KEWARGANEGARAAN
“ Hari Lahir Pancasila ”
Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Hari Lahir Pancasila” tepat waktu.
Makalah “Hari Lahir Pancasila” disusun guna memenuhi tugas Mata Pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan Pancasila di SMA NEGERI 1 GEDEG. Selain itu, penulis juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang “Lahirnya
Pancasila”.
Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait
bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
Daftar Isi
JUDUL …………………………………………………………………...…………………. i
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Namun di balik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila Pancasila dalam perjalanan
ketatanegaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan
Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan
berkepanjangan, baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah
Pancasila. Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau
pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda
namun ada pula yang sama. Secara berturut turut akan dikemukakan rumusan dari Sukarno,
Supomo, Yamin, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS, UUD
Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), Versi Berbeda, dan Versi populer yang
berkembang di masyarakat. “Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara” (Pasal 1 Ketetapan MPR No
XVIII/MPR/1998 jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 jo Pasal I Aturan Tambahan UUD
1945)..
2
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
3
Setelah melalui beberapa proses persidangan, Pancasila akhirnya dapat disahkan pada
Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Pada siding tersebut, disetujui bahwa Pancasila
dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara Indonesia
yang sah.
4
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kolonialisme Belanda
Sejarah Pancasila tidak bisa dipisahkan dari kisah perjuangan bangsa Indonesia
mengusir kolonialisme dan mendirikan Negara merdeka bernama Republik Indonesia.
5
Sejarah resmi yang diajarkan di SD menyebut Indonesia dijajah 350 tahun atau tiga
setengah Abad lamanya. Tetapi angka ini masih kontroversi. Sebab, Belanda dengan nama
VOC baru muncul pada 1602 (343 tahun). Sementara ada yang mengatakan, VOC itu hanya
kongsi dagang, belum mewakili Belanda. VOC bubar tahun 1799. Artinya, Belanda secara
resmi mengambil-alih Indonesia pada 1800-an. Tetapi, terlepas dari kontroversi itu, Belanda
menjajah Indonesia cukup lama. Salah satu penyebabnya adalah keberhasilan Belanda
menjalankan politik pecah-belah atau devide et impera.
Sejak kemunculan VOC di Indonesia, hingga berganti nama menjadi Hindia-Belanda,
perlawanan bangsa Indonesia tidak pernah terhenti sama sekali. Aceh baru takluk pada 1904,
sedangkan Bali dikuasai Belanda tahun 1906. Memang, perlawanan sejak kedatangan VOC
hingga 1906 itu mengalami kekalahan. Ada beberapa penyebab: pertama, perlawanan itu
dilakukan terpecah-pecah, sendiri-sendiri, di masing-masing daerah; dan kedua, semangat
perlawanan itu masih didorong sentimen yang bersifat primordial, seperti semangat
mempertahankan daerah, tradisi dan agama.
Baru setelah memasuki abad ke-20 muncul semangat perlawanan baru, yaitu
kebangsaan Indonesia atau nasionalisme Indonesia. Alat perlawanannya pun sudah sangat
modern, yaitu organisasi. Dimulai dari gagasan-gagasan Kartini, Tirto Adhisuryo (pendiri
Sarekat Priayi tahun 1906 dan Sarekat Dagang Islamiyah/SDI tahun 1909), hingga pendirian
Boedi Oetomo.
Sejak saat itu mulai muncul kesadaran baru tentang bangsa (Nation), bahwa manusia
yang mendiami kepulauan Nusantara punya kesamaan nasib, kesamaan kehendak untuk
bersatu, dan punya kesamaan cita-cita (menjadi bangsa Merdeka yang adil dan makmur).
Para penjajah Eropa menyebut daerah jajahannya di Asia tenggara dengan sebutan Hindia
timur. Masing-masing wilayah di Hindia Timur ini disesuaikan dengan nama penjajahnya.
Hindia-Belanda untuk wilayah yang dikuasai oleh Belanda. Ada juga Hindia-Spanyol (Indias
Orientales Españolas), dan Hindia-British (jajahan Inggris).
6
B. Soekarno dan Pembuangan ke Ende
Pada 4 Juli 1927, Soekarno bersama mahasiswa lain yang tergabung dalam Studie
Club mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Setahun kemudian berganti nama
menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Soekarno dan PNI berjasa besar dalam
mempopulerkan nama Indonesia. Sejak awal PNI mengambil program politik cukup radikal:
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Strategi perjuangannya pun radikal, yakni non-
kooperasi alias menolak bekerjasama dengan Belanda. PNI juga menggunakan massa actie
(massa aksi) sebagai senjata perjuangannya.
Jauh sebelum mendirikan PNI, Soekarno sudah gandrung bicara persatuan. Tidak ada
kemerdekaan tanpa persatuan nasional, kata dia. Tahun 1926, dia menulis risalah berjudul
“Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme”, yang menganjurkan persatuan di kalangan
pergerakan untuk mengusir Belanda. Desember 1929, karena politiknya yang radikal,
Sukarno ditangkap Belanda. Dia kemudian dijebloskan ke penjara Bantjeuj di Bandung, Jawa
Barat. Di dalam ruang penjara yang sempit, gelap, pesing dan pengap itu Soekarno menulis
pledoi yang terkenal, Indonesia Menggugat.
Soekarno keluar penjara tahun 1931 dan langsung kembali ke dunia pergerakan. Tak
lama kemudian, tepatnya 1933, dia menulis artikel yang keras, Mencapai Indonesia Merdeka,
yang mengantarkannya pada penjara dan pembuangan. Tahun 1933, Sukarno kembali
ditangkap, tetapi kali ini mengalami pembuangan. Dia dibuang ke Ende, Flores,
Nusatenggara timur. Istrinya, Inggit Garnasih, mertuanya (Ibu Amsi), dan anak angkatnya
bernama Ratna Djuami, ikut Soekarno ke pembuangan di Ende.
Di Ende, sifat pergerakan Soekarno tidak hilang. Selain mengorganisir kelompok
sandiwara bernama “Kalimutu”. Selama 4 tahun pembuangan di Ende, selama empat tahun
(14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938), dia membuat 12 naskah sandiwara. Di ende pula,
di bawah naungan sebuah pohong sukun, Soekarno menemukan ilham tentang lima dasar
Indonesia merdeka kelak, atau Pancasila. Soekarno menyebutnya 5 butir mutiara. “Di pulau
Bunga yang sepi tidak berkawan aku telah menghabiskan waktu berjam-jam lamanya
merenungkan di bawah pohon kayu. Ketika itu datang ilham yang diturunkan oleh Tuhan
mengenai lima dasar falsafah hidup yang sekarang dikenal dengan Pancasila. Aku tidak
mengatakan, bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali
tradisi kami jauh sampai ke dasarnya dan keluarlah aku dengan lima butir mutiara yang indah,”
kata Sukarno dalam buku otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
7
C. Sidang BPUPKI
Di awal 1945, tanda-tanda melemahnya kekuasaan fasisme Jepang mulai terlihat. Untuk
itu, pemerintah pendudukan Jepang mulai menjanjikan Kemerdekaan kepada Indonesia.
Tanggal tangga 29 April 1945, dibentuklah badan bernama Dokuritsu Junbi Cosakai alias
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan yang
beranggotakan 59 orang ini didominasi oleh tokoh-tokoh pergerakan, termasuk Sukarno dan
Hatta. Tugas BPUPKI adalah merancang pembentukan negara Indonesia.
BPUPKI memulai sidang pertamanya tanggal 29 Mei 1945. Sidang pertama ini
berlangsung hingga tanggal 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini, berbagai tokoh berpidato
tentang negara Indonesia, seperti Mohammad Yamin, Soepomo, dan Hatta. Namun, dari semua
tokoh yang berpidato, tak satupun yang menyinggung dan menjawab pertanyaan Ketua
BPUPKI, dr. Radjiman Wediodiningrat: "Jika Indonesia merdeka, di atas dasar apa negara ini
akan kita dirikan?"
Baru pada saat giliran Soekarno, yang berpidato pada tanggal 1 Juni 1945, pertanyaan
itu terjawab. Soekarno berpidato tentang arti penting Philosofische grondslag (filosofi dasar)
dan Weltanschauung (pandangan hidup) bagi sebuah negara yang merdeka. Sukarno juga
menguraikan lima nilai dasar filosofis tersebut, yakni kebangsaan, kemanusiaan, demokrasi
atau mufakat, keadilan sosial dan percaya pada Tuhan Yang Maha Esa. Sukarno kemudian
menamai lima nilai filosofi dasar itu dengan nama Pantja-Sila atau Pancasila.
Pidato Soekarno mendapat tepuk-tangan bergemuruh dari peserta sidang. Usulannya
disetujui. Untuk mematangkan rumusan Sukarno itu, dibentuklah Panitia Sembilan yang
diketuai oleh Soekarno sendiri. Panitia Sembilan inilah yang mengubah sedikit urutan
rumusan Soekarno: Ketuhanan pindah ke sila pertama, dan ditambahi kata-kata “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Rumusan ini disebut Piagam
Djakarta. Karena itu, Soekarno boleh dikatakan sebagai penemu dari Pancasila. Tetapi dia
sendiri menolak istilah “penemu” itu. Menurutnya, lima nilai dasar itu sudah ada dan hidup di
bumi Indonesia jauh sebelum kolonialisme datang. Hanya sempat terkubur oleh kolonialisme.
Soekarno hanya menggalinya kembali. Maka ada istilah: Sukarno penggali Pancasila.
8
Pancasila ditetapkan sebagai Dasar Negara pada tanggal 18 Agustus 1945, dengan
mengubah bunyi sila pertama Piagam Djakarta, menjadi: Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Tahun 1947, Departemen Penerangan Republik Indonesia (RI)
mempublikasikan pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 dengan nama Lahirnya Pancasila.
Kata pengantar buku tersebut ditulis oleh Ketua BPUPKI, Radjiman Wedyodiningrat,
menyebut bahwa pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 sebagai hari Lahirnya Pancasila.
Sedangkan peringatan 1 Juni sebagai Hari Lahirnya Pancasila baru dimulai secara resmi ditahun
1964.
9
Butir-Butir Pengamalan Pancasila Sila ke-2 “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab"
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia,
tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,
kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
10
Butir-Butir Pengamalan Pancasila Sila ke-4 “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan”
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
6. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi
dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai
kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan
bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.
11
Butir-Butir Pengamalan Pancasila Sila ke-5 “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia” .
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotong-royongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap
orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya
hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
9. Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
12
B. Dasar Kegiatan Penyelenggaraan Negara
Negara Indonesia didirikan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional bangsa
yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Para
penyelenggara negara dituntut untuk memimpin pencapaian tujuan itu. Agar penyelenggaran
negara benar-benar dapat mewujudkan tujuan nasional, penyelenggara negara harus
mendasarkan semua kegiatan pemerintahan negara kepada Pancasila. Setiap kegiatan
penyelenggara negara harus didasarkan dan mempertimbangkan Pancasila sebagai acuan
dasar dalam penyelenggaraan negara.
13
• Nilai sila pertama yang terkandung dalam Pancasila bersifat luhur, berfungsi sebagai
ungkapan dan jawaban dalam kehidupan keagamaan, kemanusiaan, keadilan dan
kenegaraan. Hubungan magis religius dengan nilai ketuhanan bahwa pada
masyarakat adat segala sesuatu dalam jagat raya ada yang menguasai dari
segala yang ada, yang kuasa dari segala yang kuasa yaitu Tuhan, oleh karena itu pola
pikir dan pola tindak harus didasarkan pada kehendak Tuhan. Penerapan nilai
Pancasila sila pertama dapat dilakukan dengan cara mengembangkan sikap
hormat menghormati, membina kerukunan hidup antar umat beragama, tidak
memaksakan suatu agama atau kepercayaan terhadap Tuhan ke orang lain. Melalui
nilai-nilai sila pertama inilah pendekatan nilai-nilai kehidupan diaktualisasikan.
• Nilai sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Notonagoro menyebutkan bahwa
hakikat manusia adalah mono pluralis. Manusia terdiri dari unsur- unsur: Jiwa-nya,
makhluk individu-musyawarah, pribadi berdiri sendiri- makhluk Tuhan, dalam
perwujudannya berupa nilai-nilai hidup, kenyataan termasuk kebenaran, keindahan, dan
kebaikan. Dari sini dapat dirumuskan bahwa nilai-nilai sila kedua ini adalah nilai hormat
kepada orang lain, walau beda keyakinannya. Penerapan nilai Pancasila sila kedua dapat
dilakukan dengan cara menerapkan rasa toleransi antar sesama, saling menghormati dan
menghargai, dan selalu bersikap adil kepada semua orang. Dimensi kemanusiaan
yang mencakup dalam sila kedua ini secara ringkas dapat disebutkan bahwa
sikap saling menghormati terhadap keyakinan sesama, hormat kepada
martabat manusia, adanya komitmen moral terhadap eksistensi bangsa ini, serta
terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
• Nilai sila Persatuan Indonesia mengandung hubungan hidup bersama yang secara
alamiah manusia sebagai bawaan individu mempunyai persamaan dan perbedaan
dengan manusia lainnya. Sila persatuan dapat diterapkan dengan cara menghidupkan
perbedaan-perbedaan yang mengandung daya tarik ke arah kerja sama dan saling
bantu membantu sehingga terbangun kerukunan hidup gotong royong. Bangsa
Indonesia yang mempunyai sikap gotong royong, suka bekerja sama
menggambarkan betapa sila persatuan memberi ruang yang leluasa untuk
mempertahankan nilai kebangsaan Indonesia. Perilaku bekerja sama yang bersifat
gotong royong ini telah lama dilakoni oleh orang-orang pedesaan.
14
• Nilai-nilai sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Kerakyatan Indonesia adalah demokrasi yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dan mufakat. Kerakyatan timbul karena adanya kesadaran
bahwa manusia mempunyai harkat dan martabat yang sama, terutama
sebagai Makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Dalam sila keempat, dapat kita
terapkan di lingkungan masyarakat dengan cara saling memuliakan dan menghargai
manusia, tidak saling menghina apalagi membinasakan, jujur pada saat pemilu.
• Nilai-nilai sila kelima yaitu tentang Keadilan. Secara singkat, sila ini
mengandung makna adanya suatu tata masyarakat yang adil dan makmur, sejahtera
lahiriah batiniah. Setiap manusia wajib bertindak, bersikap secara adil, karena
keadilan sosial dapat tercapai apabila tiap individu bertindak dan mengembangkan sikap
adil terhadap sesama. Akulturasi nilai keadilan ini mendasari diri pada nilai- nilai
keadilan yaitu: keadilan yang berlaku bagi sesama warga masyarakat yaitu antara
pribadi dengan pribadi yang sama martabatnya, atas dasar prestasi masing-masing.
Penerapan nilai sila kelima ini dapat dilakukan dengan cara mengedepankan
sikap adil terhadap masyarakat keseluruhan, serta taat kepada masyarakat atau
negara sesuai dengan hukum untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.
15
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pancasila merupakan dasar Negara, dan juga menjadi falsafah hidup bangsa Indonesia sejak
dahulu. Pancasila juga diperuntukkan kepada Negara, masyarakat, dan pribadi bangsa
Indonesia. Sila-sila pancasila itu tidak terlepas satu sama lain melainkan satu kesatuan yang
bulat, baik dalam fungsi dan kedudukannya sebagai dasar Negara maupun sebagai falsafah
hidup bangsa. Pengertian dari kata “kesatuan bulat” dari pancasila ini ialah berarti bahwa sila
yang satu meliputi dan menjiwai sila-sila yang lain. Sila-sila pancasila itu tidak statis, akan
tetapi dinamis, dengan gerakan-gerakannya yang positif dan serasi, karena ketatanegaraan akan
selalu berkaitan dengan tata negara. Karena tata begara merupakan pengatur kehidupan
bernegara yang menyangkut sifat, bentuk, tugas negara, dan pemerintahannya. Karena
banyak peristiwa-peristiwa penting yang terjadi yaitu seperti krisis-krisis yang menimpa
bangsa-bangsa dan negara, sebagai reaksi terhadap gejolak kehidupan bangsa tampak menonjol
satu atau beberapa sila saja. Dari kalimat diatas telah diketahui bahwa pancasila sangat berperan
untuk keutuhan negara. Dengan kelima sila tersebut kehidupan masyarakat akan lebih terarah.
4.2 Saran
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam
makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan,
kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini.
Penulis banyak berharap kepada para pembaca memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
16
DAFTAR PUSTAKA
Gesmi, Irwan dan Yun Hendri. 2018. Pendidikan Pancasila. Ponorogo: Uwais Inspirasi
Indonesia
17