Anda di halaman 1dari 48

PERBANDINGAN KADAR PEROKSIDA PADA

MINYAK GORENG BEKAS, CURAH, DAN


BERMEREK

Karya Tulis

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir


Tahun Pelajaran 2014 – 2015

Oleh
Nama : Nisita Widyastari
Kelas : XII IPA 3
No. Induk : 12.2281

YAYASAN PEMBINA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA


SEKOLAH MENENGAH ATAS LABSCHOOL KEBAYORAN
JAKARTA SELATAN
2015
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Nisita Widyastari

Kelas : XII IPA 3

No. Induk : 12.2281

Judul : Perbandingan Kadar Peroksida pada Minyak Goreng Bekas,

Curah, dan Bermerek

Karya tulis ini telah dibaca dan disetujui oleh:

Pembimbing Teknik, Pembimbing Materi,

Drs. U. Subhan Ajmain, S.Pd.

Mengetahui,

Kepala SMA Labschool Kebayoran

Dra. Ulya Latifah, M.M.


i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-

Nya lah penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini yang berjudul Perbandingan

Kadar Peroksida Pada Minyak Goreng Bekas, Curah, dan Bermerek. Penulisan

karya tulis ini bertujuan untuk memenuhi syarat kelulusan kelas XII SMA

Labschool Kebayoran yaitu ujian praktik Bahasa Indonesia.

Dalam pembuatan karya tulis ini, penulis telah dibantu dan mendapat

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Orangtua dan keluarga yang selalu mendukung dan memberikan

motivasi kepada penulis.

2. Dra. Ulya Latifah, M.M. selaku kepala sekolah di SMA Labschool

Kebayoran.

3. Suhartanto, S.Pd. selaku wali kelas XII IPA 3.

4. Ajmain, S.Pd. selaku pembimbing materi kimia.

5. Drs. U. Subhan selaku pembimbing teknik penulisan karya tulis.

6. Teman-teman penulis yang telah ikut membantu dan memberikan

motivasi kepada penulis dalam pembuatan karya tulis.

Tentunya, tanpa pihak-pihak yang telah penulis sebutkan di atas, penulis

tidak mungkin dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik.

ii
Penulis juga menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam

diri penulis dan dalam karya tulis ini. Oleh karena itu, penulis ingin memohon

maaf sebesar-besarnya bila terdapat kesalahan dalam pemilihan kata maupun

teknik penulisan.

Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan

dalam karya tulis ini. Penulis juga mengharapkan agar karya tulis ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, Oktober 2014

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR......................................................................... vi

DAFTAR TABEL ............................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Perumusan Masalah.......................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................. 3

1.4 Kegunaan Penelitian......................................................................... 3

BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 5

2.1 Minyak Goreng ................................................................................. 5

2.1.1 Pengertian Minyak Goreng .................................................... 5

2.1.2 Jenis-Jenis Minyak Goreng.................................................... 5

2.1.2.1 Jenis-Jenis Minyak Goreng Uji................................... 8

2.1.3 Sifat Fisik dan Kimia Minyak Goreng ................................14

2.1.4 Penggunaan dan Mutu Minyak Goreng ..............................17

iv
2.1.5 Komposisi Minyak Goreng .................................................19

2.2 Peroksida.........................................................................................19

2.2.1 Rumus Kimia Peroksida ......................................................20

2.2.2 Perilaku Peroksida Terhadap Minyak Goreng .....................21

2.3 Titrasi .............................................................................................23

2.3.1 Titrasi Iodometri ..................................................................24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................27

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian.........................................................27

3.2 Metode Penelitian ...........................................................................27

3.3 Objek Penelitian..............................................................................27

3.4 Teknik Analisis Data ......................................................................27

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................28

4.1 Deskripsi Data ................................................................................28

4.1.1 Alat dan Bahan......................................................................28

4.1.2 Proses Penelitian ...................................................................29

4.1.3 Data Pengamatan .................................................................30

4.1.4 Perhitungan ..........................................................................32

4.4 Analisis Data ..................................................................................35

BAB V PENUTUP .........................................................................................38

5.1 Kesimpulan.....................................................................................38

5.2 Saran ...............................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................40


v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Minyak goreng.......................................................................................5

Gambar 2: Minyak curah ........................................................................................ 6

Gambar 3: Minyak goreng Tropicana 2x penyaringan ........................................... 9

Gambar 4: Minyak goreng Sania .........................................................................10

Gambar 5: Minyak goreng Bimoli Special ..........................................................12

Gambar 6: Minyak jelantah..................................................................................13

Gambar 7: Standar mutu minyak goreng .............................................................18

Gambar 8: Rumus bangun peroksida ....................................................................21

Gambar 9: Alat Titrasi ..........................................................................................23

Gambar 10: Reaksi peroksida melalui titrasi iodometri .......................................26

Gambar 11: Percobaan pada minyak jelantah .......................................................30

Gambar 12: Percobaan pada minyak curah dan baru............................................31

Gambar 13: Percobaan pada minyak curah dan baru............................................31

Gambar 14: Percobaan pada minyak curah dan baru ...........................................31

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1: Kemasan pemasaran minyak goreng Tropical.............................................10

Tabel 2: Hasil selisih volume titrasi...........................................................................29

Tabel 3: Hasil perhitungan bilangan peroksida..........................................................31

Tabel 4: Perbandingan bilangan peroksida pada minyak blanko dan tiap

minyak sampel ............................................................................................................ 31

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Salah

satunya yaitu, minyak. Minyak digunakan dalam berbagai hal. Perannya yang

penting bagi kehidupan sehari-hari menjadikannya kaya akan fungsi. Minyak

dapat digunakan sebagai bahan bakar otomotif, bahan bakar memasak, dan

lain-lain.

Semua orang rata-rata menggunakan minyak ketika menggoreng, terutama

memasak gorengan. Seringkali orang-orang memakai ulang minyak goreng

tersebut setiap harinya dikarenakan faktor ekonomi demi menghemat uang.

Namun karena alasan tersebut, pengulangan yang dilakukan bisa melebihi

batas yaitu dua kali pemakaian. Padahal hal tersebut tidaklah baik untuk

kesehatan konsumennya.

Hal tersebut disebabkan oleh kadar peroksida dalam minyak yang terus

menerus bertambah dalam reaksi oksidasi (dipanaskan) ketika

berlangsungnya proses penggorengan makanan. Kadar peroksida yang terlalu

tinggi dapat menjadi racun dalam makanan yang dimasak dan dapat

berdampak buruk bagi kesehatan tubuh. Minyak goreng yang memiliki kadar

peroksida tinggi ditandai dengan warnanya yang kehitaman dan berbau

tengik. Namun apakah berarti minyak goreng baru (curah dan bermerek) tidak
1
memiliki kadar peroksida dalam minyak masing-masing karena belum

mengalami proses penggorengan / teroksidasi? Tentu tidak. Minyak sudah

mengandung kadar peroksida dari sejak proses produksinya namun dengan

kadar normal yang masih rendah sehingga masih layak untuk digunakan dan

tidak membahayakan konsumennya.

Hipotesis yang diajukan penulis adalah sebagai berikut. Minyak jelantah

memiliki kadar peroksida lebih tinggi dibandingkan dengan minyak goreng

baru (curah dan bermerek). Oleh sebab itu, minyak goreng baru dengan kadar

peroksida paling rendah lah yang paling baik dan aman untuk dikonsumsi.

Uraian diatas mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang

berjudul “Perbandingan Kadar Peroksida pada Minyak Goreng Bekas, Curah,

dan Bermerek”.

1.2 Perumusan Masalah

Pembuatan karya tulis ini tentunya didasari oleh masalah-masalah yang

diantaranya adalah :

1) Bagaimana perbandingan kadar peroksida pada minyak jelantah, curah,

Tropicana 2x Penyaringan, Sania, dan Bimoli Special ?

2) Minyak goreng apakah yang menjadi kualitas terbaik untuk dimasak,

diketahui dari kadar peroksidanya yang paling sedikit ?

2
1.3 Tujuan Penelitian

Penulisan karya tulis ini memiliki tujuan yang terdiri dari tujuan umum

dan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan karya tulis ini adalah demi

menyelesaikan tugas akhir Bahasa Indonesia dalam ujian praktik sekolah

tahun 2015-2016.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan karya tulis ini adalah :

1) Mengetahui serta memahami definisi daripada peroksida dan

perilakunya terhadap minyak goreng.

2) Mengetahui dampak negatif dari pemakaian ulang minyak goreng

secara berkala terhadap makanan hasil penggorengan.

3) Mengetahui minyak goreng manakah yang memiliki kualitas terbaik

lewat minimnya kadar peroksida yang terkandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki kegunaan baik bagi penulis maupun pembaca,

khususnya warga SMA Labschool Kebayoran.

1) Penulis, menambah wawasan mengenai topik yang diteliti.

3
2) Pembaca :

 Menyadari dampak buruk dari pemakaian minyak secara berulang

bagi kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya bagi ibu

rumah tangga dan konsumen.

 Memperhatikan kadar peroksida dalam minyak dalam proses

peracikan dan produksinya. Khusunya bagi produsen minyak

goreng.

4
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Minyak Goreng

2.1.1 Pengertian Minyak Goreng

Minyak goreng adalah minyak

yang berasal dari lemak tumbuhan atau

hewan yang dimurnikan dan berbentuk

cair dalam suhu kamar dan biasanya

digunakan untuk menggoreng makanan. Gambar 1: Minyak goreng

Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih,

dan penambah nilai kalori bahan pangan.

(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_goreng)

2.1.2 Jenis-Jenis Minyak Goreng

Secara garis besar produk minyak goreng dapat dibedakan menjadi

dua golongan, yaitu minyak goreng curah dan minyak goreng

kemasan/bermerek. Minyak goreng kemasan biasanya mempunyai mutu

yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak goreng curah. Minyak

goreng kemasan ini biasanya menggunakan teknologi proses yang lebih

tinggi dibandingkan minyak goreng curah. Kelebihan proses produksi

5
tersebut misalnya dilakukan dua kali penyaringan, dilakukan proses

deodorisasi dan pemucatan, sehingga dihasilkan minyak goreng yang lebih

jernih dan tidak berbau.

Perbedaan teknik proses antara

minyak goreng kemasan dan minyak

goreng curah dilakukan karena adanya

tuntutan pasar, dimana segmen pasar

untuk minyak kemasan ini biasanya Gambar 2: Minyak curah

untuk masyarakat ekonomi menengah ke atas. Adanya perbedaan pada

teknik proses yang digunakan maka akan berimplikasi terhadap harga

minyak goreng kemasan. Minyak goreng ini dijual dengan harga yang

lebih tinggi diakibatkan mutu minyak dan biaya bahan kemasannya,

sehingga secara total minyak goreng kemasan harganya dapat mencapai

dua kali lipat dibandingkan dengan harga minyak goreng curah dengan

berat/volume yang sama.

Menurut Ketaren (2005) minyak goreng dapat diklasifikasikan ke

dalam beberapa golongan yaitu :

Berdasarkan sifat fisiknya, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Minyak tidak mengering (non drying oil)

a. Tipe minyak zaitun, yaitu minyak zaitun, minyak buah persik,

inti peach dan minyak kacang.

b. Tipe minyak rape, yaitu minyak biji rape, dan minyak biji

mustard.
6
c. Tipe minyak hewani, yaitu minyak babi, minyak ikan paus,

salmon, sarden, menhaden jap, herring, shark, dog fish, ikan

lumba-lumba, dan minyak purpoise.

2. Minyak nabati setengah mengering (semi drying oil), misalnya

minyak biji kapas, minyak biji bunga matahari, kapok, gandum,

kroton, jagung, dan urgen.

3. Minyak nabati mengering (drying oil), misalnya minyak kacang

kedelai, biji karet, safflower, argemone, hemp, walnut, poppy

seed, biji karet, perilla, tung, linseed dan candle nut.

Berdasarkan sumbernya dari tanaman, diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Biji-bijian palawija, yaitu minyak jagung, biji kapas, kacang, biji

rape, wijen, kedelai, dan bunga matahari.

2. Kulit buah tanaman tahunan, yaitu minyak zaitun dan kelapa

sawit.

3. Biji-bijian dari tanaman tahunan, yaitu kelapa, cokelat, inti sawit,

cohume.

Berdasarkan ada atau tidaknya ikatan ganda dalam struktur molekulnya,

yakni :

1. Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids)

Asam lemak jenuh antara lain terdapat pada air susu ibu

(asam laurat) dan minyak kelapa. Sifatnya stabil dan tidak mudah

bereaksi/berubah menjadi asam lemak jenis lain.

7
2. Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated

fatty acids/MUFA) maupun majemuk (poly-unsaturated fatty

acids).

Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan atom karbon

rangkap yang mudah terurai dan bereaksi dengan senyawa lain,

sampai mendapatkan komposisi yang stabil berupa asam lemak

jenuh. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap itu (poly-

unsaturated), semakin mudah bereaksi/berubah minyak tersebut.

3. Minyak dengan asam lemak trans (trans fatty acid)

Asam lemak trans banyak terdapat pada lemak hewan,

margarin, mentega, minyak terhidrogenasi, dan terbentuk dari

proses penggorengan. Lemak trans meningkatkan kadar kolesterol

jahat, menurunkan kadar kolesterol baik, dan menyebabkan bayi-

bayi lahir prematur.

(sumber:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20973/4/Chapter%20II.pdf)

2.1.2.1 Jenis-jenis Minyak Goreng Uji

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

jenis minyak goreng terbagi menjadi 2 yaitu, minyak

goreng kemasan/bermerek dan minyak goreng curah.

Dalam percobaan demi menunjangnya pembuatan karya

tulis ini, penulis menggunakan 2 jenis minyak di atas

8
sebagai sampel beserta minyak jelantah sebagai blanko.

Dari sekian banyak merek minyak goreng kemasan di

Indonesia, penulis memutuskan untuk memakai:

1. Minyak Goreng Tropical (Tropicana)

Tropical adalah minyak

goreng yang kualitasnya

disempurnakan dengan

proses dua kali

penyaringan. Mengandung

Gambar 3: Minyak goreng


asam lemak tak jenuh
Tropicana 2x penyaringan
(omega 9) paling tinggi,

terbukti bila didinginkan, saat minyak goreng biasa mulai

berkabut, Tropical minyak goreng 2 kali penyaringan tetap

bening. Kandungan asam lemak tak jenuh (omega 9) paling

tinggi yang membantu menurunkan kolesterol darah.

Tropical mengandung vitamin E sebagai antioksidan dan

pro vitamin A.

9
Tabel 1: Kemasan pemasaran minyak goreng Tropical

UKURAN KEMASAN MUATAN (PER 1 x 20'


FCL)
1 L X 12 pouch 1709 karton
2 L X 6 pouch 1580 karton
250 ML X 48 botol 1700 karton
500 ML X 24 botol 1350 karton
1 L X 12 botol 1800 karton
2 L X 6 botol 1435 karton
5 L X 4 jerigen 1056 karton
20 L 1330 jerigen
Curah Flexi Bag 20 MT
5L x 4 botol PET 756 karton
(sumber: http://www.bkpjkt.com/productdetail.php?idcat=1&idprod=2)

2. Minyak Goreng Sania

Minyak goreng Sania

merupakan minyak non-

kolesterol yang diproses

dari buah kelapa sawit

pilihan dengan teknologi


Gambar 4: Minyak Goreng
Sania
modern, sehingga

dihasilkan minyak goreng premium dan mengandung

vitamin E lebih tinggi dibandingkan dengan produk

sejenis. Selain mengandung vitamin E yang tinggi,

Sania adalah minyak goreng yang memiliki kandungan

omega 6 dan omega 9 yang tinggi karena diproses

dengan dua kali penyaringan sehingga menghasilkan

asam lemak tak jenuh yang tinggi. Selain itu, Sania


10
tidak menggunakan bahan pengawet tambahan sintetik

(kimia), seperti BHA/BHT atau karena diproduksi dari

tandan buah sawit yang benar-benar segar dan

berkualitas. Dengan fasilitas produksi modern dan

tenaga ahli berpengalaman dapat dihasilkan produk

Sania dengan warna seperti yang diharapkan oleh

konsumen. Proses penerimaan bahan baku CPO dan

proses rafinasi dilakukan dengan kontrol yang tepat dan

ketat, sehingga produk Sania berwarna kuning

keemasan yang berkilau. Produk minyak goreng kelapa

sawit yang diproses dengan dua kali penyaringan dan

saat ini beredar di pasaran adalah Sania. Hal ini

didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh

laboratorium independen yang membuktikan bahwa

minyak goreng Sania memiliki kandungan asam lemak

tak jenuh yang lebih tinggi dibanding minyak goreng

lain. Dengan proses dua kali penyaringan maka minyak

goreng Sania tidak mudah keruh dan tetap jernih pada

suhu penyimpanan rendah.

(sumber: http://saniaroyale.com/product/detail/2)

11
3. Minyak Goreng Bimoli Special

Terbuat dari biji kelapa sawit

pilihan yang proses

produksinya disempurnakan

dengan tahap Pemurnian

Gambar 5: Minyak Goreng Multi Proses (PMP).


Bimoli Special
Melalui enam tahap

pemrosesan, PMP dapat mempertahankan secara

optimum zat-zat yang bermanfaat bagi kesehatan,

terutama omega 9. Berperan dapat menurunkan

kolesterol LDL dan menaikkan kolesterol HDL.

Diproses secara higenis dan bebas kolesterol, di bawah

pengawasan ketat sesuai standar internasional. Bimoli

dibuat dari 100% minyak sawit sehingga menghasilkan

kualitas tinggi dan merupakan sumber beta-karoten (pro

vitamin A) tinggi serta vitamin E. Cocok untuk

memasak, menggoreng, dan menumis. Dengan

menggunakan proses golden refinery, menyebabkan

warna kilau keemasan khas pada minyak goreng

Bimoli.

(sumber: http://www.bimoli.com/tentang-bimoli/produk-kami)

12
4. Minyak Jelantah

Minyak goreng berulang

kali atau yang lebih

dikenal dengan minyak

Gambar 6: Minyak jelantah jelantah adalah minyak

yang dihasilkan dari sisa penggorengan, baik dari

minyak kelapa maupun sawit yang dapat menyebabkan

minyak berasap/berbusa pada saat penggorengan dan

juga meninggalkan warna cokelat serta rasa yang tidak

disukai dari makanan yang digoreng.

(sumber: Hambali, Erliza., dkk. 2007.Teknologi Bioenergi. Jakarta.

Agromedia Pustaka)

Definisi lainnya yaitu, minyak limbah yang bisa

berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya

minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan

sebagainya, minyak ini merupakan minyak bekas

pemakaian kebutuhan rumah tangga yang pada

umumnya, dapat digunakan kembali untuk keperluan

kuliner, akan tetapi bila ditinjau dari komposisi

kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-

senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi

selama proses penggorengan. Bila dilihat dari segi


13
bahaya penggunaanya, menurut penelitian yang

dilakukan oleh Artika tahun 2009, menyebutkan bahwa

minyak goreng berulang kali supaya tidak digunakan

lebih dari dua kali. Hal ini berkaitan dengan

peningkatan kandungan asam lemak trans yang mulai

mengalami peningkatan pada saat penggunaan yang

kedua.

(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_jelantah)

2.1.3 Sifat-Sifat Minyak Goreng

Minyak goreng tentunya memiliki sifat-sifat. Menurut Ketaren

(2005) sifat-sifat minyak goreng tersebut dibagi menjadi sifat fisik dan

sifat kimia, yakni:

1. Sifat Fisik

a. Warna

Terdiri dari dua golongan, golongan pertama yaitu zat

warna alamiah, yaitu secara alamiah terdapat dalam bahan

yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama

minyak pada proses ekstrasi. Zat warna tersebut antara lain

α dan β karoten (berwarna kuning), xantofil (berwarna

kuning kecoklatan), klorofil (berwarna kehijauan) dan

antosianin (berwarna kemerahan). Golongan kedua yaitu

zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu


14
warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap

tokoferol (vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan

untuk membuat minyak yang telah busuk atau rusak, warna

kuning umumnya terjadi pada minyak tidak jenuh.

b. Odor dan flavor

Terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi

karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat

pendek.

c. Kelarutan

Minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor

oil), dan minyak sedikit larut dalam alkohol, hetil eter,

karbon disulfida dan pelarut-pelarut halogen.

d. Titik cair dan polymorphism

Minyak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai

temperatur tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana

terdapat lebih dari satu bentuk kristal.

e. Titik didih (boiling point)

Titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah

panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.

f. Titik lunak (softening point)

Dimaksudkan untuk identifikasi minyak tersebut.

15
g. Sliping point

Digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh

kehadiran komponen-komponennya.

h. Shot melting point

Yaitu temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari

minyak atau lemak.

i. Bobot jenis

Biasanya ditentukan pada temperatur 250C , dan juga perlu

dilakukan pengukuran pada temperatur 400C.

j. Titik asap

Titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak

dipanaskan. Merupakan kriteria mutu yang penting dalam

hubungannya dengan minyak yang akan digunakan untuk

menggoreng.

k. Titik kekeruhan (turbidity point)

Ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak

dengan pelarut lemak.

2. Sifat Kimia

a. Hidrolisa

Dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam

lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat

menyebabkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena

terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut.


16
b. Oksidasi

Proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara

sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi

oksidasi akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan

lemak.

c. Hidrogenasi

Proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan

rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.

d. Esterifikasi

Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam

lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Dengan

menggunakan prinsip reaksi ini hidrokarbon rantai pendek

dalam asam lemak yang menyebabkan bau tidak enak,

dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat tidak

menguap.

2.1.4 Penggunaan dan Mutu Minyak Goreng

Setiap minyak goreng tidak boleh berbau dan sebaiknya beraroma

netral. Berbeda dengan lemak yang padat, dalam bentuk cair minyak

merupakan penghantar panas yang baik. Makanan yang digoreng tidak

hanya menjadi matang, tetapi menjadi cukup tinggi panasnya sehingga

17
menjadi cokelat. Suhu penggorengan yang dianjurkan biasanya berkisar

antara 1770C sampai 2010C.

Secara umum komponen utama minyak yang sangat menentukan

mutu minyak adalah asam lemaknya karena asam lemak menentukan sifat

kimia dan stabilitas minyak. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik

asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang

menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Akrolein terbentuk dari hidrasi

gliserol. Titik asap suatu minyak goreng tergantung pada kadar gliserol

bebasnya. Menurut Winarno yang dikutip dari Jonarson (2004) makin

tinggi kadar gliserol makin rendah titik asapnya, artinya minyak tersebut

makin cepat berasap. Makin tinggi titik asapnya, makin baik mutu minyak

goreng itu.

Berdasarkan Badan Standar Nasional Indonesia, minyak goreng

memiliki standar mutu sebagai berikut :

Gambar 7: Standar mutu minyak goreng

18
2.1.5 Komposisi Minyak Goreng

Semua minyak tersusun atas unit-unit asam lemak. Jumlah asam

lemak alami yang telah diketahui ada dua puluh jenis asam lemak yang

berbeda. Tidak ada satu pun minyak atau lemak tersusun atas satu jenis

asam lemak, jadi selalu dalam bentuk campuran dari banyak asam lemak.

Proporsi campuran perbedaan asam-asam lemak tersebut menyebabkan

lemak dapat berbentuk cair atau padat, bersifat sehat atau membahayakan

kesehatan, tahan simpan, atau mudah tengik.

(sumber: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20973/4/Chapter%20II.pdf)

2.2 Peroksida

Dalam ilmu kimia, peroksida adalah kelompok senyawa yang memiliki

ikatan tunggal oksigen-oksigen. Dalam percakapan umum, peroksida adalah

larutan berair dari hidrogen peroksida (HOOH atau H2O2), senyawa yang

dijual sebagai disinfektan atau pemutih ringan. Biasanya hidrogen peroksida

yang dijual secara komersial adalah larutan encer yang berisi sedikit stabilizer,

dalam botol kaca atau polietilena untuk menurunkan tingkat dekomposisi.

Sebanyak 6% hidrogen peroksida dapat merusak kulit, menimbulkan bisul-

bisul putih yang disebabkan oleh gelembung oksigen.

(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Peroksida)

19
2.1.1 Rumus Kimia Peroksida

Hidrogen peroksida memiliki rumus kimia H2O2 yang ditemukan

oleh Louis Jacques Thenard tahun 1818. Senyawa ini merupakan bahan

kimia anorganik yang memiliki sifat oksidator kuat. Bahan baku

pembuatan hidrogen peroksida adalah gas hidrogen (H2) dan gas oksigen

(O2). Teknologi yang banyak digunakan di dalam industri hidrogen

peroksida adalah auto oksidasi Anthraquinone. H2O2 tidak berwarna,

berbau khas agak keasaman, dan larut dengan baik dalam air. Dalam

kondisi normal (kondisi ambient), hidrogen peroksida sangat stabil dengan

laju dekomposisi kira-kira kurang dari 1% per tahun.

Dalam kimia organik peroksida adalah suatu gugus fungsional dari

sebuah molekul organik yang mengandung ikatan tunggal oksigen-oksigen

(R-O-O-R’). Jika salah satu dari R atau R’ merupakan atom hidrogen,

maka senyawa itu disebut hidroperoksida (R-O-O-H). Radikal bebas HOO

disebut juga radikal hidroperoksida, yang dianggap terlibat dalam reaksi

pembakaran hidrokarbon di udara.

Peroksida organik juga cenderung terurai membentuk radikal RO,

yang berguna sebagai katalis dalam berbagai reaksi polimerasi, seperti

resin polyester yang digunakan dalam glass-reinforced plastic (GRP).

MEKP (metil etil keton peroksida) biasanya digunakan untuk tujuan ini.

Dalam kimia anorganik, ion peroksida adalah anion O22-, yang juga

memiliki ikatan tunggal oksigen-oksigen. Ion ini bersifat amat basa, dan

sering hadir sebagai ketidakmurnian dalam senyawa-senyawa ion.


20
Peroksida murni yang hanya mengandung kation dan anion peroksida,

biasanya dibentuk melalui pembakaran logam alkali atau logam alkali

tanah di udara atau oksigen. Salah satu contohnya adalah natrium

peroksida Na2O2.

Ion peroksida mengandung dua elektron lebih banyak daripada molekul

oksigen. Menurut teori orbital molekul, kedua elektron ini memenuhi dua

orbital. Hal ini mengakibatkan lemahnya kekuatan ikatan O-O dalam ion

peroksida dan peningkatan panjang ikatannya : Li2O2 memiliki panjang

ikatan 130 pm dan BaO2 147 pm. Selain itu, hal ini juga menyebabkan ion

peroksida bersifat diamagnetik.

Gambar 8: Rumus bangun peroksida

(sumber: http://www.forumsains.com/artikel/30/?print)

2.2.1 Perilaku Peroksida Terhadap Minyak Goreng

Menurut Tarigan, dkk (2007) angka peroksida yang meningkat

dapat menurunkan mutu minyak goreng, sehingga kualitas makanan yang

21
digoreng menggunakan minyak tersebut juga rendah bahkan dapat

membahayakan kesehatan.

Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi. Pada tahap ini

hidrogen diambil dari senyawa oleofin menghasikan radikal bebas.

Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses pengambilan

hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen

membentuk radikal peroksida, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari

molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang

baru.

Angka peroksida menunjukkan ketengikan minyak goreng akibat

proses oksidasi serta hidrolisis. Kerusakan lemak atau minyak akibat

pemanasan pada suhu tinggi (200-250 °C) akan mengakibatkan keracunan

dalam tubuh dan berbagai macam penyakit misalnya diarhea,

pengendapan lemak dalam pembuluh darah (artero sklerosis), menurunkan

nilai cerna lemak. Gugus peroksida dalam dosis yang besar dan dapat

merangsang kanker kolon.

Selain itu, peroksida dapat menyebabkan destruksi beberapa

macam vitamin dalam bahan pangan berlemak (misalnya vitamin A, C, D,

E, K dan sejumlah kecil vitamin B). Bergabungnya peroksida dalam

sistem peredaran darah, mengakibatkan kebutuhan vitamin E meningkat

lebih besar. Padahal vitamin E dibutuhkan untuk menangkal radikal bebas

yang ada dalam tubuh.

22
Pada kasus yang seringkali terjadi adalah penggunaan minyak

goreng dalam rumah tangga sebagai media penghantar panas yang

seringkali terputus, artinya minyak yang sudah terpakai didinginkan dan

kemudian digunakan lagi untuk menggoreng bahan makanan lainnya.

Penggorengan terputus ini mengakibatkan kerusakan minyak semakin

cepat karena terjadi penambahan hidroperoksida selama pendinginan yang

diikuti dengan dekomposisi jika minyak dipanaskan lagi.

(sumber: ojs.unud.ac.id/index.php/ach/article/download/8735/6478)

2.3 Titrasi

Titrasi merupakan metode analisis

kimia secara kuantitatif yang biasa

digunakan dalam laboratorium untuk

menentukan konsentrasi dari reaktan.

Karena pengukuran volum memainkan

peranan penting dalam titrasi, maka teknik

ini juga dikenali dengan analisis volumetrik.

Analisis titrimetri merupakan satu dari

bagian utama dari kimia analitik dan

perhitungannya berdasarkan hubungan


Gambar 9: Alat titrasi

stoikiometri dari reaksi-reaksi kimia.

23
Analisis cara titrimetri berdasarkan reaksi kimia seperti: aA + tT → hasil,

dengan keterangan: (a) molekul analit A bereaksi dengan (t) molekul pereaksi

T. Pereaksi T, disebut titran, ditambahkan secara sedikit-sedikit, biasanya dari

sebuah buret, dalam bentuk larutan dengan konsentrasi yang diketahui. Larutan

yang disebut belakangan disebut larutan standar dan konsentrasinya ditentukan

dengan suatu proses standardisasi. Penambahan titran dilanjutkan hingga

sejumlah T yang ekivalen dengan A telah ditambahkan. Maka dikatakan bahwa

titik ekivalen titran telah tercapai. Agar mengetahui bila penambahan titran

berhenti, kimiawan dapat menggunakan sebuah zat kimia, yang disebut

indikator, yang bertanggap terhadap adanya titran berlebih dengan perubahan

warna.

Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat terjadi tepat pada titik

ekivalen. Titik titrasi pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir.

Tentunya merupakan suatu harapan, bahwa titik akhir ada sedekat mungkin

dengan titik ekivalen. Memilih indikator untuk membuat kedua titik berimpitan

(atau mengadakan koreksi untuk selisih keduanya) merupakan salah satu aspek

penting dari analisis titrimetri. Istilah titrasi menyangkut proses untuk

mengukur volum titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen.

(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Titrasi)

2.3.1 Titrasi Iodometri

Iodometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif

volumetri secara oksidimetri dan reduksimetri melalui proses titrasi (W


24
Haryadi, 1990). Titrasi oksidimetri adalah titrasi terhadap larutan zat

pereduksi (reduktor) dengan larutan standar zat pengoksidasi (oksidator).

Titrasi reduksimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pengoksidasi

(oksidator) dengan larutan standar zat pereduksi (reduktor). Oksidasi

adalah suatu proses pelepasan satu elektron atau lebih atau bertambahnya

bilangan oksidasi suatu unsur. Reduksi adalah suatu proses penangkapan

satu elektron atau lebih atau berkurangnya bilangan oksidasi dari suatu

unsur. Reaksi oksidasi dan reduksi berlangsung serentak, dalam reaksi ini

oksidator akan direduksi dan reduktor akan dioksidasi sehingga terjadilah

suatu reaksi sempurna.

Titrasi iodometri yang digunakan dalam percobaan ini adalah

secara tidak langsung. Pada titrasi iodometri secara tidak langsung,

natrium tiosulfat digunakan sebagai titran dengan indikator larutan

amilum. Natrium tiosulfat akan bereaksi dengan larutan iodin yang

dihasilkan oleh reaksi antara analit dengan larutan KI berlebih. Sebaiknya

indikator amilum ditambahkan pada saat titrasi mendekati titik ekivalen

karena amilum dapat membentuk kompleks yang stabil dengan iodin.

(sumber: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/regina-tutik-padmaningrum-

dra-msi/c8titrasiiodometrireginatutikuny.pdf)

Menurut Saragih, analisa titrimetrik yang secara tidak langsung

untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II. Zat–zat ini

akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin

25
yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan larutan baku natrium

tiosulfat.

Dalam hal ini iodida sebagai perediksi diubah menjadi iodium.

Iodium yang terbentuk dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Cara

iodometri digunakan untuk untuk menentukan zat pengoksidasi, misalnya

penentuan zat oksidator H2O2. Pada oksidator ini ditambahkan larutan KI

dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi dengan

Na2S2O3.

Reaksi :

Gambar 10: Reaksi peroksida melalui titrasi iodometri

(sumber: http://lathiefmahmudy.blogspot.com)

26
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Selasa, 28 Oktober – Rabu, 29 Oktober 2014

yang bertempat di Laboratorium Kimia SMA Labschool Kebayoran.

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam menyusun karya tulis ini guna

mendapatkan informasi maupun data-data terkait adalah metode eksperimen.

Penulis mendapatkan informasi maupun data dengan cara melakukan

percobaan.

3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian dalam karya tulis ini adalah minyak goreng.

3.4 Teknik Analisa Data

Cara pengolahan data yang dilakukan penulis adalah secara kuantitatif

yaitu, data diolah menggunakan rumus-rumus tertentu dan uji statistik.

Adapun paparan hasil penelitian lebih banyak dijelaskan dalam bentuk angka-

angka.
27
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data

Penulis telah melakukan percobaan untuk mengetahui perbandingan kadar

peroksida dalam minyak goreng bekas, curah dan bermerek. Percobaan ini diuji

menggunakan metode titrasi iodometri.

4.1.1 Alat dan Bahan

1. Alat

 Neraca Analitik  Corong

 Erlenmeyer 100 ml (5

buah)

 Buret & Statif

 Pipet Tetes

 Gelas Kimia 300 ml

 Gelas Ukur 100 ml &

10 ml

 Kompor Listrik

 Kawat Kasa

 Spatula

28
2. Bahan

 Minyak Jelantah (Blanko)

 Minyak Goreng Baru & Curah (Sampel)

a) Minyak Goreng Tropicana 2x Penyaringan

b) Minyak Goreng Sania

c) Minyak Goreng Bimoli Special

 Aquades 100 ml

 Larutan Amilum 3 tetes

o Larutan amilum dibuat dengan menambahkan 1 gr tepung

kanji ke dalam 100 ml aquades, kemudian dipanaskan

hingga mendidih sambil diaduk, kemudian didinginkan

terlebih dahulu sebelum digunakan. Larutan amilum dibuat

beberapa saat sebelum dilakukan titrasi untuk mencegah

rusaknya amilum.

 Natrium Thiosulfat (Na2S2O3.5H2O) 0,1 N

 Kristal Kalium Iodida (KI) 2 gr

 Pelarut 30 ml

o Terdiri dari asam asetat glasial (CH3COOH 100%) dan

chloroform (CHCl3) dengan perbandingan 2 : 3.

4.1.2 Proses Penelitian

1. Dengan menggunakan timbangan analitik, ditimbang minyak

sebanyak 5 gr dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml.

29
2. Ditambahkan 30 ml pelarut yang terdiri dari asam asetat glasial :

chloroform (2 : 3), goyangkan larutan sampai minyak larut.

3. Setelah minyak larut, tambahkan padatan KI jenuh 2 gr, lalu

disimpan pada tempat yang gelap selama 30 menit.

4. Setelah 30 menit, tambahkan 3 tetes indikator kanji

5. Dengan menggunakan larutan standar Natrium Thiosulfat

(Na2S2O3) 0,1 N, dititrasi masing-masing dari larutan sampel

tersebut hingga warna kuning hilang (keruh).

4.1.3 Data Pengamatan

Berdasarkan proses penelitian yang telah dilakukan oleh penulis

sebagaimana disebutkan di atas, didapat hasil penelitian sebagai berikut.

(a) (b)
Gambar 10: Percobaan pada minyak jelantah. (a) sebelum titrasi dan telah
disimpan selama 30 menit di tempat gelap dan (b) setelah titrasi.

30
Gambar 11: Percobaan pada minyak curah dan baru dalam keadaan sebelum
titrasi. Larutan mengandung minyak, 30 ml pelarut yang terdiri dari asam
asetat glasial : chloroform (2 : 3) dan KI jenuh 2 gr.

Gambar 12: Percobaan pada minyak curah dan baru dalam keadaan sebelum
titrasi. Larutan mengandung minyak, 30 ml pelarut yang terdiri dari asam
asetat glasial : chloroform (2 : 3) dan KI jenuh 2 gr yang telah disimpan selama
30 menit di tempat gelap.

Gambar 13: Percobaan pada minyak curah dan baru dalam keadaan setelah
titrasi.

31
Tabel 2: Hasil selisih volume titrasi

Minyak Tropicana Sania Bimoli Minyak


Jelantah 2x Special Curah
Penyaringan
Berat 5 gr 5 gr 5 gr 5 gr 5 gr
Sampel
Volume 9,9 ml 3,2 ml 4,8 ml 2,8 ml 5,1 ml
Titrasi 1
Volume 9,8 ml 2,8 ml 4,6 ml 3,5 ml 4,9 ml
Titrasi 2
Volume 10 ml 3 ml 4,5 ml 3,1 ml 5,3 ml
Titrasi 3
Rata-rata 9,9 ml 3 ml 4,6 ml 3,1 ml 5,1 ml
Volume
Titrasi

4.1.4 Perhitungan

Dari volume titrasi yang didapat diatas, bilangan peroksida dapat

dihitung dengan rumus :

Bil.Peroksida = (V1-V0) x N x 0,008 x 100%

w
*Keterangan :

V1 = Volume larutan Na2S2O3 untuk minyak (ml)

V0 = Volume larutan Na2S2O3 untuk blanko (ml)

N = Normalitas Na2S2O3

w = Berat minyak (gr)

0,008 = mg Bst O2

32
 Minyak Jelantah / Blanko

= (9,9-0) x 0,1 x 0,008 x 100%

= 0,16 % mg O2/gr

 Minyak Baru / Sampel

1. Tropicana 2x Penyaringan

= (3-0) x 0,1 x 0,008 x 100%

= 0,048 % mg O2/gr

2. Sania

= (4,6-0) x 0,1 x 0,008 x 100%

= 0,07 % mg O2/gr

3. Bimoli Special
= (3,1-0) x 0,1 x 0,008 x 100%

= 0,049 % mg O2/gr

 Minyak Curah
= (5,1-0) x 0,1 x 0,008 x 100%

5
33
= 0,08 % mg O2/gr
Tabel 3: Hasil perhitungan bilangan peroksida
Jenis Minyak Bilangan Peroksida

(%mg O2/gr)

Minyak Jelantah 0.16

Tropicana 2x Penyaringan 0.048

Sania 0.07

Bimoli Special 0.049

Minyak Curah 0.08

Tabel 4: Perbandingan bilangan peroksida pada minyak blanko dan tiap minyak sampel

Perbandingan Bilangan Peroksida

Minyak Minyak Tropicana 2x

Jelantah Penyaringan

3 : 1

(a)

Perbandingan Bilangan Peroksida

Minyak Minyak Goreng

Jelantah Sania

34
2 : 1

Perbandingan Bilangan Peroksida

Minyak Minyak Goreng

Jelantah Bimoli Special


(b)

3 : 1

(c)

Perbandingan Bilangan Peroksida

Minyak Minyak Goreng

Jelantah Curah

2 : 1

(d)

4.2 Analisis Data

Setelah melihat hasil deskripsi data percobaan, data tersebut dapat

dianalisa oleh penulis sebagai berikut.

35
Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah

dengan metode titrasi iodometri. Metode titrasi iodometri lah yang digunakan

karena pereaksi yang cocok untuk penentuan peroksida ada pada metode

titrasi tersebut. Pereaksi yang dimaksud adalah KI dan Natrium Thiosulfat.

Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri yang

memiliki prinsip dasar bilangan peroksida sebagai jumlah asam lemak

teroksidasi ditentukan berdasarkan jumlah iodin (I2) yang terbentuk dari

reaksi peroksida dalam minyak dengan ion Iodin (I-) yang sebanding dengan

kadar peroksida sampel.

Reaksi :

Setiap minyak diberi perlakuan yang sama sesuai dengan proses penelitian

yang dicantumkan. Hal menarik ditemukan pada proses ketiga dimana

minyak ditambahkan KI jenuh sebanyak 2 gr kemudian disimpan di tempat

gelap selama 30 menit, dan minyak mengalami perubahan warna

sebagaimana terlihat pada data pengamatan.

Dilanjutkan dengan pemberian indikator kanji sebanyak 3 tetes sesaat

sebelum titrasi dilakukan, yang menyebabkan adanya bercak kebiruan pada

minyak. Titrasi dilakukan hingga mencapai volume dimana warna kuning

36
pada minyak berubah menjadi kuning muda keruh seperti warna lemonade.

Inilah yang disebut sebagai titik ekivalen yang menjadi indikator bahwa

titrasi telah selesai. Volume titik ekivalen dari tiap minyak kemudian

dikurangi dengan volume awal minyak mulai dititrasi. Dari selisih itulah

didapatkan volume titrasi sebenarnya yang akan digunakan dalam

perhitungan rumus bilangan peroksida.

Dari hasil perhitungan tersebut, diperoleh nilai bilangan peroksida pada


O
minyak jelantah yaitu, 0,16% mg 2/gr sedangkan untuk minyak goreng curah

0,08% mg O2/gr, minyak goreng Tropicana 2x Penyaringan 0,048 % mg O2/gr,

minyak goreng Sania 0,07 % mg O2/gr, dan minyak goreng Bimoli Special

0,049 % mg O2/gr.

Bilangan peroksida ditimbulkan dari minyak yang mengalami oksidasi.

Semakin lama minyak teroksidasi, semakin tinggi kadar peroksida yang

dihasilkan. Dalam percobaan, penulis menggunakan minyak jelantah yang

telah mengalami 3 kali penggorengan. Ini berarti minyak tersebut telah

mengalami oksidasi kurang lebih sebanyak 3 kali dan kadar peroksida dalam

minyak tentunya lebih tinggi dibanding dengan minyak lainnya, kurang lebih

3 kali lebih tinggi. Hal ini terbukti dari hasil percobaan dengan metode titrasi

dan rumus perhitungan diatas dimana bilangan peroksida dalam minyak


O
jelantah adalah 0,16% mg 2/gr yang berarti 3 kali lebih tinggi dari minyak

goreng Tropicana 2x Penyaringan dan Bimoli Special. Serta 2 kali lebih

tinggi dari minyak goreng curah dan Sania.

37
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan penulis melalui metode

eksperimen, dapat disimpulkan bahwa kadar peroksida paling tinggi terdapat pada
O
minyak jelantah yaitu sebanyak 0,16 % mg 2/gr. Sementara, kadar peroksida

paling rendah terdapat pada minyak Tropicana dua kali penyaringan yaitu

sebanyak 0,048 % mg O2/gr.

Maka dari itu, hipotesis yang diajukan oleh penulis pada bab pertama

adalah benar, yaitu minyak jelantah memiliki kadar peroksida lebih tinggi

dibandingkan dengan minyak goreng baru (curah dan bermerek). Oleh sebab itu,

minyak goreng Tropicana dua kali penyaringan dengan kadar peroksida paling

rendah lah yang paling baik dan aman untuk dikonsumsi.

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan adalah:

1. Bagi peneliti, hendaknya memerhatikan dengan seksama kapan

tepatnya titik ekivalen ketika titrasi itu muncul. Jangan lupa untuk

mencatat tiap volumenya dengan teliti agar perhitungan yang

dihasilkan pun tepat.

38
2. Bagi ibu rumah tangga dan konsumen, jangan menggunakan minyak

lebih dari dua kali penggorengan. Karena dengan tiga kali

penggorengan saja, bilangan peroksida dalam minyak sudah

bertambah dua hingga tiga kali semula sehingga tidak baik untuk

kesehatan.

39
DAFTAR PUSTAKA

Hambali, Erliza., dkk. 2007.Teknologi Bioenergi. Jakarta. Agromedia Pustaka

http://www.bimoli.com/tentang-bimoli/produk-kami

http://www.bkpjkt.com/productdetail.php?idcat=1&idprod=2

http://www.forumsains.com/artikel/30/?print

http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_goreng

http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_jelantah

http://id.wikipedia.org/wiki/Peroksida

http://id.wikipedia.org/wiki/Titrasi

http://lathiefmahmudy.blogspot.com

ojs.unud.ac.id/index.php/ach/article/download/8735/6478

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20973/4/Chapter%20II.pdf

http://saniaroyale.com/product/detail/2

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/regina-tutik-padmaningrum-

dra-msi/c8titrasiiodometrireginatutikuny.pdf

http://tripavillage.blogspot.com/2013/11/hidrogen-peroksidah2o2-senawa-

yang.html

40

Anda mungkin juga menyukai