Anda di halaman 1dari 20

PANCASILA

DALAM LINTASAN SEJARAH BANGSA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas

Mata kuliah : Pancasila

Dosen pengampu : Hanifah Azwar, S.Ip,.S.H.I.,M.A.

Disusun Oleh :

Fuji Nur Firdaus 202143500345

Havidz Ariz Maulidanto 202143502807

KELAS SORE SEMESTER 1 D

PRODI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI JAKARTA


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................. Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 3

BAB I ...................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN .................................................................................................. 4

A. LATAR BELAKANG ................................................................................ 4

A. RUMUSAN MASALAH ............................................................................ 5

B. TUJUAN MASALAH ................................................................................ 5

BAB II .................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN .................................................................................................... 6

A. MASA KEMERDEKAAN INDONESIA ................................................. 6

B. ERA ORDE LAMA ................................................................................. 12

C. ORDE BARU ............................................................................................ 13

D. ERA REFORMASI .................................................................................. 15

BAB III ................................................................................................................. 17

PENUTUP ............................................................................................................ 17

A. KESIMPULAN ......................................................................................... 17
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa, yang telah
memeberikan rahmat serta hidayah nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah berjudu pancasila sebagai lintasan sejarah lanjutan ini
dengan tepat waktu.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
bapak Hanifah Azwar, S.Ip,.S.H.I.,M.A. pada mata kuliah Pancasila. Selain itu,
Makalah ini bertujuan agar kami bisa menambah wawasan tentang bagaimana
pancasila pada masa orde lama, orde baru, dan sampai pada reformasi seperti saat
ini.

Kami mengucapkan terimaksih kepada bapak Hanifah Azwar,


S.Ip,.S.H.I.,M.A, yang telah memberikan tugas ini, sehingga wawasan kami
mengenai sejarah pancasila bertambah kearah yang lebih baik.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 21 September 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Pancasila sebagai dasar negara dalam mengatur penyelengaraan


negara dalam segala bidang, baik itu politik, sosial budaya, ideologi,
ekonomi maupun pertahanan negara. Perjalanan sebuah bangsa tentu
tergantung pada penyelenggara nya yang diatur oleh pancasila. Berdasar
pada latar belakang historis yang sulit dibantah , bahwa 1 Juni 1945 yang
disebut sebagai lahirnya pancasila, Ir. Soekarno sebagai tokoh nasional yang
menggali Pancasila tidak pernah berbicara ataupun menulis
tentang pancasila, baik dalam sebagai pandangan hidup, atau apalagi
sebagai dasar negara. Dalam pidatonya, beliau menyebutkan atau
menjelaskan bahwa gagasan tentang pancasila tersebut terbersit bagaikan
ilham setelah mengadakan renungan pada malam sebelumnya. Renungan
itu beliau lakukan untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan ketua
BPUPKI Dr. Radjiman Widyodiningrat mengenai apa yang akan dijadikan
dasar negara Indonesia yang akan dibentuk?.

Lima dasar atau sila yang buliau ajukan itu dinamakan filosofische
grondslag yaitu nilai-nilai esensial yang terkandung dalam pancasila, yaitu:
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan serta keadilan, dalam
kenyataannya secara objektif telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak
zaman dahulu kala sebelum mendirikan negara. Proses terbentuknya negara
dan bangsa Indonesia melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang yaitu
sejak zaman batu kemudian timbulnya kerajaan-kerajaan pada abad ke IV
dan ke V kemudian dasar-dasar kebangsaan Indonesia telah mulai nampak
pada abad ke VII ketika timbulnya kerajaan-kerajaan besar di Jawa Timur
dan lainnya. Dasar-dasar pembentukan Nasionalisme modern dirintis oleh
para pejuang kemerdekaan bangsa, antara lain rintisan yang dilakukan oleh
para tokoh pejuang kebangkitan nasional pada tahun 1908, kemudian
dicetuskan pada sumpah pemuda pada tahun 1928.

A. RUMUSAN MASALAH

1. Mngetahui lintasan sejarah pancasila pada masa kemerdekaan dan orde


lama.
2. Mengetahui lintasan sejarah pancasila pada masa orde baru.
3. Mengetahui lintasan sejarah pancaasila pada mas reformasi.

B. TUJUAN MASALAH

1. Menjelaskan bagaimana pancasila pada masa orde lama.


2. Menjelaskan bagaimana pancasila pada masa orde baru.
3. Menjelaskan bagaimana pancasila pada masa reformasi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. MASA KEMERDEKAAN INDONESIA

Setelah jepang kalah oleh sekutu pada perang dunia 2, itu memberikan
hikmah bagi indonesia dimana setelah itu pasukan jepang ditarik pulang, dan
jendral pada saat itu tarauci memberikan tiga cap jari sebagai tanda bahwa dibentuk
nya panitia persiapan kemerdekaan indonesia (PPKI) dengan menunjuk Ir.
Soekarno sebagai ketua dan Moh. Hatta sebagai wakil. Pada tanggal 9 agustus 1945,
PPKI mulai bertugas, dimana tugas nya meliputi pemilihan presiden dan wakil
presiden, menyelenggarakan undang undang dasar negara republik indonesia.
Badan ini merupakan badan bentukan jepang namun pada saat jepang jatuh menjadi
badan nasional.

Lintasan sejarah pancasila pada era kemerdekaan ini berawal dari


proklamasi kemerdekaan indonesia 17 agustus 1945, proklamasi kemerdekaan ini
menandai terbebas nyaindonesia dari hukum kolonial, dan juga berarti bahwa
indonesia harus mulai terbatas nasib sendiri dalam menentukan nasib nya kedepan.

Panitia persiapan kemerdekaan menyelenggarakan Undang Undang Dasar


Negara republik Indonesia dan memilih presiden dan wakil presiden yang pada
hakikatnya sebagai komite nasional memiliki sifat representatif, atau bersifat
perwakilan seluruh rakyat Indonesia. Panitia persiapan kemerdekaan Indonesia
merupakan badan bentukan Jepang, setelah Jepang jatuh badan berubah menjadi
badan nasional.

Era kemerdekaan dimulai dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada


tanggal 17 Agustus 1945.
Secara ilmiah proklamasi kemerdekaan dapat mengandung pengertian
sebagai berikut. Dari sudut ilmu hukum proklamasi merupakan saat tidak
berlakunya tertib hukum kolonial, dan saat mulai berlakunya tertib hukum nasional.
Secara politis ideologi proklamasi mengandung arti bahwa bangsa Indonesia
terbatas nasib sendiri dalam suatu Negara Proklamasi Republik Indonesia.

1.1.Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945


Perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda
membuat diamankannya Ir. Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengas Dengklok
agar tidak dapat pengaruh dari Jepang. Setelah diadakan pertemuan di
Pejambon Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1945 diperoleh kepastian bahwa
Proklamasi kemerdekaan akan tetap dilaksanakan di Jakarta, untuk
mempersiapkan proklamasi tersebut Soekarno-Hatta pergi ke rumah
Laksamana Maeda untuk merumuskan naskah proklamasi dan pada
akhirnya konsep Soekarno yang diterima dan diketik oleh Sayuti Melik.
Kemudian pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta,
tepat pada hari Jum’at Legi jam 10.00 WIB, Bung Karno dengan didampingi
oleh Bung Hatta membacakan naskah Proklamasi

1.2.Sidang PPKI
 Sidang PPKI pertama (18 Agustus 1945)
Pada sidang pertama ini PPKI menghasilkan suatu kesepakatan
tentang naskah pembukaan Undang Undang Dasar 1945, memilih presiden
dan wakil presiden pertama.
 Sidang PPKI kedua (19 Agustus 1945)
Sidang PPKI yang kedua menentukan tentang daerah propinsi
dengan pembagian dareah propinsi Jawa, Sumatra, Borneo, Sulawesi,
Maluku, Sunda Kecil.

 Sidang PPKI ketiga (20 Agustus 1945)


Pada sidang ketiga PPKI dilakukan pembahasan terhadap agenda
tentang Badan Penolong Korban Perang. Adapun keputusan yang
dihasilkan adalah terdiri atas delapan pasal, salah satu dari delapan pasal
tersebut yaitu : pasal 2 dibentuklah suatu badan yang disebut Badan
Keamanan Rakyat (BKR).

 Sidang PPKI keempat (22 Agustus 1945)


Pada sidang keempat PPKI membahas agenda tentang Komite
Nasional Partai Nasional Indonesia, yang pusatnya berkedudukan di
Jakarta.

Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 ternyata bangsa


Indonesia masih menghadapi kekuatan sekutu yang berupaya menanamkan
kembali kekuasaan Belanda di Indonesia, yaitu pemaksaan untuk mengakui
pemerintahan Nica (Netherland Indies Civil Administration). Selain itu
Belanda secara licik mempropagandakan kepada dunia luar bahwa negara
Proklamasi RI hadiah pasis Jepang.

Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia internasional, maka


pemerintah RI mengelurkan tiga buah maklumat :
 Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang
menghentikan kekuasaan luar biasa dari Presiden sebelum masa waktunya
(seharusnya berlaku selama enam bulan).
 Maklumat pemerintah tanggal 03 Nopember 1945, tentang pembentukan
partai politik yang sebanyak –banyaknya oleh rakyat.
 Maklumat pemerintah tanggal 14 Nopember 1945, yang intinya maklumat
ini mengubah sistem kabinet Presidental menjadi kabinet parlementer
berdasarkan asas demokrasi liberal.

Kemudian tanggal 18 Agustus pada rapat PPKI, ditetapkan UUD


1945 dan Presiden serta Wakilnya. Sesudah itu dimulailah pergolakan
politik dalam negeri seperti berikut ini.

1.3.Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)


Sebagai hasil dari konferensi meja bundar (KMB) maka ditanda
tangani suatu persetujuan (Mantel resolusi) oleh Ratu Belanda Yuliana dan
Wakil Pemerintah RI di Kota Den Haag pada tanggal 27 Desember 1949,
maka berlaku pulalah secara otomatis anak-anak persetujuan hasil KMB
lainnya dengan konstitusi RIS, antara lain:
 Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalis) yaitu 16
Negara. (Pasal 1 dan 2)
 Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintah berdasarkan asas
demokrasi liberal dimana mentri-mentri bertanggung jawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintah terhadap parlemen (Pasal 118 Ayat 2).
 Mukadimah RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan semangat
maupun isi pembukaan UUD 1945, proklamasi kemerdekaan sebagai
naskah Proklamasi yang terinci.

Sebelum persetujuan KMB, bangsa Indonesia telah memiliki


kedaulatan, oleh karena itu persetujuan 27 Desember 1949 tersebut
bukannya penyerahan kedaulatan melainkan “pemulihan kedaulatan” atau
“pengakuan kedaulatan”.

1.4.Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1950


Berdirinya negara RIS dalam Sejarah ketatanegaraan Indonesia
adalah sebagai suatu taktik secara politis untuk tetap konsisten terhadap
deklarasi Proklamasi yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yaitu
negara persatuan dan kesatuan sebagaimana termuat dalam alinea IV,
bahwa Pemerintah Negara “..... yang melindungi segenap bangsa Indoneia
dan seluruh tumpah darah negara Indonesia .....” yang berdasarkan kepada
UUD 1945 dan Pancasila. Maka terjadilah gerakan unitaristis secara
spontan dan rakyat untuk membentuk negara kesatuan yaitu
menggabungkan diri dengan Negara Proklamasi RI yang berpusat di
Yogyakarta, walaupun pada saat itu Negara RI yang berpusat di Yogyakarta
itu hanya berstatus sebagai negara bagian RIS saja.
Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS tinggalah 3 buah negara
bagian saja yaitu Negara Bagian RI Proklamasi, Negara Indonesia Timur
(NIT), dan Negara Sumatera Timur (NST).

Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan Negara RI tanggal 19


Mei 1950, maka seluruh negara bersatu dalam negara kesatuan, dengan
Konstitusi Sementara yang berlaku sejak 17 Agustus 1950.

Walaupun UUDS 1950 telah merupakan tonggak untuk menuju cita-


cita Proklamasi, Pancasila dan UUD 1945, namun kenyataannya masih
berorientasi kepada Pemerintah yang berasas Demokrasi Liberal sehingga
isi maupun jiwanya merupakan penyimpangan terhadap Pancasila. Hal ini
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
Sistem multi partai dan kabinet Parlementer berakibat silih
bergantinya kabinet yang rata-rata hanya berumur 6 atau 8 tahun. Hal ini
berakibat tidak mempunyai pemerintah yang menyusun program serta tidak
mampu menyalurkan dinamika Masyarakat ke arah pembangunan, bahkan
menimbulkan pertentangan-pertentangan, gangguan-gangguan keamanan
serta penyelewengan-penyelewengan dalam masyarakat.
Secara Ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950, tidak
berhasil mendekati perumusan otentik Pembukaan UUD 1945, yang dikenal
sebagai Declaration of Independence Bangsa Indonesia. Demikian pula
perumusan Pancasila dasar negara juga terjadi penyimpangan. Namun
bagaimanapun juga RIS yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dari
negara Republik Indonesia Serikat.
Pada akhir era ini, terjadi pergolakan politik yang tidak berujung.
Hal inilah yang mendorong Presiden Soekarno megeluarkan Dekrit
Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.

1.5.Dekrit Presiden 05 Juli 1959


Pada pemilu tahun 1955 dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi
harapan dan keinginan masyarakat, bahkan mengakibatkan ketidakstabilan
pada politik, sosial, ekonomi dan hukum. Hal ini disebabkan oleh
konstituante yang seharusnya membuat UUD negara RI ternyata membahas
kembali dasar negara, maka presiden sebagai badan yang harus bertanggung
jawab mengeluarkan dekrit atau pernyataan pada tanggal 5 Juli 1959, yang
isinya :
 Membubarkan Konstituante
 Menetapkan kembali UUD 45 dan tidak berlakunya kembali UUD 50
 Dibentuknya MPR dan DPR dalam waktu yang sesingkat-singkatnya

Berdasarkan Dekrit Presiden tersebut maka UUD 1945 berlaku


kembali di negara Republik Indonesia hingga saat ini. Dekrit adalah suatu
putusan dari orang tertinggi (kepala negara atau orang lain) yang merupakan
penjelmaan kehendak yang sifatnya sepihak. Dekrit dilakukan bila negara
dalam keadaan darurat, keselamatan bangsa dan negara terancam oleh
bahaya.
Setelah dekrit presiden 5 Juli 1959 keadaan tatanegara Indonesia
mulai stabil, keadaan ini dimanfaatkan oleh kalangan komunis dengan
menanamkan ideologi yang belum selesai. Ideologi pada saat itu dirancang
oleh PKI dengan ideologi Manipol Usdek serta konsep Nasakom. Puncak
peristiwa pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 untuk
merebut kekuasaan yang sah negara RI, pemberontakan ini disertai dengan
pembunuhan para Jendral yang tidak berdosa. Pemberontakan PKI tersebut
berupaya untuk mengganti secara paksa ideologi dan dasar filsafat negara
Pancasila dengan ideologi komunis Marxis. Atas dasar tersebut maka pada
tanggal 1 Oktober 1965 diperingati bangsa Indonesia sebagai “Hari
Kesaktian Pancasila”.
B. ERA ORDE LAMA
Era Orde Lama ditandai dengan dikeluarkannya dekrit Presiden pada
tanggal 5 Juli 1959. Pada masa itu berlaku demokrasi terpimpin. Setelah
menetapkan berlakunya kembali UUD 1945, Presiden Soekarno meletakkan dasar
kepemimpinannya. Yang dinamakan demokrasi terimpin yaitu demokrasi khas
Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan. Demokrasi terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna
yang terkandung didalamnya dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi
dipimpin oleh kepentingan-kepentingan tertentu.

Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah


sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya pelaksanaan UUD 1945
pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena
penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang presiden dan
lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan.

Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang


berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanaan dan kehidupan ekonomi makin
memburuk puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan
G30S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara.

Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI


memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1969
(Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya
keamanaan, ketertiban dan ketenangan serta kesetabilan jalannya pemerintah.
Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
C. ORDE BARU
Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan
yang terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling
stabil. Stabil dalam artian tidak banyak gejolak yang mengemuka, layaknya
keadaan dewasa ini. Stabilitas yang diiringi dengan maraknya pembangunan di
segala bidang. Era pembangunan, Era penuh kestabilan, menimbulkan
romantisme dari banyak kalangan.
Di Era Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak lepas
dari keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi pemerintah untuk
semakin menancapkan kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu diagung-
agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya kepada
rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang
mengganjal.
Menurut Hendro Muhaimin bahwa Pemerintah di Era Orde Baru sendiri
terkesan “menunggangi” Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar
negara sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Disamping hal
tersebut, penanaman nilai-nilai Pancasila di Era Orde Baru juga dibarengi
dengan praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Kepedulian
antarwarga sangat kental, toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan
budaya gotong-royong sangat dijunjung tinggi. Selain penanaman nilai-nilai
tersebut dapat dilihat dari penggunaan Pancasila sebagai asas tunggal dalam
kehidupan berorganisasi, yang menyatakan bahwa semua organisasi, apapun
bentuknya, baik itu organisasi masyarakat, komunitas, perkumpulan, dan
sebagainya haruslah mengunakan Pancasila sebagai asas utamanya.
Di Era Orde Baru, terdapat kebijakan Pemerintah terkait penanaman nilai-
nilai Pancasila, yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Materi penataran P4 bukan hanya Pancasila, terdapat juga materi lain seperti
UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Wawasan Nusantara,
dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan, Nasionalisme dan
Patriotisme. Kebijakan tersebut disosialisaikan pada seluruh komponen bangsa
sampai level bawah termasuk penataran P4 untuk siswa baru Sekolah Dasar
(SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang lalu dilanjutkan di
Perguruan Tinggi hingga di wilayah kerja. Pelaksanaannya dilakukan secara
menyeluruh melalui Badan Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (BP7) dengan metode indoktrinasi.
Visi Orde Baru pada saat itu adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara yang melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen.
Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan negara, nasib Pancasila dan
UUD 1945 menjadi semacam senjata bagi pemerintahan Orde Baru dalam hal
mengontrol perilaku masyarakat. Seakan-akan ukurannya hanya satu: sesuatu
dianggap benar kalau hal tersebut sesuai dengan keinginan penguasa,
sebaliknya dianggap salah kalau bertentangan dengan kehendaknya. Sikap
politik masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat dengan negara dalam
prakteknya malah dengan mudahnya dikriminalisasi.
Penanaman nilai-nilai Pancasila pada saat itu dilakukan tanpa sejalan
dengan fakta yang terjadi di masyarakat, berdasarkan perbuatan pemerintah.
Akibatnya, bukan nilai-nilai Pancasila yang meresap ke dalam kehidupan
masyarakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam masyarakat. Sebab
setiap ungkapan para pemimpin mengenai nilai-nilai kehidupan tidak disertai
dengan keteladanan serta tindakan yang nyata, sehingga banyak masyarakat pun
tidak menerima adanya penataran yang tidak dibarengi dengan perbuatan
pemerintah yang benar-benar pro-rakyat.
Pada Era Orde Baru sebagai era “dimanis-maniskannya” Pancasila. Secara
pribadi, Soeharto sendiri seringkali menyatakan pendapatnya mengenai
keberadaan Pancasila, yang kesemuanya memberikan penilaian setinggi-
tingginya terhadap Pancasila. Ketika Soeharto memberikan pidato dalam
Peringatan Hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1967. Soeharto mendeklarasikan
Pancasila sebagai suatu force yang dikemas dalam berbagai frase bernada
angkuh, elegan, begitu superior. Dalam pidato tersebut, Soeharto menyatakan
Pancasila sebagai “tuntunan hidup”, menjadi “sumber tertib sosial” dan
“sumber tertib seluruh perikehidupan”, serta merupakan “sumber tertib negara”
dan “sumber tertib hukum”. Kepada pemuda Indonesia dalam Kongres Pemuda
tanggal 28 Oktober 1974, Soeharto menyatakan, “Pancasila janganlah
hendaknya hanya dimiliki, akan tetapi harus dipahami dan dihayati!” Dapat
dikatakan tidak ada yang lebih kuat maknanya selain Pancasila di Indonesia,
pada saat itu, dan dalam Era Orde Baru.
Meskipun dianggap Pancasila hal yang paling luhur dan diagung-agungkan,
pada tahun-tahun akhir pemerintahan Presiden Soeharto malah banyak timbul
KKN dan meningkatnya inflasi. Hutang Indonesia semakin banyak dan
ekonomi pun terpuruk. Puncaknya yaitu Mei 1998 yang akhirnya menyebabkan
Presiden Soeharto mengundurkan diri dan digantikan oleh wakilnya B.J.
Habibie.
Meskipun pada awalnya Pancasila begitu diagung-agungkan, dan masa
Orde Baru ini menunjukkan kinerja positif, tetapi lama kelamaan hanya menjadi
alat untuk orang yang berkepentingan. Sehingga Indonesia mencapai masa
terburuk pada tahun 1998. Peristiwa lengsernya Soeharto membawa Indonesia
pada Era Reformasi.

D. ERA REFORMASI
Di Era Reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan
mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak
lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa
bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan
dan elan vitalnya. Sebab utamannya karena rezim Orde Lama dan OrdeBaru
menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter.

Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari berdirinya
bangsa ini, yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-
pendekatan yang lebih konseptual,komprehensif, konsisten, integratif, sederhana
dan relevan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Saat Orde Baru tumbang, muncul fobia terhadap Pancasila. Dasar Negara
itu untuk sementara waktu seolah dilupakan karena hampir selalu identik dengan
rezim Orde Baru.Dasar negara itu berubah menjadi ideologi tunggal dan satu-
satunya sumber nilai serta kebenaran. Negara menjadi maha tahu mana yang benar
dan mana yang salah. Nilai-nilai ituselalu ditanam ke benak masyarakat melalui
indoktrinas.
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan yang kemudian diikuti dengan
pengesahaan Undang-Undang Dasar 1945, maka roda pemerintahan yang seharusnya dapat
berjalan dengan baik dan tertib, ternyata menghadapisejumlah tantangan yang mengancam
kemerdekaan negara dan eksistensi Pancasila. Salah satu bentuk ancaman itu muncul dari
pihak Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia. Belanda ingin menguasai kembali
Indonesia dengan berbagai cara. Tindakan Belanda itu dilakukan dalam bentuk agresi
selama kurang lebih 4 tahun. Setelah pengakuan kedaulatan bangsa Indonesia oleh
Belanda pada 27 Desember 1949, maka Indonesia pada 17 Agustus 1950 kembali ke
negara kesatuan yang sebelumnya berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
Perubahan bentuk negara dari Negara Serikat ke Negara Kesatuan tidak diikuti dengan
penggunaan Undang-Undang Dasar 1945, tetapi dibuatlah konstitusi baru yang dinamakan
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950). Permasalahannya ialah ketika
Indonesia kembali Negara Kesatuan, ternyata tidak menggunakan Undang-Undang Dasar
1945 sehingga menimbulkan persoalan kehidupan bernegara dikemudian hari.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dilaksanakanlah Pemilu yang


pertama pada 1955. Pemilu ini dilaksanakan untuk membentuk duabadan perwakilan,
yaitu Badan Konstituante (yang akan mengemban tugas membuat Konstitusi/Undang-
Undang Dasar) dan DPR (yang akan berperan sebagai parlemen). Pada 1956, Badan
Konstituante mulai bersidang di Bandung untuk membuat UUD yang definitif sebagai
pengganti UUDS 1950. Sebenarnya telah banyak pasal-pasal yang dirumuskan, akan tetapi
sidang menjadi berlarut-larut ketika pembicaraan memasuki kawasan dasar negara.

Sebagian anggota menghendaki Islam sebagai dasar negara, sementara sebagian


yang lain tetap menghendaki Pancasila sebagai dasar negara. Kebuntuan ini diselesaikan
lewat voting, tetapi selalu gagal mencapai putusan karena selalu tidak memenuhi syarat
voting yang ditetapkan. Akibatnya, banyak anggota Konstituante yang menyatakan tidak
akan lagi menghadiri sidang. Keadaan ini memprihatinkan Soekarno sebagai Kepala Negara.
Akhirnya, pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengambil langkah “darurat” dengan
mengeluarkan dekrit Setelah Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959, seharusnya pelaksanaan
sistem pemerintahan negara didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945. Karena
pemberlakuan kembali UUD 1945 menuntut konsekuensi sebagai berikut: Pertama,
penulisan Pancasila sebagaimana termaktub dalam PembukaanUndang-Undang Dasar
1945. Kedua, penyelenggaraan negara seharusnya dilaksanakan sebagaimana amanat
Batang Tubuh UUD ‘45. Dan, ketiga, segera dibentuk MPRS dan DPAS. Pada
kenyataannya, setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 terjadi beberapa hal yang berkaitan
dengan penulisan sila-silaPancasila yang tidak seragam.

Sesudah dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno, terjadi beberapa
penyelewengan terhadap UUD 1945. Antara lain, Soekarno diangkat sebagai presiden seumur
hidup melalui TAP No. III/MPRS/1960. Selain itu, kekuasaan Presiden Soekarno berada di
puncak piramida, artinya berada padaposisi tertinggi yang membawahi ketua MPRS, ketua
DPR, dan ketua DPA yang pada waktu itu diangkat Soekarno sebagai menteri dalam
kabinetnya sehingga mengakibatkan sejumlah intrik politik dan perebutan pengaruh
berbagai pihak dengan berbagai cara, baik dengan mendekati maupun menjauhi presiden.
Pertentangan antarpihak begitu keras, seperti yang terjadi antara tokoh PKI dengan perwira
Angkatan Darat (AD) sehingga terjadilahpenculikan dan pembunuhan sejumlah perwira
AD yang dikenal dengan peristiwa Gerakan 30 September (G30S PKI). Peristiwa G30S
PKI menimbulkan peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto. Peralihan kekuasan itu
diawali dengan terbitnya Surat Perintah dari Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal
Soeharto, yang di kemudian hari terkenal dengan nama Supersemar (Surat Perintah Sebelas
Maret). Surat itu intinya berisi perintah presiden kepada Soeharto agar “mengambil langkah-
langkah pengamanan untuk menyelamatkan keadaan”. Supersemar ini dibuatdi Istana Bogor
dan dijemput oleh Basuki Rahmat, Amir Mahmud, dan M. Yusuf.

Supersemar ini pun juga menjadi kontroversial di belakang hari. Supersemaryang


diberikan oleh Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto itu kemudiandikuatkan dengan
TAP No. IX/MPRS/1966 pada 21 Juni 1966. Dengan demikian, status supersemar
menjadi berubah: Mula-mula hanya sebuahsurat perintah presiden kemudian menjadi
ketetapan MPRS. Jadi, yang memerintah Soeharto bukan lagi Presiden Soekarno,
melainkan MPRS. Hal ini merupakan fakta sejarah terjadinya peralihan kekuasaan dari
Soekarno ke Soeharto. Bulan berikutnya, tepatnya 5 Juli 1966, MPRS mengeluarkan TAP
No. XVIII/ MPRS/1966 yang isinya mencabut TAP No. III/MPRS/1960 tentang
Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup. Konsekuensinya, sejak saat itu
Soekarno bukan lagi berstatus sebagai presiden seumur hidup. Setelah menjadi presiden,
Soeharto mengeluarkan Inpres No. 12/1968 tentang penulisan dan pembacaan Pancasila
sesuai dengan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 (ingatlah, dulu setelah
Dekrit 5 Juli 1959 penulisan Pancasila beraneka ragam). Ketika MPR mengadakan Sidang
Umum 1978 Presiden Soeharto mengajukan usul kepada MPR tentang Pedoman,
Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila (P-4). Usul ini diterima dan dijadikan TAP No.
II/MPR/1978 tentang P-4 (Ekaprasetia Pancakarsa). Dalam TAP itu diperintahkan supaya
Pemerintah dan DPR menyebarluaskan P-4. Presiden Soeharto kemudian mengeluarkan
Inpres No. 10/1978 yang berisi Penataran bagi Pegawai Negeri Republik Indonesia.
Kemudian, dikeluarkan juga KeppresNo. 10/1979 tentang pembentukan BP-7 dari tingkat
Pusat hingga Dati II.Pancasila juga dijadikan satu-satunya asas bagi orsospol (tercantum
dalam UU No. 3/1985 ttg. Parpol dan Golkar) dan bagi ormas (tercantum dalam UUNo.
8/1985 ttg. Ormas). Banyak pro dan kontra atas lahirnya kedua undang- undang itu. Namun,
dengan kekuasaan rezim Soeharto yang makin kokoh sehingga tidak ada yang berani
menentang (BP7 Pusat, 1971)

Anda mungkin juga menyukai