisa berjalan sesuai prosedur yang ada. Dengan
berbagai cara dan upaya yang dilakukan para aktor dalam merebut kursi kekuasaan, seperti
politik uang di arena kontestasi pemilu. Tindakan ini secara langsung dapat mempengaruhi
sistem demokrasi dan secara tidak langsung mempengaruhi seseorang dalam menggunakan hak
pilihnya. Hal ini mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia, tetapi juga pelanggaran sistem
demokrasi oleh tindakan tidak jujur dan tidak adil.
3) SOAL NOMOR 4!

a) Sejak pemerintah Komunis menguasai wilayah Turkistan pada tahun 1949, jumlah komunis Han
China di wilayah tersebut telah meningkat dari 6,7% menjadi 40,6%, menurut angka resmi.
Mereka kemudian muncul untuk mengontrol semua fungsi dan aktivitas politik utama di wilayah
Xinjiang. Dengan dukungan pemerintah China, mereka juga memberlakukan kondisi yang
mengisolasi dan membatasi pelaksanaan ritual keagamaan, serta melarang Muslim Uighur
menggunakan bahasa tersebut di sekolah. Berawal dari kebijakan diskriminatif inilah yang
mengakibatkan konflik antara Muslim Uighur dengan pemerintah China serta konflik etnis antara
suku Uighur dan Han (Karisma, t.t.). Pemerintah China terpinggirkan karena wilayah Xinjiang
memiliki sumber daya alam yang melimpah. Islam adalah bagian integral dari kehidupan dan
identitas Xinjiang Uighur, dan salah satu keluhan utama mereka terhadap pemerintah China
adalah tingkat pembatasan yang diberlakukan Beijing pada aktivitas keagamaan mereka. Jumlah
masjid di Xinjiang mengalami penurunan jika dibandingkan dengan jumlah pada periode
sebelum 1949, dan lembaga keagamaan tersebut menghadapi pembatasan yang sangat ketat.
Anak-anak di bawah usia 18 tahun tidak diperbolehkan beribadah di masjid. Pemerintah juga
berupaya memberlakukan larangan puasa pada komunitas Uighur. Hal tersebut dilakukan dengan
berbagai cara, mulai dari membuka toko makanan di bulan Ramadhan, menambah porsi jam
olahraga di sekolah di siang hari, hingga peraturan pemerintah yang tidak memperbolehkan PNS
atau pegawai sektor pemerintahan berpuasa dengan alasan bisa. kurangi itu. produktivitas kerja.
Lembaga Islam lain yang dulunya sangat penting bagi kehidupan beragama di Xinjiang juga
dilarang memasukkan persaudaraan sufi yang berpusat di makam pendirinya (Rusdan, 2017).
Kebijakan represif dan monokultural Tiongkok telah menyebabkan perbedaan antara
identitas lain dan identitas Han menjadi tajam. Misalnya, hubungan yang buruk ini disebabkan
oleh kebijakan budaya, bahasa, dan agama. Meskipun China dalam Undang-undang
Kewarganegaraan 1984 dan Undang-Undang Otonomi Daerah 1984 telah memberi ruang bagi
hak linguistik bagi penutur bahasa minoritas di China, penegakan hukum masih lemah. Pada
1990-an, menyusul runtuhnya Uni Soviet dan munculnya negara-negara Muslim merdeka di Asia
Tengah, memicu munculnya kelompok-kelompok separatis di Xinjiang, yang berpuncak pada
protes massal di Ghulja pada 1995 dan 1997. Pemerintah menanggapi keras pengunjuk rasa
dengan penggunaan kekuatan. luar biasa, dan aktivis dipaksa keluar dari Xinjiang ke Asia
Tengah dan Pakistan. Cina mengadopsi kebijakan Serang Keras pada tahun 1996 (Human Rights
Watch, hal.). Kebijakan tersebut antara lain kebijakan pengetatan pengawasan kegiatan
keagamaan, pembatasan pergerakan kelompok atau orang tertentu yang diduga tidak menerbitkan
paspor, dan penahanan terhadap orang-orang yang diduga mendukung separatis dan anggota
keluarganya. Ada juga Kebijakan Go West pada tahun 2000 yang mendorong lebih banyak
pelanggaran hak asasi manusia terjadi di Xinjiang. Hingga tahun 2016 pemerintah China bahkan
mengeluarkan larangan adat kepada anggota partai, kader, pegawai negeri sipil, pelajar dan anak
di bawah umur untuk tidak berpuasa selama bulan Ramadhan dan tidak mengikuti kegiatan
keagamaan Islam di Uighur. Pentingnya Xinjiang bagi Pemerintah China China merupakan
negara yang memiliki ragam etnis di luar 56 etnis yang diakui oleh pemerintah Beijing. Di antara
56 kelompok etnis, kelompok etnis terbesar adalah Han.
Beberapa faktor penyebab konflik ini adalah faktor sejarah yang melahirkan fakta adanya
perbedaan identitas yang mendasar antara China dengan etnis asli Xinjiang, yaitu Uighur. Faktor
kedua adalah faktor ekonomi, berupa ketimpangan ekonomi antara etnis Han dan Uighur. Ketiga,
faktor politik yaitu diskriminasi dalam hal ibadah dan lain-lain. Adanya ketidakpuasan,
kemiskinan, kekerasan dan ketidakstabilan yang dialami oleh etnis Uighur telah menciptakan
kombinasi permasalahan yang kompleks dan selanjutnya menciptakan lingkungan yang kondusif
bagi pembentukan dan perkembangan Konflik Xinjiang. Sikap keras pemerintah China dalam
menyelesaikan masalah di Xinjiang hanya memperburuk konflik di Xinjiang. Akhirnya, gerakan
separatis Uighur muncul. Pemerintah China justru bertindak lebih keras dan pada akhirnya
terjadilah konflik dan pertumpahan darah di Xinjiang. Kebijakan represif dan monokultural
Tiongkok telah membuat perbedaan dan ketidaksetaraan antara identitas Uighur dan Han
semakin tajam. Di satu sisi, faktor penyebab konflik internal di Xinjiang berdasarkan penjelasan
sejarah di atas adalah karena ketidakpuasan, kemiskinan, kekerasan dan ketidakstabilan. Interaksi
ini telah menciptakan kombinasi permasalahan yang kompleks dan kemudian menciptakan
lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan perkembangan Konflik Xinjiang menjadi LIC.
Masyarakat sipil di Xinjiang telah banyak mengalami kekerasan akibat aksi militer yang
dilakukan oleh pemerintah China, sehingga semakin mempersulit masyarakat untuk bekerja
sama. Suku Uighur yang terpinggirkan akhirnya memilih untuk menuntut hak atas kemerdekaan
dan melancarkan aksi separatis dan ini semakin memperpanjang berlanjutnya konflik internal
(Rusdan, 2017).
Referensi:
Human Right Watch. “Penahanan Massal, Penindasan Agama, Pengawasan di Xinjiang”.
[Online] Tersedia dalam https://www.hrw.org/id/news/2018/09/322309 (diakses pada 20 April
2021).
Karisma, Gita. T.T. Konflik Etnis Di Xinjiang: Kebijakan Monokultural Dan Kepentingan
Negara China Terhadap Keutuhan Wilayah. Jurnal Sosiologi, Vol. 19, No. 1.

b) Jika merujuk pada sejarah konflik yang semakin terjadi sejak tahun 1995, Pemerintah China telah
melakukan pelanggaran HAM di Xinjiang, termasuk pelanggaran kebebasan beragama, seperti
diberitakan oleh surat kabar internasional bahwa otoritas Pemerintah China melarang etnik
Uighur Muslim di Xinjiang dari melakukan ini. . kegiatan dan kewajiban beribadah menurut
agama. Muslim Uigur juga dilarang melakukan ritual keagamaan seperti sholat dan puasa selama
bulan Ramadhan dan masjid dijaga ketat oleh pasukan keamanan pemerintah PKC dan para
imam diharuskan "berdiri di sisi pemerintah" untuk melakukan propaganda bagi Muslim
Uighur. . Sejak 1995 hingga 1999, pemerintah China membongkar 70 tempat ibadah dan
mencabut izin 44 imam yang tidak mendukung pemerintah. Pemerintah juga secara resmi
melarang peribadahan individu di tempat-tempat milik negara. Pemerintah PKC percaya bahwa
ini dilakukan untuk menjaga keamanan dan stabilitas pemerintahan negara tersebut. Selain
kebebasan beragama, pemerintah China juga melakukan pelanggaran HAM lainnya, yaitu
kebebasan berserikat dan berpendapat, hambatan pendidikan, diskriminasi dan hukuman mati
bagi tahanan politik. Diskriminasi dalam aspek ekonomi juga dilakukan oleh pemerintah China
terhadap etnis Muslim Uighur. Sebagian besar Muslim Uyghur mengalami kesulitan
mendapatkan pekerjaan (China Human Rights Watch Backgroubder, t.t.).
Menurut Amnesty International, Xinjiang adalah satu-satunya provinsi di China yang
mengizinkan hukuman mati bagi tahanan politik. Jumlah pasti korban narapidana politik yang
divonis hukuman mati disembunyikan oleh negara China, namun menurut warga yang
bersangkutan, korban tewas akibat hukuman mati atau penyiksaan oleh pemerintah China
mencapai 2.500 dari tahun 1999 hingga Maret 2000 saja. Diskriminasi yang dialami oleh Muslim
Uighur adalah kebijakan pemerintah China yang menginginkan terwujudnya One China Policy.
Pola integrasi pemerintah China dalam menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan terbukti
tidak berhasil mengintegrasikan Muslim Uighur dengan warga China lainnya. Kebijakan
keluarga berencana di Tiongkok menguntungkan suku Han yang memiliki tingkat pertumbuhan
penduduk 31,6% lebih tinggi dibandingkan suku lainnya yang mencapai maksimal 15,9%. Ini
diklaim sebagai bagian dari kebijakan pemerintah China tentang pembersihan etnis (China
Human Rights Watch Backgroubder, t.t.).
Referensi:
China Human Rights Watch Backgroubder. T.T. Tersedia dalam
http://hrw.org/legacy/backgrounder/asia/china.htm (diakses pada 20 april 2021).

c) Peristiwa kejahatan yang menimpa Muslim Uighur di China telah berujung pada Genocide,
sebuah upaya pembersihan etnis karena dilakukan secara sistematis, dimulai dengan kebijakan
Pemerintah China yang memojokkan keberadaan Muslim Uighur. Genosida adalah kejahatan
yang sangat serius terhadap kemanusiaan, kejahatan luar biasa, sebagaimana diatur dalam
ketentuan Statuta Roma 2002, bahwa salah satu yang dikenal dengan Extra Ordinarry Crime
adalah Genocide (The crime of Genoside). Pemerintah China telah melakukan pelanggaran HAM
di Xinjiang, termasuk pelanggaran kebebasan beragama, dimana seperti diberitakan oleh surat
kabar internasional, otoritas pemerintah China melarang etnis Muslim Uighur di Xinjiang untuk
melakukan aktivitas dan kewajiban beribadah menurut agama mereka, etnis Uigur. Muslim juga
dilarang melakukannya. ritual keagamaan seperti sholat dan puasa selama Ramadhan, masjid
yang dijaga ketat oleh aparat keamanan pemerintah PKC, Muslim Uighur juga dilarang
memasuki masjid dan sholat, bahkan petugas membagikan makanan dan minuman ke rumah-
rumah Muslim Uighur selama bulan tersebut. . Ramadhan itu suci dan memaksa Muslim Uighur
untuk tidak berpuasa, tetapi Pemerintah PKT percaya ini dilakukan untuk menjaga keamanan dan
stabilitas negara. Diskriminasi dalam aspek ekonomi juga dilakukan oleh Pemerintah China
terhadap Muslim Uighur, Sebagian besar Muslim Uighur mengalami kesulitan mendapatkan
pekerjaan di tempat masing-masing, seringkali mereka mendapatkan tindakan kekerasan di
tempat-tempat layanan publik dimana sebagian besar Muslim Uighur tidak mendapatkan
pekerjaan yang strategis jika dibandingkan. kepada. ke suku Han. Menurut Amnesty
International, Xinjiang adalah satu-satunya provinsi di China yang mengizinkan hukuman mati
bagi tahanan politik. Jumlah pasti korban tahanan politik yang dijatuhi hukuman mati
disembunyikan oleh negara China. Sederhananya, masalah kemanusiaan merupakan masalah
yang sering kita jumpai di permukaan dunia ini. Dengan tidak adanya penanganan khusus untuk
memberantas permasalahan tersebut dikhawatirkan akan timbul permasalahan lain yang lebih
besar. Sehingga dapat merusak ketentraman dan cita-cita kedamaian yang selama ini dijadikan
tujuan dan disuarkan oleh seluruh negara di segala penjuru dunia.

Anda mungkin juga menyukai